BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1...

25
8 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Berbicara Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi bahasa. Dalam berbicara seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau suara. Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama penting dalam komunikasi. Manusia adalah mahluk sosial. Manusia baru akan menjadi manusia bila ia hidup dalam lingkungan manusia. Kesadaran betapa pentingnya berbicara dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat dapat mewujudkan bermacam aneka bentuk. Lingkungan terkecil adalah keluarga, dapat pula dalam bentuk lain seperti perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya.

Transcript of BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

8

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Pengertian Berbicara

Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya.

Pembicara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak

yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk

menangkap pembicaraan yang disampaikan.

Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya

berkaitan dengan bunyi bahasa. Dalam berbicara seseorang menyampaikan

informasi melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak seseorang

mendapat informasi melalui ucapan atau suara.

Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan yang tidak dapat

dipisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian pula

kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama

penting dalam komunikasi.

Manusia adalah mahluk sosial. Manusia baru akan menjadi manusia bila

ia hidup dalam lingkungan manusia. Kesadaran betapa pentingnya berbicara

dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat dapat mewujudkan bermacam

aneka bentuk. Lingkungan terkecil adalah keluarga, dapat pula dalam bentuk lain

seperti perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

9

Setiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan

pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi

yang didapat, dan terampil pula menyampaikan informasi-informasi yang

diterimanya.

Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai kegiatan yang

menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog

selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu

sendiri.

Berbicara adalah bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran,

melisankan sesuatu yang dimaksudkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:

165). Sedangkan Tarigan (1998: 15), mengungkapkan bahwa “Berbicara adalah

kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk

mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan

perasaan. Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar

(audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan

jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide

yang dikombinasikan. Hal yang berbeda dikemukakan oleh Maidar, Arsjad dan

Mukti US (1991: 17) bahwa “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-

bunyian artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan pesan, pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara adalah ungkapan

pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa

(http://makalahdanskripsi.blogspot.com/.../pengertian-berbicara.html).

Page 3: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

10

Sehubungan dengan hal itu Widdowson (1978: 59) menyatakan bahwa

“Berbicara sesungguhnya merupakan kemampuan menyampaikan pesan melalui

bahasa lisan”. Berbicara dapat pula diartikan sebagai kemampuan

mengungkapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan

pikiran, gagasan, atau perasaan secara lisan. Brown G&G Yule, (1983: 2).

Pendapat lain diungkapkan pula oleh Nuraeni (2002: 87) bahwa “Berbicara

merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pendengar

sabagai komunikan”.

Menurut Mulgrave (dalam Tarigan, 1954: 3-4) berbicara itu lebih

daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah

suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau

penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada

penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau

tidak, baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia

bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia

mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias

atau tidak.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa berbicara adalah

kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata secara lisan untuk

mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

untuk menyampaikan pesan.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

11

2.1.2 Tujuan Berbicara

Tujuan berbicara adalah untuk berkomunikasi (Tarigan, 2008: 16)

sementara menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2008, 233-23) mengemukakan

bahwa tujuan keterampilan berbicara mencakup hal-hal di bawah ini:

a. Kemudahan Berbicara: Peserta didik harus mendapat kesempatan yang

besaruntuk berlatih berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan

berbicara secara wajar, lancar,dan menyenangkan baik dalam kelompok kecil

maupun besar.

b. Kejelasan: Dalam hal ini, peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik

artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus

tersusun secara baik. Dengan latihan berdiskusi maka kejelasan berbicara

tersebut dapat tercapai.

c. Bertanggung jawab: latihan berbicara yang bagus menekankan pembicaraan

untuk bertanggung jawab agar berbicara secara tepat dan dipikirkan secara

sungguh-sungguh mengenai topik pembicaraan, siapa yang diajak bicara, dan

bagaimana situasi pembicaraannya.

d. Membentuk pendengar yang kritis: latihan berbicara yang baik sekaligus

mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi

tujuan utama program ini. Dalam hal ini peserta didik perlu belajar

mengevaluasi kata, niat, dan tujuan berbicara yang secara eksplisit

mengajukan pertanyaan.

e. Membentuk kebiasaan: Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa

kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang di pelajari atau dalam bahasa ibu.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

12

Faktor ini demikian penting dalam membentuk kebiasaan dalam perilaku

seseorang.”

Pendapat lain tentang tujuan berbicara, Tarigan, (dalam Suherli 2009;52)

menyatakan tujuan dan fungsi utama berbicara adalah sebagai berikut:

a. Menghibur

Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian

pendengar dengan berbagai cara seperti humor, spontanitas, menggairahkan,

kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasna

gembira pada pendengarnya

b. Menginformasikan

Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan,

dilaksanakan jika seseorang ingin: 1) menjelaskan suatu proses,

2)menguraikan, menafsirkan, atau mengimplementasikan sesuatu hal, 3)

memberi, menyebarkan atau menanamkan pengetahuan, dan 4) menjelaskan

kaitan.

c. Menstimulasi

Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dan

tujuan berbicara lainnya, sebab berbicara itu harus pintar merayu,

mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya, Hal itu dapat tercapai jika

pembicara benar-benar mempengaruhi kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan,

dan cita-cita pendengarnya

Page 6: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

13

d. Meyakinkan

Berbicara untuk tujuan meyakinkan pendengar adalah suatu

pembicaraan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui argumentasi atau

alasan-alasan yang logis dan dapat dipercaya. Suatu pembicaraan yang

tergolong kedalam kelompok itu adalah pembicaraan argumentatif dan

persuasif.

e. Menggerakkan

Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang

berwibawa, panutan, atau tokoh idola. Melalui kepintarannya dalam

berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya

terhadap ilmu jiwa masa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.

Dengan demikian tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi

antara pembicara dan lawan bicara. Berbicara berfungsi untuk menghibur,

menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan, dan menggerakkan.

2.1.3 Fungsi Berbicara

Fungsi Mata Pelajaran Berbicara meliputi empat aspek. Aspek-aspek

tersebut adalah aspek kognitif, aspek afektif, aspek keterampilan berbicara, dan

aspek keterampilan mengelola pembelajaran berbicara.

Fungsi berbicara dari aspek kognitif yaitu melalui kegiatan pembelajaran

berbicara siswa dituntun memahami dan mendalami teori, konsep, dan

generalisasi berbicara serta metodologi pengajaran berbicara. Berarti pengetahuan

siswa mengenai teori, konsep, dan generalisasi berbicara serta metodologi

pengajaran berbicara meningkat sejalan dengan tahap pembelajaran. Pengalaman

Page 7: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

14

berbicara dan pengalaman mengajarkan keterampilan berbicara merupakan fungsi

Berbicara dipandang dari aspek kognitif.

Fungsi berbicara dari aspek afektif ialah kegiatan pembelajaran berbicara

juga berpengaruh terhadap sikap siswa. Bila selama ini sikap mereka terhadap

keterampilan belum bersifat positif maka melalui kegiatan pembelajaran berbicara

sikap itu diubah menjadi sikap positif. Para siswa akan lebih memahami,

menghayati, menyenangi, dan mencintai keterampilan berbicara, serta lebih gemar

melaksanakan kegiatan berbicara dan pengajaran berbicara. Perubahan sikap dari

belum positif menjadi bersikap positif adalah fungsi pembelajaran Berbicara dari

aspek afektif

2.1.4 Aktifitas Berbicara

Menurut Pateda (2004: 62-63) bahwa “Kalau kita mendengarkan orang

Berbicara, kita beroleh kenyataan berikut ini.

1. Kita mendengar bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan

2. Bunyi-bunyi itu dilafalkan berturut-turut

3. Bunyi bahasa yang kita dengar berwujud kata atau kalimat

4. Bunyi-bunyi itu dilafalkan kelompok demi kelompok

5. Kata atau kalimat yang dilafalkan mengandung pesan tertentu

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas berbicara berarti

pembicara melakukan tindakan melafalkan bunyi-bunyi bahasa secara berturut-

turut dalam wujud kata atau kalimat yang dilafalkan kelompok demi kelompok

dan mengandung pesan tertentu.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

15

2.1.5 Proses Berbicara

Kegiatan berbicara dilakukan untuk mengadakan hubungan dan untuk

melaksanakan suatu layanan. Yang termasuk golongan yang pertama misalnya

percakapan dalam suatu pesta, di kafetaria, pada saat antri di bank, dan

sebagainya. Sedangkan yang termasuk golongan kedua misalnya mengikuti

wawancara untuk memperoleh pekerjaan, memesan makanan di rumah makan,

membeli perangko, mendaftarkan sekolah dan sebagainya.

Dalam proses belajar bahasa di sekolah, anak-anak mengembangkan

kemampuan secara vertikal tidak secara horizontal. Maksudnya mereka sudah

dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna. Makin

lama kemampuan tersebut makin menjadi sempurna dalam arti strukturnya

menjadi benar, pilihan katanya semakin tepat, kalimat-kalimatnya semakin

bervariasi dsb. Dengan kata lain perkembangan tersebut tidak secara horizontal,

mulai dari fonem, kata, frase, kalimat dan wacana seperti halnya jenis tataran

linguistik.

Ellis (lewat Numan, 1991: 46) mengemukakan adanya tiga cara untuk

mengembangkan secara vertikal dalam meningkatkan kemampuan berbicara.

1. menirukan pembicaraan orang lain (khususnya guru)

2. mengembangkan bentuk ujaran

3. mendekatkan atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran

sendiri yang belum benar dan ujaran orang dewasa (terutama guru) yang

sudah benar.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

16

Kesulitan dalam berbicara, seperti halnya kesulitan dalam menyimak,

disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang menimbulkan kesulitan

dalam berbicara adalah yang datang dari teman bicara. Seperti kita ketahui, dalam

setiap kegiatan berbicara menafsirkan makna pembicaraan agar komunikasi dapat

berlangsung terus sampai tujuan pembicaraan tercapai.

Berikut ini proses pembelajaran berbicara dengan berbagai jenis kegiatan,

yaitu percakapan, berbicara estetik, berbicara untuk menyampaikan informasi atau

untuk mempengaruhi, dan kegiatan dramatik (Tompkins dan Hoskisson, 1995:

124-127)

Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa proses berbicara anak

kanberkembang secara vertikal. Hal dapat dikembangkan dengan cara melatih

anak menirukan pebicaraan orang lain, mengembangkan bentuk ujaran, dan

menyejajarkan dua bentuk ujaran yang belum benar dan ujaran yang benar orang

dewasa.

2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara

Agung (Colin, 2010) mengemukakan bahwa “Keterampilan berbicara

seseorang sangat dipengaruhi oleh dua factor penunjang utama yaitu internal, dan

eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu potensi yang ada dalam diri orang

tersebut baik fisik maupun non fisik, faktor fisik adalah menyangkut dengan

kemampuan organ-organ tubuh yang digunakan dalam berbicara misalnya pita

suara, gigi, lidah, dan bibir, sedangkan faktor nonfisik diantaranya adalah

kepribadian, karakter, bakat, cara berpikir dan tingkat intelegensi, sedangkan

Page 10: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

17

faktor eksternal, misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan

pergaulan.

Selain faktor-faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi berbicara

adalah konteks. Konteks adalah segenap informasi yang ada di sekitar pemakaian

bahasa, bahkan pemakaian bahasa yang ada di sekitarnya. Supardo, dalam Toyiti

(2004:23) membagi konteks menjadi dua, yaitu (1) konteks bahasa (koteks

linguistik) dan (2) konteks nonbahasa (konteks nonlinguistik).

Konteks bahasa adalah unsur yang secara langsung membentuk struktur

lahir; yakni, bunyi, kata, kalimat dan bangun ujaran. Sedangkan konteks

nonbahasa meliputi usia, jenis kelamin, tempat, jarak interaksi, topik

pembicaraan, fungsi, dan cara-cara penyampaian.

Dengan demikian dalam pembelajara keterampilan berbahasa haruslah

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbahasa yaitu

konteks kebahasaan dan nonkebahasaan.

2.1.7 Pengertian Kemampuan Berbicara

Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan yang perlu

dikembangkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia, di samping kemampuan aspek

mendengarkan, membaca, dan menulis. Keberanian untuk berbicara, bertanya dan

mengungkapkan gagasan sangat mendukung dalam proses pembelajaran

khususnya Bahasa Indonesia. Untuk itu kemampuan berbicara perlu

dikembangkan kepada siswa sedini mungkin (http://www.google.com/R.Sigit’s-

Undergraduated.theses.pdf. kemampuan-berbicara). Kemampuan merupakan

Page 11: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

18

tuntutan utama yang harus dikuasai oleh guru. Guru yang baik harus dapat

mengekspresikan pengetahuan yang dikuasainya secara lisan

(http://www.slideshare.net/NASuprawoto/pembelajaran-berbicara).

Sedangkan menurut Nuraeni (2002: 87), kemampuan berbicara merupakan

faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian

informasi secara lisan. Sehubungan dengan hal tersebut Hafi (2000: 91)

mengungkapkan bahwa “Kemampuan berbicara sebagai kemampuan produktif

lisan yang menuntut banyak hal yang harus dikuasai oleh siswa, meliputi

penguasaan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa kemampuan

berbicara adalah kemampuan untuk menyampaikan informasi secara lisan yang

menuntut keberanian serta kemahiran dalam aspek kebahasaan dan

nonkebahasaan.

2.2. Pengertian Pendekatan

Wardani (dalam Setyowati 2007) mengemukakan bahwa “Pendekatan

(approach) adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan dengan hakikat

bahasa, hakikat pengajaran bahasa serta hakikat apa yang diajarkan. Pendekatan

bersifat aksiomatis artinya bahwa kebenaran itu tidak dioperasionalkan atau tidak

perlu dibuktikan lagi”.

Pendapat lain mengatakan bahwa “Pendekatan adalah cara umum dalam

memandang permasalahan atau objek kajian, laksana pakai kacamata merah,

semua tampak kemerah-merahan. (Sukandi, 2003:39) dalam http://

banjarnegarambs.wordpress.com/2008/09/10/pendekatan pembelajaran/)

Page 12: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

19

Lebih lanjut Brown (dalam Setyowati, 2007) memperjelas konsep

pembelajaran dengan menambahkan kata kunci yang harus diperhatikan, yaitu: (1)

pembelajaran menyangkut hal praktis, (2) pembelajaran adalah penyimpanan

informasi, (3) pembelajaran adalah penyusunan organisasi, (4) pembelajatran

memerlukan keaktifan dan kesadaran, (5) pembelajaran relatif permanen, (6)

pembelajaran adalah perubahan tingkah laku.

Mulyasa (dalam Setyowati, 2007) menjelaskan bahwa pembelajaran pada

hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya

sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi

tersebut banyak sekali faktor yang mempegaruhinya, baik faktor internal yang

datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari

lingkungan.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut

pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan

tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya

mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan

cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua

jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau

berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan

pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered

approach)(http://www.google.co.id

/#hl=id&source=hp&q=Pengertian+Pendekatan&meta=&aq=f&aqi=g10&aql=&o

q=&gs_rfai=&fp=86b23f41f9ecc767)

Page 13: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

20

Pengertian pendekatan pembelajaran secara tegas belum ada kesepakatan

dari para ahli pendidikan. Namun beberapa ahli mencoba menjelaskan tentang

pendekatan pembelajaran (instructional approach), misalnya ditulis oleh Gladene

Robertson dan Hellmut Lang (1984: 5)

dalam http: // banjarnegarambs.wordpress.com / 2008 / 09 / 10 / pendekatan-

pembelajaran/, menurutnya pendekatan pembelajaran dapat dimaknai menjadi dua

pengertian, yaitu pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dan pendekatan

pembelajaran sebagai bahan kajian yang terus berkembang. Pendekatan

pembelajaran sebagai dokumen tetap dimaknai sebagai suatu Kerangka umum

dalam Praktek Profesional guru, yaitu serangkaian dokumen yang dikembangkan

untuk mendukung pencapaian Kurikulum. Hal tersebut berguna untuk: (1)

mendukung kelancaran guru dalam proses pembelajaran; (2) membantu para guru

menjabarkan kurikulum dalam praktik pembelajaran di kelas; (3) sebagai panduan

bagi guru dalam menghadapi perubahan kurikulum; dan (4) sebagai bahan

masukan bagi para penyusun kurikum untuk mendesain kurikulum dan

pembelajaran yang terintegrasi.

Pendekatan pembelajaran sebagai bahan kajian yang terus berkembang,

oleh Gladene Robertson dan Hellmut Lang dimaknai selain sebagai Kerangka

umum untuk Praktek Profesional guru, juga dimaksudkan sebagai studi

komprehensif tentang praktik pembelajaran, maupun petunjuk pelaksanaanya.

Selain itu dokumen itu juga dimaksudkan untuk mendorong para guru untuk: (1)

mengkaji lebih jauh tentang pendekatan-pendekatan pembelajaran yang lainnya;

(2) menjadi bahan refleksi tentang pembelajaran yang sudah dilakukannya; (3)

Page 14: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

21

merupakan seni, seperti hal nya ilmu mengajar yang terus berkembang, dan (4)

juga sebagai katalisator untuk mengembangkan profesional guru lebih lanjut.

Gambaran mengenai pendekatan pembelajaran yang lebih jelas terdapat

dalam artikel pendidikan yang diterbitkan oleh Saskatchewan education (1980)

dalam http://banjarnegarambs.wordpress.com /200 /09/ 10 / pendekatan-

pembelajaran/, pendekatan pembelajaran digambarkan sebagai kerangka besar

tentang tugas profesional guru yang di dalamnya meliputi: model-model

pembelajaran, Strategi-strategi pembelajaran, metode-metode pembelajaran dan

juga keterampilan-keterampilan mengajar. Pendekatan pembelajaran juga

merupakan skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan guru dengan

menyusun dan memilih model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode

pembelajaran maupun keterampilan mengajar tertentu dalam rangka mencapai

suatu tujuan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran digambarkan dalam diagram

sebagai berikut:

Menurut Philip R. Wallace (1992: 13) http://banjarnegara

mbs.wordpress.com/2008/09/10/pendekatan-pembelajaran/, pendekatan

pembelajaran dibedakan menjadi 2, yaitu: Pendekatan konservatif (conservative

approaches) dan pendekatan liberal (liberal approach). Pendekatan konservatif

memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya

guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan

kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima. Sedangkan

pendekatan liberal (liberal approaches) adalah pendekatan pembelajaran yang

Page 15: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

22

memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengembangkan strategi dan

keterampilan belajarnya sendiri.

Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan

pembelajaran adalah seperangkat asumsi atau pandangan guru tentang hakikat

bahasa yang diajarkan kepada siswa dalam suatu proses interaksi belajar-mengajar

di kelas yang difasilitasi guru dengan baik (materi, metode, media, evaluasi)

sehingga pencapaian tujuan pembelajaran (bahasa) bisa dicapai.

2.2.1. Pengertian Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada

pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi

merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Di dalam

konsep pendekatan komunikatif terdapat konsep kompetensi komunikatif yang

membedakan komponen bahasa menjadi dua bagian, yaitu kompetensi dan

performansi atau unjuk kerja. Kompetensi komunikatif itu adalah keterkaitan dan

interelasi antara kompetensi gramatikal atau pengetahuan kaidah-kaidah bahasa

dengan kompetensi sosiolinguistik atau aturan-aturan tentang penggunaan bahasa

yang sesuai dengan kultur masyarakat. Kompetensi komunikatif hendaknya

dibedakan dengan performansi komunikatif karena performansi komunikatif

mengacu pada realisasi kompetensi kebahasaan beserta interaksinya dalam

pemroduksian secara aktual dengan pemahaman terhadap tuturan-tuturan. Oleh

sebab itu, seseorang yang dikatakan memiliki kompetensi dan performansi

berbahasa yang baik hendaknya mampu berkomunikasi dengan menggunakan

bahasa yang dipelajarinya, baik dalam pemroduksian (berbicara dan

Page 16: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

23

menulis/mengarang) maupun dalam pemahaman (membaca, dan

menyimak/mendengarkan)

2.2.2. Ciri-ciri Pendekatan Pembelajaran Komunikatif

Brumfit dan Finocchiaro mengungkapkan cirri-ciri pendekatan

komunikatif adalah (1) makna merupakan yang terpenting, (2) percakapan harus

berpusat di sekitar fungsi komunikatif dan tidak dihafalkan secara normal, (3)

kontekstualisasi merupakan premis pertama , (4) belajar bahasa berarti belajar

berkomunikasi, (5) komunikasi efektif dianjurkan, (6) latihan penubihan atau drill

diperbolehkan, tetapi tidak memberatkan, (7) ucapan yang dapat dipahami

diutamakan, (8) setiap alat bantu peserta didik diterima dengan baik, (9) segala

upaya untuk berkomunikasi dapat didorong sejak awal, (10) penggunaan bahasa

secara bijaksana dapat diterima bila memang layak, (11) terjemahan digunakan

jika diperlukan pesrta didik, (12) membaca dan menulis dapat dimulai sejak awal,

(13) sistem bahasa dipelajari melalui kegiatan berkomunikasi, (14) komunikasi

komunikatif merupakan tujuan, (15) variasi linguisik merupakan konsep inti

dalam materi dan metodologi, (16) urutan ditentukan berdasarkan pertimbangan

isi, fungsi, atau makna untuk memperkuat minat belajar, (17) guru mendorong

peserta didik agar dapat bekerja sama dengan orang lain menggunakan bahasa itu,

(18) bahasa diciptakan oleh pesrta didik melalui mencoba dan mencoba, (19)

kefasihan dan bahasa yang berterima merupakan tujuan utama, ketepatan dinilai

dalam konteks bukan dalam keabstrakan, (20) pesrta didik diharapkan berinteraksi

dengan orang lain melalui kelompok atau pasangan, lisan, dan tulis, (21) guru

tidak bisa meramal bahasa apa yang akan digunakan peserta didiknya, dan (2)

Page 17: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

24

motivasi intrinsik akan timbul melalui minat terhadap hal-hal yang di

komunikasikan.

Nababan (1992:75 ) dalam bukunya Metodologi Pengajaran Bahasa,

mengemukakan ciri-ciri pendekatan komunikatif antara lain:

1. Adanya aktivitas komunikasi yang sebenarnya (realistis)

2. Adanya aktivitas komunikasi yang penuh kebermaknaan.

3. Adanya silabus komunikatif yang disiapkan dan telah melalui analisis

kebutuhan pembelajar

4. Adanya pembelajaran yang berpusat kepada pembelajar

5. Adanya peran guru sebagai fasilitator, penyuluh, penganalisis kebutuhan

pembelajar dan manajer kelompok.

6. Peran materi pengajaran adalah untuk pendukung aktivitas komunikatif

pembelajaar yaitu materi yang berbasis teks (text based), yang berbasis

tugas (Task Based), dan berbasis bahan otentik (realita).

7. Komunikasi yang realistis akan terjadi dalam pergaulan sehari-hari dan

bukan dibuat-buat, dengan aktivitas yang realistis, dengan bahasa yang

dipelajari baik di sekolah, di rumah maupun lingkungan yang lebih luas,

maka akan tercipta hubungan komunikasi yang penuh kebermaknaan

yakni tidak ada pembicaraan yang kurang efektif.

8. Adanya kebutuhan komunikasi pembelajar teridentifikasi terlalu awal

kemudian berdasarkan identifikasi itulah seorang guru menyalurkannya

dalam pembelajaran bahasa.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

25

9. Pembelajaran lebih terpusat pada pembelajar, yakni proporsionalitas

peran antara pembelajar dan guru akan lebih banyak peran aktivitas

pembelajar dalam pembelajaran bahasa.

2.2.3 Pembelajaran Pendekatan Komunikatif

Pembelajaran bahasa komunikatif mulai ditemukan pada tahun 1960-an

ketika tradisi pembelajaran bahasa di Inggris mengalami perubahan yang

mendasar. Sebuah pendekatan berubah dalam pembelajaran bahasa terutama

didorong oleh perubahan pandangan tentang hakikat bahasa serta teori

pembelajaran bahasa yang dianutnya. Ada perubahan asumsi tentang hakikat

bahasa yang mendorong muncul pendekatan baru yang disebut pendekatan

komunikatif. Sebelum tahun 1960-an di Inggris para pakar pembelajaran bahasa

menggunakan pendekatan situasional. Ketika di Amerika orang mulai menolak

pendekatan audiolingual, di Inggris orang juga mulai mempertanyakan

pendekatan situasional itu.

Kritik tajam yang muncul pada saat itu di antaranya dari pakar linguistik

terapan seperti Noam Chomsky, yang memelopori munculnya tata bahasa

generatif transformasi. Chomsky terutama mengkritik teori linguistik struktural

yang dianggapnya tidak dapat menjelaskan dengan baik karakteristik bahasa.

Chomsky memperkenalkan bahwa bahasa itu memiliki sifat universal dan tidak

berbeda-beda secara tak terbatas seperti pendapat kelompok struktural. Ada unsur

kreativitas yang memang sangat mendasar dalam bahasa.

Page 19: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

26

Dimensi lain yang muncul pada saat itu adalah adanya gagasan fungsional

dan komunikatif. Pembelajaran bahasa tidak hanya sekadar bertujuan untuk

menguasai kaidah-kaidah gramatikal, tetapi yang lebih penting ialah memiliki

kompetensi komunikatif. Itulah sebabnya pendekatan audiolingual ditolak,

pendekatan situasional dipertanyakan dan muncullah pendekatan komunikatif

dalam pembelajaran bahasa.

2.2.4 Konsep Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada

pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi

merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa (Zuchdi dan

Budiarsih, 1996/1997 : 33-34). Hal ini sesuai dengan yang dituntut oleh

kurikulum 1994 maupun Kurikulum 2004, bahwa tujuan pembelajaran bahasa

Indonesia di SD tidak lagi untuk menciptakan bagaimana peserta didik memahami

tentang bahasa, tetapi lebih ditekankan pada kemampuan mnggunakan bahasa

Indonesia secara lisan dan tulisan.

Konsep kompetensi komunikatif membedakan komponen bahasa menjadi

dua bagian, yaitu kompetensi dan performansi atau unjuk kerja. Selanjutnya kedua

bagian ini dibedakan lagi dalam dua versi , yaitu versi lemah dan versi kuat. Yang

dimaksud dengan versi lemah adalah perbedaan kemampuan kompetensi dan

performansi pada diri seseorang. Dengan kata lain, kompetensi berbahasa

seseorang tidak memberikan pengaruh terhadap performansi berbahasanya atau

sebaliknya.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

27

Pengetahuan kebahasaan bertalian dengan pengetahuan penutur terhadap

bahasa sebagai suatu sistem dan merupakan kemampuan potensial dalam diri

penutur. Melalui kemampuan potensial ini penutur dapat menciptakan tuturan-

tuturan, biasanya berupa kalimat-kalimat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

kompetensi linguistik merupakan daya dorong untuk berbahasa secara kreatif.

Pandangan tersebut diperluas oleh para pakar dari versi kuat. Dalam versi

ini, Chomsky beserta pakar-pakar pembelajaran yang lain seperti Hymes pada

tahun 1971, dan Howatt dalam Richard dan Rogers (1986: 660) mengungkapkan

bahwa penguasaan gramatikal termasuk satu kompetensi berbahasa seseorang.

Disamping itu, ditekankan pula bahwa performansi bahasa seseorang didukung

oleh kompetensi kebahasaannya. Pendapat ini membuka peluang masuknya unsur

sosiokultural dalam telaah linguistik karena bahasa bukan saja dipandang sebagai

kemampuan penuntut secara individual, melainkan dihubungkan dengan dapat

diterima atau tidaknya oleh mitra bicara. Oleh karena itu, kompetensi di bidang

kebahasan adalah juga sebagai kompetensi komunikatif.

Proses performansi kebahasaan biasanya diartikan sebagai kegiatan verbal

yang berkaitan dengan proses pengungkapan. Sebagai bagian dari proses

pengungkapan, performansi kebahasaan mengandung ciri-ciri sosiokultural

khusus yang mewarnai bahasa seseorang. Performansi kebahasaan sering dikenal

sebagai pemakaian bahasa secara aktual dalam situasi kongkret. Jadi pembelajaran

yang komunikatif adalah pembelajaran bahasa yang memungkinkan peserta didik

memiliki kesempatan yang memadai untuk mengembangkan kebahasaan dan

Page 21: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

28

menunjukkan dalam kegiatan berbahasa, baik kegiatan produktif maupun reseptif

sesuai dengan situasi yang nyata, bukan situasi buatan yang terlepas dari konteks.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kompetensi

komunikatif adalah keterkaitan dan interelasi antara kompetensi gramatikal atau

pengetahuan kaidah-kaidah bahasa dengan kompetensi sosolingistik atau aturan-

aturan tentang penggunaan bahasa yang sesuai dengan kultur masyarakat.

Kompetensi komunikatif hendaknya dibedakan dengan performansi komunikatif

karena performansi komunikatif mengacu pada realisasi kompetensi kebahasaan

beserta interaksinya dalam pemroduksian secara aktual dengan pemahaman

terhadap tuturan-tuturan. Oleh sebab itu, seseorang yang dikatakan memiliki

kompetensi dan performansi berbahasa yang baik hendaknya mampu

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang dipelajarinya, baik dalam

pemroduksian (berbicara, dan menulis/mengarang) maupun dalam pemahaman

(membaca, dan menyimak/mendengarkan).

Konsep kompetensi komunikatif menurut Cambell dan Wales, Hymes dan

Munby (dalam Omaggio, 1996:7) meliputi kompetensi gramatikal, sosiolinguistik,

kewacanaan dan kompetensi strategi. Keempat konsep kompetensi komunikatif

ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Kompetensi gramatikal mencakup kemampuan seseorang menguasai

kaidah-kaidah, aturan-aturan atau rumus-rumus ketatabahasaan. kemampuan ini

meliputi pemahaman dan penguasaan kaidah dari tataran fonologi, morfologi,

sintaksis, semantik, dan ortologi.

Page 22: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

29

Kompetensi sosiolinguistik mencakup pemahaman dan penguasaan

terhadap aspek-aspek komunikasi bahasa. Di dalamya tercakup kemampuan

memahami penutur, isi komunikasi, alat penyampai pesan, tujuan komunikasi,

dan siapa mitra komunikasinya. Dengan kata lain, kompetensi sosiolinguistik

berkaitan dengan kemampuan seseorang memahami aspek tujuan berkomunikasi,

ragam bahasa yang digunakan, diksi, serta nuansa-nuansa lain yaang berkaitan

dengan aspek sosial dan bahasa.

Kompetensi kewacanaan berkaitan erat dengan pemahaman dan

penguasaan seorang penutur bahasa terhadap aspek fisik serta mental bahasa.

Yang dimaksud dengan aspek fisik adalah aspek tuturan, lisan maupun tulisan,

dari tataran kalimat, paragraf, hingga wacana, sedangkan, aspek mental bahasa

berkaitan dengan makna, nuansa dan rasa bahasa.

Kemampuan untuk mengolah informasi sehingga menjadi sebuah wacana

yang dipahaminya menjadi informasi yang dikemukakan kepada orang lain, juga

ditentukan oleh strategi berpikir. Dalam konsep kompetensi berbahasa, hal ini

disebut kompetensi startegi. Kompetensi ini berkaitan dengan keterkaitan antara

kemampuan berbahsa dengan berpikir.

Kaitan tentang hubungan antara bahasa dengan kemampuan berpikir

merupakan konsep psikolinguistik. Secara garis besarnya, terdapat tiga pendapat

tentang hubungan antara kemampuan berpikir dengan kemampuan berbahasa ,

yaitu (1) kemampuan berbahasa tidak memliki hubungan dengan kemampuan

berpikir, (2) kemampuan berbahasa pada dasarnya identik dengan kemampuan

Page 23: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

30

berpikir , dan (3) kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir memiliki

keterkaitan, akan tetapi antara keduanya tidak identik (Ali, dkk, 1994 : 33).

Rumusan pendapat pertama diungkapkan oleh Jarsid, dkk (dalam Ali,

dkk, 199 : 34). Bahwa antara berbahasa dan berpikir tidak terdapat hubungan

kausal. Bahasa hanyalah merupakan alat untuk membantu pikiran, membedakan,

dan mempertajam konsep-konsep. Oleh karena itu perkembangan berpikir

seseorang tidak terkait dengan kemampuan berbahasanya.

Pendapat yang kedua dikemukakan oleh Laird (dalam Ali, dkk, 199:34)

bahwa manusia tidak hanya berpikir dengan otaknya, tetapi juga dengan

bahasanya. Laird menambahkan lagi untuk memisahkan kegiatan berpikir dengan

kegiatan berbahasa merupakan sesuatu yang mustahil. Tidak ada penalaran tanpa

bahasa dan tidak ada bahasa tanpa penalaran karena keduanya identik.

Pendapat yang mendukung bahwa antara berbahasa dan berpikir memiliki

keterkaitan timbal balik, tetapi keduanya tidak identik adalah oleh para ahli

psikologi dan psikolinguistik. Fyle (dalam Ali, dkk 1994:36) yang merujuk pada

hasil penelitian Bullock pada tahun 1975 menyimpulkan bahwa bahasa

merupakan faktor utama dalam proses pembelajaran dan pengembangan

kemampuan kognitif. Bahasa dipandang sebagai sarana aktivitas simbolik.

Dengan bahasa manusia dapat merefleksikan kehidupannya, menerjemahkan, dan

mentransformasikan pengalamannya.

Page 24: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

31

2.3 Kajian Penelitian yang Relevan

2.3.1 Zubaidah Nur tahun 2012 penelitian yang berjudul “Penerapan Pendekatan

Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan

Keterampilan Berbicara Pada Siswa Kelas III. Ditemukan bahwa penerapan

pendekatan komunikatif kelas III SDN Pisang Candi 2 Malang berhasil. Hal ini

dapat dilihat dari meningkatnya nilai rata-rata pada indikator keberanian siswa

3,17% siklus 1 menjadi 3,93% pada siklus II, nilai rata-rata pada indikator

keaktifan 2,82% siklus I, menjadi 3,27% pada siklus II, nilai rata-rata pada

indikator kelancaran 2,75% siklus I, menjadi 3,27% pada siklus II nilai rata-rata

pada indikator intonasi 3,37% sikjlus I, meningkat menjadi 3,69% pada siklus II,

nilai rata-rata pada indikator keruntutan 3,62% siklus I, meningkat menjadi 3,68%

pada siklus II dan nilai rata-rata pada indikator pemilihan kata 3,17% siklus I,

menjadi 3,41% pada siklus II. pendekatan komunikatif untuk meningkatkan

keterampilan berbicara siswa kelas III SDN Pisang Candi 2 Malang dapat

tercapai..

2.3.2 Penelitian yang berjudul “Pendekatan komunikatif dalam Meningkatkan

kemampuan mendengarkan dan berbicara anak Tunagrahita Ringan” oleh Rentina

Simanjuntak yang menggunakan metode komunikatif dengan teknik bermain

ternyata dapat meningkatkan keterampilan mendengarkan dan berbicara anak tuna

grahita ringan. Dalam penelitian ini pendekatan komunikatif disimpulkan dapat

meningkatkan kemampuan mendengarkan dan berbicara bagi anak tunagrahita.

2.3.3 Pendekatan komunikatif berdasarkan penelitian yang berjudul

“Kemampuan Berbicara dengan Menggunakan Pendekatan Komunikatif” ini

Page 25: BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/1394/6/2012-2-86206-151411369-bab2...Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan

32

dapat meningkatkan kemampuan berbahasa Arab siswa setelah belajar bahasa

Arab dengan menggunakan pendekaatan komunikatif.

Berdasarkan hasil ketiga penelitian di atas peneliti terinspirasi untuk

melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan komunikatif dalam

meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas III SD. Berbeda dengan

penelitian di atas, pada penelitian ini subjek penelitian adalah siswa kelas III

bukan yang berkemampuan khusus, tetapi siswa normal. Selain itu fokus

penelitian adalah pada kemampuan berbicara dalam bahasa Indonesia melalui

pembelajaran bahasa Indonesia. Sementara dengan penelitian Zubaidah Nur, yang

memfokuskan pada penerapan Pendekatan Komunikatif, maka penelitian ini lebih

pada upaya peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas III SDN 1 Kabila.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-

penelitian terdahulu.

2.4 Hipotesis Tindakan

Adapun yang menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah, “Jika

guru menggunakan pendekatan komunikatif maka kemampuan berbicara siswa di

kelas III SDN I Kabila Kab. Bone Bolango akan meningkat”.

2.5 Indikator Kinerja

Yang menjadi indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah apabila

anak yang menjadi subjek penelitian, kemampuan berbicara dapat ditingkatkan

melalui pendekatan komunikatif mengalami peningkatan dari 42 % hingga

mencapai 75 % dalam kategori baik sesuai dengan aspek yang diamati melalui

proses pembelajaran.