BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1.repository.ump.ac.id/6511/3/BAB II.pdfBAB II KAJIAN TEORI...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1.repository.ump.ac.id/6511/3/BAB II.pdfBAB II KAJIAN TEORI...
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya Sudjana
(2012:22). Sementara menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:3) hasil
belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Howard Kingsley
dalam Sudjana (2010:45) mengungkapkan bahwa hasil belajar dibagi
menjadi tiga macam, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan
dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Gagne membagi lima kategori
hasil belajar, yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi
kognitif, sikap dan keterampilan motoris.
Untuk mencapai hasil belajar kita melewati unsur-unsur proses
belajar mengajar. Unsur utama dalam proses belajar mengajar adalah
tujuan, metode, alat, dan penilaian. Tujuan pembelajaran pada
hakikatnya adalah arah dari proses belajar mengajar atau sebagai
rumusan tingkah laku yang hendak dicapai oleh siswa setelah melalui
7
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
8
proses belajar mengajar. Bahan pembelajaran merupakan seperangkat
pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan
atau dibahas sehingga dapat sampai pada tujuan yang ditetapkan.
Metode atau alat adalah cara atau teknik yang digunakan guru dalam
menyampaikan pelajaran agar siswa paham. Penilaian adalah tindakan
yang dilakukan pendidik untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang
direncanakan dicapai.
Semua yang ada dalam pembelajaran merupakan proses. Proses
adalah suatu kegiatan yang dilalui oleh siswa, sedangkan kemampuan-
kemampuan siswa setelah melewati proses pengajaran disebut hasil
belajar. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan,
baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar Benyamin Bloom dalam Sudjana (2012: 22-33)
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif
berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang berkenaan dengan
enam aspek yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah
afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan
internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
9
psikomotor, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan gerakan
keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif. Jadi, dari
beberapa pendapat tersebut, hasil belajar merupakan kemampuan-
kemampuan yang diperoleh siswa setelah memperoleh pengalaman
belajarnya, kemampuan-kemampuan tersebut meliputi kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar tersebut perlu dinilai
dengan menggunakan tes hasil belajar.
Kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor menjadi objek
penilaian hasil belajar. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah
yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan
dengan kemmapuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Dalam penelitian ini akan dikembangkan penilaian hasil belajar ranah
kognitif, untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai isi dan
bahan pengajaran yang diajarkan.
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif ini terdiri
dari enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
1) Tipe Belajar Pengetahuan : pengetahuan dimaksudkan sebagai
terjemahan dari knowledge dalam taksonomi Bloom. Tetapi
maknanya tidak sepenuhnya dapat ditetapkan dalam setiap materi.
Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah
yang paling rendah. Namun, tipe hasil ini menjadi prasarat bagi tipe
hasil belajar berikutnya.
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
10
2) Tipe Belajar Pemahaman : merupakan tingkatan kedua setelah
pengetahuan. Pemahaman ini memiliki tiga kategori yaitu, tingkat
rendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan
dalam arti yang sebenarnya. Tingkat kedua adalah penafsiran, yaitu
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui
berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik
dengan kejadian, membedakan yang pokok dan mana yang bukan
pokok. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah
pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan
seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat
ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi
dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.
3) Tipe Hasil Belajar Aplikasi : aplikasi adalah penggunaan abstraksi
pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut
mungkin berupa ide teori atau petunjuk teknis. Menerapkan
abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.
4) Tipe Hasil Belajar Analisis : analisis adalah usaha memilih suatu
integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas
susunannya. Analisis merupakan tipe yang kompleks yang
menghubungkan tipe pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
5) Tipe Hasil Belajar Sintesis : penyatuan unsur-unsur atau bagian-
bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir
sintesis merupakan salah satu pijakan untuk menjadikan siswa
berpikir kritis, sedangkan berpikir kritis merupakan salah satu
tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan.
6) Tipe Hasil Belajar Evaluasi : evaluasi adalah pemberian keputusan
tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan,
gagasan, cara kerja, pemecahan, metode, materi, dan lain-lain.
Mengembangkan kemampuan evaluasi dilandasi pemahaman,
aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu
evaluasinya.
Aspek kognitif yang dinilai adalah aspek pengetahuan dan
pemahaman saja karena sesuai dengan keadaaan, kondisi serta materi
siswa kelas V di SD Negeri 1 Pliken. Dalam pelaksanaannya instrumen
hasil belajarnya berupa nilai siswa yang diambil dari hasil evaluasi.
Hasil evaluasi ini dijadikan alat ukur kemampuan siswa selama proses
pembelajaran. Pada penelitian ini juga terdapat LKS atau Lembar Kerja
Siswa yang diberikan setelah pementasan drama selesai dilakukan,
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
11
serta ada soal evaluasi yang diberikan pada akhir siklus. LKS ini hanya
digunakan sebagai hasil dari latihan siswa dalam memahami konsep
materi yang telah diajarkan, sedangkan yang digunakan sebagai data
yang akan diolah pada penelitian ini adalah nilai dari evaluasi yang
diambil dari setiap akhir pertemuan siklus I maupun siklus II. Hasil ini
menentukan siswa telah memahami konsep materi atau belum. Adapun
rancangan kisi-kisi hasil belajar pada ranah kognitif yang akan
digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Rancangan kisi-kisi hasil belajar kognitif.
No Indikator Kognitif Aspek
1.
2.
Siswa dapat menyebutkan tokoh dalam
memproklamasikan kemerdekaan.
Siswa dapat menceritakan jasa dan peranan
tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan.
Pengetahuan
Pemahaman
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam
menyusun tes hasil belajar antara lain (Purwanto, 2010:23-24) :
a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar
yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
b. engukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan elajar yang
diinginkan sesuai dengan tujuan.
c. Didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang
diinginkan.
d. Dibuat seandal (reliabel) mungkin sehingga mudah
diinterpretasikan dengan baik.
e. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara
mengajar guru.
Dibidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa
ahli mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat
tinggi.
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
12
Hasil belajar bidang afektif kurang mendapat perhatian dari
guru. Para guru lebih banyak memberi penekanan pada bidang kognitif
saja. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku, seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi
belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan lain-lain.
Ada beberapa tingkatan hasil belajar afektif sebagai tujuan dan
hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai dari tingkatan yang sederhana
sampai tingkatan yang kompleks:
1) Reciving/attending yaitu semacam kepekaan dalam menerima
rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam
bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam tipe ini
termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol,
dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh
seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini
mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab
stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
3) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan
terhadap gejala/stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di
dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau
pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai
tersebut.
4) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem
organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain,
pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang
termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi
sistem nilai, dan lain-lain.
5) Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk menghayati
nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi hak milik
pribadi (internalisasi) dan menjaddi pegangan nyata dan jelas
dalam mengatur kehidupannya sendiri.
Lembar penilaian afektif siswa diisi pada saat pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan metode Role Playing. Lembar
afektif diisi langsung oleh observer dengan menilai sikap setiap siswa
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
13
selama pembelajaran berlangsung. Data ini kemudian dijadikan bahan
penelitian hasil belajar. Dalam aspek afektif ini ditekankan pada setiap
siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pada aspek ini, yang
dinilai yaitu semua aspek.
Terdapat rancangan kisi-kisi hasil belajar aspek afektif adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Rancangan Kisi-kisi Hasil Belajar Afektif
No Indikator Aspek Afektif Kode
1. Bersedia tidak menggangu
teman yang sedang berbicara di
depan
Reciving A
2. Bersedia memerankan
perannya dengan baik
Responding B
3. Bersedia membereskan
peralatan drama dengan tertib
Organisasi C
4. Menghargai dan menjiwai
perannya
Pembentukan pola
hidup
D
Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan
keterampilan menurut Simpson dalam Winkel (1996:249) yakni :
1) Persepsi, mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi
yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan
pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing
rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu
reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan
(stimulus) dan perbedaan antara rangsangan-rangsangan yang ada.
2) Kesiapan, mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya
dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian
gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan
jasmani dan mental.
3) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan untuk melakukan
suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang diberikan
(imitasi).
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
14
4) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan untuk melakukan
suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih
secukupnya, tanpa memperhatikan contoh yang diberikan lagi.
5) Gerakan kompleks, mencakup kemampuan untuk melaksanakan
suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa komponen, dengan
lancar, tepat, dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan
dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan
menggabungkan beberapa subketerampilan menjadi suatu
keseluruhan gerak-gerik yang teratur.
6) Penyesuaian pola gerakan, mencakup kemampuan untuk
mengadakan oerubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik
dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf
keterampilan yang telah mencapai kemahiran.
7) Kreativitas, mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola
gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif
sendiri.
Dalam aspek ini, penelitian ditekankan pada keterampilan
proses/kinerja siswa selama berperan atau melaksanakan metode Role
Playing. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian
psikomotor. Aspek yang dinilai yaitu menirukan, manipulasi, dan
naturalisasi saja. Sementara untuk aspek artikulasi dan keseksamaan
tidak diteliti atau dinilai karena penilaian disesuaikan dengan materi
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
Rancangan kisi-kisi hasil belajar pada aspek psikomotor
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Rancangan kisi-kisi hasil belajar psikomotor.
No Indikator Psikomotor Aspek Kode
1. Siswa mau menampilkan peran yang
dilakonkannya.
Kesiapan A
2. Siswa mau menirukan peran. Gerakan
terbimbing
B
3. Siswa melakukan perannya dengan
baik dan urut.
Gerakan
kompleks
C
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
15
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu proses perkembangan hal tersebut
terdapat dalam teori Gestalt dalam Susanto (2013:12). Artinya bahwa
secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan.
Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri
siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori
ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan
lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau
tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik
jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan
prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar,
metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan.
Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal,
yang terdapat dalam Slameto (2013:52-72) sebagai berikut:
1) Faktor Internal
Faktor internal meliputi dua faktor yaitu : faktor fisiologis
dan faktor psikologis:
a) Faktor Fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-
fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau
melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang
sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang
keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan
jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan,
kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan
jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan
lelah.
b) Faktor Psikologis, yaitu yang mendorong atau memotivasi
belajar. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
16
(1) Adanya keinginan untuk tahu.
(2) Agar mendapatkan simpati dari orang lain.
(3) Untuk memperbaiki kegagalan.
(4) Untuk mendapatkan rasa aman.
2) Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri siswa
yang ikut mempengaruhi belajar siswa, yang antara lain berasal
dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.
a) Faktor yang berasal dari orang tua
Faktor yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah
bagaimana cara mendidik, mengawasi, serta memberi semangat
untuk belajar.
b) Faktor yang berasal dari sekolah
Faktor yang berasal dari sekolah dapat berasal dari guru,
mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan.
Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar siswa,
yaitu menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya.
Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan siswa memusatkan
perhatiannya kepada yang diminati saja, sehingga
mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan
belajar siswa tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur
tangan orang lain. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas guru
untuk membimbing siswa dalam belajar.
c) Faktor yang berasal dari masyarakat
Kehidupan seorang siswa tidak lepas dari kehidupan dalam
masyarakat. Faktor masyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya
terhadap pendidikan siswa. Pengaruh masyarakat bahkan sulit
untuk dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung
perkembangan siswa, masyarakat juga ikut mempengaruhi.
Berdasarkan uraian para ahli dapat disimpulkan bahwa ada dua
faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal
(yang berasal dari dalam individu) dan faktor eksternal (yang berasal
dari luar individu).
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
17
2. Metode Role Playing
a. Pengertian Role Playing
Melalui Role Playing, siswa dapat meningkatkan kemampuan
untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain. Mereka
memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah seperti
dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan
memecahkan masalah.
Menurut Sagala (2010:2113) metode Role Playing berarti cara
menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan
mempertontonkan atau mendramatisasikan cara tingkah laku dalam
hubungan sosial. Jadi Role Playing ialah metode mengajar yang dalam
pelaksanaannya siswa mendapat tugas dari guru untuk
mendramatisasikan suatu kondisi yang mengandung suatu problem,
agar siswa dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari situasi
sosial. Menurut Bruce Joyce, Marsha Well dan Emily Calhoun
(2000:61) mengungkapkan bahwa metode bermain peran yaitu:
In role playing, students explore human relations problems by
enacting problem situations and then discussing the
enactments. Together, students can explore feelings, attitudes,
values, and problem solving strategies.
Dalam bahasa Indonesia maksudnya dalam bermain peran,
siswa mengeksplore permasalahan-permasalahan dan kemudian
mendiskusikan peranan tersebut. Bersama-sama siswa dapat
mengeksplore perasaan, sikap, nilai dan penyelesaian masalah.
Pendapat tersebut didukung oleh Akhmad Sudrajad dalam Subagiyo
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
18
(2013:5) role playing merupakan salah satu model pembelajaran yang
diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan
dengan hubungan antar manusia (interpersonal relationship), terutama
yang menyangkut kehidupan siswa. Role playing adalah jenis
permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan, dan sekaligus
melibatkan unsur senang Jill Hadfield dalam Subagiyo (2013:5).
Metode role playing adalah cara belajar dengan mengeksplorasi
kemampuan siswa dalam memerankan suatu peranan yang diciptakan
situasi tertentu tentang masalah-masalah sosial, yang pada prosesnya
siswa akan merasakan, menempatkan dirinya kepada orang lain
sehingga siswa dapat mengetahui watak dan merasakan perasaan orang
lain melalui proses pemanasan, pemilihan permainan, penataan
panggung, penunjukkan beberapa siswa sebagai pengamat,
pelaksanaan permainan peran, pelaksanaan diskusi dan evaluasi
pelaksanaan bermain peran oleh guru dan siswa, permainan ulang
bermain peran, pembahasan diskusi dan evaluasi yang lebih diarahkan
pada realitas, dengan berbagi pengalaman serta pengambilan
kesimpulan tentang pelaksanaan bermain peran.
b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Role Playing
Langkah-langkah metode role playing menurut Uno (2009:26)
mengemukakan pendapat bahwa memiliki prosedur bermain peran
yang terdiri dari 9 langkah, antara lain:
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
19
1) Pemanasan, 2) Memilih Peran, 3) Menata Panggung, 4)
Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat, 5)
Permainan peran dimulai, 6) Guru bersama siswa
mendiskusikan, 7) Permainan peran ulang, 8) Pembahasan
diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas, 9) Hal ini
menjadi bahan diskusi.
Pada kegiatan pemanasan, guru berupaya memperkenalkan
siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal
yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya.
Bagian berikutnya dari proses pemanasan adalah
menggambarkan permasakahan dengan jelas disertai contoh.
Langkah kedua yaitu memilih pemeran (partisipan) mencari
gambaran karakter peran yang hendak dimainkan. Setelah
didapat gambaran karakter peran dalam masalah, kemudian
menentukan pemain.
Langkah ketiga yaitu menata panggung. Dalam hal ini guru
mendiskusikan dengan siswa di mana dan bagaimana peran itu
akan dimainkan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau
kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas
skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan
permainan peran.
Langkah keempat yaitu menyiapkan penonton sebagai
pengamat. Fungsi pengamat sebagai pemberi komentar atau
bisa juga sebagai evaluator permainan. Evaluasi menyangkut
pemecahan masalah, cara pemain dalam memainkan peran yang
ada pada skenario, proses kerjasama antar pemain dalam
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
20
menyelesaikan masalah yang dihadapi dan hal-hal yang
berhubungan dengan role playing.
Langkah kelima yaitu permainan peran dimulai. Permainan
peran dimulai secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa
yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak
sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan.
Langkah keenam, guru bersama siswa mendiskusikan
permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran
yang dilakukan tadi. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin
ada siswa yang meminta untuk berganti peran.
Langkah ketujuh yaitu permainan peran ulang. Seharusnya,
pada permainan peran kedua ini akan berjalan lebih baik. Siswa
dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.
Langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi lebih
diarahkan pada realitas. Kenyataan yang ada pada saat bermain
peran didiskusikan, misaknya pada saat permainan peran
dilakukan, banyak peran yang melampaui batas kenyataan.
Langkah kesembilan, siswa diajak untuk berbagi pengalaman
tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan
dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Guru membahas
baiknya sebaiknya mengatasi hal tersebut. Dengan cara ini,
siswa akan belajar tentang kehidupan.
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
21
c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Role playing
Metode Role Playing dalam Djamarah (2010:89) mempunyai
beberapa kelebihan, antara lain:
1) Membuat daya ingatan siswa menjadi tajam dan tahan lama.
2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.
3) Siswa yang berbakat akan semakin terpupuk sehingga
dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama.
4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan
sebaik-baiknya.
5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi
tanggungjawab dengan sesamanya.
6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik.
Metode Role Playing dalam Djamarah (2010:89) mempunyai
beberapa kekurangan, antara lain:
1) Siswa yang tidak ikut bermain peran cenderung pasif.
2) Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka
pemahaman isi bahan pelajaran maupun dalam pelaksanaan
pertunjukan.
3) Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit
menjadi kurang bebas.
4) Kelas lain menjadi sering terganggu oleh suara pemain dan suara
penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan dan sebagainya.
Untuk mengatasi kekurangan yang ada sehingga pelaksanaan
metode Role Playing bisa dilaksanakan dengan baik maka Sagala
(2010:214) memberikan catatan tentang usaha mengatasi kekurangan-
kekurangan dari metode Role Playing, antara lain ialah:
1) Guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkan
metode ini, bahwa dengan role playing siswa diharapkan dapat
memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual di masyarakat.
Kemudian guru mengajak beberapa siswa yang berperan, masing-
masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya,
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
22
dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu
pula.
2) Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat
siswa. Guru dapat menjelaskan dengan baik dan menarik, sehingga
siswa terangsang untuk memecahkan masalah itu.
3) Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa
menceritakan sambil mengatur adegan pertama.
4) Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus
sesuai dengan waktu yang tersedia.
Teori belajar yang terkait dengan metode role playing adalah
teori belajar Piaget. Teori konstruktivisme Piaget adalah teori
perkembangan mental Piaget yang juga biasa disebut teori
perkembangangan intelektual atau teori perkembangan kognitif.
Menurut Rahyubi (2014:143) teori kontruktivisme Piaget menjelaskan
bahwa “pengetahuan seseorang merupakan bentukan orang itu
sendiri”. Proses pembentukan pengetahuan itu terjadi apabila
seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki
dalam berhadapan dengan tantangan, rangsangan, dan persoalan. Teori
Piaget seringkali disebut kontruktivisme personal karena lebih
menekankan pada keaktifan pribadi seseorang dalam
mengkrontuksikan pengetahuannya. Siswa perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya,
dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
23
pengetahuan dibenak mereka sendiri. Selain itu, Piaget banyak
melakukan penelitian tentang proses seorang anak dalam belajar dan
membangun pengetahuannya. Teori kontruktivisme yaitu teori yang
mengutamakan proses pembelajaran.
3. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Pengertian Mata Pelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak lain adalah “mata pelajaran
atau mata kuliah yang mempelajari kehidupan sosial yang kajiannya
mengintegrasikan bidang-bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora”
(Nursid, 2005:9). Pandangan lainnya tentang IPS dalam lembaga
pendidikan seperti dalam Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1993,
disebutkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari
kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi,
ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan tata negara. Susanto
(2013:139).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPS
merupakan perpaduan antara ilmu sosial dan kehidupan manusia yang
di dalamnya mencakup antropologi, ekonomi, geografi, sejarah,
hukum, filsafat, ilmu politik, sosiologi, agama, dan psikologi. Tujuan
utamanya adalah membantu mengembangkan kemampuan dan
wawasan siswa yang menyeluruh (komprehensif) tentang berbagai
aspek ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan (humaniora).
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
24
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, proses belajar mengajar
tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan
keterampilan (psikomotor) saja, melainkan meliputi juga aspek sikap
(afektif) dalam menghayati serta menyadari kehidupan yang penuh
dengan masalah, tantangan, hambatan dan persaingan ini. Melalui
pendidikan IPS, siswa dididik dibina dan dikembangkan kemampuan
mental intelektualnya menjadi warga negara yang berketerampilan dan
berkepedulian sosial serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
b. Tujuan Mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial terdapat tujuan mempelajari
ilmu tersebut, menurut Nur Hadi yang dikutip dari Susanto (2013:146),
menyebutkan bahwa ada empat tujuan pendidikan IPS, yaitu:
1) Knowledge
Knowledge, sebagai tujuan utama dari pendidikan IPS yaitu
membantu para siswa sendiri untuk mengenal diri mereka sendiri
dan lingkungannya, dan mencakup geografi, sejarah, politik,
ekonomi, dan sosiologi psikologi.
2) Skill, yang mencakup keterampilan berpikir (thinking skills).
3) Attitudes, yang terdiri atas tingkah laku berpikir (intellectual
behavior) dan tingkah laku sosial (social behavior).
4) Value, yaitu nilai yang terkandung di dalam masyarakat yang
diperoleh dari lingkungan masyarakat maupun lembaga
pemerintahan, termasuk di dalamnya nilai kepercayaan, nilai
ekonomi, pergaulan antarbangsa, dan ketaatan kepada pemerintah
dan hukum.
Adapun tujuan pembelajaran IPS di SD, menurut Munir yang
dikutip dari Susanto (2013:150-151), sebagai berikut:
1) Membekali siswa dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam
kehidupan kelak di masyarakat.
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
25
2) Membekali siswa dengan kemampuan mengidentifikasi,
menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
3) Membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi dengan
sesama warga masyarakat dan bidang keilmuan serta bidang
keahlian.
4) Membekali siswa dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan
keterampilan keilmuan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup
yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.
5) Membekali siswa dengan kemampuan mengembangkan
pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan
kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Tujuan lain secara eksplisit yaitu dengan mempelajari kondisi
masyarakat seperti yang dimuat dalam pendidikan IPS, maka siswa akan
dapat mengamati dan mempelajari norma-norma atau peraturan serta
kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut,
sehingga siswa mendapat pengalaman langsung adanya hubungan timbal
balik yang saling memengaruhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat.
Dalam pendidikan IPS, siswa akan memperoleh pengetahuan dari yang
sederhana sampai yang lebih luas (expanding community), yakni siswa
akan mulai diperkenalkan dengan diri sendiri (self), kemudian keluarga,
tetangga, lingkungan RT dan RW, kelurahan atau desa, kecamatan,
kota/kabupaten, provinsi, negara, negara tetangga, kemudian dunia.
c. Pokok Bahasan Materi IPS Kelas V
Penelitian pada kali ini peneliti mengambil mata pelajaran IPS
kelas V di SD Negeri 1 Pliken pada materi peristiwa sekitar proklamasi
kemerdekaan yang terdapat pada semester II (genap). Berdasarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kompetensi Dasar 2.3
Menghargai jasa dan peranan tokoh-tokoh dalam memproklamasikan
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
26
kemerdekaan, materi yang akan dipelajari yaitu pertemuan di Dalat,
berita kekalahan Jepang, peristiwa Rengasedengklok, perumusan teks
proklamasi, dan detik-detik menjelang proklamasi kemerdekaan.
Guru memberikan materi tentang peristiwa sekitar proklamasi
kemerdekaan Indonesia di sekolah dasar khususnya. Melalui kegiatan
bermain peran (role playing). Penelitian ini menekankan peningkatan
hasil belajar siswa pelajaran IPS yang terdapat pada pembelajaran IPS di
SD.
Materi pada pelajaran IPS akan diajarkan sesuai dengan siklus
yang telah direncanakan yakni selama dua siklus, dalam setiap siklus
terdapat 2 kali pertemuan. Media yang digunakan dalam penelitian ini
adalah naskah drama yang berkaitan dengan materi peristiwa sekitar
proklamasi kemerdekaan Indonesia.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Fredy Franmoko
pada tahun 2006 yang berjudul “Role Playing sebagai metode peningkatan
kemampuan berbicara siswa kelas IX SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto
oleh Fredy Franmoko”, penelitian dilakukan dengan 3 siklus. Hasil penelitian
menunjukkan: (1) Guru mampu dengan baik menerapkan pembelajaran
dengan metode role playing pada pembelajaran kemampuan berbicara siswa
kelas IX SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto dengan langkah-langkah:
memilih situasi bermain peran, memilih pemain, memilih pemain peran,
mempersiapkan penonton sekaligus pengamat, menata panggung, memainkan
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
27
peran, diakhiri dengan diskusi dan evaluasi, dan (2) Metode role playing dapat
meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas IX SMP Muhammadiyah 1
Purwokerto dibuktikan dengan antusisas siswa dalam, pembelajaraan terlihat
kondusif, tidak ditemukan siswa yang diam, siswa berbicara dengan peran
masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan berbicara siswa pada setiap siklus. Pada tes awal, ketuntasan
kemampuan siswa berbicara hanya mencapai 33%, ketuntasan siswa pada
siklus pertama 60,60%, siklus kedua 78,78%, dan siklus ketiga 87,90%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Titin Sunaryati pada
tahun 2012 yang berjudul “Peningkatan Sikap Demokratis Siswa Melalui
Metode Bermain Peran Dalam Pembelajarn PKn”, diketahui bahwa
pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dapat
meningkatkan sikap demokratis siswa dalam pembelajaran PKn, pembelajaran
PKn tentang sikap demokratis melalui metode bermain peran dalam
musyawaah dapat membuat siswa bersikap menghargai, toleran, percaya diri,
penuh keberanian dan bertanggung jawab serta termotivasi untuk lebih aktif
dalam kegiatan belajar di kelas dengan tertib. Pada siklus I presentasi
keberhasilan guru dari 55% menjadi 68% dan pada siklus II presentasi hasil
guru dan siswa 92,5%. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah metode pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil
belajar IPS di kelas V. Perbedaannya terletak pada variabel yang
ditingkatkannya, apabila Franmoko meneliti tentang peningkatan kemampuan
berbicara dan Titin meneliti tentang peningkatan sikap demokratis siswa,
maka peneliti meneliti tentang hasil belajar pada mata pelajaran IPS.
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
28
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPS di SD khususnya sejarah sering dianggap sulit oleh
siswa karena siswa harus banyak menghafal materi yang ada dengan teknik
konvensional. Saat pembelajaran berlangsung, siswa cenderung pasif dan
kurang antusias dalam belajar, siswa merasa cepat bosan dengan materi yang
diajarkan. Hal tersebut menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa khususnya
pada mata pelajaran IPS. Dengan metode role playing ini diharapkan dapat
melibatkan seluruh siswa dalam belajar, selain itu dengan menggunakan
metode Role Playing diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk
mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain, dan siswa juga
memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan keterampilan dalam memecahkan masalah. Di samping itu
metode ini juga diupayakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
materi peristiwa-peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Langkah-langkah ini dapat diperoleh melalui analisis masalah yang
terdapat di kelas yang akan diteliti. Langkah-langkah yang dilakukan
dituliskan dalam kerangka berpikir dari mulai kondisi awal sampai kondisi
akhir dikatakan berhasil. Secara sistematik kerangka berpikir dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
29
Gambar 2.1.Kerangka Berpikir Peneliti
D. Hipotesis Tindakan
Penggunaan model pembelajaran yang tepat pada proses pelaksanaan
pembelajaran dan perencanaan pembelajaran disusun dengan matang, maka
tujuan pembelajaran akan tercapai dengan optimal. Berdasarkan hal tersebut,
maka diajukan hipotesis tindakan yaitu:
Siklus II
Kondisi Awal
Belum menggunakan
metode pembelajaran
role playing
Siswa kurang
antusias dalam
belajar, pembelajaran
di kelas belum
menyentuh ketiga
ranah
Tindakan
Siklus I
Refleksi
Kondisi Akhir
Penggunaan metode role playing dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS di kels V SD Negeri 1 Pliken
Refleksi
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016
30
1. Penggunaan metode Role Playing pada materi peristiwa sekitar proklamasi
kemerdekaan kelas V di SD Negeri 1 Pliken dapat meningkatkan hasil
belajar IPS siswa aspek kognitif.
2. Penggunaan metode Role Playing pada materi peristiwa sekitar proklamasi
kemerdekaan kelas V di SD Negeri 1 Pliken dapat meningkatkan hasil
belajar IPS siswa aspek afektif.
3. Penggunaan metode Role Playing pada materi peristiwa sekitar proklamasi
kemerdekaan kelas V di SD Negeri 1 Pliken dapat meningkatkan hasil
belajar IPS siswa aspek psikomotor.
Peningkatan Hasil Belajar..., Via Yuliana, FKIP, UMP, 2016