BAB II KONDISI SOSIAL-POLITIK INDONESIA PADA...
Transcript of BAB II KONDISI SOSIAL-POLITIK INDONESIA PADA...
18
BAB II
KONDISI SOSIAL-POLITIK INDONESIA PADA TAHUN 1942-
1943
Kedudukan negara Indonesia pada masa pemerintahan Belanda dalam teorinya
mempunyai kedudukan tersendiri yaitu, Hindia Belanda mempunyai alat-alat
pemerintahan (Pemerintahan dan Volksraad) sendiri dan keuangan tersendiri, dan
dalam Undang-undang Dasar (grondwet) negeri Belanda, Hindia Belanda diakui
bagian kerajaan Belanda sejajar dengan “bagian yang di Eropa,” Suriname dan
Curacao.1
Namun dalam prakteknya berbeda dengan undang-undang dasar yang
berlaku. Pada masa-masa ini, masyarakat Indonesia benar-benar merasa dalam
kondisi rendah karena pemerintahan Belanda pada masa itu yang cukup timpang.
Banyak posisi kepemerintahan di Hindia Belanda (yang sekarang dikenal sebagai
Indonesia) dipegang oleh orang-orang Belanda.
Kondisi tersebut berangsur-angsur hilang dengan awal kedatangan Jepang ke
Hindia Belanda. Pada masa awal pendudukan Jepang tidak begitu sukar untuk
mendapatkan simpati rakyat Indonesia. Jepang yang mengusung semboyan “Asia
untuk Asia” dan “Nippon-Indonesia sama”, tak ayal membuat rakyat Indonesia yakin
Jepang dapat membantu mereka meraih kemerdekaan. Jepang yang saat itu dikenal
sebagai pemimpin Asia Timur Raya, mencoba merangkul Indonesia yang notabennya
1
Pringgodigdo. A. K, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (Jakarta: Dian
Rakyat, 1984), hlm 221
19
saudara serumpun sesama Asia. Jepang perlahan mencoba mengambil hati rakyat
Indonesia, salah satunya dengan program propaganda.
Propaganda adalah suatu jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi
pandangan dan reaksi, tanpa mengindahkan tentang nilai benar atau tidak benarnya
pesan yang disampaikan.2 Pengertian pokok yang bersifat umum propaganda, bahwa
siapapun yang melakukan propaganda menyebarkan pesan-pesan dan mempunyai
keinginan untuk mengubah sikap, pendapat dan tingkah laku dari sesama manusia
yang menjadi objeknya.3 Propaganda yang dilakukan Jepang tersusun sangat rapi,
usaha propaganda ini bahkan sudah dilakukan secara diam-diam jauh sebelum
kedatangan Jepang ke Indonesia, salah satunya dengan didatangkannya propagandis
Jepang ke Indonesia.
A. Kondisi Sosial-Politik Indonesia pada Jaman Belanda
Kedatangan bangsa Eropa ke bumi Nusantara pada mulanya sekedar mencari
rempah-rempah. tetapi, keuntungan yang berlipat ganda membuat mereka menjadi
buta dan lupa diri. Lambat laun bumi Nusantara dikuasai. Dengan politik devide et
impera, bangsa Eropa, khususnya Belanda, mampu mengadu domba warga istana atau
penguasa local. Tidak jarang mereka mengintervensi persoalan intern penguasa
pribumi. Sampai menjelang abad ke-20, seluruh kawasan Nusantara hampir dapat
ditaklukkan.4
2Santoso Sastroputro, R. A, Propaganda: Salah Satu Bentuk Komunikasi Masa,
(Bandung: Alumni, 1991), hlm 21
3Ibid., hlm 16
4
Nasruddin Ashoriy, Bangsa Inlander: Potret Kolonialisme di Nusantara,
(Yogyakarta: LKiS, 2008), hlm ix
20
Kondisi sosial rakyat Indonesia pada masa tersebut bisa dibilang tidak
sejahtera. Untuk pendidikan saja hanya kalangan atas yang bisa merasakannya. Pada
masa ini sistem kasta secara tidak langsung masih berlaku. Tidak hanya dibidang
pendidikan mengalami keterpurukan, namun dalam hal perdagangan, dan bidang
politik juga mengalami keterpurukan. Petani-petani dipaksa menanam lebih banyak
dari sebelumnya, hasilnya pun juga akan diambil oleh pihak Belanda.
Di bidang politik awalnya Belanda menganut politik kolonial liberal namun
akhirnya pada sekitar tahun 1900an berubah menjadi sistem Politik Etis. Negeri
Belanda menjalankan politik “pintu terbuka”, yang mengizinkan masuknya modal dan
barang produksi industry asing dengan syarat-syarat yang sama seperti modal dan
produksi Belanda sendiri. 5 Dari sistem politik yang berjalan ini dapat dilihat sendiri
bahwa Belanda hanya ingin memperkaya negara mereka sendiri tanda memperhatikan
keadaan rakyat Indonesia. Mereka menggunakan kekuasaan mereka untuk
memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.
Selain itu pada masa pemerintahan Belanda juga banyak terjadi kepincangan-
kepincangan politik di Hindia Belanda khususnya di bidang ketatanegaraan. Dalam
undang-undang dasar (grondwet) negeri Belanda, Hindia Belanda disejajarkan dengan
“bagian yang di Eropa,” Suriname dan Curacao. Akan tetapi sebetulnya Indonesia
sama sekali tidak “bersejajar” dengan bagian di Eropa itu, melainkan hanya berupa
5Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme Jilid 2, (Jakarta: P.T. Gramedia,
1992), hlm 33
21
tanah jajahan, koloni belaka. Selaras dengan ini Indonesia tidak mempunyai
kedudukan Internasional sendiri.6
Kedudukan negara Indonesia di waktu zaman Belanda buat bangsa Indonesia
lebih pedas oleh karena juga dalam lingkungan pemerintahan negeri sendiri ia tidak
berkuasa. Pemerintahan biasa di negeri Belanda menjadi Pemerintahan-tinggi untuk
Indonesia dan dalam pemerintahan di sini juga bangsa Belanda berkuasa: Gubernur
Jendral yang melakukan pemerintahan seorang diri saja, harus orang Belanda; dari
Direktur departemen-departemen hanya 1-8 yang bangsa Indonesia; juga pangkat
tinggi yang lain kebanyakan dalam tangan bangsa Belanda.7
Juga dalam administrasi-umum pengaruh Belanda hampir merajalela sebab
pangkat-pangkat yang tertinggi belum banyak yang dipegang oleh bangsa Indonesia.
Lebih-lebih hal ini terlihat dalam kalangan partikulir. Itu semua tidak mengherankan,
kalau diingat bahwa bangsa Indonesia tidak diakui sebagai “bangsa”, tetapi hanya
dipandang sebagai bumiputera (penduduk asli) saja dan diperlakukan sebagai bagian
penduduk yang kelas 3, yang paling rendah dalam negeri ini: orang Belanda yang
nomor 1 dan orang-orang Asing-asing sebagai nomor 2.8
Sementara dalam kondisi sosial masyarakat Indonesia pada masa pendudukan
Belanda, mengalami kemiskinan karena hasil-hasil bumi milik rakyat harus disetorkan
kepada pihak Belanda. Banyak masyarakat yang disuruh untuk bekerja paksa untuk
6Pringgodigdo. A. K, Op.cit., hlm 222
7Ibid.
8Ibid.
22
membangun kepentingan orang-orang Belanda. Terjadi eksploitasi pada rakyatnya
maupun sumber daya alamnya.
B. Kondisi Sosial-Politik Indonesia Tahun 1942-1943
Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang menyerbu Pearl Harbour, pangkalan
armada Amerika Serikat di Pasifik, secara tiba-tiba dan pada saat di Washington
sedang berlangsung perundingan Cordell Hull-Nomura (yang dibantu Korusu). Apa
maksud penyerbuan ini? Maksudnya adalah melumpuhkan kekuatan Amerika di
Pasifik sehingga penyerbuan Jepang ke Negara-negara Asia Tenggara, wilayah yang
dijajah Inggris-Belanda-Prancis dan Amerika Serikat sendiri (Philipina) lalu ke
Australia bisa berlangsung dengan cepat dan aman. Sehari kemudian setelah
pemboman Pearl Harbour itu, Gubernur Jendral Tjarda menaklukkan Hindia Belanda
dalam keadaan perang melawan Jepang. Penyerbuan ke daerah-daerah Selatan
dilakukan oleh baik Angkatan Darat (Rikugun) maupun Angkatan Laut (Kaigun)
Jepang. Untuk kedua Angkatan itu dibuatlah pembagian tugas Angkatan Darat yang
sudah menduduki Indo-Cina sebelum Perang Pasifik pecah, betugas merebut Malaya,
Sumatra, Luzon dan Burma. Sedangkan Angkatan Lautnya: Pearl Harbour, Mindanau,
Kalimantan, Sulawesi, Irian dan pulau-pulau Pasifik. Kedua Angkatan ini akan
menyerbu Jawa, pusat kekuasaan dan militer Belanda dan sekutu (Wavell).9
Pada tanggal 4 Maret 1942 tentara Belanda meninggalkan kota Batavia.
Keesokan harinya penduduk kota menerima pengumuman yang dikeluarkan bersama
oleh residen (Mr. C.W.A. Abbenhuis) dan walikota (Ir. E.A. Voor- neman). Pada hari
9 Moedjanto. G, Indonesia Abad 20: Jilid I, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm 69
23
itu juga (5 Maret) sesudah matahari terbenam, ibukota Hindia-Belanda jatuh ke
tangan tentara pendudukan Jepang. Walaupun di sana sini perlawanan Belanda masih
diteruskan, penguasa kota Batavia – pusat pemerintahan kolonial Hindia-Belanda –
oleh Jepang menandai bahwa kekuasaan kolonial Belanda di kepulauan Indonesia
telah berakhir. Pada tanggal 9 Maret radio Bandung (yang pada waktu itu masih di
tangan Belanda) menyiarkan berita kapitulasi dan sejak tanggal ini masa pendudukan
Jepang di Indonesia dianggap resmi telah mulai.10
Adapun pada tanggal 7 Maret 1942,
Jepang mengeluarkan Undang-Undang No. 1 yang menjadi pokok peraturan pada
masa Jepang, yang berisi:
Pasal 1. Balatentara Nippon melangsungkan pemerintahan Militer sementara waktu di
daerah-daerah yang telah ditempati agar supaya mendatangkan keamanan
yang sentosa dengan segera.
Pasal 2. Pembesar Balatentara memegang kekuasaan pemerintah tertinggi dan juga
segala kekuasaan yang dahulu berada di tangan Gubernur Jendral Hindia
Belanda.
Pasal 3. Semua badan-badan pemerintah dan kekuasaan hokum dan undang-undang
pemerintah dahulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal saja tidak
bertentangan dengan aturan pemerintah militer.
Pasal 4. Bahwa Balatentara Jepang akan menghormati kedudukan dan kekuasaan
pegawai-pegawai setia pada Jepang.11
Maksud utama gerakan militer Jepang di pulau Jawa ialah mengusir kekuasaan
Belanda, Amerika dan Inggris dari daerah ini.12
Jepang yang pada masa itu memang
10A.B. Lapian, Di bawah Kependudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua
Orang yang Mengalaminya, (Jakarta: ANRI, 1988), hlm 1
11
Dai Nippon Gunseibu, Oendang-Ondang Dari Pembesar Balatentara Dai Nippon
No. 1-20, Betawi, Juni 1942, hal 1.
12
Kan-po, No. 29, 1943, hlm 16
24
dikenal sebagai musuh dari Belanda dalam perang Pasifik. Namun pada
kenyataannya, maksud kedatangan Jepang ke Indonesia dikarenakan Indonesia
merupakan kawasan yang potensial untuk mensuplai kebutuhan minyak Jepang, untuk
keperluan perang.13
Hal itu dibuktikan dengan pasukan Jepang menduduki daerah-
daerah minyak di Kalimantan dan Sumatra terlebih dahulu. Sementara tujuan Jepang
menduduki Jawa adalah memperoleh sumber-sumber ekonomi dan manusia.14
Tujuan
utama Jepang tersebut sudah dapat dibaca dari perubahan dari segi ekonomi yang
diambil Jepang, salah satunya adalah penguasa Jepang hanya mendahulukan
kepentingan Jepang dan kepentingan Indonesia tidak masuk dalam hitungan mereka.15
Kehidupan ekonomi Indonesia berubah menjadi ekonomi perang untuk membiayai
tentara Jepang.
Perioritas kehadiran Jepang di Indonesia semata bertujuan mengeksloitasi
segenap potensi negeri Indonesia dengan tujuan akhir memenangkan Perang Asia
Timur Raya. Prioritas utama diletakkan pada penataan disiplin sosial dalam cara
hidup rakyat, pola tingkah dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat, sehingga segala aksi
yang bercorak kemanusiaan seakan-akan bukan merupakan keharusan moral bagi
Jepang, termasuk pula dalam hal ini menanggulangi masalah kesehatan masyarakat
13
Ken’ichi Goto, Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia 1998), hlm 106
14
Aiko Kurasawa, Mobilitas dan Kontrol: Studi tentang Perubahan Sosial di
Pedesaan Jawa 1942-1945, (Jakarta: PT Gramedia, 1993), hlm xvi-xvii
15
Arifin Bey, Pendudukan Jepang di Indonesia: Suatu Ungkapan Berdasarkan
Dokumentasi Pemerintah Belanda, (Jakarta: 1988), hlm 36
25
anak negeri ini pada masa itu.16
Jepang melakukan eksploitasi yang berlebih, baik
kepada sumber daya alam ataupun sumber daya manusia.
Setelah Jepang berhasil merebut Hindia Belanda, kebijakan pertama yang
diambil Jepang adalah menata kembali perekonomian Indonesia yang telah hancur
akibat aksi bumi hangus yang dilancarkan oleh pihak Belanda. Kebijakan yang dibuat
adalah merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat tranportasi,
telekomunikasi, dan lain-lain. Harta bekas milik musuh disita dan menjadi hak milik
pemerintah Jepang antara lain bank-bank, pabrik-pabrik, pertambangan listrik, dan
lain-lain.17
Berbeda dengan Belanda yang menganggap Hindia Belanda (Indonesia)
sebagai satu kesatuan koloni, Jepang membagi Indonesia dalam tiga koloni. Dasar
pembagian itu bersifat baik strategis militer maupun politis. Strategis militer berarti
disesuaikan dengan organisasi pertahanan Jepang, politis berati disesuaikan dengan
penilaian Jepang terhadap perkembangan sosial politik di Indonesia. Jepang menilai
Jawa sebagai wilayah yang lebih maju daripada Sumatra ataupun pulau-pulau lainnya,
tetapi hanya kaya akan tenaga manusia, sedangkan yang lain kaya akan sumber-
sumber alam dengan penduduknya yang jarang. Karena itu wilayah Indonesia dibagi
menjadi tiga koloni terpisah:
16
A.B. Lapian, Op.cit., hlm 41
17
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugraha Notosusanto., Sejarah Nasional
Indonesia VI “Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia 1942-1970),. (Jakarta:
Balai Pustaka. 1993) hlm. 41.
26
a. Jawa-Madura dengan pusatnya Jakarta di bawah Tentara XVI;
b. Sumatra dengan pusatnya Bukittinggi di bawah Tentara XXV;
c. Pulau-pulau lain dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) di bawh
Angkatan Laut, yang mempunyai penghubung di Jakarta, yaitu Laksamana
Maeda.18
Di awal kekuasaan Jepang di Indonesia, banyak petinggi Belanda yang
menduduki jabatan penting di bidang politik, ditangkap oleh pihak Jepang. Sehingga
terjadi banyak kekosongan jabatan di pemerintahan. Oleh karena itu banyak lembaga
pemerintahan yang diduduki oleh orang Indonesia, yang pada masa Belanda dipegang
oleh orang-orang Belanda.
Memang pada masa awal pendudukan bagi penguasa Jepang tidak begitu
sukar untuk mendapat simpati rakyat setempat, sebab di banyak tempat masyarakat
menyambut kedatangan Jepang dengan gembira karena mereka dianggap telah
menghalaukan penguasa kolonial yang telah bercokol di sini berabad-abad lamanya,
dan juga dengan harapan bahwa kedatangan mereka ini akan segera disusul dengan
kemerdekaan Indonesia. Tentu pada waktu sekarang tidak dapat dikatakan dengan
pasti berapa banyak di kalangan masyarakat kita yang mengelu-elukan kedatangan
Jepang ini, namun dapat diduga bahwa kelompok yang betul-betul anti Jepang sejak
masa awal merupakan kelompok kecil, sedangkan bagian yang terbesar tidak banyak
memperdulikan soal penggantian penguasa di sini.19
18
Moedjanto. G, Op.cit., hlm 72-73
19
A.B. Lapian, Op.cit., hlm 5
27
Selama Jepang berada di Indonesia, mereka banyak mengeluarkan undang-
undang yang mengatur rakyat Indonesia dalam banyak hal, salah satunya undang-
undang yang mengatur tentang hasil bumi.
Meski kedatangan mereka disambut hangat oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia, tidak membuat Jepang merasa tenang. Mereka tetap menyusun strategi
agar dapat medapatkan dukungan dari rakyat Indonesia.
Pada intinya, kondisi sosial-politik Indonesia pada masa Belanda dan Jepang
hampir sama, terjadi eksploitasi pada masyarakat dan sumber daya alam. Namun
Jepang lebih pandai dalam melakukan bujuk rayu dalam strategi mereka. Jepang opini
publik sendiri bahwa Jepang dan Indonesia adalah saudara sesama Asia, jadi
Indonesia harus membantu Jepang dalam banyak hal. Karena Jepang pada masa
tersebut mengalami krisis akibat Perang Asia Timur Raya, membutuhkan banyak
tenaga bantuan dalam militer dan tambahan sumber daya alam.
C. Strategi Propaganda Jepang di Indonesia
Dalam hal pemerintahan Jepang mengalami cukup banyak kendala, yang
pertama ini dikarenakan daerah Indonesia yang luas dan terdiri dari pulau-pulau.
Kedua, kurangnya pengetahuan Jepang tentang Indonesia. Ketiga, Jepang kekurangan
tenaga untuk bisa mengisi jabatan-jabatan kosong sepeninggalan Belanda.
Pemberian kedudukan yang dulu (pada masa kedudukan Belanda) dikuasai
oleh Belanda, kemudian pada masa kedudukan Jepang, beberapa jabatan ini diberikan
ke orang-orang pribumi merupakan salah satu strategi Jepang dalam usaha
meyakinkan Indonesia bahwa ini bukan merupakan penjajahan melainkan Jepang
berusaha membantu Indonesia untuk meraih kemerdekaannya.
28
Selain pemberian kedudukan, adapula strategi lain yang telah dipersiapkan
Jepang dalam usaha propaganda di Indonesia antara lain, dalam pendidikan, militer
dan dan propaganda melalui media massa, film dan kesenian.
1. Pemberian Kedudukan bagi orang pribumi
Pada Juni 1942, terjadi penangkapan besar-besaran terhadap orang-orang
Belanda dan Eropa. Hal ini menyebabkan kekosongan jabatan dalam pemerintahan.
Hal tersebut otomatis menguntungkan orang-orang Indonesia. Pangkat-pangkat tinggi
yang dulu tidak bisa diduduki oleh orang Indonesia, akhirnya jatuh ke tangan kita.
Berikut organisasi pemerintahan secara vertikal:
Si (Kotapraja)
Gun
Son
Ku
Aza
Gumi
Sumber: Moedjanto. G, Indonesia Abad 20: Jilid I, hlm 75
Di jaman Belanda, tak seorang Indonesia pun pernah menjadi residen,
sedangkan di jaman Jepang tiga orang Indonesia yang menjadi residen
(Syuutyookan), yaitu Sutarjo untuk Jakarta, R.P. Suroso untuk Kedu, dan Suryo untuk
Bojonegoro. Jabatan wakil residen (huku Syuutyookan) pada umumnya dipegang
orang Indonesia karena Jepang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk bisa
Syuu (Karesidenan)
Ken (Kabupaten)
Gun (Kawedanan)
Son (Asistenan
Ku (Desa)
Aza (Dukuh)
Gumi (RT=Rukun Tetangga)
29
memerintah. Wilayah kerajaan dipertahankan langsung di bawah Gunsaikan (Kepala
Staf Tentara yang menjalankan pimpinan Pemerintah Bala Tentara sehari-hari, yaitu
Jendral Okasaki) dan disebut kooti dengan kepalanya koo, jadi Hamengku Buwono-
koo (mengepalai Yogya-kooti), Paku Buwana jadi PB-Koo (mengepalai Sala-kooti)
dan sebagainya.20
Tentang organisasi pemerintahan tingkat pusat dapat diberikan gambaran garis
besar sebagai berikut: Penguasa Tertinggi adalah Gunsireikan (Panglima Tentara)
kemudian namanya diganti Saiko Sikikan (Panglima Tertinggi). Di bawahnya terdapat
Gunsaikan (Kepala Staf Tentara) yang menjalankan pekerjaan-pekerjaan sehari-hari
dari Pemerintahan Bala Tentara. Di bawahnya terdapat departemen-departemen antara
lain:
1. Soomubu = Departemen Umum
2. Zaimubu = Departemen Keuangan
3. Sangyobu = Departemen Perekonomian
4. Sihoobu = Departemen Kehakiman
5. Sendenbu = Departemen Penerangan dan Propaganda.
Pada setiap departemen terdapat seorang Sanyo (penasehat), yang diperlukan
karena sebab yang sama dengan adamya jabatan wakil residen Huku Syuutyookan. Di
tingkat pusat pada tahun 1943 dibentuk Cou Sangi In (Dewan Penasehat) suatu badan
yang mirip dengan Volksraad dahulu. Soekarno dan Hatta masing-masing adalah
ketua dan wakil ketuanya. Di samping itu adapula semacam Mahkamah Agung (Siko
Hooin) yang menyelenggarakan urusan peradilan. Suatu badan lainnya yang sangat
20
Moedjanto. G, Op.cit., hlm 75
30
penting dan ditakuti ialah Kempatai (Polisi Militer) yang perannya mirip dengan
Gestapo Jerman. 21
2. Pendidikan
Melalui pendidikan ini Jepang secara tidak langsung menanamkan perilaku
anti – Belanda dalam sistem ajarannya di sekolah-sekolah. Apalagi pendidikan pada
jaman Belanda hanya golongan tertentu saja yang dapat masuk ke sekolah tersebut,
sedangkan sekolah jaman Jepang ini tidak diperuntukkan kepada golongan atas,
melainkan sekolah diperuntukan kepada semua golongan masyarakat. Sehingga ajaran
“menjepangkan” rakyat Indonesia dapat diterima oleh semua kalangan. Sasaran utama
dalam hal ini memang ditujukan kepada para pemuda Indonesia.
Dari sini murid-murid diajari disiplin ala Jepang dan semangat perjuangan
sesuai dengan semboyan “Asia untuk Asia” dibawa Jepang. Dengan ini diharapkan
para pemuda Indonesia termotivasi untuk mau bekerja sama dengan Jepang dan ikut
mencegah masuknya kembali kekuatan kolonial Belanda. Ajaran ini menggambarkan
seolah-oleh Belanda memberikan dampak sangat buruk kepada rakyat Indonesia,
memperbudak Indonesia selama bertahun-tahun hanya untuk kepentingan Belanda
saja. Sementara Jepang adalah pihak yang baik, yang berada dipihak Indonesia.
Strategi yang digunakan Jepang untuk dapat mendapatkan simpati rakyat
Indonesia adalah dengan melalu cara indoktrinasi dalam lembaga-lembaga pendidikan
dan Propaganda. Pembedaan sekolah menurut stratifikasi sosial yang dikenal pada
masa kolonial ditiadakan dan lembaga pendidikan yang didirikan terbuka bagi semua
21
Ibid., hlm 76
31
lapisan penduduk. Lewat sekolah-sekolah, penyelenggaraan kursus bahasa Jepang,
dan latihan-latihan lainnya maka nilai-nilai kebudayaan Jepang dan sentiment anti –
Belanda ditanamkan kepada murid dan pelajar. Pemakaian bahasa Belanda dilarang
dan segala sesuatu yang berbau Belanda harus ditiadakan, sebaliknya dianjurkan
untuk belajar bahasa dan kebudayaan Jepang. Tetapi di balik larangan ini bahasa
Indonesia mulai berkembang sebagai bahasa pengantar yang digunakan sampai di
perguruan tinggi.22
3. Militer
Pertahanan dalam segi militer merupakan salah satu strategi Jepang dalam
memperkuat dan mempertahankan kedudukan mereka di Indonesia kala itu. Beberapa
organisasi militer yang ditujukan untuk para pemuda-pemudi Indonesia guna
menghimpun kekuatan yang lebih kuat. Organisasi-organisasi yang dibentuk Jepang
antara lain: Gerakan Barisan Pemuda (Seinendan); Barisan Pelajar (Okutai); Heiho
(barisan pemuda bentukan Jepang) dan Peta (Pembela Tanah Air).23
Gerakan Barisan Pemuda (Seinendan) merupakan sebuah organisasi semi
militer yang didirikan pada tanggal 29 April 1943, tepat pada hari ulang tahun Kaisar
Jepang. Melalui Sinendan, Jepang berusaha mengobarkan semangat rakyat untuk
pembangunan “Jawa Baru”, melatih para pemuda dalam hal kedisiplinan dan
meningkatkan produksi hasil bumi. Cara yang dipakai pemerintah Jepang ialah
dengan menanamkan semangat patriotisme, dalam hal ini semangat kepahlawanan
Jepang (bushido), di kalangan pemuda dan melibatkan para seinendan dalam kegiatan
22
A.B. Lapian, Op.cit., hlm 7
23
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugraha Notosusanto., Op.cit., hlm. 32-33.
32
kemasyarakatan. Seinenden juga dipersiapkan sebagai wadah calon-calon militer.24
Seinenden secara resmi didirikan dengan tujuan untuk mendidik dan melatih para
pemuda Indonesia, agar dapat menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan
kekuatan sendiri.25
Gokutai adalah organisasi semi militer yang didirikan untuk menambah
kekuatan militer Jepang, pemerintah militer Jepang memberikan pendidikan pada
rakyat Indonesia dari usia kecil sampai dewasa. Pemerintah Jepang membentuk
sebuah organisasi semi militer untuk para pelajar dengan nama barisan pelajar
(Gokutotai). Anggota Gokutotai terdiri dari anak SD sampai dengan SLTA. Berbeda
dengan barisan semi militer lainnya, barisan ini mepunyai jumlah anggota paling
sedikit. Latihan dasar militer untuk Gukototai hanya diadakan sekali dalam seminggu
dan hanya selama dua jam.26
Heiho (barisan pemuda bentukan Jepang) beranggotakan pemuda Indonesia
yang berumur 15-25 tahun. Menurut orang Jepang, anggota heiho lebih terlatih di
dalam bidang militer dari pada organisasi-organisasi semi militer yang lain, karena
heiho sebagai pengganti prajurit Jepang di waktu perang. Sebagian anggota heiho
diperbolehkan memegang senjata, tank, artileri medan, dan lain-lain. Anggota heiho
tidak ada yang berpangkat perwira, hal itu dikarenakan pangkat perwira hanya
tersedia untuk tentara Jepang. Heiho mendapat tempat latihan militer yang
24
Amrin Imron, dkk. Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi 6,
(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2012), hlm 52.
25
Di Bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang Yang
Mengalaminya, (Jakarta: ANRI, 1988). Hlm. 57.
26
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugraha Notosusanto., Op.cit., hlm. 33.
33
sesungguhnya dengan kemampuan yang tinggi. Setiap anggota heiho mendapat
pelatihan militer secara keras, mereka dilatih untuk menggunakan senjata dengan
benar.27
Peta (pembela tanah air) adalah organisasi militer yang seluruh anggota terdiri
dari segenap orang Indonesia. Panglima Letnan Jendral Kumakici Harada
memutuskan agar pembentukan tentara Peta dibuat seolah-olah merupakan usul dari
bangsa Indonesia sendiri. Pemerintah mencari seorang pribadi yang cocok dan
akhirnya dipilih seorang pemimpin nasionalis Indonesia, yakni Gatot Mangkupraja
yang dianggap bersimpati kepada Jepang, untuk mengajukan permohonan kepada
Gunseikan supaya dibentuk sebuah tentara yang segenap anggotanya terdiri atas orang
Indonesia. Gatot Mangkupraja melaksanakan apa yang disarankan itu dan menulis
suratnya yang di kirimkan pada pada 7 September 1943.28
Ada beberapa motivasi yang mendorong penduduk Indonesia untuk menjadi
anggota Peta. Hal itu bisa dikarenakan faktor dorongan atau bujukan, kemudian juga
ada yang masuk tentara Peta dengan sikap acuh tak acuh atau sekedar mencari nafkah
karena waktu itu kesulitan mencari pekerjaan. Sebagian besar yang masuk tentara
Peta dengan antusias adalah kalangan shodanco. Mereka berasal dari bangku sekolah
dan menganggap harus membantu Jepang demi memperoleh kemenangan perangnya
di Pasifik. Dengan adanya kemenangan tersebut mereka mengharapkan akan
terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka. Tentara Peta sebagian juga
menganggap bahwa masa depan bangsa Indonesia tidak tergantung pada nasib bangsa
27
Ibid., hlm. 34.
28
Amrin Imron, dkk. “Indonesia Dalam Arus Sejarah 6: Perang dan Revolusi”,
(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2012), hlm. 60.
34
Jepang, karena percaya pada ramalan Joyoboyo bahwa Jepang akan pergi dan
Indonesia akan merdeka. Peta dianggap sebagai tempat latihan yang luas untuk
menghasilkan tenaga-tenaga militer yang mampu membela tanah air.29
4. Media Massa, Sastra dan Film
Dalam rangka memperlancar pelaksanaan kebijakan Jepang di wilayah
pendudukan Jawa, pemerintahan militer Jepang memberikan perhatian besar tentang
bagaimana “menyita hati rakyat” (minsbin ha’aku) dan bagaimana “mengindoktrinasi
dan menjinakkan mereka” (senbu kosaku). Mereka beranggapan bahwa perlu
memobiliasiskan seluruh masyarakat dan membawa sepenuhnya mentalitas rakyat
Indonesia menuju kesesuaian dengan ideologi Jepang tentang Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. 30
Propaganda dirumuskan sebagai suatu upaya untuk mengindoktrinasi rakyat
Indonesia sehingga bisa menjadi mitra yang dapat dipercaya dalam Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.31
Penyebaran bahan propaganda
dilaksanakan dengan menggunakan sarana paling modern pada waktu itu, seperti
radio, pengeras suara, poster, pamphlet, film, gambar dan sebagainya.32
Organisasi pertama yang didirikan pemerintah militer Jepang dalam rangka
propagandanya untuk menggalakkan dukungan rakyat diberi nama Gerakan “Tiga A”
29
Nugroho Notosusanto.. “Tentara Peta” pada jaman pendudukan Jepang di
Indonesia. (Jakarta: PT. Gramedia, 1979), hlm. 111.
30Aiko Kurasawa, Op.cit., hlm 229
31
Aiko Kurasawa, Op.cit., hlm 229
32
A.B. Lapian, Op.cit., hlm 5
35
yang mengumandangkan semboyan “Nippon (Jepang) pemimpin Asia, Nippon
pelindung Asia, Nippon cahaya Asia”. Diharapkan bahwa gerakan ini akan
mempersatukan semua kelompok masyarakat dan memelihara hubungan baik anatar
rakyat dan pemerintah. Jelas sekali bahwa di sini ditegaskan lagi keunggulan Jepang
seperti yang terkandung dalam wawasan Hakko – ichiu yang menjiwai bangsa Jepang
untuk menguasai dunia sebagai pemimpin.33
Dapat dikatakan bahwa propaganda, sejak awal pendudukan, merupakan
kewajiban pokok, dan salah satu yang paling penting dari pemerintahan militer. Oleh
karena itu, dibentuklah departemen yang independen, Sendenbu (Departemen
Propaganda), dibentuk di dalam badan pemerintahan militer (Gunseikanbu).
Departemen ini dibentuk pada bulan Agustus 1942, dan bertanggung jawab atas
propaganda serta informasi yang menyangkut pemerintahan sipil. Kegiatan Sendenbu
ditujukan kepada penduduk sipil di Jawa, termasuk orang Indonesia, Indo-Eropa,
minoritas Asia, dan Jepang. 34
Departemen Propaganda bertugas menyelenggarakan propaganda dan
penerangan yang berkaitan dengan administrasi sipil, dan merupaakan organ terpisah
dari Seksi Penerangan Angkatan Darat ke-16 yang bertugas menyelenggarakan
propaganda dan penerangan yang berkenaan dengan operasi militer. Aktifitas
Sendenbu diarahkan kepada penduduk sipil Jawa, termasuk orang Indonesia, Eurasia,
minoritas Asia dan Jepang.35
Meski demikian, pihak Jepang tidak pernah
33
Ibid., hlm 7
34
Aiko Kurasawa, Op.cit., hlm 229-230
35
Ibid., hlm 230
36
mempercayakan kontrol departemen ini kepada orang sipil, namun selalu dikepalai
oleh perwira Angkatan Darat. Pejabat pertama adalah Kolonel Machida Keiji
(Agustus 1942-Oktober 1943), kedua Masyor Adachi Hisayoshi (Oktober 1943-Maret
1945), dan ketiga Kolonel Takanashi Koryo (April-Agustus 1945).36
Mula-mula sekali, Sendenbu tidak hanya bertindak sebagai kantor
adminsitratif, tetapi secara langsung menjalankan operasi propaganda. Namun, ketika
struktur pemerintahan militer semakin rumit, beberapa biro khusus yang bertanggung
jawab atas bidan propaganda yang berbeda-beda dibentuk sebagai badan-badan luar
dari departemen Sendenbu, dan pelaksanaannya dipercayakan kepada mereka. Berikut
adalah daftar nama dan bidang operasi yang dibentuk oleh Departemen Propaganda.
36
Ibid.
37
Tabel. 1
Daftar nama dan bidang organisasi milik Departemet Propaganda
Departemen Propaganda
Nama Organisasi Didirikan Fungsi
Jawa Hoso Kanrikyoku
(Biro Pengawasan Siaran
Jawa)
Oktober 1942 Siaran domestik (Pengelolaan
dipercayakan kepada NHK,
Siaran Radio Jepang)
Jawa Shinbun Kai
(Perusahaan Koran Jawa)
Desember 1942 Penerbitan Surat Kabar
(Pengelolaan dipercayakan
kepada Asahi Shibun)
(Kantor Berita) Domei Oktober 1942 Korespondensi
Jawa Engeki Kyokai
(Perserikatan Oesaha
Sandiwara Jawa
Tidak diketahui Produksi seni teater
Nihon Eigasha atau
Nichi’ei (Perusahaan
Film Jepang
April 1943 Produksi film
Eiga Haikyusha atau
Eihai (Perusahaan
Pendistribusi Film
April 1943 Distribusi film
Sumber: Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol Studi tentang Perubahan Sosial di
Pedesaan Jawa 1942-1945, hlm 230.
Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa Jepang sangat teratur dalam hal
propaganda. Mereka sudah memperiapkan organisasi tersendiri untuk mengawasi
masing-masing bidang. Mulai dari surat kabar, film hingga siaran radio. Jepang
menggunakan sarana hiburan untuk melakukan aksi propagandanya, agar sampai
semua kalangan masyarakat pada masa tersebut.
Sebuah Organisasi yang bernama Keimin Bunka Shidosho atau “Poesat
Keboedajaan” dibentuk pada bulan April 1943 merupakan Organisasi luar Sendenbu.
38
Tujuan dan kewajiban utama organisasi ini ialah mempromosikan kesenian tradisional
Indonesia, memperkenalkan dan menyebarkan kebudayaan Jepang, serta mendidik
dan melatih seniman Indonesia. Setelah pembentukan organisasi dan biro khusus ini,
Sendenbu tidak lagi secara langsung menjalankan kegiatan propaganda. Ia hanya
menyusun rancangan dan bahan propaganda, dan membagikannya kepad unit-unit
kerja yang bersangkutan. Tetapi Sendenbu tetap memiliki pengaruh besar atas
organisasi-organiasi ini, melalui peran sebagai markas besar pengawasan dan
koordinasi berbagai bidang operasi propaganda.37
Depertemen Propaganda Jepang di Indonesia dibagi-bagi menjadi beberapa
biro organiasi. Masing-masing biro memiliki fungsi yang berbeda-beda, antara lain,
Djawa Sinbun Kai (Perusahaan Koran Jawa) yang didirikan pada bulan Desember
1942. Djawa Sinbun Kai memiliki fungsi sebagai organiasi penerbit surat kabar di
Jawa. Sementara itu biro khusus lainnya menangani antara lain siaran domestik,
produksi seni teater, produksi film, dan distribusi film. Djawa Sinbun Kai didirikan
oleh karena peekerjaan persurat-kabaran yang sangat penting. Maksud Djawa Sinbun
Kai yaitu hendak menyelenggarakan susunan surat kabar dengan sebaik-baiknya dan
untuk membangkitkan segala juru warta supaya menyerahkan segenap tenaganya
untuk menerangkan haluan dan kehendak Pemerintah Balatentara, agar dengan dijalan
demikian dapat mereka itu menyumbangkan tenaganya dengan sebaik-baiknya untuk
mencapai kemenangan akhir dalam peperangan Asia Timur Raya. 38
37
Ibid., hlm 231
38
Kan-Po, No. 33(1), hlm 8
39
Kantor Besar Djawa Sinbun Kai berada di Jakarta sementara kantor-kantor
cabangnya berada di daerah-daerah penting di pulau Jawa. Djawa Sinbun Kai
mengurus segala pekerjaan yang perlu untuk menyusun isi surat kabar bahasa
penduduk di Jawa, dan untuk mencetak dan menerbitkannya, demikian juga
menjalankan perintah dari kantor-kantor Pemerintahan Balatentara tentang memenuhi
keperluan barang bahan untuk surat kabar dimana masing-masing tempat dan tentang
memelihara serta memperbaiki alat kelengkapan untuk surat-surat kabar itu.39
Surat
kabar-surat kabar ini lah yang digunakan Jepang dalam usaha propaganda mereka.
39
Ibid, hlm 9