BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional...

20
9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak Menurut Waluyo (2009), pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra Prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). Selain itu menurut undang-undang pajak menurut pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pajak

Menurut Waluyo (2009), pajak adalah iuran masyarakat kepada

Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat

prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah

untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung tugas Negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Sedangkan menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas

Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontra Prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

Selain itu menurut undang-undang pajak menurut pasal 1 angka 1 UU

No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU

No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat

timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa pajak

adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

10

wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dan tidak mendapatkan

prestasi-prestasi kembali yang secara langsung dapat ditunjuk.

Adapun fungsi dari pajak itu sendiri pada dasarnya adalah:

(Mardiasmo, 2011)

1. Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk

membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan

pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.

B. Pajak Penghasilan Badan dan OPPT Pasal 25

Secara umum Soebakir, dkk (1999) mendefinisikan pajak penghasilan

sebagai suatu pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan

yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Salah satu subjek pajak

adalah badan, terdiri dari perseroan terbatas, Perseroan Komanditer,

Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah

dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma,

kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pension

dan bentuk badan usaha lainnya. Dengan demikian, pajak penghasilan badan

yang dikenalkan terhadap salah satu bentuk usaha tersebut, atas penghasilan

yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.

Sedangkan yang dimaksud dengan pajak penghasilan pasal 25

menurut Waluyo dan Ilyas (2009) adalah angsuran Pajak Penghasilan yang

harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun berjalan.

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

11

Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif

pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian

peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pemberian insentif tersebut

dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada

kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian di

Indonesia. Pemberian insentif juga diharapkan dapat mendorong kepatuhan

WP yang bergerak di UMKM.

Kemudian bagi WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT) adalah

Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir

dan atau eceran barang-barang konsumsi melali tempat usaha/gerai (outlet)

yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk kendaraan bermotor dan

restoran. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 untuk WP

OPPT ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari

masing-masing tempat usaha tersebut. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25

tersebut dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau

Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang

mencantumkan NPWP masing-masing tempat usaha. Pembayaran angsuran

PPh Pasal 25 tersebut bersifat tidak final yaitu merupakan kredit pajak atas

Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Jatuh

tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lama tanggal 15 (lima belas)

bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Dari uraian tersebut di atas, maka pajak penghasilan badan atau OPPT

Pasal 25 adalah Angsuran Pajak Penghasilan yang dipungut pemerintah pusat

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

12

dan harus dibayar sendiri oleh badan atau orang pribadi pengusaha tertentu

setiap bulan dalam tahun berjalan sesuai dengan peraturan perpajakan.

C. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam dunia perpajakan dikenal beberapa sistem pemungutan pajak

(stelsel). Menurut Rosdiana (2005), yang menjadi tujuan dari administrasi

perpajakan adalah mendorong terjadinya kepatuhan sukarela (voluntary

compliances). Kepatuhan pajak sukarela tersebut dapat didorong apabila

administrasi perpajakan secara tegas menunjukkan dapat mendeteksi dan

menangkap para wajib pajak yang tidak menjalankan kewajibannya atau

wajib pajak yang tidak patuh, serta menerapkan sanksi sesuai dengan aturan

yang berlaku tanpa pengecualian. Oleh karenanya, menurut Mansury (1996),

untuk terselenggaranya administrasi perpajakan yang baik, setidaknya harus

memiliki dasar-dasar sebagai berikut :

1. Kejelasan dan kesederhanaan dari ketentuan undang-undang yang

memudahkan bagi administrasi dan memberi kejelasan pada wajib pajak.

2. Kesederhanaan akan mengurangi penyelundupan pajak. Kesederhanaan

yang dimaksud baik dalam perumusan yuridis, yang memberikan

kemudahan untuk dipahami, maupun kesederhanaan untuk dilaksanakan

oleh aparat dan wajib pajak.

Menurut Ilyas dan Burton (2004) sistem pemungutan pajak yang

diterapkan oleh pemerintah Indonesia ada 2 (dua), yaitu: official assessment

system, dan self assessment system. Namun sejak diadakannya reformasi

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

13

perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang

Nomor 9 Tahun 1994 dan undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sistem pemungutan pajak di

Indonesia berubah dari official assessment system menjadi self assessment

system.

1. Official assessment system

a. Definisi

Pengertian menurut Official assessment system menurut

Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada Fiskus untuk menentukan besarnya pajak

terutang. Official assessment system juga dapat didefinisikan sebagai

sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Fiskus untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak (Resmi,

2007).

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan, bahwa Official

assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang dimana

pihak fiskus yang berperan aktif dalam menghitung dan menetapkan

besaran pajak yang terhutang.

b. Ciri

Secara umum, sistem Official Assesment memiliki ciri-ciri

antara lain: (Ilyas dan Burton, 2004)

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

14

2) Wajib pajak bersifat pasif

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan oleh

fiskus

Menurut Gunadi (1997), di dalam Official Assessment terdapat

dua hal penting, yaitu:

1) Tanggung jawab pemungutan pajak terletak sepenuhnya pada

penguasa pemerintahan sebagaimana tercermin dalam sistem

penetapan pajak yang sepenuhnya menjadi wewenang

administrasi perpajakan.

2) Pelaksanaan kewajiban perpajakan dalam banyak hal menjadi

sangat tergantung pada pelaksanaan administrasi perpajakan yang

dilakukan oleh aparat perpajakan. Hal ini menyebabkan wajib

pajak kurang mendapatkan pembinaan dan bimbingan terhadap

kewajiban perpajakannya, serta kurang diikutsertakan dalam

memikul beban negara untuk mempertahankan kelangsungan

pembangunan nasional.

2. Self Assessment System

a. Definisi

Adapun pengertian self assessment system menurut Waluyo

dan Ilyas (2003) adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang,

kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak

yang harus dibayar. Sedangkan Self Assessment System menurut

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

15

Resmi (2007) adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak

terhutang setiap tahunnya sesuai dengan undang-undang perpajakan

yang berlaku.

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan, bahwa Self

Assessment System merupakan wewenang, kepercayaan,

tanggungjawab untuk wajib pajak menghitung, memperhitungkan,

membayar, dan melaporkan sendiri besar pajak yang harus dibayar

setiap tahun sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.

b. Ciri

Ciri-ciri umum dari sistem ini antara lain adalah: (Ilyas dan

Burton, 2004)

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

wajib pajak sendiri.

2) Wajib pajak bersifat aktif, karena melakukan sendiri kegiatan

menghitung, menyetor dan melaporkan pajak terutang.

3) Fiskus hanya berperan sebagai pengawas (controller).

4) Timbul karena UU dan karena terjadinya keadaan atau perbuatan.

Berdasarkan pendapat Ilyas dan Burton (2004), maka perbedaan ciri

umum dari kedua sistem pemungutan pajak tersebut di atas diringkas pada

tabel di bawah ini:

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

16

Tabel 2.1

Perbedaan Official Assessment System & Self Assessment System

Perbedaan Official Assessment

System

Self Assessment System

Wewenang

menentukan pajak

terutang

Besarnya pajak terutang

ditentukan oleh Fiskus

Besarnya pajak terutang

ditentukan oleh Wajib

Pajak

Peran Wajib pajak Wajib pajak bersifat pasif Wajib pajak bersifat

aktif.

Peran Fiskus Fiscus bertindak aktif Fiskus hanya berperan

sebagai pengawas

(controller)

Timbulnya pajak

terutang

Utang pajak timbul

setelah dikeluarkan surat

ketetapan oleh fiskus.

Timbul karena UU dan

karena terjadinya

keadaan atau perbuatan.

Sumber: Ilyas & Burton (2004)

Selain ciri Self Assessment System yang telah diungkapkan oleh Ilyas

dan Burton (2004) di atas, menurut Undang-Undang nomor 36 tentang Pajak

tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan atas Undang-Undang nomor 17

tentang Pajak tahun 2000, ciri-ciri Self Assessment System secara lebih

spesifik adalah:

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

17

a Adanya kepastian hukum.

b Sederhana perhitungannya.

c Mudah pelaksanaannya.

d Lebih adil dan merata.

e Perhitungan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak.

Menurut Ilyas dan Burton (2004), pada dasarnya kedua sistem

pemungutan pajak tersebut di atas memiliki keunggulan dan kelemahan.

Dalam Sistem Official Assesment, pelaksanaan kewajiban perpajakan dalam

banyak hal menjadi sangat tergantung pada pelaksanaan administrasi

perpajakan yang dilakukan oleh aparat perpajakan. Hal ini menyebabkan

wajib pajak kurang mendapatkan pembinaan dan bimbingan terhadap

kewajiban perpajakannya. Untuk menjaga keefektifan dari sistem

pemungutan ini (Official Assesment), berarti secara tidak langsung adalah

dengan memperkuat struktur fiskus dan administrasi perpajakan keseluruhan.

Dalam sistem Official Assesment juga, Wajib pajak tidak berperan

serta aktif dalam peningkatan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan

administrasi perpajakan. Kondisi ini jelas berbeda dengan sistem Self

Assesment yang mengikutsertakan Wajib Pajak sebagai partisipan aktif dalam

pelaksanaan administrasi perpajakan dengan kewajiban yang dibebankan

kepada mereka. Namun dari sisi kelebihannya, sistem Official Assesment

menjadikan pihak fiskus dapat lebih mengontrol kepatuhan dari pihak Wajib

Pajak, karena pemeriksaan kepatuhan yang dilakukan hanya sebatas pada

kepatuhan wajib pajak akan pembayaran jumlah pajak terutangnya saja.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

18

Dalam sistem Self Assesment terdapat tambahan biaya (dalam arti

luas) bagi Wajib Pajak karena Wajib Pajak akan relatif mengorbankan lebih

banyak waktu dan usaha serta biaya. Selain itu Self Assessment menunjukkan

proporsi yang lebih kecil dari yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga

sesuai dengan kenyataan yang ada, jumlah pajak yang dianggarkan akan

menurun pula. Dari sisi pemerintah, sistem ini mempunyai beberapa

keunggulan yaitu dapat meningkatkan produktifitas dan murah. Pemerintah

tidak lagi dibebankan kewajiban administrasi menghitung jumlah pajak

terutang Wajib Pajak dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk

memberitahukan (sekaligus memerintahkan pembayaran) jumlah tersebut

kepada Wajib Pajak, sehingga waktu, tenaga dan biaya sehubungan dengan

hal tersebut dapat dihemat atau dialihkan untuk melakukan aktivitas

parpajakan atau pemerintahan lainnya (Ilyas dan Burton, 2004). Namun disisi

lain menurut Zain (2003), pelaksanaan sistem ini memberatkan Wajib Pajak

itu sendiri, karena: (1) Wajib Pajak harus melaporkan semua informasi yang

relevan dalam SPT, (2) Menghitung Dasar Pengenaan Pajaknya (DPP), (3)

Mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang maksudnya mengurangi pajak

yang terutang dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan, dan

(4) Melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak yang

terutang.

Tetapi disisi lain keunggulan dari sistem Self Assessment akan lebih

mendorong Wajib Pajak untuk memahami dengan baik atas sistem perpajakan

yang berlaku terhadapnya. Disebutkan pula oleh Zain (2003), bahwa

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

19

keunggulan lain dari self assessment system, yaitu adanya kepastian hukum,

sederhana perhitungaanya, mudah pelaksanaannya, lebih adil dan merata, dan

perhitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak. Hal tersebut sejalan dengan

apa yang dikemukakan oleh pemerintah bahwa perubahan Undang-undang

Pajak dimaksudkan untuk lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak,

lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, lebih memberikan

kesederhanaan administrasi perpajakan, lebih memberikan kepastian hukum,

konsistensi, dan transparansi, dan menunjang kebijaksanaan pemerintah

dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di

Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam

negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang

mendapat prioritas.

Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem self

assessment tetap dipertahankan dan diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan

pada sistem pelaporan dan tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan

agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak dan lebih sesuai dengan

perkiraan pajak yang akan terutang. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang

menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, kemudahan yang diberikan berupa

peningkatan batas peredaran usaha untuk dapat menggunakan norma

penghitungan penghasilan neto. Peningkatan batas peredaran usaha untuk

menggunakan norma ini sejalan dengan realitas dunia usaha saat ini yang

semakin berkembang tanpa melupakan usaha dan pembinaan Wajib Pajak

agar dapat melaksanakan pembukuan dengan tertib dan taat azas.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

20

D. Kepatuhan Wajib Pajak

1. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak didefinisikan sebagai suatu keadaan

dimana Wajib Pajak Memenuhi segala kewajibanya dan melaksanakan hak

perpajakanya (Nourmatun, 2005). Sedangkan Somang (2006) menyatakan

isu kepatuhan menjadi sangat penting karena ketidak patuhan secara

bersama akan menimbulakan upaya untuk menghindari pajak, yang

mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No.

544/KMK.04/2000 dalam Devano dan Rahayu (2006), menyatakan bahwa:

“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan

kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu

negara”.

2. Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Devano dan Rahayu (2006) menyatakan bahwa terdapat dua

macam kepatuhan yaitu:

a. Kepatuhan formal

Kepatuhan formal merupakan suatu keadaan dimana Wajib Pajak

memenuhi kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan

ketentuan dalam UU Perpajakan. Misalnya ketentuan tentang batas

waktu penyampaianSurat Pemberitahuan Pajak Pengahasilan (SPT

PPh) Tahunan tanggal 31 Maret.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

21

b. Kepatuhan materil.

Kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan

jujur,lengkap dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan

dan menyampaikanya ke Kantor PajakPratama (KPP) sebelum batas

waktu berakhi sesuai dengan peratuan Undang-undang Perpajakan.

3. Penilaian Kepatuhan Wajib Pajak

Berdasakan Keputusan Menteri Keuangan No. 235/KMK.03/2003,

Wajib Pajak dikatakan patuh jika memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tepat waktu dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam

dua tahun terakhir.

b. Dalam tahun terakhir pelaporan SPT masa yang terlambat tidak lebih

dari tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak serta tidak berturut-turut.

c. SPT masa yang terlambat dapat dilaporkan tidak lebih dari batas

waktu pelaporan SPT berikutnya.

d. Tidak memiliki tunggakan pajak untuk semua jenis pajak.

e. Belum pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana

perpajakan dalam waktu 10 tahun terakhir.

f. Dalam laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan harus dengan pendapat

yang wajar tanpa pengecualian.

Laporan yang diaudit harus :

1) Disusun dengan bentuk panjang (long form report)

2) Menyajikan rekonsiliasi laba dan rugi komersial dan fiskal.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

22

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Ada beberapa faktor yang menentukan kepatuhan seorang Wajib

Pajak dalam membayar Pajak Pengahsilannya, yaitu

a. Pendapatan Wajib Pajak

Pendapatan merupakan segala perolehan dalam bentuk apapun

yang merupakan penambahan jumlah uang dan atau nilai uang yang

diperoleh seseorang selama satu tahun (Soemarso, 2001)

b. Pelayanan Pajak

Pelayanan merupakan pemberian fasilitas berupa informasi,

motifasi dan sarana dengan tujuan pihak yang dilayani akan aman,

nyaman, puas dan dihargai (Damayanti, 2004)

c. Persepsi Masyarakat Mengenai Kesadaran Perpajakan

Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu

untuk memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan masukan-

masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memilih

arti (Rangkuti, 2009).

Selain itu faktor-faktor tersebut di atas terdapat beberapa faktor

lainnya yang ikut berperan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, yaitu:

a. Keadilan

Menurut Suandy (2008) salah satu dari tujuan dilakukannya reformasi

perpajakan adalah agar beban pajak akan semakin adil dan wajar,

sehingga disatu pihak mendorong Wajib Pajak melaksanakan dengan

kesadaran kewajibannya membayar pajak. Hal ini menunjukkan

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

23

bahwa pentingnya keadilan dalam menentukan kesadaran atau

kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Begitu pula Collins, Milliron & Toy, Vogel (dalam Perumal, 2008)

juga menyatakan hal yang sama, bahwa salah satu variabel yang

memengaruhi tax compliance adalah unfairness perception. Pembayar

pajak cenderung akan menghindari membayar pajak jika mereka

mengganggap bahwa sistem pajak tidak adil.

b. Kesederhanaan

Kesederhanaan yang dimaksud baik dalam perumusan yuridis, yang

memberikan kemudahan untuk dipahami, maupun kesederhanaan

untuk dilaksanakan oleh aparat dan wajib pajak (Mansury, 1996).

Pernyataan tersebut didukung oleh Abuyamin (2010), bahwa salah

satu faktor penyebab Wajib Pajak secara pasif tidak membayar pajak

(tidak patuh) adalah kurangnya pemahaman terhadap hukum pajak.

c. Kepastian hukum

Kejelasan dari ketentuan undang-undang yang memudahkan bagi

administrasi dan memberi kejelasan pada wajib pajak (Mansury,

1996). Pernyataan tersebut didukung oleh Abuyamin (2010), bahwa

salah satu faktor penyebab Wajib Pajak secara pasif tidak membayar

pajak (tidak patuh) adalah kurangnya pemahaman terhadap hukum

pajak.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

24

E. Penelitian Terdahulu

1. Sanjaya (2007), hasil penelitian menunjukkan bahwa self assessment

system, sanksi perpajakan, peraturan perpajakan, dan tarif pajak pajak

dapat memberikan tingkat kepatuhan yang baik.

2. Setiawan (2011), hasil penelitian menunjukkan, bahwa kepatuhan wajib

pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Metro dalam

melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25 jika dibandingkan dengan Daftar WP

OP PPh Pasal 25 pada tahun tersebut dapat dinilai cukup baik, tetapi

tingkat kepatuhan masih sangat fluktuatif, hal ini dapat dilihat dari

banyaknya STP yang terbit setiap tahun berfluktuatif menunjukan bahwa

tingkat kepatuhan wajib pajak yang terus berubah.

F. Kerangka Berpikir

Sistem pemungutan pajak yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia

ada 2 (dua), yaitu: official assessment system, dan self assessment system.

Namun sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana

telah diubah dengan undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan undang-

undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official

assessment system menjadi self assessment system.

Tujuan dan arah perubahan serta penyempurnaan dari sistem

pemungutan pajak dari official assessment system menjadi self assessment

system dalam undang-undang pajak adalah untuk lebih meningkatkan

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

25

keadilan pengenaan pajak, dan lebih memberikan kemudahan kepada Wajib

Pajak, selain itu untuk lebih memberikan kesederhanaan administrasi

perpajakan, lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi dan transparansi,

dan menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya

saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal

asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha

tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. Sebab

bagaimanapun juga masalah keadilan, kesederhanaan dan kepastian hukum

diharapkan akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar

pajak penghasilan pasal 25.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka model kerangka pemikiran

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

26

Gambar 2.1

Model Kerangka Berpikir

SISTEM PEMUNGUTAN

PAJAK

Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan

Pasal 25

Adanya kepastian hukum

Sederhana penghitungannya

Mudah pelaksanaannya

Lebih adil dan merata

Belum pernah dijatuhi hukuman

karena melakukan tindak pidana

perpajakan dalam waktu 10 tahun

terakhir

Tepat waktu

Pelaporan SPT tidak terlambat

Tidak memiliki tunggakan pajak.

Laporan keuangan diaudit oleh

akuntan publik atau Badan

Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan

Penghitungan pajak dilakukan oleh

wajib pajak

Self assessment

system

Official assessment

system

Wajib Pajak

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

27

Keterangan:

= Faktor Yang Diteliti

= Faktor Yang Tidak Diteliti

G. Kerangka Penelitian

Penerapan sistem pemungutan pajak self assessment system

merupakan alternatif yang diambil oleh pemerintah agar lebih mampu

mengakomodasi keadilan, kesederhanaan dan kepastian hukum bagi Wajib

Pajak sehingga akan lebih meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam

membayar pajak penghasilan pasal 25.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka model kerangka penelitian

dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2

Model Kerangka Penelitian

Keterangan :

Variabel Independen (X) = Self assessment system

Variabel Dependen (Y) = Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 25

Kepatuhan Wajib Pajak

Penghasilan Pasal 25

(Y)

Self assessment system

(X)

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5559/3/T1_162009004_BAB II.pdf · Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sistem pemungutan pajak

28

H. Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada hubungan signifikan antara self assessment system dengan

kepatuhan wajib pajak penghasilan Pasal 25.

Ha : Ada hubungan signifikan antara self assessment system dengan

kepatuhan wajib pajak penghasilan Pasal 25.