BAB II KAJIAN TEORI Kajian Pendidikan 1. Hakikat ...eprints.uny.ac.id/9265/3/bab 2 -...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI Kajian Pendidikan 1. Hakikat ...eprints.uny.ac.id/9265/3/bab 2 -...
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Pendidikan
1. Hakikat Pembelajaran Biologi
Biologi merupakan ilmu yang mengkaji objek dan persolaan gejala
alam. Semua benda dan gejala alam merupakan objek kajian dalam biologi.
Menurut teori modern, proses pembelajaran tidak tergantung sekali kepada
keberadaan guru (pendidik) sebagai pengelola proses pembelajaran. Hal ini
didasarkan bahwa proses belajar pada hakikatnya merupakan interaksi
antara peserta didik dengan objek yang dipelajari. Berdasarkan hal ini maka
peranan sumber dan media belajar tidak dapat dikesampingkan dalam proses
pembelajaran biologi.
Proses belajar biologi menurut Djohar (Sutarsih, 20010: 9) merupakan
perwujudan dari interaksi subjek (anak didik) dengan objek yang terdiri dari
benda, kejadian, proses, dan produk. Pendidikan biologi harus diletakkan
sebagai alat pendidikan, bukan sebagai tujuan pendidikan, sehingga
konsekuensinya dalam pembelajaran hendaknya memberi pelajaran kepada
subyek belajar untuk melakukan interaksi dengan obyek belajar secara
mandiri, sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep. Dengan
demikian pembelajaran biologi menekankan adanya interaksi antara subyek
dan objek yang dipelajari. Djohar (Suratsih, 2010: 9) menyatakan bahwa
interaksi tersebut memberi peluang kepada siswa untuk berlatih belajar dan
mengerti bagaimana belajar, mengembangkan potensi rasional pikir,
ketrampilan, dan kepribadian serta mengenal permasalahan biologi dan
pengkajiannya. Lebih lanjut lagi, Nana Sudjana (1987: 60) menyatakan
bahwa dalam proses pembelajaran akan berkembang tiga ranah yaitu ranah
kognitif, afektif dan spikomotorik.
Suhardi (2007: 4) mengungkapkan bahwa proses pembelajaran biologi
sebagai suatu sistem, pada prisipnya merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan antara komponen raw input (peserta didik), instrumental input
(masukan instrumental), lingkungan, dan outputnya (hasil keluaran).
Keempat komponen tersebut mewujudkan sistem pembelajaran biologi
dengan prosesnya berada di pusatnya.
2. Hakikat Sumber Belajar
Suhardi (2007: 2) mendefinisikan sumber belajar biologi adalah
sesuatu baik benda maupun gejalanya yang dapat dipergunakan untuk
memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan permasalahan biologi
tertentu. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2007: 77) menyatakan bahwa
sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi
kemudahan kepada sesorang dalam belajarnya. Abdul Majid (2008: 170)
mengartikan sumber belajar sebagai tempat atau lingkungan sekitar, benda,
atau orang yang mengandung informasi yang dapat digunakan sebagai
wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.
Sumber belajar menurut Mulyasa (2002 : 48) dapat dirumuskan sebagai
segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik
dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian sumber
belajar memungkinkan dan memudahkan terjadinya proses belajar.
Sumber belajar biologi dalam proses pembelajaran biologi dapat
diperoleh di sekolah ataupun di luar sekolah. Penggunaan sumber belajar
sebagai bahan ajar tergantung dari macam sumber belajarnya. Pada
prinsipnya sumber belajar dibedakan menjadi dua macam menurut Suhardi
(2007: 5) yaitu:
a. Sumber belajar yang siap digunakan dalam proses pembelajaran tanpa
ada penyederhanaan dan atau modifikasi (by utilization).
b. Sumber belajar yang disederhanakan dan atau dimodifikasi
(dikembangkan/ by design).
Abdul Majid (2008: 170) mengungkapkan bahwa sumber belajar yang
ada, pada garis besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Manusia, yaitu orang menyampaikan pesan secara langsung, seperti
guru, konselor,dan administrator, yang dirancang secara khusus dan
disengaja untuk kepentingan belajar (by design).
b. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran, baik
yang dirancang secara khusus seperti film pendidikan, peta, grafik,
buku, dan lain-lain yang disebut media pengajaran (instructional
media), maupun bahan yang bersifat umum yang dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan belajar.
c. Lingkungan, yaitu ruang dan tempat di mana sumber-sumber dapat
berinteraksi dengan para peserta didik. Ruang dan tempat yang
dirancang secara sengaja untuk kepentingan belajar, misalnya
perpustakaan, laboratorium, kebun, dan lain-lain.
d. Alat dan peralatan, yaitu sumber belajar untuk produksi dan atau
memainkan sumber lain, misalnya: tape recorder, kamera, slide.
e. Aktivitas, yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan kombinasi
antara teknik dengan sumber lain untuk memudahkan belajar.
Syarat-syarat sumber belajar menurut Djohar (Suratsih, 2010:11) yaitu:
a. Kejelasan potensi
b. Kesesuaian dengan tujuan belajar
c. Kejelasan sasaran
d. Kejelasan informasi yang dapat diungkap
e. Kejelasan pedoman eksplorasi
f. Kejelasan perolehan yang diharapkan
Penggunaan sumber belajar biologi yang sudah dikemas sebagai bentuk
bahan ajar yang diwujudkan dalam kemasan media belajar dalam proses
pembelajaran biologi memiliki kemampuan yang potensial untuk
membangkitkan produktivitas pembelajaran dengan cara:
a. Mempercepat laju belajar, dan menggunakan waktu secara lebih baik.
b. Mengembangkan kegairahan belajar.
c. Memberikan kegiatan lebih ke arah individual.
d. Memberikan kesempatan berkembang sesuai dengan kemampuan.
Pemilihan suatu sumber belajar perlu dikaitkan dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, sumber belajar
dipilih dan digunakan dalam proses belajar apabila sesuai dan menunjang
tercapainya tujuan belajar. Secara umum manfaat sumber belajar (Mulyasa,
2002: 50) adalah:
a. Dapat memberi pengalaman belajar yang konkrit dan langsung kepada
siswa.
b. Dapat menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi
atau dilihat secara langsung.
c. Dapat menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam
kelas.
d. Dapat memberikan informasi akurat dan terbaru.
e. Dapat membantu memecahkan masalah pendidikan.
f. Dapat memberikan motivasi positif bagi peserta didik.
g. Dapat merangsang untuk berfikir, bersikap, dan berkembang lebih
lanjut.
3. Hakikat Bahan ajar
Menurut Abdul majid (2008: 173) bahan ajar adalah segala bentuk
bahan yang digunakan untuk membantu guru/istruktor dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa bahan tertulis maupun
tidak tertulis. Ida Melati ( Nani Hartati, 2011: 15) mengartikan bahan ajar
sebagai bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis
dan digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar
memiliki peran yang besar bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Adapun peran bahan ajar bagi guru adalah sebagai berikut:
a. Menghemat waktu dalam belajar.
b. Mengubah perannya dari seorang pengajar menjadi seorang fasilitator.
c. Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.
Sedangkan peran bahan ajar bagi siswa adalah membantu hal-hal sebagai
berikut:
a. Belajar tanpa harus ada guru atau teman siswa yang lainya.
b. Belajar sesuai dengan tempat dan waktu yang diinginkan.
c. Belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing.
d. Belajar sesuai dengan urutan materi yang ia dikehendaki sendiri.
Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup (Abdul majid, 2008: 174)
antara lain:
a. Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru)
b. Kompetensi yang akan di capai
c. Informasi pendukung
d. Latihan-latihan
e. Petunjuk kerja, dapat berupa lembar kerja (LK)
f. Evaluasi
4. Pembelajaran Menggunakan Modul
a. Pengertian modul
Modul dapat dirumuskan sebagai suatu unit yang lengkap yang
berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang
disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang
dirumuskan secara khusus dan jelas (Nasution, 2005: 205). Abdul Majid
(2008: 176) mendefinisikan modul sebagai sebuah buku yang ditulis
dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau
dengan bimbingan guru.
b. Karakteristik modul
Vembriarto (1975: 35-40) mengemukakan bahwa modul sebagai
dalam pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Bersifat self-Instructional
2) Pengakuan atas perbedaan-perbedaan individual
3) Memuat rumusan tujuan pembelajaran secara eksplisit
4) Adanya asosiasi, struktur dan urutan pengetahuan
5) Partisipasi aktif dari siswa
6) Adanya reinforcement langsung terhadap respon siswa
7) Adanya evaluasi terhadap penguasaan siswa atas hasil belajarnya
Menurut Depdikbud dalam Chomsin S.Widodo dan Jasmadi (2008:
50) suatu modul harus memperhatikan karakteristik sebagi berikut:
1) Self Instructional
Self Instructional yaitu melalui modul seseorang atau peserta
belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada
pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka
modul harus memperhatikah hal-hal berikut:
a) Rumusan tujuan harus jelas
b) Materi pembelajaran dikemas ke dalam unit-unit atau kegiatan
yang lebih spesifik
c) Memberikan contoh-contoh dan ilusrtasi yang menarik dalam
rangka mendukung pemaparan materi pembelajaran
d) Memberikan kemungkinan bagi peserta didik untuk
memberikan umpan balik atau mengukur penguasaan terhadap
materi yang diberikan dengan memberikan soal-soal latihan,
tugas dan sejenisnya
e) Kontekstual, artinya materi yang disajikan dekat dengan
keseharian siswa
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif
g) Memberikan rangkuman materi pembelajaran
h) Terdapat instrumen penilaian/assesment, yang memungkinkan
penggunaan melakukan self assesment
i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya
mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi
j) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang
mendukung materi pembelajaran dimaksud.
2) Selft Contained
Self contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit
kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam
satu modul secara utuh. Tujuannya adalah memberikan kesempatan
peserta didik untuk mempelajari materi pembelajaran yang tuntas,
karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika
harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit
kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan
keluasan kompetensi yang harus dikuasai.
3) Stand Alone
Stand alone atau berdiri sendiri yaitu modul yang
dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus
digunakan bersama-sama dengan media lain. Dengan
menggunakan modul, pembelajar tidak tergantung dan harus
menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan atau
mengerjakan tugas pada modul tersebut
4) Adaptif
Suatu modul dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat
digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
5) User Friendly
User Friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya.
Maksudya adalah setiap instruksi dan paparan informasi yang
tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya.
Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta
menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu
bentuk User Friendly.
c. Tujuan pengajaran modul
Nasution (2005: 205) menyebutkan bahwa tujuan pengajaran modul
adalah:
1) Membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut kecepatan
masing-masing.
2) Memberi kesempatan pada siswa untuk belajar dengan caranya
masing-masing.
3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengenal kelebihan dan
kekurangan dan memperbaiki kelemahannya melalui modul
remedial, ulangan-ulangan atau variasi cara belajar.
d. Keuntungan pengajaran modul bagi siswa
Modul yang disusun dengan baik dapat memberikan banyak
keuntungan bagi pelajar antara lain (Nasution, 2005: 206-207):
1) Balikan/feedback
Modul memberikan feedback sehingga siswa dapat mengetahui
taraf hasil belajarnya.
2) Penguasaan tuntas/mastery
Setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk mencapai angka
tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas agar
memperoleh dasar yang lebih mantap untuk menghadapi pelajaran
baru.
3) Tujuan
Modul disusun sedemikian rupa sehingga tujuannya jelas, spesifik
dan dapat dicapai oleh murid.
4) Motivasi
Pengajaran yang membimbing siswa untuk mencapai sukses
melalui langkah-langkah yang teratur tentu akan menimbulkan
motivasi yang kuat untuk berusaha segiat-giatnya.
5) Fleksibelitas
Pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa
antara lain mengenai kecepatan belajar, cara belajar dan bahan
belajar.
6) Kerjasama
Pengajaran modul mengurangi/menghilangkan sedapat mungkin
rasa persaingan dikalangan siswa oleh sebab semua dapat mencapai
hasil tertinggi. Dengan sendirinya lebih terbuka kearah kerjasama.
Kerjasama antar murid dan guru dikembangkan karena kedua belah
pihak merasa saling bertanggung jawab atas keberhasilan
pengajaran.
7) Pengajaran remedial
Pengajaran modul dengan sengaja memberi kesempatan untuk
pelajaran remedial yakni memperbaiki kelemahan, kesalahan atau
kekurangan yang segera dapat ditemukan sendiri oleh murid
berdasarkan evaluasi yang diberikan secara kontinu. Murid tidak
perlu mengulangi pelajaran tersebut seluruhnya akan tetapi hanya
akan berkenaan dengan kekurangan itu.
e. Komponen-komponen modul
Modul memiliki komponen-komponen utama yang yang paling
tidak harus tersedia di dalamnya, yaitu sebagai berikut (Sungkono,dkk.,
2003: 12-25):
1) Tinjauan mata pelajaran
2) Pendahuluan
3) Kegiatan Belajar
a) Uraian
b) Contoh dan non contoh
4) Latihan
5) Rambu-rambu jawaban latihan.
6) Rangkuman
7) Tes Formatif
8) Kunci jawaban tes Formatif dan tindak lanjut
f. Prinsip penyusunan modul
1) Persiapan
Kegiatan ini meliputi:
a) Penyiapan dan pengkajian kurikulum (SK dan KD)
b) Pengadaan bahan bacaan/referensi yang diperlukan
c) Penyediaan sarana lain yang diperlukan
2) Pelaksanaan penulisan
a) Menentukan kriteria isi modul, yang antara lain meliputi:
(1) Menentukan urutan materi
(2) Menentukan ruang lingkup materi
(3) Penyajian yang menarik
(4) Format penulisan
b) Teknik penulisan, yang meliputi:
(1) Merinci topik menjadi sub-sub topik
(2) Membuat rancangan penulisan modul sesuai komponen
modul
c) Penulisan bahan/materi, yang meliputi:
(1) Menguraikan topik/sub topik secara sistematis
(2) Untuk memperjelas uraian, hendaknya diberi
ilustrasi/contoh-contoh
(3) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan
karakter/kemampuan peserta didik
(4) Memeriksa kembali apakah ada uraian yang telah ditulis
sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan
3) Uji coba
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui dan meningkatkan
kualitas isi modul yang telah disusun, serta dampaknya terhadap
sasaran. Uji coba hendaknya melibatkan semua komponen terkait
seperti pemakai, ahli media, ahli materi, dan ahli bahasa.
4) Revisi
Setelah dilakukan uji coba maka dapat diketahui bagian-bagian
mana yang sudah baik dan bagian mana yang perlu disempurnakan.
g. Modul pengayaan
Sriyono, dkk. (Anonim, 2011) mengungkapakan bahwa modul
dibagi menjadi tiga macam yaitu :
1) Modul inti
Modul inti sering juga disebut modul dasar atau modul
pokok. Modul inti merupakan paket studi atau pengajaran yang
harus diikuti oleh semua siswa. Maka dari itu modul pokok ini
disiapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan hampir
semua siswa (85% atau lebih) dapat mengerjakan dengan baik
dalam jangka waktu tertentu. Namun kenyataan menunjukkan,
bahwa sebagian siswa dapat menyelesaikan beban studinya lebih
cepat dari pada yang lain. Dan sebagian lagi lebih lambat, hal itu
disebabkan antara lain perbedaan kemampuan intelektual, latar
belakang pendidikan, lingkungan keluarga, sosial, ekonomi dan
lain- lain.
2) Modul pengayaan
Modul pengayaan ini ditujukan kepada siswa yang dapat
menyelesaikan modul inti lebih cepat dari pada lainnya dan
diberikan program tambahan.
3) Modul remedial
Modul remedial adalah modul yang diberikan untuk peserta
didik yang mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan
modul inti. Modul ini merupakan penyerderhanaan modul inti.
Penyederhanaan ini dapat berarti mempermudah materi pada
lembar kegiatan siswa, mempermudah pertanyaaan-pertanyaan
pada lembar tes, mempergunakan denah, gambar, memberikan
resume di dalamnya dan sebagainya.
B. Kajian Keilmuan
1. Struktur Anatomi Daun
Daun mempunyai helaian daun (lamina) umumnya menampilkan
secara jelas spesialisasinya sebagai struktur fotosintesis pada laminanya.
Seperti akar dan batang, daun terdiri atas sistem kulit, sistem vaskular, dan
sistem jaringan dasar. Daun umumnya tidak mengalami pertumbuhan
sekunder maka epidermis tetap sebagai penyusun sistem kulit.
Daun umumnya terdiri dari dua tipe daun, yaitu daun dorsiventral
atau bifasial (umumnya pada tumbuhan dikotil) dan daun isobilateral atau
ekuifasial (umumnya pada tumbuhan monokotil). Daun Dorsiventral
biasanya tumbuh dalam arah horizon dengan permukaan atas dan bawah
yang berbeda, permukaan atas memperoleh penyinaran yang lebih kuat
dibanding permukaan bawah. Perbedaan struktur dalam antara permukaan
atas dan bawah daun dorsiventral dikarenakan penyinaran yang tidak
seimbang tersebut. Sebagian besar daun dikotil dorsiventral. Daun
isobilateral menggantung vertikal sehingga kedua permukaan daun
menerima sinar matahari langsung dengan jumlah yang seimbang. Daun
isobilateral mempunyai struktur yang seragam pada permukaan atas dan
bawah. Sangat sedikit tumbuhan dikotil dan sebagian besar tumbuhan
monokotil mempunyai daun isobilateral (Setjo, dkk., 2004: 325).
Pada umumnya Jaringan yang menyusun daun terdiri atas :
a. Epidermis
Permukaan atas dan bawah daun umumnya tertutup oleh satu lapis
epidermis. Sifat terpenting epidermis adalah susunan sel-sel kompak,
rapat, terdapat kutikula, dan stomata. Hal tersebut berhubungan dengan
fungsi daun sebagai organ transpirasi dan fotosintesis. Dinding luar
epidermis biasanya tebal, dan dilapisi substansi berlilin yang disebut
kutin. Permukaan luar epidermis sering dilapisi kutikula tipis atau tebal.
Lapisan kutikula ini tersusun dari kutin. Akibat dinding luar epidermis
tebal dan berkutin, air tidak dapat melewatinya dengan cepat dan
transpirasi dari permukaan epidermis sangat berkurang, hanya sedikit
saja air yang menguap melalui transpirasi. Epidermis juga mencegah
masuknya patogen ke dalam daun. Fungsi lain epidermis adalah sebagai
pelindung jaringan internal yang lunak (Setjo, dkk., 2004: 345).
Gambar 1. Struktur Anatomi Epidermis Daun Zea mays
(Budiwati, 2009)
Stomata pada daun bisa terdapat pada kedua permukaan maupun
salah satu permukaan saja, namun yang paling umum adalah pada
permukaan bawah. Pada daun dorsiventral, stomata paling banyak
terdapat pada epidermis bawah, sedangkan pada epidermis atas stomata
sedikit atau bahkan tidak ditemukan. Pada daun yang mengapung,
stomata terbatas pada epidermis atas saja, sedangkan pada daun yang
tenggelam tidak mempunyai stomata. Pada daun serofititik, stomata
mungkin tenggelam atau terletak di dalam suatu lekukan.
Epidermis
Gambar 2. Epidermis beserta Stomata pada Daun (Budiwati, 2009)
Setiap stomata dikelilingi dua sel penutup. Sel penutup merupakan
sel yang masih hidup dan mengandung kloroplas, sel penutup mengatur
membuka dan menutupnya stomata. Stomata berperan dalam
pertukaran gas antara tumbuhan dan udara luar.
Berdasarkan keberadaan stomata daun dibedakan menjadi:
1) Daun amfistomatik jika stomata terdapat pada kedua permukaan
daun.
2) Daun epistomatik jika stomata hanya terdapat di permukaan bagian
atas.
3) Daun hipostomatik jika stomata terdapat pada permukaan bagian
bawah.
Letak stomata terhadap epidermis daun berbeda-beda yaitu:
1) Stomata paneropor yaitu stomata sejajar dengan sel epidermis.
Stomata menonjol yaitu stomata terletak diatas permukaan
epidermis.
2) Stomata kriptopor yaitu stomata terletak lebih rendah dibanding sel
epidermis.
Stomata
Epidermis
Posisi stomata erat kaitannya dengan adaptasi tumbuhan terhadap
lingkungan. Stomata menonjol dikaitkan dengan habitat dengan
ketersediaan air melimpah (hidrofitik), sedangkan stomata tenggelam
dikaitkan dengan habitat yang ketersedian airnya rendah (serofitik).
Beberapa bentuk khusus sel epidermis telah berubah struktur dan
fungsinya antara lain: stomata (mulut daun) yang berperan sebagai
tempat pertukaran gas dan uap air, trikomata yang merupakan tonjolan
epidermis dan tersusun atas beberapa sel yang mengalami penebalan
sekunder. Bentuk modifikasi lainnnya dapat berupa sel kipas, sel silika,
sel seperti rambut dan sebagainya. Dengan demikian epidermis pada
daun dapat tersusun atas berbagai tipe sel, yaitu:
1) Sel epidermis yang menyusun massa pokok jaringan epidermis.
2) Sel penutup stomata (umumnya didampingi sel pengiring).
3) Trikomata.
4) Sel silika dan sel gabus (pada Graminae).
5) Sel kipas/sel buliform (pada Graminae).
6) Sel seperti serabut.
Namun bukan berarti setiap daun memiliki semua sel yang disebutkan.
Keterangan
1. Kutikula
2. Epidermis atas
3. Epidermis ganda
4. Sistolit
5. Litokist
6. Stomata
7. Sarung sklerenkim
8. Palisade
9. Jar.spons
10. Berkas
Pengangkut
Gambar 3. Struktur Anatomi Daun Ficus sp.( Budiwati, 2009)
Setjo, dkk (2004, 169) mengungkapakan bahwa hipodermis
adalah jaringan pelindung yang terletak di bawah epidermis. Tumbuhan
berbiji sebagian besar memiliki epidermis yang terdiri dari satu lapis
sel, namun pada tumbuhan tertentu satu atau beberapa lapis sel yang
secara morfologis dan fisiologis berbeda dengan jaringan yang terdapat
lebih dalam. Lapisan ini dapat berkembang secara ontogenis dari dua
jaringan meristematis yang berbeda, yaitu meristem jaringan dasaratau
protoderm. Lapisan yang berkembang dari jarungan dasar disebut
hipodermis, sedangkan yang berasadal dari protoderm disebut
epidermis berlapis (epidermis ganda). Sel epidermis berlapis dapat
1 5 2
3
6
9
4
8
7 1
6
3
ditemukan pada berbagai tumbuhan, sel-sel bawah pada epidermis
berlapis berukuran besar, berdinding tipis, tidak berwarna dan
berfungsi sebagai sel penyimpan air (Setjo, dkk., 2004: 326).
b. Mesofil
Mesofil merupakan jaringan dasar yang dikelilingi epidermis,
atau terletak di antara epidermis atas dan epidermis bawah (Yunani:
mesos, tengah, phyllor, daun). Mesofil merupakan jaringan utama daun.
Mesofil banyak mengandung kloroplas dan ruang antarsel. Mesofil
dapat bersifat homogen dan terbagi menjadi dua tipe yaitu :
1) Jaringan tiang (palisade)
Parenkim palisade umumnya tersusun atas sel- sel yang
berbentuk silindris dan memanjang yang berhimpitan antara yang
satu dengan yang lainnya dengan sumbu panjangnya tegak lurus
dengan epidermis. Jaringan tiang lebih kompak daripada jaringan
spons yang memiliki ruang antar sel yang luas. Meskipun jaringan
tiang nampak lebih rapat, sisi panjang selnya saling terpisah
sehingga udara dalam ruang antar sel tetap mencapai sisi panjang.
Jaringan palisade terdiri atas satu atau lebih dari lapisan sel.
Sel-sel palisade tertata dekat dengan permukaan atas daun, tempat
menerima sinar matahari dan melangsungkan fungsi fotosintesis.
Kloroplas di dalam jaringan palisade lebih banyak daripada
jaringan spons, karena itu warna daun sebelah atas hijau gelap dan
lebih gelap dibandingkan sebelah bawah daun. Kerapatan parenkim
palisade tergantung intensitas cahaya matahari, daun yang
menerima sinara matahari langsung mengembangkan parenkim
yang lebih rapat dibandingkan daun yang berkembang di tempat
teduh.
Pada tumbuhan daerah sedang yang hidup di tanah yang
berkadar air tinggi, jaringan tiang biasanya terdapat dibagian
sebelah atas (adaksial), dan jaringan spons berada di bagian bawah.
Daun seperti itu disebut dorsiventral atau bifasial (bermuka dua).
Jika jaringan tiang terdapat di kedua muka, contohnya terdapat
pada tumbuhan yang hidup didaerah kering (xerofit), disebut
isobilateral (isolateral) atau unifasial. Jaringan tiang telah
terspesialisasi untuk peningkatan fotosintesis (Estiti B. Hidayat,
1995: 196)
2) Jaringan bunga karang (spons).
Jaringan spons tersusun atas sel-sel berdinding tipis, tidak
teratur, dan longgar yang memiliki ruang antar sel yang luas. Sel
parenkim spons mengandung kloroplas dan melakukan fotosintesis,
namun jika dibandingkan dengan jaringan tiang kloroplas pada
jaringan spons lebih sedikit. Ruang udara yang luas pada jaringan
spons menyebabkan jaringan tersebut lebih sesuai untuk pertukaran
gas antara sel dengan udara luar. Ruang udara yang luas mengitari
sel-sel parenkim spons dekat dengan stomata dan berhubungan
langsung dengan stomata . Karena itu sirkulasi udara di sekitar sel-
sel ini jauh lebih bebas dibandingkan dengan sel yang berada
disekitar parenkim palisade, sehingga parenkim spons lebih tepat
untuk pertukaran gas antara sel-sel dengan atmosfer luas
(Setjo,dkk., 2004: 346-347).
c. Jaringan Penyokong
Ibu tulang daun dan tulang cabang berfungsi untuk memperkuat
daun. Jaringan yang memberikan kekuatan mekanik terhadap daun
adalah kolenkim dan skelenkim.
1) Kolenkim
Kolenkim tersusun dari sel-sel hidup dengan dinding yang
menebal di sudut-sudutnya. Tempat-tempat tebal pada dinding
menambah kekuatan sel, sedangkan tempat yang tipis berguna
untuk transfer bahan lebih cepat dari sel ke sel dari pada saat
dinding sel telah menebal seluruhnya (Setjo,dkk., 2004: 347).
Sel-sel kolenkim membantu menyokong bagian tubuh yang
muda. Hal ini nampak jelas pada batang- batang muda yang
memiliki silinder kolenkim yang tepat berada di permukaannya
(misalnya pada batang seledri dan tanaman yang digunakan untuk
membuat tali). Keadaan ini disebabkan karena tidak adanya
dinding sekunder dan lignin yang merupakan agen pengerasan pada
dinding primer, sel-sel kolenkim memberikan dukungan tanpa
menghambat pertumbuhan ( Campbell, dkk., 2000: 300)
Gambar 4. Penampang Melintang Tangkai Daun Apium graveolus
(Budiwati, 2009)
Kolenkim bersifat turgid sehingga memberi kekuatan pada
daun. Berat daun menyebabkan daun cenderung melengkung ke
bawah, hal ini menimbulkan kecenderungan bagian atas daun
tertarik dan bagian bawah daun termampatkan. Karena itu,
kolenkim terdapat di bagian ibu tulang daun tempat yang paling
memerlukan bahan penguat (Setjo,dkk., 2004: 347).
2) Sklerenkim
Umumnya sel sklerenkim atau serabut menyatu dengan
jaringan vaskular daun. Serabut biasanya berupa tudung berkas
pengangkut dekat dengan floem. Kadang, sklerenkim terdapat pada
kedua sisi berkas vaskular yang besar. Sel-sel sklerenkim
berdinding tebal, mati, dan berlignin. Posisi sklerenkim yang
berada di luar floem yang berdinding tipis berfungsi untuk
melindungi floem (Setjo, dkk.,2004: 347).
parenkim
Parenkim
Kolenkim
Gambar 5. Penampang Melintang Batang Hibiscus sabdariffa
(Budiwati, 2009)
d. Jaringan Pengangkut
Jaringan yang membagun sistem pengangkut terletak di dekat atau
di pusat ibu tulang daun. Sistem pengangkut memiliki berbagai bangun,
misalnya berbentuk lingkaran, lingkaran bentuk bulan sabit atau totol-
totol tersebar. Pada yang berbentuk lingkaran, sel-sel parenkim sistem
pengangkut biasanya terdapat di pusat lingkaran. Bagian dalam
lingkaran tersusun dari xilem (ke arah permukaan atas) dan floem (ke
arah permukaan bawah daun).
Xilem tersusun atas trakea, trakeid, serabut kayu, dan parenkim
xilem. Xilem berfungsi menyalurkan air, bahan baku (bahan makanan
mentah) dan juga memberi kekuatan mekanik pada daun. Floem
tersusun atas sel tapis, sel pengiring, dan parenkim floem. Floem
Sel sklerenkim
yang
dindingnya
telah menebal
berfungsi dalam translokasi bahan makanan (hasil fotosintesis) dari
mesofil daun (Setjo, dkk., 2004: 348).
2. Adaptasi Tumbuhan terhadap Lingkungan
Tumbuhan yang tumbuh di dua macam habitat (lingkungan) yang
berbeda sering menunjukkan struktur yang berbeda pula. Para ahli
menganggap bahwa dalam evolusinya, struktur yang berbeda merupakan
adaptasi terhadap lingkungan. Namun, tumbuhan dengan struktur berbeda-
beda, nampak menghuni habitat yang sama, mungkin memiliki cara yang
berbeda dalam menanggulangi kondisi yang mungkin tak menguntungkan
dari kondisi lingkungannya tersebut.
Berdasarkan ketersedian air di lingkungannya dapat dibedakan
tumbuhan xerofit, mesofit, dan hidrofit (higrofit). Xerofit berdaptasi pada
habitat kering, mesofit memerlukan air tanah dalam jumlah banyak dan
atmosfer yang lembab, hidrofit bergantung pada lingkungan yang sangat
lembab atau tumbuh sebagian atau seluruhnya dalam air. Sifat tumbuhan
yang terkait dengan habitat tersebut masing-masing disebut xeromorfi,
mesomorfi, dan hidromorfi (Estiti B. Hidayat, 1995: 214).
a. Xeromorfi
Salah satu sifat xeromorfi terpenting adalah rasio permukaan luas
eksternal terhadap volumenya, yang bernilai kecil. Berkurangnya luas
permukaaan luar diiringi oleh mengecilnya ukuran sel, bertambah
tebal dindingnya, bertambah rapat sistem jaringan pembuluh dan
stomata, bertambahnya jumlah jaringan tiang, sementara jaringan
spons berkurang. Daun sering ditutupi oleh rambut.
Mengecilnya ukuran daun dianggap sebagai sifat yang berkaitan
dengan menurunnya kecepatan transpirasi. Tumbuhan berdaun kecil
lebih umum di habitat kering. Rambutpun amat umum ditemukan
pada xerofit. Air pada daun diangkut tidak hanya melalui berkas
pembuluh dan perluasannya, melainkan juga oleh sel mesofil dan
epidermis. Angkutan air menuju epidermis berlangsung lebih sering
dalam jaringan tiang daripada lewat jaringan spons. Akan tetapi,
adanya ruang antarsel, terutama di antara sel tiang, membatasi
angkutan air. Volume ruang antarsel pada daun xerofit lebih kecil
daripada volume pada daun mesofit, yakni daun tumbuhan yang
tumbuh di tempat yang cukup air. Akan tetapi, rasio antara permukaan
interna bebas terhadap permukaan eksterna bagi tumbuhan
lingkungan teduh menunjukkan nilai kecil (6,8-9,9), sedangkan untuk
daun xeromorf nilai itu tinggi (17,2-31,3). Penambahan permukaan
interna mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah jaringan tiang
(Estiti B. Hidayat, 1995: 215).
Pada beberapa xerofit, dan secara umum pada halofit (tumbuhan
di habitat berair asin), terdapat jaringan khusus penyimpan air.
Jaringan ini terdiri atas sel dengan vakuola besar yang mengandung
cairan vakuola encer atau kental dan berlendir (Estiti B. Hidayat,
1995: 215). Pada sel-sel itu, sitoplasma tipis melapisi dinding sel, dan
dinding sel itu terdapat kloroplas yang tersebar. Tekanan osmosis
dalam sel yang berfotosintesis lebih tinggi daripada di dalam jaringan
nonfotosintesis, dan jika kekurangan air, sel akan memperolehnya dari
jaringan penyimpan air. Akibatnya, sel berdinding tipis penyimpan air
tersebut mengkerut, namun bila keadaan menguntungkan, sel akan
segera kembali ke stadium semula.
Sejumlah tanaman kita kenal sebagai tanaman halofit tumbuh
pada lingkungan bergaram/payau contohnya adalah bakau. Bakau
dapat dikatakan juga sebagai xerofit, karena pada tumbuhan xerofit,
penyebab keringnya kondisi lingkungan disebabkan oleh berbagai
faktor di antaranya kelembaban yang rendah baik di dalam tanah
maupun udara, intensitas cahaya yang tinggi, angin yang kencang
serta kadar garam yang tinggi (Ratnawati, 1996: 37). Pada tanaman
bakau (halofit) meskipun tanaman tersebut tumbuh pada habitat yang
berair tapi tanaman tersebut mengembangkan struktur yang rumit
yang mencegah hilangnya air (James & McDaniel, 1951: 381).
Tumbuhan halofit contonya mangrove (Avicennia sp.) memiliki
adaptasi anatomi dalam merespon kondisi ekstrim tempat tumbuhnya,
seperti adanya kelanjar garam pada tumbuhan secreter, dan kulit yang
selalu mengelupas pada tumbuhan non-secreter sebagai tanggapan
lingkungan yang salin, sistem perakaran yang khas dan lentisel
sebagai tanggapan tanah yang jenuh air, struktur dan posisi daun yang
khas sebagai tanggapan terhadap radiasi sinar matahari dan suhu
tinggi.
Halofit merupakan tumbuhan yang mekanisme pengeluaran
garamnya kurang aktif pada sistem akar, seringkali mengalami proses
desalinasi pada perenkim daun melalui pengeluaran yang aktif.
Tumbuhan mangrove dibedakan menjadi dua (Onrizal, 2005: 2)
golongan yaitu:
1) Secreter : jenis-jenis mangrove yang memiliki struktur
kelenjar garam seperti Avicennia sp., Aegeceras sp., dan
Aegialitis sp.
2) No- Secreter : jenis-jenis mangrove yang tidak memiliki
struktur kelenjar seperti Rhizophora sp., Bruguiera sp.,
Sonneratia sp.
b. Hidromorfi
Berbeda dengan berbagai jenis xerofit yang memenuhi habitat
kering, struktur yang khas bagi hidrofit tidak terlalu beragam. Hal itu
mungkin karena air merupakan habitat yang lebih homogen. Faktor
yang terutama mempengaruhi tanaman air adalah suhu, udara, dan
konsentrasi serta susunan garam dalam air. Sifat struktural yang paling
menonjol pada daun tanaman air adalah berkurangnya jaringan
pengokoh dan pelindung, berkurangnya jumlah jaringan angkut,
terutama xilem, dan terdapatnya banyak rongga udara.
Epidermis pada tanaman air tidak memiliki tugas melindungi,
tetapi berperan dalam memperoleh zat hara dari air dan dalam
pertukaran gas. Kutikulanya amat tipis seperti juga dinding selnya, dan
sel epidermisnya sering berkloroplas. Stomata biasanya tak terdapat,
tetapi pada daun yang mengapung, di bagian atas (Estiti B. Hidayat,
1995: 214-216).
C. KERANGKA BERFIKIR
Gambar 6. Alur kerangka Berfikir Pembuatan Modul
disusun
memenuhi
syarat
dilihat
potensinya
sebag
ai
Prototype Modul
Pengayaan “Keragaman
Struktur Anatomi
Daun”
Persyaratan sumber belajar:
1. Kejelasan potensi
2. Kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran
3. Sasaran materi dan
peruntukannya
4. Informasi yang diungkap
5. Pedoman eksplorasi
6. Perolehan yang dicapai
Sumber Belajar Biologi Perbandingan Struktur Anatomi
Daun Tumbuhan Halofit, Xerofit
dan Hidrofit
dapat disusun uji
kelayakan
Prototype “Modul
Keragaman Struktur
Anatomi Daun” Layak
digunakan dalam
kegiatan pembelajaran
2 Dosen Ahli Materi , 2
Ahli Media, 4 guru
Biologi, 4 Peer Reviewer
13 Siswa SMA N 9
Yogyakarta yang lulus
KKM materi Jaringan pada
Tumbuhan
Layak diujicoba di
lapangan dengan revisi
dari reviewer
direvisi,
hasilnya
uji coba
terbatas
pada direvisi,
hasilnya