BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · hortatory exposition berisikan ......

download BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · hortatory exposition berisikan ... membantu siswa dalam mengembangkan ide dan menyusun teks analytical ... Perbedaan

If you can't read please download the document

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · hortatory exposition berisikan ......

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL

    PENELITIAN

    2.1 Kajian Pustaka

    Dalam penelitian ini, peneliti memilih beberapa rujukan yang memiliki

    keserupaan dalam pemilihan strategi, objek penelitian dan subjek penelitian

    dengan penelitian ini. Pengurutan dari beberapa rujukan ini dilakukan

    berdasarkan jurnal nasional yang berisi hasil penelitian yang memiliki keserupaan

    pemilihan strategi, diikuti oleh jurnal internasional dengan objek dan subjek

    penelitian yang serupa, dan hasil penelitian lainnya yang juga memiliki objek

    kajian yang serupa. Rujukan-rujukan ini merupakan penelitian yang terbilang baru

    karena dilakukan sebelum penelitian ini. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

    penelitian ini,dapat dijadikan referensi bandingan.

    Terdapat beberapa rujukan yang yang diperoleh oleh peneliti. Rujukan-

    rujukan tersebut terdiri atas satu (1) jurnal nasional yang berkaitan dengan

    penggunaan strategi WWH yang akan dipergunakan juga dalam penelitian ini, dua

    buah jurnal internasional yang memiliki objek penelitian yang sama dengan

    penelitian ini yaitu kemampuan menulis teks argumentatif, dan tiga buah

    penelitian yang memiliki objek kajian yang juga serupa dengan penelitian ini yaitu

    kemampuan menulis teks argumentatif. Rujukan terakhir dipilih berdasarkan

    keserupaan bidang kajian pada kekoherensian dan kekohesian wacana, yaitu teks

    argumentatif dalam penelitian eksperimental.

  • 8

    Penjabaran secara umum dari rujukan-rujukan yang dijadikan

    perbandingan dalam penelitian ini ada baiknya peneliti sampaikan sebelum

    penjabaran secara khusus dari masing-masing rujukan disampaikan. Rujukan

    pertama yang dijadikan sebagai salah satu kajian pustaka pada penelitian ini

    adalah jurnal nasional yang merupakan hasil penelitian Riani (2013) yang

    melakukan penelitian dengan menggabungkan strategi What Why How dan Think

    Pair Share pada bidang keterampilan menulis teks. Peneliti merujuk Riani (2013)

    karena salah satu strategi yang digunakan dalam penelitian Riani adalah What

    Why How. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang terdapat pada penelitian yang

    telah dilakukan oleh Riani dengan penelitian kali ini. Perbedaan itu terletak

    padacara pengimplementasian strategi. Riani menggabungkan strategi What Why

    How dengan Think Pair Share. Selain berbeda dalam cara pengimplementasian

    strategi, objek penelitian Riani juga berbeda dengan penelitian ini. Objek

    penelitian Riani meneliti tentang kemampuan menulis teks hortatori, sedangkan

    objek penelitian adalah kemampuan menulis teks argumentatif. Peneliti juga

    merujuk dua (2) jurnal internasional (2012 dan 2013) yang memiliki objek

    penelitian yang serupa yaitu mengenai keterampilan menulis argumentatif. Kedua

    penelitian tersebut menggunakan teknik yang berbeda dengan strategi yang

    digunakan oleh peneliti kali ini. Selain kedua jurnal rujukan tersebut peneliti juga

    menampilkan tiga buah penelitian nasional yang juga memiliki objek kajian yang

    serupa yaitu kemampuan menulis teks argumentasi yang menggunakan strategi

    yang berbeda dengan strategi What Why How.

  • 9

    Rujukan pertama dari jurnal karya Riani (2013) yang berjudul Teaching

    Writing In Hortatory Exposition Text By Combining What Why How And Think

    Pair Share Strategy For Senior High School Students menguraikan tentang

    penggabungan strategi What Why How dan Think Pair Share dalam pengajaran

    menulis teks Hortatory Exposition. Teks Hortatory Exposition adalah jenis teks

    yang memberikan argumen untuk mensugesti pembaca. Generic structure pada

    hortatory exposition berisikan thesis, arguments, dan recommendation (yang

    dimaksudkan untuk mensugesti pembaca). Pada penelitian yang dilakukan Riani,

    ia memilih subjek penelitian untuk siswa SMA, sedangkan pada penelitian ini,

    subjek penelitian akan dilakukan pada level Sekolah Tinggi Bahasa Asing.

    Jurnal karya Riani (2013) memiliki kaitan dengan penelitian ini dalam

    halkesamaan penggunaan Strategi WWH. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

    Riani digunakan strategi What Why How dan Think Pair Share. Subjek penelitian

    diminta menulis dengan bantuan mengisi isian What Why How yang disediakan

    oleh pengajar. Think Pair Share digunakan untuk menciptakan suasana interaktif

    dalam belajar. Guru memberi petunjuk dan pertanyaan mengenai topik yang

    kemudian didiskusikan siswa. Jurnal ini bertujuan untuk memberikan alternatif

    strategi pengajaran menulis teks hortatory exposition. Akan tetapi, penelitian kali

    ini tidak memadukan kedua strategi tersebut tetapi hanya akan menggunakan

    Strategi WWH dengan tujuan mengetahui secara langsung pengaruh penggunaan

    strategi tersebut beserta dampaknya dalam pembelajaran mahasiswa menulis teks

    argumentatif.

  • 10

    Rujukan berikutnya adalah jurnal Rumanda dan Al-Hafizh (2014) yang

    berjudul Using the WWH (What-Why-How) Strategy in Teaching Writing an

    Analytical Exposition Text to Senior High School Students. Subjek penelitiannya

    adalah siswa kelas XI SMA dan objek yang dikaji adalah kemampuan menulis

    teks analytical exposition. Penerapan strategi ini diawali dengan meminta siswa

    membuat tabel yang terdiri atas kolom What,Why,dan How kemudian guru

    memberikan contoh dan penjelasan penggunaan setiap kolom. Strategi ini

    membantu siswa dalam mengembangkan ide dan menyusun teks analytical

    exposition menjadi lebih terorganisasi. Disamping itu, penggunaan strategi ini

    mempermudah guru mengajarkan teks analytical exposition.

    Perbedaan jurnal Rumanda dan Al-Hafizh (2014) dengan penelitian ini

    terdapat pada subjek penelitian dan objek yang dikaji. Apabila jurnal Rumanda

    dan Al-Hafizh (2014) memfokuskan pada siswa SMA, penelitian ini

    memfokuskan pada mahasiswa S1. Begitu pula pada objek yang dikaji pada jurnal

    Rumanda dan Al-Hafizh (2014) memiliki perbedaan dengan objek penelitian ini

    walaupun sama-sama pada bidang menulis. Jurnal Rumanda dan Al-Hafizh (2014)

    memilih teks analytical exposition untuk diteliti sedangkan pada penelitian ini

    teks argumentatif.

    Rujukan selanjutnya adalah jurnal internasional Fahim dan Hashtroodi

    (2012) dengan judul The Effect of Critical Thinking on Developing Argumentative

    Essays by Iranian EFL University Students yang meneliti pada objek kajian

    kemampuan menulis teks argumentatif dengan menggunakan teknik berpikir kritis

    pada tingkat universitas. Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang

  • 11

    dilakukan oleh peneliti kali ini adalah pada objek kajiannya, yaitu kemampuan

    menulis pada jenis argumentatif. Selain itu, subjek penelitian yang telah dipilih

    oleh Fahim dan Hashtroodi (2012) juga memiliki level yang sama dengan subjek

    penelitian yang akan dilakukan kali ini, yaitu pada level universitas. Perbedaan

    penelitian yang telah dilakukan oleh Fahimdan Hashtroodi dengan penelitian kali

    ini terletak pada teknik yang dipergunakan oleh Fahim dan Hashtroodi

    menggunakan Critical Thinking atau berpikir kritis yang telah dikembangkan

    sejak tahun 1980an. Berpikir kritis berkonsep pada skill, proses, prosedur, ataupun

    pelatihan. Oleh karena itu, berpikir kritis bisa ditingkatkan dengan pelatihan

    karena terkait dengan skill.Berdasarkan hasil perhitungan statistik, berpikir kritis

    ternyata tidak dapat mengembangkan penulisan esai argumentatif pada mahasiswa

    EFL universitas Iran.

    Jurnal yang menjadi rujukan berikutnya pada penelitian ini adalah

    jurnal penelitian oleh Fahim dan Mirzaii (2013) berjudul Improving EFL

    Argumentative Writing: A Dialogic Critical Thinking Approach. Relevansi

    penelitian Fahim dan Mirzaii dengan penelitian kali ini juga terdapat pada objek

    dan subjek penelitian, yakni pada kemampuan menulis jenis argumentatif pada

    level universitas. Perbedaanya terdapat pada pendekatan yang dipilih yaitu

    menggunakan Dialogic Critical Thinking Approach. Pelaksanaanya adalah

    dengan mengikutsertakan pembelajar dalam dialog. Hal ini memungkinkan

    pembelajar untuk melihat dari perspektif orang lain. Tes dilakukan dua (2) kali

    untuk menentukan homogenits dan untuk keperluan pretes dan postes. Peserta

    didik Institusi Kish Science and Technology disaring untuk memperoleh peserta

  • 12

    studi yang diperlukan.Sampel peserta ini dibagi menjadi dua grup. Hasil

    penelitian ini menunjukkan bahwa Dialogic Critical Thinking Approachpada

    umumnya berpotensi untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara kritis, dan

    secara khusus menjelaskan kemampuan menulis teks argumentatif.

    Penelitian peningkatkan kemampuan menulis teks argumentatif telah

    dilakukan oleh Rizana, dkk (2012) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Strategi

    Konstruktivisme terhadap Keterampilan Menulis Karangan Argumentasidengan

    menggunakan strategi konstruktivisme. Penelitian ini dilakukan mengingat

    banyaknya siswa yang tidak memiliki ketertarikan dalam menulis. Padahal,

    dengan menulis teks argumentatif, cara penalaran seseorang dapat dilihat.

    Penelitian ini mengungkapkan bahwa langkah-langkah menyusun teks

    argumentatif yang dilakukan oleh siswa SMA dilaksanakan dengan cara: (1)

    mengumpulkan data dan fakta, (2) menentukan sikap dan posisi penulis teks, (3)

    mengatakan pada bagian awal atau pengantar tentang sikap penulis teks dengan

    paragraf singkat dan jelas, (4) mengembangkan penalaran penulis teks dengan

    urutan dan kaitan yang jelas, (5) menghindari penggunaan istilah yang

    menimbulkan prasangka atau melemahkan argumentatif, dan (6) sebagai penulis

    harus menempatkan secara tepat titik ketidakpaksaan yang akan

    diargumentatifkan.

    Berdasarkan beberapa pernyataan siswa pada penelitian ini disebutkan

    bahwa siswa kesulitan menemukan ide untuk dikembangkan dalam bentuk

    tulisan.Siswa tidak mampu menggunakan kata yang tepat dan merangkai kata-kata

  • 13

    untuk meyakinkan pembaca. Kurangnya teknik yang dipergunakan oleh guru juga

    menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam menulis.

    Penelitian akhirnya dilakukan dengan menerapkan strategi

    konstruktivisme pada siswa SMA kelas X. Strategi yang ditetapkan pada

    penelitian ini adalah strategi konstruktivisme dengan metode ekpserimen yang

    didasarkan pada teori konstruktivisme. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas

    X SMA Negeri 1 Lubuk Sikaping pada tahun pelajaran 2011/2012. Pada

    penelitian ini, keterampilan siswa dalam menulis teks dilihat berdasarkan tiga

    indikator yaitu keterampilan berpikir kritis dan logis, keterampilan

    mengemukakan fakta yang dapat diuji kebenarannya, dan keterampilan mengajak

    dan memengaruhi orang lain.

    Penggunaan strategi konstruktivisme berpengaruh positif pada hasil

    karangan siswa, yakni terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan

    kelas perlakuan pada ketiga indikator. Pada indikator hasil berpikir kritis dan

    logis, penggunaan strategi konstruktivisme berhasil memenuhi indikator dan

    meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis teks. Pada indikator bertolak

    dari fakta yang dapat diuji kebenarannya penggunaan strategi konstruktivisme

    juga berhasil memenuhi indikator tersebut untuk meningkatkan keterampilan

    siswa dalam menulis teks. Pada indikator ketiga, yaitu bersifat mengajak dan

    memengaruhi orang lain, strategi ini juga berhasil meningkatkan keterampilan

    siswa berdasarkan indikator tersebut dalam menulis teks argumentatif.

    Berdasarkan hasil perolehan nilai siswa pada penelitian tersebut, strategi

    konstruktivisme ternyata mampu meningkatkan keterampilan menulis teks

  • 14

    argumentatif pada siswa yaitu untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan siswa

    melalui asimilasi dan akomodasi.

    Penelitian yang telah dilakukan oleh Rizana dkk .(2012) ini memiliki

    keterkaitan dalam segi teori dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.

    Penelitian yang dilaksanakan oleh Rizana dkk. Pada tahun 2012 menggunakan

    teori konstruktivisme, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan kali ini.

    Akan tetapi, perbedaannya terletak pada penggunaan strategi. Strategi yang

    dipergunakan pada penelitian yang dilakukan Rizana dkk.(2012) menggunakan

    strategi konstruktivisme, sedangkan penelitian kali ini menggunakan strategi

    WWH (What-Why-How). Penelitian yang dilakukan Rizana dkk memfokuskan

    pada pengembangan ketiga indikator yang telah ditentukan untuk melihat

    keberhasilan siswa dalam menulis teks. Pada penelitian kali ini, selain melihat

    pemenuhan indikator, juga akandianalisis penggunaan koherensi pada hasil

    karangan teks argumentatif. Penelitian kali ini berbeda pada subjek yang diteliti

    yaitu pada tingkat sekolah tinggi.

    Wahyudin (2012) dengan judul penelitiannya Pembelajaran Menulis

    Paragraf Argumentasi dengan Menggunakan Model Problem Solving (Studi

    Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA PGRI Cipeundeuy) telah melakukan

    penelitian dengan metode eksperimen semu pada siswa kelas X SMA dengan

    menggunakan model pembelajaran Problem Solving. Penelitian dilakukan untuk

    melihat pengaruh penggunaan model Problem Solving sebelum dan sesudah

    diterapkan pada proses pembelajaran pada dua kelompok, yakni kelompok

    eksperimen (diberi perlakuan) dan kelompok pembanding (tidak diberi

  • 15

    perlakuan). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wahyudin (2012) objek yang

    diteliti adalah ranah keterampilan menulis teks argumentasi pada mata pelajaran

    Bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini, model pembelajaran Problem Solving

    diterapkan dengan menyajikan materi kepada siswa dengan adanya persoalan

    yang harus diselesaikan oleh siswa untuk dapat mencapai tujuan belajar.

    Penggunaan Problem Solving dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: kegiatan

    prainstruksional (pengkondisian kesiapan belajar dan memotivasi belajar siswa),

    kegiatan instruksional (berupa kegiatan yang dimulai dari guru menyiapkan

    bahan-bahan sebagai sumber pengidentifikasian masalah hingga siswa mengambil

    kesimpulan tentang jawaban pemecahan masalah), dan evaluasi (pemberian saran

    oleh guru atas kegiatan yang telah dilaksanakan, memeriksa dan memberi

    penilaian kepada hasil kerja siswa).

    Hasil penelitian yang dilakukan Wahyudin (2012) menunjukkan bahwa,

    kelompok eksperimen dan kelompok pembanding memiliki kemampuan awal

    yang seimbang dalam menulis paragraf argumentasi pada hasil pretes.Setelah

    postes dilaksanakan, disimpulkan bahwa kelompok eksperimen yang memperoleh

    perlakuan memiliki kemampuan menulis paragraf argumentasi yang baik

    dibandingkan dengan kelompok pembanding. Hal ini membuktikan bahwa

    penggunaan Problem Solving efektif dalam meningkatkan kemampuan menulis

    paragraf argumentasi siswa.

    Korelasi penelitian yang dilakukan oleh Wahyudin (2012) dengan

    penelitian yang dilakukan kali ini adalah adanya persamaan metode penelitian

    yaitu sama-sama menggunakan model penelitian eksperimental dan objek kajian

  • 16

    menulis teks argumentatif. Walaupun demikian, ada perbedaan pada penelitian

    Wahyudin dibandingkan dengan penelitian kali ini yaitu, penelitian yang

    dilakukan oleh Wahyudin menggunakan eksperimen semu, sedangkan penelitian

    yang dilaksanakan kali ini menggunakan penelitian Subject Random Design

    Pretest-Postest Group. Ada juga kesamaan lainnya, berupa sama-sama mengkaji

    keterampilan menulis teks argumentatif. Hal lainyang membedakan terdapat pada

    mata pelajaran yang diteliti pada penelitian yang dilaksanakan oleh Wahyudin

    (2012) merupakan mata pelajaran Bahasa Indonesia, sedangkan pada penelitian

    kali ini adalah Bahasa Inggris. Jenjang yang ditempuh oleh subjek penelitian pada

    penelitian yang dilaksanakan oleh Wahyudin (2012) merupakan siswa SMA,

    sedangkan pada penelitian yang dilaksanakan kali ini adalah tingkat perguruan

    tinggi.

    Pada tahun 2008, Setiyaningsih menulis penelitiannya dengan

    judulPeningkatan Kemampuan Menulis Argumentatif dan Keterampilan Berpikir

    Kritis Berbahasa Indonesia Mahasiswa melalui Model Pembelajaran

    Berdasarkan Logika Toulmin, melakukan penelitian eksperimental terhadap

    kemampuan menulis tes argumentatif mahasiswa Sanata Dharma menggunakan

    penerapan model pembelajaran berdasarkan logika Toulmin. Selain pada

    peningkatankemampuan menulis teks argumentatif mahasiswa, Setiyaningsih juga

    mengkaji peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Penelitiannya

    difokuskan pada kemampuan berbahasa Indonesia.

    Fokus penelitian ini adalah pengembangan argumen pada teks dengan

    menggunakan enam elemen argumen Toulmin yaitu: (1) pernyataan posisi

  • 17

    (claim), (2) data (grounds), (3) jaminan (warrants), (4) pendukung (backing), (5)

    keterangan modalitas (modal qualifier), dan (6) kondisi pengecualian (possible

    rebuttal) (Toulmin, dkk., 1979: 25) dalam Setiyaningsih 2008: 99). Pemilihan

    logika Toulmin karena teori ini dianggap mampu mengembangkan alasan secara

    mendalam sehingga mampu membantu mahasiswa dalam menulis teks

    argumentatif.

    Aspek berpikir kritis yang dipilih pada penulisan teks argumentatif

    yang dipilih adalah mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Facione yang

    mencakup keterampilan interpretasi (interpretation), analisis (analysis), evaluasi

    (evaluation), inferensi (inference), eksplanasi (explanation), regulasi diri (self-

    regulation) (dalam Setiyaningsih, 2008: 99). Aktivitas mental berpikir kritis

    sekalipun merupakan aktivitas mental yang tidak tampak tetapi, dapat diukur

    melalui aktivitas seperti berbicara dan menulis. Keterampilan menulis sendiri

    merupakan keterampilan yang tak terpisahkan dengan kegiatan berpikir (dalam

    Setiyaningsih, 2008: 99).

    Model pembelajaran yang dipergunakan pada penelitian Setiyaningsih

    adalah model pembelajaran inkuiri jurisprudensial (jurisprudential inquiry) yang

    diciptakan oleh Donald Oliver dan James P. Schaver pada tahun 1966/1974 (Joice

    dan Weil, 1996: 110 pada Setiyaningsih, 2008).Pemilihan model ini dianggap

    sesuai dengan teori argumen Toulmin dan teori keterampilan berpikir kritis.

    Model pembelajaran ini menekankan pada aspek sasaran isi dan proses yang

    kedua-duanya merupakan fokus pencapaian pembelajaran.

  • 18

    Hasil yang diperoleh pada tes awal dikemukakan bahwa komponen

    pendahuluan tulisan argumentatif subjek penelitian termasuk dalam kategori

    kurang dan sangat kurang.Padahal bagian pendahuluan merupakan bagian penting

    yang harus dikemukakan untuk selanjutnya menentukan fokus bagian isi yang

    akan disampaikan.

    Pada penerapan pembelajaran dengan menggunakan logika Toulmin

    pada tahap 1, 2, dan 3, peningkatan kemampuan mengungkapkan gagasan

    argumentatif cenderung meningkat.Hal ini dapat dilihat pada tes akhir yang

    menunjukkan angka peningkatan.

    Keterampilan membaca untuk memahami dan menilai informasi yang

    termasuk fakta dan opini, serta alasan-alasan, memberikan dasar bagi

    keterampilan menulis argumentatif.Selain itu, perbedaan topik ikut menentukan

    tingkat kesulitan (Setiyaningsih, 2008: 102).

    Subjek perlu untuk memilah informasi ataupun alasan yang akan

    dipergunakannya dalam mendukung topik yang dibawakan dalam teks

    argumentatif. Hal ini dikarenakan pemilihan informasi dan alasan yang tepat dapat

    membantu memperkuat tesisnya.Topik tertentu yang lebih umum dijumpai

    cenderung mempermudah subjek dalam menulis teks argumentatif.

    Komponen bahasa yang terdapat pada teks argumentatif dalam

    penelitian ini meliputi kelengkapan unsur kalimat, pilihan kata dan ejaan, serta

    koherensi antar kalimat.Dalam penelitian ini, kesalahan yang umum terjadi adalah

    mengenai kelengkapan unsur kalimat, seperti kalimat hanya terdiri atas klausa

    anak (Setiyaningsih, 2008: 102).

  • 19

    Pada akhir penelitian ini ditemukan beberapa temuan, yaitu peningkatan

    elemen pendukung pada teks argumentatif, peningkatan elemen argumen

    Toulmin, penerapan aktivitas regulasi diri.Relevansi penelitian yang dilakukan

    oleh Setiyaningsih (2008) dengan penelitian yang dilakukan kali ini adalah adanya

    kesamaan subjek dan objek penelitian yaitu pada subjek jenjang mahasiswa dan

    pada objek keterampilan menulis teks argumentatif. Perbedaannya adalah jika

    pada penelitian yang dilakukan oleh Setiyaningsih menggunakan elemen

    argument Toulmin yang mengutamakan (1) pernyataan posisi (claim), (2) data

    (grounds), (3) jaminan (warrants), (4) pendukung (backing), (5) keterangan

    modalitas (modal qualifier), dan (6) kondisi pengecualian (possible rebuttal)

    (Toulmin, dkk., 1979: 25) dalam Setiyaningsih 2008: 99), maka pada penelitian

    yang dilaksanakan kali ini menggunakan WWH. Selain meningkatkan

    keterampilan menulis teks argumentatif, penelitian kali ini adalah membahas

    tentang penggunaan persesuaian yang akan dipergunakan dalam teks argumentatif

    oleh subjek. Pembahasan penggunaan persesuaian ini bertujuan untuk melihat

    gambaran secara umum penggunaan persesuaian oleh subjek pada teks

    argumentatif.

    Penelitian dilaksanakan oleh Tanjung (2013) dengan judul Hubungan

    Penguasaan Kohesi dan Koherensi dengan Kemampuan Memahami Wacana oleh

    Siswa KelasIX Sma Islam Terpadu al-Ulum Medan Tahun Pembelajaran

    2012/2013.Populasi penelitian berjumlah 119 siswa.Penelitian ini merupakan

    penelitian eksperimen dengan sampel sebanyak 25% atau sejumlah 10 orang

    siswa dari jumlah populasi dengan teknik pengambilan sampel secara

  • 20

    random.Kemudian masing-masing kelas akan dipilih sampel sebanyak 10 orang

    secara random.

    Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan penguasaan kohesi

    dan koherensi dengan kemampuan memahami wacana siswa.Data penelitian

    berupa deskripsi data penguasaan kohesi dan koherensi sebagai variable (X) dan

    data kemampuan memahami wacana argumentasi sebagai variable (Y).Hasil

    penelitian menunjukkan, bahwaada hubungan penguasaan kohesi dan koherensi

    dengan kemampuan memahami wacana.

    Keserupaan penelitian yang telah dilakukan oleh Tanjung (2013)

    dengan penelitian yang dilakukan kali ini adalah sama-sama merupakan penelitian

    eksperimen dengan ranah wacana argumentasi. Perbedaannya adalah pada subjek

    penelitian yang digunakan oleh Tanjung adalah tingkat SMA dan Tanjung tidak

    menggunakan strategi WWH seperti yang digunakan pada penelitian kali ini.

    Perbedaan lainnya adalah pada keterampilan yang dikaji. Objek keterampilan

    penelitian kali ini adalah kemampuan menulis, hal ini berbeda dengan bidang

    kajian Tanjung yang berupa kemampuan memahami wacana. Pada penelitian kali

    ini, baik kohesi maupun koherensi dipergunakan dalam menilai kemampuan

    menulis mahasiswa. Akan tetapi, hal yang menjadi sorotan dikhususkan pada

    koherensi terkait dengan strategi yang akan digunakan dalam menulis, di samping

    pendukung keselarasan wacana yaitu kohesi. Deskripsi koherensi yang

    ditampilkan pada penelitian ini menentukan keberhasilan penggunaan strategi

    WWH.

  • 21

    2.2 Konsep

    Dalam penelitian kali ini, digunakan beberapa konsep seperti strategi

    pembelajaran, teks, menulis, dan argumentatif. Berikut ini, akan disajikan

    beberapa konsep dimaksud.

    2.2.1 Strategi Menulis

    Strategi menulis menurut Collins (2008) adalah alat yang digunakan

    penulis untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia juga berpendapat bahwa penulis yang

    sukses menggunakan prosedur mental untuk mengontrol produksi tulisan.

    Prosedur mental inilah yang disebut strategi menulis. Strategi menulis berfokus

    pada cara berpikir dalam menulis. Bentuk strategi menulis terdiri atas banyak

    bentuk. Bisa berupa rencana formal dari guru, atau bisa berupa sesuatu yang

    berupa semacam trik (Collins: 2008). Hal ini dapat diartikan bahwa strategi

    menulis merupakan alat atau prosedur mental yang digunakan oleh penulis dalam

    menyampaikan idenya baik berupa rencana formal yang diberikan oleh guru

    maupun trik.

    Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan, bahwa strategi belajar dengan

    WWH yang diterapkan pada mahasiswa STIBA Saraswati, Denpasar adalah

    prosedur mental untuk membantu memudahkan mereka dalam memecahkan

    masalah yaitu menyampaikan argumen dalam proses pembelajarannya agar tujuan

    pembelajaran dapat tercapai secara efisien. Tujuan penggunaan strategi ini adalah

    untuk pembelajaran yang lebih efektif. Jadi, bisa disimpulkan strategi menulis

    disini merupakan alat untuk pengaplikasian metode PBL dalam menulis teks.

  • 22

    2.2.2 Teks

    Istilah teks yang dipergunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan

    konsep teks itu sendiri yang dikutip dari beberapa sumber. Kutipan pertama dari

    SIL Internasional dan kutipan kedua dari Simon dan Delyse Ryan (2003). Dalam

    sebuah artikel berjudul What is a Text? dari SIL International (2003), diperoleh

    pernyataan sebagai berikut.

    A text is a sequence of paragraphs that represents an extended unit of

    speech.

    Dapat dilihat di dalam hal ini bahwa, teks terdiri atas paragraf-paragraf

    yang saling berkelanjutan, yang merepresentasikan ujaran.Berdasarkan kutipan di

    atas dapat disimpulkan bahwa teks terdiri atas beberapa paragraf yang dibuat

    dengan alur berkelanjutan untuk merepresentasikan ujaran tertentu.

    Simon dan Delyse Ryandalam artikelnya yang berjudul What is a

    text? mengemukakan bahwa, untuk sesuatu dapat disebut sebagai text

    penggunaan kata, frasa, baris dan kalimat bukan karena seseorang yang

    menggunakannya karena adanya kesempatan, melainkan atas tujuan tertentu.

    Simon dan Ryan juga mengemukakan bahwa penggunaan teks lebih mengacu

    pada interpretasi.

    Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa teks

    adalah serangkaian kata, frasa, kalimat ataupun paragraf saling berkaitan dan

    berkelanjutan yang dibuat dengan tujuan tertentu oleh penulis teks.Teks juga

    menampilkan sudut pandang tertentu untuk menyampaikan isu yang ingin

    disampaikan penulis teks.

  • 23

    2.2.3 Menulis

    Berikut adalah istilah menulis yang dikemukakan oleh Ager (2014)

    yang menyatakan sebagai berikut.

    Writing is a method of representing language in visual or tactile form.

    Writing systems use sets of symbols to represent the sounds of speech,

    and may also have symbols for such things as punctuation and

    numerals.

    Ager, mengemukakan bahwa menulis adalah metode dalam

    merepresentasikan bahasa dalam bentuk visual dan taktil.Maksud dari taktil di sini

    berkenaan dengan alat peraba.

    Berdasarkan pernyataan Ager di atas, disebutkan bahwa menulis

    merupakan cara seseorang dalam menyampaikan bahasa yang dapat dilihat dan

    diraba. Oleh karena itu, istilah keterampilan menulis kali ini apabila dihubungkan

    dengan makna pernyataan Ager tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

    keterampilan menulis yang akan dipelajari oleh subjek di dalam penelitian kali ini

    merupakan keterampilan yang dipelajari untuk merepresentasikan bahasa yang

    dapat dilihat dan diraba.

    2.2.4 Argumentatif

    Argumen diperlukan untuk menghadapi situasi di masyarakat untuk

    memecahkan permasalahan sosial. Kata argue dalam bahasa Inggris berarti

    menampilkan sesuatu beserta dengan bukti-bukti untuk memengaruhi orang

    lain.Sesuatu yang berupa pesan yang ingin seseorang sampaikan akan disertai oleh

    bukti dengan tujuan menunjang pendapat utama yang ingin disampaikan. Bukti-

    bukti atau contoh-contoh merupakan dasar empiris seseorang tersebut dalam

  • 24

    menghasilkan sebuah karya ilmiah.Selanjutnya, Ozagac (2004) juga memberikan

    pernyataan terkait teks argumentatif sebagai berikut.

    In this kind of essay, we not only give information but also present an

    argument with the PROS (supporting ideas) and CONS (opposing

    ideas) of an argumentative issue.

    Ozagac menyatakan, bahwa dalam pemberian informasi berupa teks

    argumentatif juga disertai argumen baik itu argumen pendukung (PRO) maupun

    argumen penyanggah (CON).Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan

    bahwa argumentatif merupakan informasi yang disertai argumen untuk keperluan

    memecahkan masalah yang disertai dengan bukti-bukti untuk memengaruhi orang

    lain. Struktur teks argumentatif terdiri atas : tesis, ide pendukung/ ide penentang

    disertai sanggahan, dan simpulan. Penjelasan lebih lanjut mengenai organisasi

    teks argumentatifakan disajikan pada bagian lampiran materi argumentatif.

    Terkait dengan jenis teks yang dikaji pada penelitian ini, yaitu teks

    argumentatif, maka peneliti menyimpulkan penggunaan istilah teks argumentatif

    adalah teks yang berisikan tidak hanya sekadar informasi tetapi juga berisikan

    argumen dalam menghadapi isu tertentu yang menjadi tujuan penulis teks

    berdasarkan sudut pandang penulis teks.

    Hipotesis awal yang diusulkan,memberikan interpretasi terhadap

    todengan prosedur sebagai berikut.

    a) Merumuskan Hipotesis alternatifnya (H1): Ada (terdapat) perbedaan

    Mean yang signifikan antara Variabel X (grup eksperimen) dan

    Variabel Y (grup kontrol).

  • 25

    b) Merumuskan Hipotesis nihilnya (Ho) Tidak ada (tidak terdapat)

    perbedaan Mean yang signifikan antara Variabel X (grup eksperimen)

    dan Variabel Y (grup kontrol).

    2.3 Landasan Teori

    Landasan teori digunakan sebagai alat bedah dalam penelitian

    ini.Beberapa teori telah disiapkan untuk penelitian ini. Dalam subbab berikut

    ini, akan disajikan teori-teori yang dijadikan sebagai landasan dalam

    penelitian ini.

    2.3.1 Teori Konstruktivisme

    Penelitian ini menggunakan teori konstruktivisme sebagai teori utama

    dalam penelitian ini karena teori ini merupakan teori yang meyakini adanya

    pengonstruksian pengetahuan dalam diri anak. Teori ini menjadi landasan

    pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pendekatan konstruktivisme.

    Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang

    lebih menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru

    yang dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada

    pengetahuan (Emanuel: 2008).

    Berdasarkan teorinya, konstruktivisme menghasilkan berbagai metode

    yang dikembangkan untuk pembelajaran. Pada penelitian ini metode yang dipilih

    adalah metode PBL. Dalam melaksanakan metode PBL digunakan strategi

    menulis yang merupakan strategi WWH. Perkembangan pengetahuan ini tampak

    dalam hasil pretes dan postes.

  • 26

    Penerapan teori konstruktivisme pada proses belajar mengajar dapat

    mengarahkan penelitian ini terutama dalam kegiatan pembelajaran oleh

    mahasiswa dengan penerapan Stategi WWH. Arah penelitian ini adalah pada

    pengembangan aspek konstruktivisme mahasiswa dalam proses pembelajaran

    keterampilan menulis, khususnya menulis teks argumentatif. Teori ini kemudian

    mendasari penerapan Strategi WWH yang digunakan dalam penelitian ini.

    Dalam penelitian yang dilakukan, Pengonstruksian pengetahuan dalam

    segi kognitif pembelajar menentukan pengembangan argumen-argumen yang

    diperlukan dalam membuat teks argumentatif. Teori konstruktivisme Piaget

    (1965) meyakini adanya pengonstruksian blok-blok pengetahuan dalam segi

    kognitif anak yang berkembang berdasarkan pengalamannya sendiri.

    Berdasarkan uraian diatas peneliti memilih teori konstruktivisme Piaget,

    yang memfokuskan pada adanya tahap akomodasi dan asimilasi yang terjadi

    dengan adanya interaksi dengan pengalaman dan pengorganisasian asimilasi serta

    adanya ekuilibrium yang merupakan adaptasi yang terjadi diantara tahap-tahap

    akomodasi dan asimilasi. Proses pengonstruksian pengetahuan berdasarkan teori

    Piaget digunakan sebagai dasar pada saat pengimplementasian strategi pada grup

    eksperimen.

    Penerapan teori Piaget digunakan untuk melihat adanya progres pada

    kemampuan menulis mahasiswa berdasarkan atas pengalaman atau fakta yang

    ditemukan untuk membantu mengembangkan argumen dalam teks argumentatif.

    Pada saat tahap akomodasi yang terjadi dalam interaksi mahasiswa dalam

    pengalamannya serta pengorganisasian asimilasi, mahasiswa akan merekam kedua

  • 27

    tahap ini untuk mengembangkan argumen yang ia perlukan. Pada tahap ekuilibrasi

    mahasiswa dihadapkan dengan adanya fakta baru yang bertentangan dengan fakta

    yang selama ini ditemuinya.Dengan konsep yang telah dikumpulkan, mahasiswa

    dapat mengembangkan argumen-argumen baru berdasarkan fakta baru yang

    ditemui.

    Untuk memperjelas teori konstruktivisme akan diuraikan berdasarkan

    latar belakangnya secara umum. Istilah konstruktivisme, dimulai oleh para filosof

    kognitif pada tahun 1710 (Rizana dkk.: 2012).Teori ini berkembang seiring

    dengan perkembangan yang dilakukan oleh peneliti lainnya dibidang

    serupa.Vygotsky pada Interaction Between Learning and Development dalam

    Mind and Society (1978) misalnya,telah mengaitkan adanya hubungan interaksi

    sosial dan pengonstruksian pengetahuan dalam segi kognitif anak. Akan tetapi,

    dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori yang diyakini oleh Piaget sebagai

    pengonstruksian pengetahuan dalam segi kognitif anak berdasarkan pengalaman

    yang diperoleh seiring dengan kematangan biologisnya.

    Teori konstruktivisme memiliki latar belakang sejarah yang cukup

    lama.Berawal dari perbincangan Socrates dan pengikutnya dalam karya Plato

    yang kemudian disebut sebagai Socrates Learning Method yang diidentifikasikan

    sebagai asal dari inquiry-based learning.Dalam hal ini, inquiry-based learning

    merupakan salah satu pendekatan pendidikan konstruktivis (Lam, 2011: 4).

    Kanz (1999: 7) menjabarkan bahwa metode pembelajaran dari Socrates

    ternyata diakui serta dianjurkan oleh Immanuel Kant (1724-1804) dengan

    menyatakan bahwa pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan

  • 28

    kemampuan berpikir dapat tercapai dengan baik apabila menggunakan metode

    pembelajaran Socrates tersebut.Ia menganjurkan bahwa pendidikan di masa depan

    sebaiknya berdasarkan metode Socrates. Dalam pernyataannya, Kant menyatakan

    bahwa walaupun anak tidak bisa memeroleh pemahaman tanpa bantuan eksternal,

    tetapi harus disadari juga bahwa pemahaman seharusnya dimunculkan dari diri

    anak tersebut.

    Pada awal abad 20, John Dewey (1859-1952) mengembangkan teori

    perkembangan dan edukasi anak.Ia menyatakan bahwa pendidikan harus

    didasarkan pada pengalaman nyata. Menurut Dewey, konten pengalaman anak

    lebih penting dibandingkan dengan bahan subjek kurikulum (ltanr, 2012:

    201).Pandangan filosofi Dewey, ini kemudian mengalami perkembangan yang

    diikuti oleh Jean Piaget, Lev Vygotsky, Carl Rogers, dan Abraham Maslow

    (ltanr, 2012: 199).

    Jean Piaget (1896-1980) meyakini bahwa setiap individu terlahir

    dengan kemampuan untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan.Refleks ini

    kemudian berganti dengan skema mental yang terkonstruksi yang memungkinkan

    mereka berinteraksi ataupun beradaptasi dengan lingkungan.Akomodasi adalah

    tekanan dari lingkungan, sedangkan adaptasi dapat dikatakan sebagai ekuilibrium

    asimilasi dan akomodasi (Piaget, 1965: 6).Pada mulanya teori ini dikembangkan

    dengan merespons permasalahan yang muncul dalam hubungannya dengan reaksi

    pertanyaan: Bagaimanakah sensorimotor, postural (sikap), dan reaksi lain melekat

    pada perlengkapan bayi baru lahir, mempersiapkannya untuk beradaptasi sendiri

  • 29

    terhadap lingkungan eksternal dan memperoleh suburutan perilaku terlepas dari

    perkembangan pengalamannya? (Piaget, 1965: 24).

    Berdasarkan pertanyaan yang diajukan tersebut, seorang anak yang

    belum pernah memperoleh pengalaman karena ia baru saja mengenal lingkungan

    ternyata memilki perlengkapan sendiri untuk dapat beradaptasi dengan

    lingkungannya yang menimbulkan perilaku berurutan. Perilaku ini berdasarkan

    atas pengonstruksian pengetahuan dalam segi kognitif anak yang dimunculkan

    dalam tahap-tahap berkelanjutan. Dalam hal adaptasi refleks, akomodasi

    semestinya dipertimbangkan, dan akomodasi tidak dapat dipisahkan dari progres

    asimilasi, yang melekat pada refleks anak (Piaget, 1965: 32).Dalam

    menginterpretasikan penggeneralisasian asimilasi tersebut terdapat skema pada

    diri anak yang merupakan pergerakan koordinatif anak yang disertai adanya

    kesiagaan anak.Berdasarkan fakta, skema berupa pengulangan dan penggunaan

    bukan semata-mata merupakan refleks anak atas stimulus, eksternal ataupun

    internal, tetapi berfungsi sebagaimana seharusnya untuk keperluan dirinya (Piaget,

    1965: 35).

    Adaptasi tersebut kemudian terjadi melalui proses asimilasi dan

    akomodasi yang merupakan elemen penting dari konstruktivisme modern (Lutz &

    Huitt, 2004: 2). Selain hal-hal yang dijabarkan di atas, Piaget (dalam ltanr,

    2012: 207) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi melalui proses konstruksi

    makna bukan melalui penerimaan pasif.

    Akomodasi terjadi bukan hanya disebabkanoleh penerimaan terlebih

    dahulu sesuatu dari lingkungan, melainkan juga karena mekanisme refleks yang

  • 30

    memerlukan lingkungan, sedangkan asimilasi terjadi berdasarkan fungsinya,

    persesuaiannya dengan objek yang tersedia baik yang ia butuhkan ataupun yang

    tidak (Piaget, 1965: 41). Akomodasi bekerja dengan pemilahan skema yang ada

    dan pemasukan elemen sensorimotor baru yang telah siap terbentuk (Piaget, 1965:

    139).Interaksi akomodasi dan pengalaman dan pengorganisasian asimilasi

    membuat hal seperti menyediakan jawaban pada pertanyaan yang krusial dari

    setiap teori intelejensi mengenai cara perpaduan dari pengonstruksian intelektual

    dengan progresnya dapat dijelaskan (Piaget, 1965: 416).

    Teori konstruktivisme Piaget ini mencakup proses seseorang

    membangun pengetahuan dan mencari makna dari apa yang telah ia pelajari sesuai

    dengan pengalamannya.Terdapat tiga komponen dasar teori konstruktivisme

    Piaget, yaitu sebagai berikut.

    1. Skema (schemas)yaitu pembangunan blok-blok pengetahuan

    Piaget (1952) (dalam McLeod: 2009) mendefinisikan skema sebagai 'a

    cohesive, repeatable action sequence possessing component actions that are

    tightly interconnected and governed by a core meaning'. Sebagaimana seorang

    anak mengalami perkembangan proses mental, ia mengalami peningkatan jumlah

    dan kekompleksan skema. Perkembangan ini disebut tahap ekuilibrium atau tahap

    penyeimbangan mental. Pengertian skema sendiri adalah representasi dari sesuatu

    yang dialami seorang anak untuk kemudian dimengerti dan digunakan olehnya

    saat ia memerlukan skema tersebut dalam menghadapi situasi tertentu.

    Pembangunan blok-blok pengetahuan seperti yang telah dikemukakan

    oleh McLeod, merupakan cara dalam mengorganisasikan pengetahuan.

  • 31

    Indeed, it is useful to think of schemas as units of knowledge, each

    relating to one aspect of the world, including objects, actions and

    abstract (i.e. theoretical) concepts.(McLeod, 2009).

    2. Ekuilibrasi, asimilasi, dan akomodasi

    Perkembangan intelektual merupakan proses adaptasi seorang anak.

    Proses ini terjadi melalui asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Tahap-tahap ini

    dapat dijelaskan sebagai berikut.

    a. Asimilasi

    Asimilasi merupakan tahap pada saat seorang anak menggunakan

    skema yang ia miliki untuk menghadapi situasi atau objek baru.

    b. Akomodasi

    Akomodasi merupakan tahap pada saat skema tidak cocok dengan

    situasi atau objek baru.

    c. Ekuilibrasi

    Ekuilibrasi merupakan penekanan yang menggerakkan perkembangan.

    Pada proses ini, ekuilibrium terjadi saat skema anak dapat menerima

    situasi atau objek baru tersebut dari lingkungannya. Akan tetapi, skema

    tidak selalu dapat cocok dengan situasi baru yang ditemukan anak

    (disekuilibrium).Tahap inilah yang disebut sebagai asimilasi.

    Ekuilibrasi merupakan penekanan yang terjadi pada anak pada saat ia

    harus menyeimbangkan segi konstruktivismenya dengan cara menerima dan

    menguasai pengetahuan baru yang ia temukan. Tahap ini kemudian disebut

    sebagai akomodasi.

  • 32

    Dalam proses pembelajaran, tahap asimilasi merupakan tahap

    mahasiswa menggunakan pengetahuan awal mengenai isu dari topik yang ia tulis

    (dalam thesis statement teks dan kolom what strategi WWH). Kemudian, tahap

    akomodasi adalah tahap adanya ketidaksamaan fakta dengan pengetahuan awal

    mahasiswa terhadap isu tersebut. Lalu, equilibrasi adalah tahap mahasiswa dapat

    mengakui isu dari topik yang ia tulis sebagai isu yang benar (dalam CON idea).

    Selanjutnya, adanya disekuilibrium atau tahap fakta baru ditemukan oleh

    mahasiswa dan berbeda dengan pengetahuan awal mahasiswa terhadap isu

    tersebut (dalam PRO idea dan kolom why strategi WWH). Tahap ini diikuti

    dengan asimilasi yaitu tahap pemberian contoh dan bukti yang memacu

    perkembangan pengetahuan mahasiswa terhadap pengetahuan awal isu (dalam

    kolom how tabel strategi WWH).

    3. Tahapan perkembangan (Stages of development)

    Tahap-tahap perkembangan terjadi pada saat seorang anak mulai

    mampu mengembangkan model dari dunia yang ia hadapi.

    2. 3. 2 Teori Belajar Konstruktivisme

    Walaupun pada mulanya Piaget tidak memfokuskan diri pada proses

    belajar-mengajar terkait dengan teorinya, banyak peneliti yang menemukan bahwa

    teori ini dapat berlaku pula pada proses berlajar-mengajar (McLeod, 2009).Dalam

    teori ini terdapat beberapa prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan tahapan-

    tahapan dalam segi kognitif anak yang didasarkan atas teori

    konstruktivisme.Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

  • 33

    a. Fokus pada proses pembelajaran, dibandingkan produk akhir (Focus on

    the process of learning, rather than the end product of it).

    b. Penggunaan metode aktif yang memerlukan penemuan kembali atau

    rekonstruksi fakta (Using active methods that require rediscovering or

    reconstructing "truths").

    c. Penggunaan pembelajaran kolaboratif, dan juga aktivitas individual

    sehingga anak-anak dapat saling belajar satu sama lain (Using

    collaborative, as well as individual activities, so children can learn from

    each other).

    d. Perencanaan situasi yang mempresentasikan permasalahan yang

    bermanfaat, dan menciptakan disekuilibrium untuk anak (Devising

    situations that present useful problems, and create disekuilibrium in the

    child).

    e. Evaluasi tahap perkembangan anak, sehingga tugas yang tepat dapat

    diberikan (Evaluate the level of the child's development, so suitable tasks

    can be set).

    (McLeod, 2009).

    Berdasarkan teori belajar konstruktivisme yang telah dikemukakan oleh

    Piaget di atas, teori ini dapat dikembangkan untuk keperluan belajar anak

    terutama terkait dengan penelitian yang dilakukan kali ini memerlukan metode

    aktif yang memerlukan pengonstruksian fakta untuk pembelajaran menulis teks

    argumentatif. Teori konstruktivisme kemudian menghasilkan beberapa metode

  • 34

    pembelajaran dan salah satunya adalah PBL. Berikutnya akan dibahas mengenai

    pengertian PBL.

    2. 3. 3 Problem Based Learning (PBL)

    Metode belajar Problem Based Learning (PBL) dipakai pada penelitian

    ini berdasarkan fungsinya yang dinilai sebagai metode yang memungkinkan

    pembelajar untuk lebih aktif dalam belajar dan mengeksplorasi pengetahuan

    dalam segi kognitif mereka. Metode ini membuat mahasiswa mengonstruksikan

    pengetahuan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki,

    mengidentifikasi fakta yang relevan dengan kasus yang mereka hadapi, dan

    mengidentifikasi isu pembelajaran. PBL memungkinkan pembelajar untuk

    menjawab Mengapa?, Apa maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar?

    yang dipergunakan dalam pembelajaran menulis teks argumentatif.

    Problem Based Learning (PBL) merupakan metode yang memayungi

    strategi yang dipergunakan dalam penelitian kali ini. PBL merupakan metode

    pembelajaran yang memungkinkan pembelajar untuk memecahkan masalah

    berdasarkan fakta untuk keperluan dalam proses pembelajaran.

    Menurut Savery dan Duffy (1995) terdapat relevansi teori

    konstruktivisme dan Problem Based Learning. Teori konstrutivisme mendasari

    filosofinya berdasarkan cara kita mengerti atau mengetahui, sehingga PBL akan

    mencoba membuat situasi belajar yang membuat pembelajar menjadi memahami

    suatu pengetahuan baru.

    Percobaan yang dilakukan Savery dan Duffy (1995), dilakukan dengan

    memberikan permasalahan pada siswa kemudian siswa ditugasi untuk

  • 35

    mendiskusikan permasalahan, memberikan hipotesis berdasarkan pengetahuan

    dan pengalaman yang mereka miliki, mengidentifikasi fakta yang relevan dengan

    kasus yang mereka hadapi, dan mengidentifikasi isu pembelajaran. Isu

    pembelajaran terkait dengan topik yang berpotensi memiliki keterkaitan dengan

    permasalahan dan bagian-bagian yang tidak dimengerti siswa.Siswa memberikan

    isu pembelajaran berdasarkan analisis permasalahan.

    Berdasarkan percobaan, Savery dan Duffy (1995) menyatakan bahwa

    pada tujuan pembelajaran desain lingkungan menstimulasikan dan memungkinkan

    siswa untuk berperilaku memecahkan masalah. Proses pemecahan masalah

    didesain untuk memandu siswa. Dalam pengembangan permasalahan terdapat dua

    panduan.Panduan yang pertama yaitu permasalahan harus memunculkan konsep

    dan prinsip-prinsip harus relevan dengan konten. Oleh karena itu, permasalahan

    harus dimulai dengan mengetahui konsep atau prinsip yang harus diketahui

    siswa. Kedua, yaitu permasalahan harus nyata.Pembelajar harus menerima

    permasalahan sebagai permasalahan sesungguhnya yang harus mereka pecahkan.

    Dalam perannya, fasilitator hanya menanyakan pertanyaan seperti Mengapa?,

    Apa maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar?.Fasilitator tidak

    menggunakan pengetahuannya tentang konten untuk menanyakan sesuatu yang

    mengarahkan siswa pada jawaban yang benar.

    Menurut Utecht (2003: 7), PBL yang merupakan pembelajaran yang

    bersifat self-directed (pembelajar mengatur arah pembelajaran) dan berdasarkan

    situasi nyata, pembelajar meningkatkan kepercayaan diri untuk memecahkan

    masalah yang kemungkinan akan mereka hadapi dalam keseharian mereka. PBL

  • 36

    membantu menunjukkan kepada pembelajar bahwa terdapat korelasi langsung

    antara permasalahan di sekolah dan di dunia luar sekolah.PBL juga membantu

    pembelajar dalam mengembangkan keterampilan berpikir analitis seperti berpikir

    kritis, penentuan permasalahan dan pemecahan masalah (Utecht, 2003: 8).

    Pembelajaran yang dilakukan dalam sistem berkelompok membantu pembelajar

    belajar berkomunikasi secara efektif dengan pembelajar lain. PBL tidak hanya

    membuat pembelajar menjadi aktif tetapi juga mengharuskan mereka untuk

    berperan aktif.

    Pengajar pertama-tama harus menentukan standar yang harus dipenuhi

    siswa pada akhir pembelajaran.Dengan demikian pengajar dapat menentukan dan

    mengembangkan permasalahan yang memungkinkan pembelajar memenuhi

    standar yang ditentukan.

    Berdasarkan uraian Savery dan Duffy dan Utecht di atas, Problem

    Based Learning merupakan metode yang merupakan payung yang menaungi

    strategi yang digunakan dalam penelitian kali ini. Problem Based Learning dinilai

    sangat memungkinkan pembelajar untuk memberikan hipotesis berdasarkan

    pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki, mengidentifikasi fakta yang

    relevan dengan kasus yang mereka hadapi, dan mengidentifikasi isu pembelajaran.

    Selain itu, PBL memungkinkan pembelajar untuk menjawab Mengapa?, Apa

    maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar? yang akan dipergunakan dalam

    pembelajaran menulis teks argumentatif. PBL kemudian diimplementasikan

    dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan berbagai cara, teknik,

    prosedur, atau taktik yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan PBL.

  • 37

    Salah satu alat yang digunakan dalam mengimplementasikan PBL dalam proses

    belajar mengajar adalah dengan menggunakan strategi WWH yang merupakan

    prosedur mental yang digunakan penulis dalam membuat teks. Berikut akan

    dijelaskan mengenai strategi WWH.

    2. 3. 4 Strategi What Why How (WWH)

    Strategi WWH merupakan strategi yang cocok dan sesuai dengan

    landasan teori konstruktivisme. Strategi ini memiliki tahapan-tahapan yang

    memungkinkan mahasiswa untuk mengeksplorasi pengetahuan dan diharapkan

    dapat membantu mahasiswa dalam pengembangan penulisan teks argumentatif.

    Penggunaan strategi ini memiliki keterkaitan yang erat dengan teori

    konstruktivisme yang dipercaya terjadi pada diri setiap anak. Dengan penerapan

    strategi ini setiap anak diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam membangun

    blok-blok pengetahuan, melakukan transisi pengetahuan, serta memungkinkan

    terjadinya perkembangan pada segi konstruktivisme mahasiswa pada proses

    pembelajaran menulis teks argumentatif.

    Strategi WWH mempunyai peranan penting pada penelitian ini. Strategi

    WWH merupakan salah satu alat yang digunakan dalam pelaksanaan metode

    PBL. Metode PBL sendiri merupakan metode yang dikembangkan berdasarkan

    pendekatan konstruktivisme. Kondisi ini terstruktur dalam strategi WWH yang

    mengharuskan pembelajar untuk membangun pengetahuan berdasarkan

    lingkungan untuk perekonstruksian ulang pengetahuan dalam ketiga tahap WWH

    (What, Why, dan How) sesuai teori konstruktivisme.Strategi ini juga

  • 38

    menghadirkan permasalahan yang harus dipecahkan oleh pembelajar dengan

    panduan ketiga tahapan WWH.

    Penggunaan strategi What Why How (WWH) pada penelitian ini

    dimaksudkan untuk mempermudah subjek penelitian ini dalam mempelajari

    keterampilan menulis khususnya menulis teks argumentatif. What Why How

    (WWH) is the strategy to express the important information (Peha, 2003: 20).

    Strategi ini merupakan cara yang dipakai penulis untuk menegaskan argumen-

    argumen yang ingin disampaikan berupa informasi penting. Strategi WWH

    dianggap dapat mendukung penelitian yang dilakukan dan menjadi strategi yang

    dapat diandalkan dalam proses pembelajaran dan pengajaran.

    Seperti yang telah dijelaskan oleh Peha, strategi WWH memiliki

    bagian-bagian yang memberdayakan siswa untuk memberikan dukungan atau

    bukti pada proses menulis mereka (Peha, 2003: 20). Strategi ini memiliki

    keterkaitan dengan penggunaan jenis teks yang dijadikan sebagai objek penelitian

    kali ini yaitu teks argumentatif yang memerlukan bukti dan dukungan dalam

    proses pembuatannya.

    Berikut ini akan disampaikan bagian-bagian strategi WWH yang akan

    dipergunakan pada penelitian ini.

    a. What: what do you think?

    Pengertian tahap ini adalah apa yang seseorang pikirkan. Pembelajar

    diharapkan dapat menuangkan apa yang ia pikirkan berupa

    pendapatnya. Bagian ini merupakan tahap awal dari strategi WWH.

  • 39

    Pada bagian ini pembelajar memberikan pendapat mereka, kemudian

    menetapkannya sebagai ide utama pada saat mereka menulis.

    b. Why: why do you think it?

    Pengertian tahap kedua ini adalah mengapa seseorang berpikir dengan

    pendapat yang telah ia sampaikan. Pada tahap ini mahasiswa

    menggunakan CON dan refutation atau dengan kata lain PRO dalam

    pattern 3. Pada bagian ini mahasiswa diharapkan dapat memberikan

    CON terhadap tesis mereka dan sanggahan terhadap CON

    (refutation/PRO). alasan mereka tentang pendapat mereka. Mereka

    akan mengeksplorasi skema yang mereka miliki.

    c. How: how do you know?

    Pengertian tahap ini adalah bagaimana seseorang tahu bahwa apa yang

    telah ia sampaikan itu benar. Ini adalah tahap pada saat mahasiswa

    memberikan bukti-bukti pendukung untuk memperkuat gagasannya.

    Pada tahap ini, pembelajar mulai menulis bukti-bukti dengan

    mengeksplorasi semua hal yang terkait dengan penulisannya. Ini adalah

    Tabel strategi WWH:

    WHAT

    (What do you think?)

    WHY

    (Why do you think it)

    HOW

    (How do you know?)

    (This is your opinion) (These are your reasons) (This is your evidence or

    examples)

    (Sumber: Peha, 2003: 21)

    Berdasarkan uraian di atas, strategi WWH dinilai mampu untuk

    membantu pembelajar dalam menulis teks khususnya dalam penelitian ini teks

  • 40

    argumentatif.Strategi ini akan menjawab pertanyaan Mengapa?, Apa

    maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar? dalam pengembangan argumen

    yang diperlukan dalam menulis teks argumentatif.

    2. 3. 5 Teks Argumentatif

    Argumen diperlukan untuk menghadapi situasi di masyarakat untuk

    memecahkan permasalahan sosial. Kata argue dalam bahasa Inggris berarti

    menampilkan sesuatu beserta dengan bukti-bukti untuk memengaruhi orang lain.

    Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan peneliti mengkaji mengenai kemampuan

    menulis teks argumentatif.

    Bukti-bukti yang ditampilkan dipergunakan untuk mendukung apa yang

    ingin disajikan penulis. Oleh karena itu, menulis teks argumentatif dapat

    membantu seorang penulis menuangkan idenya beserta dukungan yang kuat yang

    dapat menyokong pendapatnya.

    Penelitian ini menggunakan teori konstruktivisme pada proses

    pembelajaran mahasiswa dan menggunakan strategi WWH. Penggunaan strategi

    ini dimaksudkan untuk dapat lebih memberdayakan mahasiswa dalam menulis

    teks argumentatif. Permasalahan yang dihadapi mahasiswa dalam pembuatan teks

    argumentatif diharapkan dapat dikurangi dengan menggunakan strategi WWH

    yang memungkinkan mahasiswa dalam mengeksplorasi pengetahuan sesuai

    dengan konsep teori konstruktivisme.

    Objek yang diamati adalah keterampilan menulis teks argumentatif.

    Kata argumentative berasal dari kata argue (bahasa Inggris) yang bermakna to

  • 41

    present with evidence to convince someone else. (Arguments & Persuasion,

    Reasoning & Emotion: The Gentle Art of Arguing.)

    Menurut Ozagac (2004), esai argumentatif merupakan jenis tulisan

    yang tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga menampilkan argumen yang

    berisikan PROS (ide-ide pendukung) dan CONS (ide-ide penentang). Dalam jenis

    tulisan argumentatif, seorang penulis akan memberikan alternatif atau cara baru

    yang selama ini berbeda dari apa yang dipercayai oleh pembaca. Penulis

    teksakanmemberikan sebuah topik yang berisikan isu. Setelah itu penulis teks

    akan menampilkan apa yang selama ini dipercayai oleh pembaca (PROS).

    Kemudian, untuk membandingkan dengan pernyataan tersebut, penulis teksakan

    menampilkan hal berbeda dari apa yang dipercayai pembaca untuk mengubah cara

    pandang pembaca (CONS). Untuk mendukung CONS yang berupa argumen,

    penulis teks menambahkan bukti-bukti pendukung argumennya.

    Berikut ini adalah Generic Structure dari esai argumentatif menurut

    Ozagac (2004).

    Pattern 1:

    Thesis statement:

    PRO idea 1

    PRO idea 2

    CON(s) + Refutation(s)

    Conclusion

    Pattern 2:

    Thesis statement:

    CON(s) + Refutation(s)

    PRO idea 1

    PRO idea 2

  • 42

    Conclusion

    Pattern 3:

    Thesis statement:

    CON idea 1 -----> Refutation

    CON idea 2 -----> Refutation

    CON idea 3 -----> Refutation

    Conclusion

    Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan jenis teks

    argumentatif dengan pattern 3. Dalam menulis teks argumentatif mahasiswa

    dilihat kemampuannya dalam menunjukkan fakta untuk menyimpulkan kebenaran

    yang ia ungkap dan selama ini belum diketahui pembaca teks. Pattern3 ini dinilai

    lebih jelas dalam menampilkan argumen PRO dan CON sehingga dapat

    memperlihatkan kemampuan mahasiswa dalam memperlihatkan argumen dan

    bukti yang mendukung tesisnya. Ide-ide PRO yang terdapat pada pattern 3

    terdapat pada bagian refutation yang merupakan sanggahan atas ide-ide CON dan

    mendukung atau pro terhadap thesis statement.

    Teks argumentatif karangan mahasiswa dinilai kekohesifan dan

    koherensiannya dalam teks. Alwi (2001: 428) berpendapat, kohesi dan koherensi

    menjadikan tulisan yang dibaca bermakna, dan untaian kalimat yang tidak kohesif

    dan koheren tidak akan membentuk wacana. Berdasarkan pendapat Alwi

    tersebut, dapat dikatakan bahwa kohesi dan koherensi membuat suatu wacana

    menjadi berterima bagi pembaca. Suatu tulisan menjadi bermakna dan dapat

    dikatakan sebagai sebuah wacana apabila tulisan tersebut kohesif dan koheren.

    Perlu diperhatikan bahwa pada penelitian ini mengkaji keselarasan antarparagraf

    maka yang digunakan adalah koherensi, sedangkan kohesi adalah keselarasan

  • 43

    antar kalimat dalam sebuah paragraf. Menurut Laelasari dan Nurlaila (2006: 140),

    koherensi adalah keselarasan yang mendalam antara isi dalam wacana. Suatu

    wacana dikatakan koheren, apabila ada kekompakan gagasan yang dikemukakan

    kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimat-kalimatnya memiliki hubungan

    timbal balik serta secara bersama-sama membahas satu gagasan utama. Oleh

    karena itu, peneliti melihat adanya kebersinambungan pada suatu paragraf apabila

    terdapat kohesi dan koherensi pada suatu teks. Akan tetapi, pendeskripsian hasil

    penelitian ini lebih ditonjolkan pada koherensi paragraf. Hal ini berkaitan dengan

    strategi yang dipakai pada penelitian kali ini yaitu strategi WWH. Korpus berupa

    hasil karangan mahasiswa dalam bentuk teks argumentatif ditampilkan kemudian

    dianalisis kekoherenannya untuk membuktikan adanya pengaruh penggunaan

    strategi WWH dalam membangun teks argumentatif.

    Penilaian pada rubrik berfokus pada keterampilan menulis teks

    argumentatif mahasiswa, yaitu dengan kriteria: ide, organisasi teks, indikator

    (keterampilan berpikir kritis dan logis, keterampilan mengemukakan fakta yang

    dapat diuji kebenarannya, dan keterampilan mengajak dan memengaruhi orang

    lain), serta ketepatan mekanis. Pada bagian ketepatan mekanis ditonjolkan

    penggunaan tata bahasa dalam oleh mahasiswa pada hasil teks argumentatif.

    2. 3. 6 Koherensi

    Dalam menulis sebuah teks seorang penulis hendaknya mampu

    memudahkan pembaca untuk memahami teks yang ia sajikan dengan penggunaan

    kalimat-kalimat yang mengalir dengan baik. Kalimat-kalimat yang terangkai

  • 44

    dengan baik satu sama lain menghasilkan sebuah teks yang koheren. Creswell

    (2009) menyatakan bahwa pengertian koherensi adalah sebagai berikut.

    Coherence in writing means that the ideas tie together and logically flow

    from one sentence to another and from one paragraph to another.

    Pernyataan di atas memperlihatkan bahwa koherensi dalam tulisan berarti

    ide-ide saling berhubungan dan secara logis mengalir dari satu kalimat ke kalimat

    lainnya dan dari satu paragraf ke paragraf lainnya.

    Diperlukan kejelian penulis dalam memilih kata-kata yang dipergunakan

    untuk menghasilkan sebuah teks yang koheren. Kata-kata yang dipergunakan

    memiliki keterkaitan serta muncul dengan lazim antara kalimat sebelumnya dan

    berikutnya.Hal ini membuat tulisan menjadi lebih mengalir dan menarik untuk

    dibaca. Oleh karena itu,penyajian sebuah teks hendaknya menggunakan parameter

    yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam menulis teks. Burchfield (1996)

    dalam The New Fowlers Modern English Usage mengemukakan empat

    parameter koherensi pada kemampuan menulis, yaitu: penggunaan ekspresi

    transisi, pengulangan kata-kata dan frasa kunci, penggunaan referensi kata ganti,

    dan penggunaan bentuk paralel. Berikut ini akan disampaikan mengenai

    penjabaran secara umum dari keempat parameter tersebut, yang terdiri atas

    penggunaan ekspresi transisi, pengulangan kata-kata dan frasa kunci, penggunaan

    referensi kata ganti, dan penggunaan bentuk paralel.

    1. Penggunaan ekspresi transisi terdiri atas yang paling sederhana, yaitu

    konjungsi kecil seperti and, but, nor, for, yet, or, (atau kadang-kadang) so

    ke penanda yang lebih kompleks yang menghubungkan ide-ide, yaitu kata

  • 45

    keterangan penghubung dan ekspresi transisi sepertihowever, moreover,

    nevertheless, on the other hand. Berikut adalah tabel parameter transisi

    yang disebut juga sebagai kata keterangan konjungsi atau konjungsi

    adverbial.

    Tabel 1.1Ekspresi transisi

    Addition again, also, and, and then, besides, equally important, finally,

    first, further, furthermore, in addition, in the first place, last,

    moreover, next, second, still, too

    comparison also, in the same way, likewise, similarly

    Concession granted, naturally, of course

    Contrast although, and yet, at the same time, but at the same time, despite

    that, even so, even though, for all that, however, in contrast, in

    spite of, instead, nevertheless, notwithstanding, on the contrary,

    on the other hand, otherwise, regardless, still, though, yet

    Emphasis certainly, indeed, in fact, of course

    example or

    illustration

    after all, as an illustration, even, for example, for instance, in

    conclusion, indeed, in fact, in other words, in short, it is true, of

    course, namely, specifically, that is, to illustrate, thus, truly

    Summary all in all, altogether, as has been said, finally, in brief, in

    conclusion, in other words, in particular, in short, in simpler

    terms, in summary, on the whole, that is, therefore, to put it

    differently, to summarize

    time

    sequence

    after a while, afterward, again, also, and then, as long as, at last,

    at length, at that time, before, besides, earlier, eventually, finally,

    formerly, further, furthermore, in addition, in the first place, in the

    past, last, lately, meanwhile, moreover, next, now, presently,

    second, shortly, simultaneously, since, so far, soon, still,

    subsequently, then, thereafter, too, until, until now, when

    Penggunaan ekspresi transisi di atas dipergunakan bukan berarti harus

    dipergunakan seluruhnya dalam sebuah teks. Penggunaan transisi tersebut

    bertujuan untuk menghubungkan ide-ide satu sama lain,bukan merupakan suatu

    keharusan pula bagi seorang penulis untuk menghapal daftar di atas.

    Namun, tetap ada ketentuan penggunaan ekspresi transisi di atas seperti

    misalnya penggunaan before yang sering digunakan menandai kejadian

  • 46

    sebelumnya, bisa saja digunakan dalam kalimat non-formal atau informal. Akan

    tetapi apabila dalam teks tertulis yang lebih formal hendaknya digunakan

    alternatif formerly yang lebih formal untuk mengawali kalimat. Dalam teks

    mahasiswa hendaknya menggunakan tulisan formal.

    Selanjutnya, terdapat pula konjungsi yang berfungsi sebagai konjungsi

    antar kata, antar kalimat, dan antar paragraf. Mahasiswa hendaknya menggunakan

    ketiga macam konjungsi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Contohnya

    adalah:

    And konjungsi antar kata

    But konjungsi antar kata

    Before konjungsi antar kata

    However konjungsi antar kalimat atau antar paragraf

    Furthermore konjungsi antar kalimat atau antar paragraf

    Formerly konjungai antar kalimat atau antar paragraf

    2. Pengulangan kata-kata dan frasa kunci

    Pengulangan kata-kata dan frasa kunci biasanya dihindari karena dianggap

    sebagai pemborosan kata.Tetapi, dalam hal ini kata-kata atau frasa yang penting

    bagi pembaca adalah hal yang penting untuk diulang dalam teks. Pengulangan ini

    merupakan salah satu cara untuk menekankan poin penting yang ingin

    disampaikan penulis sehingga menjadi lebih mencolok untuk dibaca dalam teks.

    Kemampuan inilah yang juga harus dimiliki oleh penulis dalam membentuk

    sebuah teks yang koheren.

  • 47

    3. Penggunaan referensi kata ganti

    Penggunaan kata ganti merupakan penghubung ide-ide karena kata ganti

    memberikan pembaca rujukan dari hal yang telah dibicarakan

    sebelumnya.Penggunaan tersebut membuat pembaca secara cepat menyimpulkan

    hal yang sedang dibicarakan berdasarkan kata ganti yang digunakan.Penulis teks

    hendaknya menggunakan kata ganti dengan jelas dalam mengacu ke hal yang

    sebelumnya dibicarakan. Ketidakjelasan penggunaan kata ganti akan

    menyebabkan kalimat menjadi ambigu (bermakna ganda) atau bahkan

    menyesatkan pembaca. Selain itu, penggunaan kata ganti juga tidak

    diperkenankan untuk menghindari pernyataan yang memerlukan sumber yang

    jelas seperti Mereka menyatakan bahwa. Atau Banyak yang menyatakan.

    4. Penggunaan bentuk paralel

    Dalam menulis, seorang penulis mengulang-ulang frasa, klausa, ataupun

    keseluruhan kalimat untuk memudahkan bagi pembaca dalam membaca tulisan

    penulis. Penggunaan bentuk paralel juga dapat ditemukan pada prosa.

    Pengulangan secara sengaja dari frasa, klausa ataupun keseluruhan kalimat dalam

    struktur yang lebih besar secara sengaja oleh penulis inilah yang disebut sebagai

    penggunaan bentuk paralel. Pengulangan ini merupakan keseimbangan pada

    kalimat atau frasa yang memiliki struktur gramatikal yang sama agar penulis dapat

    mengekspresikan idenya dengan jelas dan tepat. Bagaimanapun juga, seorang

    penulis hendaknya menulis dengan berdasarkan ide-ide yang sama yang

    bersumber dari satu acuan dalam sebuah kalimat berupa topik ataupun ide utama

    yang sama, bukan dengan menampilkan beberapa ide yang berlainan dalam satu

  • 48

    kalimat. Kekonsistenan ini merupakan hal yang penting bagi penulis dalam

    menampilkan daftar ide yang ia sampaikan.Sebagai contoh dari penggunaan

    bentuk paralel dikutip dari Kim dkk. (2014: 6) adalah:

    1. Kalimat asli : Writing gives us the power to freely speak about our

    opinions, topics, and views, and this will inevitably cause change.

    2. Perbaikan : Writing gives us the power to freely speak about our

    opinions, our topics, and our views, which will inevitably cause change.

    Pada contoh di atas kalimat asli hendaknya ditambahkan our sebagai

    bentuk keselarasan atau koherennya tulisan. Kata this yang merupaka kata

    penunjuk tunggal pada this will inevitably cause change tidak selaras dengan

    kelas kata-kata sebelumnya yang merupakan kata benda jamak diawali our.

    Contoh lain dapat pula dilihat dari Using Parallellism dari Boundless

    Writing, antara lain sebagai berikut.

    1. Tidak paralel : We can pay with a mark, a yen, buck, or pound.

    2. Paralel : We can pay with a mark, a yen, a buck, or a pound.

    Paralelisme di atas memerlukan artikel (a, an atau the) atau preposisi yang

    diterapkan ke semua anggota dalam seri seharusnya hanya diletakkan di awal item

    saja atau diulang untuk semua item. A mark, a yen, diawali dengan artikel a,

    sedangkan buck, or pound tidak. Oleh karena itu dianggap tidak paralel.

    1. Tidak paralel : Students spend their time going to classes, studying,

    working, and they wish they had time for a social life.

    2. Paralel : Students spend their time going to classes, studying,

    working, and wishing for a social life.

  • 49

    Paralelisme dalam contoh di atas memerlukan ide dan elemen yang sama

    ditampilkan dalam bentuk yang sama. Pada contoh dipergunakan konjungsi and

    memberitahukan bahwa verba berikutnya harus paralel dengan verba sebelumnya

    (Boundless, 2015).

    Dalam sebuah teks, koherensi membantu pembaca dalam memahami teks.

    Penulis juga dapat menyampaikan dengan baik pesan yang ingin ia disampaikan.

    Oleh karena itu, merupakan bagian yang sangat penting bagi penulis dalam

    menulis sebuah teks untuk memperhatikan penulisan teks yang koheren.

    Koherensi merupakan salah satu aspek yang dinilai dari teks mahasiswa

    dan merupakan poin penting dalam pengembangan teks. Selain aspek koherensi,

    aspek-aspek lainnya adalah ide, organisasi, pengemukaan fakta, pemberian

    sugesti, dan kaidah. Keenam aspek ini kemudian akan dinilai sesuai rubrik

    penilaian.

    2.4 Model Penelitian

    Model penelitian ini adalah penelitian eksperimen, dengan

    menggunakan desain penelitian Subjek Random Desain Pretes-Postes Grup

    (Randomized Subjects, Pretest-Posttest Control Group Design).Berikut ini adalah

    tabel yang menunjukkan pola desain penelitian ini.

    Tabel 1.2 Randomized Subjects Pretest-Postest Control Group Design

    Grup Pretes Variabel Terikat Postes

    (R) Eksperimen Y1 X Y2 (R) Kontrol Y1 - Y2 X = ada treatment (perlakuan)

    - = tidak menerima treatment(perlakuan)

    (Sukardi, 2003: 185).

  • 50

    Terdapat empat kelas yang diajarkan oleh empat orang dosen. Dua

    kelas dipilih yang memilliki kemampuan setara baik dalam segi tahun angkatan,

    usia, ataupun level kemampuan rata-rata kelas. Rata-rata nilai semua kelas

    diperoleh dari hasil nilai mata kuliah menulis pada semester sebelumnya.Setelah

    itu, pengundian secara lotre dilakukan pada kedua kelas tersebut untuk

    memutuskan dua kelas yang digunakan untuk diteliti.

    Sampel terdiri atas dua grup, yaitu: grup eksperimen dan grup kontrol.

    Grup eksperimen adalah grup yang diberikan perlakuan yaitu pada proses

    pembelajaran menggunakan StrategiWWH, sedangkan grup kontrol merupakan

    grup yang tidak diberikan perlakuan melainkan sebagai grup pengontrol untuk

    mengetahui perbandingan antara penggunaan Strategi WWH pada grup

    eksperimen ataupun pembelajaran tanpa penerapan Strategi WWH pada grup

    kontrol.

    Pada pretes dilaksanakan tes awal dengan pembelajaran tanpa

    menggunakan Strategi WWH (Y1) pada kedua grup, baik grup eksperimen

    ataupun grup kontrol. Penerapan Strategi WWH merupakan tahapan pada variabel

    terikat, yakni grup eksperimen menggunakan Strategi WWH (X) dan grup kontrol

    tidak menggunakan Strategi WWH (-) dalam proses pembelajaran.

    Pada postes dilaksanakan tes akhir pada kedua grup.Dalam tahap ini

    direfleksikan hasil dari penerapan Strategi WWH pada hasil pembelajaran (Y2).

    Hasil tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui pengaruh penggunaan

    Strategi WWH pada proses pembelajaran. Pada postes, faktor-faktor yang

  • 51

    memengaruhi hasil karangan teks argumentatif pada mahasiswa dibahas serta

    dianalisis. Model pada penelitian ini disajikan pada bagan berikut.

  • 52

    Permasalahan: kendala menulis teks argumentatif mahasiswa STIBA Saraswati Denpasar

    Teori belajar konstruktivisme

    PBL WWH

    Strategy

    Populasi

    Pengundian secara lotere

    Grup Kontrol Grup Eksperimen

    Per

    lakuan

    (X)

    Refleksi

    Postes (Y2)

    Refleksi

    Data (Kuesioner dan Tes)

    Analisis Data

    Simpulan

    Refleksi Refleksi

    Tan

    pa

    Per

    lakuan

    (-)

    Refleksi

    Pretes (Y1)

  • 53

    Keterangan:

    : langkah selanjutnya

    : penerapan metode dan strategi

    : pembelajaran dengan penerapan perlakuan dan pembelajaran

    tanpa perlakuan

    Berikut ini dijelaskan gambaran secara umum langkah-langkah pada

    desain penelitian. Langkah awal pada desain penelitian ini adalah dengan

    menentukan kendala yang terdapat pada mahasiswa STIBA Saraswati Denpasar

    Program Studi Bahasa Inggris Strata 1. Kendala yang ditemukan adalah mengenai

    kurangnya kemampuan mahasiswa dalam menulis teks argumentatif. Berdasarkan

    atas teori konstruktivisme yang meyakini adanya konstruksi pengetahuan dalam

    kognitif seseorang, metode yang dapat menyesuaikan dengan teori ini adalah

    Problem Based Learning yang memungkinkan mahasiswa untuk belajar secara

    aktif mengkonstruksikan pengetahuan.

    Standar yang harus dipenuhi siswa pada akhir pembelajaran

    diberitahukan pada pemberian materi teks argumentatif. Dengan demikian

    pengajar dapat menentukan dan mengembangkan permasalahan yang

    memungkinkan pembelajar memenuhi standar yang ditentukan.PBL

    memungkinkan pembelajar untuk menjawab Mengapa?, Apa maksudmu?,

    Bagaimana kau tahu itu benar? yang dipergunakan dalam pembelajaran menulis

    teks argumentatif.

    Strategi yang dipilih untuk memudahkan mahasiswa dalam membuat

    teks argumentatif adalah strategi What Why How. Strategi ini menjawab

  • 54

    pertanyaan Mengapa?, Apa maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar?

    dalam pengembangan argumen yang diperlukan dalam menulis teks argumentatif.

    Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah dengan menetapkan sampel

    dari populasi mahasiswa STIBA Saraswati Denpasar Program Studi Bahasa

    Inggris Strata 1 dengan menetapkan sampel.Dua (2) kelas yang memiliki

    kemampuan awal setara dalam keterampilan menulis berdasarkan rata-rata nilai

    yang diperoleh mahasiswa semester sebelumnya dipilih.

    Berikutnya penerapan pretes dan diikuti dengan refleksi hasil skor

    perolehan mahasiswa dengan penyekoran menggunakan acuan rubrik penilaian.

    Setelah diadakan refleksi, penerapan strategi WWH dilakukan pada grup

    eksperimen sedangkan pada grup kontrol tidak diimplementasikan.Kemudian

    dilakukan refleksi dengan menggunakan rubrik penilaian.

    Langkah berikutnya adalah dengan memberikan postes pada kedua

    grup, yaitu grup eksperimen dan grup kontrol. Refleksi kembali dilakukan dengan

    rubrik penilaian. Setelah refleksi, dilakukan penyebaran kuesioner pada

    mahasiswa. Setelah analisis data baik tes dan kuesioner, langkah akhir yang

    dilakukan peneliti adalah membuat simpulan mengenai hasil penelitian.

    Kesimpulan ini menjawab masalah yang telah dirumuskan. Selain itu, simpulan

    juga menentukan kebenaran hipotesis awal yang diajukan peneliti.