BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI...
Transcript of BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI...
II-1
BAB II
KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI
2.1 LOKASI DAERAH PENELITIAN
Daerah penelitian berada dalam kawasan pertambangan milik PT. Tanjung
Alam Jaya (TAJ) yang beroperasi dengan metode tambang terbuka di daerah
Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan sejak tahun 2005. lokasi
penambangan dapat dilihat pada gambar 2.1.
Lokasi semua kegiatan penambangan PT. TANJUNG ALAM JAYA
(TAJ) berdasarkan kontrak No. KW 98AGB064 mengikuti koordinat antara
03°15’59.6” LS sampai 03°19’04” LS dan 115°05’ 21” BT sampai
115°06’27”BT.
Gambar 2.1. Lokasi Daerah Penelitian
II-2
2.2 KESAMPAIAN DAERAH
Daerah penyelidikan terletak ± 82 km dari kota Banjarmasin, dapat dicapai
melalui jalan darat melalui kota Banjarmasin – Banjarbaru – Martapura menuju
kearah Kalimantan Timur. Pada kilometer 71 belok ke Timur menuju daerah
penyelidikan sejauh ± 13 km melewati jalan kecamatan beraspal baik. Perjalanan
dari kilometer 71 menuju lokasi dapat dilalui dengan kendaraan roda empat
ataupun kendaraan roda dua. Total perjalanan dari Banjarmasin dapat ditempuh
selama ± 1,5 jam
2.3 KEADAAN UMUM
2.3.1 Penduduk
Jumlah penduduk di sekitar daerah penelitian kurang lebih 50.000 orang.
Penduduk yang menempati daerah tersebut sebagian besar adalah kaum pendatang
yang umumnya termasuk suku Jawa dan Madura, dengan mata pencaharian
sebagai petani, pedagang, pegawai negeri, penyadap karet, buruh yang bekerja
pada tambang-tambang rakyat yang beroperasi di lokasi penyelidikan maupun
sebagai penambang batubara. Fasilitas bagi komunitas penduduk di daerah lokasi
PT. Tanjung Alam Jaya adalah pendidikan, kesehatan dan keagamaan. Hampir
setiap desa memiliki SD, sedangkan SMP dan Puskesmas terdapat di kota
kecamatan. Ada beberapa tempat ibadah berupa mesjid-mesjid dan juga
pesantren-pesantren ditemui di desa-desa sekitar lokasi.
II-3
2.3.2 Flora dan Fauna
Keadaan vegetasi daerah penyelidikan umumnya hutan tropis sekunder,
sebagian besar lahannya tidak lagi ditumbuhi jenis kayu-kayuan. Sebagian besar
tumbuhan yang ada hanya berupa tumbuhan liar sejenis belukar dan alang-alang.
Tumbuhan lainnya kebanyakan tanaman karet. Hewan liar yang sering ditemui di
daerah ini hanya babi hutan dan beberapa jenis burung.
2.3.3 Tata Guna Lahan
Lahan di daerah penyelidikan sebagian besar hutan tropis sekunder yang
digunakan sebagai lahan PIR. Sebagian lahan lainnya, khususnya yang terletak
di sekitar perkampungan digunakan oleh penduduk setempat sebagai sawah
ataupun ladang. Sebagian besar lahan lainnya berupa gundukan-gundukan tanah
yang tidak teratur sebagai akibat adanya kegiatan penambangan batubara yang
dilakukan oleh rakyat.
2.3.4 Iklim
Daerah penyelidikan beriklim tropis kering sampai panas. Mempunyai dua
musim yaitu musim hujan umumnya setiap tahun jatuh pada bulan Oktober
sampai Maret, sedangkan musim kemarau dari bulan April sampai September.
Informasi data curah hujan tahunan (Tahun 1997-2004) dari stasiun
pengukur hujan (Stasiun Simpang Empat, Pengaron, Banjarbaru, Sei Pinang dan
Martapura dapat dilihat pada Tabel 2.1, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata
serta hari hujan pada Simpang Empat dan Pengaron dapat dilihat pada Tabel 2.2.
II-4
Tabel II.1. Curah hujan tahunan
Stasiun Pengamat
Tahun1997 1998 1999 2000 2002 2003 2004( mm ) ( mm ) ( mm ) ( mm ) ( mm ) ( mm ) ( mm )
Simpang Empat 1398 1785 3436 1976 2511 2672 2500Pengaron 984 1462 1784 1916 2176 2290 2118
Sei Pinang 1342 1622 2448 2113 2155 2374 2262Banjar Baru 1971 2230 2124 2434 1921 2900 2060
Martapura 1672 2412 3245 2903 2469 2580 2363Sumber : Stasiun BMG Simpang Empat, Pengaron, Sei Pinang Dan
Martapura,1997-2004
Tabel II.2. curah hujan bulanan rata-rata Stasiun Simpang Empat
No Bulan Curah Hujan ( mm ) Rata-Rata
Hari Hujan Minimum Maksimum Minimum Maksimum
1 Januari 174 637 384 13 232 Februari 183 346 253 8 153 Maret 117 448 284 8 164 April 88 465 238 7 165 Mei 40 361 200 4 146 Juni 44 325 134 4 117 Juli 35 134 80 1 98 Agustus 0 127 62 0 99 September 0 148 66 0 1010 Oktober 16 283 112 2 1211 Nopember 150 364 227 5 1412 Desember 231 404 278 11 18Sumber : Stasiun BMG Simpang Empat dan Pengaron 1997-2004.
II-5
2.4 KONDISI GEOLOGI
2.4.1 Geomorfologi
Morfologi daerah penyelidikan mempunyai kenampakan yang relatif sama
berupa perbukitan bergelombang dengan kondisi topografi yang tidak terlalu
menonjol di setiap daerahnya. Namun demikian sebagai akibat adanya kegiatan
tambang rakyat, disekitar singkapan batubara banyak ditemui gundukan-gundukan
tanah, sehingga kondisi topografi yang nampak dipermukaan adalah kondisi
topografi yang telah mengalami perubahan-perubahan.
Aliran sungai utama adalah Sungai Riam Kiwa dengan lebar ± 40 meter
yang terletak di bagian utara daerah penelitian. Di sungai ini merupakan ujung
perencaan tambang bagian utara. Sungai – sungai kecil yang terletak antara dua
bukit pada musim kemarau kering, dan pada musim hujan mengalir. Lebar sungai
berkisar antara 0,5 – 1,5 m. Sungai – sungai kecil tersebut mengalir ke Sungai
Riam Kiwa.
2.4.2 Stratigrafi Regional
Daerah Pengaron termasuk kedalam cekungan Barito.
Gambar2.2. Peta Cekungan Barito
II-6
Cekungan barito bagian Barat dibatasi oleh “Foreland Sunda”, sebelah
Utara dibatasi oleh Tinggian Kucing dan Tinggian Mangkalihat dan sebelah
Timur dipisahkan dengan Sub Cekungan Pasir oleh Tinggian Meratus. Batuan
dasar dari cekungan Barito adalah batuan Pratersier yang termasuk dalam Satuan
Batuan Volkanik Kasale yang dikorelasikan dengan Formasi Haruyan yang
berumur Kapur Atas, dimana diatasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi
Tanjung berumur Eosen yang kemudian diendapkan secara selaras Formasi Berai
yang berumur Oligo-Miosen dan diatasnya kemudian diendapkan Formasi
Warukin yang berumur Miosen. Dari Formasi-Formasi diatas yang bertindak
sebagai Formasi pembawa batubara di daerah penelitian adalah Formasi Tanjung.
Formasi Tanjung merupakan endapan yang diendapkan pada lingkugan fluviatil
sampai dengan laut dangkal, ketebalannya sampai 750 meter. Peta Geologi
Regional daerah penyelidikan dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Satuan litostratigrafi yang tersingkap dari tua ke muda di daerah Cekungan
Barito diuraikan berikut ini :
• Alluvium merupakan endapan termuda yang merupakan hasil erosi dari
batuan yang lebih tua berupa aluvium yang terdiri dari endapan sungai dan
rawa, gambut, lempung yang belum terkonsolidasikan secara sempurna serta
material lepas berupa pasir halus dan kerikil. Endapan ini berumur Kuarter
yang tersingkap pada daerah dataran dan lembah.
• Formasi Dahor terdiri dari litologi yaitu batupasir kuarsa, konglomerat,
batulempung, serta setempat terdapat lignit dan limonit. Batupasir kuarsa,
berwarna putih-abu-abu muda, berbutir sedang-kasar, bentuk butir menyudut
tanggung-membundar tanggung, mudah hancur, berlapis, fragmennya
didominasi oleh kuarsa dalam masa dasar lempung atau tersemen oleh silika
halus dan oksida besi. Konglomerat berwarna putih kecoklatan, mudah
hancur-keras, berbutir halus-kerikil berukuran hingga 3 cm, bentuk butir
membulat tanggung-membulat, terpilah baik, komponennya didominasi oleh
kuarsa asap didalam masa dasar batupasir kuarsa. Batulempung berwarna abu-
abu muda-kecoklatan, lunak-padu, setempat mengandung kaolin. Ketebalan
II-7
formasi ini bervariasi bahkan kadang hilang. Pada formasi ini tidak dijumpai
adanya fosil penunjuk yang dapat dipakai untuk menentukan umur formasi.
Formasi Dahor diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Warukin yang
diperkirakan umur formasi ini Miosen – Pliosen.
• Formasi Warukin terdiri dari batulempung yang berselang-seling dengan
lapisan-lapisan tipis batupasir dan batulanau, sedangkan batubara dan bitumen
padat terdapat sebagai sisipan yang diendapkan pada lingkungan fluviatil,
rawa-rawa sampai deltaik. Ketebalan dari formasi ini mencapai 2500 meter di
lapangan minyak Tanjung, pada bagian bawah ditemukan fosil Flosculina
bontangensis yang menunjukan Kala Miosen Tengah. Formasi Warukin
diendapkan secara selaras diatas formasi Berai dan pada bagian bawah dari
formasi ini sering dijumpai sisipan batugamping berlapis yang menunjukkan
perubahan yan berangsur dari formasi Berai.
• Formasi Berai terdiri atas : batugamping berlapis dengan batulempung napal
sebagian tersilikakan dan mengandung limonit. Batugamping berforam besar,
antara lain Spiroclypeoussp, Lepidocyclina sp, Borelis sp, Cycloclypeous sp,
yang menunjukkan umur Oligosen Tengah- Oligosen Akhir. Di samping fosil-
fosil tersebut Formasi Berai juga mengandung fosil bentos. Formasi Berai
diendapkan pada lingkungan laut dangkal (neritik) (Soetrisno dkk,1994).
Formasi Berai bersilang jari dengan Formasi Montalat.
• Formasi Tanjung terletak tidak selaras di atas Batuan Pra-Tersier. Litologinya
terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung, sisipan batubara yang merupakan
bagian bawah formasi ini, dan bitumen padat. Pada tempat-tempat tertentu
tersingkap konglomerat yang diduga berupa channel. Di dalam batupasir
kuarsa dijumpai komponen glaukonit. Bagian atas, perselingan antara
batupasir kuarsa bermika, batulanau, batugamping dan batubara. Formasi
Tanjung diperkirakan mempunyai lingkungan pengendapan fluviatil sampai
delta.Bagian atas formasi ini mempunyai ciri litologi berupa batulempung
kehijauan dengan sisipan batugamping berlapis yang mengandung fosil
Numulites sp., Biplanispira sp., Pelatispira sp. dan Discocylina sp., yang
II-8
menunjukkan umur Eosen. Berdasarkan kandungan fosil dan litologinya,
diendapkan pada lingkungan delta sampai neritik. Diatas Formasi Tanjung
kemudian secara selaras diendapkan Formasi Berai.
• Koolhoven (1935), menyebutkan bahwa batuan Pra Tersier yang tertua adalah
batuan metamorf sekis kristalin yang telah diendapkan pada zaman Pra
Mesozoikum. Secara tidak selaras diatasnya diendapkan formasi Alino berupa
sedimen berbutir halus, rijang radiolarit. Penyebarannya selalu berasosiasi
dengan batuan beku basa yang telah terubah, serta fragmen-fragmen batuan
metamorfosa. Koolhoven (1935), menyatakan bahwa umur formasi ini tidak
diketahui. Di atas Formasi Alino secara selaras diendapkan Formasi
Paniungan yang secara setempat mengandung moluska. Menurut Koolhoven
(1935) formasi ini berumur Kapur Awal, berdasarkan fosil penunjuk
Cylindrites sp, diikuti dengan intrusi batuan beku ultra basa sampai basa dan
akhirnya plutonik asam. Di atas formasi Alino dan formasi Paniungan
diendapkan formasi Pitap yang sifatnya tidak selaras secara lokal (Supriatna,
1980). Formasi Pitap tersusun oleh graywake, batulanau, batulempung, serpih
dan seluruhnya menunjukkan corak endapan turbidit. Dalam formasi ini
terdapat sisipan batugamping orbulina. Tidak selaras diatasnya diendapkan
formasi Manunggul menurut Koolhoven (1935) dalam Marks (1975) serta
Hashimoto dan Koike (1973) berumur Kapur Atas berdasarkan determinasi
fosil oleh Martin (van Bemmelen, 1949) yang menjumpai fosil Nerinia sp.
(ptygmatia) yang merupakan fosil penunjuk pada kala Turonian di Perancis.
Situmorang dan Yulianto (1984) menyatakan bahwa penyebaran formasi ini di
sebelah timur jalur Tinggian Meratus dan juga di Pegunungan Kukusan
dengan lithologi penyusun lempung, serpih, argilit berwarna abu-abu
kehitaman, bersifat gampingan, karbonan, berstruktur laminasi mengandung
detritus kuarsa dan pirit.
II-9
Tabel2.3. Stratigrafi Regional
Umur Formasi Deskripsi
Kwarter Aluvial
Sedimen tidak kompak, sedimen detritus,
konglomerat, lempung, dsb.
Tersier
Neogen
Pliosen
Dahor
Batuan detritus, konglomerat, serpih
batubaraan, batu lempung
Miosen Warukin
Formasi pembawa batubara (berkadar gambut
atau di bawah lignit dalam rank batubara),
batu – pasir, serpih, perselingan batupasir –
serpih, batu lempung
Neogen-
Paleogen
Miosen –
Oligosen
Undivided
Serpih, perselingan batupasir dan serpih,
batulempung dan marmer.
Paleosen
Oligosen Berai
Batugamping, marmer dan batu lempung
Batugamping sebagai lapiosan penentu
Oligosen-
Eosen
Undividied
Marmer, serpih dan batugamping
Eosen Tanjung
Formasi pembawa batubara, batupasir, serpih,
perselingan batupasir dan serpih, seam
batubara, konglomerat
Pra- Tersier Kapur Jura Batuan Dasar
Batuan beku dasar, batupasir silikaan, batuan
klastis hasil gunung api, batuan sedimen,
batuan metamorf
II-10
Gambar2.3. Peta geologi regional daerah penelitian
2.4.3 Stratigrafi Lokal
Berdasrkan pada referensi Van Bemmellen Govenment Office The Hoque
1994 “The Geology of Indonesia” Vol II dan N. Sikumbang, R. Haryanto “Peta
Geologi Lembar Banjarmasin” P3G 1994 bahwa keberadaan batubara dilokasi
penyelidikan masuk pada Formasi Tanjung (Tet) berumur Eosen.
Formasi Tanjung tersusun atas perselingan sandstone (batupasir),
siltstone (batulanau) dan claystone (batulempung) dengan sisipan batubara. Secara
umum urutan stratigrafi satuan batuan yang menyusun batuan Formasi Tanjung
dari yang paling atas kebawah seperti tertera dalam Tabel 2.4
II-11
Tabel II.4. Stratigrafi umum daerah penelitian