BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a....

40
8 BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA 2.1 Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen) secara tegas dinyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Sehingga Penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut BPSK). Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Selain itu, BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif diluar pengadilan yang diberi kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen secara cepat, mudah, dan murah. 7 BPSK memiliki fungsi sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, dan lembaga ini dibentuk di kabupaten atau kota serta berfungsi untuk menegakkan hak-hak konsumen. Dalam menjalankan fungsinya berdasarkan Pasal 52 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, BPSK memiliki tugas dan wewenang meliputi: 7 Yusuf Shofie, dan Somi Awan, Sosok Peradilan Konsumen Mengungkap Pelbagai Persoalan Mendasar BPSK”, Jakarta:Piramedia,2004,h.17. ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA LANNY

Transcript of BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a....

Page 1: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

8

BAB II

KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

2.1 Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Dalam Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen) secara tegas dinyatakan bahwa penyelesaian sengketa

konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan

pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Sehingga Penyelesaian sengketa

diluar pengadilan dapat melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(selanjutnya disebut BPSK).

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menyatakan bahwa BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan

menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Selain itu, BPSK

sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif diluar pengadilan yang diberi

kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen secara cepat,

mudah, dan murah.7 BPSK memiliki fungsi sebagai alternatif penyelesaian

sengketa konsumen di luar pengadilan, dan lembaga ini dibentuk di kabupaten

atau kota serta berfungsi untuk menegakkan hak-hak konsumen. Dalam

menjalankan fungsinya berdasarkan Pasal 52 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, BPSK memiliki tugas dan wewenang meliputi:

7 Yusuf Shofie, dan Somi Awan, “Sosok Peradilan Konsumen Mengungkap Pelbagai Persoalan

Mendasar BPSK”, Jakarta:Piramedia,2004,h.17.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 2: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

9

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan

cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klasula baku;

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran kententuan

dalam undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen

tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemerikasaan sengketa perlindungan konsumen;

g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap undang-undang perlindungan konsumen;

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang

dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi

ahli atau setiap orang yang sebagaimana dimaksud para huruf g dan huruf h,

yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa

konsumen;

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain

guna penyelidikan dan/atau pmeriksaan;

k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

konsumen;

l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar

ketentuan undang-undang ini, berupa penetapan ganti rugi yang besarnya

hingga Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Sesuai ketentuan Pasal 52 huruf a Undang – Undang Nomor 8 Tahun

1999 diatas ditegaskan bahwa tugas dan wewenang BPSK melaksanakan

penanganan dan penyelesaian sengketa dengan cara melalui mediasi atau arbitrasi

atau konsiliasi. Tata cara penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK diatur

dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.

350/MPP/Kep/2001. Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara

mediasi atau konsiliasi atau arbitrase dilakukan atas pilihan dan persetujuan para

pihak yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Surat

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001

Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 3: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

10

Konsumen. Oleh karena itu yang menjadi dasar Kewenangan BPSK dalam

menyelesaiakan sengketa karena adanya kesepakatan dari para pihak sesuai

dalam perjanjian atau polis asuransi jiwa.

Penyelesaian sengketa konsumen ini bukan merupakan proses

penyelesaian sengketa secara berjenjang. Penyelesaian sengketa konsumen

dengan cara konsiliasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan

didampingi oleh majelis yang bertindak pasif sebagai konsiliator. Penyelesaian

sengketa konsumen dengan cara mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang

bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak aktif sebagai

mediator. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrasi dilakukan

sepenuhnya dan diputuskan oleh majelis yang bertindak sebagai arbiter.

2.2 Hubungan Antara Konsumen dengan Tertanggung dan Pelaku Usaha

dengan Penanggung Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Dilihat dari tugas dan wewenang BPSK maka perlu ditinjau pula

mengenai hubungan antara konsumen dan pelaku usaha dengan tertanggung dan

penanggung. Pengertian Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindugan Konsumen adalah: “Konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Berdasarkan pengertian konsumen tersebut

terdapat unsur-unsur sebagai berikut:8

a. Setiap orang

8 Shidarta,”Hukum Perlindungan Konsumen”,Jakarta:Grasindo, 2000, h.4-9

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 4: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

11

Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang

individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk juga badan

hukum (rechtspersoon). Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan

untuk “Pelaku usaha” dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon di

atas, dengan menyebutkan kata-kata: “orang perseorangan atau badan usaha”.

Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian kosumen itu sebatas pada

orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha

dengan makna lebih luas daripada badan hukum. Selain itu dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen United Kingdom (UK) Tahun 1987

menyatakan: In s.20(6) of the Consumer Protection Act 1987, which states:9

„consumer‟

(a) in relation to any goods, means any person who might wish to be supplied

with the goods for his own private use or consumption;

(b) in relation to any services or facilities, means any person who might wish

to be provided with the services or facilities otherwise than for the

purposes of any business of his; and

(c) in relation to any accommodation, means any person who might wish to

occupy the accommodation otherwise than for the purposes of any business

of his

9 Peter Cartwright, “Consumer Protection and The Criminal Law:Law, Theory, and Policy In The

UK”, UK:Cambrigde University Press,2004,h.2

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 5: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

12

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen UK Tahun 1987,

konsumen diartikan sebagai penggunaan secara pribadi atau penggunaan untuk

bisnis yang berkaitan dengan barang, fasilitas, layanan, dan akomodasi.

b. Pemakai

Sesuai dengan Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir

(ultimate consumer). Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam

rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukan, barang dan /atau jasa yang

dipakai tidak serta-merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai

konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar

uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar

hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus

kontraktual (the privity of contract).

c. Barang dan/atau jasa

Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi

tersebut digunakan kata produk. Dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai setiap benda baik

berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat

dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,

dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah “dipakai,

dipergunakan, atau dimanfaatkan”.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 6: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

13

Sementara itu, jasa diartikan setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau

prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

Pengertian “disediakan bagi masyarakat” menunjukkan, jasa itu harus

ditawarkan kepada masyarakat. Artinya, harus lebih dari satu orang.

d. Yang tersedia dalam masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia

dipasaran. Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini, syarat itu

tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Bahkan untuk jenis-jenis

transaksi konsumen tertentu, seperti futures trading, keberadaan barang yang

diperjualbelikan bukan sesuatu yang diutamakan.

e. Baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk

hidup lain

Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas

pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri

sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukan bagi

orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup

lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dari sisi teori kepentingan, setiap tindakan

manusia adalah bagian dari kepentingannya. Oleh sebab itu, penguraian unsur

itu tidak menambah makna apa-apa karena pada dasarnya tindakan memakai

suatu barang dan/atau jasa (terlepas ditujukan untuk siapa dan makhluk hidup

lain), juga tidak terlepas dari kepentingan pribadi.

f. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 7: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

14

Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini

dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan ini sudah biasa dipakai dalam

peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara. Secara teoritis hal

demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian

konsumen, walaupun kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.

Selain itu, dalam Pasal 1 angka 11 Peraturan Otoritas Jasa keuangan Nomor

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Disektor Jasa Keuangan, konsumen

adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan

pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada

perbankan, pemodal di pasar modal, pemegang polis pada perasuransian, dan

peserta pada dana pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di

sektor jasa keuangan.

Dalam Black‟s Law Dictionary mendefinisikan konsumen sebagai

berikut: “A person who buys goods or service for personal, family, or house-hold

use, with no intention or resale; a natural person who use products for personal

rather than business purpose”.10

Selain itu, dalam Business English Dictionary

menyebutkan consumer adalah person or company which buys and uses goods

and service.11

Sedangkan menurut Inosentius Samsul menyebutkan konsumen

adalah penguna atau pemakai akhir suatu produk, baik sebagai pembeli maupun

diperoleh melalui cara lain, seperti pemberian, hadiah, dan undangan.12

10 Bryan A. Garner,”Black‟s Law Dictionary”, St. Paul, Minnesota: West Publishing, 2004, Eight

Edition, h.335. 11 Peter Colin, “Business English Dictionary”, London: Linguaphone Institute Limited,2006,h.60. 12 Inosentius Samsul, “Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak,

Jakarta:Unversitas Indonesia, 2004, h.34.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 8: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

15

Pengertian pelaku usaha menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 adalah Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam

penjelasan pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang

termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, importir,

pedagang, distributor, dan lain-lain.

Berdasarkan penjelasan diatas mengenai konsumen dan pelaku usaha

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pihak tertanggung dapat dikategorikan

sebagai konsumen karena memenuhi syarat sebagai pemakai barang dan/atau jasa

sebab perusahaan asuransi jiwa bergerak dibidang jasa. Selain itu juga dalam

peraturan otoritas jasa keuangan juga terlihat jelas bahwa konsumen merupakan

pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan salah

satunya pada perasurasian. Pihak penanggung (perusahaan asuransi) dapat

dikategorikan sebagai pelaku usaha karena pihak penanggung melakukan

kegiatan usaha dalam bidang ekonomi dan merupakn badan usaha sebagaimana

dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Maka dari

kesimpulan tersebut, BPSK berwenang menyelesaikan sengketa asuransi jiwa

dikarenakan adanya hubungan antara kosumen dengan tertanggung dan pelaku

usaha dengan penanggung (perusahaan asuransi).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 9: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

16

2.3 Perjanjian Asuransi Jiwa

Dalam KUHDagang mengatur mengenai asuransi jiwa, pengaturannya

hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai Pasal 308. Dalam Pasal

302 merupakan dasar asuransi jiwa, yang menyatakan “jika seseorang dapat guna

keperluan seseorang yang berkepentingan, dipertanggungkan, baik untuk selama

hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.”

Selain itu, berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014

tentang Pererasuransian, bahwa usaha asuransi jiwa adalah usaha yang

menyelenggarakan jasa penanggulangan resiko yang memberikan pembayaran

kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal

tertanggung meninggal atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang

polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur

dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil

pengelolaan dana.

Berdasarkan pasal 1 sub a dari “Ordonantie op het levens verzekering

bedrijf” memberikan pengertian asuransi jiwa sebagai berikut:13 “Persetujuan

untuk mengadakan pembayaran sejumlah uang dengan menerima premi dan yang

ada hubungannya dengan hidup atau matinya seseorang manusia”. Selain

berdasarkan pengertian formiil yang terdapat di dalam undang-undang, ada juga

pendapat ahli hukum megenai pengertian asuransi jiwa. Menurut Santoso

Pudjisoebroto yang ditulis dalam disertasinya bahwa pertanggungan jiwa ialah

“Suatu perjanjian dimana penanggung sengan menerima suatu premi mengikat

13 Sri Redjeki Hartono, Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia, IKIP Semarang Press, 1985,

hlm.170

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 10: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

17

dirinya terhadap tertanggung, untuk memberi suatu pembayaran kepada

tertanggung atau tertunjuk, manakala terjadi suatu peristiwa yang tidak pasti yang

harus ada hubungannya dengan meninggalnya tertanggung tadi”.14Dan menurut

H.M.N. Purwosutjipto bahwa Asuransi jiwa dapat diartikan sebagai

“pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil)

asuransi dengan penanggung dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri

selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung,

sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang

jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang

diperjanjikan mengikat diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang

yang ditunjuk untuk penutup asuransi sebagai penikmatnya.”15 Sedangkan

menurut Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), asuransi jiwa adalah program

perlindungan dalam bentuk pengalihan resiko ekonomis atas meninggal atau

hidupnya seseorang yang dipertanggungkan Jika dianalogikan, asuransi jiwa

sering diandaikan sebagai payung di rumah anda, pelampung di kapal atau

pesawat udara. Sangat dibutuhkan karena berguna pada saat tertentu tetapi

seringkali tidak terpikirkan ketika keadaan aman.16

Perjanjian asuransi/pertanggungan jiwa pada asasnya dapat terjadi atas

dasar adanya kata sepakat para pihak.17 Untuk mengetahui lebih lanjut tentang

perjanjian asuransi jiwa maka perlu diketahui pula mengenai perjanjian secara

14Santoso Poedjosoebroto, Beberapa Aspekta Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, Jakarta:

Bharata, 1929, hlm.14 (dalam buku Sri Redjeki Hartono, yang berjudul Asuransi dan Hukum Asuransi di

Indonesia hlm 169) 15 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jilid 6 Hukum Perdagangan, Jakarta:

Djambatan, 1992, hal 9 16 Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Pusat Informasi(apa yang dimaksud asuransi jiwa?)

http://www.aaji.or.id/infocenter/Faq.aspx yang diakses pada tanggal 9 Juli 2015 17 Sri Redjeki Hartono., op.cit.,hlm. 168

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 11: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

18

umum. Mengenai syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu

perjanjian, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan

kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan

pihak yang lain.18 Pernyataan Kehendak tidak selalu harus dinyatakan secara

tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan

pernyataan kehendak para pihak.19

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan merupakan kemampuan yang menurut hukum untuk membuat

suatu perbuatan (perikatan atau perjanjian). Kecakapan untuk melakukan

perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini:20

a) Person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaan (meerderjarig); dan

Usia kedewasaan menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 330

KUHPerdata adalah menggunakan standar usia 21 tahun atau telah

menikah walaupun sebelum genap berusia 21 tahun. Khusus yang bercerai

sebelum umur 21 tahun tetap dianggap cakap hukum. Walaupun standar

kedewasaan berusia 21 tahun atau telah menikah, tetapi tidak semua yang

mencapai usia 21 tahun dianggap cakap karena berada dibawah

pengampuan.

18 J.H. Niewenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan,(terjemahan Djasadin Saragih), Surabaya, 1985,

Hlm. 56. (dalam buku .Agus Yudha Hernako yang berjudul Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam

Kontrak Komersial hlm. 162) 19Agus Yudha Hernako, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial,

Jakarta:Kencana, 2011, hlm.162 20 Ibid.hlm.184.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 12: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

19

b) Rechtpersoon (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan

(bevoegheid).

Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan yang melekat pada pihak

yang mewakilinya.

c. Suatu hal tertentu

Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau mengenai

bendanya. Mengenai hal dan objek tertentu ini dapat dilihat dalam Pasal 1332,

1333, dan 1334 KUHPerdata. Substansi pasal-pasal tersebut memberikan

pedoman bahwa dalam berkontrak harus terpenuhi hal atau objek tertentu.21

Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi)

dapat dilaksanakan oleh para pihak.22

d. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal dapat dilihat dari substansi pasal 1335 dan pasal 1337

KUHPerdata, adapun sebab yang diperbolehkan maksudnya adalah bahwa apa

yang hendak dicapai para pihak dalam perjanjian atau kontrak tersebut harus

disertai itikad baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan.23

Sebagaimana halnya dengan perjanjian pada umumnya, perjanjian

asuransi tunduk pada 4 (empat) asas penting bagi sahnya suatu perjanjian dalam

KUHPerdata yaitu sebagai berikut:24

a. Asas kebebasan berkontrak

21 Agus Yudha Hernako, op.cit., hlm. 192 22 Ibid. 23 Ibid, hlm.193-199 24 Ibid, hlm. 108-145

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 13: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

20

Asas kebebasan berkontrak tercemin dari substansi Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Kebebesan

berkontrak disini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat

perjanjian dengan bentuk atau format apapun (tertulis, lisan, scriptless,

paperless, autentik, nonautentik, sepihak/eenzijdig, adhesi, standar/baku, dan

lain-lain), serta dengan isi atau substansi sesuai yang diinginkan para pihak.

b. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 angka 1 jo 1338

ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa adanya kesepakatan, dimana menurut

asas ini perjanjian ini telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat antara para

pihak yang membuat perjanjian, maka sejak saat itu perjanjian telah sah dan

mengikat serta berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

c. Asas daya mengikat / Asas pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang

menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang”.Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan

perjanjian yang telah disepakati seperti mentaati undang-undang. Oleh karena

itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak dapat

ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam

Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata yaitu “suatu perjanjian tidak dapat ditarik

kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan

yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 14: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

21

d. Asas itikad baik

Asas itikad baik didasarkan pada 1338 ayat (3) KUHPerdata, yang menetapkan

bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik (contractus

bonafidei). Maksudnya perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan

keadilan.

Sebagaimana yang dibahas diatas maka perjanjian asuransi jiwa yaitu

berhubungan dengan kepentingan finansial dan bersifat perjanjian kemungkinan.

Sebagaimana pada perjanjian asuransi/pertanggungan yang untuk sahnya

perjanjian lain, disyaratkan adanya kata kesepakatan dari para pihak dan syarat itu

tentu saja para pihak disini haruslah yang mempunyai kewenangan melakukan

perbuatan hukum sesuai dengan yang disyaratkan oleh Undang-undang.25 Oleh

karena itu dapat disimpulkan perjanjian asuransi jiwa sama dengan perjanjian

pada umumnya yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pengertian

perjanjian asuransi jiwa terdapat kata “polis”. Kata polis dalam perjanjian

asuransi jiwa memiliki pengertian sebagai berikut:

a. Menurut Pasal 1 angka 1 dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaran Usaha

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, “polis asuransi adalah polis

atau perjanjian asuransi, atau dengan nama apapun serta dokumen lain yang

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi,

termasuk tanda bukti kepesertaan asuransi bagi pertanggungan kumpulan,

antara pihak penanggung dan pihak pemegang polis atau tertanggung.”

25 Sri Redjeki Hartono, op.cit., hlm. 174

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 15: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

22

b. Menurut AXA Indonesia, polis adalah Surat kontrak yang memuat perjanjian

asuransi jiwa antara Pemegang Polis dan Penanggung.26

c. Pengertian Polis Asuransi Jiwa (Life Insurance Policy) menurut definisi dari

LOMA (Life Office Management Association) adalah: “Polis Asuransi Jiwa

(Life Insurance Policy) adalah polis di mana di dalam polis tersebut perusahaan

asuransi berjanji untuk membayar manfaat atas kematian orang yang

diasuransikan/tertanggung.”27

d. Menurut Asiosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Polis berisi kontrak antara

perusahaan asuransi jiwa dan pemegang polis dimana perusahaan Asuransi

Jiwa mempunyai kewajiban untuk memberikan sejumlah uang yang telah

ditentukan kepada yang ditunjuk (biasanya ahli waris) jika terjadi kematian,

atau tetap hidupnya tertanggung pada akhir masa kontrak. (Sesuai masa

pertanggungan). Sebagai imbalan atas pengalihan resiko tersebut pemegang

polis mempunyai kewajiban kepada perusahaan asuransi jiwa, yang disebut

dengan pembayaran premi.28

Polis asuransi jiwa juga diatur dalam dalam pasal 304 KUHDagang,

yang menentukan syarat umum polis asuransi jiwa yang harus memuat:

1) Hari ditutupnya pertanggungan;

2) Nama si tertanggung;

3) Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;

4) Saat mulai berlaku dan berakhirnya bahaya bagi si penanggung;

26 AXA Indonesia, Istilah Asuransi, http://axa.co.id/layanan-nasabah/informasi-umum/istilah-

asuransi/ diakses pada tanggal 9 Juli 2015 27 Iqbal Fadjar, Pengertian Polis Asuransi Jiwa, http://konsultanprusyariah.com/pengertian-polis-

asuransi-jiwa/ diakses pada tanggal 19 juli 2015 28 Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Pusat Informasi(bagaimana bentuk asuransi jiwa),

http://www.aaji.or.id/infocenter/Faq.aspx diakses pada tanggal 9 Juli 2015

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 16: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

23

5) Jumlah uang untuk mana diadakan pertanggungan;

6) Premi pertanggungan tersebut.

Mengenai polis asuransi secara umum diatur juga dalam Pasal 26

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyatakan

bahwa:

(1) Perusahaan Perasuransian wajib memenuhi standar perilaku usaha yang

mencakup ketentuan mengenai:

a. polis;

b. Premi atau Kontribusi;

c. urderwriting dan pengenalan Pemegalg Polis, Tertanggung, atau Peserta;

d. penyelesaian klaim;

e. keahlian di bidang perasuransian;

f. distribusi atau pemasaran produk;

g. penarlganan keluhan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta; dan

h. standar lain yang penyelenggaraan usaha.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar perilaku usaha sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Berdasarkan Pasal 8 dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaran Usaha Perusahaan

Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, mensyaratkan bahwa setiap perusahaan

asuransi dalam membuat polis asuransi harus memuat sekurang-kurangnya

ketentuan mengenai:

a. saat berlakunya pertanggungan,

b. uraian manfaat yang diperjanjikan,

c. cara pembayaran premi,

d. tenggang waktu (grace period) pembayaran premi,

e. kurs yang digunakan untuk Polis Asuransi dengan mata uang asing apabila

pembayaran premi dan manfaat dikaitkan dengan mata uang rupiah,

f. waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran premi,

g. kebijakan perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran premi dilakukan

melewati tenggang waktu yang disepakati;

h. periode dimana pihak perusahaan tidak dapat meninjau ulang keabsahan

kontrak asuransi (incontestable period);

i. tabel nilai tunai, bagi Polis Asuransi jiwa yang mengandung nilai tunai;

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 17: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

24

j. perhitungan dividen polis atau yang sejenis, bagi Polis Asuransi jiwa yang

menjanjikan dividen polis atau yang sejenis;

k. penghentian pertanggungan, baik dari pihak penanggung maupun dari pihak

pemegang polis, termasuk syarat dan penyebabnya;

l. syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang

diperlukan dalam mengajukan klaim;

m. pemilihan tempat penyelesaian perselisihan;

n. bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau beda pendapat,

untuk Polis Asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa atau lebih.

Ada kalanya perjanjian pertanggungan jiwa dihentikan sebelum

jangka waktu yang perjanjikan berakhir, yaitu apabila:29

1) Atas kemauan pihak pemegang polis/pengambil asuransi atau tertanggung.

2) Diberhentikan oleh pihak penanggung karena pemegang polis/pengambil

asuransi atau tertanggung tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya.

3) Perjanjian asuransi jiwa terhenti karena keadaan terpaksa mutlak atau force

majeure.

2.4 Bentuk-Bentuk Penyelesain Sengketa Melalui Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen

Berdasarkan tugas dan wewenang BPSK, penyelesaian sengketa dapat

dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

a. Konsiliasi

Menurut Pasal 1 angka 9 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas

dan Wewenang BPSK menyatakan bahwa, konsiliasi adalah proses

penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan

29 Sri Redjeki Hartono, op.cit., hlm. 177

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 18: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

25

BPSK untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa, dan

penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak.

Tata cara penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi dalam Pasal

29 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Tugas dan Wewenang BPSK adalah

sebagai berikut:

a) Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada

konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan, baik mengenai bentuk

maupun jumlah ganti rugi;

b) Majelis bertindak pasif sebagai Konsiliator;

c) Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan

mengeluarkan keputusan.

b. Mediasi

Menurut Pasal 1 angka 10 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas

dan Wewenang BPSK menyatakan bahwa, mediasi adalah proses

penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan

BPSK sebagai penasehat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para

pihak.

Tata cara penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi dalam Pasal 31

Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Tugas dan Wewenang BPSK adalah

sebagai berikut:

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 19: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

26

a) Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada

konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan, baik mengenai bentuk

maupun jumlah ganti rugi;

b) Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat,

petunjuk, saran dan upaya-upaya lain dalam menyelesaikan sengketa;

c) Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan

mengeluarkan ketentuan.

c. Arbitrase

Menurut Pasal 1 angka 11 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas

dan Wewenang BPSK menyatakan bahwa, arbitrase adalah proses

penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para

pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa

kepada BPSK.

Tata cara penyelesaian sengketa konsumen melalui arbitrase dalam Pasal 33

sampai 34 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK

adalah sebagai berikut:

a) Ketua Majelis di dalam persidangan wajib memberikan petunjuk kepada

konsumen dan pelaku usaha, mengenai upaya upaya hukum yang

digunakan oleh konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 20: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

27

b) Dengan izin Ketua Majelis, konsumen dan pelaku usaha yang

bersengketa dapat mempelajari semua berkas yang berkaitan dengan

persidangan dan membuat kutipan seperlunya.

c) Pada hari persidangan I (pertama) Ketua Majelis wajibmendamaikan

kedua belah pihak yang bersengketa dan bilamana tidak tercapai

perdamaian, maka persidangan dimulai dengan membacakan isi gugatan

konsumen dan surat jawaban pelaku usaha.

d) Ketua Majelis memberikan kesempatan yang sama kepada konsumen dan

pelaku usaha yang bersengketa untuk menjelaskan hal-hal yang

dipersengketakan.

Dalam pasal 36 ayat (3) Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas

dan Wewenang BPSK Bilamana pada persidangan ke II (kedua) konsumen

tidak hadir, maka gugatannya dinyatakan gugur demi hukum, sebaliknya

jika pelaku usaha yang tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan

oleh Majelis tanpa kehadiran pelaku usaha.

2.5 Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Putusan BPSK diatur dalam Pasal 37-42 Surat Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang

Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Hasil penyelesaian sengketa konsumen melalui cara konsiliasi atau mediasi dibuat

dalam perjanjian tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen dan pelaku usaha.

Perjanjian tertulis dikuatkan dengan keputusan majelis yang ditandatangani oleh

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 21: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

28

ketua dan anggota majelis. Sedangkan dengan hasil penyelesaian konsumen

melalui cara arbitrase dibuat dalam bentuk putusan majelis yang ditanda-tangani

oleh ketua dan anggota majelis. Putusan majelis adalah putusan BPSK. Putusan

BPSK dapat berupa:

a. Perdamaian;

b. Gugatan ditolak dan

c. Gugatan dikabulkan.

Dalam hal kegiatan dikabulkan, maka amar putusan ditetapkan

kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha. Kewajiban tersebut berupa

pemenuhan:

a. Ganti rugi;

Ganti kerugian yang dapat dituntut oleh konsumen dan yang dapat dikabulkan

oleh Majelis BPSK diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Penyelesaian

Konsumen yaitu berupa:

a) Pengembalian uang;

b) Pengembalian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya;

c) Perawatan kesehatan; dan/atau

d) Pemberian santunan.

b. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.

200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Dalam hal sanksi administratif ini hanya

dapat dijatuhkan apabila para pihak sepakat memilih mekanisme penyelesaian

sengketa secara arbitrase.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 22: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

29

Sengketa konsumen yang dapat diselesaiakan melalui BPSK

berdasarkan Pasal 1 angka 8 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan

Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah sengketa antara

pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang

dan/atau memanfaatkan jasa. Pada umumnya sengketa asuransi jiwa dalam Pasal

17 ayat (1) Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah sengketa yang terkait masalah klaim,

penuntutan jasa, dan penafsiran ketentuan polis. Dalam sengketa ini sering terjadi

kekurangan barang bukti yang berakibat permohonan penyelesaian sengketa

konsumen ditolak oleh Ketua BPSK. Apabila sudah memenuhi semua persyaratan

maka permohonan dapat diterima oleh Ketua BPSK.

Dalam hal sengketa yang diterima oleh Ketua BPSK dan gugutannya

dikabulkan maka putusan yang sesuai dengan sengketa asuransi jiwa adalah ganti

rugi pengembalian jasa karena dalam hal pengembalian jasa merupakan bentuk

prestasi yang disediakan oleh pihak penanggung ( perusahaan asuransi) yang

dapat dimanfaatkan oleh pihak tertanggung. Selain itu juga dapat berupa sanksi

adminitstarif yaitu penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah).

Ketua BPSK memberitahukan putusan majelis secara tertulis kepada

alamat konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, selambat-lambatnya 7

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 23: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

30

(tujuh) hari kerja sejak putusan dibacakan. Dalam waktu 14 (empat belas) hari

kerja terhitung sejak putusan BPSK diberitahukan, konsumen dan pelaku usaha

yang bersengketa wajib menyatakan menerima dan menolak putusan BPSK.

Konsumen dan pelaku usaha yang menolak putusan BPSK dapat mengajukan

keberatan kepada pengadilan negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat

belas) hari kerja terhitung sejak keputusan BPSK dibacakan.

Tata cara pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK diatur dalam

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006. Di samping itu, pelaku usaha

yang menyatakan menerima putusan BPSK, wajib melaksanakan putusan tersebut

selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak menyatakan

menerima putusan BPSK. Dalam hal, pelaku usaha yang menolak putusan BPSK,

tetapi tidak mengajukan keberatan, setelah batas waktu 7 (tujuh) hari dianggap

menerima putusan dan wajib melaksanakan putusan selambat-lambatnya 5 (lima)

hari kerja setelah batas waktu mengajukan keberatan dilampaui. Apabila pelaku

usaha tidak menjalankan kewajibannya, maka BPSK menyerahkan putusan

tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. Putusan BPSK merupakan putusan yang final

dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Terhadap perbuatan BPSK,

untuk dimintakan penetapan eksekusi oleh BPSK kepada pengadilan negeri di

tempat konsumen yang dirugikan. Eksekusi atau pelaksanaan sudah mengandung

arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau menaati putusan itu secara sukarela,

sehingga putusan harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan hukum.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 24: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

31

Penetapan eksekusi diatur juga dalam Pasal 7 Perma Nomor 1 Tahun

2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.

Konsumen mengajukan permohonan eksekusi atas putusan BPSK yang tidak

diajukan keberatan kepada pengadilan negeri di tempat kedudukan hukum

konsumen yang bersangkutan atau dalam wilayah hukum BPSK yang

mengeluarkan putusan. Permohonan eksekusi atas putusan BPSK yang telah

diperiksa melalui prosedur keberatan, ditetapkan oleh pengadilan negeri yang

memutus perkara keberatan bersangkutan. Oleh karena itu, pengadilan negeri

wajib mengeluarkan putusan atas keberatan dalam waktu paling lambat 21 (dua

puluh satu) hari sejak diterimanya keberatan. Terhadap putusan pengadilan negeri

tersebut, para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat

mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung wajib mengeluarkan

putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima

permohonan kasasi.

2.6 Pemilihan Forum Penyelesaian Sengketa dalam Asuransi Jiwa

2.6.1 Sebelum adanya Undang-Undang 40 Tahun 2014 dan Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan

Berkaitan dengan pemilihan tempat penyelesaian sengketa terhadap

nasabah asuransi jiwa yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 tentang Usaha Perasuransian masih tergolong belum jelas, karena di dalam

Undang-Undang tersebut tidak menyebutkan secara rinci mengenai tempat

penyelesaian. Selain itu, dalam Pasal 8 huruf m dalam Keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaran

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 25: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

32

Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi ini sudah mengatur bahwa

dalam polis asuransi harus memuat mengenai pemilihan forum penyelesaian

perselisihan. Akan tetapi, dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut belum

menjabarkan secara rinci mengenai tempat yang sesuai untuk penyelesaian

sengketa atau perselisihan perkara asuransi.

Pada peraturan perundang-undangan tersebut mengandung multi tafsir

yang oleh sebagian besar orang memiliki pemahaman atau penafsiran yang

berbeda-beda. Hal yang sangat wajar apabila kemudian muncul banyak

pertanyaan seputar tempat penyelesaian sengketa yang sesuai dan seperti apa yang

dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Klausula

penyelesaian sengketa sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 422/KMK.06/2003 diwajibkan mencantumkan Klausula Penyelesaian

Sengketa (Disputes Clause) pada umumnya dicantumkan dua (2) pilihan forum

penyelesaian sengketa yaitu Pengadilan dan Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa (Arbitrase, Mediasi, dan Ajudikasi).

Sengketa di dalam asuransi jiwa antara Tertanggung dengan

Penanggung, Penanggung dengan Penanggung Ulang dapat diselesaikan melalui

forum sebagai berikut :

a) Pengadilan

Pengadilan terdiri dari Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi

(PT), dan Mahkamah Agung (MA). Forum ini sudah dikenal oleh masyarakat

umum untuk menyelesaikan berbagai macam perselisihan atau sengketa yang

terjadi.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 26: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

33

Proses peradilan yang lengkap berupa pemeriksaan bukti-bukti, saksi-

saksi dan lain-lain dilakukan di tingkat pengadilan tingkat pertama (PN).

Hasil akhir dari proses di Pengadilan Negeri berupa putusan yang hasilnya

bisa bermacam-macam. Putusan Pengadilan ini akan memenangkan salah satu

pihak. Apabila salah satu pihak yang tidak puas atau merasa dirugikan

terhadap putusan Pengadilan Negeri bisa melakukan upaya hukum banding

ke Pengadilan Tinggi maupun upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.

Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa,

karena upaya hukum tersebut dilakukan atas putusan pengadilan yang belum

mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde). Sedangkan untuk

upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan

hukum tetap adalah Peninjauan Kembali (PK). Upaya hukum Peninjauan

Kembali merupakan upaya hukum luar biasa dan hanya dapat dilakukan

sekali dengan alasan antara lain sebagai berikut :

1. Putusan yang jelas memperlihatkan kekhilafan hakim atau kekeliruan.

2. Putusan mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut atau melebihi dari apa

yang dituntut.

3. Suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-

sebabnya.

4. Putusan didasarkan atas kebohongan atau tipu muslihat dari pihak lawan

yang diketahui setelah perkara diputus, atau keterangan saksi atau surat-

surat bukti kemudian oleh hakim dinyatakan palsu.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 27: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

34

5. Adanya novum (bukti baru) yaitu bukti yang benar-benar baru tidak

pernah diungkap di dalam persidangan sebelumnya. Sedangkan bukti ini

sangat menentukan.

b) Arbitrase

Penyelesaian sengeketa melalui arbitrase terdapat ada 2 (dua) macam

yaitu:

1. Arbitrase Ad Hoc

Arbitrase ad hoc merupakan arbitrase yang memiliki sifat sementara dan

dibentuk oleh para pihak yang bersengketa.

2. Arbitrase institusi

Arbitrase institusi memang merupakan badan arbitrase yang mempunyai

jasa khusus untuk penyelesaian sengketa, contohnya Badan Arbitrasi

Nasional Indonesia (BANI). BANI mempunyai list dari arbiter-arbiter

yang dapat ditunjuk oleh siapa saja dan juga mempunyai Peraturan

Prosedur Arbitrase (Rules of Arbitral Procedure).

Pada kedua macam arbitrase tersebut mengacu kepada Undang-

Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa. Selain itu, mengenai putusan arbitrase bersifat final dan mengikat

para pihak (final and binding), dan agar putusan arbitrase mempunyai

kekuatan eksekutorial maka putusan tersebut dalam jangka waktu 30 (tiga

puluh) hari setelah dibacakan harus segera didaftarkan ke Pengadilan Negeri.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 28: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

35

c) Badan Mediasi Asuransi Indonesia 30

Badan Mediasi Asuransi Indonesia ( selanjutnya disebut BMAI)

didirikan pada tanggal 12 Mei 2006 dan mulai beroperasi pada tanggal 25

September 2006. Pendiriannya ini sejalan dengan Surat Keputusan Bersama

empat Menteri yaitu:

a) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

No.KEP.45/M.EKON/07/2006;

b) Gubernur Bank Indonesia No.8/50/KEP.GBI/ 2006;

c) Menteri Keuangan No.357/KMK.012/2006; dan

d) Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No.KEP-75/MBU/2006

Tentang Paket Kebijakan Sektor Keuangan yang ditetapkan di Jakarta

tanggal 5 Juli 2006.

Pendirian BMAI digagas oleh beberapa Asosiasi Perusahaan

Perasuransian Indonesia yang berada di bawah FAPI (Federasi Asosiasi

Perasuransian Indonesia) yaitu Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI),

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Jaminan

Sosial Indonesia (AAJSI) dan didukung penuh oleh Biro Perasuransian,

Bapepam-LK, Dept. Keuangan Republik Indonesia.

BMAI didirikan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang

profesional dan transparan yang berbasis pada kepuasan dan perlindungan

serta penegakkan hak-hak Tertanggung atau Pemegang Polis melalui proses

Mediasi dan Ajudikasi. BMAI dibentuk dengan tujuan untuk memberikan

30Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), Pendirian BMAI,

http://bmai.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=66&Itemid=193 diakes pada tanggal 2

Maret 2015

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 29: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

36

representasi yang seimbang antara Tertanggung dan/atau Pemegang Polis dan

Penanggung (Perusahaan Asuransi). Tertanggung atau Pemegang Polis yang

tidak menyetujui penolakan tuntutan ganti rugi atau manfaat polisnya oleh

Penanggung (Perusahaan Asuransi) dapat meminta bantuan BMAI untuk

menyelesaikan sengketa antara mereka. BMAI senantiasa berupaya untuk

menyelesaikan sengketa klaim asuransi secara lebih cepat, adil, murah dan

informal.

Penyelesaian sengketa klaim (tuntutan ganti rugi/ manfaat) dilakukan

oleh BMAI dalam 3 (tiga) bagian yaitu:

1. Mediasi

Permohonan Penyelesaian Sengketa Klaim Asuransi yang diterima

BMAI akan ditangani oleh Mediator yang akan berupaya agar

Tertanggung atau Pemegang Polis dan Penanggung (Perusahaan

Asuransi) dapat mencapai kesepakatan untuk menyelesaian sengketa

secara damai dan wajar bagi kedua belah pihak. Mediator akan bertindak

sebagai penengah antara Tertanggung atau Pemegang Polis (Pemohon)

dan Penanggung atau Perusahaan Asuransi (Termohon).

2. Ajudikasi

Bila Sengketa Klaim (tuntutan ganti rugi atau manfaat) tidak dapat

diselesaikan melalui Mediasi (Tahap 1), maka Pihak Pemohon dapat

mengajukan permohonan kepada Ketua BMAI agar sengketanya dapat

diselesaikan melalui proses Ajudikasi. Sengketa akan diputuskan oleh

Majelis Ajudikasi yang ditunjuk oleh BMAI.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 30: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

37

3. Arbitrase

Atas sengketa klaim yang tidak dapat diselesaikan pada proses Mediasi

atau Ajudikasi dan yang nilai sengketanya melebihi Batas Nilai Tuntutan

Ganti Rugi dilakukan proses Arbitrase. Sengketa klaim akan diperiksa

dan diadili oleh Arbiter Tunggal atau Majelis Arbitrase. Keputusan

arbitrase bersifat final dan mengikat para Pihak dan tidak dapat

dimintakan banding, kasasi atau upaya hukum lainnya.

Mengenai batas nilai tuntutan untuk proses Mediasi dan Ajudikasi,

nilai tuntutan ganti rugi atau manfaat polis yang dipersengketakan tidak

melebihi Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) per klaim untuk

asuransi kerugian/umum dan Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) per

klaim untuk asuransi jiwa atau Asuransi jaminan sosial.

d) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Dalam hal penyelesaian sengeketa asuransi melalui BPSK (BPSK)

tertanggung berada dalam posisi sebagai konsumen yang menerima jasa

pelayanan dari pihak asuransi yang telah memberikan jaminan terhadap

segala kemungkinan peristiwa yang akan terjadi pada diri tertanggung.

Berkaitan dengan penyelesaian sengketa asuransi jiwa Pasal 23

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa apabila pelaku

usaha menolak atau tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak memenuhi

ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka konsumen diberikan hak untuk

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 31: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

38

menggugat pelaku usaha dan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui

BPSK atau dengan cara mengajukan gugatan ke badan peradilan. Pasal 54

ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa

putusan yang dijatuhkan oleh BPSK besifat final dan mengikat. Walaupun

demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat

mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus.31

2.6.2 Setelah Adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 dan Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan

Berkaitan dengan pemilihan tempat penyelesaian sengketa terhadap

nasabah asuransi jiwa yang dijelaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014

Tentang Perasuransian dan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan lebih jelas dibandingkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

Tentang Usaha Perasuransian. Dapat dilihat dalam Undang-Undang 40 Tahun

2014 Tentang Perasuransian dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai

lembaga penyelesaian sengketa adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

Mengenai perlindungan pemegang polis, tertanggung atau peserta dalam hal

penyelesaian sengketa diatur dalam Pasal 54 adalah:

(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan

reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib menjadi anggota

lembaga mediasi yang berfungsi melakukan penyelesaian sengketa antara

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan

reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dan Pemegang Polis,

Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang berhak memperoleh manfaat

asuransi.

31 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, “Hukum Tentang Perlindungan Konsumen”, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2001, h.97

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 32: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

39

(2) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat

independen dan imparsial.

(3) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat

persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan.

(4) Kesepakatan mediasi bersifat final dan mengikat bagi para Pihak.

(5) Ketentuan Iebih lanjut mengenai lembaga mediasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Sebagaimana ketentuan dalam pasal 54 Undang-Undang 40 Tahun 2014

Tentang Perasuransian dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan Otoritas Jasa

keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan. Dalam peraturan Otoritas Jasa keuangan

tersebut mengatur sebagai berikut:

1. Dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2), menyatakan bahwa

(1) Pengaduan wajib dilakukan terlebih dahulu oleh Lembaga Jasa

Keuangan.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian Pengaduan

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Konsumen dan

Lembaga Jasa Keuangan dapat melakukan penyelesaian sengketa

diluar pengadilan atau melalui pengadilan.

2. Dalam Pasal 4, menyatakan bahwa:

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam Daftar

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh Otoritas

Jasa Keuangan (OJK) meliputi Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa yang:

a. Mempunyai layanan penyelesaian sengketa paling kurang berupa:

1) Mediasi;

2) Ajudikasi; dan

3) Arbitrase.

b. Mempunyai peraturan meliputi:

1) Layanan penyelesaian sengketa;

2) Prosedur penyelesaian sengketa;

3) Biaya penyelesaian sengketa;

4) Jangka waktu penyelesaian sengketa;

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 33: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

40

5) Ketentuan benturan kepentingan dan afiliasi bagi meditor,

ajudikator, dan arbiter; dan

6) Kode etik bagi meditor, ajudikator, dan arbiter;

c. Menerapkan prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan dan

efisensi dan efektifitas dalam setiap peraturannya;

d. Mempunyai sumber daya untuk dapat melaksanakan pelayanan

penyelesaian sengketa;

e. Didirikan oleh Lembaga Jasa Keuangan yang dikoordinasikan oleh

asosiasi dan/atau didirikan oleh lembaga yang menjalankan fungsi

self regulatory organization.

3. Dalam Pasal 10 ayat (1), menyatakan bahwa :

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dibentuk oleh Lembaga Jasa

keuangan yang dikoordinasi oleh masing-masing sektor jasa keuangan.

4. Dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1), menyatakan bahwa :

Contoh pembentukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di

Sektor Perbankan dibentuk oleh bank-bank yang dikoordinasikan oleh

asosiasi di sektor Perbankan, misalnya Perhimpunan Bank Nasional

(Perbanas), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Perhimpuan Bank

Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Asosiasi Bank Syariah

Indonesia (Asbisindo), dan Asosiasi Bank Asing Indonesia.

Maka dapat disimpulkan dari penjelasan peraturan perundang-

undangan diatas bahwa penyelesaian sengketa asuransi jiwa dapat dilakukan

melalui pengadilan atau melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang

ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan dikordinasi oleh Lembaga Jasa

Keuangan yang bersangkutan.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Wahyu Diono32

, mengatakan

bahwa BPSK masih berwenang karena di undang-undang perlindungan konsumen

jelas membahas bahwa BPSK menanggani penyelesaian sengketa mengenai

barang maupun jasa.

32 Bapak Wahyu Diono adalah anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surabaya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 34: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

41

Oleh karena adanya dualisme kewenangan Penyelesaian Sengeka

Alternatif maka sebaiknya digunakan asas lex specialis derogat legi generalis.

Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif

Indonesia (hal. 56), ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex

specialis derogat legi generalis, yaitu:33

1. Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku,

kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;

2. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-

ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang);

3. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum

(rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk

lingkungan hukum keperdataan.

Selain menggunakan asas lex specialis derogat legi generalis perlu

juga dilihat dari polis asuransi jiwa karena polis asuransi merupakan polis

atau perjanjian asuransi, atau dengan nama apapun serta dokumen lain yang

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi,

termasuk tanda bukti kepesertaan asuransi bagi pertanggungan kumpulan,

antara pihak penanggung dan pihak pemegang polis atau tertanggung ( Pasal

1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaran Usaha Perusahaan Asuransi dan

Perusahaan Reasuransi.

33Letezia Tobing, Mengenai asas lex specialis derogat legi generalis,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt509fb7e13bd25/mengenai-asas-lex-specialis-derogat-legi-

generalis diakses pada tanggal 10 Maret 2015

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 35: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

42

Dikarenakan polis asuransi merupakan suatu perjanjian maka berlaku

asas pacta sunt servanda atau asas daya mengikat didasarkan pada Pasal 1338

ayat 1 KUHPerdata yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang”. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib

mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati seperti mentaati

undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah

perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain.

Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata yaitu “suatu

perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah

pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan

cukup untuk itu”.

Salah satu contoh polis asuransi jiwa sebelum adanya Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian dan peraturan Otoritas Jasa

keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan adalah polis asuransi jiwa PT. Asuransi

Jiwa Manulife Indonesia dengan nomor polis 4262243746 dan tertanggung

bernama Theresia Angelica Vanesa serta mulai berlaku tanggal 12 Oktober

2010 (terlampir) menyatakan bahwa dalam pasal 12 mengenai penyelesaian

masalah atau sengketa adalah sebagai berikut:34

Segala masalah atau sengketa yang timbul dari pertanggungan ini

atau pelaksanaannya akan terlebih dahulu diselesaikan secara musyawarah.

Apabila cara musyawarah tidak dapat menyelesaikan masalah atau sengketa

34 Lihat dalam Lampiran Nomor 4 (empat).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 36: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

43

tersebut, penanggung dan/atau pemegang polis dapat melakukan upaya-upaya

hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Upaya hukum mediasi

dapat dilakukan sebelum para pihak memilih upaya hukum melalui

pengadilan atau arbitrase. Upaya ini dapat diajukan kepada badan mediasi

dibidang asuransi di Indonesia melalui BMAI (Badan Mediasi Asuransi

Indonesia) sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BMAI. Dalam hal

upaya yang dilakukan melalui pengadilan maka akan dipilih Pengadilan

Negeri pada domisili Pemegang Polis yang terdekat dengan domisili

Penanggung. Dalam hal upaya hukum dilakukan melalui arbitrase,

Penanggung dan/atau Pemegang Polis dapat mengajukan masalah atau

sengketa tersebut kepada lembaga aribtrase berdasarkan aturan BANI (Badan

Arbitrase Nasional Indonesia), san sepenuhnya mengikuti peraturan

perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan arbitrase.

Dari polis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam melakukan

penyelesaian sengketa alternatif antara tertanggung (Theresia Angelica

Vanesa) dan Penanggung (PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia) adalah

BMAI (Badan Medasi Asuransi Indonesia) dan BANI (badan Arbitase

Nasional Indonesia). Tetapi dalam polis tersebut terdapat kata “upaya ini

dapat dilakukan...” arti kata dapat menyebabkan keterbukaan norma yaitu

membuka peluang atau tidak wajib untuk melakukan penyelesaian sengketa

alternatif melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia.

Selain contoh tersebut, terdapat contoh polis asuransi jiwa sesudah

adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian dan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 37: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

44

peraturan Otoritas Jasa keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan adalah Polis

Asuransi Jiwa dari PT. Axa Mandiri Finacial Service35

yang dikeluarkan pada

tanggal 20 Februari 2015 yang menyatakan bahwa dalam pasal 18 mengenai

penyelesaian perselisihan adalah sebagai berikut:

1. Apabila terjadi sengketa, kontroversi, atau perselisihan amtara

Penanggung, dengan Pemegang Polis atau pihak yang berkepentingan

dengan Polis ini (untuk selanjutnya disebut “perselisihan”), akan

diselesaikan secara musyawarah. Apabila Perselisihan tersebut tidak

dapat diselesaikan dalam kurun waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender

setelah pemberitahuan tertulis oleh salah satu pihak kepada pihak

lainnya, maka Penanggung atau Pemegang Polis atau pihak yang

berkepentingan dengan polis ini dapat memilih cara penyelesaian

Perselisihan dengan melalui Lembaga alternatif penyelesaian sengketa

Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), Arbitrase, atau Pengadilan

Negeri.

2. Bila maksud untuk menyelesaikan perselisihan tidak diberitahukan, atau

tidak disetujui, maka penyelesaian perselisihan akan diselesaikan melalui

Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili Penanggung di wilayah hukum

Republik Indonesia dengan tidak mengesampingkan hak pemegang polis

atau pihak yang berkepentingan atas polis ini untuk menyampaikan

perselisihan yang timbul ke Pengadilan Negeri yang memiliki yurisdiksi

atas domisili Pemegang Polis atau pihak yang berkepentingan atas Polis

ini di wilayah hukum Republik Indonesia.

3. Arbitrase

Bila Penanggung atau Pemegang Polis memilih penyelesaian perselisihan

melalui Arbitrase, maka para pihak sepakat untuk tunduk pada ketentuan

sebagai berikut:

3.1. Segala perselisihan yang timbul akibat atau sehubungan dengan

polis ini akan diselesaikan secara Arbitrase yang akan dilakukan

oleh 3(tiga) orang Arbiter, yang mana penyelesaiannya akan

dilakukan di Jakarta dengan menggunakan Bahasa Indonesia

dengan berdasarkan pada hukum yang berlaku di Indonesia.

3.2. 3(tiga) orang arbiter tersebut ditunjuk berdasarkan Undang-Undang

Arbitrase yang berlaku mengenai penunjukan Arbitrator.

3.3. Proses penyelesaian perselisihan melalui arbitrase harus sesuai

dengan hak dari masing-masing pihak untuk melakukan

pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang diajukan, hak

35 Lihat lampiran nomor 5 (lima).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 38: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

45

mendatangkan atau menghadirkan saksi-saksi termasuk saksi ahli

dan hak untuk mengadakan petisi baik lisan maupun tertulis.

3.4. Majelis arbitrase memiliki wewenang untuk memberikan

keputusan baik secara sementara, memerintah atau menerima atau

keputusan lainnya berdasarkan Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang

Arbitrase.

3.5. Majelis arbitrase akan memutuskan jadwal proses penyelesaian

perselisihan melalui arbitrase dan memiliki wewenang untuk

mengubah jadwal tersebut setiap saat dengan segala pertimbangan

yang dapat diterima.

3.6. Peraturan arbitase yang merupakan mandat dari majelis arbitrase

sepenuhnya diwakili semua bagian yang tercantum dalam polis

dan berlaku terus sampai dengan keputusan arbitrase yang

diputuskan oleh majelis arbitrase tercapai.

3.7. Semua keputusan arbitrase yang dibuat dan diputuskan oleh

Majelis arbitrase adalah mutlak, terikat dan tidak dapat diganggu

gugat dan dapat digunakan dasar proses pengadilan di wilayah

hukum Republik Indonesia sesuai dengan undang-undang

Arbitrase.

3.8. Majelis arbitrase tidak dapat mengubah isi polis ini.

3.9. Semua biaya yang timbul dari proses Arbitrase (termasuk dan

tanpa batasan atas biaya-biaya yang timbul atas penunjukan

3(tiga) majelis aribtrase) akan dibayarkan sesuai dengan Pasal 77

Undang-Undang Arbitrase.

3.10. Para pihak dengan ini menyatakn bahwa dalam membuat

keputusannya, majelis arbitrase terikat pada hukum yang berlaku

dan tidak berhak menyerahkan keputusannya dengan cara ex

aequo et bono.

3.11. Para pihak setuju bahwa Pasal 11 Undang-Undang Arbitrase akan

diberlakukan dan karenanya peraturan yang tercantum dalam

pasal 18 ayat 3 menghilangkan hak dari semua pihak untuk

melakukan penyelesaian perselisihan atas polis ini ke Pengadilan

Negeri setempat, kecuali untuk menguatkan hasil keputusan

arbitrase sesuai dengan pasal 18 ayat 3 atau jika tidak berdasarkan

pada Undang-Undang Arbitrase.

3.12. Selama jangka waktu pengajuan petisi sampai dengan arbitrase dan

seterusnya sampai dengan keputusan arbitrase, para pihak harus,

kecuali dalam hal polis jatuh tempo, melaksanakan dan

menjalankan kewajibannya sesuai dengan Polis tanpa melihat

pada hasil akhir yang akan dicapai dalam proses arbitrase.

4. Mediasi

Bila Penanggung dan Tertanggung memilih penyelesaian melalui

mediasi, maka para pihak sepakat untuk tunduk pada ketentuan sebagai

berikut:

4.1. Segala perselisihan yang timbul akibat atau sehubungan dengan

polis ini, akan diselesaikan melalui Badan Mediasi Asuransi

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 39: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

46

Indonesia (BMAI) yang mana penyelesaiannya akan dilakukan di

Jakarta dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

4.2. Sengketa yang dapat diajukan dan ditangani oleh BMAI adalah

dengan ketentuan sebagai berikut:

(i) Jumlah tuntutan ganti rugi atau manfaat polis yang

dipersengketakan tidak melebihi jumlah Rp 500.000.000

(lima ratus juta rupiah).

(ii) Jawaban penolakan final.

(iii) Sengketa yang tidak melebihi masa jangka waktu 6 (enam)

bulan sejak penanggung memberikan sengketa yang tidak

pernah atau tidak sedang disidangkan di pengadilan serta

tidak sedang dalam proses investigasi oleh pihak yang

berwajib.

5. Ketentuan yang tercsntum dalam pasal 18 ini akan tetap berlaku

meskipun polis ini diakhiri dan/atau berakhir.

Berdasarkan isi polis tersebut bahwa yang berwenang dalam

menyelesaikan sengeketa melalui penyelesaian sengketa alternatif adalah BMAI

dan Arbitrase melalui BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Dapat dilihat

dari kalimat yang berbunyi “para pihak sepakat untuk tunduk pada ketentuan...

segala perselisihan yang timbul akibat atau sehubungan dengan polis ini, akan

diselesaikan melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)...” maka dalam

kalimat ini mengikat para pihak untuk tunduk dan wajib menyelesaikan sengketa

sesuai dengan ketentuan tersebut

Oleh karena itu, terdapat perbedaan yang sangat jelas antara polis PT.

Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (sebelum adanya Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014) dengan polis PT. Axa

Mandiri Finacial Service (sesudah adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014) bahwa sebelum adanya adanya

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014

dalam polis masih membuka norma atau peluang dalam penyelesaian sengketa

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY

Page 40: BAB II KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN …repository.unair.ac.id/13776/12/12. Bab 2.pdf · 9 a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi

47

alternatif tetapi sesudah adanya adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 dalam polis tidak membuka norma atau

peluang dalam penyelesaian sengketa alternatif.

Maka dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa

dengan menggunakan asas lex specialis derogat legi generalis maka Badan

Penyelesaian Sengketa Alternatif tidak memiliki wewenangnya karena asuransi

memiliki peraturan perundang-undangan sendiri yang mengatur secara khusus

yaitu Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Juncto

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Selain itu, dapat

dilihat dari polis asuransi jiwa karena polis asuransi merupakan suatu perjanjian

maka berlaku asas pacta sunt servanda atau asas daya mengikat. Asas pacta sunt

servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menegaskan

“perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”.Artinya

bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah

disepakati seperti mentaati undang-undang.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA

LANNY