BAB II KERANGKA TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/1917/6/7. BAB II.pdfkecepatan...
Transcript of BAB II KERANGKA TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/1917/6/7. BAB II.pdfkecepatan...
12
BAB II
KERANGKA TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. KERANGKA TEORI
1. Hakikat Kecepatan Reaksi
Kecepatan reaksi adalah suatu stimulus respons yang memungkinkan
memulai jawaban kinestesis secepat mungkin segera setelah menerima
rangsangan.1 Kecepatan reaksi adalah kemampuan menanggapi respon
secepat mungkin.2 Menurut Peter Reaburn dan David Jenkins kecepatan
telah didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggerakkan bagian tubuh
melalui rentang gerak yang dibutuhkan dalam waktu tercepat.3
Berdasarkan kutipan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan
reaksi adalah pergerakan seseorang dengan menggerakkan tubuh secepat
mungkin saat mendengarkan suatu rangsangan atau aba-aba. Agar dapat
menciptakan hasil kecepatan reaksi yang baik untuk para atlet panjat tebing
kategori speed pada nomor speed record dibutuhkan proses latihan yang
diulang-ulang agar terciptanya gerakan otomatisasi.
1 Arie. S. Sutopo, SpKo, Buku Penuntun Praktikum Ilmu Faal Kerja
(ERGOFISIOLOGI), (Universitas Negeri Jakarta, 2006), h.6 2 John Shepherd, The Complete Guide To Sport Training, (London, 2006), h.140 3 Peter Reaburn & David Jenkins, Training For Speed And Endurance, (Australia,
1996), h.24
13
Penguasaan teknik yang lebih efisien dalam olahraga panjat tebing
membutuhkan proses latihan terprogram, rutin dan terprogresif, yang
berkontribusi dalam membentuk gerakan yang lebih efektif dan efisien ketika
akan melakukan posisi start pada lintasan jalur pemanjatan kategori speed
nomor speed record. Hubungannya dengan tingkat pengenalan persepsi
yang telah dikategorikan, yaitu : visual, kinestesis, taktil dan auditori.4 Jadi
seorang atlet panjat tebing harus meciptakan atau menirukan gerakan-
gerakan yang dilakukan berdasarkan pengamatan secara visual, kinestesis,
taktil dan auditori.
Pada kategori speed, seorang atlet atau pemanjat harus berkonsentrasi
pada isyarat-isyarat pangatur (visual dan auditori) untuk menciptakan
persepsi kinestesis. Adapun menurut L.M. Stallings menyatakan bahwa
persepsi kinestesis didefinisikan sebagai kecakapan untuk merasakan
gerakan tubuh secara tersendiri melalui alat-alat visual atau auditori.5
Pada suatu gerakan koordinasi yang dilihat pada saat melakukan posisi
start. Keputusan yang diambil adalah ketika seorang atlet panjat tebing
mendengarkan aba-aba ketika ingin melakukan start. Saat memasuki aba-
aba “YA” seorang atlet panjat tebing harus bereaksi secepat-cepat mungkin
bergerak meraih kearah poin selanjutnya, sekaligus menarik tubuh keatas
4 B. Edward Rahantoknam, Belajar Motorik Teori dan Aplikasinya Dalam Pendidikan
Jasmani dan Olahraga, (Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1989), h.200 5 Ibid, h.207
14
serta anggota tungkai memijak poin serta mendorong guna menghasilkan
daya angkat dan daya dorong tubuh ke atas dan menjadi strategi yang
penting untuk menentukan bagaimana seorang atlet panjat tebing tersebut
dapat melakukan posisi start sebaik dan secepat mungkin.
Berdasarkan kutipan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan
reaksi adalah suatu gerakan seorang pemanjat melakukan posisi pada start
setelah mendengarkan aba-aba “YA”, dan pemanjat merespon aba-aba
tersebut dengan melakukan pemanjatan ke atas dengan secepat-cepatnya
guna untuk meninggalkan lawan yang berada disampingnya. Pengembangan
kecepatan reaksi dapat dicapai dengan cara latihan drill (pengulangan)
terhadap posisi start khususnya, sehingga akan dapat meng-otomatisasikan
gerakan pada posisi start guna menjawab kecepatan reaksi tersebut.
Saat melakukan posisi start pada kategori speed record posisi kedua
tangan harus memegang poin dan satu pijakan kaki menginjak pada poin,
satu pijakan lagi menginjak pada dasar permukaan (tanah). Pada saat akan
memulai pemanjatan posisi tubuh pemanjat harus menyamping dan saat
mendengarkan instruksi pada saat aba-aba “SIAP” pemanjat harus menarik
tubuhnya kebelakang untuk mendapatkan daya ledak yang baik saat akan
melakukan start. Dikarenakan jika posisi tubuh seorang pemanjat tidak
menyamping pemanjat tersebut akan kesulitan untuk mendapatkan
kecepatan maksimal saat akan melakukan awalan saat melakukan
15
pemanjatan speed dan jika posisi tubuh pemanjat juga tidak ditarik
kebelakang saat aba-aba sebelum melakukan pemanjatan, maka akan
sangat berpengaruh terhadap daya ledak saat melakukan pemanjatan pada
posisi start dan akan ada keterlambatan gerak seorang pemanjat saat
mendengarkan rangsangan aba-aba dari juri yang berakibat lambatnya
kecepatan reaksi seorang pemanjat pada posisi start.
Pada susunan struktur manusia, lengan termasuk anggota gerak tubuh
bagian atas. Anggota gerak bagian atas terdiri dari : tulang lengan atas atau
humerus, tulang asta atau ulna, tulang pengumpil atau radius, tulang
pergelangan tangan atau carpila, tulang telapak tangan atau metacarpalia
dan tulang jari-jari tangan atau phalangea. Adapun menurut Dadang Masnun
menguraikan otot-otot lengan sebagai berikut :
Otot-otot pada bagian lengan :
m. Biceps brachii
m. Triceps brachii, long head
m. Triceps brachii, medial head
m. Brachialis
m. brachioradialis
m. Extensor carpi radialis longus
m. Pronator teres
m. Flexor carpi radialis
m. Extensor carpi radialis brevis
m. Palmaris longus
16
m. Flexor digitorum
m. Abductor pollicis longus
m. Flexor carpi ulnaris
m. Extensor pollicis brevis
m. Extensor pollicis longus6
1. Otot Lengan bagian Atas
Gambar 2.1. Otot Lengan bagian Atas
Sumber : Frederic Delavier, Strength Training Anatomy, (Paris, France,
2006), h.14
6 Frederic Delavier, Strength Training Anatomy, (Paris, France, 2006), h.14
17
2. Otot Lengan bagian Bawah
Gambar 2.2. Otot Lengan bagian Bawah
Sumber : Frederic Delavier, Strength Training Anatomy, (Paris, France,
2006), h.14
Adapun pengenaan pada bagian otot-otot tungkai kaki sebagai berikut :
Otot-otot pada bagian tungkai kaki:
m. Gluteus maximus
m. Gluteus medius
m. Gluteus minimus
m. Superior gemellus
m. Greater trochanter
m. Obturator internus
m. Tensor fascia lata
m. Inferior gemellus
m. Adductor magnus
m. Quadratus femoris
18
m. Fascia lata, iliotibial band
m. Biceps femoris, long head
m. Gracilis
m. Semimembranosus
m. Semitendinosus
m. Biceps femoris, short head
m. Sartorius
m. Popliteus
m. Plantaris
m. Peroneus longus
m. Gastrocnemius, lateral head
m. Flexor digitorum longus
m. Gastrocnemius, medial head
m. Tibialis posterior
m. Soleus
m. Flexor hallucis longus
m. Peroneus longus
m. Peroneus brevis7
7 Ibid, h.93
19
Gambar 2.3. Otot bagian Tungkai Kaki
Sumber : Frederic Delavier, Strength Training Anatomy, (Paris, France,
2006), h.93
2. Hakikat Kelentukan
Kelentukan merupakan salah satu komponen dalam kemampuan fisik
yang pada seluruh cabang olahraga merupakan unsur penting yang harus
dilatih dan dimiliki pada seluruh atlet pada cabang olahraga manapun. Dalam
olahraga, kelentukan adalah suatu hal yang sangat penting karena semakin
seseorang atlet memiliki tingkat kelentukan yang tinggi dan baik maka akan
cenderung meminimalisir cedera olahraga pada atlet. Lalu menurut Tudor O.
20
Bompa kelentukan (fleksibilitiy) adalah bentuk, tipe, suatu penampilan gerak
dari pada sendi-sendinya struktur yang dibuat secara bersama-sama, dan
kelentukan juga ditentukan oleh ligament dan tendon.8
Menurut Nizar Zamani menyatakan bahwa kelentukan ialah suatu
kemungkinan gerak maksimal oleh suatu persendian sehingga dapat leluasa
melakukan gerakan-gerakan.9 Pendapat ini diperkuat oleh Soebroto yang
memaparkan kelentukan adalah kualitas yang memungkinkan suatu segmen
bergerak semaksimal mungkin menutup kemungkinan gerak (range of
movement).10
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
kelentukan adalah salah satu komponen fisik yang sangat penting pada
cabang olahraga apapun dan dalam melakukan suatu aktifitas gerak dengan
tahanan atau beban tertentu. Kelentukan juga ditentukan dari elastisnya
ligamen dan tendon. Jadi dapat disimpulkan juga kelentukan membantu
aktifitas gerak seorang atlet dalam memperluas bidang gerak dan
menentukan posisi tubuh saat akan melakukan gerakan selanjutnya dan
mengurangi resiko terkenanya cedera dan kesalahan gerakan pada saat
pemanjatan berlangsung, sehingga terjadinya kesempurnaan gerakan yang
8 Tudor O. Bompa, Periodization: Theory and Metodology of Training (York
University, 1999), h.376 9 Nizar Zamani, Ilmu Faal Olahraga (Jakarta, Koni Pusat), h.3 10 Soebroto, Masalah-Masalah Dalam Kedokteran Olahraga, Latihan Olahraga dan
Coaching, (KONI-depdikbud, 1977-1978), h.46
21
lebih efektif dan efisien pada atlet saat melakukan pemanjatan yang sedang
berlangsung. Seperti yang dijelaskan oleh Dale Goddard dan Udo Neumann
yaitu, kelentukan menentukan pemanjat pada posisi tubuhnya dan dapat
membatasi gerakan selanjutnya yang lebih efisien dalam melakukan
pemanjatan.11
Fleksibilitas atau rentang gerak sering disebutkan dalam teks
pembelajaran panjat tebing sebagai komponen penting model kebugaran fisik
untuk pendakian.12 Maka dapat disimpulkan bahwa latihan untuk
meningkatkan kualitas otot tubuh yang baik adalah dengan berbagai model
latihan kebugaran fisik tergantung dari tujuan spesifik cabang olahraga
tersebut dan tujuan yang akan dicapai pada olahraga panjat tebing.
Berikut menurut dr. Dwi Hatmisari Ambarukmi, dkk mengembangkan
kelenturan sebagai berikut :
1. Kelenturan : Kelentukan adalah sendi dan kelenturan adalah otot. Kelenturan sangat tergantung pada elastisitas otot, tendon dan ligament.
2. Kelenturan Statis : Tingkat kelenturan seseorang merupakan komponen-komponen yang dapat diukur dari kemampuannya dalam melakukan gerakan tubuh baik secara keseluruhan maupun bagian-bagian anatomy.
3. Kelenturan Dinamis :
11 Dale Goddard and Udo Neumann, Performance Rock Climbing, (Mechanicsburg;
Stack Pol, 1993) h.133 12 Philip B. Wats, Physiology of difficult rock climbing, (Northern Michigan University,
2003), h.5
22
Gerakan perenggangan yang dinamis dengan mengaktifkan dan menggerakan bagian badan secara berirama (dinamis), seperti memantul-mantulkan (balistik).
4. Kelenturan PNF (Proprioceptive Neuromuscular Facilitation) : Sering disebut juga kontraksi relaksasi yaitu dimana seorang atlet melakukan gerakan perenggangan dengan dibantu oleh orang lain saat kontraksi dan relaksasi.13
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa kelenturan dapat
dilatih dari berbagai macam proses latihan, diantaranya dengan pemanasan
secara statistik, dinamis maupun secara berpasangan sebagai media
fasilitator untuk melakukan peregangan dan pendinginan atau biasa disebut
Proprioceptive Neoromuscular Facilitation (PNF).
Berikut menurut Suharno Hp, kelentukan ialah kemampuan atlet
melakukan gerak dalam ruang gerak sendi. Kegunaan kelentukan ialah :
1. Mempermudah atlet berlatih teknik-teknik tinggi
2. Menghindari terjadinya cedera
3. Seni gerak tercemin indah dan enak dilihat
4. Seni gerak tercermin indah, meningkatkan kelincahan, kecepatan dan
koordinasi
5. Meningkatkan prestasi olahraga
6. Efektif dan efisien tenaga
7. Membentuk sikap tubuh yang baik.14
13 Dwi Hatmisari Ambarukmi, dkk, Pelatihan Pelatih Fisik Level 1, (Jakarta, 2007),
h.24 14 Suharno Hp, Metodologi Penelitian, (Jakarta, 1991), h.46
23
Berdasarkan hal tersebut maka kelentukan memiliki peran yang sangat
penting dalam melakukan aktifitas gerak, selain untuk meningkatkan kualitas
gerak dan juga sebagai pencegah terjadinya cedera pada otot dan
persendian. Jika gerakan tersebut menuntut keluasan gerak sendi, maka
untuk menunjang tingkat kelentukan tersebut seorang atlet memerlukan
latihan yang khusus, adapun ciri-ciri latihan menurut Suharno adalah :
1. Kelincahan gerakan persendian baik secara aktif maupun
pasif/dinamis dan statis
2. Perangsang gerak diatas ambang rangsang, kelentukan sendi yang
dilatih
3. Bentuk latihan pelemasan, peregangan dan penguluran dari organ-
organ yang membentuk persendian
4. Memperluas ruang gerak sendi. 15
Sesuai dengan batasan kelentukan ciri-ciri latihan kelentukan
sebagaimana diterangkan diatas kelentukan dapat dikembangkan melalui
latihan-latihan memperluas sendi. Menurut Suharno metode latihan yang
dapat dipakai untuk mengembangkan kelentukan yaitu :
1. Peregangan dinamis
2. Peregangan statis
3. Peregangan pasif.16
15 Ibid, h.47 16 Ibid, h.47
24
Kelentukan berhubungan dengan ligamen (sambungan tulang) dan
persendian tulang. Sedangkan kelentukan berhubungan dengan
kepegasan/kekenyalan pada otot yaitu, kemampuan otot untuk memanjang
dan memendek. Hal tersebut menjelaskan bahwa kelentukan adalah bagian
dari kelenturan.17
Gambar 2.4. Ligament dan Persendian Tulang
Sumber : Frederic Delavier, Strength Training Anatomy, (Paris, France,
2006), h.104
Remmy mengartikan kelentukan adalah : “Kemampuan memanfaatkan
luas gerak pada persendian secara optimal”.18 Tuntutan masing-masing
cabang olahraga terhadap kelentukan sangat berbeda-beda. Perbedaan
17 Arief Prihastono, “Optimalisasi Kondisi Fisik Menuju Prestasi Puncak”, (Solo : C.V.
Anekan Solo, 1995), h.33 18 Remy Muchtar, Olahraga Pilihan Sepakbola, (Jakarta : Depdikbud, 1997), h.90
25
tersebut biasanya atas dasar perbedaan teknik-teknik pada masing-masing
cabang olahraga dan taktik berlomba yang digunakan.19
Pada cabang olahraga panjat tebing, khususnya pada nomor speed
record, seorang atlet panjat tebing harus memerhatikan gerakan saat akan
melakukan posisi start, karena pada posisi pemanjat saat lepas landas dari
start, tungkai pemanjat akan bereaksi keatas dan lututnya akan mencapai
kebagian pinggul atas pemanjat. Demikianlah betapa pentingnya kelentukan
pada seorang pemanjat untuk melakukan gerakan start dan gerakan-gerakan
selanjutnya. Kelentukan dibagi menjadi dua, yaitu kelentukan umum dan
kelentukan khusus.20 Kelentukan umum adalah kemampuan seseorang
dalam gerak dengan amplitude yang luas dimana sangat berguna dalam
gerakan olahraga pada umumnya. Kelentukan sendi-sendinya tidak
menganggu, menghambat gerakan olahraga apa saja dan pekerjaan
umumnya sesuai dengan situasi.21 Kelentukan khusus adalah kemampuan
seseorang dalam gerak dengan amplitudo yang luas dan berseni dalam satu
cabang olahraga.22
Jadi kelentukan adalah suatu aktifitas gerak yand dapat bergerak kemana
saja tanpa adanya hambatan ataupun halangan untuk melakukan gerakan
19 Suharno Hp, Metode Penelitian, (Jakarta : KONI Pusat, 1995), h.28-29 20 Suharno Hp, Ibid, h.38 21 Ibid, h.38 22 Ibid, h.38
26
ataupun teknik dalam cabang olahraga panjat tebing, khususnya gerakan
dalam nomor speed record.
Atlet yang memiliki kelentukan yang bagus akan lebih mudah dan cepat
dalam melakukan atau penyesuaian diri terhadap teknik-teknik yang akan
dilakukan. Begitu pula sama halnya dengan olahraga panjat tebing, apabila
seorang atlet panjat memiliki kelentukan yang bagus maka akan dapat
mendukung atlet tersebut dalam melakukan teknik-teknik yang sulit sekalipun
dalam melakukan pemanjatan. Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa kelentukan adalah suatu kemampuan seseorang dalam
penguluran tubuh dalam jangkauan yang luas untuk bergerak dan kelentukan
juga ditentukan oleh ligamen dan penampilan gerak dari pada sendi-sendinya
tersebut.
3. Hakikat Memanjat Kategori Speed Record
Kegiatan atau olahraga panjat tebing pada awalnya lahir dan
berkembang oleh para pendaki gunung dimana akhirnya mereka pun
menemukan jalur yang tidak biasanya dan tidak mungkin didaki dengan
berjalan kaki seperti biasanya. Dalam perlombaan panjat tebing ada 3
kategori yang diperlombakan, diantaranya adalah speed world record,
dimana seorang pemanjat terhubung dengan tali sistem toprope, lalu saat
aba-aba, pemanjat memanjat secepat mungkin menuju bagian top papan
27
panjat, seperti drag race. Jalurnya relatife mudah berkisar 5.6 sampai 5.7,
pemanjat yang pertama sampai pada bagian top papan adalah
pemenangnya.23
Menurut Mamay S. Salim mengatakan bahwa kegiatan panjat tebing
adalah suatu upaya pencapaian ketinggian tertentu dengan jalan memanjat
yang membutuhkan penggabungan atau koordinasi antara kekuatan dan
daya tahan otot, kelentukan dan keseimbangan tubuh, serta strategi
menyelesaikan kesulitan yang akan dihadapi.24
Speed World Record yaitu kategori speed climbing yang point/hold nya
mempunyai bentuk/karakter yang khusus untuk speed world record dengan
dua pemanjat beradu cepat untuk menepuk bel pada top yang telah juri
pasang untuk finish.25 Speed Climbing adalah salah satu bentuk panjat tebing
indoor dimana atlet bersaing untuk waktu tercepat ke puncak dinding panjat
tebing. Kompetisi berlangsung di dinding pemanjatan Internasional. Maka
anda akan bisa menyaksikan kompetisi pemanjatan dengan kecepatan dan
mengikuti, tapi di luar itu ada lebih banyak kecepatan untuk memanjat.26
23 Michelle Hurni, Coaching Climbing, (Afalcon Guide, 2003), h.158 24 Mamay S. Salim, Panjat Tebing Sebagai Salah Satu Olahraga Prestasi, Makalah
Seminar Sehari Tentang Panjat Tebing, (Jakarta, 1993), h. 1 25 http://www.superadventure.co.id/news/7353/kenali-sport-climbing-petualangan-
sang-juara-/. (diakses pada tanggal 02 Februari 2018 pukul 11.30 WIB) 26 http://headrushtech.com/blogs/what-is-speed-climbing/. (diakses pada tanggal 02
Februari 2018 pukul 13.40 WIB)
28
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa kategori speed
record adalah suatu pelaksanaan pemanjatan yang bertujuan secepat-
cepatnya mencapai puncak dinding panjat dengan mempunyai karakter poin
khusus untuk kategori speed record.
Seperti yang dikatakan Nanyang Technological University,
Bioengineering dan University of Vienna, Anthropology didalam bukunya
yang berjudul Engineering of Sport 6: Volume 1: Developments for Sports,
menyatakan bahwa pada pemanjatan speed record, semakin tinggi
kecepatan memanjat, dan semakin tinggi kecepatan reaksi tangan, maka
semakin tinggi pula tenaga yang diberikan ke poin, dan waktu kontak dengan
poin semakin pendek.27 Sedangkan menurut Stackpole Books dalam
bukunya yang berjudul Climbing Your Best, menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kemampuan memanjat speed record diantaranya
adalah kekuatan pada cengkraman, kekuatan bahu, kekuatan perut,
kelentukan, dan VO2 Max.28
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada kategori
speed record faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan seorang
pemanjat dalam mendapatkan waktu terbaik dan pemanjatan yang bagus
27 Nanyang Technological University dan University of Vienna, Engineering of Sport
6: Volume 1: Developments for Sports, h. 51 28 Stackpole Books, Climbing Your Best, (Mechanicsburg, 2001), h. 9
29
adalah dengan memiliki kecepatan reaksi dan kelentukan yang baik untuk
mendukungnya kecepatan dalam pemanjatan speed record.
Sedangkan menurut Dale Goddard dan Udo Neumann memanjat tebing
adalah Olahraga yang kompleks dan penuh kekontrasan menggunakan
kekuatan dan ketenangan dengan teknik mencoba memastikan keselamatan
dalam sebuah lingkungan yang memiliki potensi bahaya dan
menyeimbangkan keadaan yang sulit antara kecemasan dan keinginan
mencapai tujuan.29
Sementara menurut Wijayanto Wongso Suhardjo seorang pemanjat
harus melatih semua komponen otot tubuh karena memanjat tebing
melibatkan hampir seluruh otot tubuh. Melalui otot jari, otot lengan, otot
punggung sampai dengan otot kaki.30
Dalam gerakan memanjat menyilangkan kaki akan dapat menghilangkan
keseimbangan, dan biasanya sulit untuk dilakukan. Penting sekali selalu
bergerak, dengan 3 bagian anggota badan pada tumpuan, sementara 1
anggota badan mencari tumpuan baru. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan
“tiga satu”.31 Memanjat adalah gerakan yang hampir menggunakan
29 Dale Goddard and Udo Neumann, Performance Rock Climbing, (Mechanicsburg;
Stack Pol, 1993), h.13 30 Wijayanto Wongso Suhardjo, Memanjat Tebing Menggapai Langit, (Jakarta,
1987), h.11 31 Badan Pendidikan dan Latihan Wanadri, Teknik Dasar Hidup di Alam Bebas,
(Lembaga Penerbitan dan Buletin Wanadri, Bandung, 2005), h.233
30
komponen otot seluruh tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki dan
diharuskan kepada semua pemanjat untuk melatih komponen-komponen fisik
agar dapat menyeimbangkan posisi tubuh saat berada dipapan panjat untuk
menyelesaikan sebuah jalur dengan tingkat kesulitan apapun.
Panjat tebing adalah olahraga yang lebih mengedepankan unsur
olahraga murni (sport), semakin berjalannya waktu olahraga panjat tebing
saat ini menjadi olahraga terukur dan diperlombakan di kejuaraan-kejuaraan
dari mulai tingkat terendah hingga tertinggi. Adapun pembagian klasifikasi
kategori pemanjatan menurut FPTI (Federasi Panjat Tebing Indonesia) yang
mengacu pada UIAA (Union Internationale des Association Alpines) badan
Internasional yang membawahi federasi-federasi panjat tebing dan pendakian
gunung adalah sebagai :
1. Lead (Kesulitan)
Merupakan pemanjatan yang dilakukan dengan cara merintis
(leading), atlit diamankan (di-belay) dari bawah, setiap titik pengaman
(quickdraw) dikaitkan secara berurutan, sesuai dengan arah jalur
(sumbu jalur) pemanjatan, dan ketinggian yang dicapai atau dalam
kasus gerakan pemanjatan menyamping (traverse) atau tebing
menggantung (roof section) secara horisontal dari satu tempat
ketempat lain. Jarak yang paling lebar/jauh/dan tinggi yang dapat
31
ditempuh pada sumbu jalur, yang menentukan peringkat atlet pada
satu babak dalam perlombaan.32
Gambar 2.5. Lead (Kesulitan)
Sumber : Dok. Peneliti
2. Boulder (Kesulitan jalur pendek)
Merupakan pemanjatan yang terdiri dari sejumlah jalur masalah.
Dengan memperhatikan faktor keselamatan, setiap pemanjatan pada
jalur masalah ditambat (di-belay) dari atas hingga dari bawah atau
tanpa di-belay. Jumlah nilai secara keseluruhan yang diperoleh oleh
seorang atlet akan menentukan posisi atlet dalam satu babak dalam
perlombaan.33
32 FPTI, Peraturan Kompetisi Panjat Tebing, 2010, h.11 33 Ibid, h.11
32
Gambar 2.6. Boulder (Kesulitan Jalur Pendek)
Sumber : Dok. Peneliti
3. Speed (Kecepatan)
Merupakan pemanjatan yang dilakukan dimana seorang pemanjat
melakukan secara top-rope dan menggunakan waktu yang diperlukan
oleh atlet dalam menyelesaikan satu jalur yang akan menentukan
posisi atlet pada satu babak dalam perlombaan.34
34 Ibid, h.11
33
Gambar 2.7. Speed (Kecepatan)
Sumber : Dok. Peneliti
Grade (tingkat kesulitan) ditentukan oleh beberapa faktor yang terdapat di
media dinding panjat, yaitu : sudut kemiringan dinding panjat, bentuk poin,
jarak antar poin dan panjang lintasan jalur pemanjatan. Istilah grade
ditentukan berdasarkan klasifikasi kondisi medan pemanjatan ditebing alam,
seperti yang ditulis Ed Peters yang disadur kembali dalam diktat KMPA Eka
Citra, yaitu :
1. Tingkat Kesulitan (grade) 5.7-5.8 2. Tingkat Kesulitan (grade) 5.9 3. Tingkat Kesulitan (grade) 5.10 4. Tingkat Kesulitan (grade) 5.11 5. Tingkat Kesulitan (grade) 5.12 6. Tingkat Kesulitan (grade) 5.13-5.1435
35 KMPA Eka Citra, Diktat-Teknik Hidup Alam Bebas, (Jakarta : 2006), h.39
34
Jadi dapat disimpulkan dari para ahli diatas, bahwa tingkat kesulitan pada
jalur pemanjatan berawal dari angka 5 desimal, semakin tinggi angka
sesudah koma maka semakin sulit jalur tersebut untuk diselesaikan dan juga
semakin tinggi level jalur tersebut berpengaruh pada karakter poin pegangan,
poin kaki, kemiringan media papan panjat maupun jarak antara poin
pegangan dan kaki.
Maka atlet panjat tebing tersebut harus mempunyai komponen fisik yang
baik dan juga terlatih diantaranya : kekuatan lengan, daya tahan lengan,
kekuatan tangan hingga otot-otot jari, kekuatan otot punggung dan kekuatan
otot kaki. Selain komponen fisik, strategi, taktik dan teknik pun harus dapat
dikuasai oleh atlet panjat tebing dalam menyelesaikan sebuah jalur
pemanjatan. Karena seorang pemanjat membutuhkan keseimbangan dalam
mengatur tenaga hingga dapat menyelesaikan jalur sampai ke puncak tebing.
Teknik dalam melakukan pemanjatan adalah keterampilan seseorang
dalam menguasai pegangan tangan dan tumpuan pijakan pada kaki dalam
mengatasi tonjolan dan rekahan yang terdapat pada tebing yang digunakan
sebagai sarana memanjat. Adapun beberapa cara penggunaan tangan dan
kaki pada tebing, dan ini dapat dikelompokkan pada dua jenis kondisi tebing
itu sendiri, yaitu :
35
1. Face (permukaan tebing) adalah : Untuk kondisi Face (permukaan
tebing), jenis pijakan yang digunakan adalah :
a. Friction Step
Friction Step adalah teknik menginjak dengan tumpuan kaki
dengan menggunakan bagian sol kaki atau bagian depan kaki
pada poin dipapan tebing buatan.36 Friction step suatu teknik
pijakan pada poin yang bertumpu pada bagian sol kaki yang
memiliki karakter poin pijakan yang besar untuk tujuan
menambah ketinggian.
Gambar 2.8. Friction Step
Sumber : Dok. Peneliti
36 Ibid, h.46
36
b. Edging
Edging adalah teknik menginjak dengan tumpuan kaki dengan
menggunakan ujung kaki atau ujung sepatu pada poin dipapan
tebing buatan.37 Teknik ini bertujuan untuk menggapai poin
selanjutnya hingga pijakan pada tumpuan menggunakan ujung
kaki dan bertujuan untuk menambah ketinggian.
Gambar 2.9. Edging
Sumber : Dok. Peneliti
37 Ibid, h.46
37
c. Smearing
Smearing adalah teknik menginjak dengan tumpuan kaki dengan
menggunakan alas sepatu pada bagian depan sol sepatu pada
permukaan papan tebing buatan. 38 Pada pijakan ini seorang
pemanjat menggunakan bagian depan sol sepatunya namun
pada bagian permukaan papan tebing buatan tujuannya untuk
membantu dorongan untuk mengambil poin selanjutnya dengan
menggunakan gesekan pada permukaan papan panjat buatan.
Gambar 2.10. Smearing
Sumber : Dok. Peneliti
38 Ibid, h.46
38
d. Heel Hooking
Heel Hooking adalah teknik menginjak dengan bagian tumit
berguna untuk mengatasi pijakan-pijakan yang menggantung
atau pijakan yang berada diatas tubuh yang bertujuan untuk
menambah ketinggian.39 Pada teknik pijakan ini seorang
memanjat akan menggunakan tumitnya untuk menjadi tumpuan
yang bertujuan untuk menambah ketinggian pada pemanjatan.
Gambar 2.11. Heel Hooking
Sumber : Dok. Peneliti
39 Ibid, h.46
39
Untuk kondisi Face (permukaan tebing), jenis pegangan yang digunakan
adalah :
a. Open Grip
Open Grip adalah teknik pegangan yang biasanya mengandalkan
tonjolan pada tebing dan dipakai jika pegangan yang ada pada
tebing letaknya agak lebar. 40 Pada teknik pegangan ini posisi jari
memegang poin dengan tidak memiliki celah diantara sela-sela
jari yang bertujuan untuk menarik posisi tubuh keatas.
Gambar 2.12. Open Grip
Sumber : Dok. Peneliti
40 Ibid, h.47
40
b. Cling Grip
Cling Grip adalah teknik pegangan yang biasanya digunakan
apabila menemukan tonjolan bulat atau poin bulat dan cara
memegangnya dengan menggunakan seluruh jari untuk
mencengkram tonjolan atau poin tersebut.41 Pada teknik ini
seorang pemanjat menggunakan semua jari-jarinya untuk
menggenggam poin, namun diantara sela-sela jari dibuat jarak
yang bertujuan untuk mendapatkan keseimbangan saat
mengambil gerakan selanjutnya.
Gambar 2.13. Cling Grip
Sumber : Dok. Peneliti
41 Ibid, h.47
41
c. Vertical Grip
Vertical Grip adalah teknik pegangan yang biasanya
menggunakan bagian telapak tangan untuk mendorong tubuh
keatas yang bertujuan untuk menambah ketinggian.42 Dapat
disimpulkan bahwa pada teknik pegangan ini seorang pemanjat
menggunakan telapak tangannya yang bertujuan untuk lebih
mudahnya mendorong tubuh ke atas untuk mengambil poin
selanjutnya.
Gambar 2.14. Vertical Grip
Sumber : Dok. Peneliti
42 Ibid, h.47
42
d. Pocket Grip
Pocket Grip adalah teknik pegangan yang biasanya digunakan
pada tebing bebatuan limestone (kapur) yang banyak lubang-
lubangnya. 43 Teknik ini lebih banyak menggunakan tenaga saat
melakukan pegangan dikarenakan seorang pemanjat hanya
dapat menggunakan 1 ruas pada jari-jari tangan.
Gambar 2.15. Pocket Grip
Sumber : Dok. Peneliti
d. Pinch Grip
Pinch Grip adalah teknik pegangan yang biasanya mengandalkan
tonjolan pada tebing dan bentuk pegangannya seperti
mencubit.44 Maka pada pegangan ini lebih mengutamakan
kekuatan cengkraman seorang pemanjat, karena saat melakukan
43 Ibid, h.47 44 Ibid, h.47
43
pegangan seorang pemanjat seperti mencubit saat memegang
poin tersebut.
Gambar 2.16. Pinch Grip
Sumber : Dok. Peneliti
2. Crack (celah/retakan tebing)
Untuk kondisi pada crack (celah/retakan tebing), jenis pijakan dan
pegangan yang digunakan adalah :
a. Finger Crack
Finger Crack adalah teknik pegangan pada celah atau retakan
dengan menggunakan jari tangan, biasanya pegangan ini
digunakan bila celah atau retakan yang ada sangat kecil atau
tipis.45 Pada teknik pegangan ini seluruh jari dimasukkan secara
bertumpuk pada retakan yang ada ditebing, gunanya untuk dapat
45 Ibid, h.47-49
44
lebih mudah bagi pemanjat untuk menarik posisi badannya saat
melakukan pemanjatan.
Gambar 2.17. Finger Crack
Sumber : Dok. Peneliti
b. Off Hand Crack
Off Hand Crack adalah teknik pegangan yang digunakan bila
celah atau retakan yang ada terlalu besar untuk jari dan terlalu
kecil untuk tangan, sehingga jalan keluarnya dengan
menggunakan tiga jari atau dua jari untuk menjejal pada celah
atau retakan pada tebing.46 Pada teknik ini seorang atlet panjat
diharuskan hanya menggunakan maksimal tiga jarinya saja
46 Ibid, h.47-49
45
dalam memegang sebuah retakan dan membentuk seperti
mencubit retakan pada tebing tersebut.
Gambar 2.18. Off Hand Crack
Sumber : Dok. Peneliti
c. Hand Crack
Hand Crack adalah teknik pegangan yang digunakan apabila
celah atau retakan sudah sebesar genggaman tangan dan cara
pegangannya masih memanfaatkan kekuatan jari tangan.47
Dapat disimpulkan pada teknik ini seorang pemanjat
menggunakan hingga telapak tangannya masuk kedalam celah
atau retakan pada tebing yang berguna untuk dapat memopang
tubuh dan dapat dengan mudah menaiki tebing yang dipanjat.
47 Ibid, h.47-49
46
Gambar 2.19. Hand Crack
Sumber : Dok. peneliti
d. Fist Jamming
Fist Jamming adalah teknik pegangan yang digunakan apabila
celah atau retakan sudah sebesar genggaman tangan dan cara
pegangannya adalah dengan memanfaatkan penjejelan
genggaman tangan.48 Teknik pegangan ini seorang pemanjat
akan menggunakan seluruh telapak tangannya hingga
membentuk satu kepalan tinju yang bertujuan untuk dapat
membantu tubuh untuk menambah ketinggian.
48 Ibid, h.47-49
47
Gambar 2.20. Fist Jamming
Sumber : Dok. Peneliti
e. Layback
Layback adalah teknik dengan gerakan mendorong kaki pada
tebing yang ada dihadapan kita dengan mengeser-geserkan
tangan pada retakan tersebut keatas secara bergantian pada
saat yang sama.49 Dapat disimpulkan bahwa pada teknik ini
pemanjat akan melakukan pemanjatan dengan seluruh anggota
tubuh miring, dikarenakan jalur yang ada hanya retakan atau
celah pada tebing.
49 Ibid, h.47-49
48
Gambar 2.21. Layback
Sumber : Dok. Peneliti
e. Chimney
Chimney adalah teknik gerakan menyandarkan bagian tubuh
pada tebing yang satu dan menekan atau mendorong kaki dan
tangan pada dinding yang lain.50 Gerakan selanjutnya adalah
dengan mengeser-geserkan tangan, kaki dan tubuh sehingga
gerakan keatas nya dapat dilakukan. Chimney dibagi menjadi
beberapa macam yaitu :
1. Wriggling
Wriggling adalah teknik yang dapat dilakukan pada celah
yang tidak terlalu luas sehingga hanya cukup untuk tubuh
50 Ibid, h.47-49
49
saja.51 Teknik ini pemanjat akan menggunakan seluruh
tubuhnya untuk dapat keluar dari medan yang ada dan untuk
mencapai puncak tebing.
Gambar 2.22. Wriggling
Sumber : Dok. Peneliti
2. Backing Up
Backing Up adalah teknik yang dapat dilakukan pada celah
yang cukup luas, sehingga badan dapat menyusun dan
bergerak lebih bebas.52 Pada teknik ini seorang pemanjat
menggunakan anggota tubuhnya untuk bersandar yang
bertujuan untuk bergerak lebih bebas saat melakukan
pemanjatan.
51 Ibid, h.47-49 52 Ibid, h.47-49
50
Gambar 2.23. Backing Up
Sumber : Dok. Peneliti
3. Bridging
Bridging adalah teknik yang dapat dilakukan pada celah yang
sangat lebar sehingga hanya dapat dicapai dengan
merentangkan kaki dan tangan selebar-lebarnya.53 Teknik ini
pemanjat dapat melebarkan tungkai kaki yang ada pada dua
tebing yang bertujuan agar dapat dengan mudah memanjat
hingga mencapai puncak.
53 Ibid, h.47-49
51
Gambar 2.24. Bridging
Sumber : Dok. Peneliti
Sejumlah tebing digunakan dalam aktifitas panjat tebing bertujuan, agar
pemanjat tebing buatan memberikan inspirasi dan keasyikan tersendiri bagi
pemanjat untuk menaklukan setiap jalur dengan tingkat kesulitan (grade)
yang berbeda-beda pada setiap tebing atau papan buatan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa memanjat
tebing dengan papan buatan tidak hanya mengandalkan kekuatan lengan
untuk menyelesaikan sebuah jalur, namun kekuatan kaki pun sangat
berpengaruh terhadap pemanjatan. Posisi kaki juga sangat membantu
menentukan posisi tubuh saat akan melanjutkan gerakan selanjutnya untuk
menyelesaikan sebuah jalur dengan tingkat kesulitan (grade) yang berbeda-
beda.
52
Sebelum memulai suatu babak atau usaha pemanjatan, atlet yang
terdaftar harus diijinkan untuk melakukan demonstrasi dan observasi
pemanjatan, dimana atlet diperkenankan untuk melihat demonstrasi jalur
pemanjatan dan observasi jalur masalah. Pemanjatan demo harus dilakukan
sebanyak dua kali, pemanjatan yang pertama dengan kecepatan rendah dan
pemanjatan yang kedua dengan kecepatan penuh, hal ini akan diikuti dengan
periode observasi untuk tiap jalur yang didemonstrasikan.54
Sementara menurut Michelle Hurni berpendapat bahwa speed climbing
adalah mengenai tentang dua hal yaitu kedua mata tetap melihat keatas dan
pemanjat mencengkram pegangan secepat mungkin sementara pemanjat
tidak boleh melihat kebawah untuk melihat kaki dan kaki bergerak pada satu
waktu menolak dan mendorong.55 Saat melakukan pemanjatan dikategori
speed seorang pemanjat diwajibkan melakukan pengamatan jalur agar
mengetahui sumbu jalur yang telah dibuat. Dan saat melakukan pemanjatan
seorang atlet harus tetap konsentrasi dan fokus saat melakukan pemanjatan,
tidak boleh melihat kearah manapun karena hal tersebut akan merugikan
bagi pemanjat itu tersendiri, dengan resiko pemanjat akan tergelincir dan
dengan mudahnya lawan akan dapat meninggalkan pemanjat tersebut.
54 FPTI, Peraturan Kompetisi Panjat Tebing, 2010, h.61 55 Michelle Hurni, (Afalcon Guide, 2003), Op. Cit, h.148
53
Sumber energi yang dipakai pada saat pemanjatan kecepatan (speed)
menggunakan sistem energi Anaerobic (tanpa oksigen) waktunya antara 10-
20 detik saja, sesuai dengan yang sudah dijelaskan oleh Tudor O. Bompa,
sistem energi anaerobic yaitu :
Adenosine Triphospate (ATP) yang disimpan didalam sel otot sangat sedikit sekali, maka kehilangan energi terjadi sangat cepat sekali apabila seseorang memulai latihan fisik yang cukup berat. Tanggapan terhadap kejadaian ini, maka creatine phospat (CP) atau phosphocreatine yang tersimpan dalam sel otot, selanjutnya dipecah menjadi creatine dan phospate. Proses ini akan menghasilkan energi yang dipakai untuk merisidesis ADP+P (Adenosine diphosphate+phosphate) menjadi ATP dan selanjutnya akan dirubah sekali lagi menjadi ADP+P yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot. Perubahan CP ke C+P tidak menghasilkan tenaga yang dipakai langsung untuk kontraksi otot, melainkan dipakai untuk meresintesis ADP+P ke ATP.56 Untuk dapat mensiasati dan mengatasi jalur pada kategori speed dengan
berbagai tingkat kesulitan yang ditentukan, pemanjat harus melatih
kemampuannya, baik dari kemampuan teknik, fisik maupun mental. Semua
kemampuan tersebut dapat dilatih dengan syarat disiplin dalam berlatih dan
mengerjakan program latihan yang telah diberi dengan baik dan benar. Dari
keterangan diatas, maka kecepatan (speed) memanjat adalah salah satu
usaha seorang pemanjat untuk melakukan pemanjatan dengan secepat-
cepatnya dengan menggunakan kekuatan lengan dan kekuatan kaki dibantu
oleh seorang belayer. Untuk memperhitungkan ketinggian dinding panjat
56 Tudor O. Bompa, (York University, 1999), Op. Cit, h.19
54
serta agar dapat memperoleh kecepatan yang baik diperlukan dalam seorang
pemanjat faktor-faktor dalam hal kekuatan, kecepatan reaksi dan kelentukan.
1. Posisi pada saat melakukan start
Pemanjat berada dalam posisi start, lalu bersiap untuk melakukan
pemanjatan dengan aba-aba “bersedia, siap, ya” Dalam pemanjatan
speed record, seorang pemanjat akan melakukan pemanjatan ketika
mendengarkan aba-aba dari juri pemanjatan.
Gambar 2.25. Posisi saat start
Sumber : Dok. Peneliti
55
2. Posisi saat berada dalam pemanjatan
Setelah pemanjat mendengar aba-aba “ya”, maka pemanjat langsung
melakukan pemanjatan secepat-cepatnya menuju finish atau puncak
dalam pemanjatan. Setelah mendengarkan aba-aba untuk memulai
pemanjatan dari juri, maka pemanjat dengan secepat-cepatnya
memanjat keatas setelah mendengarkan aba-aba.
Gambar 2.26. Posisi saat pemanjatan
Sumber : Dok. Peneliti
3. Posisi pada saat finish
Pada saat finish atau puncak dalam bahasa panjat tebing, seorang
pemanjat harus menghentikan alat pengukur waktu (bel) dengan cara
memukul tombol pada bagian tengah dengan menggunakan
tangannya. Maka dapat disimpulkan bahwa saat melakukan
56
pemanjatan dalam kategori speed record ini, pemanjat diwajibkan
memanjat secepat-cepatnya lalu memberhentikan alat ukur waktu
yang berada di finish yang bertujuan untuk memenangkan
perlombaan dan mendapatkan waktu terbaik dari pihak lawan.
Gambar 2.27. Posisi saat finish
Sumber : Dok. Peneliti
Untuk prosedur pemanjatan pada kategori speed yang dikeluarkan oleh
FPTI ialah :
1. Saat dipanggil setiap pemanjat harus mengambil sebuah posisi start. 2. Pada saat diberi instruksi atau tanda untuk dimulai, masing-masing
pemanjat harus memulai pemanjatan pada jalur mereka. 3. Ketika Category Judge sedang memberikan instruksi memulai, tidak
ada lagi kebisingan. 4. Jika terjadi sebuah start yang tidak benar, seorang pemanjat yang
melakukan dua kali start yang tidak benar dalam perlombaan yang sama akan di diskualifiksi.
57
5. Jika seorang pemanjat mengalami sebuah insiden teknis, maka pemanjat lawannya harus melanjutkan pemanjatannya dan pemanjat yang mengalami insiden diperbolehkan untuk mengulang sendiri.
6. Pada ujung (top) jalur masing-masing pemanjat harus menghentikan alat pengukur waktu dengan cara memukul tombol dengan tangannya.57
Dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan sebuah pemanjatan speed
record seorang atlet panjat harus mengikuti prosedur-prosedur yang sudah
dibuat dan melakukan dengan sebaik-baiknya. Sedangkan seorang pemanjat
tidak akan dianggap berhasil menyelesaikan pemanjatan pada sebuah jalur
apabila dia :
1. Jatuh 2. Melebihi waktu yang diijinkan untuk jalur tersebut 3. Menyentuh suatu bagian dari permukaan dinding yang melewati
batas-batas yang ditandai dari pada jalur tersebut 4. Menggunakan ujung samping atau ujung atas dari pada dinding
panjat 5. Sekali telah memulai, menyentuh dasar/tanah dengan anggota badan
manapun 6. Menggunakan suatu bantuan artificial/buatan.58 Pada olahraga panjat tebing untuk meningkatkan kecepatan pada
kategori speed, seorang pemanjat harus dapat menguasai dan selalu
mengasah teknik dalam pemanjatan dengan berbagai macam jalur serta
koordinasi yang baik dan sempurna, sehingga seorang atlet tersebut
mendapatkan pencapaian prestasi yang baik melalui proses yang maksimal.
57 FPTI (Federasi Panjat Tebing Indonesia) Manual Kompetisi Panjat Tebing,
(Jakarta, FPTI, 1999), h.9 58 Ibid, h. 24
58
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa memanjat
adalah segala sesuatu aktifitas yang ditunjang dari berbagai komponen fisik,
teknik, strategi dan taktik yang sudah terlatih agar saat melakukan
pemanjatan seorang atlet dapat memindahkan tubuhnya dari satu tempat
ketempat lainnya yang lebih tinggi dengan bantuan seluruh anggota badan
sekaligus sebagain penyeimbang.
Dalam kategori speed untuk menentukan pemenang dalam satu
perlombaan ditentukan oleh waktu tercepat dan akumulasi waktu yang
diperoleh oleh seorang pemanjat. Dan pada waktu melakukan pemanjatan
ditentukan oleh faktor mekanis yang tujuan utamanya adalah membawa
anggota badan dari satu titik ke titik lainnya dalam waktu secepat-cepatnya.
4. Hakikat Sejarah Klub Olahraga Panjat Tebing UNJ
Sejarah panjat tebing Universitas Negeri Jakarta pada sekitar tahun
1988, wall pertama di Jakarta ialah wall yang berada di Menpora, sedangkan
wall kedua berada di Universitas Negeri Jakarta, oleh karena itu Universitas
Negeri Jakarta dipercayai oleh Menpora untuk mempromosikan olahraga
panjat tebing buatan ini dengan salah satu dosen pembimbing senior, yaitu
Bapak Isnue Nugroho. Namun exitensi klub panjat tebing belum terlihat saat
itu. Dimulai pada tahun 1993, lahirnya beberapa atlet olahraga panjat tebing
Universitas Negeri Jakarta dan atlet olahraga panjat tebing DKI Jakarta yang
59
bernama Evaliana H.D.S dan pada tahun berikutnya olahraga panjat tebing
Universitas Negeri Jakarta menunjukkan exsistensinya dengan beberapa
atlet Universitas Negeri Jakarta, seperti Bondan Kartiko dan lain-lainnya.
Olahraga panjat tebing Universitas Negeri Jakarta mempunyai atlet-atlet yang
berkontribusi untuk DKI Jakarta serta daerah-daerah yang memerlukan atlet
dan ada juga yang sampai menjadi atlet Nasional. Dan dibawah ini adapun
perwakilan mahasiswa Universitas Negeri Jakarta yang menjadi atlet DKI
Jakarta sampai Nasional, yaitu : Hendra Basir, S.Pd, Abdul Azizil Hakim,
S.Pd, Tita Supita, S.Or, Ardi Winoto, S.Pd, Puji Lestari, S.Or, Izzudin Abdul
Rochman dan Syarifah Abdul Rochman. Dari nama-nama diatas merekalah
atlet-atlet yang mewakili DKI Jakarta sampai Nasional yang berasal dari
mahasiswa/i Universitas Negeri Jakarta. Sampai saat ini olahraga panjat
tebing masih menunjukan exsistensinya dikancah Nasional hingga
Internasional.
60
B. Kerangka Berpikir
1. Hubungan Kecepatan Reaksi Dengan Kemampuan Memanjat
Kategori Speed Record
Dapat dikatakan Kecepatan Reaksi adalah kualitas yang sangat spesifik
yang terlihat melalui berbagai jalan yang bisa dikelompokkan antara lain :
pada tingkat rangsangan, pada tingkat pengambilan keputusan dan pada
tingkat kecepatan reaksi saat akan melakukan posisi start.
Kecepatan Reaksi dalam aktifitas panjat tebing kategori speed record
adalah kemampuan memanjat bereaksi secepat mungkin pada posisi start
terhadap stimulus yang diterima oleh telinga untuk bisa mengerti tentang apa
yang didengar dan langsung mengaplikasikannya dengan memanjat secpat-
cepatnya menuju keatas setelah mendengar aba-aba ”Ya”.
Kecepatan Reaksi pun salah satu bagian terpenting bagi pemanjat yang
coba diambil oleh peneliti, walaupun kontribusinya tidak sebesar variabel-
variabel lain karena yang diteliti hanya terbatas pada variabel Kecepatan
Reaksi terhadap Kemampuan Memanjat Kategori Speed Record. Akan tetapi
seperti yang sudah dikatakan sebelum-sebelumnya bahwa untuk mencapai
prestasi yang maksimal hal-hal sekecil apapun harus diperhatikan dengan
sedetail-detailnya.
61
Jadi dapat disimpulkan bahwa Hubungan Kecepatan Reaksi terhadap
Kemampuan Memanjat Kategori Speed Record merupakan salah satu
komponen yang sangat mendukung untuk keberhasilan prestasi seorang atle
panjat tebing. Karena aktifitas panjat tebing perlu ditunjang oleh daya
sensorik dan motorik dalam mengaplikasikan gerakan pada jalur kecepatan
saat memanjat tebing buatan, khususnya pada saat akan melakukan start
sebelum ingin melakukan pemanjatan guna mendukung tercapainya
kecepatan yang absolut.
Seperti yang dikatakan Nanyang Technological University,
Bioengineering dan University of Vienna, Anthropology didalam bukunya
yang berjudul Engineering of Sport 6: Volume 1: Developments for Sports,
menyatakan bahwa pada pemanjatan speed record, semakin tinggi
kecepatan memanjat, dan semakin tinggi kecepatan reaksi tangan, maka
semakin tinggi pula tenaga yang diberikan ke poin, dan waktu kontak dengan
poin semakin pendek.59
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan reaksi tangan yang
dimiliki oleh seorang pemanjat, maka akan semakin baik pula hasil yang
diberikan dalam waktu pemanjatan speed record hingga mencapai finish.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecepatan reaksi diduga
berhubungan dengan kemampuan memanjat kategori speed record.
59 Nanyang Technological University dan University of Vienna, Op. Cit, h. 51
62
2. Hubungan Kelentukan Dengan Kemampuan Memanjat Kategori
Speed Record
Kelentukan dapat diartikan sebagai salah satu kemampuan yang dimiliki
seseorang dalam penguluran tubuh yang luas dalam menggerakan ligamen
atau sendi seluas-luasnya dan kelentukan togok juga merupakan suatu
kualitas yang memungkinkan suatu segmen bergerak semaksimal mungkin
menurut kemungkinan geraknya. Kelentukan togok adalah aplikasi gerak
dalam olahraga panjat tebing sebagai salah satu kemapuan memanjat
menjadi kriteria yang sangat penting untuk dapat mengantisipasi berbagai
macam karakter jalur pemanjatan kategori speed record. Maka dibutuhkan
proses latihan yang terprogram dan rutin, agar dapat berkontribusi dalam
memperkarya gerakan yang lebih efisien dan efektif ketika menciptakan
rangkaian gerakan pada lintasan jalur pemanjatan pada kategori speed
record.
Kelentukan togok juga merupakan unsur kondisi fisik yang tidak dapat
dipisahkan dari keberhasilan dalam mengembangkan keterampilan memanjat
tebing, khususnya dalam kecepatan memanjat. Karena pada saat melakukan
pemanjatan dibutuhkan keluasan dan elastisitas gerak ligamen dan sendi-
sendi. Sebagaimana telah diketahui antara komponen-komponen kondisi fisik
adalah saling mempengaruhi artinya satu sama lain saling berkaitan. Jika
seseorang pemanjat memiliki kelentukan togok yang baik maka dalam
63
pemanjatan kemungkinan hasilnya akan baik pula, karena kelentukan sangat
berguna dalam membantu mengembangkan sumber tenaga, memperluas
ruang gerak atau bidang jangkauan pada kecepatan pemanjatan yang
dihasilkan dari kelentukan togok tersebut.
Didalam olahraga panjat tebing setiap atlet dituntut untuk memiliki
kelentukan yang baik, karena semakin baik kelentukan togok yang dimiliki
oleh seorang atlet panjat tebing, maka semakin membantu dalam melakukan
pemanjatan sehingga atlet lebih dapat menjaga keseimbangan dan
memungkinkan segmen bergerak semaksimal mungkin pada waktu
memanjat atau mengimbangi berat badan dengan bergerak efektif dan
efisien. Maka jelas mampunya seorang atlet memanjat dengan cepat, sangat
dipengaruhi dengan kelentukan yang dimiliki oleh atlet tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kelentukan terhadap kemampuan
memanjat kategori speed record adalah salah satu komponen yang sangat
berpengaruh dari keberhasilan seorang pemanjat menorehkan waktu terbaik
dan memanjat secepat-cepatnya meninggalkan lawan-lawannya dan
bertujuan memenangkan sebuah perlombaan pada kejuaraan olahraga
panjat tebing.
Sedangkan menurut Stackpole Books dalam bukunya yang berjudul
Climbing Your Best, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
64
kemampuan memanjat speed record diantaranya adalah kekuatan pada
cengkraman, kekuatan bahu, kekuatan perut, kelentukan, dan VO2 Max.60
Dapat disimpulkan bahwa dalam pemanjatan speed record, kelentukan
sangat diperlukan untuk memenuhi gerakan-gerakan yang baik dan efisien
dalam pengambilan poin selanjutnya yang bertujuan untuk mendapatkan
waktu terbaik dalam pemanjatan. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kelentukan diduga berhubungan dengan kemampuan memanjat
kategori speed record.
3. Hubungan Kecepatan Reaksi dan Kelentukan Dengan Kemampuan
Memanjat Kategori Speed Record
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kecepatan reaksi
berpengaruh signifikan dengan kecepatan start pada kemampuan memanjat
speed record pada papan tebing buatan, begitu juga dengan kelentukan.
Antara komponen yang satu dengan yang lainnya diyakini oleh peneliti baik
secara satu persatu maupun terpisah memiliki hubungan yang sangat
signifikan terhadap kemampuan memanjat speed record pada papan tebing
buatan. Peneliti yakin bahwa bila kedua komponen diatas berlangsung
secara efektif dan harmonis, maka akan memperkecil kesalahan yang dapat
menghambat gerakan dan percepatan dalam melakukan pemanjatan.
60 Stackpole Books, Op. Cit, h. 9
65
Kolaborasi antara kecepatan reaksi dengan kelentukan memegang
peranan yang sangat penting dalam upaya seorang pemanjat melakukan
start yang baik dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kemampuan
memanjat speed record tersebut untuk menyelesaikan jalur dengan secepat-
cepatnya.
Dalam hal ini seorang pemanjat mendemonstrasikan kecepatan mereaksi
dan menggabungkannya dalam kelentukan togok yang baik untuk
mendapatkan gerakan yang sempurna saat menerima aba-aba pada posisi
ingin melakukan start pada saat perlombaan berlangsung. Dengan demikian
pemanjat dapat memperlebar jarak pemanjatan dengan pemanjat yang
berada disebelahnya, dan menghasilkan waktu pemanjatan terbaik atau
membuat rekor waktu terbaik.
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir yang telah
dikemukakan diatas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi dengan
kemampuan memanjat kategori speed record pada Klub Panjat Tebing
Universitas Negeri Jakarta.
66
2. Terdapat hubungan yang berarti antara kelentukan dengan
kemampuan memanjat kategori speed record pada Klub Panjat Tebing
Universitas Negeri Jakarta.
3. Terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi dan
kelentukan dengan kemampuan memanjat kategori speed record pada
Klub Panjat Tebing Universitas Negeri Jakarta.