BAB II KERANGKA KONSEPTUALrepository.ub.ac.id/6591/3/3. BAB II.pdfTerhadap Pembentukan Kawasan Taman...
Transcript of BAB II KERANGKA KONSEPTUALrepository.ub.ac.id/6591/3/3. BAB II.pdfTerhadap Pembentukan Kawasan Taman...
19
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
Bab ini memaparkan tiga hal penting.Pertama, studi terdahulu, bagian ini
merupakan acuan atau referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian serta
dapat menerangkan keorisinalitas penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Kedua,
teori perubahan sosial digunakan sebagai analisis perubahan sosial Masyarakat
Desa Ngadas yang terjadi pasca penetapan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru dan konsep kesejahteraan masyarakat yang digunakan sebagai pisau
analisis penelitian terkait dengan pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat Desa
Ngadas. Ketiga, alur piker yang memaparkan terkait alur pikir penelitian ini.
2.1 Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini dipaparkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan
dengan permasalahan yang diteliti. Dipaparkannya penelitian terdahulu ini dengan
maksud untuk melihat urgensitas kajian mengenai perubahan sosial dan
kesejahteraan sosial masyarakat desa enclave pasca penetapan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru.Selanjutnya menjadi bahan perbandingan sekaligus
referensi berkenaan dengan penelitian ini.
Pertama, Oktania Kusuma Handayani, Nilai Ekonomi Pemanfaatan
Kawasan Konservasi Bagi Masyarakat Sekitar Resort Bodogol Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango.1 Diterbitkan pada tahun 2015, tulisan ini mengulas dan
1Oktania Kusuma Handayani,” Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Konservasi Bagi
Masyarakat Sekitar Resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pan grango”, Skripsi
20
mengidentifikasi pola-pola pemanfaatan kawasan dan mengukur tingkat
ketergantungan masyarakat terhadap kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Pola-pola pemanfaatan kawasan yang dilakukan berupa kegiatan
pertanian, perkebunan dan pemanfaatan hasil hutan. Tulisan ini juga menghitung
nilai ekonomi langsung dari setiap hasil hutan dan kegiatan pemanfaatan kawasan
taman nasional yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan Resort
Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Sekaligus mengukur tingkat
ketergantungan masyarakat terhadap kawasan Resort Bodogol Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango. Tulisan ini menggunakan konsep ketergantungan
masyarakat dan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Kedua, Zain Panji Pangestu, Sikap Petani Lereng Gunung Merbabu
Terhadap Pembentukan Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu di Kecamatn
Selo Kabupaten Boyolali.2 diterbitkan pada tahun 2011. Tulisan ini mengulas
tentang faktor-faktor pembentuk sikap petani lereng gunung merbabu terhadap
Taman Nasional Gunung Merbabu di Kecamatan Selo kabupaten Boyolali, dan
mengkaji hubungan antara sikap petani lereng Gunung Merbabu dengan Taman
Nasional Gunung Merbabu (TNGMb). Selanjutnya hasil penelitian menunjukan
bahwa sikap petani lereng gunung merbabu terhadap konsep program TNGMb
dalam kategori positif sebanyak 42 orang (70%), sikap petani lereng gunung
merbabu terhadap tujuan program TNGMb dalam kategori positif sebanyak 32
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor, 2015 du unduh di http://repository.itb.ac.id/ pada tanggal 1 Maret 2017 pukul 16.49 2Zain Pan ji Pangestu, “Sikap Petani Lereng Gunung Merbabu Terhadap Pembentuan Kawasan
Taman Nasional Gunung Merbabu di Kecamatn Selo Kabupaten Boyolali ”. Skripsi Jurusan
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
2011. Di unduh di http://digilib.uns.ac.id/ pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 22.39
21
orang (53,3%), sikap petani lereng gunung merbabu terhadap kegiatan program
TNGMb dalam kategori positif sebanyak 47 orang (78,3%), sikap petani lereng
gunung merbabu terhadap dampak program TNGMb dalam kategori positif
sebanyak 33 orang (55%).
Sedangkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengalaman
pribadi, tingkat pengaruh orang yang dianggap penting, tingkat penggunaan media
massa dan tingkat pendidikan format dengan sikap petani lereng gunung merbabu
terhadap pembentukan kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb).
Sebaliknya terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengaruh
kebudayaan, kepercayaan, adat dan pendidikn non formal dengan sikap petani
lereng gunung merbabu terhadap program pembentukan kawasan Taman Nasional
Gunung Merbabu (TNGMb). Tulisan ini mengunakan konsep pembangunan
kehutanan dan sikap, dengan mengunakan metode kuantitatif.
Ketiga, Faris Priyanto, Dampak Zonasi Taman Nasional Karimunjawa
Terhadap Strategi Nafkah Nelayan Kompresor. ( Studi Kasus Desa Karimunjawa,
Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Jepara).3 diterbitkan pada tahun 2011.
Tulisan ini memaparkan dan menganalisis dampak kehadiran Taman Nasional
Karimunjawa beserta dengan zonasi perairan laut terhadap nafkah nelayan, dan
menganalisi eksistensi keberadaan zona lingkungan Taman Nasional
Karimunjawa. Selanjutnya hasil dari penelitian ini juga menunjukan bahwa
penetapan zonasi Taman Nasional Karimunjawa tidak serta merta menyelesaikan
3Faris Priyanto, “DamPak Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Terhadap Strategi Nafkah
Nelayan Kompresor. ( Studi Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa Kabupaten
Jepara)”, Skripsi Departemen sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi
Manusia Institut Pertanian Bogor, 2011, d i unduh di http://repository.itb.ac.id/ pada tanggal 5
maret 2017 pada pukul 19.16
22
masalah yang ada, karena keberadaanya tidak sepenuhnya dipahami dan dipatuhi
oleh masyarakat. Sebagian besar nelayan kompressor mencari ikan disemua
kawasan Taman Nasional Karimunjawa karena mereka tidak mengetahui tentang
zonasi kawasan.
Efektifitas pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa dipengaruhi oleh
kealitas sumberdaya manusia, ketersidaan sarana dan prasarana, serta dukungan
anggaran yang memadahi. Taman Nasional Karimunjawa juga mampu
meningkatkan diversifikasi nafkah dengan mendorong pertumbuhan sektor
pariwisata, namun tidak mempengaruhi daerah tangkap dan alat tangkap nelayan
kompresor. Sehingga dapat dikatakan bahwa manajemen zonasi yang dilakukan
oleh Balai Taman Nasional karimunjawa belum efektif. Tuisan ini menggunakan
konsep zonasi kawasan taman nasional dengan metode kuantitatif dengan
didukung data kualitatif.
Keempat, Vahya Annisaningrum, Dampak Penetapan Taman nasional
Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Desa Ranu Pani,
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru).4 Diterbitkan pada tahun 2016. Tulisan
ini memaparkan tentang bagaimana kondisi sosial masyarakat Desa Ranu Pani
sebelum dan sesudah taman nasional ditetapkan, dan melihat pengaruh taman
nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga petani, dan juga melihat akses
masyarakat sebelum dan setelah Desa Ranu Pani menjadi desa enclave. Setelah
4Vahya Annisaningrum, DamPak Penetapan Taman nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah
Tangga Petani (Studi Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru), Skripsi
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Mas yarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor, 2016. Di unduh http://repository.itb.ac.id/ pada tanggal 27 Februari 2017 pada
pukul 22.08
23
taman nasional ditetapkan, akses masyarakat terhadap sumber daya alam seperti
kayu dan air semakin terbatas terutama akses terhadap sumber daya lahan, berada
di tengah kawasan konservasi membuat masyarakat yang seluruhnya merupakan
petani tidak bisa memperluas lahan pertanian mereka. Akibatnya dari tahun ke
tahun lahan pertanian yang dimiliki oleh rumah tangga petani semakin sedikit.
Dan luas lahan pertanian dapat berpengaruh pada kesejahteraan rumah tangga
petani, dapat dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan tingkat
perumahan serta lingkungan. Tulisan ini mengunakan konsep agraria dan teori
akses menurut Ribot dan Peluso melalui pendekatan kuantitatif dengan didukung
data kualitatif.
Kelima, Chaerul Ramdani, Strategi Penembangan Wisata Alam Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango Cibodas Cianjur Jawa Barat.5 Diterbitkan pada
tahun 2008. Tulisan ini mengulas tentang strategi yang menjadi prioritas dalam
pengembangan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sekaligus juga
mengulas tentang alternatif strategi yang paling tepat dikembangkan di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango. Selain itu tulisan ini juga mengulas tentang
kondisi lingkungan internal dan eksternal dalam mengembangkan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango.
Dapat dilihat hasilnya bahwa kondisi internal yang bisa menjadi kekuatan
dalam upaya-upaya pengembangan pengelolaan wisata alam Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (TNGP) diantaranya aksesbilitas lokasi, pelayanan
5Chaerul Ramdani, Strategi Penembangan Wisata Alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Cibodas Cianjur Jawa Barat, Skripsi, Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2008 di unduh di http://repository.itb.ac.id
pada tanggal 01 Maret 2017.
24
karyawan, peran litbang, kualitas SDM, sistem pencatatan keuangan, hubungan
internal SDM, tarif masuk kawasan wisata, konsep wisata yang berbasis
lingkungan hidup dan pendidikan, pengunanan sistem informasi manajemen,
tersedianya sarana prasaranan pengunjung dan menawarkan produk wisata lainnya
seperti budidaya tanaman hias dan obat, sedangkan faktor internal yang menjadi
kelemahan diataranaya tingkat promosi, kualitas SDM, kondisi infrastruktur yang
kurang diremajakan karena sudah rusak, kondisi keuangan perusahaan,
penyuluhan dan pembinaan hutan konservasi di kawasan wisata, adanya jalur non
formal yang mengakses ke kawasan wisata. Sama hanya faktor eksternal juga
memiliki kekuatan dan juga kelemahan. Untuk alternatif strategi salah satunya
yakni tetap mempertahankan konsep wisata yang sudah ada dan mengoptimalkan
sistem informasi baik dalam operasional maupun promosi. Penilitian ini
mengunakan konsep manajemen strategi dengan mengunakan metode kuantitatif
dengan didukung data kualitatif.
Berdasarkan sejumlah penelitian diatas,dapat ditarik kesimpulan bahwa
penelitian ini berbedadengan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah
disebutkan. Penelitian-penelitian sebelumnya memaparkan tentang keterkaitan
antara kawasan Taman Nasional dengan pola pemanfaatan dan tingkat
ketergantungan masyarakat, begitu juga keterkaitan antara kondisi, sikap, akses
masyarakat petani serta kesejahteraan petani dan nafkah nelayan dengan taman
nasional. dan strategi pengembangan wisata alam. Perlu diperhatikan bahwa
penelitian ini mengandung hal baru karena pemikiran yang berbeda, yaitu
membahas perubahan sosial masyarakat desa enclave pasca penetapan Taman
25
Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap kesejahteraan masyarakat Desa
Ngadas. Berdasarkan beberapa deskripsi penjelasan di atas, penelitian terdahulu
secara singkat dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan Penelitian ini
Judul Penelitian Deskripsi Penelitian Perbedaan dengan
penelitian ini
Oktania Kusuma
Handayani, 2015 “Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan
Konservasi Bagi Masyarakat Sekitar
Resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”.
Tulisan ini mengulas dan
mengidentifikasi pola-pola pemanfaatan
kawasan dan mengukur
tingkat ketergantungan masyarakat terhadap
kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Pola-pola
pemanfaatan kawasan yang dilakukan berupa
kegiatan pertanian, perkebunan dan
pemanfaatan hasil hutan.
Tulisan ini juga menghitung nilai
ekonomi langsung dari setiap hasil hutan dan kegiatan pemanfaatan
kawasan taman nasional yang dilakukan oleh
masyarakat disekitar kawasan Resort Bodogol Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango. Sekaligus mengukur
tingkat ketergantungan masyarakat terhadap
kawasan Resort Bodogol
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tulisan
ini menggunakan konsep ketergantungan
masyarakat, dengan
menggunakan metode
Peneliti sebelumnya
menjelaskan tentang pola-pola pemanfaatan kawasan dan mengukur tingkat
ketergantungan masyarakat terhadap kawasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango. Tulisan ini menggunakan konsep
ketergantungan masyarakat. Sedangkan peneliti sekarang
berfokus pada perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan
kesejahteraan sosial masyarakat Desa Ngadas pasca penetapan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru, dengan
mengunakan teori rasionalisme Max Weber dan konsep kesejahteraan
sosial.
26
penelitian deskriptif kualitatif.
Zain Panji Pangestu,
2011, “Sikap Petani Lereng Gunung
Merbabu Terhadap Pembentukan Kawasan Taman
Nasional Gunung Merbabu di
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.”
Tulisan ini mengulas
tentang faktor- faktor pembentuk sikap petani
lereng Gunung Merbabu terhadap Taman Nasionl Gunung Merbabu di
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, dan
mengkaji hubungan antara sikap petani lereng Gunung Merbabu dengan
Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb).
Selanjutnya hasil penelitian menunjukan bahwa sikap petani
lereng Gunung Merbabu terhadap konsep program
TNGMb dalam kategori positif sebanyak 42 orang (70%), sikap
petani lereng Gunung Merbabu terhadap tujuan program TNGMb dalam
kategori positif sebanyak 32 orang (53,3%), sikap
petani lereng Gunung Merbabu terhadap kegiatan program
TNGMb dalam kategori positif sebanyak 47
orang (78,3%), sikap petani lereng Gunung Merbabu terhadap
dampak program TNGMb dalam kategori
positif sebanyak 33 orang (55%). Sedangkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara tingkat pengalaman pribadi,
tingkat pengaruh orang yang dianggap penting, tingkat pengguanaan
Penelitian Zain Panji
Pangestu membahans mengenai faktor- faktor
pembentuk sikap petani lereng Gunung Merbabu terhadap Taman Nasionl
Gunung Merbabu di Kecamatan Selo kabupaten
Boyolali, dan mengkaji hubungan antara sikap petani lereng Gunung
Merbabu dengan Taman Nasional Gunung Merbabu
(TNGMb). Tulisan ini mengunakan konsep pembangunan kehutanan
dan sikap. Sedangkan peneliti sekarang berfokus
pada perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru dan kesejahteraan sosial masyarakat Desa
Ngadas pasca penetapan Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru, dengan mengunakan teori rasionalisme Max Weber
dan konsep kesejahteraan sosial.
27
media massa dan tingkat pendidikan formal
dengan sikap petani lereng Gunung Merbabu terhadap pembentukan
kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu
(TNGMb). Sebaliknya terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pengaruh kebudayaan, kepercayaan, adat dan
pendidikan non formal dengan sikap petani lereng Gunung Merbabu
terhadap program pembentukan kawasan
Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb). Tulisan ini mengunakan
konsep pembangunan kehutanan dan sikap,
dengan mengunakan metode kuantitatif.
Faris Priyanto, 2011, “Dampak Zonasi
Taman Nasional Karimunjawa
Terhadap Strategi Nafkah Nelayan Kompresor. ( Studi
Kasus Desa Karimunjawa,
Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Jepara)”
Tulisan ini memaparkan dan menganalisis
dampak kehadiran Taman Nasional
karimunjawa beserta dengan zonasi perairan laut terhadap nafkah
nelayan, dan menganalisi eksistensi keberadaan
zona lingkungan Taman Nasional Karimunjawa. Selanjutnya hasil dari
penelitian ini juga menunjukan bahwa
penetapan zonasi Taman Nasional Karimunjawa tidak serta merta
menyelesaikan masalah yang ada, karena
keberadaanya tidak sepenuhnya dipahamidan dipatuhi oleh
Peneliti sebelumnya memaparkan dan
menganalisis dampak kehadiran Taman Nasional
Karimunjawa beserta dengan zonasi perairan laut terhadap nafkah nelayan,
dan menganalisi eksistensi keberadaan zona lingkungan
Taman Nasional Karimunjawa. Tuisan ini menggunakan konsep zonasi
kawasan taman nasional. Sedangkan peneliti sekarang
berfokus pada perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan
kesejahteraan sosial masyarakat Desa Ngadas pasca penetapan Taman
28
masyarakat. Efektifitas Pengelolaan Taman
Nasional Karimunjawa dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia,
ketersediaan sarana dan prasarana, serta
dukungan anggaran yang memadahi. Taman Nasional Karimunjawa
juga mampu meningkatkan
diverifikasi nafkah dengan mendorong pertumbuhan sektor
pariwisata, namun tidak mempengaruhi daerah
tangkap dan alat tangkap nelayan kompressor. Tuisan ini menggunakan
konsep zonasi kawasan taman nasional dengan
metode kuantitatif dengan didukung data kualitatif.
Nasional Bromo Tengger Semeru, dengan
mengunakan teori rasionalisme Max Weber dan konsep kesejahteraan
sosial.
Vahya Annisaningrum,
2016, “Dampak Penetapan Taman
Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (Studi
Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru)”
Tulisan ini memaparkan
tentang bagaimana kondisi sosial masyarakat
Desa Ranu Pani sebelum dan sesudah taman nasional ditetapkan, dan
melihat pengaruh taman nasional terhadap
kesejahteraan rumah tangga petani, dan juga melihat akses masyarakat
sebelum dan setelah Desa Ranu Pani menjadi
desa enclave. Setelah taman nasional ditetapkan, akses
masyarakat terhadap sumber daya alam seperti
kayu dan air semakin terbatas terutama akses terhadap sumber daya
Peneliti sebelumnya
membahas tentang bagaimana kondisi sosial
masyarakat Desa Ranu Pani sebelum dan sesudah taman nasional ditetapkan, dan
melihat pengaruh taman nasional terhadap
kesejahteraan rumah tangga petani, dan juga melihat akses masyarakat sebelum
dan setelah Desa Ranu Pani menjadi desa enclave.
Tulisan ini mengunakan konsep agraria dan teori akses menurut Ribot dan
Peluso. Sedangkan peneliti sekarang berfokus pada
perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan Taman Nasional
29
lahan, berada di tengah kawasan konservasi
membuat masyarakat yang seluruhnya merupakan petani tidak
bisa memperluas lahan pertanian mereka.
Tulisan ini mengunakan konsep agraria dan teori akses menurut Ribot dan
Peluso pendekatan kuantitatif dengan
didukung data kualitatif.
Bromo Tengger Semeru dan kesejahteraan sosial
masyarakat Desa Ngadas pasca penetapan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru, dengan mengunakan teori
rasionalisme Max Weber dan konsep kesejahteraan sosial.
Chaerul Ramdani, 2008, “Strategi
Penembangan Wisata Alam Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango Cibodas Cianjur Jawa Barat”,
Tulisan ini mengulas tentang strategi yang
menjadi prioritas dalam pengembangan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, sekaligus juga menguas tentang
alternatif strategi yang paling tepat dikembangkan di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango. Selain itu tulisan ini juga mengulas
tentang kondisi lingkungan internal dan
eksternal dalam mengembangkan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Penilitian ini mengunakan konsep
manajemen strategi dengan mengunakan metode kuantitatif
dengan didukung data kualitatif.
Penilitian Chaerul Ramdani mengulas tentang strategi
yang menjadi prioritas dalam pengembangan Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango, sekaligus juga menguas tentang
alternatif strategi yang paling tepat dikembangkan di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango. Selain itu tulisan ini juga mengulas tentang kondisi lingkungan
internal dan eksternal dalam mengembangkan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango. Penilitian ini mengunakan konsep
manajemen strategi. Sedangkan peneliti sekarang
berfokus pada perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan
kesejahteraan sosial masyarakat Desa Ngadas pasca penetapan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru, dengan
mengunakan teori rasionalisme Max Weber dan konsep kesejahteraan
30
sosial.
Sumber: hasil olahan peneliti, 2017
2.2 Kerangka Teoritik
Pada sub bab ini, peneliti memaparkan beberapa kerangka teori yang
berkenaan dengan judul yang dipilih. Kerangka teori ini nantinya dapat menjadi
acuan dasar peneliti dalam menelisik lebih jauh penelitian.
2.2.1 Teori Perubahan Sosial
Membahas mengenai Teori perubahan sosial, August Comte dalam Agus
Salim membagi menjadi dua konsep, yaitu bangunan struktural (social static) dan
dinamika Struktural (social dynamics).6 Perubahan bangunan strukrural dan
dimanika struktural merupakan dua hal yang saling terkait, serta tidak dapat
dipisahkan. Struktur dapat digambarkan sebagai hierarki masyarakat yang
memuat pengelompokan masyarakat berdasarkan kelas-kelas tertentu, sedangkan
dinamika sosial merupakan proses perubahan kelas-kelas masyarakat itu dari satu
masa ke masa yang lain.7 Struktur sosial pada dasarnya tidak sekedar perubahan
struktur, melainkan terjadi perubahan kemasyarakatan (Societal change), dengan
demikian dapat dinyatakan societal change in societal structure.8 Perubahan yang
terjadi mencangkup perubahan tiga struktur diawali dengan perubahan struktur
ekonomi, kemudian perubahan pada struktur sosial dan sampai pada perubahan
ideological super strukture.9
6Agus Salim, Perubahan Sosial (Sketsa Teori dn Refleksi Metodologi Kaasus Indonesia ), 2014,
Yogyakarta : Tiara Wacana, hlm 9 7Ibid, hlm 10
8Ibid, hlm 17
9Ibid, hlm 17
31
Perubahan sosial merupakan suatu realitas yang majemuk, bukan realitas
tunggal yang diakibatkan oleh dinamika masyarakat tertentu, perubahan sosial
adalah suatu bentuk peradaban umat manusia akibat adanya eskalasi perubahan
alam, biologi, fisik yang terjadi sepanjang kehidupan manusia.10 Samuel Koeing
mendefinisikan bahwa perubahan sosial sebagai modifikasi yang terjadi dalam
pola-pola kehidupan manusia, disebabkan oleh perkara-perkara intern atau
ekstern.11 Damsar berpendapat bahwa perubahan sosial masyarakat merupakan
perubahan yang mengacu pada cara orang atau masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langkah.12
Pola perubahan sosial ada dua macam, yaitu yang datang dari negara
(state) dan yang datang dari bentuk pasar bebas (free market).13 Perubahan yang
dikelolah oleh pemerintah berorientasi pada ekonomi garis komando yang datang
secara terpusat, sedangkan yang datang dari pasar bebas campur tangan
pemerintah sangat terbatas.14 Perubahan yang datang dari negara seringkali berupa
pemberdayaan dibidang-bidang tertentu, Perubahan yang berasal dari pemerintah
berbentuk suatu kebijakan atau program tujuannya untuk pengentasan kemiskinan
dan memandirikan masyarakat. Dalam hal ini melihat bagaimana perubahan yang
dialami masyarakat Desa Ngadas Setelah dan Sesudah ditetapkanya kawasan
konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru oleh Menteri Kehutanan
pada 1997, apakah berdampak pada kesejahteraan atau malah kesenjangan dan
10
Ibid, hlm 1 11
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 2010, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm
89. 12
Damsar, Sosiologi Ekonomi, 2002Jakarta : PT Raja Grasindo Persada, hal 7. 13
Op-cit, Agus Salim, hlm 13 14
Op-cit, Agus Salim, hlm 13
32
kesengsaraan. Menurut Robert H. Lauer, Pemerintah adalah sumber utama
perubahan, dan kebanyakan arah perubahan dalam suatu masyarakat dengan
pemerintah pusat yang kuat, harus dipahami menurut aktifitas pemerintah
bersangkutan.15 Sedang Marxis memandang negara adalah organisasi reaksioner
yang melayani kepentingan kelas orang kaya, dan menentang adanya perubahan.16
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat dibedakan menjadi
beberapa bentuk, yaitu perubahan yang terjadi secara cepat (revolusi), perubahan
secara lambat (evolusi), perubahan yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan.17 Perubahan dapat terjadi dengan lambat, sedang atau keras,
tergantung situasi (fisik, buatan atau sosial) yang mempengaruhinya.18 Seperti
hanya rasionalitas bisa mengerakkan banyak perubahan sosial dan mengubah
perilaku kehidupan setiap orang secara kontekstual.19 Kemudian perubahan sosial
memiliki ciri yaitu berlangsung terus menerus dari waktu ke waktu, apakah
direncanakan atau tidak yang terus terjadi tak tertahankan.20 Bentuk dan ciri
perubahan tersebut dalam konteks ini akan menjadi acuan untuk menelaah lebih
lanjut mengenai perubahan sosial yang dialami masyarakat Desa Ngadas dari segi
dampak yang ditimbulkan, seperti pemberdayaan yang dilakukan oleh Taman
Nasional sudah bisa memberikan dampak positif atau bahkan negatif.
15
Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, 1989, Jakarta : Bina Aksara, hlm 319 16
Ibid, hlm 314 17
Loc-Cit, Agus Salim, hlm 13 18
Loc-Cit, Agus Salim, hlm 11 19
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, 2001, Jakarta : Rajawali Pers,
hlm 47. 20
Loc-Cit, Agus Salim h lm 10
33
Proses perubahan sosial meliputi proses reproduction dan proses
transformation.21 Proses Reproduction merupakan proses mengulang-ulang,
menghasilkan kembali segala hal yang diterima sebagai warisan budaya dari
nenek moyang kita sebelumnya.22 Proses Transformation merupakan suatu proses
menciptakan hal baru yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
berubah adalah aspek budaya yang bersifat material sedangkan yang bersifat
norma dan nilai cenderung dipertahankan dan sulit diadakan perubahan.23 Melihat
Desa Ngadas merupakan desa Adat dari Suku Tengger dan memiliki kearifan
lokal tersendiri serta pola masyarakat Desa Ngadas bergantungan terhadap alam
sekitar, yang dari pihak taman nasional ingin mengalihkan ketergantungan
tersebut dalam pola pemberdayaan kesektor lain, seperti pariwisata, apakah sudah
bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau sebaliknya.
Roy Bhaskar dalam Agus Salim menyatakan, Reproduction berkaitan
dengan lampau perulaku masyarakat, yang berhubungan dengan masa sekarang
dan masa yang akan datang.24
21
Loc-Cit, Agus Salim, hlm 20. 22
Loc-Cit, Agus Salim, hlm 20 23
Loc-Cit, Agus Salim, hlm 21 24
Loc-Cit, Agus Salim, hlm 20
34
Bagan 2.1 Pola Pemikiran Roy Bhaskar Tentang Reproduction dan trasformation
Reproduction ¾ Pengulangan berlaku universal (semua organisasi)
1/3 mengubah Transformation
The Past The Present The Fature
(dikutip dari Agus Salim Perubahan Sosial (Sketsa Teori dn Refleksi Metodologi Kaasus
Indonesia), 2014, Yogyakarta : Tiara Wacana)
Menurut Karl Marx perubahan sosial hanya mungkin terjadi karena
konflik kepentingan material (benda) atau hal yang bersifat material
(dibendahkan).25 Sedangkan pemikiran Max Weber yang dapat berpengaru pada
teori perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang dimiliki.26 Konsep
Emile Durkheim tentang perubahan sosial bertolak dari pembagian Kerja (The
Division of Labour), yang menyatakan bahwa proses pembagian kerja
berkembang karena lebih banyak individu dapat berinteraksi satu sama lain.27
Mengacu pada masyarakat Desa Ngadas lebih dulu bertempat tinggal di kawasan
tersebut, sebelum kawasan tersebut dijadikan taman nasional, tentu akan ada
konflik-konflik antara taman nasional dan masyarakat, seperti kepentingan lahan.
Dengan demikian apakah konflik tersebut berdampak pada kesejahteraan atau
malah sebaliknya, dengan menacu pada upaya-upaya penyelesaikan konfliknya.
Menurut Marx ada tiga tema menarik mengenai perubahan sosial di
lingkungan masyarakat, dalam konsepsi Marx, perubahan sosial ada pada kondisi
25
Loc-Cit, Agus Salim h lm 38 26
Loc-Cit, Agus Salim h lm 38 27
Loc-Cit,Agus Salim hlm 55
35
historis yang melekat pada perilaku manusia secara luas.28 Ketiga tema itu
diantaranya :
Pertama, perubahan sosial menekankan pada konsisi materialistis berpusat pada perubahan-perubahan cara atau teknik-teknik produksi material
sebagai sumber perubahan sosial budaya. Kedua, perubahan sosial utama adalah kondisi-kondisi material dan cara-cara produksi disatu pihak dan hubungan-hubungan sosial serta norma-norma pemilikan dipihak yang lain
pihak, mulai dari komunitas bangsa primitif sampai bentuk kapitalis modern. Ketiga, dapat dinyatakan bahwa manusia menciptakan sejarah
materialnya sendiri, selama ini mereka berjuang menghadapi lingkungan materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam proses pembetukannya.29
Unsur perubahan sosial yang mempengaruhi dinamika aspek-aspek
srukturak dalam masyarakat. Ada lima unsur yang dapat dirunut sebagai kekuatan
eksternal dan menjadi mesin pengerak perubahan sosial, yang memiliki potensi
penuh mengubah masyarakat di negara berkembang. Informasi komunikasi,
birokrasi, ideologi, modal dan teknologi.30 Sebuah perubahan tentu akan
membawa dampak yang ditimbulkan, baik itu positif maupun negatif dan dampak
langsung maupun tidak langsung.
Dampak positif diantaranya : manusia semakin mudah dan cepat menyelesaikan aktifitasnya, integrasi sosial semakin tinggi, kualitas
individu dan masyarakat semakin baik, mobilitas sosial semakin cepat dan dan pola pikir manusia semakin berkembang. Sedangkan dampak negatifnya antara lain : meningkatnya angka kemiskinan, jumlah
penganguran semakin tinggi, peningkatan angka kriminalitas, terjadi konflik sosial, individualitas semakin meningkat dan pencemaran
lingkungan.31 Terjadinya suatu perubahan sosial pada masyarakat lantaran karena adanya
suatu faktor, dan diantara faktor-faktor tersebut dapat memperngaruhi terjadinya
28
Loc-Cit, Agus Salim h lm 36 29
Loc-Cit, Agus Salim h lm 37 30
Loc-Cit, Agus Salim h lm 13 31
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial, Perpektif Klasik, modern, posmodern dan
poskolonial. 2016, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, hlm 26-29
36
suatu perubahan, beberapa faktor tersebut dibagi dua ada yang dari dalam dan
luar, diataranya :
1. Faktor Internal
a. Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan Jumlah penduduk, pertambahan penduduk yang sangat cepat, akan mengakibatkan perubahan dalam struktur masyarakat, khususnya
dalam struktur kemasyarakatanya. b. Adanya penemuan-penemuan baru yang berkembang di masyarakat,
baik penemuan yang bersifat baru (discovery) maupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama (Invention),
c. Munculnya berbagai bentuk pertentangan (conflic) dalam masyarakat, pertentangan ini bisa terjadi antara individu dengan kelompok atau
antara kelompok dengan kelompok, d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga mampu menyulut
terjadinya perubahan-perubahan besar. Revolusi yang terjadi pada
suatu masyarakat akan berakibat berubahnya segala tata yang berlaku pada lembaga- lembaga kemasyarakatannya.32
2. Faktor Ekternal
a. Adanya pengaruh bencana alam, kondisi ini terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi meninggalkan tanah
kelahiranya, b. Adanya peperangan, baik perang saudara maupun perang antar negara
dapat menyebabkan perubahan, karena pihak yang menang biasanya
akan dapat memaksa ideologi dan kebudayaanya kepada pihak yang kalah,
c. Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain, bertemunya dua kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan perubahan. Jika pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa Paksaan, maka
disebut demonstration effect.33
Selain foktor penyebab ada pula faktor pendorong dan penghambat dalam
suatu prubahan sosial di antaranya :
1. Faktor pendorong
32
Jurnal, Abdul Karim, perpustakaan dan Perubahan Sosial, Fakultas Dakwah Universitas Islam
Negeri Sumatra Utara, 2012. Diunduh di http://repository.uinsu.ac.id/ pada 11 maret 2017 pukul
12.24 33
Ibid.
37
a. Kontak dengan budaya lain. Bertemunya budaya yang berbeda
menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing.
b. Sistem pendidikan formal yang maju, Dengan tingkat pendidikan yang tinggi bisa menilai apakah perlu terjadinya suatu perubahan
atau tidak. c. Sikap menghargai kaya seseorang dan keinginan untuk maju,
sebuah hasil karya dapat memotivasi seseorang untuk mengikuti
jejak karya orang lain, orang yang berfikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan diri.
d. Adanya toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Asal bukan suatu tindak pidana dan hal ini dapat menimbulkan suatu hal kreatif,
e. Sistem stratifikasi yang terbuka, masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan
sesamanya. f. Penduduk yang heterogen, masyarakat heterogen akan dapat
mendorong terjadinya suatu perubahan demi terciptanya
keselarasan sosial. g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu,
ketidakpuasan ini bisa menimbulkan reaksi berupa perlawanan, pertentangan dan berbagai gerakan revolusi atau upaya-upaya untuk mengubahnya.
h. Adanya orientasi masa depan, pandangan manusia yang senantiasa berorientasai ke masa depan akan membuat masyarakat maju dan
mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
i. Adanya nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk
memperbaiki perubahanya.34
2. Faktor Penghambat a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain,
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat c. Sikap masyarakat yang tradisional,
d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau (versted interest),
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada ingrasi kebudayaan,
f. Perasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup,
g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis
34
Op-Cit, Nanang hlm 19-21
38
h. Adat atau kebiasaan, adat atau kebiasaan merupakan pola perilaku
bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
i. Adanya nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak
mungkin diperbaiki.35
2.2.2 Teori Perubahan Sosial Menurut Max Weber
Teori perubahan sosial Max Weber pada dasarnya melihat perubahan yang
terjadi pada masyarakat akibat pergeseran nilai yang menjadi orientasi dari
kehidupan masyarakat. Pemikiran Weber yang dapat berpengaruh pada teori
perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang dimiliki. Menurut Weber,
bentuk rasionaisme meliputi mean (alat) yang menjadi sasaran utama dan ends
yang meliputi aspek kutural, sehingga dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya
manusia (berangkat dari orang barat) hidup dengan pola pemikiran rasional yang
ada pada perangkat alat yang dimiliki dan kebudayaan yang mendukung
kehidupanya.36.
Rasionalisme merupakan suatu kerangka acuhan maka masalah keunikan
orientasi subjektif individu serta motivasinya sebagian dapat diatasi37. Pola
tindakan rasional yang menjadi awal dalam pembentuk tindakan sosial, dan dari
tindakan sosial akan terbentuk pola perubahan sosial. Perkembangan rasionalisme
masyarakat sesuai dengan konsepsi Weber adalah bergerak dari jenis-jenis
rasionalitas (pentahapan) tertentu. Pada awalnya model rasionalitas bermula dari
masyarakat agraris (pertanian) ke arah masyarakat industri. 38
35
Op-Cit, Nanang hlm 21-23 36
Loc-Cit, Agus Salim h lm 38 37
Doyle Pau l Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta : Gramedia, 1986. hlm, 220 38
Loc-Cit, Agus Salim h lm 43
39
Weber mengelompokan masyarakat berdasarkan kepentingan-kepentingan
tertentu, yaitu dalam bentuk class (pengelompokan berdasarkan ekonomi), status
(pengelompokan berdasarkan kondisi dan kepentingan sosial) dan party
(pengelompokan berdasarkan kepentingan politik).39 Pada masyarakat modern
Weber dan Marx memiliki kesamaan pandangan, bahwa masyarakat modern itu
telah diikat oleh spirit dalam struktur kapitalis.40 Bagi Weber masyarakat kapitalis
tidak akan pecah, sebab mereka memiliki rasionalisme tinggi dalam peradabannya
dibanding masyarakat lain.41
Asumsi Weber, Bahwa Agama merupakan sumber utama dari nilai-nilai
dan cita-cita yang berkembang keseluruh aspek kehidupan manusia. 42 Weber
mengangap bahwa etika protestan menghasilkan kekuatan kerja dengan disiplin
serta motivasi tinggi.43 Proses perubahan nilai dasar keagamaan ini yang oleh
Weber dijadikan penjelasan terhadap perubahan sosial yang terjadi secara besar-
besaran dikalangan masyarakat Eropa yang dikenal sebagai konsensi pengamat
agama-agama kristen dunia.44
Rationalitas dalam pikiran Weber meliputi empat macam model yang ada
dikalangan masyarakat. Keberadaan rasionalitas itu dapat berdiri sendiri, tetapi
juga simultan yang secara bersama menjadi acuhan perilaku masyarakat. 45 Empat
macam model rationalitas tersebut diantaranya :
39
Loc-Cit, Agus Salim h lm 39 40
Loc-Cit, Agus Salim h lm 61 41
Loc-Cit, Agus Salim h lm 61 42
Tahrir Khasnawi dan Sulaiman Asang, Konsep dan Pendekatan Perubahan Sosial, modul, di
unduh di https://repository.ut.ac.id pada tanggal 20 maret 2017 pukul 21.23 43
Ibid. 44
Ibid. 45
Loc-Cit, Agus Salim h lm 39
40
A. Tradisional Rationality, yang menjadi tujuan adalah perjuangan
nilai-nilai yang berasal dari tradisi kehidupan masyarakat (sehingga ada yang menyebut sebagai tindakan yang non-rasional). Disetiap kehidupan masyarakat seringkali dikenal adanya aplikasi nilai, setiap
kegiatan selalu berhubungan dengan orientasi nilai kehidupan. Sehingga norma hidup bersama tampak lebih kokoh berkembang.
Perubahan sosial masyarakat yang dapat dilihat dari indikator ini yakni dari segi adat dan tradisi masyarakat. Pola tindakan masyarakat dalam menjaga Kokohnya atau malah meninggalakan
tradisi adat yang akan dilihat dengan indikator ini. B. Value Oriented Rationality (Wertrationalitat), suatu kondisi dimana
masyarakat melihat nilai sebagai potensi hidup, sekalipun tidak aktual dalam kehidupan keseharian. Kebiasaan ini didukung oleh periaku kehidupan agama (nilai agama) serta budaya masyarakat
yang berbuat-berakar dalam kehidupan (tradisi). perubahan dalam segi ini yakni dilihat dari kerukunan yang terjalin di masyarakat
Desa Ngadas. Perkembang tiga agama merupakan bentuk perubahan karena taman nasional atau terjadi karena pola perkembangan yang terjadi pada masyarakat sendiri, faktor kebudayaan lain juga bakal
mempengaruhi dalam perubahan tersebut. Sikap masyarakat dalam menyikapai perubahan tersebut menjadi bagian dalam tindakan
masyarakat akan terjadinya perubahan tersebut. C. Affective Rationality, jenis rasional yang bermuara dalam hubungan
emosional yang sangat mendalam, dimana ada relasi hubungan
khusus yang tidak bisa diterangkan diluar lingkaran tersebut. Peneliti akan melihat pola hubungan yang terjalin antara taman nasional
dengan masyarakat maupun pemerintah. Pandangan akan taman nasional yang hadir di sekitar Desa Ngadas yang merupakan pendatang, sedang masyarakat telah lama menetap jauh sebelum
taman nasional hadir di sekitar Ngadas yang menjadi bagian dalam indikator ini. Hubungan tersebut bisa berjalan baik atau malah
terhalang dengan konflik-konflik antar kedua belak pihak. D. Purposive Retionality atau lebih dikenal dengan Rationalitas
Instrumental (aweckrationalitat), bentuk rasional yang paling tinggi
dengan unsur pertimbangan pilihan yang rasional sehubungan
dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipilihnya. Disetiap
komunitas masyarakat, kelompok masyarakat, etnik tertentu, ada
banyak unsur rasionalitas yang dimiliki dan dapat diterapkan.
Meskipun demikian dari banyak segi rasionalitas tersebut hanya ada
satu unsur rasionalitas yang paling populer, yang banyak diikuti oleh
masyarakat. Perubahan yang dilihat salam indikator kali ini yakni
dari pola tindakan masyarakat dalam menyikapi hadirnya taman
nasional, dan juga hadirnya taman nasional memberikan dampak
positif atau negatif, serta masyarakat menganggap taman nasiona l
41
membantu dalam menciptakan kesejahteraan atau malah
memberikan kesenjangan.46
Max Weber Mengatakan bahwa, individu manusia dalam masyarakat
merupakan aktor yang kreatif dan realitas sosial bukan merupakan alat yang statis
dari pada Paksaan fakta sosial47. Munculnya tindakan rasional berawal dari sikap
pilihan dari individu untuk memilih tindakan yang diambil. Perubahan sosial
masyarakat berawal dari perubahan struktur sosial masyarakat, dan perubahan
sruktur sosial akan mempengaruhi perubahan sosial disegi lainnya. Weber juga
mengatakan bahwa struktur sosial dan pranata sosial merupakan konsep yang
saling berkaitan dalam membentuk tindakan sosial48.
Max Weber menyampaikan lima ciri terkait tindakan sosial yang menjadi
sasaran penelitian sosiologi yaitu :
A. Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal ini bisa meliputi tindakan nyata.
B. Tindakan nyata itu bersifat membatin sepenuhnya. C. Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi,
tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk persetujuan
secara diam-diam dari pihak manapun. D. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu
E. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain49.
2.2.3 Konsep Kesejahteraan Masyarakat
Kehidupan yang didambakan oleh semua manusia di dunia ini adalah
kesejahteraan, baik yang tinggal di kota maupun yang di desa, semua
46
Loc-Cit, Agus Salim h lm 39-40 47
I.B Wirawan. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma, 2015. Jakarta : Kencanan
Prenadamedia Grub, Hlm. 79. 48
Ibid. Hlm 79. 49
Op-cit, George Ritzer, hlm 132.
42
mendambakan kehidupan yang sejahtera. Karena kesejahteraan merupakan titik
ukur bagi suatu masyarakat, bahwa telah berada pada kondisi sejahtera.
Kesejahteraan tersebut dapat diukur dari kesehatan, keadaan ekonomi,
kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. Masyarakat yang bisa dikatakan sejahtera
merupakan suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup,
khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan,
pendidikan dan perawatan kesehatan50. Kesejahteraan ini diwujudkan agar warga
negara tersebut dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik, jika masyarakat sejahtera maka
masyarakat tersebut mengalami kemakmuran.51
Namun, dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak
selamanya dalam kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia
selalu berusaha untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan
kasar seperti buruh atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai
ratusan juta gajinya dilakukan oleh manusia. Kesejahteraan dalam hal yang dasar
adalah terkait urusan ekonomi, dengan begitu kehidupan mereka terjamin minimal
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar seperti kebutuhan akan sandang, pangan
dan papan.
Selain itu kesejahteraan sosial pada pandangan lain merupakan suatu
bidang atau lapangan usaha praktek pekerjaan sosial. Ini nenunjukkan bahwa
50
E.journa, Habibullah, Pemanfaatan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial , 2017 diunduh di
https://ejournal.kemsos.go.id pada 17 september 2017 pukul 20.51 51
Astriana Widyastuti, 2012. “Analisis hubungan Antara Produktivitas pekerja dan Tingkat
Pendidikan Pekerja Terhadap Kesejahteraan Keluarga di Jawa Tengah Tahun 2009” dilihat di
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj diakses pada 20 februari 2017 pukul. 12.01
43
kesejahteraan sosial mengandung arti yang luas, meliputi pekerjaan sosial,
program-program dan kegiatan sosial lainnya dalam bidang kehidupan manusia.
Konsepnya sebagai suatu program yang berhubungan dengan berbagai upaya
yang terorganisir dan sistematis yang dilengkapi dengan berbagai terobosan-
terobosan untuk masyarakat.
Menurut Arthur Dunham kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai
kegiatan yang terorganisir dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi
sosial melalui pemberian bantuan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan didalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak,
kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan
hubungan-hubungan sosial.52
Disisi lain, pengertian kesejahteraan sosial dituangkan dalam undang-
undang nomor 6 tahun 1974, Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial, pasal 2 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut:
“Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga
Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban
manusia sesuai dengan pancasila.53
Selanjutnya di dalam undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial, bahwa kesejahteraan sosial sebagai kondisi terpenuhinya
52
T Sumarnonugroho, sistem intervensi Kesejahteraan Sosia, 1987,. Yogyakarta: PT. Hanindita,
catatan kedua, , Hlm: 28-31 53
T Sumarnonugroho,Op.-Cit, hlm 33
44
kebutuhan material, sepiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya 54.
Dengan pertimbangan beberapa artian dasar mengenai kesejahteraan dan
juga berpacu dari undang-undang maka kesejahteraan sosial bisa dianggap sebuah
kebutuhan yang mutlak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Masyarakat disini dari
berbagai demografi baik kota maupun desa, serta dengan berbagai kebutuhan
mulai kesejahteraan yang dasar terkait sandang, pangan, papan hinggap masalah
keamanan dan ketentraman dalam bersosial.
Konsep ini nantinya diharapkan mampu mengantarkan peneliti untuk
mengetahui masalah kesejahteraan yang harus disentuh oleh negara karena
memang merupakan kebutuhan masyarakat desa. Masyarakat desa lebih spesifik
dihubungkan dengan konsep ini karena tulisan ini nantinya akan membahas
mengenai perubahan sosial masyarakat desa enclave pasca penetapan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru desa enclave. Dari hal tersebut maka lebih
khusus konsep ini nantinya akan megantarkan peneliti menuju lapangan dengan
spesifik lebih kepada kesejahteraan sosial, ini dikarenakan fokus yang diambil
juga terkait perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak adanya Taman
Nasional, dengan melihat tingkat kesejahteraan sosialnya.
Menurut Kolle kesejahteraan sosial dalam Bintaro, kesejahteraan dapat
diukur dari beberapa aspek kehidupan diantaranya :
54
Ejurnal, suradi, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial, 2012, d i unduh di
www.ejournal.kemsos.go.id pada 17 september 2017 pukul 19.13
45
1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah bahan pangan dan sebagainya,
2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan, lingkungan dan sebaganya,
3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya dan sebagainya,
4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual seperti moral, etika, dan keserasian penyesuaian, dan sebagainya.55
Melalui empat indikator tersebut, peneliti akan melihat tingkat kualitas
hidup masyarakat Desa Ngadas, yang dilihat dari pola perubahan sosial
masyarakat pasca penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Kesejateraan sosial menurut Jemes Midgley merupakan suatu kondisi atau
keadaan kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial
dapat dikelola dengan baik, ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika
kesempatan sosial dapat dimaksimalkan.56
Selain itu, kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem memiliki tujuan
sebagai berikut:
a. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, misalnya sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang baik dengan lingkungannya.
b. Untuk mencapai penyesuaian diri baik kepada masyarakat maupun lingkungannya.57
Fungsinya untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang
diakibatkan oleh perubahan-perubahan sosial ekonomi dan menghindarkan
terjadinya konsekuensi sosial yang negatif terhadap pembangunan serta
55
Bintarto, Interaksi Desa-Kota dan Permasalahanya, 1989, Jakarta : Ghalia ,h lm 44 56
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial Dan
Kajian Pembangunan), 2013, Jakarta : RajaGrafindo Persada, hlm 23. 57
M. Fadhil nurdin, Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial, 1990, Bandung: Angkasa, hlm 9
46
menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan
masyarakat.58
2.3 Alur Pikir Penelitian
Sebagai salah satu upaya dalam memudahkan peneliti untuk mencari data,
menganalisa dan memaparkan hasil analisa, maka dibuatlah sebuah alur pikir
penelitian sebagai kerangka berfikir dalam penelitian. Berdasarkan pemaparan
peneliti terkait latar belakang, fokus penelitian hingga konsep yang digunakan
dalam melakukan penelitian, maka peneliti menentukan alur pikir penelitian
sebagai berikut:
58
Ibid, hlm 32-34
47
Bagan 2.2 Alur Pikir Penelitian
Sumber : diolah oleh peneliti, 2017
TAMAN NASIONAL BROMO
TENGGER SEMERU
MASYARAKAT DESA
NGADAS
PERUBAHAN SOSIAL
KESEJAHTERAAN SOSIAL
a. Tradisional Rationality
b. Value Oriented
Rationality
(Wertrationalitat)
c. Affective Rationality
d. Purposive Retionality
atau Rationalitas
Instrumental
(aweckrationalitat)
1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi,
2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik,
3. Dengan melihat kualitas
hidup dari segi mental, 4. Dengan melihat kualitas
hidup dari segi spiritual.
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Desa Ngadas Meningkat Semenjak
menjadi Desa enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru