BAB II KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI … · kerja, terjadi setelah diadakan perjanjian...

23
26 BAB II KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI DELANGGU TAHUN 1948 A. Gambaran Umum Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun 1948 1. Letak Geografis Wilayah Delanggu Secara geografis Delanggu berada pada antara jalur Jogja dan Solo dimana pusat kotanya berada pada kilometer 45 dari arah Yogyakarta. Delanggu adalah sebuah kawedanan kecil di daerah Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten pada waktu itu menjadi milik Kasunanan Surakarta berdasarkan pembagian administrasi di wilayah Vorstenlanden pada akhir abad XIX. Selain Klaten masih ada Kabupaten Boyolali dan Sragen yang juga merupakan tanah milik Kasunanan Surakarta, sedangkan Karanganyar, Wonogiri dan Karangpandan menjadi milik Mangkunegaran. Daerah Vorstenlanden terdapat banyak usaha-usaha perkebunan asing karena status hak tanah dan tenaga kerjanya terjamin. Oleh karena itu di wilayah Delanggu dapat berkembang perkebunan-perkebunan asing secara subur dan mandiri, diantaranya perkebunan tembakau, tebu, kapas dan perkebunan rosella yang wilayah penanamannya berada di daerah Delanggu dan sekitar Kabupaten Klaten. Selain itu juga banyak perusahaan-perusahaan asing yang berkembang pesat. Sebagian besar wilayah Klaten dipergunakan untuk daerah pertanian dan perkebunan. Kesuburan tanah ini ditunjukkan oleh keadaan tanah dibagian tengah

Transcript of BAB II KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI … · kerja, terjadi setelah diadakan perjanjian...

26

BAB II

KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI

DELANGGU TAHUN 1948

A. Gambaran Umum Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun 1948

1. Letak Geografis Wilayah Delanggu

Secara geografis Delanggu berada pada antara jalur Jogja dan Solo dimana

pusat kotanya berada pada kilometer 45 dari arah Yogyakarta. Delanggu adalah

sebuah kawedanan kecil di daerah Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten pada

waktu itu menjadi milik Kasunanan Surakarta berdasarkan pembagian

administrasi di wilayah Vorstenlanden pada akhir abad XIX. Selain Klaten masih

ada Kabupaten Boyolali dan Sragen yang juga merupakan tanah milik Kasunanan

Surakarta, sedangkan Karanganyar, Wonogiri dan Karangpandan menjadi milik

Mangkunegaran. Daerah Vorstenlanden terdapat banyak usaha-usaha perkebunan

asing karena status hak tanah dan tenaga kerjanya terjamin. Oleh karena itu di

wilayah Delanggu dapat berkembang perkebunan-perkebunan asing secara subur

dan mandiri, diantaranya perkebunan tembakau, tebu, kapas dan perkebunan

rosella yang wilayah penanamannya berada di daerah Delanggu dan sekitar

Kabupaten Klaten. Selain itu juga banyak perusahaan-perusahaan asing yang

berkembang pesat.

Sebagian besar wilayah Klaten dipergunakan untuk daerah pertanian dan

perkebunan. Kesuburan tanah ini ditunjukkan oleh keadaan tanah dibagian tengah

27

jalan poros Yogyakarta dan Surakarta. Di tanah yang subur tersebut ditanami

berbagai tanaman bahan makanan pokok, salah satunya adalah tebu.1

2. Wilayah Perkebunan

Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah membawa

efek perjuangan yang bersifat heroik mendorong bangsa Indonesia untuk

melakukan pengambilalihan semua kekuasaan asing terutama perusahaan-

perusahaan asing yang dinasionalisasikan menjadi milik negara Indonesia. Salah

satunya adalah Pabrik Karung Goni Delanggu. Pabrik Karung Goni memiliki

bidang usaha penanaman tanaman perkebunan kapas dan rosella sebagai bahan

baku pembuatan karung goni. Pabrik Karung Goni di Delanggu merupakan salah

satu perusahaan penting yang ada di Indonesia karena mengusahakan untuk

pemenuhan kebutuhan negara dalam kesulitan memperoleh import bahan sandang

akibat blokade Belanda. Oleh karena itu perusahaan ini juga memusatkan

kegiatannya dalam penanaman kapas sebagai bagian dari pelaksanaan program

pemerintah untuk memenuhi bahan sandang dalam negeri.2

Setelah kemerdekaan perusahaan ini diambil alih oleh pemerintah RI dan

pengaturannya kemudian diserahkan kepada Perusahaan Negara Perkebunan

(PNP) XVII pimpinan Ir Soewarto. Secara khusus perusahaan kapas ditangani

langsung oleh Badan Tekstil Negara (B.T.N) yang berkedudukan di Surakarta.

1 Soegiyanto Padmo., Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten.

Yogyakarta: Media Presindo, 2000. Hlm 16-17. 2 Wawancara dengan Bapak Kardino, mantan karyawan pabrik di Sabrang,

Delanggu, tanggal 18 Juli 2015.

28

Dengan demikian, pabrik Karung Delanggu secara khusus hanya mengurusi

penanaman rosella, meskipun pada saat yang sama diwilayah PNP XVII juga

ditanami kapas. Pengusahaan penanaman kapas itu didasarkan atas pertimbangan

untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang menderita akibat kekurangan bahan

pakaian.3

Sejak awal abad ke-20, daerah Klaten termasuk wilayah perkebunan yang

subur. Setelah Indonesia merdeka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan

beberapa peraturan yang berhubungan dengan masalah perkebunan. Dengan

peraturan pemerintah RI No. 13 Tahun 1948, pemerintah bermaksud agar cagang

produksi yang penting bagi negara jangan berhenti. Maka, untuk mencapai tujuan

tersebut ditentukan bahwa desa harus menjamin tersedianya areal tanah. Dalam

peraturan itu disediakan pasal-pasal baru yang disiapkan diantara pasal-pasal lama

yang masih dipakai antara lain ketetapan jangka waktu persewaan tanah paling

lama satu tahun untuk tanaman yang umumnya kurang dari satu tahun. Bagi

tanaman yang umumnya lebih dari satu tahun, jangka waktu persewaan selama

satu musim tanam, sedangkan besarnya uang sewa minimum akan ditetapkan oleh

Menteri Agraria.4

Pada prinsipnya perkebunan-perkebunan di wilayah Delanggu menempati

dua macam hak guna tanah. Pertama adalah tanah konversi, tanah konversi

3 Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi

pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015. 4 Padmo Soegiyanto. Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten.

Yogyakarta: Media Presindo. 2000. Hlm: 55.

29

merupakan hak tanah milik pemerintah yang dapat ditanami tumbuhan yang dapat

diubah jenis tanamannya, waktu itu tanah konversi pada umumnya ditanami

rosella, sedangkan yang kedua merupakan tanah rakyat, yaitu hak pengelolaan

tanah oleh rakyat yang ditanami kapas. Di daerah ini terdapat tiga jenis

perkebunan yang menempati dua jenis tanah tersebut. Perkebunan itu adalah

perkebunan kapas di daerah Delanggu pusat dan Juwiring, perkebunan rosella di

daerah Delanggu kota, sebagian di Juwiring, Kecamatan Wonosari, Kecamatan

Polanharjo, dan sedikit di Karanganom.5

Tabel 1. Luas tanah yang ditanami kapas oleh B.T.N (Badan Tekstil Negara)

No Perkebunan Luas Hektar (ha)

1 Perkebunan Delanggu 59

2 Perkebunan Juwiring 323

3 Perkebunan Gayamprit 244

4 Perkebunan Manjung 234

5 Perkebunan Polanharjo 301

6 Perkebunan Kedung Banteng 192

Jumlah 1.353

(Sumber: Arsip Kementrian Penerangan No. 46 Tahun 1948)

5 Wawancara dengan Bapak Kardino, mantan pegawai bagian produksi di

Krapyak, Sabrang, Delanggu, tanggal 23 Januari 2015

30

Dari tabel di atas dapat diketahui luas lahan tanaman kapas dari yang

paling luas adalah perkebunan Juwiring yaitu 323 ha, perkebunan Polanharjo

yaitu 301 ha, perkebunan Gayamprit yaitu 244 ha, perkebunan Manjung yaitu

234 ha, Perkebunan Kedung Banteng yaitu 192 ha, perkebunan Delanggu yaitu 59

ha.

Dengan memperhatikan pelaksanaan pengusahaan perkebunan di

Delanggu dapat dilihat dari dua macam jenis perkebunan yang memiliki

kedudukan yang berbeda. Yang pertama merupakan perkebunan milik

pemerintah, sedangkan yang kedua adalah milik swasta.6

Perkebunan swasta yang diusahakan di atas tanah konversi dalam

perusahaannya telah melibatkan dua golongan yang berbeda kepentingan, yakni

buruh tanam dan buruh tani yang harus bertanggung jawab atas tanah yang

dikerjakan. Pabrik yang hanya mengetahui bahwa ia memperoleh hasil dari tanah

konversi tersebut dengan perjanjian bagi hasil. Dengan demikian maka di daerah

perkebunan ini juga tidak mungkin terhindar adanya pertentangan kaum buruh

dan petani penanggung jawab.

Pabrik Karung Goni Delanggu berdiri dengan menyewa tanah petani atau

rakyat. Sistem penyewaan tanah kepada pemerintah Kasunanan, karena waktu itu

Delanggu masih kawasan Vorstenlanden. Bila tanah Kasunanan biasanya disewa

dengan waktu panjang, sedangkan penyewaan tanah dari petani atau rakyat

digunakan sistem rayonisasi dengan jangka waktu pendek.

6 Wawancara dengan Bapak Kusumo, pemilik tanah yang disewa untuk

produksi pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.

31

Penyewaan tanah dengan sistem rayonisasi ini dengan menggunakan dua

model, yaitu :

a. Sistem Geblagan, yaitu sistem penggarapan tanah yang dibagi dalam sektor-

sektor dan pada tiap sektor memperoleh giliran penggarapan pada saat yang

berbeda-beda dan dilaksanakan dengan cara bergilir. Menurut hasil

wawancara dengan bapak Kusumo menyatakan bahwa pihak pabrik menyewa

tanah rakyar dengan harga yang telah disepakati bersama antara pihak pabrik

dengan pemerintah setempat selaku wakil rakyat (perangkat desa). Untuk

mendapatkan tanah sewa itu harus melalui prosedur tersendiri dengan jalan

sebagai berikut: dari pihak perusahaan mempercayakan penuh kepada sinder

tanaman. Sinder ini, tidak harus berhubungan langsung dengan petani pemilik

tanah, melainkan melalui hierarki pemerintahan yang ada yaitu melalui

Kabupaten kemudian Kelurahan yang biasanya diwakili oleh salah satu

pamong Kelurahan atau lurah sendiri. Lurah hanya sebagai perantara atau

wakil rakyat di dalam menentukan standar sewa tanah petani oleh perusahaan.

Penyewaan tanah dengan jangka waktu satu musim atau dua musim tanam

saja. Apabila masa sewanya sudah berakhir, maka penyewaan tanah yang

selanjutnya dilakukan dengan kontrak perjanjian baru, baik terhadap tanah

yang pernah disewa maupun tanah lain yang disediakan pemerintah sesuai

dengan yang diinginkan pabrik.

b. Sistem Jatah, yaitu daerah tersebut harus menyediakan tanah yang akan

disewa oleh pabrik sebesar yang telah ditargetkan oleh penanaman kaps dan

rosella. Tanah yang telah disewa tersebut dibuat blok-blok atau rayon yang

32

terdiri dari tanah milik petani dan tanah kas desa serta tanah lungguh. Dengan

adanya sistem geblangan dan sistem jatah untuk setiap kelurahan

menyebabkan lokasi penanaman kapas atau rosella selalu berpindah-pindah

untuk setiap musim sesuai dengan jatah tanah yang disediakan pada saatnya

penanaman.7

B. Kondisi Buruh di Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu

Pada jaman kerajaan istilah buruh hanya digunakan untuk orang yang

melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, tukang, mandor dan lain-lain. Di dunia

barat disebut blue collar. Orang-orang yang melakukan pekerjaan halus, terutama

yang memiliki pangkat Belanda, seperti kerk, menamakan diri sebagai pegawai

sama dengan pegawai negeri yang berkedudukan sebagai priyayi atau employee.

Golongan tersebut di dunia Barat disebut white collar. Istilah employee di dunia

Barat dipakai bagi orang yang dipekerjakan oleh orang lain. Orang lain yang

mempekerjakan seorang employee disebut dengan employer. Dalam bahasa

Belanda disebut dengan “werknemer” dan “werkgever”.8

Buruh adalah seorang yang bekerja pada orang lain (majikan) dengan

menerima upah, sekaligus mengesampingkan persoalan antara pekerjaan bebas

dan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain serta

mengesampingkan pula persoalan antara pekerjaan dan pekerja. Secara yuridis

7 Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan

Surakarta 1830-1920. PT. Tiara Wacana Yogya, 1991. Hlm 48-49.

8 Imam Soepomo. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta:

Djambatan, 1978. Hlm : 28.

33

buruh adalah orang yang bebas, oleh karena prinsip negara Indonesia adalah

bahwa tidak seorang pun tidak boleh diperbudak. Secara sosiologis buruh adalah

seorang pekerja yang tidak bebas, sebab sebagai orang yang tidak memiliki bekal

hidup selain daripada tenaganya itu, kemudian ia terpaksa bekerja pada orang lain.

Tenaga buruh terutama menjadi kepentingan majikan merupakan sesuatu yang

sedemikian lekatnya pada pribadi buruh, sehingga buruh itu selalu harus

mengikuti tenaganya ke tempat dan pada saat majikan memerlukannya menurut

kehendak majikannya tersebut. Dengan demikian segala sesuatu mengenai

hubungan antara buruh dengan majikan ini diserahkan kepada kebijaksanaan

kedua belah pihak.

Hubungan antara buruh dan majikan sering disebut dengan hubungan

kerja, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana

buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima

upah dan menerima menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh

dengan membayar upah.9

Jika dilogika dalam peraturan perindustrian dimanapun, buruh merupakan

para tenaga kerja yang bekerja pada sebuah perusahaan, dimana para tenaga kerja

tersebut harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang diterapkan oleh

pengusaha maupun atasan yang bertanggung jawab atas lingkungan

perusahaannya dan tenaga kerja tersebut akan memperoleh upah atau jaminan

hidup lainnya dengan wajar. Sebutan buruh banyak dijumpai dalam Undang-

Undang Kerja, Undang-Undang Perlindungan dan Keselamatan Kerja dan

9 Halili Toha. Majikan dan Buruh. Jakarta: Rineka Cipta, 1987. Hlm 38.

34

beberapa undang-undang yang lainnya, dimana buruh dimaksudkan sebagai

tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, yang tunduk dan dibawah perintah

pengusaha, sesuai dengan peraturan kerja yang berlaku dalam perusahaannya.10

1. Jenis-jenis buruh

Buruh dapat dibedakan menurut jenis dan pekerjaannya. Di lingkungan

Pabrik Karung Goni Delanggu sendiri buruh dibedakan menjadi beberapa jenis,

yaitu :

a. Buruh harian, yaitu buruh yang menerima upah berdasarkan hari masuk kerja.

b. Buruh kasar, yaitu buruh yang menggunakan tenaga fisiknya karena tidak

memiliki keahlian dibidang tertentu.

c. Buruh tani, yaitu buruh yang menerima upah dengan bekerja di sawah

maupum di perkebunan.

d. Buruh bulanan, yaitu buruh yang menerima upah tiap bulannya oleh

perusahaan.

Buruh berdasarkan pengupahannya dan sifat hubungan kerjanya dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Buruh borongan, adalah buruh yang upahnya berdasarkan paket beban,

sedangkan jangka waktu ia menyelesaikan seluruh pekerjaan itu tidak

dipersoalkan.

10

Kartosapoetra. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara,

1988. Hal 20-21.

35

b. Buruh harian, adalah buruh yang satuan upahnya diberikan tiap harinya

selama beruh tersebut masuk kerja.

c. Buruh lepas, adalah buruh yang tidak memiliki ikatan hubungan kerja tetap

dengan majikannya. Setelah pekerjaan yang menjadi bebannya selesai, setiap

saat ia dapat memutuskan hubungan kerja tanpa sanksi apapun. Biasanya

buruh lepas dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya sementara.

d. Buruh tetap, adalah buruh yang memiliki ikatan hubungan kerja tetap untuk

jangka waktu yang lama. Jangka waktu tersebut merupakan hasil persetujuan

bersama antara buruh dan majikan. Selama jangka waktu tersebut belum

habis, dia tidak leluasa bekerja ditempat lain tanpa persetujuan majikannya.11

2. Hak dan Kewajiban Buruh

a. Hak Buruh

Hak merupakan sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai

akibat dari status seseorang. Demikian pula pekerja atau buruh juga memiliki hak

karena statusnya tersebut. Adapun haknya sebagai berikut :

1) Hak mendapat upah atau gaji.

2) Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.

3) Hak bebas memilih pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya

11

Djoko Sudjono. Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta: Penyiar

Penerbit Nasional, 1950. Hlm 19-20.

36

4) Hak atas pembinaan keahlian untuk menunjang program-program

perusahaan.

5) Hak mendapatkan perlindungan dan keselamatan.

6) Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja.

7) Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia memiliki masa kerja 12

bulan berturut-turut pada suatu perusahaan.12

b. Kewajiban Buruh

Dalam hubungan kerja, baik buruh maupun majikan masing-masing

memiliki hak dan kewajiban. Kewajiban buruh dapat diatur di dalam KUH

Perdata, yaitu :

1) Melakukan Pekerjaan

Melakukan pekerjaan merupakan kewajiban yang paling utama bagi

seorang buruh, disamping kewajiban-kewajiban lainnya. Hal ini dapat

disimpulkan dari bunyi pasal 1603 KUH Perdata, yaitu :

Buruh wadjib melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuan

jang sebaik-baiknja. Sekedar sifat dan luasnja pekerdjaan jang harus dilakukan

12

Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan

Surakarta 1830-1920. PT. Tiara Wacana Yogya, 1991. Hlm 60.

37

tidak dirumuskan dalam perjanjian atas peraturan madjikan, maka hal tersebut

ditentukan oleh kebiasaan.13

Pekerjaan yang wajib dilakukan oleh buruh hanyalah pekerjaan yang telah

dijanjikan. Disamping itu buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya.

a) Mantaati peraturan tentang melakukan pekerjaan

Kewajiban buruh untuk mantaati peraturan tentang segala sesuatu yang

berkaitan dengan melakukan pekerjaan ini merupakan perwujudan dari

diperintahnya buruh oleh majikan.

b) Membayar ganti kerugian dan denda

Apabila perbuatan buruh, baik karena disengaja atau kelalaian yang

menimbulkan kerugian maka ia harus membayar ganti kerugian. Sementara

itu buruh harus membayar denda apabila ia melanggar ketentuan dalam

perjanjian kerja tertulis atau peraturan majikan. Buruh wajib membayar denda

apabila kerugian itu benar-benar terjadi.14

Pengalaman di masa perjuangan tahun 1920-an sampai 1930-an ini

membentuk kesadaran yang mendalam. Pada masa pendudukan Jepang, serikat

buruh memang dilarang. Tapi bukan berarti, tidak ada. Banyak penggiat buruh

yang aktif dalam gerakan bawah tanah menentang penjajah Jepang.

13

Abdul Rachmad Budiono. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1995. Hlm 26. 14

Ibid. Hlm 27.

38

Di masa awal kemerdekaan Indonesia, beberapa saat setelah proklamasi 17

Agustus 1945, buruh telah aktif kembali. Serikat buruh adalah organisasi pertama

yang langsung bergerak. Yang mereka lakukan adalah, menjaga stasiun kereta,

pabrik dan perkebunan yang ada. Agar, tidak jatuh ke tangan penjajah Belanda

lagi. Ini karena penjajah Belanda telah melancarkan aksi militer guna merebut

aset-aset ekonomi tersebut. Wilayah yang diserang tentara Belanda adalah

wilayah perkebunan penting, pabrik besar dan juga, stasiun kereta utama.

Jadi, selama bulan September 1945 sampai sekitar pertengahan 1946,

serikat buruh telah berjasa dalam menjalankan fungsi-fungsi stasiun kereta, pabrik

dan perkebunan sebaik-baiknya. Meski pada masa itu, para buruh kerap tidak

menerima upah tetap karena adanya blokade dan kesulitan ekonomi. Ini semua

dilakukan buruh dengan kesadaran penuh bahwa pengorbanan mereka adalah

bagian dari perjuangan kemerdekaan bangsa.

Dalam perkembangannya, buruh mampu mengatur dan menguasai stasiun

kereta, pabrik dan perkebunan secara independen. Tetapi, sikap independen buruh

ini justru dicurigai oleh pemerintah pusat karena pemerintah saat itu masih berusia

sangat muda dan belum stabil, jadi tindakan independen masyarakat-sipil

dianggap menggerogoti wibawa pemerintah. Hal ini juga diberi label sebagai

“anarkis-sindikalis”. Label yang justru merugikan perjuangan kaum buruh.

Karenanya pula, pemerintah mulai mengawasi kegiatan serikat buruh dan secara

pelan-pelan, menggeser serikat buruh dari kancah politik nasional.

39

Buruh dan serikat buruh punya andil dalam kemerdekaan bangsa. Baik

dalam perjuangan kemerdekaan di awal abad 20, maupun di dalam

mempertahankan kemerdekaan di masa awal kemerdekaan 1945. Kaum buruh

bukan hanya sebagai pelaku pelengkap dalam sejarah kemerdekaan. Tapi juga

menjadi pelaku utama.15

Buruh sebagai tenaga kerja bebas dengan mendapat upah, timbul untuk

menggantikan tenaga budak yang dilarang dan penghapusan kerja wajib. Dengan

masuknya modal asing yang membuka perkebunan terutama sesudah pertengahan

abad XIX, rakyat pedesaan khususnya yang tidak memiliki tanah dapat

memperoleh pekerjaan yang lebih tetap di perkebunan-perkebunan tersebut. Tidak

hanya mereka yang tidak memiliki tanah garapan, tetapi juga para pemilik tanah

sawah yang disewa pabrik ditampung untuk bekerja sebagai buruh upahan.

Kerja upahan mulai diperkenalkan di kota-kota VOC terutama Batavia.

Ketika berkuasa VOC menggunakan perangkat feodal tradisional yang berlaku

untuk memperoleh tenaga kerja yang diperlukan. Sejak VOC diganti oleh

pemerintah Hindia-Belanda, terutama atas rintisan Raffles lembaga kerja wajib

berangsur-angsur ditinggalkan dan diganti dengan kerja upah sehingga banyak

muncul tenaga kerja bebas. Dalam hubungan kerja bebas tersebut nampak ada dua

pihak, kedua pihak ini, tidak selalu sepakat dalam memenuhi kebutuhan masing-

masing. Tidak jarang ketidaksepakatan ini menimbulkan ketegangan, keresahan

15

Djoko Sudjono. Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta: Penyiar

Penerbit Nasional, 1950. Hlm 12-13.

40

yang dapat berkembang menjadi konfik. Seperti halnya konflik yang terjadi di

Pabrik Karung Goni Delanggu.

Perusahaan Karung Delanggu pada umumnya memperoleh tenaga kerja

dari daerah Kabupaten Klaten sendiri dan dari beberapa daerah yang lain.

Konsentrasi kegiatan usaha di Delanggu menyebabkan sebagian besar tenaga

kerja tersebut diambilkan dari wilayah Delanggu pula. Hal ini sangat erat

hubungannya dengan sifat perusahaan tersebut, yaitu pertanian perkebunan.

Kegiatan usaha ini dengan menyewa tanah dari penduduk sudah pastilah kegiatan

usahanya pun akan melibatkan kepentingan penduduk setempat.

Penyewaan tanah oleh perusahaan bukan berarti hilangnya kesempatan

kerja dari pemilik tanah yang disewa, mereka juga mendapatkan kesempatan

untuk ikut serta mengerjakan tanahnya dengan memperoleh imbalan jasa sebagai

buruh pabrik.

C. Penggolongan Pegawai Pabrik Karung di Delanggu

1. Tugas dan Fungsi Pegawai

Berdasarkan tingkatannya, pegawai Pabrik Karung Delanggu dibedakan

menjadi beberapa kelompok, antara lain :

a. Pegawai administratur, yaitu mereka yang bekerja di bagian kantor.

Wewenang administratur pada dasarnya mempersiapkan rencana anggaran

perusahaan, menentukan kebijaksanaan pelaksanaan kerja, mengendalikan

pengeluaran-pengeluaran perusahaan, mengusahakan perjanjian berhubungan

dengan kegiatan yang telah disetujui oleh direksi pabrik. Seorang

41

administratur di perusahaan Pabrik Karung Goni Delanggu dapat dikatakan

memiliki posisi ganda. Di satu pihak ia bertindak sebagai pengusaha, yaitu

tugasnya merealisasikan semua kebijakan yang ditentukan oleh direksi adalah

hubungannya dengan buruh serta rakyat yang ada hubungannya dengan

kegiatan perusahaan tersebut. Di pihak lain ia bertindak sebagai wakil dari

para karyawan perusahaan dan sekaligur sebagai penyalur kepala buruh

kepada atasannya pada kesempatan pengajuan anggaran kerja dan

kebijaksanaan perusahaan kepada pihak direksi.16

Seorang administratur dalam Pabrik Karung Delanggu memiliki empat

staff yang masing-masing memegang jabatan bagian, yaitu :

1) Kepala bagian penanaman menentukan kebijaksanaan penanaman dan

membawahi beberapa kepala sinder atau kepala pengawas dan pengawas

sinder ini memimpin kepala sinder. Kepala bagian penanaman adalah orang

yang paling banyak berhubungan dengan rakyat, karena dirinyalah yang

memikul tanggung jawab untuk penanaman dan prosedur serta harga sewa

tanah yang dipakai oleh perusahaan itu.

2) Kepala bagian fabrikasi beranggung jawab di bidang teknis pengolehan serat

sampai menjadi goni. Kepala bagian ini memimpin para teknis pelaksana

pembuatan karung.

16

Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi

pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.

42

3) Kepala bagian instalasi bertanggung jawab terhadap lancarnya mesin-mesin

pabrik dan peralatan pendukung. Kepala bagian ini memimpin para masinis

jaga dan beberapa staf teknis.

4) Kepala bagian tata usaha bertanggung jawab terhadap segala urusan

administrasi kantor didalam lingkingan kantor atau dilapangan. Ia dibantu

oleh para pemimpin pelaksana kerja baik yang bertanggung jawab pada

urusan umum, urusan administrasi produksi, urusan administrasi keuangan,

dan urusan administrasi perburuhan.

b. Buruh, yaitu mereka yang bekerja dilapangan, antara lain :

1) Buruh harian (tetap, tidak tetap) yaitu mereka yang mendapatkan upah harian

(langsung mendapatkan upah setelah mereka selesai bekerja).

2) Buruh tetap yaitu mereka yang dikelompokkan menjadi tenaga kerja tetap

Pabrik Karung Delanggu.

3) Buruh tidak tetap yaitu mereka yang bekerja kalau dibutuhkan oleh buruh

pabrik.

4) Buruh maro, petani pemilik tanah diberikan hak untuk menggarap tanah yang

disewa perusahaan dengan ketentuan hasil dari pengusahaan tanah tersebut

dibagi secara maro. Kedudukan dari buruh maro ini sebagai penanggung

jawab penanaman.

5) Kelompok terakhir adalah golongan buruh borongan pendapatan mereka

sangat tergantung dari kelancaran proses produksi. Bilamana nilai

43

pembayaran tersebut dapat mencapai tingkat pembayaran yang wajar mereka

tidak akan ikut mendukung pemogokkan, tetapi nyatanya mereka tetap

mendukung pemogokkan sehingga dapat ditebak sampai pada pembayaran

upah borongan pun nilai yang diberikan oleh pihak perusahaan relatif jauh

lebih rendah dari upah yang biasa berlaku dalam perusahaan.

c. Kelompok Mandor, seorang mandor bertindak sebagai seorang pengawas

terhadap buruh yang bekerja. Biasanya seorang mandor membawahi 10-15

buruh

44

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui taksiran jumlah semua buruh

di semua perusahaan B.T.N yang dimaksud oleh L.B.T.

Tabel 2. Jumlah buruh berdasarkan golongan di lingkungan Badan Tekstil Negara

(B.T.N)

No Golongan Jenis Buruh Jumlah

1 I Pegawai Bulanan 3.000

2 II Pekerja Harian Tetap 12.000

3 III Pekerja Borongan Tetap 12.000

4 IV Pekerja Harian Lepas 6.000

5 V Pekerja Borongan Lepas 6.000

6 VI Pekerja Pemaro 6.000

7 VII Pemintal kapas upah natura 10.000

8 VIII Pemintal kapas upah uang 11.000

9 IX Pemintal sisa kapas 11.000

Jumlah 82.000

(Sumber: Arsip Kementrian Penerangan No.46 Tahun 1948)

2. Struktur Pegawai Administrasi

Tingkatan posisi pegawai administrasi pabrik karung Delanggu dapat

digambarkan sebagai berikut :

45

Struktur Pegawai Administrasi Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun

1948

(Sumber: Kartosapoetra: Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara, 1988)

Pada struktur kepegawaian diatas merupakan gambaran dari formasi

pimpinan perusahaan Pabrik Karung Goni. Susunan yang sederhana tersebut

membawahi buruh-buruh yang memproduksi karung goni. Struktur tersebut

adalah pegawai-pegawai yang menempati posisi administratif.

a. Sistem Pengupahan di Pabrik Karung Goni Delanggu

Menurut Undang-Undang Kecelakaan Nomor 33 Tahun 1947, yang dimaksud

dengan istilah upah ialah :

1) Tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti

pekerjaan.

2) Perumahan, makan, bahan makanan dan pakaian dengan cuma-cuma yang

nilainya ditaksir menurut harga umum ditempat itu.

Apabila seseorang menggantungkan hidupnya pada upah yang diterimanya

melalui usaha atau kerja, ini berarti bahwa disamping apa yang dikerjakan itu

46

mencerminkan status, maka upah yang diterimanya menentukan tingkat hidupnya

sendiri beserta para anggota keluarganya yang menjadi tanggungannya. Upah

yang diberikan kepada seseorang seharusnya sebanding dengan kegiatan-kegiatan

yang telah dikerahkan, maka upah yang diharapkan oleh seorang pekerja adalah

upah yang wajar. Upah wajar maksudnya adalah upah yang secara relatif dinilai

cukup oleh para pengusaha dan para buruhnya sebagai uang imbalan atau balas

jasa yang diberikan buruh kepada pengusaha/perusahaan sesuai dengan perjanjian

kerja diantara mereka.17

Jika ketentuan-ketentuan tentang pemberian upah yang telah ditetapkan

oleh pengusaha telah dilakukan dengan baik maka tidak akan timbul perselisihan

antara buruh dan pengusaha, karena salah satu faktor timbulnya perselisihan

antara buruh dan pengusaha adalah ketidakpuasan dalam hal pemberian upah

kepada pekerja. Seperti halnya permasalahan pemogokkan kaum buruh pabrik

karung Delanggu yang disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kesejahteraan

diantara para pekerjanya sehingga menimbulkan suatu kecemburuan yang

berakibat pada terjadinya konflik.

Sistem pengupahan yang digunakan dalam Pabrik Karung Goni Delanggu

ini jelas menimbulkan perselisihan di kalangan buruhnya, hal ini dikarenakan

perbedaan fasilitas yang dinikmati oleh para pegawai administratif dengan buruh

lapangan yang bekerja pada pabrik karung Delanggu menunjukkan perbedaan

yang sangat besar dan mencolok. Golongan yang pertama (pegawai administratif)

17

Kartosapoetra. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara,

1988. Hlm 14-16.

47

menikmati fasilitas jauh lebih baik bila dibanding dengan golongan kedua

(golongan buruh lapangan). Para pegewai golongan pertama dapat naik mobil,

berpakaian bagus, bersepeda Raleigh yang mengkilap, sedangkan golongan kedua

hanya mampu berpakaian karung goni. Secara sosial ekonomi, kehidupan

golongan jenis kedua ini sangat rendah upahnya karena upah harian yang diterima

hanya Rp. 2,00 per hari sedangkan harga beras dari pemerintah sebesar Rp. 1,50

dan harga pasaran bebas pasti akan lebih tinggi dari pada harga yang ditetapkan

oleh pemerintah.18

Penggunaan sistem mandor dalam merekrut tenaga kerja menimbukan

sistem percaloan yang mengakibatkan keterlambatan pembayaran dan manipulasi

upah kerja. Posisi mador sebenarnya tidaklah begtu memprihatinkan karena

mereka mendapatkan upah lebih tinggi dari pada upah buruh harian biasa, selain

itu juga masih mendapatkan insentif dari perusahaannya. Jadi, seorang mandor

dapat memperoleh pendapatan dari dua sumber, pertama, berupa komisi yang

diterima dari perusahaan itu sendiri, dan kedua berupa pungutan yang diperoleh

dari selisih upah kerja yang berasal dari pabrik dan upah kerja yang benar-benar

diberikan kepada para pekerja.19

Mandor-mandor ini juga sebenarnya yang telah

melakukan propaganda kepada kaum buruh, yaitu menjanjikan bahwa para buruh

akan diberikan kenaikan upah dan masing-masing kepada buruh maro akan

dberikan kain sebanyak 3 meter per orang. Padahal menurut keterangan dari

18

Surat Kabar Kedaulatan Rakjat No.199 tanggal 12 Juli 1948. Koleksi

Monumen Pers Nasional. 19

Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi

pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.

48

pemerintah tidak pernah memberikan janji-janji seperti yang dijanjikan para

mandor.

Berkaca dari sistem pengelolaan kerja seperti yang diuraikan diatas, maka

tidaklah mengherankan jika pemogokkan buruh di pabrik karung Delanggu

terjadi. Sistem kepegawaian yang ada telah memungkinkan suatu tingkat

perbedaan pendapatan dan penguasaan faslilitas penunjang, mereka yang bekerja

di bidang administratif hidup dalam situasi ekonomi yang baik, sementara buruh

yang bekerja dilapangan hidup dengan penghasilan yang tidak dapat

memungkinkan dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Upah buruh

bulanan yang hanya Rp.30, sampai Rp.45, selama satu bulan, sedangkan untuk

para sinder upah berkisar antara Rp.300, sampai Rp.450, per bulan. Maka tidaklah

heran jika banyak buruh yang bekerja sambil membawa dagangan untuk dijual

pada saat pergantian sip (pergantian waktu kerja) untuk memenuhi kebutuhan

hidup mereka. Dengan pendapatan upah yang kecil dan hanya cukup untuk makan

sehari, maka para buruh lapangan yang bekerja di perkebunan dengan penuh terik

panas matahari sedang perutnya kelaparan. Para buruh ini sangat mudah

terpengaruhi oleh janji-janji dari Sarbupri sebagai organisasi buruh yang akan

memperjuangkan hak-hak buruh. Hasutan-hasutan dari kader-kader Sarbupri

sangat mudah masuk kedalam pikiran para buruh lapangan. Menurut Konvensi

I.L.O tahun 1948, ada empat macam hak buruh yaitu hak berserikat, hak

berunding kolektif, hak mogok, dan hak mendapatkan upah.20

20

Djoko Sudjono. 1950. Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta:

Penyiar Penerbit Nasional. Hlm: 23.