BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB...

77
8 BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. Wacana c. Pengertian Wacana Ekoyanantiasih (2002: 9) berpendapat bahwa wacana merupakan tataran yang paling besar dalam hierarki kebahasaan setelah kalimat. Sebagai tataran terbesar dalam hierarki kebahasaan, wacana bukanlah merupakan susunan kalimat secara acak, melainkan merupakan suatu satuan bahasa baik lisan maupun tulis yang tersusun berkesinambungan dan membentuk suatu kepaduan. Pendapat Tarigan (2009: 26) juga sejalan dengan Ekoyanantiasih, bahwa yang dimaksud dengan wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Selain adanya kohesi dan koheresi, Sudaryat (2009: 151) menambahkan satu unsur lagi untuk mendukung keutuhan sebuah wacana, yakni konteks situasi. Menurutnya, wacana merupakan satuan gramatikal yang terbentuk dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan isi. Kepaduan makna atau isi (kohesi) dan kekompakan bentuk (koherensi) merupakan dua unsur yang turut menentukan keutuhan wacana. Jadi, secara singkat wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dibentuk dari rentetan kalimat yang kontinuitas, kohesif, dan koheren sesuai dengan konteks situasi. Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Transcript of BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

8

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Deskripsi Konseptual

6. Wacana

c. Pengertian Wacana

Ekoyanantiasih (2002: 9) berpendapat bahwa wacana merupakan tataran

yang paling besar dalam hierarki kebahasaan setelah kalimat. Sebagai tataran

terbesar dalam hierarki kebahasaan, wacana bukanlah merupakan susunan kalimat

secara acak, melainkan merupakan suatu satuan bahasa baik lisan maupun tulis

yang tersusun berkesinambungan dan membentuk suatu kepaduan. Pendapat

Tarigan (2009: 26) juga sejalan dengan Ekoyanantiasih, bahwa yang dimaksud

dengan wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar

di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang

berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan

secara lisan atau tertulis. Selain adanya kohesi dan koheresi, Sudaryat (2009: 151)

menambahkan satu unsur lagi untuk mendukung keutuhan sebuah wacana, yakni

konteks situasi. Menurutnya, wacana merupakan satuan gramatikal yang terbentuk

dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan isi. Kepaduan makna atau isi

(kohesi) dan kekompakan bentuk (koherensi) merupakan dua unsur yang turut

menentukan keutuhan wacana. Jadi, secara singkat wacana adalah satuan bahasa

terlengkap yang dibentuk dari rentetan kalimat yang kontinuitas, kohesif, dan

koheren sesuai dengan konteks situasi.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 2: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

9

Selain pendapat di atas, Chaer (2007: 267) menyebutkan bahwa wacana

adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal

merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang

lengkap, maka dalam wacana tersebut berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran,

atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau

pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan

gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-

kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan.

Persyaratan tersebut dapat dipenuhi jika sebuah wacana sudah terbina yang

disebut dengan kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur

yang ada dalam wacana tersebut. Jika wacana sudah kohesif, maka akan terbentuk

kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar. Hal tersebut sejalan dengan

Kridalaksana (2011: 259) yang mendefinisikan wacana sebagai satuan bahasa

terlengkap yang dalam tataran gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi

atau terbesar. Menurutnya, wacana tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk

karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat, atau

kata yang membawa amanat yang lengkap.

Sehubungan dengan bentuk wacana, Qodratilah, dkk. (2011: 605) juga

sependapat dengan Kridalaksana bahwa wacana merupakan satuan bahasa

terlengkap yang dapat diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh seperti

novel, buku, atau artikel, pada pidato atau khotbah. Hal tersebut diperjelas lagi

oleh Sumarlam, dkk. (2003: 15) yang membagi bentuk wacana menjadi lebih

terperinci, yaitu wacana dapat dinyatakan secara lisan dan secara tertulis. Bentuk

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 3: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

10

wacana lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dialog, dan bentuk wacana tertulis

seperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana

tersebut akan berarti jika dilihat dari struktur lahirnya (segi bentuk) bersifat

kohesif serta saling terkait dan dari struktur batinnya (segi makna) bersifat

koheren serta terpadu. Djajasudarma (2010: 3) juga sependapat dengan apa yang

telah dikemukakan oleh kedua ahli di atas bahwa wacana merupakan satuan

bahasa yang terlengkap dan satuan bahasa tertinggi dalam hierarki gramatikal.

Wacana ini dapat diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh berupa novel,

buku, seri ensiklopedia, dsb., paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat

yang lengkap. Menurutnya, wujud wacana dapat dilihat dari segi tataran bahasa

mulai tataran terkecil (kata) yang dapat memuat makna menjadi utuh dengan cara

melihat informasi yang terkandung di dalamnya.

Pendapat selanjutnya mengenai definisi wacana secara fungsional dalam

komunikasi berbahasa. Hal tersebut diawali dengan definisi wacana sebagai

satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Satuan

bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frasa, kata, dan bunyi.

Secara berurutan, rangkaian bunyi membentuk kata. Rangkaian kata membentuk

frasa dan rangkaian frasa membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat

membentuk wacana, baik berupa lisan atau tulis (Rani, 2006: 3). Pendapat

tersebut diperjelas lagi oleh Marwoto (1987: 151) yang lebih berfokus pada fungsi

wacana sebagai alat komunikasi. Menurutnya, wacana adalah paparan

penyampaian ide atau pikiran secara teratur, baik lisan maupun tertulis. Kegiatan

mengarang atau menulis dibutuhkan penguasaan pengetahuan dasar tentang

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 4: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

11

menulis dan pengetahuan praktik menulis. Selain harus mengerti beberapa

pengetahuan dasar tentang ejaan, penggunaan kosakata, kalimat, serta kaidah-

kaidah kebahasaan, subyek individu (penulis) juga dituntut menguasai beberapa

pengetahuan dasar tentang wacana. Dengan demikian, dapat disimpulkan semua

bentuk paparan lisan atau tulisan yang merupakan wadah penyampaian informasi

maupun pikiran yang utuh disebut dengan wacana.

Secara umum sebuah wacana mengacu kepada sebuah teks utuh, baik

dalam situasi lisan maupun tulis. Sebuah wacana dapat diajukan kepada setiap

tujuan berbahasa atau kepada setiap jenis bentuk bahasa, misalnya sebuah puisi,

percakapan, tragedi, lelucon, diskusi dalam seminar, sejarah yang penting,

makalah dalam majalah, wawancara, khotbah, dan wawancara TV. Teori tentang

analisis wacana menjelaskan tentang bagaimana kalimat-kalimat dihubungkan dan

memberikan satu kerangka acuan yang terpahami tentang berbagai jenis wacana.

Selain itu, dapat pula memberikan penjelasan tentang urutan kelogisan,

pengelolaan wacana, dan karakteristik stilistik sebuah wacana (Parera, 2004: 218-

219).

Dari definisi wacana yang telah disebutkan oleh beberapa ahli bahasa

dapat disimpulkan bahwa pengertian wacana adalah satuan bahasa terlengkap

yang dinyatakan baik secara lisan maupun tulisan dengan tingkat kohesi dan

koherensi yang tinggi. Maksud dari tingkat kohesi dan koherensi yang tinggi

adalah wacana tersebut memiliki keutuhan dan kepaduan dari segi bentuk dan segi

makna. Wacana dapat diwujudkan dalam bentuk bahasa lisan dan bahasa tulis,

seperti pidato, khotbah, ceramah, dialog, novel, cerpen, puisi, buku, karangan

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 5: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

12

ilmiah. Sesuai dengan hal tersebut, penelitian ini menggunakan objek kajian yang

berbentuk karangan ilmiah berupa skripsi.

d. Pengertian Kompetensi Kewacanaan

Ragam kompetensi kebahasaan dibagi menjadi dua, yaitu kompetensi

kemahiran fungsional dan kompetensi komunikatif. Kompetensi kemahiran

fungsional memiliki tiga komponen di dalamnya, yaitu kompetensi partisipasif,

kompetensi interaksional, dan kompetensi akademik. Selanjutnya, kompetensi

komunikatif memiliki empat komponen di dalamnya, yaitu kompetensi

gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi

strategik (Tarigan, 2009: 29).

Sehubungan dengan penelitian ini, kompetensi kewacanaan termasuk ke

dalam kompetensi komunikatif. Kompetensi yang dimaksud dalam hal ini adalah

pengetahuan mendasar seseorang tentang sistem bahasa, seperti kaidah-kaidah tata

bahasanya, kosakatanya, dan seluruh pernak-pernik bahasa serta bagaimana

menggunakan bahasa tersebut secara padu (Brown, 2007: 39). Selain itu,

Richards, et al (2010: 103) mendefinisikan kompetensi adalah kemampuan

seseorang dalam membuat dan memahami kalimat, termasuk kalimat yang belum

pernah mereka dengar sebelumnya, membedakan kalimat yang benar dan kalimat

yang tidak benar dalam bahasa tertentu, serta kemampuan untuk memahami

kalimat-kalimat ambigu dan menyimpang. Kompetensi sering mengacu pada

seorang penutur/pendengar yang baik, yaitu seseorang yang sudah diidealkan

tetapi bukan seseorang yang mungkin mempunyai pengetahuan lengkap pada

keseluruhan bahasa.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 6: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

13

Setelah mengetahui pengertian dari kompetensi dalam sebuah bahasa,

maka dapat diketahui definisi kompetensi komunikatif. Richards, et al (2010: 99)

mendefinisikan kompetensi komunikatif sebagai pengetahuan yang tidak hanya

mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat muncul dalam suatu bahasa,

tetapi juga mengenai apakah suatu bahasa tersebut dapat diterima, pantas, dan

dapat dilakukan dalam suatu ujaran tertentu. Selanjutnya, Tarigan (2009: 31)

berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kompetensi komunikatif adalah

kemampuan untuk menerapkan kaidah-kaidah gramatikal suatu bahasa untuk

membentuk kalimat-kalimat yang benar secara gramatikal dan untuk mengetahui

apabila, di mana, kepada siapa menggunakan kalimat-kalimat tersebut.

Kompetensi kewacanaan merupakan salah satu komponen dari kompetensi

komunikatif. Menurut Riyono (2015: 2) kompetensi wacana adalah kemampuan

untuk mengkaitkan kalimat-kalimat dalam rentang wacana dan untuk membentuk

keseluruhan rangkaian tuturan yang bermakna. Wacana berarti apa saja mulai dari

percakapan sederhana hingga teks tulis panjang (artikel, buku, dan sebagianya).

Kompetensi wacana merupakan kompetensi yang mencakup pengetahuan

yang dibutuhkan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan bentuk-bentuk

dan makna-makna untuk mencapai teks-teks lisan dan tertulis yang terpadu atau

utuh. Kompetensi ini berkaitan dengan penguasaan menggabungkan bentuk-

bentuk dan makna-makna gramatikal untuk mencapai teks lisan atau tertulis yang

terpadu dalam berbagai ragam „genre‟ (Tarigan, 2009: 40). Yang dimaksud

„genre‟ di sini adalah tipe/jenis teks, misalnya:

1) narasi lisan atau tulis;

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 7: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

14

2) esei argumentatif;

3) laporan ilmiah;

4) surat bisnis;

5) seperangkat instruksi yang masing-masing mewakili setiap genre.

Kesatuan atau kepaduan suatu teks diperoleh atau dicapai melalui kohesi

(segi bentuk) dan koherensi (segi makna). Kohesi berfokus pada bagaimana

ucapan-ucapan dihubungkan secara struktural dan memberi kemudahan dalam

proses interpretasi atau penafsiran suatu teks. Sebagai contoh, penggunaan sarana-

sarana kohesi seperti pronomina, sinonim, elipsis, konjungsi, dan struktur-struktur

paralel yang bertindak menghubungkan ucapan-ucapan individual dan untuk

menyatakan bagaimana cara sekelompok ucapan dapat dipahami atau dimengerti

(secara logis atau secara kronologis) sebagai suatu teks.

Selanjutnya, sarana kohesi yang mendukung aspek-aspek koherensi yang

beraneka ragam juga dapat memberi sumbangan pada kualitas dan kesatuan suatu

teks. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kompetensi wacana merupakan jenis-jenis

teks lisan dan tulis namun yang dipilih berdasarkan analisis kebutuhan dan minat

komunikasi para pembelajar, yang mencakup (Tarigan, 2004: 43-44):

1. Kohesi dalam jenis-jenis teks yang beraneka ragam, antara lain:

a. sarana-sarana kohesi leksikal dalam konteks, misal ulangan butir-butir

leksikal, pemakaian sinonim-sinonim (yang berlaku bagi kegiatan menyimak,

berbicara, membaca, menulis); sarana-sarana kohesi gramatikal dalam konteks,

misal koreferemsi nomina dengan pronomina, elipsis, konektor-konenktor

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 8: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

15

logis, struktur-struktur paralel (yang berlaku bagi kegiatan menyimak,

berbicara, membaca, menulis).

2. Koherensi dalam jenis-jenis teks yang beraneka ragam, diantaranya:

a. pola-pola wacana lisan, misalnya gerak-maju mekna-makna yang normal,

terutama sekali makna-makna kalamiah dan fungsi komunikatif dan konversasi

kasual (yang berlaku pada kegiatan menyimak, berbicara, membaca);

b. pola-pola wacana tulis, gerak maju, makna-makna normal dalam surat bisnis,

sebagai contohnya (yang berlaku dalam kegiatan membaca dan menulis saja).

Sehubungan dengan hal tersebut, Pangaribuan (2008: 55) berpendapat

bahwa kompetensi kewacanaan dapat dirumuskan sebagai kemampuan

menginterpretasi maupun mengungkapkan seperangkat tuturan lisan atau tulisan

secara kohesif dan koheren. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa kompetensi

kewacanaan dibentuk oleh kemampuan penutur menguasai aspek-aspek kohesi

dan koherensi kewacanaan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Badru (2003: 24)

bahwa yang dimaksud dengan kemampuan berwacana adalah kemampuan

menerapkan kaidah-kaidah kewacanaan dalam tulisan. Seseorang dikatakan

mempunyai kemampuan berwacana tinggi jika dia mampu menerapkan

keseluruhan kaidah yang berlaku dalam sebuah wacana. Kaidah kewacanaan

tersebut, antara lain terbentuknya kesatuan dan kepaduan. Kesatuan dan kepaduan

sebuah wacana dapat dilihat dari jalinan kalimat dalam paragraf yang dibuatnya.

Menurutnya, ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam penulisan paragraf,

yaitu masalah alur pikir dan masalah kepaduan paragraf, baik kepaduan di bidang

bentuk maupun kepaduan di bidang makna. Proses membangun paragraf-paragraf

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 9: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

16

tersebut atau dalam hal ini adalah wacana dapat diartikan sebagai sebuah tahapan

dari pembentukan kalimat pertama yang menyebabkan timbulnya kalimat kedua,

kalimat kedua menjadi acuan kalimat ketiga, kalimat ketiga mengacu kembali ke

kalimat pertama, dan seterusnya. Rentetan kalimat yang berkaitan yang

menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain tersebut

membentuk kesatuan yang kemudian disebut sebagai wacana (Ekoyanantiasih,

2002: 10).

Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli bahasa, simpulan yang dapat

ditarik mengenai pengertian kompetensi kewacanaan adalah kemampuan

seseorang dalam berbahasa tulis maupun lisan yang kohesif dan koheren.

Kompetensi kewacanaan seseorang dihasilkan oleh aspek-aspek kohesi dan

koherensi yang telah dikuasainya. Dengan demikian, makin baik penguasaan

kebahasaannya, tentu makin baik kompetensi kewacanaannya.

7. Kohesi

c. Pengertian Kohesi

Penentu utama sekumpulan kalimat untuk dapat dikatakan sebagai wacana

bergantung pada hubungan kohesif yang terdapat di dalam kumpulan kalimat

tersebut dan di antara kalimat yang satu dengan yang lain. Kohesi adalah

keterkaitan antarunsur dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa.

Keterikatan tersebut digunakan untuk menghubungkan informasi antarkalimat

dalam wacana yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan kata-kata pengikat

ide. Hubungan kohesif dalam wacana dapat dibangun apabila unsur-unsur dalam

wacana saling berkaitan (Brown & Yule, 1987: 191). Berkaitan tersebut diartikan

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 10: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

17

sebagai keserasian, maksudnya adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur

yang ada dalam wacana. Keserasian hubungan tersebut dapat dilihat dari berbagai

alat atau peranti wacana, baik yang berupa aspek gramatikal maupun yang berupa

aspek semantik, atau gabungan antara kedua aspek ini (Chaer, 2007: 267). Jadi,

dapat dikatakan bahwa kohesi merupakan keserasian hubungan antara unsur yang

satu dan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik

atau koheren (Djajasudarma, 2010: 44).

Sehubungan dengan alat atau peranti wacana, Halliday & Hasan (1994:

65) mengartikan kohesi sebagai perangkat sumber-sumber kebahasaan yang

dimiliki setiap bahasa sebagai bagian dari metafungsi tekstual untuk mengaitkan

satu bagian teks dengan bagian lainnya. Sumber-sumber yang dimaksud adalah

referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal. Pendapat tersebut

diperkuat oleh Ramlan (1993: 11) bahwa untuk membentuk paragraf yang baik,

selain harus mengandung kepaduan makna, paragraf tersebut harus mengandung

kepaduan bentuk. Bidang bentuk dalam paragraf dapat dilihat dari pemakaian

tanda-tanda atau unsur-unsur kebahasaan yang menghubungkan kalimat yang satu

dengan kalimat yang lain dalam satuan paragraf. Jadi, terdapat kepaduan lain yang

disebut dengan kohesi, yakni kepaduan di bidang bentuk

Pendapat lain mengenai kohesi diungkapkan oleh Richards, et al (2010:

94) yang menjelaskan bahwa kohesi merupakan hubungan gramatikal atau

leksikal antara unsur-unsur yang berbeda dalam sebuah teks. Hal ini juga

mencakup tentang hubungan antara kalimat yang berbeda atau bagian-bagian yang

berbeda dalam sebuah kalimat. Unsur-unsur tersebut maksudnya adala proposisi

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 11: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

18

yang dinyatakan dalam sebuah wacana. Hubungan antara proposisi yang

dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam

kalimat-kalimat yang membentuk wacana disebut dengan kohesi. Kohesi dapat

pula dilihat berdasarkan hubungan unsur-unsur kalimat. Unsur-unsur tersebut

dihubungkan melalui penggunaan sebuah konjungtor yang mengungkapkan

pertentangan, pengutamaan, perkecualian, konsesi, tujuan. Selanjutnya, kohesi

dapat pula ditandai oleh pengulangan kata atau frasa, baik secara utuh maupun

sebagian. Selain itu, kohesi sering pula diciptakan dengan memakai kata yang

maknanya berbeda dengan makna kata yang diacunya, tetapi kata yang digantikan

dan kata pengganti menunjuk ke referen yang sama. Pada umumnya wacana

menunjukkan bentuk lahir yang kohesif dengan ditandai pemakaian sarana kohesi.

Dengan demikian, kohesi dalam wacana tidak hanya menyatakan pertalian bentuk

lahir saja, melainkan menyiratkan koherensi, yakni hubungan semantis yang

mendasari wacana tersebut (Alwi, dkk., 2003: 427).

Sehubungan dengan hubungan antara proposisi dalam wacana, Suladi

(2000: 13) berpendapat bahwa dalam suatu wacana, kohesi merupakan keterkaitan

semantis antara proposisi yang satu dan proposisi yang lainnya dalam wacana

tersebut. Kohesi dapat diartikan sebagai keserasian hubungan antara unsur yang

satu dan unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik

atau koheren. Jadi, suatu wacana dikatakan kohesif apabila hubungan antara unsur

yang satu dan unsur lainnya dalam wacana tersebut serasi sehingga tercipta suatu

pengertian yang apik atau koheren. Kohesi dalam wacana diartikan sebagai

kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk sintaktikal. Konsep kohesi

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 12: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

19

pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk, maksudnya unsur-unsur

wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana

memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi termasuk

dalam aspek internal struktur wacana (Mulyana, 2005: 26). Selanjutnya, kohesi

dapat disebut sebagai unsur yang menentukan keutuhan sebuah wacana. Hal ini

dijelaskan oleh Tarigan (2009: 92) dalam pendapatnya bahwa kohesi (kepaduan)

merupakan salah satu unsur yang turut menentukan keutuhan wacana. Kata kohesi

mengandung pengertian kepaduan dan keutuhan. Jika dikaitkan dengan aspek

bentuk dan makna, dapat dikatakan bahwa kohesi mengacu kepada aspek bentuk.

Selanjutnya, dapat dikatakan pula bahwa kohesi mengacu kepada aspek formal

bahasa (language). Aspek tersebut berkaitan erat dengan kohesi ini untuk

melukiskan bagaimana caranya proposisi saling berhubungan satu sama lain untuk

membentuk suatu teks. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kohesi

merupakan hubungan semantik antara kalimat yang satu dengan yang lain dengan

ditandai oleh adanya bentuk penanda ikatan formal. Kohesi juga berfungsi untuk

membentuk ketekstualan suatu teks, yakni menjalin hubungan makna dan

mengatur keurutan informasi (Pangaribuan, 2008: 58)

Berdasarkan definisi kohesi yang dikemukakan oleh para ahli bahasa,

maka dapat disimpulkan pengertian kohesi dalam penelitian ini adalah keserasian

atau keterkaitan hubungan antara unsur-unsur pembangun wacana yang

menghubungkan bentuk bahasa dan konteksnya. Kohesi lebih mengarah kepada

kepaduan bentuk. Hal ini dapat dilihat melalui alat atau peranti kohesi yang

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 13: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

20

digunakan dalam membangun wacana tersebut sehingga tercipta sebuah wacana

yang apik dan kohesif.

d. Macam Peranti Kohesi

3) Peranti Kohesi Leksikal

Peranti kohesi leksikal dapat dibagi menjadi enam, yaitu repetisi, sinonimi,

kolokasi, hiponimi, antonimi, dan ekuivalensi. Keenam peranti kohesi tersebut

digunakan untuk mencapai kepaduan wacana melalui aspek leksikal (Sumarlam,

dkk., 2003: 34). Berikut ini adalah penjelasan dari keenam peranti kohesi leksikal

tersebut.

a) Repetisi (Pengulangan)

Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau

bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah

konteks yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, repetisi dapat dibedakan menjadi

repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis,

epanalepsis, dan anadiplosis. Berikut ini adalah penjelasan dan contoh

penggunaan kedelapan jenis repetisi tersebut.

1) Repetisi Epizeuksis

Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang

dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Misalnya pada tuturan berikut.

(1) Sebagai orang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi

kesehatan, dan selagi diberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia.

Berdoa selagi kita sehat tentu lebih baik daripada berdoa selagi kita

butuh. Mari kita berdoa bersama-sama selagi Allah mencinta umat-

Nya.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 14: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

21

Pada tuturan di atas, kata selagi diulang beberapa kali secara berturut-turut

untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu.

2) Repetisi Tautotes

Repetisi Tautotes ialah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa

kali dalam sebuah konstruksi. Agar lebih jelas perhatikan contoh berikut ini.

(2) Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat

mempercayai dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan dia saling

mempercayai.

Dalam hal ini, kata mempercayai diulang tiga kali dalam sebuah

konstruksi.

3) Repetisi Anafora

Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa

pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Pengulangan pada tiap baris

biasanya terjadi dalam puisi, sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat

dalam prosa. Contohnya adalah sebagai berikut.

(3) Bukan nafsu,

Bukan wajahmu,

Bukan kakimu,

Bukan tubuhmu,

Aku mencintaimu karena hatimu.

Pada penggalan puisi di atas terjadi repetisi anafora berupa pengulangan

kata bukan pada baris pertama sampai dengan keempat.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 15: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

22

4) Repetisi Epistrofa

Repetisi Epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir

baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut.

Misalnya adalah sebagai berikut.

(4) Bumi yang kudiami, laut yang kulayari, adalah puisi.

Udara yang kauhirupi, air yang kauteguki, adalah puisi.

Kebun yang kautanami, bukit yang kaugunduli, adalah puisi.

Gubug yang kauratapi, gubug yang kautinggali, adalah puisi.

Pada bait puisi di atas satuan lingual adalah puisi diulang empat kali pada

tiap baris secara berurutan.

5) Repetisi Simploke

Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir

beberapa baris/kalimat berturut-turut, seperti pada contoh berikut ini.

(5) Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin.

Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin.

Kamu bilang nggak punya kepribadian. Biarin.

Kamu bilang nggak punya pengertian. Biarin.

Pada bait puisi di atas terdapat pengulangan satuan lingual kamu bilang

hidup ini pada baris pertama dan kedua, dan satuan lingual kamu bilang nggak

punya pada baris ketiga dan keempat, masing-masing terdapat pada awal baris.

Sementara itu satuan lingual yang berupa kata biarin diulang empat kali pada tiap

akhir baris pertama sampai dengan keempat.

6) Repetisi Mesodiplosis

Repetisi Mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah

baris atau kalimat secara berturut-turut. Contohnya sebagai berikut.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 16: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

23

(6) Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon.

Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng.

Para pembesar jangan mencuri bensin.

Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri.

Pada tiap baris puisi di atas terdapat pengulangan satuan lingual jangan

mencuri yang terletak di tengah-tengah baris secara berturut-turut.

7) Repetisi Epanalepsis

Repetisi Epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa

terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama. Berikut

ini adalah contoh penggunaan repetisi tersebut.

(7) Minta maaflah kepadanya sebelum dia datang minta maaf.

Kamu mengalah bukan berarti dia mengalahkan kamu.

Berbuat baiklah kepada sesama selagi bisa berbuat baik.

Pada tuturan di atas terdapat repetisi epanalepsis, yaitu frasa minta maaf

pada akhir baris merupakan pengulangan frasa yang sama pada awal baris

pertama. Kata kamu pada akhir baris merupakan pengulangan kata yang sama

pada awal baris kedua. Selanjutnya, frasa berbuat baik pada akhir baris

merupakan pengulangan frasa yang sama pada awal baris ketiga.

8) Repetisi Anadiplosis

Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata/frasa terakhir dari

baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya.

Berikut ini adalah contoh repetisi berikut.

(8) dalam hidup ada tujuan

tujuan dicapai dengan usaha

usaha disertai doa

doa berarti harapan

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 17: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

24

harapan adalah perjuangan

perjuangan adalah pengorbanan

Tampak pada puisi di atas, kata tujuan pada akhir baris pertama menjadi

kata pertama pada baris kedua, kata usaha pada akhir kedua menjadi kata pertama

pada baris ketiga, kata doa pada akhir baris ketiga menjadi kata pertama pada

baris keempat, kata harapan pada akhir baris keempat menjadi kata pertama pada

baris kelima, dan kata perjuangan pada akhir baris kelima menjadi kata pertama

pada baris terakhir dari puisi tersebut.

b) Sinonimi (Padan Kata)

Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang

sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain.

Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan

wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara

satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana.

Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi

lima macam, yaitu sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), kata

dengan kata, kata dengan frasa atau sebaliknya, frasa dengan frasa, klausa/kalimat

dengan klausa/kalimat. Berikut ini adalah penjelasan dari kelima macam sinonimi

tersebut.

1) Sinonimi Morfem (Bebas) dengan Morfem (Terikat)

Berikut ini adalah penggunaan morfem (bebas) aku, kamu, dia yang

masing-masing bersinonim dengan morfem (terikat) -ku, -mu, -nya.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 18: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

25

(9) Aku mohon kau mengerti perasaanku.

Kamu boleh bermain sesuka hatimu.

Dia terus berusaha mencari jatidirinya.

2) Sinonim Kata dengan Kata

(10) Meskipun capeg, saya sudah terima bayaran. Setahun menerima gaji

80%. SK pagnegku keluar. Gajiku naik.

Tampak pada tuturan di atas, kepaduan wacana tersebut antara lain

didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara kata bayaran pada

kalimat pertama dengan kata gaji pada kalimat kedua dan ketiga. Kedua kata

tersebut maknanya sepadan.

3) Sinonim Kata dengan Frasa atau Sebaliknya

(11) Kota itu semalam dilanda hujan dan badai. Akibat adanya musibah

itu banyak gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk roboh, dan

pohon-pohon pun tumbang disapu badai.

Kepaduan wacana tersebut didukung oleh aspek leksikal yang berupa

sinonimi antara frasa hujan dan badai pada kalimat pertama dengan kata musibah

pada kalimat berikutnya.

4) Sinonimi Frasa dengan Frasa

(12) Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak. Baru

dua hari pindah ke sini, dia sudah bisa beradaptasi dengan baik.

Wacana di atas kepaduannya didukung oleh aspek leksikal sinonimi antara

frasa pandai bergaul pada kalimat pertama dengan frasa beradaptasi dengan baik

pada kalimat ketiga. Kedua ungkapan itu mempunyai makna yang sepadan.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 19: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

26

5) Sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat

(13) Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah

tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan

persoalan itu pun juga harus akurat.

Klausa memecahkan masalah tersebut pada kalimat pertama bersinonim

dengan klausa menyelesaikan persoalan itu pada kalimat kedua. Kedua klausa

yang bermakna sepadan itu mendukung kepaduan wacana yang baik secara

leksikal maupun semantis.

c) Antonimi (Lawan Kata)

Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang

lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan

lingual yang lain. Antonimi juga disebut dengan oposisi makna. Berdasarkan

sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu oposisi

mutlak, oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisi hirarkial, oposisi majemuk.

Oposisi makna atau antonimi juga merupakan salah satu aspek leksikal yang

mampu mendukung kepaduan wacana secara semantis. Berikut ini adalah

penjelasan dari kelima macam tersebut.

1) Oposisi Mutlak

Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak, misalnya

oposisi antara kata hidup dengan kata mati, kata bergerak dengan diam. Misalnya

pada wacana berikut ini.

(14) Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita. Jangan

hanya diam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak

dengan cara yang lain.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 20: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

27

2) Oposisi Kutub

Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tapi

bersifat gradasi. Artinya, terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut.

Misalnya oposisi makna antara kata-kata:

kaya >< miskin

besar >< kecil

panjang >< pendek

lebar >< sempit

senang >< susah

Berikut ini adalah wacana yang mengandung oposisi kutub.

(15) Memasuki era globalisasi sekarang ini, meningkatkan kualitas

sumber daya manusia sangatlah penting. Semua warga negara berhak

untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, baik itu orang kaya

maupun orang miskin. Semua mempunyai hak yang sama untuk

mengenyam pendidikan.

Pada wacana di atas terdapat oposisi kutub antara kata kaya dengan kata

miskin pada kalimat kedua. Kedua kata tersebut dikatakan berproposisi kurub

sebab terdapat gradasi di antara oposisi keduanya, yaitu adanya realitas sangat

kaya, kaya, agak kaya, agak miskin, miskin, dan sangat miskin bagi kehidupan

orang di dunia ini.

3) Oposisi Hubungan

Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi.

Karena oposisi ini bersifat saling melengkapi, maka kata yang satu dimungkinkan

ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain yang menjadi oposisinya; atau

kehadiran kata yang satu disebabkan oleh adanya kata yang lain, seperti oposisi

antara kata-kata:

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 21: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

28

bapak >< ibu

guru >< murid

dosen >< mahasiswa

dokter >< pasien

senang >< susah

Berikut ini adalah wacana yang mengandung oposisi hubungan.

(16) Ibu Rini adalah seorang guru yang cantik dan cerdas. Selain itu,

beliau juga pandai dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas,

sehingga semua murid senang kepadanya.

Wacana di atas terdapat oposisi hubungan antara kata guru pada kalimat

pertama dengan murid pada kalimat kedua. Guru sebagai realitas dimungkinkan

ada karena kehadirannya dilengkapi oleh murid dan sebaliknya.

4) Oposisi Hirarkial

Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang

atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi hirarkial pada umumnya kata-kata

yang menunjuk pada mana-mana satuan ukuran (panjang, berat, isi), nama satuan

hitungan, penanggalan, dan sejenisnya. Misalnya pada oposisi kata-kata berikut

ini.

milimeter >< sentimeter >< meter >< kilometer

kilogram >< kuintal >< ton

detik >< menit >< jam >< hari >< minggu >< bulan >< tahun

SD >< SLTP >< SMU >< PT

Pemakaian kata-kata tersebut antara lain dapat diamati pada tuturan

berikut.

(17) Sudah berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan Shinta menunggu

kabar dari kekasihnya yang sedang bertugas di negeri orang. Setelah

bertahun-tahun tak ada kabar darinya, maka Shinta pun memutuskan

untuk menikah dengan kenalan barunya.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 22: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

29

Pada wacana di atas dapat ditemukan oposisi hirarkial yang menyatakan

realitas tingkatan waktu, yaitu antara satuan waktu berminggu-minggu yang

dioposisikan dengan berbulan-bulan dan dioposisikan pula dengan bertahun-

tahun.

5) Oposisi Majemuk

Oposisi majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata

(lebih dari dua). Perbedaan antara oposisi majemuk dengan oposisi kutub terletak

pada ada tidaknya gradasi yang dibuktikan dengan dimungkinkannya bersanding

dengan kata agak, lebih, dan sangat pada oposisi kutub, dan tidak pada oposisi

majemuk. Adapun perbedaannya dengan oposisi hirarkial, pada oposisi hirarkial

terdapat makna yang menyatakan jenjang atau tingkatan yang secara realitas

tingkatan yang lebih tinggi atau lebih besar selalu mengasumsikan adanya

tingkatan yang lebih rendah atau lebih kecil. Akan tetapi, pada oposisi majemuk

tidak demikian adanya. Contoh kata-kata yang beroposisi majemuk antara lain:

berdiri >< jongkok >< duduk >< berbaring

diam >< berbicara >< bergerak >< bertindak

berlari >< berjalan >< melangkah >< berhenti

Berikut ini adalah contoh oposisi majemuk dalam sebuah wacana.

(18) Adi berlari karena takut dimarahi ibunya. Setelah agak jauh dari

ibunya, ia berjalan menuju rumah temannya. Sampai di rumah itu

lalu ia melangkahkan kakiknya masuk ke dalam rumah. Mendadak ia

berhenti dan terkejut karena ternyata yang tampak di depan mata Adi

adalah ibunya sendiri.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 23: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

30

d) Kolokasi (Sanding Kata)

Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan

pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang

berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu dominan atau

jaringan tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata

yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan orang-orang yang terlibat di

dalamnya. Kata-kata seperti guru, murid, buku, sekolah, pelajaran, dan alat tulis,

misalnya, merupakan contoh kata-kata yang cenderung dipakai secara

berdampingan dalam domain sekolah atau jaringan pendidikan.

Berikut ini adalah wacana yang mengandung oposisi kolokasi jaringan

pertanian.

(19) Waktu aku masih kecil, ayah sering mengajakku ke sawah. Ayah

adalah seorang petani yang sukses. Dengan lahan yang luas dan bibit

padi yang berkualitas serta didukung sistem pengolahan yang

sempurna maka panen pun melimpah. Dari hasil panen itu pula

keluarga ayahku mempu bertahan hidup secara layak.

e) Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)

Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang

maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain.

Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual

yang berhiponim itu disebut “hipernim” atau “hiperordinat”.

Berikut ini adalah contoh penggunaan hiponimi dalam sebuah wacana.

(20) Binatang melata termasuk kategori hewan reptil. Reptil yang hidup

di darat dan di air ialah katak dan ular. Cicak adalah reptil yang

biasa merayap di dinding. Adapun jenis reptil yang hidup di semak-

semak dan rumput adalah kadal. Sementara itu, reptil yang dapat

berubah warna sesuai dengan lingkungannya yaitu bunglon.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 24: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

31

Pada contoh di atas yang merupakan hipernim atau superordinatnya adalah

binatang melata atau yang disebut reptil. Sementara itu, binatang-binatang yang

merupakan golongan reptil sebagai hiponimnya adalah katak, ular, cicak, kadal,

dan bunglon. Fungsi hiponimi adalah untuk mengikat hubungan antara unsur yang

mencakupi dan unsur yang dicakupi.

f) Ekuivalensi (Kesepadanan)

Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu

dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah

kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya

hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna antara kata membeli, dibeli,

membelikan, dibelikan, dan pembeli, semuanya dibentuk dari bentuk asal yang

sama, yakni beli.

Berikut ini adalah contoh wacana yang mengandung ekuivalensi.

(21) Andi memperoleh predikat pelajar teladan. Dia memang tekun sekali

alam belajar. Apa yang telah diajarkan oleh guru pengajar di

sekolah diterima dan dipahaminya dengan baik. Andi merasa senang

dan tertarik pada semua pelajaran.

Selanjutnya, peranti kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang

mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau yang

mengikuti. Menurut Rani (2006: 129) peranti kohesi leksikal terdiri atas dua

macam, yaitu reiterasi dan kolokasi. Reiterasi meliputi repetisi dan ulangan

hiponim. Berikut ini adalah penjelasan dari peranti kohesi leksikal tersebut.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 25: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

32

a) Repetisi (Pengulangan)

Repetisi atau ulangan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan

hubungan kohesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan mengulang

sebagian kalimat. Dengan mengulang, berarti terkait antara topik kalimat yang

satu dengan kalimat sebelumnya yang diulang. Jenis repetisi dalam hal ini dibagi

menjadi tiga macam. Berikut ini adalah penjelasannya.

1) Ulangan Penuh

Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat secara penuh,

tanpa pengurangan dan perubahan bentuk. Pengulangan tersebut dapat berfungsi

untuk memberi tekanan pada bagian yang diulang. Contohnya adalah sebagai

berikut.

(22) Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan

apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa

tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang

seakan tidak terbatas ini.

2) Ulangan dengan Bentuk Lain

Ulangan dengan bentuk lain terjadi apabila sebuah kata diulang dengan

konstruksi atau bentuk kata lain yang masih mempunyai bentuk dasar yang sama.

Contohnya adalah sebagai berikut.

(23) Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai

dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya.

Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan

apa yang belum kita tahu.

3) Ulangan dengan Penggantian

Ulangan dengan penggantian sama dengan penggunaan kata ganti

(substitusi). Untuk menghubungkan kalimat dapat dilakukan dengan mengulang

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 26: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

33

bagian kalimat seperti yang sudah dicontohkan pada kalimat-kalimat di atas.

Selain itu, pengulangan dapat dilakukan dengan mengganti bentuk lain seperti

dengan kata ganti. Contohnya adalah sebagai berikut.

(24) Lulusan IPA merasa lebih tinggi dari lulusan IPS. Atau, lebih sedih

lagi, seorang ilmuwan memandang rendah kepada pengetahuan lain.

Mereka meremehkan moral, agama, dan nilai estetika.

b) Ulangan dengan Hiponim

Dalam kehidupan sehari-hari, telah dikenal kata superordinat yang

mempunyai beberapa subordinat. Pengulangan yang terjadi pada kata subordinat

disebut ulangan dengan hiponim. Contohnya adalah berikut ini.

(25) Sering kita melihat seorang ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir

memandang rendah kepada ahli ilmu sosial. Lulusan IPA merasa

lebih tinggi daripada lulusan IPS.

c) Kolokasi

Suatu hal yang selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain

biasanya diasosiasikan sebagai satu kesatuan. Seperti ikan dan air sering

diasosiasikan membentuk suatu kesatuan. Contohnya adalah sebagai berikut.

(26) Sifat terbuka atau demokratis dari Pancasila sebagai ideologi

pertama-tama dapat kita lihat dari proses kelahirannya. Sebagaimana

diketahui rumusan Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dan

konstitusi bersama lahir melalui proses musyawarah mufakat yang

bersuasana terbuka dan demokratis.

Bagi bangsa Indonesia, Pancasila dan UUD 1945 merupakan dua hal yang

selalu ada berdampingan. Pembahasan Pancasila tentu tidak dapat dipisahkan

dengan pembahasa UUD 1945. Kedua hal tersebut merupakan kolokasi. Pada

contoh wacana di atas, pengulangan diikuti dengan penyajian kata yang

menunjukkan kolokasi. Jadi, kata UUD 1945 pada wacana di atas tidak

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 27: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

34

menimbulkan suatu penyimpangan proposisi karena keduanya menunjukkan

kolokasi.

Dari penjelasan dan perincian macam-macam peranti kohesi leksikal yang

telah disebutkan oleh Rani, dkk. dan Sumarlam, dkk., maka peneliti merumuskan

peranti kohesi leksikal yang digunakan dalam penelitian menjadi enam, yaitu (a)

repetisi, (b) ulangan dengan hiponim, (c) kolokasi, (d) sinonimi, (e) antonimi, (f)

ekuivalensi.

4) Peranti Kohesi Gramatikal

Peranti kohesi gramatikal merupakan peranti atau penanda kohesi yang

melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Peranti kohesi gramatikal

yang digunakan untuk menghubungkan ide antarkalimat cukup terbatas ragamnya.

Rani (2006: 97) membagi peranti kohesi gramatikal menjadi tiga macam, yaitu

referensi, penggantian (substitusi), peranti konjungsi. Berikut ini adalah peranti

kohesi tersebut.

a) Referensi

Referensi memiliki arti hubungan antara kata dengan benda. Misalnya kata

“buku” mempunyai referensi kepada sekumpulan kertas yang dijilid untuk

menulis dan dibaca. Referensi dibagi menjadi dua macam, yaitu eksofora dan

endofora. Berikut ini adalah penjelasan dua macam referensi tersebut.

1) Referensi Eksofora

Referensi eksofora adalah pengacuan terhadap anteseden (unsur terdahulu

yang ditunjuk oleh ungkapan dalam suatu klausa atau kalimat) yang terdapat di

luar bahasa (ekstratekstual), seperti manusia, hewan, alam sekitar, atau acuan

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 28: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

35

kegiatan. Misalnya, itu matahari. Kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada

sesuatu di luar teks, yaitu benda yang berpijar yang menerangi alam ini.

2) Referensi Endofora

Referensi endofora adalah pengacuan terhadap anteseden (unsur terdahulu

yang ditunjuk oleh ungkapan dalam suatu klausa atau kalimat) yang terdapat di

dalam bahasa (intratekstual). Pengacu dan yang diacu adalah koreferensial.

Apabila yang ditunjuk itu sudah lebih dahulu diucapkan atau ada pada kalimat

yang lebih dahulu maka disebut anafora (referensi mundur ke belakang); dan jika

yang ditunjuk berada di depan atau pada kalimat sesudahnya maka disebut

katafora (referensi ke depan). Baik referensi yang bersifat anafora maupun

katafora menggunakan pronomina persona (saya, aku, kami, kita, kamu, engkau,

anda, kalian, kamu sekalian, dia, ia, beliau, mereka), pronomina petunjuk (di sini,

di situ, di sana, di sana sini, yang ini, yang itu), dan pronomina komparatif (sama,

persis, mirip, identik, serupa, segitu, selain, berbeda, yang demikian). Berikut ini

adalah contoh tuturan bereferensi anafora.

(27) (a) Nauval hari ini tidak masuk sekolah. (b) Ia ikut ibunya pergi ke

Surabaya.

Kata ia pada kalimat (b) mengacu pada kata Nauval di kalimat (a).

Selanjutnya, berikut ini adalah contoh tuturan bereferensi katafora.

(28) Seperti kulitnya, mata Zia juga khas; berkelopak tebal, tanpa garis

lipatan.

Pronomina enkilitik -nya pada klausa pertama kalimat di atas mengacu

pada anteseden Zia yang terdapat pada klausa kedua kalimat tersebut.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 29: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

36

b) Penggantian (Substitusi)

Substitusi adalah penyulihan suatu unsur wacana dengan unsur lain yang

acuannya tetap sama, dalam hubungan antarbentuk kata atau bentuk lain yang

lebih besar daripada kata, seperti frasa atau klausa. Secara umum, penggantian itu

dapat berupa kata ganti orang, tempat, dan sesuatu hal. Penggunaan peranti kohesi

yang berupa kata ganti pada dasarnya sama dengan pengulangan (repetisi) dengan

bentuk berbeda. Misalnya sebagai berikut.

(29) Dalam aksioma yang ketiga, Buhler berusaha menguraikan struktur

modell der Sprache. Ia beranggapan bahwa semua bahasa

mempunyai struktur.

Pada kalimat di atas, kata Buhler diganti dengan kata ia. Kata ganti ia

merupakan kata ganti orang ketiga tunggal.

c) Peranti Konjungsi

Konjungsi berfungsi untuk merangkaikan atau mengikat beberapa

proposisi dalam wacana agar perpindahan ide dalam wacana itu terasa selaras.

Sesuai dengan fungsinya, konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat digunakan

untuk merangkai ide, baik dalam satu kalimat (intrakalimat) maupun antarkalimat.

Penggunaan konjungsi sebagai peranti kohesi dalam bahasa Indonesia

menunjukkan pola tertentu. Konjungsi digunakan dengan mempertimbangkan

logika berpikir. Penggunaan konjungsi yang tidak mempertimbangkan logika

akan membuat wacana menjadi tidak apik terutama jika dilihat dari kepaduannya.

Peranti kohesi konjungsi dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi 17

macam. Berikut ini adalah penjelasan klasifikasi konjungsi berdasarkan hubungan

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 30: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

37

proposisi yang diwujudkan dalam dua kalimat. Pengklasifikasian peranti kohesi

tersebut didasarkan jenis hubungan yang diciptakan.

1) Peranti Urutan Waktu

Proposisi yang menunjukkan tahapan-tahapan seperti awal, pelaksanaan,

dan penyelesaian dapat disusun dengan menggunakan urutan waktu. Urutan waktu

dapat dimulai dari proposisi yang menunjukkan thap awal dan dilanjutkan oleh

tahap berikutmya. Proposisi yang menunjukkan suatu rangkaian kesejarahan atau

urutan waktu dapat menggunakan peranti kohesi yang menunjukkan adanya

urutan waktu. Konjungsi yang menunjukkan urutan waktu antara lain sebelum itu,

sesudah itu, lalu, kemudian, mula-mula, akhirnya. Selain itu, ada konjungsi yang

menunjukkan suatu urutan yang menyatakan kebersamaan (waktu) seperti waktu

itu, sejak itu, ketika itu. Berikut ini adalah contoh penggunaan peranti kohesi.

(30) Dalam pelaksanaannya, penerapan pendekatan analitis ini diawali

dengan kegiatan membaca teks secar keseluruhan. Setelah itu,

pembaca menampilkan beberapa pertanyaan cipta sastra yang

dibacanya.

Penggunaan peranti kohesi urutan waktu mempunyai ciri-ciri seperti

berikut. Pertama, proposisi-proposisi dihubungkan suatu rangkaian yang

membentuk suatu tahapan waktu. Kedua, dalam urutan waktu yang progresif,

proposisi yang ditempatkan dalam urutan pertama atau terdahulu harus proposisi

yang mengandung penunjuk waktu lebih awal.

2) Peranti Pilihan

Penggunaan bahasa Indonesia secara tertulis terdapat kemungkinan untuk

memilih sesuatu seperti peristiwa, barang-barang, keadaan, dan hal-hal dapat

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 31: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

38

dijumpai. Untuk menyatakan dua proposisi berurutan yang menunjukkan

hubungan pilihan, sering digunakan kata atau seperti pada contoh berikut ini.

(31) Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak

di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui

hakikat dirinya dan kesemestaan galaksi. Atau, orang yang berdiri di

puncak tertinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya.

Seperti tampak pada contoh di atas, penggunaan kata atau sebagai peranti

kohesi antarkalimat dapat diterima. Menurut logika, penggunan peranti kohesi itu

tidak salah. Proposisi yang mengikuti peranti itu tidak cocok jika disatukan

menjadi sebuah kalimat dengan kalimat sebelumnya. Proposisi itu menunjukkan

suatu ilustrasi alternatif proposisi sebelumnya.

3) Peranti Alahan

Sebuah peristiwa atau hal yang bisa menyebabkan peristiwa peristiwa lain

itu ternyata tidak berlaku seperti biasanya. Keadaan tersebut yang disebut

hubungn alahan. Selain itu, hubungan alahan juga terjadi apabila ada sesuatu

peristiwa atau hal yang tidak biasa menyebabkan peristiwa lain, tetapi muncul

dalam hal itu. Contohnya sebagai berikut.

(32) Mendung kelabu menyelimuti kota metropolitan itu kemarin.

Meskipun begitu, tak setetes air pun yang jatuh.

Mendung kelabu berhubungan dengan hujan. Kenyataan sehari-hari

menunjukkan bahwa kalau terdapat mendung kelabu maka akan terjadi hujan.

Namun, pada contoh kalimat di atas tidak terjadi hujan. Hubungan inilah yang

menunjukkan hubungan alahan. Frasa meskipun begitu digunakan untuk

menyatakan hubungan alahan itu. Hubungan alahan antara dua proposisi

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 32: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

39

dihubungkan dengan frasa-frasa seperti meski(pun) demikian, meski(pun) begitu,

kendati(pun) demikian, kendatipun begitu, biarpun demikian, dan biarpun begitu.

4) Peranti Parafrasa

Proses komunikasi mempunyai kemungkinan adakalanya pengirim pesan

dalam mengungkapkan sesuatu merasa masih ada sesuatu pesan yang tersirat

dalam ujarannya. Jika sesuatu yang tersirat itu diduga belum dipahami oleh mitra

tuturnya, sering terjadi pengirim pesan ingin memperjelasnya dengan ungkapan

lain yang dapat melengkapi dan menyempurnakan ungkapan sebelumnya. Apabila

proposisi yang diungkapkan itu tidak berbeda dengan sebelumnya, biasanya

digunakan peranti kohesi yang menunjukkan parafrasa tersebut. Peranti parafrasa

dalam bahasa Indonesia, yaitu dengan kata lain dan dengan perkataan lain.

Berikut ini adalah contoh penggunaan peranti parafrasa.

(33) Perlu juga diperhatikan bahwa sejumlah teori dan pendekatan yang

ada tersebut, bagi pembaca justru saling melengkapi. Dengan kata

lain, apabila tujuan pembaca ingin memahami keseluruhan aspek

dalam karya sastra, tidak mungkin mereka hanya memiliki satu

pendekatan.

Pada contoh di atas, proposisi yang mengikuti peranti dengan kata lain

sebenarnya telah dinyatakan dalam kalimat sebelumnya, tetapi tidak dengan

ungkapan yang dinyatakan secara tersurat. Dengan peranti kohesi tersebut,

hubungan kedua kalimat itu menjadi lebih jelas.

5) Peranti Ketidakserasian

Pemakaian bahasa sehari-hari sering ditemukan proposisi yang diurutkan

tidak selalu menunjukkan keserasian. Ketidakserasian itu pada umumnya ditandai

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 33: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

40

dengan perbedaan proposisi yang terkandung di dalamnya, bahkan sampai pada

pertentangan. Dua proposisi yang tidak serasi biasanya diungkapkan dengan

menggunakan peranti tidak serasi. Contohnya adalah sebagai berikut.

(34) Pengetahuan filsafati tentang suatu teori adalah pengetahuan tentang

pikiran-pikiran dasar yang melandasai teori tersebut dalam bentuk

potulat, asumsi atau prinsip yang sering kurang mendapatkan

perhatian dalam proses belajar-mengajar. Padahal, untuk melakukan

seleksi terhadap teori mana yang akan dipilih sebagai alat analitis,

seorang ilmuwan harus mampu mengadakan evaluasi terhadap teori-

teori yang ada di mana fokus utama sering diletakkan pada

pikiran-pikiran dasar tersebut.

Peranti ketidakserasian dalam bahasa Indonesia dapat dinyatakan dengan

kata padahal dan frasa dalam kenyataannya.

6) Peranti Keserasian

Peranti keserasian digunakan apabila dua buah ide atau proposisi itu

menunjukkan hubungan yang selaras atau sama. Hubungan kesamaan pada

dasarnya berbeda dengan hubungan penambahan. Hubungan kesamaan tidak

menunjukkan adanya penambahan informasi sebelumnya, melainkan

menunjukkan adanya perlakuan sama antara proposisi sebelumnya dan proposisi

yang mengikuti. Berikut ini adalah contoh penggunaan peranti kohesi keserasian

dengan menggunakan frasa demikian juga.

(35) Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah

kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.

Demikian juga, berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam

keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya yang

telah kita jangkau.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 34: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

41

7) Peranti Tambahan (Aditif)

Peranti tambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat

menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua

proposisi atau lebih. Proposisi yang dirangkaikan pada umumnya bersifat setara

bahkan proposisi tersebut daat saling menggantikan dan memberi tambahan

keterangan proposisi sebelumnya. Dalam hal ini, penutur menyampaikan

informasi secara bertahap. Informasi yang disampaikan dngan menggunakan

suatu kalimat perlu ditambah lagi. Informasi tersebut kadang tampak lepas dari isi

informasi sebelumnya. Oleh karena itu, agar kalimat itu tampak berkaitan

maknawi, perlu digunakan peranti kohesi tambahan. Berikut ini adalah contohnya.

(36) Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum,

jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak mau

mempercakapkan orang lain. Selain itu, ia suka menolong sesama

teman. Pantas, Rida gadis pujaan. Tambahan lagi, wajahnya cantik.

Pandai pula, ia berdandan. Mudah diajak bicara. Cepat

menyesuaikan diri. Pandai pula membawa diri dan ramah terhadap

siapa pun.

Ada sejumlah kata yang dapat digunakan untuk mengaitkan informasi

yang bersifat tambahan tersebut. Peranti konjungsi tambahan antara lain pula,

juga, selanjutnya, dan, di samping itu, tambahan lagi, dan selain itu.

8) Peranti Pertentangan (Kontras)

Hubungan pertentangan terjadi apabila ada dua ide/proposisi yang

munjukkan kebalikan atau kekontrasan. Untuk menyatakan adanya hubungan

pertentangan dapat digunakan peranti kohesi pertentangan. Peranti tersebut antara

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 35: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

42

lain (akan)tetapi, sebaliknya, dan namun. Berikut ini adalah contoh dari

penggunaan peranti pertentangan tersebut.

(37) Pancasila dapat diinterpretasikan secara luas, tetapi bagaimana pun

luasnya tidak dapat sedemikian rupa sehingga meliputi pengertian

yang bertentangan. Sebaliknya, Pancasila tidak dapat dipersempit

sehingga menjadi monopoli golongan masyarakat tertentu.

9) Peranti Perbandingan (Komparatif)

Apabila dua hal diperbandingkan akan diketahui perbedaan atau

persamaan dan mungkin keduanya. Untuk menunjukkan dua proposisi yang

menunjukkan perbandingan, diperlukan peranti kohesi perbandingan. Peranti

transisi perbandingan digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan persamaan

atau perbedaan antara bagian yang satu dengan yang lain. Untuk mengatakan

hubungan perbandingan secara eksplisit sering digunakan kata penghubung antara

lain sama halnya, berbeda dengan itu, seperti, dalam hal seperti itu, lebih dari

itu, serupa dengan itu, dan sejalan dengan itu. Berikut ini adalah contohnya.

(38) Pantun, puisi asli Indonesia, berbeda dengan syair. Pantun

mempunyai dua bagian setiap bait, yaitu bagian sampiran dan isi.

Sampiran terdapat pada dua baris pertama, sedang isinya terkandung

pada dua baris terakhir. Berbeda dengan pantun, syair hanya

memiliki isi. Isi terkandung dalam keempat baris dalam satu bait

tersebut. Perbedaan lain dapat dilihat pada persajakan di akhir baris.

Pantun bersajak selang seling (abab), sedangkan syair bersajak sama

(aaaa). jadi, jelas, puisi asli Indonesia itu berbeda dengan puisi dari

Arab.

10) Peranti Sebab-Akibat

Sebab dan akibat merupakan dua kondisi yang berhubungan. Hubungan

sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab

terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 36: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

43

Hubungan sebab-akibat dalam wacana seperti akibatnya, konsekuensinya, dengan

demikian, oleh karena itu, dan sebab itu. Berikut ini adalah contoh penggunaan

peranti sebab-akibat.

(39) Menggugat polisi dalam perkara praperadilan termasuk bahkan soal

mudah. Oleh karena itu, yang dilakukan Farid menjadi istimewa,

bukan karena ia anak Pak De yang kini tengah berperkara dengan

tuduhan melakukan pembunuhan terhadap Ny. Endang dan Dice.

Juga karena ternyata gugatannya terhadap polisi, Jumat pekan lalu,

dimenangkan pengadilan. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur,

m. Anas Chas, menganggap penangkapan dan penahanan terhadap

Farid oleh polisi, 6 Desember 1986, tidak sah. Karena itu, kas negara

harus membayar ganti rugi kepada Farid Rp200 ribu.

11) Peranti Harapan (Optatif)

Hubungan optatif terjadi apabila ada ide atau proposisi yang mengandung

suatu harapan atau doa. Sebuah ide yang menunjukkan suatu harapan atau doa

biasanya didahului dengan peranti optatif, seperti contoh berikut.

(40) Untuk kebaikan buku tersebut, kami senantiasa bersedia menerima

usul-usul penyempurnaan dari berbagai pihak utamanya masing-

masing penyusun naskah. Mudah-mudahan, isi buku bermanfaat dan

berdaya guna bagi sasaran KKN serta semuanya dapat

dimanfaatkannya.

Kata mudah-mudahan pada contoh di atas diikuti oleh proposisi yang

menunjukkan suatu harapan.

12) Peranti Ringkasan dan Simpulan

Peranti tersebut berguna untuk mengantarkan ringkasan dari bagian yang

berisi uraian. Biasanya, ringkasan berupa simpulan yang ditarik dari sejumlah data

yang telah diungkapkannya. Kata-kata yang biasanya digunakan untuk

mengantarkan ringkasan dan simpulan misalnya singkatannya, pendeknya, pada

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 37: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

44

umumnya, jadi, kesimpulannya, dengan ringkasnya. Contoh pemakaian peranti

tersebut seperti wacana berikut.

(41) Hukum tidak hanya untuk orang kaya. Semua orang mempunyai

derajat yang sama di depan hukum. Hukum tidak memandang kaya

tau miskin, pria atau wanita, tua atau muda, pembesar atau rakyat

jelata, dan ABRI atau bukan ABRI. Jadi, hukum berlaku untuk siapa

pun, kapan pun, dan di mana pun.

13) Peranti Misal atau Contoh

Peranti ini berfungsi untuk memperjelas suatu uraian, khususnya uraian

yang bersifat abstrak. Ide atau proposisi yang menunjukkan contohan atau misalan

berdasarkan data yang terkumpul didahului oleh peranti misalan atau contoh.

Biasanya, kata yang digunakan adalah contohnya, misalnya, umpamanya. Contoh

penggunaan peranti tersebut seperti wacana berikut.

(42) Departemen Tenaga Kerja bisa juga menyelidik seseorang hingga

jadi terdakwa di meja hijau. Contohnya, Hakim Kustian Efendi dari

Pengadilan Negeri Medan telah memvonis Nyonya Tio Kaso, 44

tahun, dengan hukuman denda Rp10 ribu atau kurungan selama tujuh

hari pada 6 Maret silam. Padahal, yan menyidik Nyonya Tio itu

adalah M. Purba, seorang pegawai pada Dinas Tenaga Kerja Medan.

14) Peranti Keragu-raguan (Dubitatif)

Peranti ini digunakan untuk mengantarkan bagian yang masih

menimbulkan keraguan. Kata yang digunakan adalah jangan-jangan, barangkali,

mungkin, kemungkinan besar. Contoh penggunaannya seperti berikut ini.

(43) Tidak banyak tokoh yang tampil dua kali dalam kulit muka majalah

Tempo. Yustedjo Tarik termasuk dalam jumlah sedikit itu. Kali

pertama, ketika ia membawa medali emas dari Asian Games di New

Delhi 1982. Kali keduanya, pada pekan ini. Mungkin, karena

Yustedjo mempunyai daya tarik kuat untuk menjadi berita.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 38: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

45

Untuk menghubungkan bagian yang masih meragukan, wacana di atas

menggunakan kata mungkin. Kata tersebut menunjukkan suatu ketidakpastian.

Penulis merasa masih ragu-ragu dalam membuat pernyataan atau perkiraan.

15) Peranti Konsesi: Memang, Tentu Saja

Pada saat memberikan penjelasan, adakalanya, pengirim pesan mengakui

sesuatu kelemahan atau kekurangan yang terjadi di luar jalur yang dibicarakan.

Pengakuan itu dapat dinyatakan dengan kata memang atau tentu saja. Proposisi

pengakuan itu disadari oleh pengirim pesan, tetapi yang bersangkutan tidak dapat

mengatasi hal yang diakui itu (meskipun pengakuan itu bersifat negatif).

Contohnya adalah sebagai berikut.

(44) Apabila terdapat bahasa Indonesia logat yang bersifat geografis atau

horisontal atau lebih tepat bersifat etnis, terdapat pula bahasa

Indonesia logat yang bersifat sosial atau vertikal atau bersifat profesi.

Para pemuda, misalnya, memakai bahasa Indonesia yang tercampur

dengan istilah dan ungkapan yang khusus mereka pahami sendiri,

sedangkan orang lain, terlebih orang-orang tua, sukar sekali atau

tidak dapat memahami bahasa pemuda semacam itu. Memang, dapat

dipahami bahwa kelompok-kelompok sosial tertentu seperti

wartawan, dokter, pedagang, makelar, nelayan, pelaut, seniman-

seniwati, dan kelompok sosial yang lain mempergunakan banyak

istilah dan ungkapan profesi tertentu sehingga menyebabkan orang

lain di luar kelompok mereka sukar memahami bahasa Indonesia

mereka.

Pada contoh di atas, kata memang menyatakan suatu pengakuan terhadap

sesuatu peristiwa atau hal yang disadari oleh pengirim pesan. Pengakuan itu

adakalanya merupakan suatu akibat atas pernyataan sebelumnya.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 39: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

46

16) Peranti Penegas

Dalam usaha menyampaikan proposisi kepada penerima, pengirim pesan

serung menggunakan berbagai macam cara agar proposisi yang disampaikan itu

dapat segera dipahaminya. Salah satu cara yang dilakukan pengirim pesan adalah

dengan menggunakan cara penegasan. Proposisi yang telah disebutkan perlu

ditegaskan lagi agar dapat segera dipahami dan diresapi. Proposisi yang dijelaskan

itu pada dasarnya sama dengan proposisi sebelumnya. Perbedaannya, pada

proposisi yang ditegaskan ada suatu usaha kesengajaan untuk menyangatkan

seperti contoh berikut ini.

(45) Demikian juga dengan pilihan kata dan penggunaan struktur kalimat,

antara daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki cara yang

berbeda-beda. Bahkan, dapat terjadi bahwa bahasa-bahasa orang

yang satu daerah juga banyak memiliki perbedaan.

Pada contoh di atas kata bahkan digunakan sebagai peranti yang

menyatakan penegasan yang menyangatkan. Ide yang mengikuti kata itu

mengandung arti lebih menguatkan.

17) Peranti Penjelas

Pada saat seseorang menyampaikan pikiran, perasaan, peristiwa, keadaan,

dan sesuatu hal (disebut proposisi) ada kalanya, seorang penyampai merasa belum

puas dalam penyampaiannya. Oleh karenanya, ia sering menggunakan penjelasan

lanjutannya yang berisi semua hal, baik yang tersurat maupun yang tersirat dari

pernyataan yang telah dinyatakan. Untuk memberikan penjelasan yang serupa

proposisi lanjutan, perlu digunakan peranti kohesi jelasan. Contohnya adalah

sebagai berikut.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 40: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

47

(46) Faktor yang keempat, yaitu saluran. Yang dimaksud saluran dalam

pembicaraan ini adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan

pesan dalam suatu kegiatan bertutur.

Penggunaan peranti kohesi jelasan tersebut dimaksudkan untuk membuat

kaitan dua proposisi. Proposisi yang mengikuti peranti itu merupakan bagian yang

memberikan penjelasan proposisi yang telah diungkapkan. Jika tidak

menggunakan peranti kohesi penjelas, proposisi tersebut menjadi tidak

berhubungan.

Selanjutnya, Chaer (2007: 269-270) membagi peranti kohesi gramatikal

menjadi tiga macam. Berikut ini adalah ketiga macam peranti kohesi gramatikal.

a) Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat;

atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Penggunaan konjungsi ini

bertujuan untuk mengubungkan bagian tersebut menjadi lebih eksplisit dan

menjadi lebih jelas dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi.

Misalnya pada wacana berikut ini.

(47) Raja sakit. Permaisuri meninggal.

Pada wacana tersebut, hubungan antara kalimat pertama dengan kalimat kedua

tidak jelas, apakah hubungan penambahan, apakah hubungan sebab dan akibat,

atau hubungan kewaktuan. Hubungan akan menjadi jelas jika diberi konjungsi.

Contohnya, raja sakit dan permaisuri meninggal, raja sakit karena permaisuri

meninggal, raja sakit ketika permaisuri meninggal.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 41: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

48

b) Kata ganti dia, nya, mereka, ini, itu sebagai rujukan anaforis. Penggunaan kata

ganti sebagai rujukan anaforis bertujuan untuk membuat bagian kalimat yang

sama tidak perlu diulang, melainkan diganti dengan kata ganti. Oleh karena itu,

kalimat-kalimat tersebut menjadi saling berhubungan. Misalnya pada wacana

berikut ini.

(48) Rombongan mahasiswa pengunjuk rasa itu mula-mula mendatangi

kantor Menteri Dalam Negeri. Sesudah itu mereka dengan tertib

menuju gedung DPR di Senayan.

c) Elipsis, yakni penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat pada

kalimat lain. Karena tidak diulangnya bagian yang sama, dengan menggunakan

elipsis, maka wacana tersebut tampak menjadi lebih efektif. Penghilangan

tersebut menjadi alat penghubung kalimat dalam wacana. Misalnya pada

wacana berikut ini.

(49) Teman saya yang duduk di pojok itu namanya Ali; dia berasal dari

Yogyakarta. Yang di ujung sana Ahmad dari Jakarta. Yang di

sebelah gadis berbaju merah itu Nurdin dari Medan.

Tanpa elipsis wacana tersebut menjadi tidak efektif, karena terlalu banyak

menggunakan kata. Selain itu, wacana tersebut menjadi ridak ada penghubung

antara kalimat yang satu dengan kalimat lainnya, sehingga setiap kalimat

menjadi berdiri sendiri. Berikut ini adalah wacana yang tanpa diberi elipsis.

(50) Teman saya yang duduk di pojok itu namanya Ali; dia berasal dari

Yogyakarta. Teman saya yang duduk di ujung sana itu namanya

Ahmad; dia berasal dari Jakarta. Teman saya duduk di sebelah gadis

berbaju merah itu namanya Nurdian; dia berasal dari Medan.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 42: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

49

Selain itu, Sumarlam, dkk. (2003: 23) membagi peranti kohesi gramatikal

menjadi empat, yaitu pengacuan, penyulihan, pelesapan, perangkaian. Berikut ini

adalah penjelasan dari keempat peranti tersebut.

a) Pengacuan (Referensi)

Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang

berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu

acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Jenis kohesi gramatikal pengacuan

tersebut diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu pengacuan persona,

pengacuan demonstratif, dan pengacuan komparatif. Berikut ini adalah penjelasan

dari ketiga jenis kohesi gramatikal pengacuan.

1) Pengacuan Persona

Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti

orang) yang meliputi persona pertama, kedua, dan ketiga, baik tunggal maupun

jamak. Pronomina persona I tunggal, persona II tunggal, persona III tunggal ada

yag berbentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang terikat (morfem terikat).

Selanjutnya, bentuk terikat ada yang melekat di sebelah kanan dan sebelah kiri.

Misalnya satuan lingual aku, kamu, dia, merupakan persona I, II, III tunggal

bentuk bebas. Adapun bentuk terikatnya adalah ku- (kutulis), kau- (kautulis) yang

merupakan bentuk terikat lekat kiri, sedangkan bentuk -nya (istrinya), -mu

(istrimu) masing-masing merupakan bentuk terikat lekat kanan.

Berikut ini adalah contoh kepaduan wacana yang didukung oleh kohesi

gramatikal yang berupa pengacuan persona.

(51) “Pak RT, saya terpaksa minta berhenti”, kata Basuki bendaharaku

yang pandai mencari uang itu.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 43: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

50

Pada tuturan di atas, pronomina persona I tunggal bentuk bebas saya

mengacu pada unsur lain yang berada di dalam tuturan (teks) yang disebutkan

kemudian, yakni Basuki (orang yang menuturkan tuturan itu). Dengan ciri-ciri

tersebut, maka saya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora

(karena acuannya berada di dalam teks), yang bersifat kataforis (karena acuannya

disebutkan kemudian atau antesedennya berada di sebelah kanan) melalui satuan

lingual berupa pronomina persona I tunggal bebas. Sementara itu, -ku pada

bendaharaku pada tuturan yang sama mengacu pada Pak RT yang telah

disebutkan terdahulu atau yang antesedennya berada di sebelah kiri. Satuan

lingual -ku merupakan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan.

2) Pengacuan Demonstratif

Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif

tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada

waktu kini (kini dan sekarang), lampau (kemarin dan dulu), akan datang (besok

dan yang akan datang), dan waktu netral (pagi dan siang). Sementara itu,

pronomina demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang

dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh

dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta,

Yogyakarta).

Berikut ini adalah contoh penggunaan pengacuan demonstratif temporal

dan lokasional.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 44: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

51

(52) Peringatan 57 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2002 ini akan

diramaikan dengan pagelaran pesta kembang api di ibu kota Jakarta.

(53) “Ya di Kota Sala sini jika Ayah dan Ibumu mengawali usaha batik”,

kata Paman sambil menggandeng saya.

Pada tuturan (a) terdapat pronomina demonstratif ini yang mengacu pada

waktu kini, yaitu pada tahun 2002 saat kalimat itu dituturkan oleh pembicara atau

dituliskan oleh penulisnya. Selanjutnya, tuturan (b) mengacu pada tempat yang

dekat dengan pembicara, maksudnya pembicara (Paman) ketika menuturkan

kalimat itu ia sedang berada di tempat yang dekat dengan tempat yang

dimaksudkan pada tuturan itu, yakni berada di Kota Sala.

3) Pengacuan Komparatif

Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi

gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai

kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan

sebagainya. Kata-kata yang bisa digunakan untuk membandingkan misalnya,

seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis

seperti, persis sama dengan.

Berikut ini adalah contoh pengacuan komparatif.

(54) Tidak berbeda dengan ibunya, Nita itu orangnya cantik, ramah, dan

lemah lembut.

Satuan lingual tidak berbeda dengan pada tuturan di atas adalah

pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara kecantikan,

keramahan, dan kelemahlembutan Nita dengan ciri-ciri yang sama seperti yang

dimiliki oleh ibunya.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 45: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

52

b) Penyulihan (Substitusi)

Penyulihan atau substitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang

berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan

lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Dilihat dari segi

satuan lingualnya, substitusi dapat dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal,

frasal, klausal. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing jenis substitusi.

1) Substitusi Nominal

Substitusi nominal adalah salah satu jenis penggantian satuan lingual yang

berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori

nomina, misalnya kata derajat dan tingkat diganti dengan pangkat, kata gelar

diganti dengan titel. Berikut ini adalah contoh penggunaan substitusi nominal.

(55) Agus sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Sastra. Titel

kesarjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan

bangsa melalui sastranya.

Satuan lingual nomina gelar yang telah disebut terdahulu digantikan oleh

satuan lingual nomina pula, yaitu kata titel yang disebutkan kemudian.

2) Substitusi Verbal

Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba

(kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba. Misalnya,

kata mengarang digantikan dengan kata berkarya, kata berusaha digantikan

dengan kata ikhtiar. Berikut ini adalah contoh penggunaan substitusi verbal dalam

wacana.

(56) Wisnu mempunyai hobi mengarang cerita pendek. Dia berkarya

sejak masih di bangku sekolah menengah pertama.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 46: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

53

Wacana di atas tampak adanya penggantian satuan lingual berkategori

verba mengarang dengan satuan linguis lain yang berkategori sama, yaitu

berkarya.

3) Substitusi Frasal

Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa

kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Substritusi frasa

ini misalnya dapat dilihat pada wacana berikut ini.

(57) Aku tidak meneruskan pertanyaanku. Ibuku juga tidak berbicara. Dua

orang sama-sama diam.

Pada contoh di atas, kata aku pada kalimat pertama dan ibuku pada kalimat

kedua disubstitusi dengan frasa dua orang pada kalimat ketiga.

4) Substitusi Klausal

Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa

klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa.

Berikut ini adalah contoh penggunaan substitusi klausal.

A: “Jika perubahan yang dialami oleh Anang tidak bisa diterima

dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya; mungkin hal itu

disebabkan oleh kanyataan bahwa orang-orang itu banyak yang

tidak sukses seperti Anang”.

B: “Tampaknya memang begitu.”

Pada percakapan di atas terdapat substitusi klausal, yaitu tuturan A yang

berupa satuan lingual klausa atau kalimat itu disubstitusi oleh satuan lingual lain

pada tuturan B yang berupa kata begitu. Atau sebaliknya, kata begitu pada tuturan

B menggantikan klausa atau kalimat pada tuturan A.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 47: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

54

Penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam

wacana berfungsi untuk mengahadirkan variasi bentuk, menciptakan dinamisasi

narasi, menghilangkan kemonotonan, memperoleh unsur pembeda.

c) Pelesapan (Elipsis)

Pelesapan (elipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa

penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan

sebelumnya. Unsur atau satuan lingual yang dilesapkan itu dapat berupa kata,

frasa, klausa, kalimat. Selanjutnya, fungsi pelesapan dalam wacana antara lain

ialah untuk (1) menghasilkan kalimat yang efektif (untuk efektivitas kalimat), (2)

efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa, (3)

mencapai aspek kepaduan wacana, (4) bagi pembaca/pendengar berfungsi untuk

mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan

bahasa, (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara

lisan.

Berikut ini adalah contoh penggunaan pelesapan (elipsis).

(58) Budi seketika itu terbangun. Menutupi matanya karena silau,

mengusap muka dengan saputangannya, lalu bertanya, “Di mana

ini?”.

Pada tuturan di atas terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata,

yaitu Budi yang berfungsi sebagai subjek atau perilaku tindakan pada tuturan

tersebut. Subjek yang sama itu dilesapkan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum kata

menutupi pada klausa kedua, sebelum kata mengusap pada klausa ketiga, dan

sebelum kata lalu atau di antara kata lalu dan bertanya pada klausa keempat.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 48: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

55

Apabila tuturan itu kembali dituliskan dalam bentuknya yang lengkap tanpa

adanya pelesapan maka akan tampak seperti di bawah ini.

(59) Budi seketika itu terbangun. Budi menutupi matanya karena silau,

Budi mengusap muka dengan saputangannya, lalu Budi bertanya, “Di

mana ini?”.

d) Perangkaian (Konjungsi)

Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan

dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam

wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa unsur yang lebih besar itu,

misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicara dengan pemarkah

alih topik atau pemarkah disjungtif.

Dilihat dari segi makna, perangkaian unsur dalam wacana mempunyai

bermacam-macam makna. Makna perangkaian beserta konjungsi yang dapat

dikemukakan di sini antara lain sebagai berikut.

1) Sebab-akibat : sebab, karena, maka, makanya

2) Pertentangan : tetapi, namun

3) Kelebihan (eksesif) : malah

4) Perkecualian (ekseptif) : kecuali

5) Konsesif : walaupun, meskipun

6) Tujuan : agar, supaya

7) Penambahan (aditif) : dan, juga, serta

8) Pilihan (alternatif) : atau, apa

9) Harapan (optatif) : moga-moga, semoga

10) Urutan (sekuensial) : lalu, terus, kemudian

11) Perlawanan : sebaliknya

12) Waktu : setelah, sesudah, usai, selesai

13) Syarat : apabila, jika (demikian)

14) Cara : dengan (cara) begitu

Berikut ini adalah contoh wacana yang mengandung perangkaian

(konjungsi).

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 49: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

56

(60) Maksud Bapak benar dan maksud Sigit pun juga tidak salah.

(61) Si Fulan tetap tidak bisa diterima oleh teman-temannya, meskipun

dia sudah mengakui kesalahannya.

Berdasarkan penjelasan dan perincian macam-macam peranti kohesi

gramatikal yang telah disebutkan oleh Rani, Sumarlam, dkk., dan Chaer, maka

peneliti merumuskan peranti kohesi gramatikal yang digunakan dalam penelitian

menjadi empat, yaitu (a) referensi, (b) substitusi, (c) elipsis, (d) konjungsi.

8. Koherensi

c. Pengertian Koherensi

Koherensi sama artinya dengan kepaduan. Wacana yang baik adalah

wacana yang mengandung koherensi. Kepaduan yang baik terjadi apabila

hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat yang membina alinea itu baik,

wajar, dan mudah dipahami tanpa kesulitan (Keraf, 2004: 84). Pembaca akan

dengan mudah mengikuti jalan atau alur pikiran penulis tanpa merasa bahwa ada

sesuatu yang menghambat atau semacam jurang yang memisahkan sebuah kalimat

dan kalimat lainnya, serta tidak terasa terdapat loncatan-loncatan pikiran yang

membingungkan. Koherensi atau kepaduan yang baik adalah hubungan timbal

balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang

membentuk kalimat itu, seperti bagaimana antara subyek dan predikat, hubungan

antarapredikat dan obyek, serta kererangan-keterangan lain yang menjelaskan

tiap-tiap unsur pokok tadi. Apabila gagasan yang tidak berhubungan satu sama

lain disatukan, maka selain merusak kesatuan pikiran, juga akan merusak

koherensi kalimat yang bersangkutan. Kesatuan pikiran lebih ditekankan adanya

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 50: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

57

isi pikiran, sedangkan koherensi lebih ditekankan segi struktur, atau inter-relasi

antara kata-kata yang menduduki sebuah tugas dalam kalimat. Oleh karena itu,

bisa terjadi bahwa sebuah kalimat dapat mengandung sebuah kesatuan pikiran,

namun koherensinya tidak baik.

Pendapat lain mengenai koherensi adalah pendapat yang berfokus pada

segi pertautan makna. Seperti yang dijelaskan oleh Rani (2006: 89) bahwa

koherensi adalah kepaduan hubungan maknawi antar bagian-bagian dalam

wacana. Salah satu alat untuk membuat wacana menjadi padu dapat digunakan

pengikat formal (alat kohesi). Wacana yang sudah kohesif perlu dilengkapi

dengan koherensi. Wacana dapat dibentuk dengan menyusun ide-ide secara runtut,

logis, dan tidak keluar dari topik. Menyusun ide secara runtut berarti menata ide-

ide secara teratur, tidak melompat-lompat. Selanjutnya, yang dimaksud dengan

penyusunan logis adalah ide-ide itu disusun dengan cara yang dapat diterima oleh

akal, misalnya ide disusun dari yang dekat ke yang jauh, dari yang dikenal ke

yang belum dikenal, dan kanan ke kiri (sebaliknya). Penyusunan ide yang tidak

keluar dari topik pembicaraan berarti ide-ide yang dipilih tidak menyimpang atau

masih dalam ruang lingkup topik yang sedang dibicarakan. Hal tersebut diperkuat

oleh pendapat Ramlan (1993: 10) yang menyatakan bahwa koherensi merupakan

kepaduan di bidang makna. Maksud dari pernyataan tersebut adalah informasi

yang dinyatakan dalam kalimat yang satu berhubungan erat dengan informasi

yang dinyatakan dalam kalimat yang lain, atau dengan kata lain informasi-

informasi yang dinyatakan dalam sejumlah kaimat yang membentuk paragraf

tersebut berhubungan erat atau sangat padu. Kepaduan tersebut merupakan syarat

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 51: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

58

keberhasilan suatu paragraf. Tanpa adanya kepaduan informasi, kumpulan

informasi tersebut tidak menghasikan paragraf. Jadi, koherensi merupakan

kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide. Koherensi merujuk

pada perpautan makna (Djajasudarma, 2010: 4).

Koherensi berarti kepaduan dan keterpahaman antarunsur dalam suatu teks

atau tuturan. Sebuah wacana yang utuh mengandung unsur-unsur kalimat yang

saling berkaitan. Keutuhan yang koheren tersebut dibangun oleh hubungan-

hubungan makna yang terjadi antar unsur atau bagian secara semantis. Koherensi

juga merupakan unsur isi dalam wacana, sebagai organisasi semantis, wadah-

wadah gagasan disusun dalam urutan yang logis untuk mencapai maksud dan

tuturan dengan tepat. Koherensi adalah kekompakkan hubungan antarkalimat

dalam wacana. Meskipun demikian, interpretasi wacana berdasarkan struktur

sintaksis dan leksikal bukan satu-satunya cara (Brown & Yule, 1987: 223;

Sudaryat, 2009: 152).

Pendapat selanjutnya masih mengenai definisi koherensi yang berfokus

pada segi pertautan semantik. Beberapa pendapat menggunakan istilah yang

berbeda, yakni pertalian semantik seperti yang dijelaskan oleh Menurut Suhaebah

(1996: 8) bahwa koherensi merupakan pertalian semantik antara unsur yang satu

dengan unsur yang lain dalam wacana yang sedemikian rupa sehingga tercipta

pengertian yang utuh atau koheren. Selanjutnya, Suladi (2000: 14) juga

mengartikan koherensi sebagai pertalian semantik antara unsur yang satu dengan

unsur lainnya dalam wacana.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 52: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

59

Dari beberapa penjelasan di atas, berikut ini adalah contoh hubungan

perkaitan antarproposisi yang dinyatakan secara implisit.

A: Angkat telepon itu, Ma!

B: Aku sedang mandi, Pa!

C: Oke!

Dalam wacana tersebut, perkaitan antarproposisi tetap dirasakan ada, tetapi

pada kalimat A dan B tidak secara nyata ditemukan unsur-unsur kalimat yang

menunjukkan adanya perkaitan gramatikal ataupun semantik. Kalimat B dapat

ditafsirkan sebagai bentuk pendek dari kalimat Aku sedang mandi, Pa! (Jadi, aku

tidak dapat menerima telpon itu), sementara kata Oke! yang diucapkan oleh A

dapat ditafsirkan sebagai bentuk dari kalimat seperti Oke! Kalau begitu, biar aku

saja yang menerimanya (Alwi, dkk., 2003: 428). Dari penjelasan tersebut dapat

disimpulkan bahwa terdapat wacana yang sekaligus kohesif dan koheren, dan ada

pula wacana yang koheren tetapi tidak kohesif. Dengan kata lain, suatu wacana

tidak mungkin kohesif tanpa menjadi koheren. Rangkaian kalimat yang kohesif

tetapi tidak koheren dapat dikatakan wacana itu tidak bisa disebut sebagai suatu

wacana.

Sehubungan dengan contoh wacana di atas, Tarigan (2009: 92) juga

berpendapat mengenai koherensi (kerapian). Menurutnya, koherensi adalah salah

satu unsur yang turut menentukan keutuhan wacana. Kata koherensi memiliki

pengertian pertalian dan hubungan. Jika dikaitkan dengan aspek bentuk dan

makna, dapat dikatakan bahwa koherensi mengacu kepada aspek ujaran (speech).

Aspek tersebut menggambarkan bagaimana caranya proposisi-proposisi yang

tersirat atau yang terselubung disimpulkan untuk menafsirkan tindak ilokusi

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 53: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

60

dalam pembentukan suatu wacana. Pada dasarnya hubungan koherensi adalah

suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis.

Koherensi dapat terjadi secara implisit (terselubung) karena berkaitan dengan

bidang makna yang memerlukan interpretasi. Selain itu, pemahaman ihwal

hubungan koherensi dapat ditempuh dengan cara menyimpulkan hubungan

antarproposisi dalam tubuh wacana itu (Mulyana, 2005: 31).

Berdasarkan definisi koherensi yang dikemukakan oleh para ahli bahasa,

maka dapat disimpulkan pengertian koherensi dalam penelitian ini adalah

kepaduan hubungan maknawi (kepaduan di bidang makna) antarbagian

pembangun wacana. Bagian-bagian pembangun wacana tersebut berupa fakta dan

gagasan yang disajikan secara teratur dan tersusun dengan logis, serta ide-ide

yang termuat di dalam wacana tersebut tidak keluar dari topik.

d. Peranti Koherensi

Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana

yang runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemarkah penghubung kalimat

yang digunakan. Faktor yang memungkinkan terciptanya koherensi itu, antara lain

latar belakang pengetahuan pemakai bahasa atas bidang permasalahan,

pengetahuan atas latar belakang budaya dan sosial, kemampuan “membaca”

tentang hal-hal yang tersirat. Menurut Rani (2006: 136) selain penataan urutan

kalimat (proposisi) bahwa proposisi itu harus positif. Hal ini dapat dipahami

melalui contoh wacana berikut ini.

(62) Boncel belum mempunyai istri.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 54: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

61

Wacana di atas tidak bisa menciptakan referen wacana untuk konsep istri.

Oleh karena itu, wacana tersebut tidak bisa diikuti wacana seperti:

(63) Istrinya cantik. Kulit kuning langsat dan matanya jeli.

Hal itu dapat dipahami karena telah diketahui bahwa Boncel tidak

memiliki istri sehingga tidak mungkin diberikan ciri-ciri tentang istri yang tidak

ada itu.

Selanjutnya, hal yang memegang peranan dalam menciptakan koherensi

adalah praanggapan. Praanggapan yang bersifat logis memungkinkan kita

mengetahui hal-hal yang tersirat dalam wacana yang kita dengar/baca. Contohnya

adalah sebagai berikut.

(64) Bocel tidak lagi memukuli istrinya.

Wacana di atas dapat diketahui bahwa: (a) Boncel adalah orang yang telah

kawin dan (b) ia dikenal sebagai orang yang ringan tangan terhadap istrinya.

Jika kedua praanggapan itu tidak terpenuhi maka wacana di atas tidak mempunyai

nilai kebenaran. Jika kedua praanggapan tersebut benar, maka contoh (65) berikut

ini merupakan wacana yang runtut terhadap wacana (64).

(65) Syukurlah kalau ia sudah sadar.

Faktor lain yang mendukung wacana menjadi koheren adalah lokasi

geografis dan kesadaran budaya. Berikut ini adalah contoh wacananya.

(66) Dono membeli rumah minggu lalu. Lantainya dua meter dari tanah.

Kedua proposisi tersebut merupakan dua tuturan yang padu bagi mereka

yang mempunyai budaya rumah yang tinggi-tinggi, sedangkan bagi kelompok

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 55: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

62

lain, yang lantai rumahnya pada umumnya setara dengan tanah, tuturan seperti itu

dianggap aneh.

Sementara itu, Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005: 32) mengemukakan

bahwa hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan semantis.

Maksud dari pernyataan tersebut adalah hubungan itu terjadi antarproposisi.

Secara struktural, hubungan itu direpresentasikan oleh pertautan secara semantis

antara kalimat (bagian) yang satu dengan kalimat lainnya. Hubungan maknawi ini

kadang-kadang ditandai oleh alat-alat leksikal, namun kadang-kadang tanpa

penanda. Hubungan semantis yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Hubungan Sebab-Akibat

Salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan: “Mengapa sampai terjadi

begini?”, atau kalimat yang satu bermakna sebab dan kalimat lainnya menjadi

akibat. Misalnya pada contoh wacana di bawah ini.

(67) Ia tidak mungkin menemukan buku fiksi di perpustakaan itu. Koleksi

perpustakaan itu khusus buku nonfiksi ilmiah.

2) Hubungan Sarana-Hasil

Salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan: “Mengapa hal ini dapat

terjadi?”, dan hasil itu sudah tercapai. Misalnya pada contoh wacana di bawah ini.

(68) Atlet bulutangkis kita akhirnya mendominasi kejuaraan Indonesia

Terbuka. Kita tidak usah heran, mereka berlatih dengan ketat dan

sangat disiplin.

3) Hubungan alasan-sebab

Salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan: “Apa alasannya?”.

Misalnya pada contoh wacana berikut ini.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 56: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

63

(69) Tahun ini mereka bertekad membangun rumah sendiri. Sudah lama

sekali mereka numpang di rumah saudara.

4) Hubungan Sarana-Tujuan

Salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan: “Apa yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan itu?”. Berbeda dengan hubungan sarana-hasil,

dalam hubungan sarana-tujuan, belum tentu tujuan tersebut tercapai. Misalnya

pada contoh wacana berikut ini.

(70) Bekerjalah dengan keras.

Cita-citamu menjadi orang kaya bakal kesampaian.

5) Hubungan Latar-Kesimpulan

Salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan: “Bukti apa yang menjadi

dasar kesimpulan itu?”. Berikut ini adalah contoh wacana tersebut.

(71) Mobil itu sudah tua, tetapi sehat.

Rupanya pemiliknya pandai merawatnya.

6) Hubungan Kelonggaran-Hasil

Salah satu bagian kalimat yang menyatakan kegagalan kegagalan suatu

usaha. Berikut ini adalah contoh wacana tersebut.

(72) Sudah lama aku di kota ini mencarinya.

Alamat itu tak juga kutemukan.

7) Hubungan syarat-hasil

Salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan: “Apa yang harus

dilakukan?”, atau “Keadaan apa yang harus ditimbulkan untuk memperoleh

hasil?”. Berikut ini adalah contoh wacana tersebut.

(73) Beri bumbu dan penyedap rasa yang tepat.

Masakanmu pasti enak.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 57: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

64

8) Hubungan Perbandingan

Salah satu bagian kalimat menyatakan perbandingan dengan bagian

kalimat yang lain. Berikut ini adalah contoh wacana tersebut.

(74) Pengantin itu sangat anggun.

Seperti dewa-dewi dari Khayangan.

9) Hubungan Parafrastis

Salah satu bagian kalimat mengungkapkan isi dari bagian kalimat lain

dengan cara lain. Berikut ini adalah contoh wacana tersebut.

(75) Saya tidak setuju dengan penambahan anggaran untuk proyek ini,

karena tahun lalu dana juga tidak habis. Sudah saatnya kita

menghemat uang rakyat.

10) Hubungan Amplikatif

Salah satu bagian kalimat memperkuat atau memperjelas bagian kalimat

lainnya. Berikut ini adalah contoh wacana tersebut.

(76) Dua burung itu jangan dipisah.

Masukkan dalam satu kandang saja.

11) Hubungan Aditif Waktu (Simultan dan Beruntun)

(77) Biar dia duduk dulu. Saya akan selesaikan pekerjaan ini. (simultan)

(78) Kita sudah sampai Yogya. Langsung ke Parangtritis saja. Habis itu

baru belanja dan cari makan di Malioboro. (beruntun)

12) Hubungan Aditif Nonwaktu

Wacana yang mengandung hubungan aditif non waktu dapat dilihat pada

contoh berikut ini.

(79) Para petani itu malas? Atau kurang beruntung?

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 58: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

65

13) Hubungan Identifikasi

Salah satu bagian kalimat menjadi penjelas identifikasi dari sesuatu istilah

yang ada di bagian kalimat lainnya. Misalnya pada wacana berikut ini.

(80) Tidak masuk ke universitas itu tidak berarti bodoh. Kamu tahu

nggak, Einstein? Fisikawan genius itu juga pernah gagal masuk ke

universitas.

14) Hubungan Generik-Spesifik

Wacana yang mengandung hubungan generik-spesifik dapat dilihat pada

contoh berikut ini.

(81) Gadis model itu sangat cantik. Wajahnya bersih, matanya indah,

bibirnya sangat menawan. Apalagi jalannya, luar biasa.

15) Hubungan Ibarat

Salah satu bagian kalimat memberikan gambaran perumpamaan (ibarat).

Berikut ini adalah contoh wacana tersebut.

(82) Kelihatannya mengelola bisnis sungguh piawai.

Memang dia seperti belut di lumpur basah.

Tujuan pemakaian aspek atau peranti koherensi antara lain adalah agar

tercipta susunan dan struktur wacana yang memiliki sifat serasi, runtut, dan logis.

Sifat serasi artinya sesuai, cocok, dan harmonis. Runtut artinya urut, sistematis,

tidak terputus-putus, tetapi bertautan satu sama lain. Sedangkan sifat logis

maksudnya adalah masuk akal, wajar jelas, dan mudah dimengerti.

Sejalan dengan apa yang telah disebutkan oleh Kridalaksana, Sudaryat

(2008: 156) mengemukakan bahwa unsur semantis antarbagian wacana akan

tampak dalam hubungan proposisi-proposisi (klausa atau kalimat). Hubungan

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 59: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

66

semantis antarbagian wacana dibagi menjadi 12 bagian. Berikut ini adalah

penjelasan dari hubungan semantis tersebut.

1) Hubungan Sebab-Akibat

Hubungan ini menunjukkan sebab dan akibat berlangsugnya suatu

peristiwa. Misalnya:

(83) Dulu pada waktu mengungsi sukar sekali mendapatkan beras di

daerah kami. Masyarakat hanya memakan singkong sehari-hari.

Banyak anak yang kekurangan vitamin dan gizi. Tidak sedikit yang

lemah dan sakit.

2) Hubungan Sarana-Hasil

Hubungan ini menunjukkan tercapainya suatu hasil dan bagaimana cara

menghasilkannya. Misalnya:

(84) Penduduk sekitar Kampus Bumi Siliwangi yang mempunyai rumah

atau kamar yang akan disewakan memang berusaha selalu

menyenangkan para penyewa. Jelas, banyak sekali para mahasiswa

tertolong, terlebih yang berasal dari luar Bandung dan luar Jawa.

Apalagi sewanya memang agak murah dan dekat pula ke tempat

kuliah. Kondisi ini tentu sangat efisien.

3) Hubungan Sarana-Tujuan

Hubungan ini menunjukkan berlangsungnya suatu peristiwa untuk

mencapai suatu tujuan meskipun tujuan itu belum tentu tercapai. Misalnya:

(85) Dia belajar dengan tekun. Tiada kenal letih siang-malam. Cita-

citanya untuk menggondol gelar sarjana tentu tercapai paling lama

dua tahun lagi. Di samping itu, istrinya pun tabah sekali untuk

berjualan. Untungnya banyak setiap bulan. Keinginannya untuk

membeli gubuk kecil agar mereka tidak menyewa rumah lagi akan

tercapai nanti.

4) Hubungan Latar-Kesimpulan

Hubungan ini menunjukkan salah satu bagiannya merupakan bukti sebagai

dasar kesimpulan. Misalnya:

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 60: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

67

(86) Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan

kuliah di kampus kami. Burung-burung beterbangan dari dahan ke

dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara segar dan sejuk nyaman. Jadi,

penghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah keadaan

kampus kami yang berbeda dengan beberapa tahun lalu. Oleh karena

itu, para civitas akademika merasa bangga atas kampus itu.

5) Hubungan Kelonggaran-Hasil

Hubungan ini menunjukkan salah satu bagiannya menyatakan suatu usaha.

Misalnya:

(87) Kami tiba di sini agak Subuh dan menunggu agak lama. Kira-kira

ada dua jam lamanya. Mereka tidak muncul-muncul. Mereka tidak

menepati janji. Kami sangat kecewa dan pulang kembali dengan rasa

dongkol.

6) Hubungan Syarat-Hasil

Hubungan ini menunjukkan salah satu bagiannya menyatakan sesuatu

yang harus dilakukan atau keadaan yang harus ditimbulkan untuk memperoleh

hasil. Misalnya:

(88) Seyogyanyalah penduduk desa kita rajin bekerja dan menabung di

KUD. Tentu saja desa kita lebih maju dan makmur dewasa ini.

Selanjutnya, kita menjaga kebersihan desa ini. Pasti kesehatan

masyarakat desa kita lebih baik.

7) Hubungan Perbandingan

Hubungan ini menunjukkan perbandingan suatu hal atau peristiwa dengan

hal atau peristiwa lainnya. Misalnya:

(89) Sifat para penghuni asrama ini beraneka ragam. Wanitanya rajin

belajar daripada prianya. Wanitanya mudah diatur dibandingkan

prianya yang agak bandel. Wanitanya suka menolong dibandingkan

prianya yang lebih suka menerima atau meminta.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 61: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

68

8) Hubungan Parafrastis

Hubungan ini menunjukkan salah satu bagian wacana yang

mengungkapkan isi bagian lain dengan cara lain. Misalnya:

(90) Perang itu sungguh kejam. Militer, sipil, pria, wanita, tua, dan muda

menjadi korban peluru. Peluru tidak dapat membedakan kawan

dengan lawan. Sama dengan pembunuh. Biadab, kejam dan tidak

kenal perikemanusiaan. Sungguh ngeri.

9) Hubungan Aditif

Hubungan ini menunjukkan gabungan waktu, baik yang simultan maupun

yang beruntun. Misalnya:

(91) Paman menunggu di ruang depan. Sementara itu saya menyelesaikan

pekerjaan. Kini pekerjaan saya sudah selesai. Saya sudah merasa

lapar. Saya segera mengajak Paman makan malam di kantin.

Sekarang saya dan Paman dapat berbicara santai sambil makan.

(92) Orang itu malas bekerja. Duduk melamun saja sepanjang hari.

Berpangku tangan. Bagaimana bisa mendapat rezeki? Bagaimana

bisa hidup berkecukupan. Tanpa menanam, menyiangi, menumbuk,

serta menumpas hama, bagaimana bisa memperoleh panen yang

memuaskan, bukan? Agaknya orang tidak menyadari itu.

10) Hubungan Identifikasi

Hubungan ini menunjukkan antara bagian-bagian wacana yang dapat

dikenal bahasawan berdasarkan pengetahuannya. Misalnya:

(93) Pemerintah daerah mendirikan pabrik tekstil di Majalaya. Dengan

menggalakkan industri tekstil, mereka menduga dan mengharap

keuntungan lebih berlipat ganda.

11) Hubungan Generik-Spesifik

Hubungan ini menunjukkan hubungan antara bagian-bagian wacana dari

umum ke khusus. Misalnya:

(94) Abangku memang bersifat sosial dan pemurah. Dia rela

menyumbang paling sedikit satu juta rupiah buat pembangunan

rumah ibadah itu.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 62: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

69

12) Hubungan Perumpamaan

Hubungan ini menunjukkan bahwa bagian wacana merupakan ibarat

bagian wacana lainnya. Misalnya:

(95) Memang suatu ketakaburan bagi pemuda miskin itu untuk memiliki

mobil dan gedung mewah tanpa bekerja keras memeras otak. Setiap

hari kerjanya hanya melamun dan berpangku tangan saja. Di

samping itu, dia berkeinginan pula mempersunting puti Haji Guntur

bernama Ruminah itu. Jelas, dia itu ibarat pungguk merindukan

bulan. Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.

Berdasarkan penjelasan dan perincian macam-macam peranti koherensi

yang telah disebutkan oleh Kridalaksana dan Sudaryat, secara keseluruhan

memiliki kesamaan, maka peneliti menggunakan peranti koherensi sesuai dengan

kedua pendapat ahli bahasa tersebut.

9. Alur Berpikir (Penalaran) dalam Karangan

Bahasa di kehidupan nyata bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi

biasa, melainkan juga menyertai proses berpikir manusia dalam upayanya

memahami dunia luar, baik secara objektif maupun imajinatif. Hal itu disebabkan

karena selain berfungsi komunikatif, bahasa juga berfungsi kognitif dan emotif.

Berpikir dalam kaitannya dengan logika bahasa adalah aktivitas akal yang terarah

dan dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Wujud aktivitas tersebut, berupa

kepiawaian seorang penulis dalam merangkaikan secara sinergis antara term (kata

kata atau simbol bahasa) dan proposisi (putusan apakah term itu logis atau tidak).

Sementara itu, berpikir dalam kaitan dengan aktivitas tulis-menulis, sebagaimana

sudah disinggung bertalian dengan proses penyimpulan berdasarkan sejumlah

bahan bukti atau penunjuk. Pada umumnya, wujud proses ini berupa: (1)

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 63: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

70

penalaran induktif, yakni berupa pernyataan mengenai sejumlah hal khusus (baik

berupa fakta, hipotesis, maupun asumsi) yang lantas disimpulkan secara umum,

atau (2) berupa penalaran deduktif yang merupakan kebalikan dari penalaran

induktif. Paragraf yang mengandung penalaran induktif, umpamanya, topik

utamanya biasanya berupa generalisasi induktif (sejumlah besar hal atau peristiwa

yang khusus). Paragraf ini lantas dikembangkan dengan hal-hal yang khusus

untuk menunjang generalisasi tersebut. Apabila sudah memahami proses ini

diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam penalaran. Jika terdapat kalimat yang

belum patuh pada kaidah logika kalimat tersebut dapat dikatakan kalimat yang

salah nalar (Wibowo, 2009: 120).

Sehubungan dengan penalaran dalam menulis sebuah wacana, untuk

membangun alur berpikir yang baik dapat dilakukan dengan cara

mengembangkan paragraf yang padu. Pengembangan paragraf adalah penyusunan

atau perincian daripada gagasan-gagasan yang membina paragraf tersebut.

Perincian dan urutan pikiran yang dimaksud di sini adalah bagaimana

pengembangan sebuah gagasan utama dan bagaimana hubungan antara gagasan-

gagasan bawahan yang menunjang gagasan utama tadi. Penulis dapat menjamin

kepaduan dengan mengemukakan perincian isi berdasarkan urutan ruang, dimulai

dari sudut tertentu dan berangsur-angsur bergerak ke sudut yang berlawanan. Ia

dapat juga mempergunakan urutan-urutan logis, seperti sebab-akibat, umum-

khusus, klimak, proses, dan sebagainya. Dengan demikian, perlu ditegaskan

bahwa kepaduan atau koherensi dan pengembangan paragraf secara praktis sulit

dipisahkan. Kepaduan lebih menekankan persoalan hubungan antarkalimat,

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 64: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

71

sedangkan pengembangan paragraf lebih menekankan urutan-urutan gagasan.

Oleh karena urutan gagasan itu harus didukung oleh urutan-urutan kalimat, maka

keduanya sulit dipisahkan. Jika dilihat dari segi konseptual dan analisis, keduanya

dapat dibicarakan tersendiri (Keraf, 2004: 91).

Tiap tulisan yang baik selalu akan bertolak dari sebuah tesis. Tesis itulah

yang dikembangkan dalam paragraf-paragraf yang mempunyai pertalian yang

jelas, baik pertalian dalam perkembangan gagasannya maupun perpaduan

paragraf-paragrafnya. Oleh karena hubungan yang jelas itulah, pembaca dapat

mengikuti uraian itu dengan jelas dan mudah. Kesulitan biasanya ditimbulkan

oleh paragraf-paragraf yang menempatkan gagasan pokonya pada awal alinea,

sedangkan paragraf itu sendiri terlalu panjang. Kalimat-kalimat yang memuat

perincian terlalu banyak akan membuat pembaca kehilangan hubungan bila harus

mulai dengan paragraf yang berikut. Oleh karena itu, hal tersebut merupakan

kemampuan yang harus dimiliki oleh penulis, yaitu kemampuan bagaimana ia

harus memulai paragraf yang baru, tetapi perpaduan dengan paragraf sebelumnya,

terutama dengan gagasan utama dalam paragraf sebelumnya harus jelas.

Hubungan kalimat utama dengan tesis dapat diumpamakan dengan

patokan-patokan dari tiap paragraf, yang menunjukkan kepada pembaca apa yang

harus dibuat, bagian yang mana dari tesis itu akan dikembangkan. Patokan

tersebut sekaligus mempunyai tujuan ganda yaitu menempatkan tiap paragraf

sebagai suatu kesatuan yang struktural dari seluruh karangan dan menjamin

transisi antarparagraf (Keraf, 2004: 114). Seperti halnya dengan paragraf, maka

perpaduan antara paragraf dapat juga dijamin dengan cara-cara seperti yang telah

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 65: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

72

digunakan dalam sebuah paragraf, yaitu repetisi kata-kata kunci, terutama repetisi

yang dinamakan anafora. Anafora adalah perulangan kata yang sama pada kalimat

yang berturutan atau dalam hal ini juga pada awal paragraf yang berurutan. Di

samping kata-kata kunci bisa dipergunakan kata ganti. Baik kata-kata kunci

maupun kata-kata ganti dipakai untuk menghubungkan hal-hal yang sudah disebut

dalam paragraf sebelumnya.

Kadang-kadang terjadi bahwa sebuah paragraf dapat pula bertindak

sebagai sebuah transisi, seperti halnya sebuah kata transisi dalam sebuah paragraf.

Alinea-alinea semacam ini biasanya menyusul sesudah pengarang menyelesaikan

satu unit dari karangannya, dan ingin meneruskan unit lainnya. Paragraf-paragraf

transisi dapat digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu:

1. merupakan ringkasan dari apa yang telah diuraikan, sebelum mulai dengan unit

berikutnya,

2. menyampaikan sebuah ilustrasi atau contoh dan pokok yang telah diuraikan

dalam paragraf atau paragraf-paragraf sebelumnya,

3. menjelaskan apa yang akan diuraikan oleh pengarang dalam bagian atau unit

selanjutnya.

Menurut Kuncoro (2009: 111) paragraf merupakan kumpulan kalimat yang

berkaitan dan di dalamnya mengandung pengembangan suatu gagasan. Oleh

karena itu, cara menyusun sebuah kalimat efektif menjadi sangat penting. Setiap

orang pasti dapat menyusun suatu kalimat. Setiap pembicaraan yang terdiri dari

beberapa kata yang keluar dari mulut seseorang merupakan suatu kalimat. Setiap

kalimat yang terbentuk pasti memiliki satu gagasan. Permasalahannya adalah

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 66: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

73

tidak semua gagasan yang terdapat pada kalimat dapat dengan mudah dipahami.

Mudah tidaknya suatu gagasan atau pendapat dapat dipahami sangat ditentukan

oleh efektif-tidaknya suatu kalimat. Penulis membutuhkan paragraf baru apabila

kita ingin mengenalkan suatu gagasan baru atau menggeser fokus perhatian. Cara

mengembangkan gagasan tergantung dari jenis artikel yang akan ditulis.

Misalnya, bila penulis ingin mengembangkan suatu argumen, kita bisa memulai

dengan paragraf baru tiap kali kita memperkenalkan gagasan baru. Satu paragraf

hanya memiliki satu kalimat topik yang menunjukkan subjek utama paragraf

tersebut, bisa juga berupa gagasan utama, atau fokus pembicaraan. Kalimat topik

bisa di depan atau akhir paragraf, tergantung gaya penulisan yang dipakai penulis.

10. Skripsi

c. Pengertian Skripsi

Menurut Djuroto & Suprijadi (2009: 26) skripsi adalah karya tulis ilmiah

pendidikan yang diperuntukkan sebagai persyaratan mahasiswa mendapatkan

gelar sarjana (S-1). Istilah skripsi berasal dari kalimat deskripsi (description) yang

berarti memberikan gambaran tentang suatu masalah yang dibahas dengan

memaparkan serta pustaka untuk menghasilkan kesimpulan. Pembahasan dalam

skripsi harus dilakukan mengikuti alur pemikiran ilmiah yaitu logis dan empiris.

Logis (masuk akal), sedangkan empiris (mendalam). Jadi, yang dimaksud dengan

logis dan empiris adalah dalam pembahasan dibuktikan data yang diperoleh dari

penelitian lapangan.

Mahasiswa yang menyandang gelar sarjana (S-1) harus mampu

menggambarkan kembali ilmu yang sudah didapatkan dari bangku kuliahnya.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 67: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

74

Oleh karena itu, salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana (S-1),

mereka harus membuat karya ilmiah berupa skripsi. Karya ilmiah tersebut harus

ditulis berdasarkan kajian ilmiah melalui suatu penelitian ilmiah. Format tulisan

dalam skripsi tidak berbeda dengan praskripsi yaitu bab per bab. Perbedaannya

terletak pada bahasan atau analisis skripsi yang harus lebih tajam dan mendalam.

Selanjutnya, Soemanto (2005: 6) mengartikan skripsi sebagai karya ilmiah

yang ditulis melalui kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan hasil penelitian

ilmiah oleh mahasiswa jenjang program sarjana muda atau sarjana. Skripsi dapat

merupakan tugas akhir bagi mahasiswa untuk mencapai gelar kesarjanaannya.

Sugiyono (2014: 5) juga berpendapat bahwa skripsi merupakan salah satu jenis

karya ilmiah di perguruan tinggi yang dikerjakan oleh mahasiswa. Karya ilmiah

tersebut adalah hasil penelitian yang dikerjakan oleh mahasiswa program sarjana

(S1) sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Selain itu, Wahyu (1992: 6)

mendefinisikan skripsi sebagai karya ilmiah pada tingkat sarjana muda yang

umumnya didasarkan atas penyelidikkan-penyelidikkan, baik diperoleh dari

pustaka, laboratorium, maupun dari lapangan. Dengan kata lain, skripsi adalah

karangan ilmiah yang memberi gambaran tentang sesuatu masalah dengan data

dari pustaka, laboratorium, lapangan yang dibahas atau dianalisis oleh penulis

skripsi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Surakhmad (1981: 10) yang

menyebutkan bahwa skripsi adalah karya tulis di tingkat sarjana muda yang

biasanya dijadikan sebagai syarat untuk ujian sarjana muda. Skripsi tersebut pada

umumnya ditulis berdasarkan dari penyelidikkan bahan-bahan bacaan atau

observasi lapangan.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 68: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

75

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

skripsi merupakan salah satu jenis karya tulis ilmiah yang dihasilkan oleh

mahasiswa berdasarkan penelitian ilmiah yang sudah dilakukan sesuai dengan

prosedur ilmiah. Skripsi ditulis oleh mahasiswa tingkat akhir di semester delapan

sebagai syarat untuk mendapat gelas sarjana (S-1).

d. Pengertian Latar Belakang Masalah

Menurut Kusmana (2010: 108-109) aspek latar belakang masalah pada

bagian pendahuluan berisi deskripsi tentang kedudukan masalah tersebut. Latar

belakang masalah biasanya mendeskripsikan mengapa masalah itu ada dan timbul

berdasarkan analisis penulis atau mengapa suatu hal dianggap masalah oleh

penulis. Latar belakang masalah merupakan paparan tentang adanya ketimpangan

antara suatu ketentuan dengan kenyataan. Berdasarkan paparan tersebut, biasanya

disertai dengan mengapa masalah tersebut penting untuk dikaji atau diteliti, baik

berimplikasi pada perkembangan ilmu atau pada kepentingan pembangunan. Latar

belakang masalah merupakan bagian yang mengungkapkan masalah yang

membuat penulis gelisah dan resah jika masalah tersebut tidak dikaji atau diteliti.

Pada bagian ini diungkapkan kedudukan masalah yang akan dikaji atau diteliti

dan posisi masalah tersebut dalam perspektif bidang keilmuan penulis. Penyajian

bagian latar belakang dilakukan dengan cara mengkonfrontasi antara teori atau

konsep-konsep dengan fenomena yang terjadi. Penyajian bagian ini dapat pula

dilakukan dengan mengungkap suatu ketentuan, pedoman, peraturan yang

seharusnya dilaksanakan, tetapi kenyataannya tidak demikian sehingga

menimbulkan suatu masalah. Bagian ini dapat pula berupa penyajian prediksi

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 69: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

76

logis terhadap sesuatu yang dianggap sebagai penyebab dari suatu fenomena yang

menimbulkan masalah.

Selanjutnya, Leo (2013: 68) juga berpendapat bahwa latar belakang

masalah atau judul yang diangkat harus langsung membiacarakan judul secara

umum dan semakin spesifik. Isi latar belakang masalah merupakan jawaban atas

pertanyaan tentang apa, di mana, kapan, siapa, dan mengapa, atau bagaimana.

Penulisan latar belakang masalah sering kurang diperhatikan oleh mahasiswa.

Pada umumnya mahasiswa memberikan latar belakang masalah yang sangat

umum dan terlalu melebar, bahkan tidak fokus pada atau tidak relevan dengan

judul penelitian. Selain itu, pengantar dari masalah yang dituliskan tidak semakin

spesifik, tetapi semakin melebar dan mengalami loncatan ide dari pemaparan yang

sudah disebutkan sebelumnya di bagian awal.

Menurut Kuntarto (2015: 152) bagian latar belakang penelitian sebuah

skripsi mengungkapkan keingintahuan mahasiswa tentang fenomena/gejala yang

menarik untuk diteliti dengan menunjukkan signifikansi penelitian bagi

pengembangan pengetahuan ilmiah. Terdapat empat komponen latar belakang

masalah yang perlu diperhatikan, yaitu:

1) adanya gejala tentang permasalahan yang akan diteliti,

2) relevansi dan intensitas pengaruh masalah yang diteliti terhadap aspek ilmu

(teknik, sosial, ekonomi, budaya, politik, seni, agama) dengan segala akibat

yang ditimbulkannya,

3) keserasian pendekatan metodologis yang digunakan,

4) gambaran kegunaan hasil penelitian.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 70: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

77

Dari pihak peneliti, pengungkapan bagian ini dapat didasarkan atas

pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1) Tentang topik yang diteliti, apa-apa saja informasi yang telah diketahui, baik

teoretis maupun faktual.

2) Berdasarkan informasi yang diperoleh, adakah ditemukan adanya

permasalahan.

3) Dari permasalahan yang dapat diidentifikasi, bagian mana yang menarik untuk

diteliti.

4) Apakah mungkin secara teknis masalah itu diteliti.

Selain itu, Soemanto (2005: 9-10) berpendapat bahwa penulisan latar

belakang masalah penelitian disajikan secara sistematis, termasuk pada gejala dan

peristiwa yang tersinyalir menimbulkan permasalahan untuk diteliti. Gejala dan

peristiwa tersebut yang menjadi latar belakang masalah untuk skripsi dapat

dijumpai di mana saja dan kapan saja. Beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam menyusun latar belakang masalah, yaitu: (1) tidak terlalu dalam memberi

pengantar sehingga jauh dari konteks permasalahannya, (2) berorientasi pada

profesi, fungsi, bidang studi dan jurusan dari penulis, (3) berorientasi pada

maksud dan konteks penelitian yang akan dilakukan, (4) disusun/disajikan secara

sistematis, ringkas, dan terarah pada suatu permasalahan yang ingin diteliti.

Latar belakang masalah penelitian menguraikan garis besar dari apa yang

akan diteliti, mengapa diteliti, bagaimana penelitiannya, dan untuk apa diteliti.

Menurut Wahyu (1992: 41-42) latar belakang penelitian adalah suatu justifikasi

yang dilandasi penguasaan materi dan masalah serta metode pendekatan yang

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 71: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

78

jelas. Agar tulisan tersebut dapat dipahami dan meyakinkan maka perlu disusun

secara sistematis, terarah, sesuai dengan urutan logika dalam kerangka yang

mengandung komponen yang saling berkaitan. Berikut ini adalah komponen yang

harus ada dalam bagian latar belakang penelitian.

1) Menyebutkan adanya suatu masalah, baik berdiri sendiri maupun kompleks.

2) Relevansi dan intensitas pengaruh masalah tersebut terhadap aspek tertentu,

misalnya teknis, sosial, ekonomi, budaya, politik, dengan segala akibat yang

ditimbulkan.

3) Keserasian metode dalam pendekatan yang digunakan dengan masalah yang

diteliti.

4) Gambaran kegunaan hasil penelitian, baik bagi pengembangan ilmu

pengetahuan maupun bagi praktik ilmu pengetahuan.

Sehubungan dengan pengertian latar belakang masalah, Hadi (2004: 26)

menggunakan istilah yang sedikit berbeda dengan beberapa ahli di atas, yakni bab

pengantar. Menurutnya, bab pengantar mengemukakan secara langsung pokok

persoalan yang dihadapi dalam studi atau riset yang termuat dalam skripsi. Bab ini

mengetengahkan betapa mendesak atau pentingnya pokok persoalan itu untuk

dipecahkan. Beberapa istilah yang menjadi tiang pokok dari isi skripsi dibatasi

dengan tegas untuk menghindari multitafsir dan salah tafsir. Bab pengantar ditulis

dengan tujuan hanya untuk mengantarkan persoalan pokok. Oleh karenanya,

penulisan pada bab ini tidak perlu diuraikan secara panjang lebar. Isi yang termuat

dari bab ini adalah persoalan yang diteliti dan pentingnya persoalan tersebut untuk

dipecahkan serta bagaimana persoalan itu akan dipecahkan.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 72: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

79

Simpulan dari pendapat para ahli di atas mengenai pengertian latar

belakang masalah penelitian adalah bagian dari bab pendahuluan yang

menguraikan masalah yang menjadi latar belakang sebuah penelitian. Latar

belakang masalah juga berisi alasan mengapa penelitian tersebut harus dilakukan

dan biasanya menyajikan kronologis sebuah permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian tersebut. Selain itu, penulisan latar belakang dilakukan berdasarkan

masalahan yang berasal dari fenomena yang ada, kebijakan institusional atau

pemerintah, konsep-konsep ilmu pengetahuan, teori para ahli, sehingga dalam

bagian ini berisi konfrontasi antara fenomena yang terjadi dengan kebijakan,

konsep, dan teori. Hal yang perlu diperhatikan lagi adalah penulisan isi disajikan

dari hal umum menuju ke hal khusus atau mengerucut pada permasalahan yang

akan dikaji. Jika diibaratkan bentuk isi latar belakang masalah penelitian seperti

bentuk kerucut terbalik. Oleh karenanya, penyajian latar belakang masalah sebuah

penelitian harus ditulis dengan runtut, sistematis, dan logis. Hal itu bertujuan

untuk menghindari multitafsir dan salah tafsir dalam memahami isi bagian latar

belakang masalah yang memiliki posisi penting pada karya tulis ilmiah.

D. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai kajian wacana atau analisis wacana sudah banyak

dilakukan. Sebagai bahan perbandingan untuk membedakan alur penelitian ini

dengan penelitian yang telah dilakukan, berikut ini akan disajikan intisari hasil

penelitian yang relevan dengan permasalahan yang akan dianalisis, yakni tentang

kompetensi kewacanaan.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 73: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

80

1. Rustono dan Sri Wahyuni Sari (2011) telah melakukan penelitian dengan judul

Kohesi Leksikal dan Kohesi Gramatikal dalam Karya Ilmiah Siswa SMA

Sekota Semarang. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan

siswa dalam memahami manfaat dan cara penggunaan sarana kohesi leksikal

dan gramatikal dengan tepat. Data penelitian tersebut bersumber dari wacana

karya ilmiah siswa SMA Kota Semarang yang diduga mengandung pemakaian

kohesi leksikal dan kohesi gramatikal yang tidak tepat dan tepat meliputi

kohesi antarklausa, antarkalimat, antarparagraf, dan antarbagian. Metode

pengumpulan data dalam penelitian tersebut adalah teknik telaah penggunaan

bahasa dan teknik lanjutan yang berupa teknik catat. Selanjutnya, dalam

analisis data menggunakan metode deskriptif dan normatif. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa wujud kohesi leksikal yang terjadi pada semua

tataran satuan wacana baik yang tepat dan tidak tepat adalah repetisi sedangkan

wujud kohesi gramatikal adalah penyebutan kata yang menjadi fokus. Secara

keseluruhan frekuensi penggunaan kohesi yang tertinggi terjadi pada

penggunaan kohesi leksikal yang tepat dalam karya ilmiah siswa SMA Kota

Semarang, yakni 80% atau kategori baik. Dengan demikian, karya ilmiah siswa

SMA Kota Semarang lebih baik pemakaian sarana kohesi leksikalnya daripada

pemakaian kohesi gramatikal.

2. Syamsul Ghufron (2012) telah melakukan penelitian dengan judul Peranti

Kohesi dalam Wacana Tulis Siswa: Perkembangan dan Kesalahannya.

Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan peranti kohesi dalam

wacana tulis siswa sekolah dasar, perkembangannya, dan kesalahan

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 74: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

81

penggunaannya. Data penelitian itu bersumber dari wacana tulis siswa kelas

III, IV, dan V SDN Baratajaya, Surabaya. Data dikumpulkan dengan metode

tes dan metode simak. Temuan penelitian menunjukkan bahwa semua peranti

kohesi terdapat dalam wacana tulis siswa sekolah dasar (kelas III, IV, V).

Peranti kohesi yang paling banyak digunakan oleh siswa SD adalah peranti

kohesi gramatikal konjungsi, leksikal sinonimi, dan gramatikal elipsis. Hasil

penelitian menunjukkan adanya pola perkembangan terlihat dari persentase

penggunaan peranti kohesi gramatikal konjungsi, leksikal repetisi, dan leksikal

sinonimi pada kelas III, IV, V. Selanjutnya, ditemukan beberapa kesalahan

dalam penggunaan peranti kohesi yang terkait dengan penggunaan konjungsi,

elipsis, substitusi, referensi, dan repetisi.

3. Yusra D. (2014) telah melakukan penelitian dengan judul Peningkatan

Keterampilan Berwacana Tulis dengan Strategi Konferensi pada Mahasiswa

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi.

Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian

tersebut bertujuan untuk memaparkan data verbal dan non verbal. Data yang

dimaksud adalah data kegiatan mahasiswa dan dosen pada pelaksanaan

perkuliahan wacana tulis dengan strategi konferensi. Data penelitian ini adalah

kemampuan berwana tulis mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia PBS FKIP Universitas Jambi. Sumber datanya adalah wacana

tulis yang dibuat oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia PBS FKIP Universitas Jambi sesuai dengan peristiwa perkuliahan

wacana tulis dengan strategi konferensi yang mencakup perkuliahan pada tahap

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 75: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

82

prapenulisan sampai dengan pada tahap publikasi. Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian itu adalah teknik observasi, catatan lapangan,

dan dokumentasi. Dokumentasi digunakan untuk mengkaji keberhasilan

perencanaan tindakan yang telah dibuat. Dokumen berupa hasil karangan

mahasiswa yang dibuat berdasarkan perkuliahan dengan strategi konferensi.

Prosedur penelitian tersebut terdiri dari tahap studi pendahuluan, pelaksanaan

penelitian atau pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan, tahap refleksi,

analisis data, dan menyusun hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa strategi konferensi dengan aksi perbaikan (konferensi antara mahasiswa

dengan dosen dan antara mahasiswa dengan mahasiswa) ternyata dapat

meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam berwacana tulis.

4. Siti Prihatin (2013) telah melakukan penelitian dengan judul Kesalahan di

Bidang Kohesi dan Koherensi serta Penyebabnya pada Karangan Bahasa

Jawa Siswa SMP Kelas VIII di Kota Semarang. Penelitian tersebut bertujuan

untuk mendeskripsikan wujud, macam, dan penyebab kesalahan kohesi dan

koherensi dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VIII di kota Pemalang,

dengan pendekatan struktural fungsional. Data dalam penelitian tersebut adalah

penggalan karangan bahasa Jawa siswa SMP dan yang menjadi sumber datanya

adalahan karangan bahasa Jawa siswa SMP kelas VIII di kota Pemalang.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar kerja untuk

mengarang yang di dalamnya terdapat perintah dan aturan bahasa yang harus

digunakan dalam mengarang, kemudian dilakukan pencatatan/pemilahan ke

dalam kartu data. Instrumen yang digunakan adalah lembar kerja untuk

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 76: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

83

mengarang, dan kartu untuk mencatat penggalan karangan yang mengandung

kesalahan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesalahan

kohesi dan koherensi dalam karangan bahasa Jawa siswa meliputi kesalahan

kohesi gramatikal dan leksikal, dan kesalahan koherensi. Kesalahan kohesi

gramatikal meliputi kesalahan konjungsi dan substitusi. Kesalahan kohesi

leksikal meliputi pemakaian repetisi dan pemakaian kata ganti. Kesalahan

koherensi meliputi kaitan argumentatif, alasan tindakan, sebab-akibat,

perumpamaan. Kesalahan koherensi antarparagraf yaitu adanya hubungan

makna antarparagraf yang tidak koheren. Faktor yang menyebabkan adanya

kesalahan yaitu adanya interferensi bahasa Indonesia dan bahasa Jawa Krama.

Dari penelitian yang sudah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya,

terdapat perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Perbedaan

tersebut terletak pada sumber data. Sumber data penelitian ini adalah skripsi

mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMP tahun 2013-2015.

Penelitian ini mengkaji kompetensi kewacanaan mahasiswa dalam penulisan latar

belakang masalah pada skripsi. Kewacanaan ini berfokus pada kekohesifan dan

kekoherensian, dan alur berpikir (penalaran) dalam wacana. Selanjutnya, metode

penelitian ini menggunakan metode analisis bahasa, yaitu metode agih dan padan

untuk menganalisis kompetensi kewacanaan pada skripsi. Setelah itu, wacana

akan dianalisis dari penyajian alur berpikir (penalaran) dalam penulisan latar

belakang masalah penelitian pada skripsi.

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016

Page 77: BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. c.repository.ump.ac.id/1614/3/AIS RAHMATIKA BAB II.pdfseperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut

1

C. Kerangka Pikir

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa Prodi PBSI UMP dalam Penulisan Latar Belakang Masalah

pada Skripsi

Kompetensi Kewacanaan

Kohesi

Kohesi Leksikal

Repetisi, Ulangan dengan Hiponim, Kolokasi, Sinonimi, Antonimi,

Ekuivalensi (Rani, dkk., Sumarlam, dkk.).

Kohesi Gramatikal

Referensi, Substitusi, Konjungsi, Elipsis (Rani, dkk., Sumarlam, dkk.,

Chaer).

Koherensi

Hubungan sebab-akibat, sarana-hasil, alasan-sebab, sarana-tujuan, latar-

kesimpulan, kelonggaran-hasil, syarat-hasil, perbandingan, parafrastis,

amplikatif, aditif awaktu, aditif non waktu, identifikasi, generik-spesifik,

ibarat (Kridalaksana, Sudaryat).

Alur Berpikir (Penalaran) dalam

Karangan

Urutan gagasan, hubungan antargagasan,

penegasan gagasan (Wibowo, Keraf, Kuncoro)

Penulisan Latar Belakang Masalah pada Skripsi

Mahasiswa Prodi PBSI UMP

Sistematis, ringkas, terarah pada topik, logis/sesuai urutan

logika

Wacana yang ditulis

kohesif

Wacana yang ditulis

koheren

Wacana yang ditulis

memiliki urutan gagasan

yang padu

Wacana yang ditulis logis

dan padu

Latar Belakang Masalah yang baik mengandung wacana yang kohesif, koheren, dan mempunyai alur berpikir yang logis serta padu.

Wacana tersebut dapat dibentuk oleh seseorang (mahasiswa) yang mempunyai kompetensi kewacanaan yang baik.

84

Kompetensi Kewacanaan Mahasiswa..., Ais Rahmatika, Program Pascasarjana UMP, 2016