BAB II KAJIAN PUSTKA -...

29
9 BAB II KAJIAN PUSTKA Pada bab ini akan disajikan hal-hal yang melandasi kegiatan penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun di Desa Bendungan, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Landasan teori ini memberikan penjelasan dari konsep secara jelas agar tidak terjadi penyimpangan. 2.1 Partisipasi Menurut Keit Davis menyatakan bahwa “ partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan”. 1 George Terry dalam Winardi menyatakan bahwa “ partisipasi adalah turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan pada proses pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan di mana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut”. 2 Mengacu pada beberapa pendapat tersebut, maka partisipasi masyarakat dalam penelitian ini adalah wujud tingkah laku masyarakat secara nyata dalam kegiatan pendidikan yang merupakan keseluruhan dari suatu keterlibatan mental dan emosional masyarakat, sehingga mendorong mereka untuk memberikan 1 Sastropoetro, Santoso. 1989. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung. hal : 35 2 Winardi, 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajeman. PT.Grafindo Persada. Jakarta. Hal: 149

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

9

BAB II

KAJIAN PUSTKA

Pada bab ini akan disajikan hal-hal yang melandasi kegiatan penelitian

mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun

di Desa Bendungan, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Landasan teori

ini memberikan penjelasan dari konsep secara jelas agar tidak terjadi

penyimpangan.

2.1 Partisipasi

Menurut Keit Davis menyatakan bahwa “ partisipasi adalah keterlibatan

mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk

memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta

tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan”.1

George Terry dalam Winardi menyatakan bahwa “ partisipasi adalah

turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk

memberikan sumbangan-sumbangan pada proses pembuatan keputusan, terutama

mengenai persoalan di mana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan

melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut”.2

Mengacu pada beberapa pendapat tersebut, maka partisipasi masyarakat

dalam penelitian ini adalah wujud tingkah laku masyarakat secara nyata dalam

kegiatan pendidikan yang merupakan keseluruhan dari suatu keterlibatan mental

dan emosional masyarakat, sehingga mendorong mereka untuk memberikan

1 Sastropoetro, Santoso. 1989. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam

Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung. hal : 35 2 Winardi, 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajeman. PT.Grafindo Persada.

Jakarta. Hal: 149

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

10

kontribusi dan bertanggung jawab terhadap pencapaian suatu tujuan yaitu

tercapainya manusia yang berpendidikan.

2.1.1 Jenis-jenis Partisipasi

Partisipasi itu sendiri terbagi menjadi beberapa jenis. Guna memperoleh

gambaran yang jelas tentang partisipasi, akan dipaparkan mengenai jenis-jenis

partisipasi menurut Keit Davis. Adapun jenis-jenis partisipasi tersebut antara lain :

1. “ Partisipasi berupa pikiran ( psychological participation).

Merupakan jenis keikutsertaan secara aktif dengan mengerahkan pikiran

dalam suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Partisipasi yang berupa tenaga (physical Participation).

Merupakan partisipasi dari individu atau kelompok dengan tenaga yang

dimilikinya, melibatkan diri dalam suatu aktivitas dengan maksud tertentu.

3. Partisipasi yang berupa tenaga dan pikiran (physical and psychological

participation).

Partisipasi ini sifatnya lebih luas lagi di samping mengikutsertakan

aktivitas secara fisik dan non fisik secara bersamaan.

4. Partisipasi yang berupa keahlian ( participation with skill).

Merupakan bentuk partisipasi dari orang atau kelompok yang mempunyai

keahlian khusus, yang biasanya juga berlatar belakang pendidikan baik

formal maupun non formal yang menunjang keahliannya.

5. Partisipasi yang berupa barang (material participation).

Partisipasi dari orang atau kelompok dengan memberikan barang yang

dimilikinya untuk membantu pelaksanaan kegiatan tersebut.

6. Partisipasi yang berupa uang (money participation).

Partisipasi ini hanya memberikan sumbangan uang kepada kegiatan.

Kemungkinan partisipasi ini terjadi karena orang atau kelompok tidak bisa

terjun langsung dari kegiatan tersebut. Partisipasi yang berupa uang dan

barang sifatnya tersamar, karena dalam hal ini individu atau kelompok

tidak kelihatan secara jelas beraktivitas melainkan mengikutsertakan

barang atau uangnya”.3

2.1.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Partisipasi

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

keterlibatan mental dan emosional. Menurut Sudjana partisipasi merupakan salah

satu bentuk tingkah laku yang ditentukan oleh lima faktor, antara lain:

3 Sastropoetro, Santoso. op.cit.hal : 56

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

11

1. “ Pengetahuan/kognitif, berupa pengetahuan tentang tema, fakta, aturan,

dan keterampilan membuat translation.

2. Kondisi situasional, seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial,

psikososial dan faktor-faktor sosial.

3. Kebiasaan sosial, seperti kebiasaan menetap dan lingkungan.

4. Kebutuhan, meliputi kebutuhan Approach (mendekatkan diri), Avoid

(menghindari), kebutuhan individual.

5. Sikap, meliputi pandangan/perasaan, kesediaan bereaksi, interaksi

sosial,minat dan perhatian”.4

Pada hakikatnya keberhasilan pendidikan selalu melibatkan hubungan

antara pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, untuk menciptakan

keberhasilan dalam hal pendidikan, maka diperlukan adanya partisipasi yang

tinggi dari masyarakat dalam pelaksanaannya. Partisipasi orang tua merupakan hal

yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pendidikan.

Dalam kegiatan pendidikan, khususnya pendidikan dasar (SD sampai

SMP), masyarakat dituntut secara aktif untuk ikut berpartisipasi aktif dalam

pendidikan, karena masyarakat merupakan kunci utama atau kunci sukses dalam

keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Masyarakat yang berperan aktif dalam

pendidikan akan terlihat pada kehidupan keseharian dari masyarakat tersebut.

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendorong partisipasi

masyarakat dalam pendidikan antara lain memberikan beberapa penyuluhan atau

sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan untuk masa depan.

Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara memberikan kemudahan-kemudahan

berupa fasilitas-fasilitas belajar serta sarana dan prasarana pendidikan guna

memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pendidikan.

4 Hayati, Nor. 2001. Analisis Faktor-faktor yang Menyebabkan Kurangnya Partisipasi

Mahasiswa Malaysia dalam Kegiatan Kurikuler dan Ekstrakurikuler di Universitas Negeri

Semarang. UNNES: Skripsi. hal: 16

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

12

Masyarakat sebagai subjek dan juga sekaligus sebagai objek dalam proses

pendidikan. Sebagai subjek, masyarakat merupakan individu yang melakukan

proses pendidikan. Sebagai objek karena kegiatan pendidikan di harapkan dapat

memberikan perubahan perilaku pada diri masyarakat. Sehingga, dalam

pelaksanaannya, diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat dalam kegiatan

pendidikan.

2.2 Masyarakat

2.2.1 Pengertian Masyarakat

“ Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem

semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah

antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut”.5 Sekelompok

manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran,

perasaan, serta sistem atau aturan yang sama, dengan kesamaan-kesamaan

tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan

kemaslahatan.

Dilihat dari struktur sosial dan kebudayaan masyarakat Indonesia, maka

masyarakat dibagi dalam tiga kategori yaitu ke dalam kelompok masyarakat desa,

masyarakat madya, dan masyarakat modern. Ada pun ciri-ciri masyarakat tersebut

sebagai berikut :

1. “ Masyarakat Desa

a. Hubungan keluarga dan masyarakat masih sangat kuat karena

didasarkan pada adat istiadat yang kuat sebagai organisasi sosial.

b. Masih percaya kepada kekuatan-kekuatan gaib.

c. Tingkat buta huruf relatif tinggi.

5 http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

13

d. Berlaku hukum tidak tertulis yang intinya diketahui dan dipahami oleh

setiap orang.

e. Tidak ada lembaga pendidikan khusus di bidang teknologi dan

keterampilan diwariskan oleh orang tua langsung kepada

keturunannya.

f. Sistem ekonomi sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga dan sebagian kecil dijual di pasaran untuk memenuhi

kebutuhan lainnya, dan uang berperan sangat terbatas.

g. Semangat gotong-royong dalam bidang sosial dan ekonomi sangat

kuat.

2. Masyarakat Madya

a. Hubungan keluarga masih tetap kuat dan hubungan kemasyarakatan

mulai mengendur.

b. Adat istiadat masih dihormati, dan sikap masyarakat mulai terbuka

dari pengaruh luar.

c. Timbul rasionalitas pada cara berpikir, sehingga kepercayaan

terhadap kekuatan-kekuatan gaib mulai berkurang dan akan timbul

kembali apabila telah kehabisan akal.

d. Timbul lembaga pendidikan formal dalam masyarakat terutama

pendidikan dasar dan menengah.

e. Tingkat buta huruf sudah mulai menurun.

f. Ekonomi masyarakat lebih banyak mengarah kepada produksi

pasaran sehingga menimbulkan diferensiasi dalam struktur

masyarakat karenanya uang semakin meningkat penggunaannya.

3. Masyarakat Modern

a. Hubungan antar manusia didasarkan atas kepentingan-kepentingan

pribadi.

b. Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam suasana

saling pengaruh mempengaruhi.

c. Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap manfaat ilmu

pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

d. Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian yang

dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga

keterampilan dan kejuruan.

e. Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata.

f. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang kompleks.

g. Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar yang didasarkan atas

penggunaan uang dan alat pembayaran lainnya”.6

6 http://lintasaninfo.blogspot.com/2012/05/masyarakat-indonesia-dan-ciri-cirinya.html

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

14

Manusia dapat dikatakan sebagai masyarakat apabila terdapat unsur-unsur

yang melandasinya. Adapun unsur-unsur dari suatu masyarakat menurut Soerjono

Soekamto adalah sebagai berikut :

1. “ Paling sedikit ada 2 orang individu

2. Mereka menyadari kesatuan mereka

3. Jangka waktu dalam berhubungan termasuk lama yang mengakibatkan

hubungan itu melahirkan manusia yang baru yang tetap selalu

berkomunikasi dan membuat berbagai aturan yang berhubungan dengan

keterkaitan/hubungan antar masyarakat tersebut

4. Mereka menjadi sebuah sistem, yang hidup secara bersama-sama yang

pada akhirnya melahirkan apa yang disebut kultur/kebudayaan serta

saling berhubungan antar sesama masyarakat”.7

Sehingga dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan masyarakat adalah

sekelompok manusia yang hidup bersama guna mencapai tujuan bersama.

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia memerlukan sosialisasi dengan

orang lain. Sosialisasi adalah proses di mana seseorang mempelajari cara hidup

masyarakat untuk mengembangkan potensinya, baik sebagai individu maupun

sebagai anggota kelompok, sesuai dengan nilai, norma, dan kebiasaan yang

berlaku dalam masyarakat tersebut. Proses tersebut dimulai dari lingkungan yang

paling kecil, yaitu lingkungan keluarga.

2.2.2 Anggota Masyarakat

2.2.2.1 Kepala Desa

Kepala desa adalah bagian dari desa di Indonesia yang merupakan

pimpinan dari pemerintahan desa. Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun (6

tahun) dan dapat diperpanjang untuk jangka satu kali masa jabatan berikutnya.

7 http://dimazmarham.blogspot.com/2009/12/faktor-faktor-unsur-unsur-masyarakat-

m.html?m=I

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

15

Kepala desa tidak bertanggung jawab kepada camat, namun hanya di koordinasi

oleh camat.

Dalam pemerintahannya, kepala desa memiliki beberapa wewenang, di

antaranya :

1. “Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan

kebijakan yang di tetapkan bersama badan permusyawaratan desa

(BPD).

2. Mengajukan rancangan peraturan desa.

3. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan

bersama BPD.

4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai

anggaran pendapatan dan belanja desa (APB Desa) untuk dibahas

dan ditetapkan bersama BPD”.8

Selain itu, kepala desa juga memiliki tugas serta fungsi, di mana tugas dan

fungsi dari kepala desa itu antara lain :

1. ” Tugas kepala desa

a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan.

b. Menjalankan tugas di samping berdasarkan kewenangan

jabatan, juga berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama

antara pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.

2. Fungsi kepala desa :

a. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan

pemerintah;

b. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan

pembangunan;

c. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan

pembinaan kemasyarakatan”.9

2.2.2.2 Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah

suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicon dan Celis, di

8 http://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_desa 9 http://mandalahurip.or.id/lembaga-desa/pemdes/tugas-pokok-dan-fungsi/

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

16

dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam

satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-

masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan”.10

Dalam pelaksanaannya, keluarga memiliki beberapa fungsi. Fungsi yang

dijalankan keluarga adalah sebagai berikut :

1. “ Fungsi pendididikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan

menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan

anak.

2. Fungsi sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan

anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

3. Fungsi perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak

sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

4. Fungsi perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif

merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam

berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga

saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan

dalam keluarga.

5. Fungsi agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan

mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga

menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain

setelah dunia.

6. Fungsi ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari

penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat

memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

7. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang

menyenangkan dalam keluarga, seperti acara menonton TV bersama,

bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.

8. Fungsi biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan

sebagai generasi selanjutnya.

9. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman di antara keluarga,

serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga”.11

Keluarga sendiri memiliki anggota. Di mana anggota dalam sebuah

keluarga terdiri dari :

10 Salvicon dan Celis dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga 11 http://id.wikipedia.org/

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

17

1. Orang tua

“ Orang tua adalah ayah dan/atau ibu dari seorang anak, baik

melalui hubungan biologis maupun sosial”.12

Orang tua memiliki peranan

yang sangat penting dalam membesarkan anak maupun dalam pendidikan

anak-anak mereka. Orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan

anak hanya menjadi tanggung jawab dari sekolah saja, melainkan orang

tua harus turut ambil bagian dalam pendidikan anak.

Berikut adalah fungsi orang tua dalam kaitannya dengan

pendidikan anak :

a. “ Membentuk kepribadian dan mendidik anak di rumah.

Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.

Menjamin kehidupan emosional anak.

Menanamkan dasar pendidikan moral anak.

Memberikan dasar pendidikan sosial.

Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama.

Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong

keberhasilan anak.

Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan

ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi

kehidupan kelak sehingga anak mampu menjadi

manusia dewasa yang mandiri.

Menjaga kesehatan anak sehingga anak dapat dengan

nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.

Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan

memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Tuhan

sebagai tujuan akhir manusia.

b. Mendukung pendidikan anak di sekolah

Orang tua bekerja sama dengan sekolah.

Sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh

sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat

dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah

yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.

Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya,

yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman

dan menghargai segala usahanya.

12 http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_tua

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

18

Orang tua menunjukkan kerja sama dalam

menyerahkan cara belajar di rumah, membuat

pekerjaan rumah dan memotivasi dan membimbing

anak dalam belajar.

Orang bekerja sama dengan guru untuk mengatasi

kesulitan belajar anak.

Orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang

pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi

selama menjalani proses belajar di lembaga

pendidikan”.13

Guna dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal,

orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai sehingga

anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya

orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai

orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu

tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang

pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan

anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola

pendidikan terutama dalam membentuk kepribadian anak yang

sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, yaitu untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan

YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan

keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan

dan kebangsaan.

13 http://www.denpasarkota.go.id/main.php?act=i_opi&xid=135

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

19

2. Anak-anak

Anak dalam sebuah keluarga seseorang lelaki atau perempuan yang

belum dewasa yang merupakan keturunan dari orang tua. Sudah

selayaknya anak yang menjadi bagian dari keluarga mendapatkan hak-

haknya dalam keluarga yang di antaranya adalah hak mendapatkan

perlindungan serta hak dalam memperoleh pendidikan yang layak.

Setiap anak dalam kehidupannya memiliki hak dan kewajiban yang

diberikannya sehubungan dengan pendidikan, di mana hak dan kewajiban

itu seperti yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 12 sebagai

berikut:

(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang

dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;

b. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,

minat, dan kemampuannya;

c. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang

tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

d. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang

tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

e. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan

pendidikan lain yang setara;

f. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan

belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan

batas waktu yang ditetapkan.

(2) Setiap peserta didik berkewajiban:

a. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin

keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;

b. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali

bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku”.14

14 UU No. 20 tahun 2003

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

20

2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat dalam

Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan Tahun

2.3.1 Persepsi orang tua

Sudito berpendapat bahwa “persepsi merupakan suatu proses

memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasi dan menafsirkan stimulus”.15

Persepsi dipengaruhi oleh kerja sama dengan faktor luar (stimulus) dan faktor

dalam (personal). Faktor luar tersebut terdiri dari hal-hal yang berasal dari luar

individu yang berupa pendidikan, pengalaman, lingkungan sosial, dll. Faktor

dalam adalah semua yang berasal dari dalam individu, seperti cipta, rasa, karsa

dan keyakinan. Persepsi dapat berubah karena pengaruh pengalaman, teman, serta

lingkungan. Maka dalam memberikan persepsi individu mula-mula akan

mengadakan pengamatan, kemudian mengadakan seleksi dari apa yang di amati,

setelah itu baru mengadakan penafsiran dan kemudian mereaksi dalam bentuk

tingkah laku. Dalam menyadari reaksi ini, seseorang akan dipengaruhi oleh

beberapa faktor berupa “ faktor dalam dirinya dan dari luar diri, di mana faktor

tersebut di antaranya lingkungan masyarakat di sekitarnya”.16

Persepsi orang tua terhadap pendidikan akan mempengaruhi aspirasi,

artinya kemampuan orang tua dalam melihat pentingnya pendidikan akan

berpengaruh pada harapan dan tujuan untuk keberhasilan di masa depan. Aspirasi

dalam hal ini adalah keinginan, harapan, atau cita-cita orang tua terhadap tingkat

pencapaian pendidikan anak-anaknya.

15 Sudito dalam http://eprints.undip.ac.id/17075/1/DIDI_PRAYITNO.pdf 16 http://eprints.undip.ac.id/

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

21

Persepsi orang tua dengan melihat keberhasilan atau kegagalan yang

dialami sebelumnya, baik yang dialami oleh dirinya atau orang lain akhirnya

dijadikan cermin pengalaman bagi dirinya. Pengalaman seseorang yang dianggap

sebagai kesuksesan akan meningkatkan aspirasinya dan dalam hal ini orang tua

akan memiliki persepsi bahwa pendidikan memiliki manfaat yang penting. Namun

jika pengalaman seseorang yang dinilai sebagai kegagalan aspirasinya akan turun

bahkan orang tua akan memiliki persepsi bahwa pendidikan tidak begitu penting.

Persepsi orang tua terhadap pendidikan anak dapat dilihat dari cara orang

tua menilai arti penting belajar bagi anak-anaknya, dapat pula dilihat dari cara

memahami nilai fungsional pendidikan bagi kehidupan anak-anaknya di masa

depan. Persepsi orang tua terhadap fungsi sekolah adalah anggapan atau pendapat

orang tua sebagai pengamat sehari-hari tentang sekolah.

Persepsi orang tua terhadap pendidikan anak merupakan suatu pola pikir

orang tua tentang makna dan arti penting proses pendidikan anak setelah

pendidikan SD, kaitannya dengan relevansi pendidikan serta biaya pendidikan

yang masih menjadi tanggung jawab orang tua. Apabila persepsi orang tua

terhadap pendidikan baik, maka akan menopang munculnya aspirasi yang tinggi

sehingga kesadaran untuk melanjutkan pendidikan anaknya ke jenjang yang lebih

tinggi akan besar juga.

Hal lain yang menjadi penyebab anak putus sekolah adalah persepsi orang

tua di pedesaan yang menganggap bahwa pendidikan untuk anak wanita kurang

begitu penting. Hal ini didasari adanya anggapan bahwa yang bertanggung jawab

setelah berumah tangga adalah seorang laki-laki, sehingga perempuan hanya akan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

22

menjadi ibu rumah tangga, sehingga tidak mengherankan kalau ada anak wanita di

pedesaan yang sudah dinikahkan sebelum mereka lulus SMP.

Bertolak dari uraian tersebut, persepsi orang tua tentang pendidikan dalam

penelitian ini adalah suatu pandangan orang tua dalam melihat konsep pendidikan.

Artinya kemampuan orang tua dalam melihat tujuan dan manfaat pendidikan bagi

anak.

2.3.2 Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi merupakan kemampuan ekonomi orang tua dalam

membiayai pendidikan anak-anaknya. Permasalahan status sosial ekonomi yang

dihadapi orang tua di daerah pedesaan masih merupakan suatu masalah yang

kompleks di mana pemecahannya banyak bergantung pada tingkat pertumbuhan

ekonomi di daerah setempat.

Status ekonomi keluarga (orang tua) yang rendah menyebabkan

ketidakmampuan orang tua dalam memberikan fasilitas belajar yang memadai

kepada anak-anak mereka. Pendidikan rendah yang disandang orang tua

menyebabkan tidak mampunya orang tua membantu anak apabila anak tersebut

menghadapi kesulitan dalam pelajaran di sekolah. Keadaan seperti ini sering

menyebabkan anak mengalami ketegangan atau stres yang akhirnya dapat

mengganggu belajar mereka. Gangguan belajar yang berkepanjangan akhirnya

menyebabkan anak menjadi malas sekolah, bahkan putus sekolah.

Permasalahan keadaan ekonomi ini di samping permasalahan aspirasi dan

persepsi pendidikan orang tua, juga dapat mempengaruhi kelanjutan pendidikan

anak. “ Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

23

memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,

pendidikan, dan kesehatan”.17

Keadaan ekonomi yang lemah menyebabkan lemah

pula kemampuan untuk menyekolahkan anak, apalagi untuk sekolah lanjutan yang

berada di daerah yang jauh dari tempat tinggal yang memerlukan biaya yang

tinggi.

Masalah kesulitan ekonomi keluarga menyebabkan turunnya jumlah

peserta didik yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di daerah

pedesaan selain sarana pendidikan masih kurang, keadaan ekonomi masyarakat

juga masih rendah. Hal ini dibuktikan bahwa penduduk pedesaan kebanyakan

bermata pencaharian sebagai petani yang tergolong dalam kategori berpenghasilan

rendah. Penghasilan rendah orang tua akhirnya mendorong anak-anak yang masih

berusia muda untuk ikut meringankan beban hidup orang tuanya dengan jalan

turut ambil bagian dalam pekerjaan orang tuanya. Adanya peluang kerja di kota

terkadang mendorong anak memutuskan lebih baik bekerja daripada melanjutkan

sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan keadaan

sosial ekonomi orang tua dalam penelitian ini adalah kedudukan orang tua dalam

kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari pendapatan dan keadaan ekonomi

secara keseluruhan.

2.4 Pendidikan

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dan

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

17 http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

24

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya”.18

Pendidikan berawal dari seorang bayi dan

berlangsung seumur hidup.

Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi

yang nyata (manifes) berikut :

1. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.

2. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dab bagi

kepentingan masyarakat.

3. Melestarikan kebudayaan.

4. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam

demokrasi.

Selain mempunyai fungsi nyata, lembaga pendidikan juga mempunyai

fungsi laten, di mana fungsi laten dari pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah

orang tua melimpahkan tugas dan wewenang dalam mendidik anak

kepada sekolah.

2. Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi

untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini

tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan

masyarakat tentang suatu hal.

3. Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan

dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima

18 http ://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

25

perbedaan dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga

diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih

tinggi atau tidak sesuai dengan status orang tuanya.

4. Memperpanjang masa remaja. Pendidikan juga dapat memperlambat

masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara

ekonomi pada orang tuanya.

Menurut David Popeno, ada empat macam fungsi pendidikan yaitu :

1. Transmisi (pemindahan) kebudayaan.

2. Memilih dan mengajarkan peranan sosial.

3. Menjamin integrasi sosial.

4. Sekolah mengajarkan corak kepribadian.

2.4.1 Pendidikan di Indonesia

Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan

di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara

terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab kementrian

pendidikan nasional republik Indonesia (kemendiknas). Di Indonesia, semua

penduduk wajib mengikuti program wajib pendidikan dasar selama sembilan

tahun, enam tahun di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan tiga tahun di

Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal,

nonformal, dan informal. Pendidikan juga di bagi ke dalam empat jenjang, yaitu

anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

26

2.4.2 Jalur Pendidikan

Pengembangan potensi peserta didik dapat ditempuh melalui tiga jalur

pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan

nonformal.

2.4.2.1 Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang

yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan

formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang berlangsung di sekolah-

sekolah. Adapun penyelenggara pendidikan formal dimulai dari tingkat

pendidikan anak usia dini (TK, RA), pendidikan dasar (SD, MI, SMP, MTs),

pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, MAK), dan pendidikan tinggi

(Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas).

2.4.2.2 Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal

yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah

melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah

atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang

memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,

dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan

sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

27

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan

fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan

anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,

pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi

Paket A, Paket B, Paket C serta pendidikan yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik, seperti: Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,

majelis taklim, sanggar, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik.

2.4.2.3 Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan

yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui

sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian

dengan standar nasional pendidikan.

Adapun jenis-jenis pendidikan informal meliputi: agama, budi pekerti,

etika, sopan santun, moral, sosialisasi. Pendidikan informal berlangsung dalam

lingkup keluarga dan lingkungan sekitar.

2.5 Wajib Belajar Sembilan Tahun

2.5.1 Pengertian Wajib Belajar Sembilan Tahun

“ Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti

oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

28

daerah”.19

Pendidikan dasar adalah jenjang terbawah dari sistem persekolahan

nasional. Pendidikan dasar diselenggarakan guna mengembangkan sikap dan

kemampuan serta untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang

dibutuhkan untuk hidup di tengah masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik

yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan menengah.

Pendidikan dasar yang di maksudkan adalah pendidikan umum yang

lamanya sembilan tahun yang diselenggarakan selama enam tahun di tingkat

Sekolah Dasar (SD) dan selama tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

atau satuan pendidikan yang sederajat. Program Wajib Belajar Sembilan Tahun

merupakan perwujudan pendidikan dasar untuk semua anak yang berusia 7 – 15

tahun.

Dalam rangka memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga

Negara dan juga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Indonesia, pemerintah melalui PP Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan

Dasar menetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut seperti tercantum dalam Pedoman

Persiapan dan Pelaksanaan Perintisan Wajib Belajar Pendidikan Dasar, antara

lain:

1. ” Penuntasan anak usia 7 – 12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD);

2. Penuntasan anak usia 13 – 15 tahun untuk Sekolah Menengah Pertama

(SMP);

3. Pendidikan untuk semua (education for all)”.20

19 Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Pasal 1 ayat (1) 20 Wahjoetomo, 1994, Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun (Problematik dan Alternatif

Solusinya), PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 6

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

29

Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

dicanangkan oleh Presiden Indonesia pada tanggal 2 Mei 1994 dan

pelaksanaannya dimulai pada tahun ajaran 1994/1995. Wajib Belajar Sembilan

Tahun di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. “ Tidak bersifat paksaan melainkan persuasif;

2. Tidak ada sanksi hukum;

3. Tidak di atur dengan undang-undang tersendiri;

4. Keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan dasar yang

semakin meningkat”.21

Program Wajib Belajar Sembilan tahun diharapkan mampu mengantarkan

manusia Indonesia pada pemilikan kompetensi pendidikan dasar, sebagai

kompetensi minimal. Kompetensi pendidikan dasar yang dimaksudkan seperti

ditegaskan pada pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah

kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk

hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi

(pendidikan menengah). Hal ini juga sesuai dengan unsur-unsur kompetensi

pendidikan dasar yang diidentifikasikan oleh International Development Research

Center, yang meliputi :

1. “ Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan dasar berhitung;

2. Pengetahuan dasar tentang Negara, budaya, dan sejarah;

3. Pengetahuan dan keterampilan dasar dalam bidang kesehatan, gizi,

mengurus rumah tangga, dan memperbaiki kondisi kerja;

4. Kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat sebagai

individu dan sebagai anggota masyarakat, memahami hak dan

kewajibannya sebagai warga Negara, bersikap dan berpikir kritis,

serta dapat memanfaatkan perpustakaan, buku-buku bacaan, dan

siaran radio”.22

21 http://www.gudangmateri.com/2010/06/pendidikan-wajib-belajar-9-tahun.html 22 Wahjoetomo, op.cit. hal. 7

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

30

Bentuk satuan pendidikan untuk membantu menuntaskan Program Wajar

Pendidikan Dasar sembilan tahun terdiri atas 10 wahana dan empat rumpun, baik

pada tingkat SD maupun SMP, yaitu :

1. “ Rumpun SD dan SMP yang terdiri atas SD dan SMP biasa, SD dan

SMP kecil, dan SD dan SMP pamong;

2. Rumpun SD dan SMP Luar Biasa yang terdiri atas SD dan SMP Luar

Biasa, SDLB dan SMPLB, serta SD dan SMP Terpadu;

3. Rumpun pendidikan luar sekolah yang terdiri atas program kelompok

belajar paket A dan B (Kejar paket A untuk setingkat SD dan kejar

paket B untuk setingkat SMP), serta kursus persamaan SD dan SMP;

4. Rumpun sekolah keagamaan yang terdiri atas Madrasah Ibtidaiyah

(MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Pondok Pesantren”.23

Bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan program Wajib

Belajar Sembilan Tahun tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. “ SD/SMP Biasa, merupakan SD/SMP yang diselenggarakan oleh

pemerintah atau masyarakat dalam menghadapi situasi yang normal;

2. SD/SMP Kecil, merupakan SD/SMP negeri yang diselenggarakan di

daerah yang berpenduduk sedikit dan memenuhi persyaratan yang

berlaku;

3. SD/SMP Pamong, merupakan SD/SMP negeri yang didirikan untuk

memberikan pelayanan pendidikan bagi anak putus sekolah pada

jenjang pendidikan SD/SMP dan atau anak lain yang tidak dapat

datang secara teratur untuk belajar di sekolah;

4. SD/SMP Terpadu, merupakan SD/SMP negeri yang menyelenggarakan

pendidikan untuk anak yang menyandang kelainan fisik dan/atau

mental bersama anak normal dengan menggunakan kurikulum yang

berlaku di sekolah.

5. Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah Tsanawiyah, merupakan SD/SMP yang

berciri khas agama islam yang diselenggarakan oleh pemerintah atau

masyarakat di bawah bimbingan Departemen Agama (DEPAG)”.24

Sasaran dalam program wajib belajar itu sendiri di antaranya anak usia SD

atau sederajat (7–12 tahun), serta anak usia SMP/MTs atau sederajat (13–15

tahun).

23 Substansi Pendidikan Dasar dalam Program Pendidikan Dasar 9 Tahun

(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195306121981031_UDI

N_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdf) 24 Sumantri, Mulyani, Dalam Pendidikan Dasar dan Menengah, hal. 7

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

31

Program wajib belajar Sembilan tahun memiliki keuntungan dan kerugian

dalam pelaksanaannya. Ada pun keuntungan dari program wajib belajar Sembilan

tahun adalah : (1) Mengembangkan potensi anak bangsa; (2) Melahirkan generasi

penerus yang berkualitas; (3) Meringankan beban masyarakat. Sedangkan

kelemahan dari program wajib belajar Sembilan tahun itu sendiri antara lain (1)

Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai sehingga suasana belajar

mengajar menjadi kurang nyaman; (2) Banyak di manfaatkan oleh para orang

kaya yang tidak mau membayar mahal biaya sekolah anaknya; (3) Kurang

kesadaran masyarakat menyekolahkan anaknya; (4) Guru tidak dapat mendidik

siswanya secara maksimal.

2.5.2 Tujuan Wajib Belajar Sembilan Tahun

Secara umum, tujuan dari program wajib belajar sembilan tahun

merupakan pencerminan dari tujuan yang terkandung dalam pembukaan UUD

1954 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Program wajib belajar sembilan tahun juga mempunyai tujuan secara

khusus. Ada pun tujuan khusus dari wajib belajar sembilan tahun adalah sebagai

berikut :

1. “ Meminimalkan jumlah anak putus sekolah;

2. Meningkatkan kualitas bangsa Indonesia;

3. Memperbaiki citra nusantara di mata dunia”.25

25 http://www.scribd.com/doc/32974730/Program-Wajib-Belajar-9-Tahun

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

32

2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan

Tahun

Pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, sejak dilaksanakan pada tahun

1994/1995, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan program

tersebut di antaranya adalah :

1. “ Faktor sosial budaya

Sebuah program yang berkaitan dengan kebijakan publik akan

berjalan dengan baik dan efektif diperlukan sosialisasi berupa pengertian

yang baik dan tepat kepada masyarakat tentang pentingnya program ini di

jalankan, agar mendapat dukungan sepenuhnya dari seluruh elemen

masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

program wajar 9 tahun jika ditinjau dari sudut sosial budaya adalah

sebagai berikut :

a. Faktor orang tua.

Pendidikan orang tua akan sangat mempengaruhi pola untuk

mendidik anak. Sebab hal ini akan berubungan dengan persepsi

orang tua terhadap sekolah itu sendiri yang dihubungkan

dengan pengalaman individu dalam mengamati sekolah dan

kaitannya dengan kejadian sehari-hari di lingkungannya. Pada

sebagian masyarakat kecakapan baca tulis sebagaimana

kecakapan lulusan SD pada umumnya digunakan untuk

mengubah standar hidup. Gambaran kehidupan semacam ini

dapat membentuk opini sebagian masyarakat untuk kurang

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

33

menghargai sekolah dan lulusannya. Dalam kondisi seperti ini

beberapa kemungkinan bisa terjadi, seperti tidak

menyekolahkan anaknya, memperhentikan anaknya sebelum

tamat, atau tidak mau tahu tentang bangunan atau keberadaan

sekolah di lingkungannya.

b. Faktor Tradisi Masyarakat.

Tradisi dan kebiasaan masyarakat sering menghalangi

partisipasi anak untuk ke sekolah. Dari beberapa daerah masih

ada tradisi anak untuk ikut bepergian jauh bersama orang

tuanya, misalnya mengunjungi familinya, orang tua tidak

merasakan rugi meski harus mengajak anaknya untuk

meninggalkan sekolah dalam jangka waktu yang lama.

Tradisi yang lain adalah masih banyaknya orang di dalam

kehidupan bermasyarakat yang beranggapan mendidik anak

perempuan kurang menguntungkan, sehingga orang tua enggan

untuk menyekolahkan anak perempuan. Karena pada akhirnya

perempuan akan menjadi Ibu rumah tangga yang hanya

mengurusi pekerjaan-pekerjaan yang dianggap tidak

memerlukan sekolah tinggi.

Tradisi lain di masyarakat adalah tentang menikahkan anak

perempuan di usia belia. Sebab jika mempunyai anak gadis

yang dianggap cukup umur tetapi belum menikah dianggap

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

34

perempuan yang tidak laku, hal itu menjadi beban dan aib

dalam keluarga.

2. Faktor Agama

Pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru juga dapat

mempengaruhi keberhasilan terhadap program wajar 9 tahun padahal

partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyukseskan program

ini. Khususnya pemeluk agama Islam yang sebagian besar pemeluk di

Indonesia.

Ada pemahaman yang salah yang berkembang di masyarakat, yaitu

pendidikan Agama lebih penting dari pada pendidikan umum. Ada

beberapa orang tua yang merasa kalau pendidikan di pesantren akan lebih

dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan anak daripada harus

menyekolahkan anak ke sekolah umum. Sehingga begitu tamat dari

pesantren, anak tidak dapat melanjutkan ke sekolah umum dikarenakan

perbedaan kurikulum yang ada, sehingga mau tidak mau anak terpaksa

berhenti sekolah. .

3. Faktor Ekonomi

Kemiskinan biasanya akan mempengaruhi aspek-aspek lain

termasuk pendidikan. Kita tidak bisa menutup mata bahwa angka

kemiskinan masih menduduki presentasi tinggi. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik (BPS), “ jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di

Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,12 juta (11,96%), turun 0,89 juta

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

35

dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar

30,02 juta (12,49%). Selama periode Maret 2011-Maret 2012, penduduk

miskin di daerah perkotaan berkurang 399,5 ribu orang (dari 11,05 juta

pada Maret 2011 menjadi 10,65 juta pada Maret 2012), sementara di

daerah perdesaan berkurang 487 ribu orang (dari 18,97 juta pada Maret

2011 menjadi 18,48 juta pada Maret 2012)”.26

Angka kemiskinan tersebut

berbanding lurus dengan angka usia putus sekolah”.27

2.6 Kerangka Pikir

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian “ Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

program wajib belajar sembilan tahun”.

Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh

warga negara Indonesia. Keberhasilan program wajib belajar sembilan tahun tidak

hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab

masyarakat dalam menyukseskan program tersebut yang dapat terlihat dari

partisipasinya. Partisipasi masyarakat tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor di

26 http://www.bps.go.id/ 27 http://khamdanguru.wordpress.com/2012/03/13/analisis-kebijakan-wajib-belajar-9-tahun-

khamdan-m-pd-i/

Persepsi orang tua

terhadap pendidikan

Partisipasi masyarakat dalam

Pelaksanaan Program Wajib

Belajar Sembilan Tahun

Keadaan ekonomi

orang tua

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

36

antaranya persepsi orang tua terhadap pendidikan serta keadaan ekonomi orang

tua.

Persepsi orang tua serta keadaan ekonomi orang tua akan sangat

berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib

belajar sembilan tahun. Apabila persepsi orang tua terhadap pendidikan baik, serta

keadaan ekonomi orang tua mencukupi, maka partisipasi masyarakat dalam

program wajib belajar sembilan tahun akan baik, sehingga pelaksanaan program

wajib belajar akan mengalami kesuksesan. Sebaliknya apabila persepsi orang tua

terhadap pendidikan itu kurang baik di tambah lagi dengan keadaan ekonomi

orang tua yang kurang baik, hal ini akan mengakibatkan partisipasi masyarakat

dalam program wajib belajar sembilan tahun menjadi kurang baik, sehingga

pelaksanaan program wajib belajar itu sendiri akan mengalami ketidakberhasilan.

2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang juga membahas tentang partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan program wajib belajar adalah :

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Setiabudi (2012) Universitas

Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur. Penelitian dengan judul

Partisipasi Masyarakat dalam Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kecamatan

Magersari Kota Mojokerto. Masalah dalam penelitian ini adalah adanya siswa

putus sekolah di kecamatan Magersari, data yang diberikan oleh dinas Pendidikan

yaitu siswa putus sekolah untuk MI 1 siswa, SMP 10 siswa, SMA 45 siswa, SMK

143 siswa. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan angka putus sekolah tidak ada di

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3593/3/T1_162008063_BAB II.pdf · Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

37

kecamatan Magersari. Hal ini dapat dilihat dari APM (Angka Partisipasi Murni)

untuk SD 119.79%, SMP 105.98% dan SMA 148.63%. APK (Angka Partisipasi

Kasar) untuk SD 132.84%, SMP 149.30% dan SMA 191.12%. Hal ini

dikarenakan masyarakat diikutsertakan dalam perencanaan, pengawasan,

pelaksanaan maupun evaluasi terhadap program sekolah baik secara langsung

maupun tidak langsung melalui komite sekolah.28

28 Setiabudi, Dwi, 2012, Partisipasi Masyarakat Dalam Program Wajib Belajar 12 Tahun di

Kecamatan Magersari Kota Mojokerto, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa

Timur.