BAB II KAT-AN

12
II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Dasar Teori II.1.1 Asidi-Alkalimetri Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Utami, 2013). H + + OH - H2O Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa- senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H + tertentu atau pada pH tertentu (Utami, 2013). Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya (Utami, 2013). Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H + sama dengan jumlah ion OH - maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen (Utami, 2013). Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam- basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri (Utami, 2013). Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Utami, 2013). Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekivalen (Voesvita, 2011). Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. (Voesvita, 2011)

description

katan

Transcript of BAB II KAT-AN

Page 1: BAB II KAT-AN

II-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori II.1.1 Asidi-Alkalimetri

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Utami, 2013).

H+ + OH- H2O

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu (Utami, 2013). Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya (Utami, 2013). Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen (Utami, 2013). Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri (Utami, 2013). Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Utami, 2013). Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekivalen (Voesvita, 2011). Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. (Voesvita, 2011)

Page 2: BAB II KAT-AN

II-2

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

II.1.2 Asam Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam

air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif. Sebenarnya, ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas pada oksigen dari air dan terbentuk ion-ion hidronium (Wahyuni, 2012):

H+ + H2O → H3O+

Derajat disosiasi berbeda-beda antara satu asam dengan asam lainnya. Asam Kuat berdisosiasi hampir sempurna pada proses pengenceran sedang. Karena itu, ia merupakan elektrolit kuat. Asam-asam kuat adalah: asam klorida, asam nitrat, asam perklorat, dan sebagainya. Asam sulfat adalah asam kuat sejauh menyangkut tingkat disosiasi yang pertama, tetapi derajat disosiasi dalam tingkat kedua, lebih kecil. Asam lemah berdisosiasi hanya sedikit pada konsentrasi sedang atau bahkan pada konsentrasi rendah. (misalnya dipakai sebagai reaksi analisis). Karena itu, asam lemah adalah elektrolit lemah. Asam asetat merupakan asam lemah yang khas; asam-asam lemah lainnya adalah asam Borat (H3BO3), bahkan jika mengenai tingkat disosiasinya yang pertama, asam karbonat (H2CO3) dan sebagainya juga asam lemah. Asam fosfat dapat disebut asam kuat-sedang atas dasar derajat disosiasinya yang pertama, derajat disosiasi yang kedua lebih kecil, dan yang paling kecil adalah derajat disosiasinya yang ketiga (Ezny, 2013).

Senyawa asam banyak kita jumpai pada kehidupan sehari-hari. Semua senyawa asam mempunyai rasa masam/kecut. Rasa masam/kecut ini desebabkan oleh adanya senyawa yang bersifat asam. Buah-buahan memiliki rasa asam berkat adanya senyawa asam yang dikandungnya. Jeruk mengandung asam sitrat sedangkan anggur mengandung asam tartrat. Air susu yang basi mengandung asam laktat. Selain itu, senyawa asam dapat kita temukan juga dalam lambung dan darah. Dalam lambung terdapat asam klorida yang berperan pada pencernaan makanan serta dalam darah terdapat asam karbonat dan asam phosfat yang berperan pada pengangkutan makanan (Mulyadi, 2012). Ciri-Ciri Asam

a. Rasanya asam b. Dapat mengubah warna kertas lakmus biru menjadi merah c. Mempunyai pH (derajat keasaman) kurang dari 7 d. Dapat menghantarkan listrik (termasuk larutan elektrolit) e. Dengan logam tertentu dapat mengahasilkan gas hydrogen f. Bersifat korosif atau merusak bahan-bahan benda-benda yang dikenainya

(Mulyadi, 2012) Peranan Asam Dalam Kehidupan

Asam merupakan salah satu senyawa yang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Contohnya seperti asam klorida dalam lambung manusia yang berfungsi mematikan bakteri dalam makanan dan menciptakan kondisi yang sesuai untuk memulai pencernaan protein, asam sulfat yang bermanfaat dalam pembuatan pupuk dan baterai mobil, dan asam cuka yang dapat menetralkan sengatan lebah. Meskipun asam adalah senyawa yang sangat berguna, tetapi asam juga dapat menimbulkan berbagai kerusakan pada bahan-bahan yang dikenainya karena asam bersifat korosif. Salah satunya adalah peristiwa hujan asam (Mulyadi, 2012).

Berikut adalah beberapa dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam: mengubah pH tanah sehingga kondisinya tidak sesuai dengan tumbuhan dan

mengakibatkan pohon/tanaman mati. dapat menghilangkan unsur-unsur hara dalam tanah sehingga mengurangi

kesuburan tanah.

II-2

Page 3: BAB II KAT-AN

II-3

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

mengubah pH air sehingga dapat mematikan ikan-ikan dan biota-biota air. merusak bangunan, terutama yang terbuat dari batu pualam (karbonat dan logam). (Mulyadi, 2012)

II.1.3 Basa

Basa, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer, karena itu basa-basa ini disebut basa kuat. Dilain pihak larutan air amonia, merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air amonia membentuk amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida(Wahyuni, 2012):

Karena itu, basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi tidak ada pembagian yang spesifik antara golongan-golongan ini, dan sama halnya dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif pembawaan sifat basa suatu basa ialah OH-, ini berarti setiap basa pasti mengadung gugus OH, tetapi tidak berarti bahwa setiap senyawa senyawa yang mengadung OH adalah basa. Misalnya, alkohol rumusnya C2H5OH bukan basa, karena alkohol tidak dapat melepaskan OH. Asam asetat rumusnya CH3COOH bukan basa, tetapi asam karena asam asetat tidak dapat melepaskan OH melainkan H(Wahyuni, 2012):

Seperti halnya asam, basa juga banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Para ibu rumah tangga menggunakan abu gosok untuk mencuci piring. Basa dalam abu gosok dapat bereaksi dengan kotoran berupa lemak/minyak, sehingga menjadi larut. Sedangkan, untuk mencuci piring yang sangat berminyak perlu menggunakan sabun. Sabun dapat melarutkan lemak dan minyak. Para penderita maag selalu minum obat berupa magnesium hidroksida atau aluminium hidroksida(Mulyadi, 2012). Ciri-Ciri Basa

a. Pahit dan licin di kulit b. Mempunyai pH lebih dari 7 c. Mengubah warna lakmus merah menjadi biru d. Dapat menghantarkan listrik (termasuk larutan elektrolit) e. Dapat menetralkan sifat asam f. Bersifat kausatik atau dapat merusak kulit

(Mulyadi, 2012) II.1.4 TEORI ASAM – BASA

Untuk memahami reaski-reaksi kimia yang sederhana maupun yang rumit maka perlu mengerti konsep asam-basa. Pada hakekatnya reaksi-reaksi kimia dapat dirangkum sebagai reaksi asam-basa. Dapat diketahui bahwa terdapat tiga konsep asam-basa yang diketahui. (Utomo, 2008)

TEORI ASAM – BASA ARRHENIUS

Arrhenius mengemukakan suatu teori dalam disertasinya (1883) yaitu bahwa senyawa ionik dalam larutan akan terdissosiasi menjadi ion-ion penyusunnya. Menurut Arrhenius(Utomo, 2008):

Asam: zat/senyawa yang dapat menghasilkan H+

dalam air

HCl (aq) H+

(aq) + Cl -(aq)

Basa : zat/senyawa yang dapat menghasilkan OH- dalam air

NaOH (aq) Na+

(aq) + OH –

(aq)

Page 4: BAB II KAT-AN

II-4

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

Reaksi netralisasi adalah reaksi antara asam dengan basa yang menghasilkan garam:

HCl(aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(ℓ)

H+

(aq) + OH –

(aq) H2O (ℓ)

(Utomo, 2008)

Keterbatasan Teori Arrhenius Asam klorida dapat dinetralkan baik oleh larutan natrium hidroksida maupun

amonia. Pada kedua kasus tersebut, akan didapatkan larutan hasil reaksi yang jernih yang dapat dikristalkan menjadi garam berwarna putih, baik natrium klorida maupun amonium klorida. Kedua reaksi tersebut merupakan reaksi yang sangat mirip. Reaksi yang terjadi adalah(Utomo, 2008):

NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(ℓ)

NH3(aq) + HCl(aq) NH4Cl(aq) + H2O(ℓ)

Pada kasus reaksi antara natrium hidroksida dengan asam klorida, ion hidrogen dari asam bereaksi dengan ion hidroksida dari NaOH. Hal ini sesuai dengan teori asam-basa Arrhenius. Akan tetapi pada kasus reaksi amonia dengan asam klorida, tidak terdapat ion hidroksida. Dapat dikatakan bahwa amonia bereaksi dengan air menghasilkan ion amonium dan hidroksida, menurut reaksi sebagai berikut(Utomo, 2008):

NH3(aq) + H2O(ℓ) NH4+(aq) + OH-(aq)

Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel, dan dalam larutan amonia pekat tertentu, sekitar 99% amonia tetap berada sebagai molekul amonia. Meskipun demikian, ion hidroksida tetap dihasilkan, walau dalam jumlah yang sangat kecil. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa reaksi tersebut sesuai dengan teori asam-basa Arrhenius. Tetapi pada saat yang bersamaan, terjadi reaksi antara gas amonia dengan gas hidrogen klorida. (Utomo, 2008)

NH3(aq) + HCl(aq) NH4Cl(aq) + H2O(ℓ)

Dalam kasus reaksi di atas, tidak dihasilkan ion hidrogen ataupun ion hidroksida, karena reaksi tidak terjadi dalam larutan. Teori Arrhenius tidak menggolongkan reaksi di atas sebagai reaksi asam-basa, meskipun faktanya, reaksi tersebut menghasilkan produk yang sama manakala kedua senyawa tersebut dilarutkan dalam air(Utomo, 2008).

Secara singkat dapat dikatakan bahwa keterbatasan teori Arrhenius adalah bahwa reaksi asam – basa hanyalah sebatas pada larutan berair (aqueus, aq) dan asam-basa adalah zat yang hanya menghasilkan H+ dan OH-(Utomo, 2008).

TEORI ASAM – BASA BRONSTED-LOWRY

Pada tahun 1923, Johannes Bronsted (Denmark) dan Thomas Lowry (Inggris) mempublikasikan tulisan yang mirip satu-sama lain secara terpisah. Pendekatan teori asam-basa Bronsted-Lowry tidak terbatas hanya pada larutan berair, tetapi mencakup semua sistem yang mengandung proton (H+)(Utomo, 2008). Menurut Bronsted-Lowry:

Asam: zat/senyawa yang dapat mendonorkan proton (H+) bisa berupa kation atau

molekul netral.

Basa: zat/senyawa yang dapat menerima proton (H+), bisa berupa anion atau

molekul netral. (Utomo, 2008)

II-4

Page 5: BAB II KAT-AN

II-5

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

Mengacu teori asam-basa Bronsted-Lowry akan terjadinya transfer proton, maka

dikenal istilah pasangan asam – basa konjugasi(Utomo, 2008).

NH3 + HCl NH4+ + Cl-

asam 1 basa 1 asam 2 basa 2

Teori asam-basa Bronsted-Lowry tidaklah bertentangan dengan teori asam-basa Arrhenius, justru lebih melengkapi. Ion hidroksida tetap bertindak sebagai basa, karena mampu menerima ion hidrogen dari asam dan juga dari air. Asam menghasilkan ion hidrogen dalam larutan sebab asam bereaksi dengan molekul air dengan cara memberikan protonnya kepada air (Utomo, 2008).

Ketika gas hidrogen klorida dilarutkan dalam air, molekul hidrogen klorida akan memberikan protonnya (sebagai ion hidrogen) kepada air untuk menghasilkan asam klorida. Ikatan koordinasi terbentuk antara satu pasang elektron bebas pada atom oksigen dengan ion hidrogen dari HCl menghasilkan ion hidronium (H3O+)1(Utomo, 2008).

Apabila suatu asam dalam larutan bereaksi dengan suatu basa, yang bertindak sebagai asam adalah ion hidronium. Sebagai contoh adalah terjadinya transfer proton dari ion hidronium kepada ion hidroksida untuk menghasilkan air. Hal penting yang harus diingat adalah apabila kita membicarakan ion hidrogen dalam larutan, H+(aq), yang sebenarnya kita bicarakan tidak lain adalah ion hidronium, H3O+(aq) (Utomo, 2008). TEORI ASAM-BASA LEWIS

Pada teori asam-basa Arrhenius tidak dijelaskan perilaku asam-basa dalam larutan tidak berair dan pada teori asam-basa Bronsted-Lowry tidak diterangkan akan adanya sistem yang tidak terprotonasi. G.N. Lewis, pada tahun 1923, mengemukakan teori asam-basa dalam buku Thermodynamics and the Free Energy of Chemical Substances . (Utomo, 2008)

Menurut Lewis: Asam: zat/senyawa yang dapat menerima pasangan elektron bebas dari

zat/senyawa lain untuk membentuk ikatan baru. Basa: zat/senyawa yang dapat mendonorkan pasangan elektron bebas dari

zat/senyawa lain untuk membentuk ikatan baru. (Utomo, 2008)

Produk dari reaksi asam-basa Lewis merupakan senyawa kompleks. Proton merupakan

asam Lewis. Lewis mengembangkan reaksi asam-basa yang menyangkut zat/senyawa yang tidak mempunyai atom H dalam senyawanya. Secara umum, reaksi asam-basa Lewis terjadi apabila ada basa yang mendonorkan pasangan elektronnya dan asam yang menerima pasangan elektron tersebut untuk membentuk ikatan baru. Produk yang terjadi dari reaksi asam-basa Lewis disebut dengan senyawa kompleks (adduct) dan ikatan yang terjadi adalah ikatan kovalen koordinasi(Utomo, 2008).

II.1.5 Titrasi Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan

dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung secara kuantitatif, dan tidak ada

II-5

Page 6: BAB II KAT-AN

II-6

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

reaksi efek samping. Selain itu jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat diketahui dengan suatu indikator (Ayu, 2011).

Larutan dengan kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Suatu larutan standar adalah larutan yang mengandung regensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu larutan. Selama bertahun-tahun, konsentrasi dinyatakan dalam molaritas dan normalitas. Larutan standar biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret Ayu, 2011).

Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat sama yang diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis disebut sebagai titik ekuivalen. Setelah reaksi antara zat dan larutan standar praktis lengkap, indikator harus memberikan perubahan visual yang jelas (entah terjadi perubahan warna atau pembentukan kekeruhan) dalam cairan yang sedang dititrasi. Titik saat terjadi perubahan tersebut disebut titik akhir titrasi. Pada titrasi yang ideal, titik akhir yang terlihat akan terjadi bersamaan dengan titik akhir stoikiometri/teoritis. Namun dalam praktek, biasanya akan terjadi perbedaan yang sangat sedikit. Perbedaan antara titik akhir dan titik ekuivalen disebut kesalahan titik akhir. Kesalahan titik akhir adalah kesalahan acak yang berbeda untuk setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan determinan dan nilainya dapat dihitung. Indikator dan kondisi-kondisi eksperimen harus dipilih sedemikian, sehingga perbedaan antara titik akhir dan titik ekivalen adalah sekecil mungkin (Ayu, 2011).

Reagen dengan konsentrasi yang diketahui disebut titran dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (analit). Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil (Ayu, 2011): 1. Konsentrasi titran harus diketahui 2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui. 3. Titik stokiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan

warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunkan. 4. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat

mungkin. (Ayu, 2011)

Metode titrasi lainnya dapat dipakai untuk ketelitian yang tinggi dan memiliki beberapa keuntungan, di mana ia dapat ditetapkan melebihi metode gravimetri. Metode-metode ini memerlukan peralatan yang lebih sederhana dan umumnya cepat di kerjakan. Pemisahan yang menjemukan dan sukar sering dapat dihindari (Ayu, 2011).

Reaksi yang digunakan dalam analisis titrimetri dapat dibagi dalam dua golongan utama : 1. Reaksi dalam mana tak terjadi perbahan keadaan oksidasi, reaksi ini bergantung pada

bersenyawanya ion-ion. 2. Reaksi oksidasi-reduksi, ini melibatkan suatu perubahan keadaan oksidasi

(pemindahan elektron). (Ayu, 2011)

Namun, demi kemudahan kedua tipe reaksi ini dibagi dalam empat golongan utama:

1. Reaksi penetralan : ini melibatkan titrasi basa bebas, atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu asam standar, dan titrasi asa, bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa standar. Reaksi-reaski ini melibatkan bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air.

2. Reaksi pembentukan kompleks : reaksi ini bergantung pada bersenyawanya ion-ion (yang bukan ion hidrogen atau ion hidroksida) untuk membentuk suatu ion atau senyawa yang dapat larut dan sedikit terdisosiasi.

II-6

Page 7: BAB II KAT-AN

II-7

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

3. Reaksi pengendapan : reaksi bergantung pada bersenyawanya ion-ion untuk membentuk sebuah endapan sederhana.

4. Reaksi oksidasi-reduksi : dalam golongan ini tremasuk semua reaksi yang melibatkan reaksi oksidasi-reduksi. Sebagian besar titrasi terliput oleh dua kaktegori ini.

(Ayu, 2011) II.1.6 Titrasi Asam-Basa

Titrasi asam-basa tergolong pada dua metoda yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri yang secara kata berarti asam (acid) dan pengukuran (metri), diartikan pengukuran menggunakan asam yaitu pengukuran terhadap larutan basa bebas atau larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan asam yang telah diketahui konsentrasinya. Alkalimetri yang secara kata berarti basa (alkali) dan pengukuran (metri), diartikan pengukuran menggunakan basa yaitu pengukuran terhadap larutan asam bebas atau larutan garam yang berasal dari basa lemah dengan larutan basa yang telah diketahui konsentrasinya (Hamdani, 2013).

Karena asam terbagi menjadi asam kuat dan asam lemah, sebagaimana basa juga menjadi basa kuat dan basa lemah, sehingga titrasi asam basa dapat dilakukan terhadap :

1. Asam kuat – basa kuat 2. Asam kuat – basa lemah 3. Asam lemah – basa kuat 4. Asam kuat – garam dari asam lemah 5. Basa kuat – garam dari basa lemah

(Hamdani, 2013) Perbedaan dari jenis titrasi di atas terletak pada titik akhir titrasi, dimana jika titrasi

dilakukan dengan asam maupun basa kuat yang juga merupakan elektrolit kuat maka larutan yang dihasikan akan netral dan mempunyai pH 7, kondisi ini terjadi pada titik ekuivalen (Hamdani, 2013).

Jika asam atau basanya adalah elektrolit lemah, garam itu akan terhidrolisis sampai derajat tertentu dan larutan pada titik ekivalen akan sedikit basa atau sedikit asam. pH akhir dari larutan adalah saat titik ekivalen yang dapat dihitung dari tetapan ionisasi dari asam lemah atau basa lemah itu dan konsentrasi larutan (Hamdani, 2013).

Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus-menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH meter) pada awal titrasi (yakni sebelum ditambah basa) pada waktu-waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka jika pH larutan dibuat grafik dengan volume titrant akan diperoleh grafik yang disebut kurva titrasi (Hamdani, 2013). II.1.7 Prinsip Titrasi Asam-Basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen (Sriyani, 2008).

II-7

Page 8: BAB II KAT-AN

II-8

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka bisa dihitung konsentrasi titran tersebut.

Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan (netralisasi). Salah satu contoh titrasi asam basa yaitu titrasi asam kuat-basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) dengan asam hidroklorida (HCl), persamaan reaksinya sebagai berikut (Sriyani, 2008):

NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl (aq) + H2O(l) II.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Asam-Basa

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu temperatur, sifat pelarut, efek ion sejenis, efek ion berlainan, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks dan lain-lain. Agar titrasi dapat berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah (Annisa, 2008):

1. Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara stoikiometri, artinya sesuai dengan ketetapan yang dicapai dengan peralatan yang lazim digunakan dalam titrimetri. Reaksi harus sempurna sekurang-kurangnya 99,9 % pada titik kesetaraan.

2. Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat. (Annisa, 2008)

Titrasi dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Berdasarkan reaksi : Titrasi asam basa Titrasi oksidasi reduksi Titrasi pengendapan Titrasi kompleksometri

2. Berdasarkan titran (larutan standar) yang dipakai : Titrasi asidimetri

3. Campuran penetapan akhir : Cara visual dengan indikator Cara elektromagnetik

4. Berdasarkan konsentrasi : Makro Semimikro Mikro

5. Berdasarkan teknik pelaksanaan : Tidak langsung Titrasi plank Titrasi tidak langsung

(Annisa, 2008)

II.1.9 Indikator Titrasi Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat

mungkin dengan titik ekivalen, caranya dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator (Voesvita, 2011).

II-8

Page 9: BAB II KAT-AN

II-9

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

Ada dua cara yang lazim untuk menentukan titik ekivalen pada tihtrasi asam-basa : Menggunakan alat pH meter, sering juga secara instrumen Menggunakan indikator asam-basa, dinamakan juga secara kimia, yang menunjukkan

titik akhir titrasi dengan terjadinya perubahan warna. (Ayu, 2011)

Kebanyakan indikator asam-basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam lemah.

Mereka memberikan satu warna bila proton terikat pada molekul dan warna berbeda bila proton lepas. Ada tersedia sejumlah zat indikator penetral atau indikator asam-basa yang memilki warna-warna berbeda bergantung pada konsentrasi ion hidrogen dari larutan. Ciri-ciri khas utama dari indikator ini adalah bahwa perubahan dari yang dominan asam menjadi warna yang dominan basa tidaklah mendadak dan sekaligus, tetapi berjalan didalam suatu selang pH yang dinmakan selang peruabahan warna indikator (Ayu, 2011).

Perubahan warna disebabkan resonansi isomer elektron, berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. Indikator asam-basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan (Ayu, 2011):

a) Indikator ftalein dan indikator sulfoftalein b) Indikator azo c) Indikator trifenil metana (Ayu, 2011)

Untuk beberapa tujuan dikehandaki suatu perubahan warna yang tajam pada suatu

jangkauan pH yag sempit dan terpilih. Kasus-kasus seperti ini dapat dicapai dengan menggunakan campuran indikator yang sesuai. Ini umumnya dipilih sedemikian hingga nilai pk `ln mereka berada dekat satu sama lain, dan warna-warna yang bertindihan adalah komplementer pada suatu nilai pH pertengahan. Perubahan warna dari suatu indikator tunggal dapat juga diperbaiki dengan menambahkan zat warna yang peka pH untuk menghasilkan komplemen dari salah satu warna indikator universal (Ayu, 2011).

Selain itu dikenal juga yang disebut indikator universal. Indikator ini memang tidak digunakan untuk titrasi melainkan untuk mengukur range pH dengan warna pH 3,0 (merah), pH 5 (orange), pH 6 (kuning), pH 8,5 (hijau), pH 9 (biru), pH 10 (violet). Indikator universal ini sebenarnya merupakan campuran indikator-indikator tertentu dengan sesuai, kertas pH indikator ini berlapiskan campuran indikator berupa metil orange, bromotimol blue, alizarin yellow G dan fennolftalein (Ayu, 2011).

Indikator asam-basa tidak dapat digunakan pada larutan yang warnanya pekat atau yang larutan yang keruh. Untuk larutan tersebut biasanya digunakan indikator yang menunjukkan pendar-fluor. Indikator ini menunjukkan pendar-fluor biru pada sinar ultraviolet. Kelebihan indikator ini adalah pengamatan titik akhir titrasi sangat mudah meskipun warna titrannya sendiri cukup kuat, bahkan seorang yang buta warna dapat mengamati proses pendar-fluor ini (Ayu, 2011).

Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolpthalein karena indikator ini bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil merah. Oleh karena metil merah bertransisi dari merah ke kuning, maka bila indikator metil merah dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati adalah campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange. Contoh indikator asam-basa (Athvan, 2011) : Tabel 2.1 Indikator asam basa

II-9

Page 10: BAB II KAT-AN

II-10

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

Nama Indikator Warna asam Warna basa Trayek pH Alizarin kuning Kuning ungu 10,1-12,0 Fenolftalein tak berwarna merah 8,0-9,6 Timolftalein tak berwarna biru 9,3-10,6 Fenol merah Kunig merah 6,8-8,4 Bromtimol blue kuning biru 6,0-7,6 Metil merah merah kuning 4,2-6,2 Metil jingga merah kuning 3,1-4,4 Para nitrofenol tak berwarna kuning 5,0-7,0 Timol blue kuning biru 8,0-9,6 Tropeolin OO merah kuning 1,3-3,0

Untuk masing-masing larutan baik titran maupun titrat, perkalian antara volume (dalam liter) dengan normalitas akan menghasilkan banyaknya ekuivalen dari spesi yang bereaksi (Ayu, 2011):

VA × NA = ekuivA dan VB × NB = ekuivB

Dengan A dan B masing-masing menyatakan asam dan basa. Pada penetralan, banyaknya ekuivalen asam (ekiuvA) sama dengan ekuiv basa (ekuivB), dan dapatlah ditulis(Ayu, 2011) :

ekuivA = ekuivB

VA × NA = VB × NB

Karena faktor volume muncul pada kedua ruas persamaan, maka satuan volume apa saja dapat digunakan dalam persamaan ini, asal kedua volume itu dinyatakan dengan satuan yang sama, misalnya keduanya dalam liter (L) atau keduanya dalam mililiter (ml), yakni (Ayu, 2011):

VA× NA = VB × NB

II-10

Page 11: BAB II KAT-AN

II-11

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

II. 2 Jurnal Aplikasi Industri

PROSES PRODUKSI TRIASETAT DARI GLISEROL DENGAN KATALIS ASAM SULFAT

Gliserol adalah produk samping produksi biodiesel dari reaksi transesterifikasi.

Gliserol merupakan senyawa alkohol dengan gugus hidroksil berjumlah 3 dan dikenal dengan nama 1,2,3 propanetriol. Gliserol merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berbau dan merupakan cairan kental yang memiliki rasa manis. Gliserol bila diesterifikasi dengan asam asetat akan membentuk triasetat. Kegunaan triasetat sangat banyak baik untuk keperluan bahan pangan maupun non pangan. Untuk bahan pangan, triasetat dapat digunakan sebagai bahan aroma pada permen (gula-gula), minuman dari susu, minuman ringan, dan permen karet. Kegunaan dalam bidang non pangan, triasetat dapat digunakan untuk pelarut pada parfum, tinta cetak, pelarut pada aroma, sebagai bahan aditif bahan bakar untuk mengurangi knocking pada mesin mobil, pelarut dan plastisizer.

Penelitian ini dilakukan dengan cara esterifikasi gliserol dan asam asetat dengan menggunakan katalis asam sulfat. Rancangan percobaan menggunakan metode konvensional, dimana variabel suhu, perbandingan reaktan dan suhu divariasikan. Volume total gliserol dan asam asetat sebesar 600 ml, kecepatan pengadukan 100 rpm, katalis sebesar 5% berat gliserol, suhu reaksi 80, 90, 100, 110, 120 (oC), perbandingan mol pereaksi gliserol terhadap asam asetat 1:3; 1:4; 1:5; 1:6; 1:7 dan waktu reaksi 0, 5, 10, 15, 20, 25, 35, 45, 55, 60 (menit).

Gliserol sebanyak 170 g dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan dipanaskan sampai suhu 80 oC. Asam asetat sebanyak 136 g dipanaskan dalam beaker glass sampai suhu 80 oC. Asam asetat dicampur dengan gliserol di dalam labu leher tiga. Asam asetat ditambahkan tetes demi tetes sebanyak 4,7 mL. Proses dilanjutkan dengan pengadukan sebesar 100 rpm dan mulai dicatat sebagai waktu ke nol. Setiap 5 menit dilakukan pengambilan sampel dan dianalisis konsentrasi asam total dengan metode asidialkali metri.

Proses analisis dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif gugus fungsional menggunakan alat FTIR Thermo Nicolet Avatar 360. Konsentrasi asam sisa dianalisis dengan metode titrasi asidi alkali dimana digunakan larutan NaOH 0,5 N sebagai penitran. Konversi gliserol diperoleh setelah menghitung asam asetat sisa. Asam asetat yang bereaksi dapat dihitung dari stoikhiometri reaksi asam asetat dengan gliserol. Dengan demikian gliserol yang bereaksi juga dapat dihitung dengan metode yang sama.

Triasetat merupakan senyawa ester dari gugus asetat dan gugus gliseril. Untuk mengetahui keberadan senyawa ini dalam suatu produk dapat dianalisis dengan alat FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy). Senyawa triasetat mempunyai gugus fungsi CH3COOCH2CH(CH3COO)CH2(CH3COO) dan rumus bangun. Senyawa ini terdiri atas gugus ester, gugus metil serta ikatan atom karbon dengan atom karbon. Dengan analisis FTIR gugus-gugus tersebut akan menyebabkan vibrasi, regangan maupun goyangan. Hal ini dapat dideteksi oleh fotometer yang dapat menyebabkan munculnya gambar/peak pada detector. Peak yang muncul disebabkan karena adanya vibrasi yang disebabkan oleh gugus-gugus tersebut. Peakpeak selanjutnya dianalisis setiap panjang gelombang dan gugus-gugus fungsional apa saja yang berada di dalam sampel

Triasetat merupakan senyawa ester, dimana akan muncul peak dari analisis FTIR pada panjang gelombang 1700– 1750 cm-1. Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa hasil Spektra IR Sampel terdapat panjang gelombang 1743,65 cm-1 yang tergolong dalam grup ester. Selain gugus ester juga terdapat gugus ikatan atom karbon dengan karbon dan gugus metil. Gugus metil akan dapat diidentifikasi pada panjang gelombang 2960,56 cm-1. Adapun gugus hidroksil dimana teridentifikasi pada panjang gelombang 3538,84 cm-1

Page 12: BAB II KAT-AN

II-12

LABORATORIUM KIMIA ANALIT Program Studi DIII Teknik Kimia FTI - ITS

Asidi Alkalimetri

dimungkinkan berasala dari gliserol sisa. Hal ini membuktikan bahwa di dalam sampel terdapat triasetat.

Penelitian ini menggunakan variasi dengan suhu yang cukup tinggi, hal ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Reddy dkk., (2010) yang menghasilkan konversi >30% pada suhu 80 oC dan konversi tertinggi tercapai pada suhu 120 oC dengan katalis campuran Zirkonia. Untuk menghindari menguapnya reaktan asam asetat yang mempunyai titik didih 118 oC, maka pada penelitian ini digunakan pendingin balik, sehingga penguapan asam asetat dapat diminimalisisr meskipun suhu reaksi mencapai 120 oC.

Gliserol dapat direaksikan dengan asam asetat membentuk triasetat dengan katalis asam sulfat. Peningkatan perbandingan reaktan dengan asam asetat akan meningkatkan konversi gliserol. Peningkatan suhu operasi juga akan meningkatkan konversi gliserol. Produk triasetat yang terbanyak diperoleh pada perbandingan mol pereaksi gliserol dan asam asetat 1:7, suhu 120 oC dan waktu 50 menit, dengan katalis asam sulfat 5% (berat gliserol). Konversi gliserol yang diperoleh selama 1 jam sebesar 67,6323% dengan selektivitas sebesar 25%. Hasil penelitian dapat dikembangkan dalam mengatasi produk samping industri biodiesel sehingga dapat diolah menjadi produk yang lebih bermanfaat.

.