BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Simantri...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Konsep dan...

33
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Konsep dan Definisi 2.1.1 Sistem pertanian teritegrasi Simantri adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi pertanian, karena merupakan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat pedesaan. Simantri mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan kebutuhan pangan manusia (food), pakan ternak (feed), pupuk (fertilizer), dan bahan bakar (fuel) yang biasa disebut 4F. Kegiatan utamanya adalah mengintegrasikan usaha budidaya tanaman dan ternak, dimana limbah tanaman diolah untuk pakan ternak dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah ternak (faeces, urine) diolah menjadi biogas, biourine, pupuk organik dan bio pestisida (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Maksud dan kegiatan Simantri yaitu : (1) Mendukung berkembangnya diversifikasi usaha pertanian secara terpadu dan berwawasan agribisnis; (2) Sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, mendukung pembangunan ramah lingkungan, Bali bersih dan hijau (clean and

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Simantri...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Konsep dan...

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep - Konsep dan Definisi

2.1.1 Sistem pertanian teritegrasi

Simantri adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi

pertanian, karena merupakan pengembangan model percontohan dalam

percepatan alih teknologi kepada masyarakat pedesaan. Simantri

mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik

secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan

mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada (Dinas Pertanian

Tanaman Pangan, 2010). Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi

pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan kebutuhan

pangan manusia (food), pakan ternak (feed), pupuk (fertilizer), dan bahan bakar

(fuel) yang biasa disebut 4F. Kegiatan utamanya adalah mengintegrasikan usaha

budidaya tanaman dan ternak, dimana limbah tanaman diolah untuk pakan ternak

dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah ternak (faeces, urine)

diolah menjadi biogas, biourine, pupuk organik dan bio pestisida (Dinas Pertanian

Tanaman Pangan, 2010).

Maksud dan kegiatan Simantri yaitu : (1) Mendukung berkembangnya

diversifikasi usaha pertanian secara terpadu dan berwawasan agribisnis; (2)

Sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran,

mendukung pembangunan ramah lingkungan, Bali bersih dan hijau (clean and

14

green) serta program Bali Organik menuju Bali Mandara; (3) Kegiatan utama

adalah integrasi tanaman dan ternak dengan kelengkapan : unit pengolah kompos,

pengolah pakan, instalasi biourine dan biogas; (4) Dilaksanakan secara bertahap

dan berkelanjutan dengan target peningkatan pendapatan petani pelaksana,

minimal 2 (dua) kali lipat dalam 4 – 5 tahun ke depan. Kriteria lokasi kegiatan

Simantri yakni : (1) desa yang memiliki potensi pertanian dan memiliki komoditi

unggulan sebagai titik ungkit, (2) terdapat Gapoktan yang mau dan mampu

melaksanakan kegiatan terintegrasi, (3) dilaksanakan pada desa dengan rumah

tangga miskin (RTM) yang memiliki SDM dan potensi untuk pengembangan

agribisnis (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010).

Pengembangan Simantri antara sektor pertanian dengan sektor peternakan

yang secara luas dan lengkap, prinsip ramah lingkungan dan berbasis sumber daya

lokal, diharapkan potensi lokal yang selama ini belum dimanfaatkan secara

optimal akan bisa termanfaatkan dengan maksimal. Pengetahuan manajemen

usaha untuk semua komoditas perlu mendapatkan perhatian khusus untuk

membuka peluang diversifikasi usaha, agar pengembangan program Simantri

dapat mencakup kawasan yang lebih luas. Diversifikasi vertikal untuk masing-

masing komoditas juga akan memberikan nilai tambah ekonomis bagi petani.

Sehingga pada akhirnya akan tercipta pola pertanian yang mandiri, komperhensif,

ramah lingkungan, berbasis pada sumber daya lokal, melembaga dan

berkesinambungan. Hal itu dibarengi dengan meningkatnya pendapatan

perekonomian petani dan peningkatan kesejahteraan petani (Dinas Pertanian

Tanaman Pangan, 2010).

15

2.1.2 Indikator keberhasilan simantri

Untuk menilai keberhasilan kegiatan Simantri, terdapat ukuran

keberhasilan yang dipergunakan yaitu indikator keberhasilan Simantri (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Beberapa indikator keberhasilan Simantri

yang diharapkan dapat terwujud dalam jangka pendek (4-5 tahun) antara lain : (1)

Berkembangnya kelembagaan dan SDM baik petugas pertanian maupun petani.

(2) Terciptanya lapangan kerja melalui pengembangan diversifikasi usaha

pertanian dan industri rumah tangga. (3) Berkembangnya intensifikasi dan

ekstensifikasi usaha tani. (4) Meningkatnya insentif berusaha tani melalui

peningkatan produksi dan efisiensi usaha tani. (5) Tercipta dan berkembangnya

pertanian organik menuju green economic. (6) Berkembangnya lembaga usaha

ekonomi perdesaan. (7) Peningkatan pendapatan petani (minimal 2 kali lipat).

2.1.3 Paket kegiatan utama simantri

Paket kegiatan utama Simantri pada tahap awal yang disyaratkan meliputi :

(1) Pengembangan komoditi tanaman pangan, peternakan, perikanan dan

intensifikasi perkebunan sesuai potensi wilayah; (2) Pengembangan ternak sapi

atau kambing dan kandang koloni (20 ekor); (3) Bangunan instalasi bio gas

sebanyak 3 unit ; kapasitas 11 m3 sebanyak 1 unit dan kapasitas 5 m

3 masing-

masing 1 unit dilengkapi dengan kompor gas khusus sebanyak 5 unit; (4)

Bangunan instalasi biourine sebanyak 1 unit; (5) Bangunan pengolah kompos dan

pakan masing-masing sebanyak 1 unit; (6) Pengembangan tanaman kehutanan

sesuai kondisi dan potensi masing-masing wilayah (Dinas Pertanian Tanaman

Pangan, 2010).

16

Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2010) menyebutkan paket utama

Simantri dibiayai dari dana Bantuan Sosial (Bansos) APBD Provinsi. Akan tetapi

pada tahun 2012 program simantri dibiayai melalui dana Hibah hingga sekarang.

Untuk kegiatan penunjang termasuk dalam pengembangan infrastruktur perdesaan

dibiayai dari kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sesuai

ketersediaan dana dan kegiatan masing-masing. Dalam jangka panjang juga

diharapkan peran swasta dalam bentuk Coorporate Social Responsibility (CSR).

Dukungan pembinaan teknis dan pembiayaan juga dilaksanakan oleh Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali.

2.1.4 Gabungan kelompok tani

Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan

usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai

peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani

lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan

aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya

lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap

lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi.

Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan

ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta

memiliki peran penting terhadap pertanian (Deptan, 2007).

Gapoktan sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan

bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan

terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi

17

desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier.

Kelompok tani tersebut antara lain terdiri dari kelompok tani subak, kelompok

tani tegalan, kelompok tani ternak, kelompok tani ikan, kelompok tani kehutanan,

dan kelompok tani perkebunan.

2.1.5 Kelompok tani

Kelompok Tani adalah kumpulan petani atau peternak yang dibentuk atas

dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi,

sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha

anggota. Jumlah anggota kelompok tani terdiri atas 20 orang atau disesuaikan

dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usaha taninya (Deptan, 2007).

Kelembagaan petani (kelompok tani) mempunyai fungsi: sebagai wadah proses

pembelajaran, wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi,

unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran, serta unit jasa penunjang. (1) Kelas

Belajar, wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan sikap serta berkembangnya kemandirian dalam

berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah

serta kehidupan yang lebih sejahtera, (2) Wahana Kerjasama, untuk memperkuat

kerjasama diantara sesama petani dalam kelompoktani dan antar kelompoktani

serta dengan pihak lain. sehingga usaha taninya akan lebih efisien serta lebih

mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, (3) Unit

Produksi dan Usaha tani yang dilaksanakan secara keseluruhan harus dipandang

sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala

ekonomi, baik dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.

18

2.1.6 Pendamping simantri

Peran penyuluh sebagai mata rantai yang menghubungkan antara

penelitian dan petani. Sama halnya dengan program Simantri di Bali peranan

tenaga pendamping berperan besar dalam membantu petani-peternak anggota

Gapoktan Simantri dalam menerapkan inovasi dari program ini. Fasilitasi

merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman, tindakan, keputusan

yang dilakukan seseorang atau bersama orang lain untuk mempermudah tugas.

Fasilitasi mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar

dapat memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi

yang dimilikinya (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012).

Dalam konteks pembangunan, istilah fasilitasi biasa dikaitkan dengan pola

pendampingan, pendukungan atau bantuan dalam masyarakat. Biasanya tindakan

ini diikuti dengan pengadaan personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak

lain yang berperan memberikan penyuluhan, penerangan, bimbingan, terapi

psikologis penyadaran agar masyarakat yang tidak tahu menjadi tahu dan sadar

untuk berubah (Suksesmina, 2011). Menurut Pusat Penyuluhan Pertanian dari

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (2014) mengatakan,

pendampingan penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian

dalam rangka mendukung pencapaian sasaran program. Pemantapan dan

pengembangan Simantri dilaksanakan secara terarah, terpadu, terkoordinasi dan

berkelanjutan dengan melibatkan petugas lapangan secara berkesinambungan

yang selanjutnya disebut pendamping (Dinas Pertanian, 2013). Pendampingan

dilakukan oleh tenaga khusus dengan latar belakang pendidikan teknis pertanian,

19

peternakan, perkebunan dan perikanan untuk membantu masyarakat petani dalam

berbagai sektor pertanian, serta mentransfer pengetahuan, sikap dan perilaku

tertentu kepada poktan. Kegiatan pendampingan dilakukan dalam upaya

mendorong partisipasi dan kemandirian anggota poktan.

2.1.7 Syarat dan tugas pendamping simantri

Menurut Dinas Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali tahun

2013, syarat menjadi petugas pendamping Simantri adalah mereka yang

dinyatakan lulus seleksi administrasi dan wawancara, yang selanjutnya petugas itu

ditetapkan dengan Keputusan Gubernur untuk melaksanakan kegiatan

pendampingan di lokasi Simantri secara kontinyu dan berkelanjutan. Sekurang-

kurangnya berijasah Sarjana (S1) diutamakan latar belakang pendidikan teknis

pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan atau berpengalaman menangani

teknis operasional Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Memiliki

kemampuan koordinatif dan keterampilan berkomunikasi di lapangan.

Tugas sebagai pendamping Simantri menurut Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Provinsi Bali tahun 2013: (1) Petugas pendamping wajib mendampingi

Gapoktan dalam membina kelompok, menetapkan lokasi pusat kegiatan Simantri

bersama-sama dengan petugas lapangan lainnya, (2) Petugas pendamping akan

mendampingi Gapoktan Simantri dalam menetapkan kesepakatan-kesepakatan

bagi hasil/sistem kadas yang diperlukan untuk penumbuhan kelompok

ternak/kebun/ikan dan tanaman pangan dengan orientasi kesejahteraan tanpa

memberatkan anggota kelompok sebagai pengelola/pengadas bila ternak, serta

membuat perjanjian kerjasama pengelolaan lahan yang dipergunakan sebagai

20

tempat usaha Simantri, (3) Melaksanakan pendampingan dalam menterjemahkan

Simantri di daerah ke arah yang lebih praktis dan dapat dilaksanakan sesuai

dengan kondisi lapangan, (4) Melaksanakan pendampingan sesuai petunjuk

pelaksanaan/petunjuk teknis maupun menyesuaikan spesifikasi kegiatan

berdasarkan kondisi lapangan, (5) Mendampingi dalam pengelolaan dan

pembuatan kerjasama dalam pengadaan material maupun bahan-bahan yang

diperlukan untuk kebutuhan kegiatan Simantri, (6) Petugas pendamping wajib

memberikan motivasi dalam penguatan Gapoktan kelompok, dinamika kelompok,

kerjasama kelompok, perencanaan kelompok serta mendorong peran serta anggota

untuk selalu aktif dalam kegiatan kelompok, (7) Petugas pendamping terus

memberikan pendampingan terhadap kelompok pelaksana dan juga kelompok

pendukung yang belum mendapat bagian sebagai pelaksana sehingga program

dapat berjalan secara simultan dan mengurangi pergesekan sosial diantara

kelompok inti dengan pelaksana lainnya, (8) Petugas pendamping wajib

memberikan laporan kepada Koordinator Simantri Provinsi melalui Kepala Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, setiap awal bulan dan laporan akhir

kegiatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas/Badan Instansi Penanggung

jawab Simantri tingkat Kabupaten/Kota, (9) Petugas pendamping juga wajib

mendampingi dan memfasilitasi informasi dalam rangka pembuatan materi

penyuluhan, penayangan maupun pembuatan data based untuk kepentingan

pelaksanaan kegiatan Simantri, (10) Petugas pendamping berkewajiban

mengkoordinasikan kegiatan Simantri kepada petugas lainnya, Kepala Desa,

Kelian Subak, Petugas Kecamatan dan Tim Kabupaten/Kota serta Provinsi.

21

2.2 Teori – Teori yang Relevan

2.2.1 Teori produksi

Teori produksi adalah teori yang mempelajari berbagai macam input pada

tingkat teknologi tertentu yang menghasilkan sejumlah output tertentu (Sudarman,

2004). Sasaran dari teori produksi adalah untuk menentukan tingkat produksi

yang optimal dengan sumber daya yang ada. Menurut Aziz N, (2003), teori

produksi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu yang pertama, teori produksi

jangka pendek dimana apabila seseorang produsen menggunakan faktor produksi,

maka ada yang bersifat variabel dan yang bersifat tetap. Kedua, teori produksi

jangka panjang apabila semua input yang digunakan adalah input variabel dan

tidak terdapat input tetap, sehingga dapat diasumsikan bahwa ada dua jenis faktor

produksi yaitu tenaga kerja dan modal.

Dalam ilmu ekonomi, terdapat tiga masalah pokok berupa mencari

jawaban atas pertanyaan (1) Apa (what) yang akan diproduksi dan berapa

jumlahnya. (2) Bagaimana (how) cara menghasilkan/memproduksi barang dan

atau jasa tersebut. (3) Untuk siapa (for whom) barang dan atau jasa tersebut

dihasilkan atau diproduksi. Setiap proses produksi memiliki elemen utama sistem

produksi yaitu input, proses dan output. Input merupakan sumberdaya yang

digunakan dalam proses produksi, proses merupakan cara yang digunakan untuk

menghasilkan produk dan output merupakan produk yang ingin dihasilkan

(Soeratno, dkk, 2000). Kegiatan produksi yang mengubah input menjadi output

tersebut dalam ekonomi biasanya dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi

22

produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari

pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu (Sugiarto, dkk,

2002). Produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang dan jasa yang

disebut input diubah menjadi barang-barang dan jasa lain yang disebut output.

Banyak jenis aktivitas yang terjadi dalam proses produksi, meliputi

perubahan bentuk, tempat dan waktu penggunaan hasil-hasil produksi. Output

perusahaan yang berupa barang-barang produksi tergantung pada jumlah input

yang digunakan dalam produksi. Hubungan antara input dan output ini dapat

diberi ciri dengan menggunakan suatu fungsi produksi. Lebih lanjut Gunawan,

dkk. (1997), mengatakan bahwa produksi mencakup setiap pekerjaan yang

menciptakan atau menambah nilai dan guna suatu barang atau jasa. Agar produksi

yang dijalankan dapat menciptakan hasil, maka diperlukan beberapa faktor

produksi (input). Dan untuk menghasilkan output, maka faktor-faktor produksi

yang merupakan input perlu diproses bersama-sama dalam suatu proses produksi

(metode produksi).

Rahardja dan Mandala, (2006) menyatakan biaya produksi merupakan

seluruh biaya yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan produksi. Biaya total

sama dengan biaya tetap yang ditambah dengan biaya variable. Biaya tetap (fixed

cost) merupakan biaya yang besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi,

contohnya biaya barang modal, gaji pegawai, bunga pinjaman, bahkan pada saat

perusahaan tidak berproduksi (Q=0), biaya tetap harus dikeluarkan dalam jumlah

yang sama. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang besarnya tergantung

pada tingkat produksi, contohnya upah buruh, biaya bahan baku. Biaya rata-rata

23

adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi satu unit output.

Besarnya biaya rata-rata adalah biaya total dibagi jumlah output, maka besarnya

biaya rata-rata (average cost) sama dengan biaya tetap rata-rata (average fixed

cost) ditambah dengan biaya variabel rata-rata (average variable cost).

2.2.2 Faktor produksi

Faktor produksi atau input merupakan hal yang mutlak harus ada untuk

menghasilkan suatu produksi. Dalam proses produksi, seorang pengusaha dituntut

mampu menganalisa teknologi tertentu yang dapat digunakan dan bagaimana

mengkombinasikan beberapa faktor produksi sedemikian rupa sehingga dapat

diperoleh hasil produksi yang optimal dan efisien. Menurut Suryawati (2004),

faktor-faktor produksi (input) diperlukan oleh perusahaan atau produsen untuk

melakukan proses produksi. Input dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yakni :

pertama, input tetap yaitu input yang tidak dapat diubah jumlahnya dalam jangka

panjang, misalnya gedung, lahan. Kedua, input variabel yaitu input yang dapat

diubah-ubah jumlahnya dalam jangka pendek, contohnya tenaga kerja. Guna

mencapai tingkat output tertentu, dalam jangka pendek hanya bisa dilakukan

pengkombinasian input tetap dengan mengubah-ubah jumlah input variabel.

Sedangkan dalam jangka panjang, pengusaha atau produsen dimungkinkan untuk

mengubah jumlah input tetap sehingga dapat dikatakan dalam jangka panjang

semua input adalah merupakan input variabel.

2.2.3 Fungsi produksi

Menurut Sadono Sukirno (2003), fungsi produksi adalah kaitan diantara

faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Faktor-faktor

24

produksi dikenal sebagai input dan jumlah produksi sebagai output. Menurut

Soeratno, dkk (2000), fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang

menunjukkan hubungan antara tingkat (dan kombinasi) penggunaan input dan

tingkat output per satuan waktu. Fungsi produksi adalah suatu hubungan

matematis yang menggambarkan suatu cara dimana jumlah dari hasil produksi

tertentu tergantung pada jumlah input tertentu yang digunakan (Bishop &

Toussaint, 1986).

Fungsi produksi merupakan landasan teknis dari proses produksi yang

menggambarkan hubungan antara faktor produksi dengan kuantitas produksi.

Hubungannya rumit dan kompleks karena beberapa faktor produksi secara

bersama-sama mempengaruhi kuantitas produksi. Namun demikian, dalam teori

ekonomi digunakan asumsi dasar mengenai sifat fungsi produksi dimana semua

produsen tunduk pada hukum The Law of Diminishing Return. Hukum ini

menyatakan bahwa semakin banyak variabel yang ditambahkan pada sejumlah

tertentu sumberdaya tetap, perubahan output yang diakibatkannya akan

mengalami penurunan dan bisa menjadi negatif (Mc.Eachern, 2001).

Produksi budidaya adalah suatu proses dimana barang yang disebut input

yaitu ternak sapi, tanaman pangan/perkebunan dan juga ikan dibudidayakan untuk

memberikan nilai tambah output baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan

dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu (Sugiarto,

dkk, 2002). Produksi pengolahan limbah adalah suatu proses untuk merubah input

dalam hal ini limbah ternak kotoran sapi diolah atau diproses menjadi output

25

kompos dan pupuk organik granuler, biourine serta biogas. Gas-bio dimanfaatkan

untuk keperluan memasak, sedangkan limbah biogas (sludge) yang berupa

padatan dimanfaatkan menjadi kompos dan bahan campuran pakan sapi dan ikan,

dan yang berupa cairan (biourine) dimanfaatkan menjadi pupuk cair untuk

tanaman sayuran dan ikan.

2.2.4 Teori pendapatan

Menurut Gustiyana (2004), pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu

pendapatan usaha tani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan

pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu

pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha tani ditambah dengan pendapatan

yang berasal dari kegiatan di luar usaha tani. Pendapatan usaha tani adalah selisih

antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input) yang dihitung per

bulan, per tahun, per musim tanam. Pendapatan luar usaha tani adalah pendapatan

yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan diluar usaha tani seperti

berdagang, kuli bangunan dan lain sebagainya.

Dalam usaha pertanian, menurut Prawirokusumo (1990) ada beberapa

pembagian pendapatan yaitu : (1) Pendapatan kotor (Gross income) adalah

pendapatan usaha tani yang belum dikurangi biaya-biaya, (2) Pendapatan bersih

(net income) adalah pendapatan setelah dikurangi biaya, (3) Pendapatan pengelola

(management income) adalah pendapatan yang merupakan hasil pengurangan dari

total output dengan total input. Input produksi adalah biaya yang dikeluarkan

dalam proses produksi serta menjadi barang tertentu atau menjadi produk akhir,

dan termasuk didalamnya adalah barang yang dibeli dan jasa yang dibayar. Ada

26

beberapa konsep biaya dalam ekonomi yaitu 1) Biaya tetap, 2) Biaya total tetap,

3) Biaya Variabel dan 4) Biaya total variabel serta Biaya tunai dan tidak tunai

(Prawirokusumo, 1990). Lebih lanjut dikatakan biaya tetap yaitu biaya yang masa

penggunaannya tidak berubah walaupun jumlah produksi berubah (selalu sama)

atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi karena tetap dan tidak

tergantung kepada besar kecilnya usaha maka bila diukur per unit produksi biaya

tetap makin lama makin kecil (turun), yang termasuk biaya tetap dalam usaha tani

sayuran antara lain tanah, bunga modal, pajak, dan peralatan.

Biaya Variabel yaitu biaya yang selalu berubah tergantung besar kecilnya

produksi. Yang termasuk biaya ini adalah : biaya sarana produksi, biaya

pemeliharaan, biaya panen, biaya pasca panen, biaya pengolahan dan biaya

pemasaran serta biaya tenaga kerja dan biaya operasional. Biaya tunai meliputi

biaya yang diberikan berupa uang tunai seperti biaya pembelian pupuk,

benih/bibit, obat obatan, dan biaya tidak tunai adalah biaya– biaya yang tidak

diberikan sebagai uang tunai tetapi tidak diperhitungkan seperti biaya tenaga kerja

keluarga. Pendapatan kotor adalah sejumlah uang yang diperoleh setelah

dikurangi semua biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan pendapatan bersih

dihitung dari pendatan kotor dikurangi pajak penghasilan. Dalam penelitian ini

pendapatan yang diamati peningkatannya adalah pendapatan usaha tani.

Pendapatan usaha tani adalah besarnya manfaat atau hasil yang diterima

oleh petani yang dihitung berdasarkan dari nilai produksi dikurangi semua jenis

pengeluaran yang digunakan untuk produksi. Untuk itu pendapatan usaha tani

sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan,

27

biaya pasca panen, pengolahan dan distribusi serta nilai produksi

(Prawirokusumo, 1990). Pendapatan usaha tani sangat dipengaruhi oleh jumlah

produksi, harga jual dan biaya usaha tani. Pendapatan akan meningkat apabila

jumlah produksi dan harga naik, tentunya dengan biaya yang dapat diminimalisir

(Ratmi Rosilawati, 2013).

Menurut Hernanto (1994), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pendapatan usaha tani yaitu : (a) luas usaha, meliputi areal pertanaman, luas

tanaman, luas tanaman rata-rata, (b) tingkat produksi, yang diukur lewat

produktivitas per hektar dan indeks pertanaman, (c) pilihan dan kombinasi, (d)

intensitas perusahaan pertanaman dan (e) efisiensi tenaga kerja. Selanjutnya

Baharsjah (1992) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menentukan

kemajuan dan peningkatan pendapatan yaitu kondisi sumber daya alam, kondisi

sumber daya manusia dan kondisi kelembagaan atau usaha.

2.2.5 Peranan pertanian dalam pembangunan

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang relatif besar bagi

pembangunan, hal tersebut bisa dilihat kontribusinya bagi PDRB Provinsi Bali

pada umumnya dan Kabupaten Badung pada khususnya. Data BPS tahun 2014

menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar kedua

terhadap PDRB Bali atas dasar harga konstan setelah sektor perdagangan, hotel

dan restoran. Hal ini membuktikan sektor pertanian bukanlah sektor yang dapat

diabaikan dalam upaya peningkatan PDRB Provinsi Bali pada umumnya dan juga

Kabupaten Badung. Pertanian memiliki karakteristik yang unik dibandingkan

dengan sektor ekonomi lainnya. Khususnya dalam hal ketahanan sektor ini

28

terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro dimana sektor ini tetap

mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor

ekonomi lainnya mengalami kontraksi.

2.2.6 Karakteristik petani

Petani memiliki karakteristik yang sangat beragam, karakteristik tersebut

dapat berupa karakteristik ekonomi, karakteristik sosial serta karakteristik

demografi. Karakteristik tersebutlah yang membedakan petani dilihat dari tipe

perilaku terhadap situasi tertentu. Menurut Hartanto (1984), karakteristik sosial

ekonomi meliputi : umur, pendidikan, luas lahan, pendapatan petani dan

pengalaman. Karakteristik petani menurut Nurmanaf (2003) yaitu meliputi : jenis

kelamin, umur, tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga,

pengalaman, sumber informasi, dan pendapatan usaha tani. Karakteristik yang

diamati dalam penelitian ini adalah pendidikan formal, pendidikan non formal,

pengalaman, dan jarak tempat tinggal. Faktor-faktor karakteristik petani yang

diamati dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Pendidikan formal

Pengembangan usaha ternak sapi sebagai usaha keluarga dipengaruhi oleh

berbagai faktor yang saling terkait, antara lain pendidikan, penggunaan input,

pemasaran, kredit, kebijakan, perencanaan, penyuluhan, dan penelitian (Pambudy,

1999). Pendidikan merupakan faktor penting untuk mempercepat proses

perkembangan inovasi agar mendapatkan hasil produksi yang maksimal.

Pendidikan formal adalah pendidikan yang sifatnya melembaga, yang

pelaksanaannya sesuai dengan perkembangan seseorang (Gerungan, 1980). Petani

29

yang tingkat pendidikannya relatif lebih tinggi dan relatif lebih muda, akan lebih

dinamis dan lebih mudah untuk mempertimbangkan hal-hal baru. Pendidikan

formal berhubungan erat dengan kemampuan intelektual.

Wahjono (2010) mengatakan bahwa kemampuan intelektual adalah

kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Tujuh dimensi

paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran

berhitung, pemahaman (comprehension) verbal, kecepatan perceptual, penalaran

induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan ingatan (memori). Soekartawi

(1988) mengemukakan bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi akan

relatif lebih cepat menerapkan inovasi, begitu pula sebaliknya, mereka yang

berpendidikan lebih rendah agak sulit untuk menerapkan inovasi ini dengan cepat.

Berdasarkan hasil penelitian Yudiani (1996) didapatkan bahwa tingkat penerapan

inovasi oleh petani berhubungan sangat nyata dengan pendidikan formalnya.

Gapener, 1964 (Nuraini, 1984) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor

penting untuk mempercepat proses penerapan inovasi.

Pendidikan anggota rumah tangga petani dapat mempengaruhi keputusan

produksi. Chavas et. al. (2005) dalam penelitiannya memasukkan pendidikan

dalam menganalisis karakteristik rumah tangga dan usaha tani. Makin tinggi

tingkat pendidikan, makin mudah anggota keluarga mengadopsi teknologi

sehingga mereka dapat meningkatkan produksi secara rasional untuk mencapai

keuntungan yang maksimum. Gould dan Saupe (1989) menganalisis umur,

pendidikan, dan pelatihan sebagai variabel yang mempengaruhi produktivitas

tenaga kerja dalam off-farm, pekerjaan usaha tani dan rumah tangga.

30

2) Pendidikan non formal

Pendidikan non formal menurut Rogers (2005) adalah setiap kegiatan yang

terorganisir dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan

secara mandiri atau merupakan bagian penting dari aktifitas yang lebih luas, yang

sengaja dilakukan untuk melayani proses belajar peserta didik tertentu dalam

mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan non formal melayani pendidikan kepada

masyarakat baik orang dewasa maupun anak-anak. Selanjutnya menurut Undang-

Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, menyarankan bahwa definisi pendidikan non formal adalah jalur

pendidikan di luar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara

berstruktur dan berjenjang.

Suhardiyono (1992) mengatakan bahwa pendidikan non formal adalah

pengajaran sistematis yang diorganisir di luar sistem pendidikan formal bagi

sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus. Pendidikan non formal

diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan

yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal.

Pendidikan non formal yang diterima petani biasanya berupa penyuluhan oleh

tenaga penyuluh lapangan atau pendamping Simantri. Kartasapoetra (1987)

menyatakan bahwa penyuluhan merupakan sistem pendidikan yang bersifat non

formal atau sistem pendidikan di luar sistem persekolahan yang biasa. Penyuluhan

pertanian berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan

penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian menuju suatu arah yaitu profesional.

31

3) Pengalaman

Pengalaman adalah banyaknya jenis pekerjaan atau jabatan yang pernah

diemban oleh seseorang, serta lamanya mereka bekerja pada masing-masing

pekerjaan (Sunuharyo, 1997). Semakin banyak pengalaman kerja seseorang maka

akan semakin banyak manfaat yang berdampak pada luasnya wawasan

pengetahuan di bidang pekerjaannya serta semakin meningkatkan keterampilan

orang tersebut. Pengalaman kerja akan mempengaruhi keterampilan seseorang

dalam melaksanakan tugas dan juga membuat kerja lebih efisien (Cahyono,

1995). Pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau

masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas-tugas suatu

pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik (Foster, 2001).

Terdapat beberapa hal untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang

karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja seperti masa kerja,

tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, serta penguasaan terhadap

pekerjaan dan peralatan. Studi paling baru menunjukkan bahwa adanya hubungan

positif antara senioritas dan produktivitas pekerjaan. Dengan demikian, masa

kerja yang diekspresikan sebagai pengalaman kerja dapat menjadi peramal yang

baik terhadap produktivitas kerja seseorang (Robbins, 2003).

4) Jarak tempat tinggal

Jarak rumah petani dengan lahan garapannya akan sangat mempengaruhi

produktivitas, dan juga akan mempengaruhi kinerja dari petani itu sendiri. Hasil

penelitian Mahananto et. al. (2009) menunjukkan bahwa, secara simultan faktor-

faktor luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja efektif, jumlah pupuk, jumlah

32

pestisida, pengalaman petani dalam berusaha tani, jarak rumah petani dengan

lahan garapan, dan sistem irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan

produksi padi sawah. Lebih lanjut dikatakan jarak lahan garapan dengan rumah

tempat tinggal petani berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi sawah.

Jarak lahan garapan dengan rumah petani menunjukkan hubungan yang negatif

yang berarti semakin jauh jarak lahan garapan dengan rumah petani akan

mengakibatkan penurunan produksi.

Pengaruh jarak ini adalah melalui pengelolaan usaha tani, semakin jauh

maka petani akan membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk

mencapai tempat kerjanya lahan garapannya. Hal ini akan mengakibatkan

intensitas pengelolaan usaha taninya seperti : mengikuti pertumbuhan tanaman,

menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit, dan juga mengurusi irigasi

menjadi turun sehingga secara langsung semakin jauh jarak lahan garapan dengan

rumah petani akan mampu menurunkan produktivitas tanaman padi sawah.

Ruswendi (2011) mengatakan bahwa aksesibilitas lokasi usaha ternak ke jalan

raya dengan jarak ± 1 km dengan keragaman masih kurang dari 6 km dianggap

masih cukup kondusif, sehingga memudahkan pengangkutan input dan output

hasil usaha tani/usaha ternak.

2.2.7 Penyuluhan

Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan

kepada petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua

tujuan utama yang diharapkannya. Tujuan jangka pendek adalah menciptakan

perubahan perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan, serta

33

untuk tujuan jangka panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat

dengan jalan meningkatkan taraf hidup mereka (Sastraatmadja, 1993). Penyuluhan

merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara

sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga dapat

membuat keputusan yang benar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh seseorang yang

disebut penyuluh pertanian (Van Den Ban dan Hawkins, 1999).

Peranan penyuluhan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu:

menyadarkan masyarakat atas peluang yang ada untuk merencanakan hingga

menikmati hasil pembangunan, memberikan kemampuan masyarakat untuk

menentukan program pembangunan, memberi kemampuan masyarakat dalam

mengontrol masa depannya sendiri, dan memberi kemampuan dalam menguasai

lingkungan sosialnya (Fashihullisan, 2009). Peran seorang pekerja pengembangan

masyarakat atau pendamping dapat dikategorikan ke dalam empat peran, yaitu :

peran fasilitator (facilitative roles), peran pendidik (educational roles), peran

utusan atau wakil (representasional roles), dan peran teknikal (technical roles).

Profesionalisme Petugas Penyuluh Lapang (PPL) berkaitan erat dengan

tugas pokok penyuluh pertanian. Tugas pokok penyuluh secara garis besar adalah

menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, mengevaluasi dan melaporkan,

kegiatan penyuluhan pertanian. Setiap penyuluh harus mampu melaksanakan

peran ganda sebagai guru, penganalisa, konsultan dan organisator (Nuryanto, dkk,

2000). Berdasarkan perannya tersebut maka secara empris penyuluh pertanian

merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan pertanian. Sebagai ujung

tombak sudah tentunya penyuluh harus mampu memainkan perannya dengan baik

34

sehingga dapat mendorong proses pembangunan pertanian, dalam hal ini agar

tercapainya peningkatan produksi untuk meningkatkan pendapatan. Fasilitasi atau

pendampingan mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat

agar dapat memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai

potensi yang dimilikinya (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012).

Secara umum pelaku proses fasilitasi sering disebut fasilitator. Dalam

PNPM Mandiri Perdesaan; fasilitator kecamatan, fasilitator kabupaten dan aparat

berperan sebagai fasilitator dari luar masyarakat, sehingga dalam pemberdayaan

masyarakat dipahami sebagai pendamping. Agar dapat melaksanakan fungsi dan

tugasnya dengan baik, maka seorang fasilitator atau pendamping perlu menyadari

perannya di masyarakat maupun di kelompok tani yaitu sebagai guru/edukator,

sebagai mediator, sebagai motivator, dan sebagai evaluator.

1) Edukator

Melakukan tugas mendidik, pembimbingan, konsultasi, dan penyampaian

materi untuk peningkatan kapasitas dan perubahan perilaku pembelajar

(Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012). Tugas pendamping sebagai

edukator sangat menonjol disetiap kegiatan pendidikan, pelatihan, lokakarya,

seminar dan diskusi. Penguasaan terhadap pola perubahan perilaku baik

pengetahuan keterampilan dan sikap menjadi penting untuk menentukan proses

dan hasil dari suatu pembelajaran. Edukasi yaitu untuk memfasilitasi proses

belajar yang dilakukan oleh para penerima manfaat pendampingan dan atau

stakeholders pembangunan yang lainnya (Mardikanto, 2010). Meskipun edukasi

berarti memberikan pendidikan, tetapi proses pendidikan tidak boleh menggurui

35

apalagi memaksakan kehendak, dimana merupakan suatu proses yang benar-benar

harus berlangsung sebagai proses belajar bersama yang partisipatif. Fungsi

sebagai edukator seringkali dibutuhkan untuk membantu masyarakat dalam

mempelajari dan memahami keterampilan atau pengetahuan baru dalam upaya

pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan program. Sebagai pendamping harus

mampu menyampaikan materi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi dan bahasa

yang mudah dicerna oleh masyarakat serta mudah diterapkan tahap demi tahap

(Petunjuk Teknis Operasional, PNPM, 2013).

2) Mediator

Seorang pendamping diharapkan dapat membantu masyarakat memediasi

sehingga masyarakat bisa mengakses potensi–potensi dan sumber daya yang dapat

mendukung pengembangan dirinya, seperti pada sektor swasta, perguruan tinggi,

LSM dan peluang pasar. Selanjutnya seorang pendamping yang sebagai mediator

diharapkan juga dapat berperan sebagai orang yang dapat menengahi apabila

diantara kelompok atau individu di masyarakat terjadi perbedaaan kepentingan.

Perlu diingat fungsi ini bukan berarti pendamping yang memutuskan tetapi hanya

perlu mengingatkan masyarakat tentang konsistensi terhadap berbagai

kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Arti lain adalah menyesuaikan

berbagai kepentingan untuk mencapai tujuan bersama. Jika diperlukan seorang

pendamping bisa membantu masyarakat dengan memberikan berbagai alternatif

kesepakatan dalam menyesuaikan berbagai kepentingan demi tercapainya tujuan

bersama. Untuk itu seorang pendamping harus netral dan tidak memihak kepada

salah satu kelompok saja (Petunjuk Teknis Operasional, PNPM, 2013). Lee dan

36

Swenson (1986) menyatakan peran mediator diperlukan terutama pada saat

terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai

pihak. Dalam mediasi upaya-upaya yang dilakukan pada prinsipnya diarahkan

untuk mencapai win-win solution atau saling menguntungkan.

3) Motivator

Motivator perannya merupakan untuk memberikan dorongan atau motivasi

kerja kepada kelompok agar bisa berpartisipasi dalam kegiatannya dan juga untuk

meningkatkan produksinya (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012). Sering

ditemui bahwa masyarakat jarang mengetahui dan mengenal potensi dan

kapasitasnya sendiri. Seorang pendamping harus mampu merangsang dan

mendorong masyarakat untuk menemukan dan mengenali potensi dan

kapasitasnya sendiri. Dengan fungsinya tersebut pendamping mampu mendorong

masyarakat sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan secara

mandiri. Tetapi di satu sisi, seorang pendamping harus dapat berfungsi sebagai

animator yakni ketika masyarakat sudah secara penuh /mandiri dapat memutuskan

segala sesuatu tanpa bayang-bayang intervensi pendampingnya (Petunjuk Teknis

Operasional, PNPM, 2013). Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan salah

satu tugas utama penyuluh adalah mendorong agar petani memiliki motivasi untuk

mau belajar. Menurut Yunasaf dan Tasripin (2011) motivasi merupakan proses

penumbuhan motif atau dorongan, sehingga seseorang mau untuk secara sadar

belajar atau berubah perilakunya

4) Evaluator

Menurut petunjuk teknis operasional, PNPM (2013), tahapan yang harus

37

dilaksanakan untuk mengetahui dampak dari suatu kegiatan biasanya

dilaksanakan pada akhir yaitu evaluasi. Peran evaluator merupakan rangkaian

kegiatan pengukuran dan penilaian yang dapat dilakukan sebelum kegiatan

berjalan, selama kegiatan masih berjalan dan setelah kegiatan selesai dilakukan.

Meskipun demikian, evaluasi seringkali hanya dilakukan setelah kegiatan selesai,

untuk melihat proses hasil kegiatan (output), dan dampak kegiatan (outcome),

yang menyangkut kinerja (performance) baik terknis maupun finansial.

Menurut Edy Suharto (2005) peran seorang pekerja sosial seringkali

diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, oleh karena itu pekerja

sosial sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan

dalam pemberdayaan masyarakat. Wulandari (2011) menyatakan pendamping

dapat memberikan penilaian, saran dan masukan terhadap keseluruhan program

guna meningkatkan kualitas program serta melakukan evaluasi. Sangat diperlukan

kegiatan untuk mengukur, mengevaluasi dan menganalisis langkah-langkah yang

telah dilakukan sebelumnya agar menemukan langkah-langkah strategis

selanjutnya. Dengan evaluasi pendamping dan petani bisa mengetahui kendala-

kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan serta petani dapat

mengetahui apakah tujuan telah tercapai.

2.2.8 Teori keberhasilan

Menurut David Korten (1984) dalam Nurkholes (2002) yang

mengemukakan pandangannya mengenai bagaimana melihat ukuran keberhasilan

pembangunan dalam memecahkan suatu masalah dari tiga sudut pandang yaitu (1)

program, (2) penerima program, (3) organisasi pelaksana. Dalam hal ini David

38

Korten sering menyebut sebagai adanya kesesuaian tiga arah dari suatu proyek

dengan teorinya : kunci untuk mencapai kesesuaian tiga arah tersebut, tidak

terletak pada (blueprint) organisasional yang didesain bagi penyelenggara

program atau proyek, melainkan terutama terletak didalam suatu proses

penyelenggaraan program atau proyek itu, dimana proses tersebut langsung

dialami oleh ketiga komponen perubahan masyarakat.

Menurut model kesesuaian program ini bahwa keberhasilan program harus

dilihat sebagai hal yang ditandai dari tiga kesesuaian yaitu penerima program

(beneficiaries), organisasi pelaksana (organization) dan program (programme),

dimana ketiganya harus ada kesesuaian satu sama lain. Program tersebut dapat

dikatakan berhasil dan sukses jika mampu menjawab ketiga kesesuaian, sehingga

tercapainya tujuan program yang telah ditetapkan agar antara output program dan

impact program mampu menjawab permasalahan yang ada. Dari ketiga

kesesuaian oleh David Korten dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan

seperti keberhasilan Simantri ditentukan oleh siapa penerima program dan

bagaimana pelaksanaannya. Variabel keberhasilan Simantri diukur berdasarkan

indikator yang terdapat pada petunjuk teknis dari Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Provinsi Bali, dari ke tujuh indikator keberhasilan Simantri dipakai hanya

empat indikator yaitu :

1) Berkembangnya kelembagaan dan SDM baik petugas pertanian maupun

petani.

Kelembagaan pada Simantri diarahkan untuk mendukung peningkatan

pengembangan pertanian/pangan organik dengan cara koordinasi antar instansi

baik pendamping atau penyuluh, mendorong berkembangnya kelembagaan

39

sertifikasi dan pengawasan pada tingkat petugas pertanian serta peningkatan

kelembagaan di tingkat kelompok tani. Pengembangan SDM dapat diarahkan

dalam rangka peningkatan intensitas dan kualitas serta pelayanan dalam

pengembangan pertanian terintegrasi, serta peningkatan kapasitas pelaku usaha

pertanian terintegrasi, baik dalam bidang budidaya, penanganan pasca panen,

pengolahan hasil, pemasaran, dan pengembangan usaha. Menurut Malayu (2011)

pengembangan SDM adalah proses persiapan individu untuk memikul tanggung

jawab yang berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi, biasanya berkaitan

dengan peningkatan kemampuan intelektual untuk melaksanakan pekerjaan yang

lebih baik.

2) Tercipta dan berkembangnya pertanian organik menuju green economic.

Pengembangan pertanian organik yang merupakan sistem produksi

pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa

sintetik baik pupuk, zat tubuh maupun pestisida. Petani sudah mulai menggunakan

hasil olahan pupuk organik yang mereka produksi dari program Simantri dan

menerapkan ke lahan mereka masing-masing. Dengan adanya pertanian organik

petani bisa menghasilkan output yang terbaik dan hasilnya mereka bisa pasarkan

dengan harga yang relatif tinggi sehingga bisa terbentuk suatu usaha kecil baik di

kelompok maupun petani perorangan. Fariadi, H (2013) menyarankan pertanian

organik hendaknya dikembangkan dengan mengupayakan orientasi ekonomi

dengan tidak terlepas dari hubungan yang selaras dengan alam agar dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani khususnya dan masyarakat

Indonesia umumnya.

40

3) Berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan.

Tumbuhnya kelompok usaha agribisnis yang maju, berdaya saing yang

mandiri sehingga mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi di perdesaan.

Dengan adanya kelompok yang aktif akan terbentuk UMKM, unit simpan pinjam

kecil di kelompok maupun koperasi dalam Gapoktan. Gabriela (2014)

menyatakan evaluasi program PUAP pada petani, penyuluh dan lembaga terkait

mendapat hasil yang baik dengan interpretasi sangat berhasil dalam indikator

menumbuh kembangkan usaha agribisnis di desa.

4) Peningkatan pendapatan petani.

Harapan yang diinginkan oleh Pemerintah Provinsi Bali melalui bantuan

program Simantri adalah agar penghasilan yang diperoleh petani pelaksana dari

kegiatan usaha tani meningkat. Peningkatan pendapatan anggota kelompok tani

pelaksana Simantri dapat dihitung dari pendapatan rata-rata sebelum menerima

paket program Simantri dan setelah menerima sampai mengoperasikan bantuan

penguatan modal sampai periode 5 tahun yaitu dengan menghitung setiap

tambahan penerimaan setiap siklus produksi budidaya (ternak-ikan-tanaman),

siklus produksi pengolahan limbah, maupun siklus pemasaran dari produk

Simantri. Kariyasa (2005) bahwa melalui kegiatan integrasi tanaman-ternak,

produktivitas tanaman maupun ternak menjadi lebih baik sehingga akan

meningkatkan pendapatan petani. Pramono et. al. (2001) menyatakan bahwa pola

integrasi padi-sapi potong di Kabupaten Banyumas, Purworejo, Boyolali, Pati,

dan Grobogan memberikan pendapatan rata-rata Rp. 2.455.000/ha, dan

pendapatan dari pembibitan sapi mencapai Rp. 1.830.000/periode (13 bulan).

41

2.2.9 Teori kelembagaan

Menurut Scott (2008), teori kelembagaan baru (neoinstitutional theory)

adalah tentang bagaimana menggunakan pendekatan kelembagaan baru dalam

mempelajari sosiologi organisasi. Terdapat tiga elemen analisis yang membangun

kelembagaan walau kadang-kadang ada yang dominan, tapi mereka berkerja

dalam kombinasi, Ketiga elemen tersebut adalah aspek regulatif, aspek normatif,

dan aspek kultural-kognitif. Yustika (2006) membagi aliran kelembagaan dalam

ilmu ekonomi kelembagaan lama (old institutional economics) dan ilmu ekonomi

kelembagaan baru (new institutional Economics).

2.3 Keaslian Penelitian

Pada penelitian ini peneliti ingin menganalisis bagaimana pengaruh

karakteristik petani (X1) dengan indikator (pendidikan formal, pendidikan non

formal, pengalaman, dan jarak tempat tinggal), dan peran pendamping (X2)

dengan indikator (sebagai edukator, mediator, motivator, dan evaluator) terhadap

produksi usaha Simantri (Y1); bagaimana pengaruh karakteristik petani (X1)

dengan indikator (pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, dan

jarak tempat tinggal), peran pendamping (X2) dengan indikator (sebagai edukator,

mediator, motivator, dan evaluator) dan produksi usaha Simantri (Y1) dengan

indikator (produksi peternakan sapi, produksi tanaman pangan, produksi

perikanan, dan produksi pengolahan limbah) terhadap keberhasilan Simantri (Y2);

serta menganalisis adakah pengaruh tidak langsung karakteristik petani

(pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, dan jarak tempat

42

tinggal), dan peran pendamping (edukator, mediator, motivator, dan evaluator)

terhadap keberhasilan Simantri (berkembangnya kelembagaan dan SDM baik

petugas pertanian maupun petani, tercipta dan berkembangnya pertanian organik

menuju Green Economic, berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan, dan

peningkatan pendapatan petani) melalui produksi usaha Simantri.

Adapun hasil penelitian terdahulu yang menginspirasi penelitian ini dan

sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding adalah : disertasi Sanjaya

(2013) dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa : (1) tingkat penerapan

Simantri secara rata-rata tergolong sangat tinggi; (2) kualitas SDM petani-

peternak terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan usaha

peternakan sapi, penerapan usaha tanaman pangan dan usaha penerapan

pengolahan limbah ternak sapi. Sedangkan kondisi gapoktan Simantri secara

statistik berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ketiganya; (3)

efektivitas penerapan Simantri secara rata-rata tergolong kurang efektif, hanya

8,70 persen responden yang sangat efektif; (4) penerapan usaha peternakan sapi,

penerapan usaha tanaman pangan dan penerapan pengolahan usaha limbah ternak

sapi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penerapan

Simantri. Penerapan pengolahan limbah ternak sapi terbukti merupakan variabel

yang paling dominan berpengaruh terhadap efektivitas penerapan Simantri; (5)

efektivitas penerapan Simantri terbukti berpengaruh positif dan signifikan

terhadap peningkatan petani-peternak.

Subiharta (2006) dalam penelitiannya menyatakan, salah satu indikator

keberhasilan dalam usaha tani integrasi tanaman dengan ternak adalah seberapa

43

besar kontribusi peningkatan pendapatan rumah tangga petani dari usaha tani yang

dilakukan, baik dari komponen tanaman, komponen ternak maupun komponen

usaha lain yang berkaitan dengan usaha tani bersangkutan. Dari hasil analisa

pendapatan pada pola petani pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 1.371.302,-

sedangkan pada pola introduksi pendapatan yang diperoleh jauh lebih tinggi dari

pendapatan petani yaitu sebesar Rp. 5.511.700,- yang berarti dengan adanya

introduksi teknologi varietas, pemupukkan dan cara tanam serta pengendalian

hama dan penyakit terpadu dapat meningkatkan hasil sebesar Rp. 4.140.398 16.

Jadi Integrasi tanaman dan ternak dengan penggunaan varitas unggul yang diikuti

dengan introduksi teknologi pada tanaman padi gogo dan kacang tanah, perbaikan

pakan dan pemanfaatan sumber daya lokal dapat menekan biaya dan

meningkatkan produksi yang akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan

petani.

Penelitan Susanti et. al. (2007) mengenai pengintegrasian antara tanaman

dengan ternak dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengambilan

keputusan petani responden dalam penerapan pertanian padi organik di Desa

Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut: a)

Tahap Pengenalan masuk dalam kategori tinggi, b) Tahap Persuasi masuk dalam

kategori sedang, c) Tahap Keputusan masuk dalam kategori tinggi, d) Tahap

Konfirmasi masuk dalam kategori sedang. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pengambilan keputusan petani responden dalam penerapan pertanian padi organik

yaitu : umur, pendidikan, luas usaha tani, tingkat pendapatan, lingkungan

ekonomi, lingkungan sosial, sifat inovasi. Hubungan antara faktor-faktor yang

44

mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi

organik petani responden adalah : hubungan umur petani, luas usaha tani, tingkat

pendapatan petani, dan sifat inovasi dengan keputusan petani adalah tidak

signifikan. Hubungan antara lingkungan ekonomi petani dengan keputusan petani

adalah signifikan. Selanjutnya, hubungan pendidikan petani dan lingkungan sosial

petani dengan keputusan petani adalah sangat signifikan.

Wijayanti (2011) dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1)

kadar jiwa kewirausahaan yang dimiliki pengurus Gapoktan di Kecamatan

Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, termasuk dalam kategori baik. (2)

Penerapan manajemen agribisnis yang diterapkan pengurus Gapoktan di

Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, termasuk dalam kategori baik.

(3) Tingkat keberhasilan program PUAP di Kecamatan Banjarangkan tergolong

dalam kategori cukup berhasil. (4) Antara jiwa kewirausahaan dengan

keberhasilan PUAP ada hubungan nyata. Hal ini dimungkinkan karena sifat-sifat

kewirausahaan tersebut menjadi pendorong atau niat bagi kemauan dan

kemampuan para pengurus Gapoktan untuk berhasil. (5) Terdapat pengaruh

sangat nyata dari jiwa kewirausahaan dan penerapan manajeman agribisnis oleh

pengurus Gapoktan terhadap keberhasilan PUAP.

Penelitian Guruh Julio (2014) yaitu mengenai pengaruh penyuluh terhadap

peningkatan produksi dimana hasil penelitiannya adalah, jumlah produksi dan

produktifitas usaha tani stroberi di daerah penelitian terdapat perbedaan antara

petani yang rajin mengikuti penyuluhan dengan petani yang tidak rajin mengikuti

penyuluhan. Rata-rata jumlah produksi petani yang rajin mengikuti penyuluhan

45

adalah 4105,83 kg/tahun lebih tinggi dari rata-rata produksi petani yang tidak rajin

mengikuti penyuluhan dengan produksi rata-rata sebesar 3008,57 kg/tahun. Nilai

rata-rata produktifitas petani yang rajin mengikuti penyuluhan lebih tinggi

produktifitasnya yaitu 15.688,09 kg/tahun dibandingkan dengan petani yang tidak

rajin mengikuti penyuluhan dengan produktifitas sebesar 13.159,52 kg/tahun.

Penelitian Tri Ratna Saridewi (2009) yaitu mengenai hubungan antara

peran penyuluh terhadap peningkatan produksi padi dengan hasil penelitian yang

menunjukkan (1) Peran penyuluh di Kabupaten Tasikmalaya tidak berkontribusi

dan tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi, (2) Adopsi teknologi

oleh petani di Kabupaten Tasikmalaya tidak berpengaruh terhadap peningkatan

produksi padi, dan (3) Peran penyuluh dan adopsi teknologi di Kabupaten

Tasikmalaya secara bersama-sama bersinergi meningkatkan produksi padi.

Perbedaan lain dari penelitian ini adalah dalam hal ini tidak berhenti pada

pengaruh karakteristik petani terhadap pendapatan petani, tetapi juga akan melihat

pengaruh dari karakteristik petani terhadap keberhasilan Simantri melalui

produksi usaha Simantri serta melihat pengaruh peran pendamping terhadap

keberhasilan Simantri melalui produksi usaha Simantri. Dari hasil penelitian

terdahulu yang telah dipaparkan diatas diharapkan akan dapat menjadi bahan

pembanding dari temuan yang akan diperoleh dalam penelitian ini, sehingga

diharapkan hasil penelitian ini akan menambah khasanah ilmu pengetahuan di

bidang pertanian terintegrasi.