BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A....
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A....
7
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Kajian Teori
1. Definisi Kebudayaan
Dalam buku Tri Widiarto (Koentjaraningrat) mendefinisikan etimologi istilah
kebudayan atau budaya berasal dari kata Sansekerta Buddhayah bentuk jamaknya
Buddhi, artinya akal. Sedangkan pada diri manusia terdapat unsur-unsur potensi
budaya. (Koentjaraningrat, 1986:32).
a. Cipta, yakni kemampuan akal pikiran yang menimbulkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Manusia selalu memiliki keinginan untuk mengetahui rahasia-rahasia
alam dan kehidupan. Dengan akal, pikiran dan nalar (ratio) manusia selalu
mencari, menyelidiki dan menemukan sesuatu yang baru, serta mampu
menciptakan karya-karya besar.
b. Rasa, dengan panca inderanya manusia mengembangkan rasa keindahan atau
estetika dan melahirkan karya-karya kesenian.
c. Karsa, atau kehendak, dengan ini manusia selalu menghendaki untuk
menyempurnakan hidupnya, merindukan kemuliaan hidup, mencapai kesusilaan,
budi pekerti luhur dan selalu mencari perlindungan dari sang pencipta.
Dengan potensi cipta, rasa dan karsa itu manusia hidup berbudaya atau
berperadaban. Kebudayaan mencakup pengertian sangat luas. Berdasarkan uraian
tersebut maka kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan gagasan, tindakan,
8
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
manusia melalui belajar.
Kebudayaan merupakan keseluruhan hasil kreativitas manusia yang sangat
kompleks. Di dalamnya berisi struktur-struktur yang saling berhubungan, sehingga
merupakan kesatuan yang berfungsi pedoman dalam kehidupan. Adanya kait mengait
diantara unsur-unsur itulah sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan adalah
sebagai sistem. Artinya, kebudayaan merupakan kesatuan organis dari rangkaian
gejala, ujud, dan unsur-unsur yang berkaitan satu dengan yang lain. (Tri Widiarto,
2009:10).
Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa kebudayaan adalah budi daya
manusia dalam hidup bermasyarakat. Sementara itu kebudayaan juga sering
disamakan dengan istilah kultur atau culture (bahasa Inggris). Sebenarnya istilah
tersebut berasal dari kata colere (bahasa latin) artinya mengelola atau mengerjakan,
yaitu mengolah tanah menjadi lahan pertanian. Dalam buku Tri Widiarto yang
berjudul Psikologi Lintas Budaya Indonesia. (Tri Widiarto, 2009:11).
Kebudayaan Indonesia adalah salah satu kondisi yang majemuk karena
bermodalkan berbagai kebudayaan lingkungan wilayah yang berkembang menurut
tuntutan sejarahnya sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan wilayah-wilayah
itu memberikan jawaban terhadap masing-masing tantangan, itulah yang
memberikan bentuk dari kebudayaan itu. Juga proses sosialisasinya yang kemudian
dikembangkan dalam kerangka masing-masing kultur itu, memberi warna kepada
kepribadian yang muncul dari lingkungan wilayah budaya itu sendiri. Menurut
9
Pamerdi Giri Wiloso (1990:19). Kebudayaan suatu masyarakat merupakan identitas
masyarakat itu yang para warganya dijadikan pedoman dalam kehidupan mereka.
Seperti yang diungkapkan oleh Pamerdi Giri Wiloso (1990:17) bahwa kebudayaan
nasional mempunyai fungsi untuk memperkokoh solidaritas bangsa dan
memperkokoh persatuan bangsa.
2. Wujud Kebudayaan
Menurut (Koentjaraningrat, 1974:5-7) berpendapat bahwa kebudayaan itu
mempunyai paling sedikit tiga wujud, ialah :
a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari idé-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat,
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Ketiga wujud dari kebudayaan terurai di atas, dalam kenyataan kehidupan
masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan dan adat istiadat
mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-
pikiran dan ide-ide, maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-
benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik itu membentuk suatu
lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari
lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya,
bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya.
10
Ketiga wujud dari kebudayaan terurai di atas, dalam kenyataan kehidupan
masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan lain. Kebudayaan dan adat-istiadat
mengatur dan memberiarah kepada perbuatan dan karya manusia.
3. Unsur-Unsur Kebudayaan
Menurut (Koentjaraningrat, 1974:2) unsur-unsur universal itu, yang sekalian
merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini, adalah:
a. Sistem religi dan upacara keagamaan,
b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan,
c. Sistem pengetahuan,
d. Bahasa,
e. Kesenian,
f. Sistem mata pencaharian hidup,
g. Sistem teknologi dan peralatan.
Ketujuh unsur universal tersebut masing-masing dapat dipecah lagi ke dalam
sub-unsur-unsurnya. Demikian ketujuh unsur kebudayaan universal tadi memang
mencakup seluruh kebudayaan makhluk manusia dimanapun juga di dunia, dan
menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari konsepnya.
4. Pengertian Upacara Adat Tradisional
Adat adalah peraturan hidup sehari-hari. Upacara tradisional adalah kegiatan
sosial yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha bersama untuk mencapai
tujuan. Upacara tradisional merupakan merupakan suatu kegiatan sosial yang
melibatkan warga masyarakat pendukungnya dalam usaha bersama untuk mencapai
11
tujuan keselamatan, yang mengandung aturan-aturan yang wajib dipenuhi dan
dilaksanakan oleh warga masyarakat. (Herusatoto, 1984:1).
Dari pengertian diatas, terdapat hal-hal yang sangat penting dalam upacara tradisional
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Upacara tradisional merupakan kegiatan sosial yang dilakukan warga masyarakat
yang mendukung upacara tradisional daerah setempat yang mempunyai tujuan
bersama yaitu untuk keselamatan.
b. Untuk mencapai keselamatan maka warga masyarakat melakukan upacara
tradisional, keselamatan yang dimaksud adalah bebas dari kutukan contohnya dari
penyakit, gagal panen, kematian dan termasuk kerukunan dan keamanan antar
warga masyarakat setempat.
c. Dalam melaksanakan upacara tradisional suatu usaha yang baik oleh warga
masyarakat sebagai pendukungnya. Upacara tradisional dalam pelaksanaannya
mengandung aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh warga masyarakat bersama.
Usaha dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam gotong-royong bersama
termasuk biaya pelaksanaan upacara tradisional semuanya dapat dipikul dan
ditanggung bersama demi kelancaran pelaksanaan upacara (Boestami, 1985:1).
Di dalam masyarakat, tradisi tidak terlepas dari aturan norma yang harus di
taati yang nantinya sangat berguna untuk mencapai tujuan hidup yang selaras dengan
cita-cita yang diinginkan. Tradisi merupakan adat-istiadat atau kebiasaan yang
dilakukan secara turun-temurun di dalam suatu masyarakat. Adat kebiasaan itu
tumbuh melalui proses belajar yang diturunkan oleh para pendahulu yang telah tiada
12
kepada generasi berikutnya. Contohnya adalah upacara tradisi, upacara tradisi
diwariskan oleh nenek moyang kepada masyarakat tidak dapat berjalan dengan
sendirinya tetapi melalui proses belajar.
Upacara tradisional dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat
diantaranya adalah dapat meningkatkan rasa kebersamaan solidaritas yang tinggi,
rasa kekeluargaan dan gotong-royong karena di dalam upacara tradisional
membutuhkan suatu kerjasama yang baik antar warga masyarakat yang sebagai
pendukungnya. Manusia tidak dapat melakukan suatu pekerjaan yang berat tanpa
adanya bantuan dari orang lain maka denga itu perlu diadakan gotong-royong untuk
melakukan pekerjaan berat tersebut.
5. Tujuan Upacara Tradisional
Tujuan upacara tradisional menurut Hambali, dkk (1985:2) berpendapat
bahwa tujuan upacara tradisional adalah untuk mewujudkan pengertian dan
pemahaman atas nilai-nilai serta gagasan vital yang terkandung didalamnya,
sedangkan menurut Daud Kadir, dkk (1985:4) upacara tradisional mempunyai tujuan
untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya yang berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat, dan menurut Budiono Heru Satoto (1984:98)
menyatakan bahwa upacara tradisional mempunyai tujuan untuk menghindarkan
gangguan dari roh jahat.
Dari ke tiga pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa melalui
upacara tradisional terkandung nilai-nilai kehidupan yang berpengaruh bagi
masyarakat, dengan demikian dapat dikatakan bahwa:
13
a. Upacara tradisional yang diselenggarakan mengandung nilai-nilai kehidupan yang
harus dipahami dan dimengerti oleh masyarakat sebagai pendukungnya dalam
menjalankan hubungan sosial dalam masyarakat.
b. Upacara tradisional mempunyai tujuan untuk menghindarkan manusia dari
gangguan roh jahat, untuk itulah upacara perlu diselenggarakan.
c. Upacara tradisional mempunyai tujuan sebagai alat komunikasi antar sesama dan
juga sebagai penghubung antar dunia nyata dan dunia gaib.
6. Komponen-Komponen Upacara Tradisional
Koentjaraningrat mengatakan bahwa semua komponen upacara keagamaan
seperti tempat upacara, waktu atau saat-saat upacara, peralatan atau perlengkapan
upacara dan lain sebagainya mempunyai sifat sakral atau keramat. (Koentjaraningrat,
1977:249)
Manusia menyadari bahwa selain dirinya didunia ini ada suatu alam yang
tidak Nampak dan berada diluar jangkauan akalnya yaitu gaib. “Dunia gaib itu
didiami oleh dewa-dewa yang baik maupun jahat, makhluk-makhluk halus seperti
roh-roh leluhur, roh-roh lainnya yang baik dan buruk serta kekuatan sakti yang
berguna maupun dapat menyebabkan bencana” (Koentjaraningrat, 1974: 95). Dunia
gaib dihadapi manusia dengan berbagai macam perasaan yaitu takut, karena manusia
merasa bahwa orang yang sudah meninggal rohnya masih berada disekitarnya. Rasa
hormat karena manusia menganggap roh leluhur yang sudah meninggal merupakan
cikal bakal yang telah menurunkan anggota masyarakat setempat. Rasa cinta karena
manusia merasa dirinya membutuhkan roh-roh para leluhur itu untuk mendatangkan
14
suatu berkah atau keselamatan. Perasaan-perasaan inilah yang membuat manusia
terdorong untuk melakukan tindakan yang bertujuan mencari hubungan dengan gaib.
Salah satu cara yang digunakan yaitu melalui tradisi Nyangahatn.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa semua komponen upacara keagamaan
seperti tempat upacara, waktu atau saat-saat upacara, peralatan atau perlengkapan
upacara dan lain sebagainya mempunyai sifat sakral atau keramat.
(Koentajaraningrat, 1977: 249).
Untuk lebih memperjelas jenis-jenis tersebut diatas maka diuraikan sebagai berikut:
a. Tempat Upacara
“Tempat upacara biasanya tempat yang terpisah khusus. Tempat itu seolah-
olah dikhususkan dan tidak boleh didatangi oleh barang siapa yang tak
berkepentingan. Mereka yang mempunyai kepentingan tidak boleh berbuat
sembarangan ditempat itu harus hati-hati dan memperhatikan larangan serta
pantangan” (Koentjaraningrat, 1974: 104).
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tempat upacara
biasanya membutuhkan tempat yang khusus dan hanya yang berkepentingan saja
yang boleh datang berkunjung dengan memperhatikan larangan serta pantangan yang
sudah ditetapkan contohnya: di kuburan, terutama pada makam orang-orang yang
mempunyai peranan penting dan dianggap mempunyai kesaktian misalnya makam
para Ketua Adat atau Kepala Suku dan makam nenek moyang.
15
b. Waktu Penyelengaraan Upacara
Waktu pelaksanaan upacara merupakan faktor penting.
“Waktu dilakukannya upacara tersebut adalah waktu yang berulang tetap,
sejajar dengan gerak alam, yang biasanya dilakukan sekali dalam setahun”
(Koentjaraningrat, 1974:106). Di Indonesia khususnya pada bulan Jawa perayaan-
perayaan upacara tahunan kebanyakan dilakukan pada bulan Syura, yaitu bulan
pertama dari perhitungan tahun Jawa dan bulan Sapar yaitu bulan kedua perhitungan
tahun Jawa. Upacara-upacara tradisi dilakukan karena ada dorongan perasaan
manusia untuk melakukan perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia
gaib.
c. Benda-benda Yang Merupakan Alat Dalam Upacara
Benda-benda upacara alat-alat yang digunakan untuk menjalankan upacara
tradisi. Adapun benda-benda yang digunakan dalam setiap upacara tradisi adalah alat-
alat bunyian, karena suara yang ditimbulkan akan menambah suasana keramat.
d. Orang-orang Yang Melakukan Upacara
Upacara tradisi merupakan proses kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat
sebagai pendukungnya untuk melakukan suatu rangkaian kegiatan dengan seluruh
sistem aturan-aturan dan nilai-nilai budaya yang berlaku yaitu kerukunan, gotong-
royong, solidaritas. Dalam pelaksanaan upacara itu dibutuhkan orang-orang yang
memainkan peranan penting yaitu Panyangahatn, seorang pemuka adat yang
termasuk kategori orang tetua adat dalam masyarakat suku Dayak Kanayatn.
16
Upacara-upacara tradisional yang ada di Indonesia secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Upacara tradisi yang berkaitan dengan alam, merupakan upacara yang
berhubungan dengan kepercayaan terhadap dunia gaib dan semua peristiwa alam
yang ada.
b. Upacara tradisi yang berhubungan dengan leluhur. Upacara tradisi ini
berhubungan erat dengan adanya harapan keselamatan dalam hidupnya, serta
dijauhkan dari gangguan-gangguan makhluk halus dan perbuatan yang dapat
merugikan diri sendiri. (Komanjaya Karkoro 1992: V).
c. Upacara tradisi yang berkaitan dengan mitos, yaitu upacara tradisi yang di
dalamnya mengandung pemujaan terhadap seseorang yang dianggap memiliki
kemampuan diatas kemampuan manusia normal (memiliki kesaktian).
d. Upacara tradisi yang berkaitan dengan legenda, dalam kaitannya dengan jenis ini
dapat dilakukan klasifikasi sebagai berikut:
1. Legenda yang dianggap mempunyai daya kemampuan yang hebat atau benar-
benar terjadi di dalam kehidupan masyarakat setempat misalnya batu
penunggu kampong yang dianggap sebagai tempat makhluk halus selalu
diberi sesajen berupa ”ancak”.
2. Legenda yang menceritakan tentang kejadian di suatu tempat baik
menyangkut nama tempat, bentuk potografi yaitu bentuk permukaan suatu
daerah apakah berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya. (James Dananjaya
1991: 75).
17
7. Fungsi Upacara Tradisional
Untuk mengetahui fungsi upacara tradisional dapat dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu:
a. Upacara tradisi dengan menggunakan pendekatan sosiologis
Upacara tradisi ini dilakukan oleh seluruh warga masyarakat Desa Pahokng
secara bersama-sama. Di dalam setiap pelaksanaan selalu mengandung aturan-
aturan atau pantangan yang tidak boleh dilanggar serta norma yang harus dipatuhi
oleh semua warga masyarakat denga tujuan untuk memperoleh keselamatan
bersama. Dalam upacara ini sangat terasa kebersamaan serta kekeluargaannya
diantara satu dengan yang lainnya, sehingga terbangunlah nilai sosial yang sangat
tinggi di dalam masyarakat Desa Pahokng. Dengan demikian terbangunlah rasa
harmonis aman tenteram dan sejahtera di antara masyarakat Desa Pahokng.
b. Fungsi pendekatan antropologis
Dilihat dari sudut antropologis upacara tradisi ini mengandung arti doa atau
mantera dalam bahasa daerah yaitu bahasa Dayak Kanayatn, yang disertai dengan
segala macam perangkat adat dalam pelaksanaan upacara adat Nyangahatn yang
dilakukan oleh semua masyarakat dalam bentuk ucapan syukur kepada Jubata
(Tuhan) serta untuk meminta keselamatan dan berkat kepada Jubata (Tuhan).
8. Sistem Kerukunan Dalam Upacara Tradisional
Kerukunan bagi orang Dayak adalah sebagai dasar utama untuk mencapai
persatuan dan kesatuan masyarakat. Pengertian rukun menurut (Sujamto, 1991: 65)
18
adalah keadaan dimana terdapat sikap saling pengertian dan dalam perbedaan dan
saling penghargaan serta penuh persahabatan antar sesama masyarakat.
Sedangkan menurut (Niels Mulder, 1991: 42-43) pengertian rukun yang
dimaksud adalah berada dalam harmoni tenteram dan damai, seperti persahabatan
ideal tanpa pertengkaran dan perselisihan, bersahabat dan terpadu dalam tujuan dan
saling membantu satu sama lain.
Dalam sebuah kehidupan masyarakat yang majemuk selalu diwarnai dengan
suatu perbedaan karena setiap individu atau kelompok berasal dari sebuah lingkungan
keluarga yang berbeda. Namun bukan berarti perbedaan tersebut tidak dapat diatasi,
tetapi jika masing-masing individu atau kelompok ada sikap saling pengertian dan
saling menghargai adanya perbedaan maka tidak akan terjadi pertengkaran atau
perselisihan.
9. Nilai-Nilai Budaya
Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat Nyangahatn diantaranya
sebagai berikut:
a. Nilai kebersamaan. Upacara adat Nyangahatn terkadang dilaksanakan secara
bersama-sama oleh seluruh warga kampung. Pada saat persiapan, para warga
melakukannya secara bergotong-royong. Realitas ini menunjukkan bahwa orang
Dayak Kanayatn masih menjunjung tinggi semangat kebersamaan. Dengan
kegiatan tersebut, masyarakat dapat memperkuat solidaritas di antara mereka.
b. Nilai pelestarian sastra lisan dan bahasa asli. Nilai ini tampak dari pembacaan doa
dan mantera dimana hal itu merupakan bagian dari sastra lisan yang harus dijaga
19
keberadaannya. Hal ini penting untuk menjaga tergesernya bahasa asli Dayak
Kanayatn dari gempuran bahasa Indonesia atau bahasa asing.
c. Nilai terima kasih kepada Jubata (Tuhan) atas segala berkat yang telah diberikan
kepada manusia. Orang Dayak Kanayatn memahami bahwa hal itu merupakan
karunia yang diberikan oleh Tuhan mereka, untuk itu mereka mengungkapkan
rasa terima kasih dengan menyelenggarakan upacara adat Nyangahatn.
d. Nilai spiritual. Nilai ini tercermin dari berbagai doa yang dipersembahkan kepada
Tuhan orang Dayak Kanayatn yang dianggap telah memberikan rejeki yang
melimpah. Dari sini tampak bahwa Nyangahatn tidak hanya sekedar tradisi, tetapi
juga merupakan sebuah ruang dimana orang Dayak Kanayatn dapat mendekatkan
diri dengan Tuhan untuk memohon, mengadu dan meminta perlindungan dari
segala keburukan dalam hidup mereka.
e. Nilai berbagi kepada sesama. Nilai ini tampak nyata khususnya pada perayaan
Nyangahatn seusai panen, dimana hampir semua petani memasak hasil panen
pertama, kemudian diadakan makan bersama. Mereka menyebutnya Makatn Nasi
Barahu (makan nasi baru dari hasil panen). Jika acara ini diadakan bersama-sama,
maka akan banyak nasi yang dimasak dan upacara semakin meriah.
(http://yohanessupriyadi.blogspot.com/. Judul: Nyangahatn. Diunduh tanggal 18
Januari 2010).
10. Pengertian Simbol
Menurut Budiono Herusatoto dalam bukunya yang berjudul Simbolisme Jawa,
simbol atau lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan perantara
20
pemahaman terhadap objek dengan maksud bahwa sesuatu hal atau keadaan tersebut
menjadi pemimpin pemahaman si subjek kepada objek dan menurut etimologinya
simbol dan simbolisasi diambil dari kata Yunani Sumballo (Sumballein) yang
mempunyai beberapa arti yaitu berwawancara, merenungkan, membandingkan,
bertemu, melemparkan menjadi satu, menyatukan. Bentuk simbol adalah penyatuan
dua hal menjadi satu. Tentang simbol dan simbolisasi terhadap dua macam pendapat
atau pemikiran. (Budiono Herusatoto, 2008:18).
Simbol merupakan hasil dari alam pemikiran masyarakat Dayak Kanayatn
sebagai mahluk ciptaan Jubata yang memiliki keterbatasan. Gejala kehidupan
manusia yang dapat lahir, hidup dan mati merupakan suatu pedoman bagi masyarakat
Dayak Kanayatn akan ketidak kekalan hidup. Sebagai mahluk ciptaan yang fana,
masyarakat Dayak Kanayatn merasa harus hidup dengan manusia ciptaan lain. (Nico
Andas Putra, 2004: 134).
B. Penelitian Yang Relevan
Berikut ini dikemukakan penelitian yang relevan dengan membahas
permasalahan yang sesuai dengan penelitian ini, yaitu:
Menurut skripsi Rizsa Renanda (1598002) Makna Tradisi Saparan Dalam
Mendorong Kerukunan Warga Masyarakat Desa Warak Kecamatan Sidomukti
Kotamadya Salatiga. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen
Satya Wacana. Membahas secara luas bagaimana makna tradisi Saparan di Desa
Warak Kecamatan Sidomukti Kotamadya Salatiga. Dan nilai-nilai yang terkandung
dalam tradisi Saparan adalah nilai keasatuan yakni rasa persaudaraan dan rasa ingin
21
membantu satu sama lainnya untuk memmunculkan rasa kebersamaan yang didasari
oleh rasa senasib seperjuangan, serta nilai komunikasi yakni sebagai sarana
komunikasi serta silaturahmi antar warga Desa Warak dan sekitarnya. Dalam
penelitian skripsi Rizsa Renanda (1598002) memiliki kesamaan dengan penelitian
skripsi yang saya buat, akan tetapi tempat, waktu, dan pelaksanaanya sangat jelas
berbeda.
Penelitian ini akan membahas secara luas bagaimana makna dari upacara adat
Nyangahatn dalam upaya pelestarian budaya suku Dayak Kanayatn di Kabupaten
Landak Propinsi Kalimantan Barat. Serta nilai-nilai kebersamaan masyarakat dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.