BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · hortatory exposition berisikan ......
-
Upload
duongnguyet -
Category
Documents
-
view
230 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · hortatory exposition berisikan ......
-
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL
PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti memilih beberapa rujukan yang memiliki
keserupaan dalam pemilihan strategi, objek penelitian dan subjek penelitian
dengan penelitian ini. Pengurutan dari beberapa rujukan ini dilakukan
berdasarkan jurnal nasional yang berisi hasil penelitian yang memiliki keserupaan
pemilihan strategi, diikuti oleh jurnal internasional dengan objek dan subjek
penelitian yang serupa, dan hasil penelitian lainnya yang juga memiliki objek
kajian yang serupa. Rujukan-rujukan ini merupakan penelitian yang terbilang baru
karena dilakukan sebelum penelitian ini. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
penelitian ini,dapat dijadikan referensi bandingan.
Terdapat beberapa rujukan yang yang diperoleh oleh peneliti. Rujukan-
rujukan tersebut terdiri atas satu (1) jurnal nasional yang berkaitan dengan
penggunaan strategi WWH yang akan dipergunakan juga dalam penelitian ini, dua
buah jurnal internasional yang memiliki objek penelitian yang sama dengan
penelitian ini yaitu kemampuan menulis teks argumentatif, dan tiga buah
penelitian yang memiliki objek kajian yang juga serupa dengan penelitian ini yaitu
kemampuan menulis teks argumentatif. Rujukan terakhir dipilih berdasarkan
keserupaan bidang kajian pada kekoherensian dan kekohesian wacana, yaitu teks
argumentatif dalam penelitian eksperimental.
-
8
Penjabaran secara umum dari rujukan-rujukan yang dijadikan
perbandingan dalam penelitian ini ada baiknya peneliti sampaikan sebelum
penjabaran secara khusus dari masing-masing rujukan disampaikan. Rujukan
pertama yang dijadikan sebagai salah satu kajian pustaka pada penelitian ini
adalah jurnal nasional yang merupakan hasil penelitian Riani (2013) yang
melakukan penelitian dengan menggabungkan strategi What Why How dan Think
Pair Share pada bidang keterampilan menulis teks. Peneliti merujuk Riani (2013)
karena salah satu strategi yang digunakan dalam penelitian Riani adalah What
Why How. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang terdapat pada penelitian yang
telah dilakukan oleh Riani dengan penelitian kali ini. Perbedaan itu terletak
padacara pengimplementasian strategi. Riani menggabungkan strategi What Why
How dengan Think Pair Share. Selain berbeda dalam cara pengimplementasian
strategi, objek penelitian Riani juga berbeda dengan penelitian ini. Objek
penelitian Riani meneliti tentang kemampuan menulis teks hortatori, sedangkan
objek penelitian adalah kemampuan menulis teks argumentatif. Peneliti juga
merujuk dua (2) jurnal internasional (2012 dan 2013) yang memiliki objek
penelitian yang serupa yaitu mengenai keterampilan menulis argumentatif. Kedua
penelitian tersebut menggunakan teknik yang berbeda dengan strategi yang
digunakan oleh peneliti kali ini. Selain kedua jurnal rujukan tersebut peneliti juga
menampilkan tiga buah penelitian nasional yang juga memiliki objek kajian yang
serupa yaitu kemampuan menulis teks argumentasi yang menggunakan strategi
yang berbeda dengan strategi What Why How.
-
9
Rujukan pertama dari jurnal karya Riani (2013) yang berjudul Teaching
Writing In Hortatory Exposition Text By Combining What Why How And Think
Pair Share Strategy For Senior High School Students menguraikan tentang
penggabungan strategi What Why How dan Think Pair Share dalam pengajaran
menulis teks Hortatory Exposition. Teks Hortatory Exposition adalah jenis teks
yang memberikan argumen untuk mensugesti pembaca. Generic structure pada
hortatory exposition berisikan thesis, arguments, dan recommendation (yang
dimaksudkan untuk mensugesti pembaca). Pada penelitian yang dilakukan Riani,
ia memilih subjek penelitian untuk siswa SMA, sedangkan pada penelitian ini,
subjek penelitian akan dilakukan pada level Sekolah Tinggi Bahasa Asing.
Jurnal karya Riani (2013) memiliki kaitan dengan penelitian ini dalam
halkesamaan penggunaan Strategi WWH. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Riani digunakan strategi What Why How dan Think Pair Share. Subjek penelitian
diminta menulis dengan bantuan mengisi isian What Why How yang disediakan
oleh pengajar. Think Pair Share digunakan untuk menciptakan suasana interaktif
dalam belajar. Guru memberi petunjuk dan pertanyaan mengenai topik yang
kemudian didiskusikan siswa. Jurnal ini bertujuan untuk memberikan alternatif
strategi pengajaran menulis teks hortatory exposition. Akan tetapi, penelitian kali
ini tidak memadukan kedua strategi tersebut tetapi hanya akan menggunakan
Strategi WWH dengan tujuan mengetahui secara langsung pengaruh penggunaan
strategi tersebut beserta dampaknya dalam pembelajaran mahasiswa menulis teks
argumentatif.
-
10
Rujukan berikutnya adalah jurnal Rumanda dan Al-Hafizh (2014) yang
berjudul Using the WWH (What-Why-How) Strategy in Teaching Writing an
Analytical Exposition Text to Senior High School Students. Subjek penelitiannya
adalah siswa kelas XI SMA dan objek yang dikaji adalah kemampuan menulis
teks analytical exposition. Penerapan strategi ini diawali dengan meminta siswa
membuat tabel yang terdiri atas kolom What,Why,dan How kemudian guru
memberikan contoh dan penjelasan penggunaan setiap kolom. Strategi ini
membantu siswa dalam mengembangkan ide dan menyusun teks analytical
exposition menjadi lebih terorganisasi. Disamping itu, penggunaan strategi ini
mempermudah guru mengajarkan teks analytical exposition.
Perbedaan jurnal Rumanda dan Al-Hafizh (2014) dengan penelitian ini
terdapat pada subjek penelitian dan objek yang dikaji. Apabila jurnal Rumanda
dan Al-Hafizh (2014) memfokuskan pada siswa SMA, penelitian ini
memfokuskan pada mahasiswa S1. Begitu pula pada objek yang dikaji pada jurnal
Rumanda dan Al-Hafizh (2014) memiliki perbedaan dengan objek penelitian ini
walaupun sama-sama pada bidang menulis. Jurnal Rumanda dan Al-Hafizh (2014)
memilih teks analytical exposition untuk diteliti sedangkan pada penelitian ini
teks argumentatif.
Rujukan selanjutnya adalah jurnal internasional Fahim dan Hashtroodi
(2012) dengan judul The Effect of Critical Thinking on Developing Argumentative
Essays by Iranian EFL University Students yang meneliti pada objek kajian
kemampuan menulis teks argumentatif dengan menggunakan teknik berpikir kritis
pada tingkat universitas. Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang
-
11
dilakukan oleh peneliti kali ini adalah pada objek kajiannya, yaitu kemampuan
menulis pada jenis argumentatif. Selain itu, subjek penelitian yang telah dipilih
oleh Fahim dan Hashtroodi (2012) juga memiliki level yang sama dengan subjek
penelitian yang akan dilakukan kali ini, yaitu pada level universitas. Perbedaan
penelitian yang telah dilakukan oleh Fahimdan Hashtroodi dengan penelitian kali
ini terletak pada teknik yang dipergunakan oleh Fahim dan Hashtroodi
menggunakan Critical Thinking atau berpikir kritis yang telah dikembangkan
sejak tahun 1980an. Berpikir kritis berkonsep pada skill, proses, prosedur, ataupun
pelatihan. Oleh karena itu, berpikir kritis bisa ditingkatkan dengan pelatihan
karena terkait dengan skill.Berdasarkan hasil perhitungan statistik, berpikir kritis
ternyata tidak dapat mengembangkan penulisan esai argumentatif pada mahasiswa
EFL universitas Iran.
Jurnal yang menjadi rujukan berikutnya pada penelitian ini adalah
jurnal penelitian oleh Fahim dan Mirzaii (2013) berjudul Improving EFL
Argumentative Writing: A Dialogic Critical Thinking Approach. Relevansi
penelitian Fahim dan Mirzaii dengan penelitian kali ini juga terdapat pada objek
dan subjek penelitian, yakni pada kemampuan menulis jenis argumentatif pada
level universitas. Perbedaanya terdapat pada pendekatan yang dipilih yaitu
menggunakan Dialogic Critical Thinking Approach. Pelaksanaanya adalah
dengan mengikutsertakan pembelajar dalam dialog. Hal ini memungkinkan
pembelajar untuk melihat dari perspektif orang lain. Tes dilakukan dua (2) kali
untuk menentukan homogenits dan untuk keperluan pretes dan postes. Peserta
didik Institusi Kish Science and Technology disaring untuk memperoleh peserta
-
12
studi yang diperlukan.Sampel peserta ini dibagi menjadi dua grup. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Dialogic Critical Thinking Approachpada
umumnya berpotensi untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara kritis, dan
secara khusus menjelaskan kemampuan menulis teks argumentatif.
Penelitian peningkatkan kemampuan menulis teks argumentatif telah
dilakukan oleh Rizana, dkk (2012) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Strategi
Konstruktivisme terhadap Keterampilan Menulis Karangan Argumentasidengan
menggunakan strategi konstruktivisme. Penelitian ini dilakukan mengingat
banyaknya siswa yang tidak memiliki ketertarikan dalam menulis. Padahal,
dengan menulis teks argumentatif, cara penalaran seseorang dapat dilihat.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa langkah-langkah menyusun teks
argumentatif yang dilakukan oleh siswa SMA dilaksanakan dengan cara: (1)
mengumpulkan data dan fakta, (2) menentukan sikap dan posisi penulis teks, (3)
mengatakan pada bagian awal atau pengantar tentang sikap penulis teks dengan
paragraf singkat dan jelas, (4) mengembangkan penalaran penulis teks dengan
urutan dan kaitan yang jelas, (5) menghindari penggunaan istilah yang
menimbulkan prasangka atau melemahkan argumentatif, dan (6) sebagai penulis
harus menempatkan secara tepat titik ketidakpaksaan yang akan
diargumentatifkan.
Berdasarkan beberapa pernyataan siswa pada penelitian ini disebutkan
bahwa siswa kesulitan menemukan ide untuk dikembangkan dalam bentuk
tulisan.Siswa tidak mampu menggunakan kata yang tepat dan merangkai kata-kata
-
13
untuk meyakinkan pembaca. Kurangnya teknik yang dipergunakan oleh guru juga
menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam menulis.
Penelitian akhirnya dilakukan dengan menerapkan strategi
konstruktivisme pada siswa SMA kelas X. Strategi yang ditetapkan pada
penelitian ini adalah strategi konstruktivisme dengan metode ekpserimen yang
didasarkan pada teori konstruktivisme. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas
X SMA Negeri 1 Lubuk Sikaping pada tahun pelajaran 2011/2012. Pada
penelitian ini, keterampilan siswa dalam menulis teks dilihat berdasarkan tiga
indikator yaitu keterampilan berpikir kritis dan logis, keterampilan
mengemukakan fakta yang dapat diuji kebenarannya, dan keterampilan mengajak
dan memengaruhi orang lain.
Penggunaan strategi konstruktivisme berpengaruh positif pada hasil
karangan siswa, yakni terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan
kelas perlakuan pada ketiga indikator. Pada indikator hasil berpikir kritis dan
logis, penggunaan strategi konstruktivisme berhasil memenuhi indikator dan
meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis teks. Pada indikator bertolak
dari fakta yang dapat diuji kebenarannya penggunaan strategi konstruktivisme
juga berhasil memenuhi indikator tersebut untuk meningkatkan keterampilan
siswa dalam menulis teks. Pada indikator ketiga, yaitu bersifat mengajak dan
memengaruhi orang lain, strategi ini juga berhasil meningkatkan keterampilan
siswa berdasarkan indikator tersebut dalam menulis teks argumentatif.
Berdasarkan hasil perolehan nilai siswa pada penelitian tersebut, strategi
konstruktivisme ternyata mampu meningkatkan keterampilan menulis teks
-
14
argumentatif pada siswa yaitu untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan siswa
melalui asimilasi dan akomodasi.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Rizana dkk .(2012) ini memiliki
keterkaitan dalam segi teori dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Rizana dkk. Pada tahun 2012 menggunakan
teori konstruktivisme, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan kali ini.
Akan tetapi, perbedaannya terletak pada penggunaan strategi. Strategi yang
dipergunakan pada penelitian yang dilakukan Rizana dkk.(2012) menggunakan
strategi konstruktivisme, sedangkan penelitian kali ini menggunakan strategi
WWH (What-Why-How). Penelitian yang dilakukan Rizana dkk memfokuskan
pada pengembangan ketiga indikator yang telah ditentukan untuk melihat
keberhasilan siswa dalam menulis teks. Pada penelitian kali ini, selain melihat
pemenuhan indikator, juga akandianalisis penggunaan koherensi pada hasil
karangan teks argumentatif. Penelitian kali ini berbeda pada subjek yang diteliti
yaitu pada tingkat sekolah tinggi.
Wahyudin (2012) dengan judul penelitiannya Pembelajaran Menulis
Paragraf Argumentasi dengan Menggunakan Model Problem Solving (Studi
Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA PGRI Cipeundeuy) telah melakukan
penelitian dengan metode eksperimen semu pada siswa kelas X SMA dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Solving. Penelitian dilakukan untuk
melihat pengaruh penggunaan model Problem Solving sebelum dan sesudah
diterapkan pada proses pembelajaran pada dua kelompok, yakni kelompok
eksperimen (diberi perlakuan) dan kelompok pembanding (tidak diberi
-
15
perlakuan). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wahyudin (2012) objek yang
diteliti adalah ranah keterampilan menulis teks argumentasi pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini, model pembelajaran Problem Solving
diterapkan dengan menyajikan materi kepada siswa dengan adanya persoalan
yang harus diselesaikan oleh siswa untuk dapat mencapai tujuan belajar.
Penggunaan Problem Solving dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: kegiatan
prainstruksional (pengkondisian kesiapan belajar dan memotivasi belajar siswa),
kegiatan instruksional (berupa kegiatan yang dimulai dari guru menyiapkan
bahan-bahan sebagai sumber pengidentifikasian masalah hingga siswa mengambil
kesimpulan tentang jawaban pemecahan masalah), dan evaluasi (pemberian saran
oleh guru atas kegiatan yang telah dilaksanakan, memeriksa dan memberi
penilaian kepada hasil kerja siswa).
Hasil penelitian yang dilakukan Wahyudin (2012) menunjukkan bahwa,
kelompok eksperimen dan kelompok pembanding memiliki kemampuan awal
yang seimbang dalam menulis paragraf argumentasi pada hasil pretes.Setelah
postes dilaksanakan, disimpulkan bahwa kelompok eksperimen yang memperoleh
perlakuan memiliki kemampuan menulis paragraf argumentasi yang baik
dibandingkan dengan kelompok pembanding. Hal ini membuktikan bahwa
penggunaan Problem Solving efektif dalam meningkatkan kemampuan menulis
paragraf argumentasi siswa.
Korelasi penelitian yang dilakukan oleh Wahyudin (2012) dengan
penelitian yang dilakukan kali ini adalah adanya persamaan metode penelitian
yaitu sama-sama menggunakan model penelitian eksperimental dan objek kajian
-
16
menulis teks argumentatif. Walaupun demikian, ada perbedaan pada penelitian
Wahyudin dibandingkan dengan penelitian kali ini yaitu, penelitian yang
dilakukan oleh Wahyudin menggunakan eksperimen semu, sedangkan penelitian
yang dilaksanakan kali ini menggunakan penelitian Subject Random Design
Pretest-Postest Group. Ada juga kesamaan lainnya, berupa sama-sama mengkaji
keterampilan menulis teks argumentatif. Hal lainyang membedakan terdapat pada
mata pelajaran yang diteliti pada penelitian yang dilaksanakan oleh Wahyudin
(2012) merupakan mata pelajaran Bahasa Indonesia, sedangkan pada penelitian
kali ini adalah Bahasa Inggris. Jenjang yang ditempuh oleh subjek penelitian pada
penelitian yang dilaksanakan oleh Wahyudin (2012) merupakan siswa SMA,
sedangkan pada penelitian yang dilaksanakan kali ini adalah tingkat perguruan
tinggi.
Pada tahun 2008, Setiyaningsih menulis penelitiannya dengan
judulPeningkatan Kemampuan Menulis Argumentatif dan Keterampilan Berpikir
Kritis Berbahasa Indonesia Mahasiswa melalui Model Pembelajaran
Berdasarkan Logika Toulmin, melakukan penelitian eksperimental terhadap
kemampuan menulis tes argumentatif mahasiswa Sanata Dharma menggunakan
penerapan model pembelajaran berdasarkan logika Toulmin. Selain pada
peningkatankemampuan menulis teks argumentatif mahasiswa, Setiyaningsih juga
mengkaji peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Penelitiannya
difokuskan pada kemampuan berbahasa Indonesia.
Fokus penelitian ini adalah pengembangan argumen pada teks dengan
menggunakan enam elemen argumen Toulmin yaitu: (1) pernyataan posisi
-
17
(claim), (2) data (grounds), (3) jaminan (warrants), (4) pendukung (backing), (5)
keterangan modalitas (modal qualifier), dan (6) kondisi pengecualian (possible
rebuttal) (Toulmin, dkk., 1979: 25) dalam Setiyaningsih 2008: 99). Pemilihan
logika Toulmin karena teori ini dianggap mampu mengembangkan alasan secara
mendalam sehingga mampu membantu mahasiswa dalam menulis teks
argumentatif.
Aspek berpikir kritis yang dipilih pada penulisan teks argumentatif
yang dipilih adalah mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Facione yang
mencakup keterampilan interpretasi (interpretation), analisis (analysis), evaluasi
(evaluation), inferensi (inference), eksplanasi (explanation), regulasi diri (self-
regulation) (dalam Setiyaningsih, 2008: 99). Aktivitas mental berpikir kritis
sekalipun merupakan aktivitas mental yang tidak tampak tetapi, dapat diukur
melalui aktivitas seperti berbicara dan menulis. Keterampilan menulis sendiri
merupakan keterampilan yang tak terpisahkan dengan kegiatan berpikir (dalam
Setiyaningsih, 2008: 99).
Model pembelajaran yang dipergunakan pada penelitian Setiyaningsih
adalah model pembelajaran inkuiri jurisprudensial (jurisprudential inquiry) yang
diciptakan oleh Donald Oliver dan James P. Schaver pada tahun 1966/1974 (Joice
dan Weil, 1996: 110 pada Setiyaningsih, 2008).Pemilihan model ini dianggap
sesuai dengan teori argumen Toulmin dan teori keterampilan berpikir kritis.
Model pembelajaran ini menekankan pada aspek sasaran isi dan proses yang
kedua-duanya merupakan fokus pencapaian pembelajaran.
-
18
Hasil yang diperoleh pada tes awal dikemukakan bahwa komponen
pendahuluan tulisan argumentatif subjek penelitian termasuk dalam kategori
kurang dan sangat kurang.Padahal bagian pendahuluan merupakan bagian penting
yang harus dikemukakan untuk selanjutnya menentukan fokus bagian isi yang
akan disampaikan.
Pada penerapan pembelajaran dengan menggunakan logika Toulmin
pada tahap 1, 2, dan 3, peningkatan kemampuan mengungkapkan gagasan
argumentatif cenderung meningkat.Hal ini dapat dilihat pada tes akhir yang
menunjukkan angka peningkatan.
Keterampilan membaca untuk memahami dan menilai informasi yang
termasuk fakta dan opini, serta alasan-alasan, memberikan dasar bagi
keterampilan menulis argumentatif.Selain itu, perbedaan topik ikut menentukan
tingkat kesulitan (Setiyaningsih, 2008: 102).
Subjek perlu untuk memilah informasi ataupun alasan yang akan
dipergunakannya dalam mendukung topik yang dibawakan dalam teks
argumentatif. Hal ini dikarenakan pemilihan informasi dan alasan yang tepat dapat
membantu memperkuat tesisnya.Topik tertentu yang lebih umum dijumpai
cenderung mempermudah subjek dalam menulis teks argumentatif.
Komponen bahasa yang terdapat pada teks argumentatif dalam
penelitian ini meliputi kelengkapan unsur kalimat, pilihan kata dan ejaan, serta
koherensi antar kalimat.Dalam penelitian ini, kesalahan yang umum terjadi adalah
mengenai kelengkapan unsur kalimat, seperti kalimat hanya terdiri atas klausa
anak (Setiyaningsih, 2008: 102).
-
19
Pada akhir penelitian ini ditemukan beberapa temuan, yaitu peningkatan
elemen pendukung pada teks argumentatif, peningkatan elemen argumen
Toulmin, penerapan aktivitas regulasi diri.Relevansi penelitian yang dilakukan
oleh Setiyaningsih (2008) dengan penelitian yang dilakukan kali ini adalah adanya
kesamaan subjek dan objek penelitian yaitu pada subjek jenjang mahasiswa dan
pada objek keterampilan menulis teks argumentatif. Perbedaannya adalah jika
pada penelitian yang dilakukan oleh Setiyaningsih menggunakan elemen
argument Toulmin yang mengutamakan (1) pernyataan posisi (claim), (2) data
(grounds), (3) jaminan (warrants), (4) pendukung (backing), (5) keterangan
modalitas (modal qualifier), dan (6) kondisi pengecualian (possible rebuttal)
(Toulmin, dkk., 1979: 25) dalam Setiyaningsih 2008: 99), maka pada penelitian
yang dilaksanakan kali ini menggunakan WWH. Selain meningkatkan
keterampilan menulis teks argumentatif, penelitian kali ini adalah membahas
tentang penggunaan persesuaian yang akan dipergunakan dalam teks argumentatif
oleh subjek. Pembahasan penggunaan persesuaian ini bertujuan untuk melihat
gambaran secara umum penggunaan persesuaian oleh subjek pada teks
argumentatif.
Penelitian dilaksanakan oleh Tanjung (2013) dengan judul Hubungan
Penguasaan Kohesi dan Koherensi dengan Kemampuan Memahami Wacana oleh
Siswa KelasIX Sma Islam Terpadu al-Ulum Medan Tahun Pembelajaran
2012/2013.Populasi penelitian berjumlah 119 siswa.Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen dengan sampel sebanyak 25% atau sejumlah 10 orang
siswa dari jumlah populasi dengan teknik pengambilan sampel secara
-
20
random.Kemudian masing-masing kelas akan dipilih sampel sebanyak 10 orang
secara random.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan penguasaan kohesi
dan koherensi dengan kemampuan memahami wacana siswa.Data penelitian
berupa deskripsi data penguasaan kohesi dan koherensi sebagai variable (X) dan
data kemampuan memahami wacana argumentasi sebagai variable (Y).Hasil
penelitian menunjukkan, bahwaada hubungan penguasaan kohesi dan koherensi
dengan kemampuan memahami wacana.
Keserupaan penelitian yang telah dilakukan oleh Tanjung (2013)
dengan penelitian yang dilakukan kali ini adalah sama-sama merupakan penelitian
eksperimen dengan ranah wacana argumentasi. Perbedaannya adalah pada subjek
penelitian yang digunakan oleh Tanjung adalah tingkat SMA dan Tanjung tidak
menggunakan strategi WWH seperti yang digunakan pada penelitian kali ini.
Perbedaan lainnya adalah pada keterampilan yang dikaji. Objek keterampilan
penelitian kali ini adalah kemampuan menulis, hal ini berbeda dengan bidang
kajian Tanjung yang berupa kemampuan memahami wacana. Pada penelitian kali
ini, baik kohesi maupun koherensi dipergunakan dalam menilai kemampuan
menulis mahasiswa. Akan tetapi, hal yang menjadi sorotan dikhususkan pada
koherensi terkait dengan strategi yang akan digunakan dalam menulis, di samping
pendukung keselarasan wacana yaitu kohesi. Deskripsi koherensi yang
ditampilkan pada penelitian ini menentukan keberhasilan penggunaan strategi
WWH.
-
21
2.2 Konsep
Dalam penelitian kali ini, digunakan beberapa konsep seperti strategi
pembelajaran, teks, menulis, dan argumentatif. Berikut ini, akan disajikan
beberapa konsep dimaksud.
2.2.1 Strategi Menulis
Strategi menulis menurut Collins (2008) adalah alat yang digunakan
penulis untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia juga berpendapat bahwa penulis yang
sukses menggunakan prosedur mental untuk mengontrol produksi tulisan.
Prosedur mental inilah yang disebut strategi menulis. Strategi menulis berfokus
pada cara berpikir dalam menulis. Bentuk strategi menulis terdiri atas banyak
bentuk. Bisa berupa rencana formal dari guru, atau bisa berupa sesuatu yang
berupa semacam trik (Collins: 2008). Hal ini dapat diartikan bahwa strategi
menulis merupakan alat atau prosedur mental yang digunakan oleh penulis dalam
menyampaikan idenya baik berupa rencana formal yang diberikan oleh guru
maupun trik.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan, bahwa strategi belajar dengan
WWH yang diterapkan pada mahasiswa STIBA Saraswati, Denpasar adalah
prosedur mental untuk membantu memudahkan mereka dalam memecahkan
masalah yaitu menyampaikan argumen dalam proses pembelajarannya agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara efisien. Tujuan penggunaan strategi ini adalah
untuk pembelajaran yang lebih efektif. Jadi, bisa disimpulkan strategi menulis
disini merupakan alat untuk pengaplikasian metode PBL dalam menulis teks.
-
22
2.2.2 Teks
Istilah teks yang dipergunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan
konsep teks itu sendiri yang dikutip dari beberapa sumber. Kutipan pertama dari
SIL Internasional dan kutipan kedua dari Simon dan Delyse Ryan (2003). Dalam
sebuah artikel berjudul What is a Text? dari SIL International (2003), diperoleh
pernyataan sebagai berikut.
A text is a sequence of paragraphs that represents an extended unit of
speech.
Dapat dilihat di dalam hal ini bahwa, teks terdiri atas paragraf-paragraf
yang saling berkelanjutan, yang merepresentasikan ujaran.Berdasarkan kutipan di
atas dapat disimpulkan bahwa teks terdiri atas beberapa paragraf yang dibuat
dengan alur berkelanjutan untuk merepresentasikan ujaran tertentu.
Simon dan Delyse Ryandalam artikelnya yang berjudul What is a
text? mengemukakan bahwa, untuk sesuatu dapat disebut sebagai text
penggunaan kata, frasa, baris dan kalimat bukan karena seseorang yang
menggunakannya karena adanya kesempatan, melainkan atas tujuan tertentu.
Simon dan Ryan juga mengemukakan bahwa penggunaan teks lebih mengacu
pada interpretasi.
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa teks
adalah serangkaian kata, frasa, kalimat ataupun paragraf saling berkaitan dan
berkelanjutan yang dibuat dengan tujuan tertentu oleh penulis teks.Teks juga
menampilkan sudut pandang tertentu untuk menyampaikan isu yang ingin
disampaikan penulis teks.
-
23
2.2.3 Menulis
Berikut adalah istilah menulis yang dikemukakan oleh Ager (2014)
yang menyatakan sebagai berikut.
Writing is a method of representing language in visual or tactile form.
Writing systems use sets of symbols to represent the sounds of speech,
and may also have symbols for such things as punctuation and
numerals.
Ager, mengemukakan bahwa menulis adalah metode dalam
merepresentasikan bahasa dalam bentuk visual dan taktil.Maksud dari taktil di sini
berkenaan dengan alat peraba.
Berdasarkan pernyataan Ager di atas, disebutkan bahwa menulis
merupakan cara seseorang dalam menyampaikan bahasa yang dapat dilihat dan
diraba. Oleh karena itu, istilah keterampilan menulis kali ini apabila dihubungkan
dengan makna pernyataan Ager tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan menulis yang akan dipelajari oleh subjek di dalam penelitian kali ini
merupakan keterampilan yang dipelajari untuk merepresentasikan bahasa yang
dapat dilihat dan diraba.
2.2.4 Argumentatif
Argumen diperlukan untuk menghadapi situasi di masyarakat untuk
memecahkan permasalahan sosial. Kata argue dalam bahasa Inggris berarti
menampilkan sesuatu beserta dengan bukti-bukti untuk memengaruhi orang
lain.Sesuatu yang berupa pesan yang ingin seseorang sampaikan akan disertai oleh
bukti dengan tujuan menunjang pendapat utama yang ingin disampaikan. Bukti-
bukti atau contoh-contoh merupakan dasar empiris seseorang tersebut dalam
-
24
menghasilkan sebuah karya ilmiah.Selanjutnya, Ozagac (2004) juga memberikan
pernyataan terkait teks argumentatif sebagai berikut.
In this kind of essay, we not only give information but also present an
argument with the PROS (supporting ideas) and CONS (opposing
ideas) of an argumentative issue.
Ozagac menyatakan, bahwa dalam pemberian informasi berupa teks
argumentatif juga disertai argumen baik itu argumen pendukung (PRO) maupun
argumen penyanggah (CON).Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa argumentatif merupakan informasi yang disertai argumen untuk keperluan
memecahkan masalah yang disertai dengan bukti-bukti untuk memengaruhi orang
lain. Struktur teks argumentatif terdiri atas : tesis, ide pendukung/ ide penentang
disertai sanggahan, dan simpulan. Penjelasan lebih lanjut mengenai organisasi
teks argumentatifakan disajikan pada bagian lampiran materi argumentatif.
Terkait dengan jenis teks yang dikaji pada penelitian ini, yaitu teks
argumentatif, maka peneliti menyimpulkan penggunaan istilah teks argumentatif
adalah teks yang berisikan tidak hanya sekadar informasi tetapi juga berisikan
argumen dalam menghadapi isu tertentu yang menjadi tujuan penulis teks
berdasarkan sudut pandang penulis teks.
Hipotesis awal yang diusulkan,memberikan interpretasi terhadap
todengan prosedur sebagai berikut.
a) Merumuskan Hipotesis alternatifnya (H1): Ada (terdapat) perbedaan
Mean yang signifikan antara Variabel X (grup eksperimen) dan
Variabel Y (grup kontrol).
-
25
b) Merumuskan Hipotesis nihilnya (Ho) Tidak ada (tidak terdapat)
perbedaan Mean yang signifikan antara Variabel X (grup eksperimen)
dan Variabel Y (grup kontrol).
2.3 Landasan Teori
Landasan teori digunakan sebagai alat bedah dalam penelitian
ini.Beberapa teori telah disiapkan untuk penelitian ini. Dalam subbab berikut
ini, akan disajikan teori-teori yang dijadikan sebagai landasan dalam
penelitian ini.
2.3.1 Teori Konstruktivisme
Penelitian ini menggunakan teori konstruktivisme sebagai teori utama
dalam penelitian ini karena teori ini merupakan teori yang meyakini adanya
pengonstruksian pengetahuan dalam diri anak. Teori ini menjadi landasan
pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pendekatan konstruktivisme.
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang
lebih menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru
yang dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada
pengetahuan (Emanuel: 2008).
Berdasarkan teorinya, konstruktivisme menghasilkan berbagai metode
yang dikembangkan untuk pembelajaran. Pada penelitian ini metode yang dipilih
adalah metode PBL. Dalam melaksanakan metode PBL digunakan strategi
menulis yang merupakan strategi WWH. Perkembangan pengetahuan ini tampak
dalam hasil pretes dan postes.
-
26
Penerapan teori konstruktivisme pada proses belajar mengajar dapat
mengarahkan penelitian ini terutama dalam kegiatan pembelajaran oleh
mahasiswa dengan penerapan Stategi WWH. Arah penelitian ini adalah pada
pengembangan aspek konstruktivisme mahasiswa dalam proses pembelajaran
keterampilan menulis, khususnya menulis teks argumentatif. Teori ini kemudian
mendasari penerapan Strategi WWH yang digunakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian yang dilakukan, Pengonstruksian pengetahuan dalam
segi kognitif pembelajar menentukan pengembangan argumen-argumen yang
diperlukan dalam membuat teks argumentatif. Teori konstruktivisme Piaget
(1965) meyakini adanya pengonstruksian blok-blok pengetahuan dalam segi
kognitif anak yang berkembang berdasarkan pengalamannya sendiri.
Berdasarkan uraian diatas peneliti memilih teori konstruktivisme Piaget,
yang memfokuskan pada adanya tahap akomodasi dan asimilasi yang terjadi
dengan adanya interaksi dengan pengalaman dan pengorganisasian asimilasi serta
adanya ekuilibrium yang merupakan adaptasi yang terjadi diantara tahap-tahap
akomodasi dan asimilasi. Proses pengonstruksian pengetahuan berdasarkan teori
Piaget digunakan sebagai dasar pada saat pengimplementasian strategi pada grup
eksperimen.
Penerapan teori Piaget digunakan untuk melihat adanya progres pada
kemampuan menulis mahasiswa berdasarkan atas pengalaman atau fakta yang
ditemukan untuk membantu mengembangkan argumen dalam teks argumentatif.
Pada saat tahap akomodasi yang terjadi dalam interaksi mahasiswa dalam
pengalamannya serta pengorganisasian asimilasi, mahasiswa akan merekam kedua
-
27
tahap ini untuk mengembangkan argumen yang ia perlukan. Pada tahap ekuilibrasi
mahasiswa dihadapkan dengan adanya fakta baru yang bertentangan dengan fakta
yang selama ini ditemuinya.Dengan konsep yang telah dikumpulkan, mahasiswa
dapat mengembangkan argumen-argumen baru berdasarkan fakta baru yang
ditemui.
Untuk memperjelas teori konstruktivisme akan diuraikan berdasarkan
latar belakangnya secara umum. Istilah konstruktivisme, dimulai oleh para filosof
kognitif pada tahun 1710 (Rizana dkk.: 2012).Teori ini berkembang seiring
dengan perkembangan yang dilakukan oleh peneliti lainnya dibidang
serupa.Vygotsky pada Interaction Between Learning and Development dalam
Mind and Society (1978) misalnya,telah mengaitkan adanya hubungan interaksi
sosial dan pengonstruksian pengetahuan dalam segi kognitif anak. Akan tetapi,
dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori yang diyakini oleh Piaget sebagai
pengonstruksian pengetahuan dalam segi kognitif anak berdasarkan pengalaman
yang diperoleh seiring dengan kematangan biologisnya.
Teori konstruktivisme memiliki latar belakang sejarah yang cukup
lama.Berawal dari perbincangan Socrates dan pengikutnya dalam karya Plato
yang kemudian disebut sebagai Socrates Learning Method yang diidentifikasikan
sebagai asal dari inquiry-based learning.Dalam hal ini, inquiry-based learning
merupakan salah satu pendekatan pendidikan konstruktivis (Lam, 2011: 4).
Kanz (1999: 7) menjabarkan bahwa metode pembelajaran dari Socrates
ternyata diakui serta dianjurkan oleh Immanuel Kant (1724-1804) dengan
menyatakan bahwa pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan
-
28
kemampuan berpikir dapat tercapai dengan baik apabila menggunakan metode
pembelajaran Socrates tersebut.Ia menganjurkan bahwa pendidikan di masa depan
sebaiknya berdasarkan metode Socrates. Dalam pernyataannya, Kant menyatakan
bahwa walaupun anak tidak bisa memeroleh pemahaman tanpa bantuan eksternal,
tetapi harus disadari juga bahwa pemahaman seharusnya dimunculkan dari diri
anak tersebut.
Pada awal abad 20, John Dewey (1859-1952) mengembangkan teori
perkembangan dan edukasi anak.Ia menyatakan bahwa pendidikan harus
didasarkan pada pengalaman nyata. Menurut Dewey, konten pengalaman anak
lebih penting dibandingkan dengan bahan subjek kurikulum (ltanr, 2012:
201).Pandangan filosofi Dewey, ini kemudian mengalami perkembangan yang
diikuti oleh Jean Piaget, Lev Vygotsky, Carl Rogers, dan Abraham Maslow
(ltanr, 2012: 199).
Jean Piaget (1896-1980) meyakini bahwa setiap individu terlahir
dengan kemampuan untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan.Refleks ini
kemudian berganti dengan skema mental yang terkonstruksi yang memungkinkan
mereka berinteraksi ataupun beradaptasi dengan lingkungan.Akomodasi adalah
tekanan dari lingkungan, sedangkan adaptasi dapat dikatakan sebagai ekuilibrium
asimilasi dan akomodasi (Piaget, 1965: 6).Pada mulanya teori ini dikembangkan
dengan merespons permasalahan yang muncul dalam hubungannya dengan reaksi
pertanyaan: Bagaimanakah sensorimotor, postural (sikap), dan reaksi lain melekat
pada perlengkapan bayi baru lahir, mempersiapkannya untuk beradaptasi sendiri
-
29
terhadap lingkungan eksternal dan memperoleh suburutan perilaku terlepas dari
perkembangan pengalamannya? (Piaget, 1965: 24).
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan tersebut, seorang anak yang
belum pernah memperoleh pengalaman karena ia baru saja mengenal lingkungan
ternyata memilki perlengkapan sendiri untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya yang menimbulkan perilaku berurutan. Perilaku ini berdasarkan
atas pengonstruksian pengetahuan dalam segi kognitif anak yang dimunculkan
dalam tahap-tahap berkelanjutan. Dalam hal adaptasi refleks, akomodasi
semestinya dipertimbangkan, dan akomodasi tidak dapat dipisahkan dari progres
asimilasi, yang melekat pada refleks anak (Piaget, 1965: 32).Dalam
menginterpretasikan penggeneralisasian asimilasi tersebut terdapat skema pada
diri anak yang merupakan pergerakan koordinatif anak yang disertai adanya
kesiagaan anak.Berdasarkan fakta, skema berupa pengulangan dan penggunaan
bukan semata-mata merupakan refleks anak atas stimulus, eksternal ataupun
internal, tetapi berfungsi sebagaimana seharusnya untuk keperluan dirinya (Piaget,
1965: 35).
Adaptasi tersebut kemudian terjadi melalui proses asimilasi dan
akomodasi yang merupakan elemen penting dari konstruktivisme modern (Lutz &
Huitt, 2004: 2). Selain hal-hal yang dijabarkan di atas, Piaget (dalam ltanr,
2012: 207) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi melalui proses konstruksi
makna bukan melalui penerimaan pasif.
Akomodasi terjadi bukan hanya disebabkanoleh penerimaan terlebih
dahulu sesuatu dari lingkungan, melainkan juga karena mekanisme refleks yang
-
30
memerlukan lingkungan, sedangkan asimilasi terjadi berdasarkan fungsinya,
persesuaiannya dengan objek yang tersedia baik yang ia butuhkan ataupun yang
tidak (Piaget, 1965: 41). Akomodasi bekerja dengan pemilahan skema yang ada
dan pemasukan elemen sensorimotor baru yang telah siap terbentuk (Piaget, 1965:
139).Interaksi akomodasi dan pengalaman dan pengorganisasian asimilasi
membuat hal seperti menyediakan jawaban pada pertanyaan yang krusial dari
setiap teori intelejensi mengenai cara perpaduan dari pengonstruksian intelektual
dengan progresnya dapat dijelaskan (Piaget, 1965: 416).
Teori konstruktivisme Piaget ini mencakup proses seseorang
membangun pengetahuan dan mencari makna dari apa yang telah ia pelajari sesuai
dengan pengalamannya.Terdapat tiga komponen dasar teori konstruktivisme
Piaget, yaitu sebagai berikut.
1. Skema (schemas)yaitu pembangunan blok-blok pengetahuan
Piaget (1952) (dalam McLeod: 2009) mendefinisikan skema sebagai 'a
cohesive, repeatable action sequence possessing component actions that are
tightly interconnected and governed by a core meaning'. Sebagaimana seorang
anak mengalami perkembangan proses mental, ia mengalami peningkatan jumlah
dan kekompleksan skema. Perkembangan ini disebut tahap ekuilibrium atau tahap
penyeimbangan mental. Pengertian skema sendiri adalah representasi dari sesuatu
yang dialami seorang anak untuk kemudian dimengerti dan digunakan olehnya
saat ia memerlukan skema tersebut dalam menghadapi situasi tertentu.
Pembangunan blok-blok pengetahuan seperti yang telah dikemukakan
oleh McLeod, merupakan cara dalam mengorganisasikan pengetahuan.
-
31
Indeed, it is useful to think of schemas as units of knowledge, each
relating to one aspect of the world, including objects, actions and
abstract (i.e. theoretical) concepts.(McLeod, 2009).
2. Ekuilibrasi, asimilasi, dan akomodasi
Perkembangan intelektual merupakan proses adaptasi seorang anak.
Proses ini terjadi melalui asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Tahap-tahap ini
dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Asimilasi
Asimilasi merupakan tahap pada saat seorang anak menggunakan
skema yang ia miliki untuk menghadapi situasi atau objek baru.
b. Akomodasi
Akomodasi merupakan tahap pada saat skema tidak cocok dengan
situasi atau objek baru.
c. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi merupakan penekanan yang menggerakkan perkembangan.
Pada proses ini, ekuilibrium terjadi saat skema anak dapat menerima
situasi atau objek baru tersebut dari lingkungannya. Akan tetapi, skema
tidak selalu dapat cocok dengan situasi baru yang ditemukan anak
(disekuilibrium).Tahap inilah yang disebut sebagai asimilasi.
Ekuilibrasi merupakan penekanan yang terjadi pada anak pada saat ia
harus menyeimbangkan segi konstruktivismenya dengan cara menerima dan
menguasai pengetahuan baru yang ia temukan. Tahap ini kemudian disebut
sebagai akomodasi.
-
32
Dalam proses pembelajaran, tahap asimilasi merupakan tahap
mahasiswa menggunakan pengetahuan awal mengenai isu dari topik yang ia tulis
(dalam thesis statement teks dan kolom what strategi WWH). Kemudian, tahap
akomodasi adalah tahap adanya ketidaksamaan fakta dengan pengetahuan awal
mahasiswa terhadap isu tersebut. Lalu, equilibrasi adalah tahap mahasiswa dapat
mengakui isu dari topik yang ia tulis sebagai isu yang benar (dalam CON idea).
Selanjutnya, adanya disekuilibrium atau tahap fakta baru ditemukan oleh
mahasiswa dan berbeda dengan pengetahuan awal mahasiswa terhadap isu
tersebut (dalam PRO idea dan kolom why strategi WWH). Tahap ini diikuti
dengan asimilasi yaitu tahap pemberian contoh dan bukti yang memacu
perkembangan pengetahuan mahasiswa terhadap pengetahuan awal isu (dalam
kolom how tabel strategi WWH).
3. Tahapan perkembangan (Stages of development)
Tahap-tahap perkembangan terjadi pada saat seorang anak mulai
mampu mengembangkan model dari dunia yang ia hadapi.
2. 3. 2 Teori Belajar Konstruktivisme
Walaupun pada mulanya Piaget tidak memfokuskan diri pada proses
belajar-mengajar terkait dengan teorinya, banyak peneliti yang menemukan bahwa
teori ini dapat berlaku pula pada proses berlajar-mengajar (McLeod, 2009).Dalam
teori ini terdapat beberapa prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan tahapan-
tahapan dalam segi kognitif anak yang didasarkan atas teori
konstruktivisme.Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
-
33
a. Fokus pada proses pembelajaran, dibandingkan produk akhir (Focus on
the process of learning, rather than the end product of it).
b. Penggunaan metode aktif yang memerlukan penemuan kembali atau
rekonstruksi fakta (Using active methods that require rediscovering or
reconstructing "truths").
c. Penggunaan pembelajaran kolaboratif, dan juga aktivitas individual
sehingga anak-anak dapat saling belajar satu sama lain (Using
collaborative, as well as individual activities, so children can learn from
each other).
d. Perencanaan situasi yang mempresentasikan permasalahan yang
bermanfaat, dan menciptakan disekuilibrium untuk anak (Devising
situations that present useful problems, and create disekuilibrium in the
child).
e. Evaluasi tahap perkembangan anak, sehingga tugas yang tepat dapat
diberikan (Evaluate the level of the child's development, so suitable tasks
can be set).
(McLeod, 2009).
Berdasarkan teori belajar konstruktivisme yang telah dikemukakan oleh
Piaget di atas, teori ini dapat dikembangkan untuk keperluan belajar anak
terutama terkait dengan penelitian yang dilakukan kali ini memerlukan metode
aktif yang memerlukan pengonstruksian fakta untuk pembelajaran menulis teks
argumentatif. Teori konstruktivisme kemudian menghasilkan beberapa metode
-
34
pembelajaran dan salah satunya adalah PBL. Berikutnya akan dibahas mengenai
pengertian PBL.
2. 3. 3 Problem Based Learning (PBL)
Metode belajar Problem Based Learning (PBL) dipakai pada penelitian
ini berdasarkan fungsinya yang dinilai sebagai metode yang memungkinkan
pembelajar untuk lebih aktif dalam belajar dan mengeksplorasi pengetahuan
dalam segi kognitif mereka. Metode ini membuat mahasiswa mengonstruksikan
pengetahuan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki,
mengidentifikasi fakta yang relevan dengan kasus yang mereka hadapi, dan
mengidentifikasi isu pembelajaran. PBL memungkinkan pembelajar untuk
menjawab Mengapa?, Apa maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar?
yang dipergunakan dalam pembelajaran menulis teks argumentatif.
Problem Based Learning (PBL) merupakan metode yang memayungi
strategi yang dipergunakan dalam penelitian kali ini. PBL merupakan metode
pembelajaran yang memungkinkan pembelajar untuk memecahkan masalah
berdasarkan fakta untuk keperluan dalam proses pembelajaran.
Menurut Savery dan Duffy (1995) terdapat relevansi teori
konstruktivisme dan Problem Based Learning. Teori konstrutivisme mendasari
filosofinya berdasarkan cara kita mengerti atau mengetahui, sehingga PBL akan
mencoba membuat situasi belajar yang membuat pembelajar menjadi memahami
suatu pengetahuan baru.
Percobaan yang dilakukan Savery dan Duffy (1995), dilakukan dengan
memberikan permasalahan pada siswa kemudian siswa ditugasi untuk
-
35
mendiskusikan permasalahan, memberikan hipotesis berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman yang mereka miliki, mengidentifikasi fakta yang relevan dengan
kasus yang mereka hadapi, dan mengidentifikasi isu pembelajaran. Isu
pembelajaran terkait dengan topik yang berpotensi memiliki keterkaitan dengan
permasalahan dan bagian-bagian yang tidak dimengerti siswa.Siswa memberikan
isu pembelajaran berdasarkan analisis permasalahan.
Berdasarkan percobaan, Savery dan Duffy (1995) menyatakan bahwa
pada tujuan pembelajaran desain lingkungan menstimulasikan dan memungkinkan
siswa untuk berperilaku memecahkan masalah. Proses pemecahan masalah
didesain untuk memandu siswa. Dalam pengembangan permasalahan terdapat dua
panduan.Panduan yang pertama yaitu permasalahan harus memunculkan konsep
dan prinsip-prinsip harus relevan dengan konten. Oleh karena itu, permasalahan
harus dimulai dengan mengetahui konsep atau prinsip yang harus diketahui
siswa. Kedua, yaitu permasalahan harus nyata.Pembelajar harus menerima
permasalahan sebagai permasalahan sesungguhnya yang harus mereka pecahkan.
Dalam perannya, fasilitator hanya menanyakan pertanyaan seperti Mengapa?,
Apa maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar?.Fasilitator tidak
menggunakan pengetahuannya tentang konten untuk menanyakan sesuatu yang
mengarahkan siswa pada jawaban yang benar.
Menurut Utecht (2003: 7), PBL yang merupakan pembelajaran yang
bersifat self-directed (pembelajar mengatur arah pembelajaran) dan berdasarkan
situasi nyata, pembelajar meningkatkan kepercayaan diri untuk memecahkan
masalah yang kemungkinan akan mereka hadapi dalam keseharian mereka. PBL
-
36
membantu menunjukkan kepada pembelajar bahwa terdapat korelasi langsung
antara permasalahan di sekolah dan di dunia luar sekolah.PBL juga membantu
pembelajar dalam mengembangkan keterampilan berpikir analitis seperti berpikir
kritis, penentuan permasalahan dan pemecahan masalah (Utecht, 2003: 8).
Pembelajaran yang dilakukan dalam sistem berkelompok membantu pembelajar
belajar berkomunikasi secara efektif dengan pembelajar lain. PBL tidak hanya
membuat pembelajar menjadi aktif tetapi juga mengharuskan mereka untuk
berperan aktif.
Pengajar pertama-tama harus menentukan standar yang harus dipenuhi
siswa pada akhir pembelajaran.Dengan demikian pengajar dapat menentukan dan
mengembangkan permasalahan yang memungkinkan pembelajar memenuhi
standar yang ditentukan.
Berdasarkan uraian Savery dan Duffy dan Utecht di atas, Problem
Based Learning merupakan metode yang merupakan payung yang menaungi
strategi yang digunakan dalam penelitian kali ini. Problem Based Learning dinilai
sangat memungkinkan pembelajar untuk memberikan hipotesis berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki, mengidentifikasi fakta yang
relevan dengan kasus yang mereka hadapi, dan mengidentifikasi isu pembelajaran.
Selain itu, PBL memungkinkan pembelajar untuk menjawab Mengapa?, Apa
maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar? yang akan dipergunakan dalam
pembelajaran menulis teks argumentatif. PBL kemudian diimplementasikan
dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan berbagai cara, teknik,
prosedur, atau taktik yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan PBL.
-
37
Salah satu alat yang digunakan dalam mengimplementasikan PBL dalam proses
belajar mengajar adalah dengan menggunakan strategi WWH yang merupakan
prosedur mental yang digunakan penulis dalam membuat teks. Berikut akan
dijelaskan mengenai strategi WWH.
2. 3. 4 Strategi What Why How (WWH)
Strategi WWH merupakan strategi yang cocok dan sesuai dengan
landasan teori konstruktivisme. Strategi ini memiliki tahapan-tahapan yang
memungkinkan mahasiswa untuk mengeksplorasi pengetahuan dan diharapkan
dapat membantu mahasiswa dalam pengembangan penulisan teks argumentatif.
Penggunaan strategi ini memiliki keterkaitan yang erat dengan teori
konstruktivisme yang dipercaya terjadi pada diri setiap anak. Dengan penerapan
strategi ini setiap anak diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam membangun
blok-blok pengetahuan, melakukan transisi pengetahuan, serta memungkinkan
terjadinya perkembangan pada segi konstruktivisme mahasiswa pada proses
pembelajaran menulis teks argumentatif.
Strategi WWH mempunyai peranan penting pada penelitian ini. Strategi
WWH merupakan salah satu alat yang digunakan dalam pelaksanaan metode
PBL. Metode PBL sendiri merupakan metode yang dikembangkan berdasarkan
pendekatan konstruktivisme. Kondisi ini terstruktur dalam strategi WWH yang
mengharuskan pembelajar untuk membangun pengetahuan berdasarkan
lingkungan untuk perekonstruksian ulang pengetahuan dalam ketiga tahap WWH
(What, Why, dan How) sesuai teori konstruktivisme.Strategi ini juga
-
38
menghadirkan permasalahan yang harus dipecahkan oleh pembelajar dengan
panduan ketiga tahapan WWH.
Penggunaan strategi What Why How (WWH) pada penelitian ini
dimaksudkan untuk mempermudah subjek penelitian ini dalam mempelajari
keterampilan menulis khususnya menulis teks argumentatif. What Why How
(WWH) is the strategy to express the important information (Peha, 2003: 20).
Strategi ini merupakan cara yang dipakai penulis untuk menegaskan argumen-
argumen yang ingin disampaikan berupa informasi penting. Strategi WWH
dianggap dapat mendukung penelitian yang dilakukan dan menjadi strategi yang
dapat diandalkan dalam proses pembelajaran dan pengajaran.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Peha, strategi WWH memiliki
bagian-bagian yang memberdayakan siswa untuk memberikan dukungan atau
bukti pada proses menulis mereka (Peha, 2003: 20). Strategi ini memiliki
keterkaitan dengan penggunaan jenis teks yang dijadikan sebagai objek penelitian
kali ini yaitu teks argumentatif yang memerlukan bukti dan dukungan dalam
proses pembuatannya.
Berikut ini akan disampaikan bagian-bagian strategi WWH yang akan
dipergunakan pada penelitian ini.
a. What: what do you think?
Pengertian tahap ini adalah apa yang seseorang pikirkan. Pembelajar
diharapkan dapat menuangkan apa yang ia pikirkan berupa
pendapatnya. Bagian ini merupakan tahap awal dari strategi WWH.
-
39
Pada bagian ini pembelajar memberikan pendapat mereka, kemudian
menetapkannya sebagai ide utama pada saat mereka menulis.
b. Why: why do you think it?
Pengertian tahap kedua ini adalah mengapa seseorang berpikir dengan
pendapat yang telah ia sampaikan. Pada tahap ini mahasiswa
menggunakan CON dan refutation atau dengan kata lain PRO dalam
pattern 3. Pada bagian ini mahasiswa diharapkan dapat memberikan
CON terhadap tesis mereka dan sanggahan terhadap CON
(refutation/PRO). alasan mereka tentang pendapat mereka. Mereka
akan mengeksplorasi skema yang mereka miliki.
c. How: how do you know?
Pengertian tahap ini adalah bagaimana seseorang tahu bahwa apa yang
telah ia sampaikan itu benar. Ini adalah tahap pada saat mahasiswa
memberikan bukti-bukti pendukung untuk memperkuat gagasannya.
Pada tahap ini, pembelajar mulai menulis bukti-bukti dengan
mengeksplorasi semua hal yang terkait dengan penulisannya. Ini adalah
Tabel strategi WWH:
WHAT
(What do you think?)
WHY
(Why do you think it)
HOW
(How do you know?)
(This is your opinion) (These are your reasons) (This is your evidence or
examples)
(Sumber: Peha, 2003: 21)
Berdasarkan uraian di atas, strategi WWH dinilai mampu untuk
membantu pembelajar dalam menulis teks khususnya dalam penelitian ini teks
-
40
argumentatif.Strategi ini akan menjawab pertanyaan Mengapa?, Apa
maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar? dalam pengembangan argumen
yang diperlukan dalam menulis teks argumentatif.
2. 3. 5 Teks Argumentatif
Argumen diperlukan untuk menghadapi situasi di masyarakat untuk
memecahkan permasalahan sosial. Kata argue dalam bahasa Inggris berarti
menampilkan sesuatu beserta dengan bukti-bukti untuk memengaruhi orang lain.
Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan peneliti mengkaji mengenai kemampuan
menulis teks argumentatif.
Bukti-bukti yang ditampilkan dipergunakan untuk mendukung apa yang
ingin disajikan penulis. Oleh karena itu, menulis teks argumentatif dapat
membantu seorang penulis menuangkan idenya beserta dukungan yang kuat yang
dapat menyokong pendapatnya.
Penelitian ini menggunakan teori konstruktivisme pada proses
pembelajaran mahasiswa dan menggunakan strategi WWH. Penggunaan strategi
ini dimaksudkan untuk dapat lebih memberdayakan mahasiswa dalam menulis
teks argumentatif. Permasalahan yang dihadapi mahasiswa dalam pembuatan teks
argumentatif diharapkan dapat dikurangi dengan menggunakan strategi WWH
yang memungkinkan mahasiswa dalam mengeksplorasi pengetahuan sesuai
dengan konsep teori konstruktivisme.
Objek yang diamati adalah keterampilan menulis teks argumentatif.
Kata argumentative berasal dari kata argue (bahasa Inggris) yang bermakna to
-
41
present with evidence to convince someone else. (Arguments & Persuasion,
Reasoning & Emotion: The Gentle Art of Arguing.)
Menurut Ozagac (2004), esai argumentatif merupakan jenis tulisan
yang tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga menampilkan argumen yang
berisikan PROS (ide-ide pendukung) dan CONS (ide-ide penentang). Dalam jenis
tulisan argumentatif, seorang penulis akan memberikan alternatif atau cara baru
yang selama ini berbeda dari apa yang dipercayai oleh pembaca. Penulis
teksakanmemberikan sebuah topik yang berisikan isu. Setelah itu penulis teks
akan menampilkan apa yang selama ini dipercayai oleh pembaca (PROS).
Kemudian, untuk membandingkan dengan pernyataan tersebut, penulis teksakan
menampilkan hal berbeda dari apa yang dipercayai pembaca untuk mengubah cara
pandang pembaca (CONS). Untuk mendukung CONS yang berupa argumen,
penulis teks menambahkan bukti-bukti pendukung argumennya.
Berikut ini adalah Generic Structure dari esai argumentatif menurut
Ozagac (2004).
Pattern 1:
Thesis statement:
PRO idea 1
PRO idea 2
CON(s) + Refutation(s)
Conclusion
Pattern 2:
Thesis statement:
CON(s) + Refutation(s)
PRO idea 1
PRO idea 2
-
42
Conclusion
Pattern 3:
Thesis statement:
CON idea 1 -----> Refutation
CON idea 2 -----> Refutation
CON idea 3 -----> Refutation
Conclusion
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan jenis teks
argumentatif dengan pattern 3. Dalam menulis teks argumentatif mahasiswa
dilihat kemampuannya dalam menunjukkan fakta untuk menyimpulkan kebenaran
yang ia ungkap dan selama ini belum diketahui pembaca teks. Pattern3 ini dinilai
lebih jelas dalam menampilkan argumen PRO dan CON sehingga dapat
memperlihatkan kemampuan mahasiswa dalam memperlihatkan argumen dan
bukti yang mendukung tesisnya. Ide-ide PRO yang terdapat pada pattern 3
terdapat pada bagian refutation yang merupakan sanggahan atas ide-ide CON dan
mendukung atau pro terhadap thesis statement.
Teks argumentatif karangan mahasiswa dinilai kekohesifan dan
koherensiannya dalam teks. Alwi (2001: 428) berpendapat, kohesi dan koherensi
menjadikan tulisan yang dibaca bermakna, dan untaian kalimat yang tidak kohesif
dan koheren tidak akan membentuk wacana. Berdasarkan pendapat Alwi
tersebut, dapat dikatakan bahwa kohesi dan koherensi membuat suatu wacana
menjadi berterima bagi pembaca. Suatu tulisan menjadi bermakna dan dapat
dikatakan sebagai sebuah wacana apabila tulisan tersebut kohesif dan koheren.
Perlu diperhatikan bahwa pada penelitian ini mengkaji keselarasan antarparagraf
maka yang digunakan adalah koherensi, sedangkan kohesi adalah keselarasan
-
43
antar kalimat dalam sebuah paragraf. Menurut Laelasari dan Nurlaila (2006: 140),
koherensi adalah keselarasan yang mendalam antara isi dalam wacana. Suatu
wacana dikatakan koheren, apabila ada kekompakan gagasan yang dikemukakan
kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimat-kalimatnya memiliki hubungan
timbal balik serta secara bersama-sama membahas satu gagasan utama. Oleh
karena itu, peneliti melihat adanya kebersinambungan pada suatu paragraf apabila
terdapat kohesi dan koherensi pada suatu teks. Akan tetapi, pendeskripsian hasil
penelitian ini lebih ditonjolkan pada koherensi paragraf. Hal ini berkaitan dengan
strategi yang dipakai pada penelitian kali ini yaitu strategi WWH. Korpus berupa
hasil karangan mahasiswa dalam bentuk teks argumentatif ditampilkan kemudian
dianalisis kekoherenannya untuk membuktikan adanya pengaruh penggunaan
strategi WWH dalam membangun teks argumentatif.
Penilaian pada rubrik berfokus pada keterampilan menulis teks
argumentatif mahasiswa, yaitu dengan kriteria: ide, organisasi teks, indikator
(keterampilan berpikir kritis dan logis, keterampilan mengemukakan fakta yang
dapat diuji kebenarannya, dan keterampilan mengajak dan memengaruhi orang
lain), serta ketepatan mekanis. Pada bagian ketepatan mekanis ditonjolkan
penggunaan tata bahasa dalam oleh mahasiswa pada hasil teks argumentatif.
2. 3. 6 Koherensi
Dalam menulis sebuah teks seorang penulis hendaknya mampu
memudahkan pembaca untuk memahami teks yang ia sajikan dengan penggunaan
kalimat-kalimat yang mengalir dengan baik. Kalimat-kalimat yang terangkai
-
44
dengan baik satu sama lain menghasilkan sebuah teks yang koheren. Creswell
(2009) menyatakan bahwa pengertian koherensi adalah sebagai berikut.
Coherence in writing means that the ideas tie together and logically flow
from one sentence to another and from one paragraph to another.
Pernyataan di atas memperlihatkan bahwa koherensi dalam tulisan berarti
ide-ide saling berhubungan dan secara logis mengalir dari satu kalimat ke kalimat
lainnya dan dari satu paragraf ke paragraf lainnya.
Diperlukan kejelian penulis dalam memilih kata-kata yang dipergunakan
untuk menghasilkan sebuah teks yang koheren. Kata-kata yang dipergunakan
memiliki keterkaitan serta muncul dengan lazim antara kalimat sebelumnya dan
berikutnya.Hal ini membuat tulisan menjadi lebih mengalir dan menarik untuk
dibaca. Oleh karena itu,penyajian sebuah teks hendaknya menggunakan parameter
yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam menulis teks. Burchfield (1996)
dalam The New Fowlers Modern English Usage mengemukakan empat
parameter koherensi pada kemampuan menulis, yaitu: penggunaan ekspresi
transisi, pengulangan kata-kata dan frasa kunci, penggunaan referensi kata ganti,
dan penggunaan bentuk paralel. Berikut ini akan disampaikan mengenai
penjabaran secara umum dari keempat parameter tersebut, yang terdiri atas
penggunaan ekspresi transisi, pengulangan kata-kata dan frasa kunci, penggunaan
referensi kata ganti, dan penggunaan bentuk paralel.
1. Penggunaan ekspresi transisi terdiri atas yang paling sederhana, yaitu
konjungsi kecil seperti and, but, nor, for, yet, or, (atau kadang-kadang) so
ke penanda yang lebih kompleks yang menghubungkan ide-ide, yaitu kata
-
45
keterangan penghubung dan ekspresi transisi sepertihowever, moreover,
nevertheless, on the other hand. Berikut adalah tabel parameter transisi
yang disebut juga sebagai kata keterangan konjungsi atau konjungsi
adverbial.
Tabel 1.1Ekspresi transisi
Addition again, also, and, and then, besides, equally important, finally,
first, further, furthermore, in addition, in the first place, last,
moreover, next, second, still, too
comparison also, in the same way, likewise, similarly
Concession granted, naturally, of course
Contrast although, and yet, at the same time, but at the same time, despite
that, even so, even though, for all that, however, in contrast, in
spite of, instead, nevertheless, notwithstanding, on the contrary,
on the other hand, otherwise, regardless, still, though, yet
Emphasis certainly, indeed, in fact, of course
example or
illustration
after all, as an illustration, even, for example, for instance, in
conclusion, indeed, in fact, in other words, in short, it is true, of
course, namely, specifically, that is, to illustrate, thus, truly
Summary all in all, altogether, as has been said, finally, in brief, in
conclusion, in other words, in particular, in short, in simpler
terms, in summary, on the whole, that is, therefore, to put it
differently, to summarize
time
sequence
after a while, afterward, again, also, and then, as long as, at last,
at length, at that time, before, besides, earlier, eventually, finally,
formerly, further, furthermore, in addition, in the first place, in the
past, last, lately, meanwhile, moreover, next, now, presently,
second, shortly, simultaneously, since, so far, soon, still,
subsequently, then, thereafter, too, until, until now, when
Penggunaan ekspresi transisi di atas dipergunakan bukan berarti harus
dipergunakan seluruhnya dalam sebuah teks. Penggunaan transisi tersebut
bertujuan untuk menghubungkan ide-ide satu sama lain,bukan merupakan suatu
keharusan pula bagi seorang penulis untuk menghapal daftar di atas.
Namun, tetap ada ketentuan penggunaan ekspresi transisi di atas seperti
misalnya penggunaan before yang sering digunakan menandai kejadian
-
46
sebelumnya, bisa saja digunakan dalam kalimat non-formal atau informal. Akan
tetapi apabila dalam teks tertulis yang lebih formal hendaknya digunakan
alternatif formerly yang lebih formal untuk mengawali kalimat. Dalam teks
mahasiswa hendaknya menggunakan tulisan formal.
Selanjutnya, terdapat pula konjungsi yang berfungsi sebagai konjungsi
antar kata, antar kalimat, dan antar paragraf. Mahasiswa hendaknya menggunakan
ketiga macam konjungsi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Contohnya
adalah:
And konjungsi antar kata
But konjungsi antar kata
Before konjungsi antar kata
However konjungsi antar kalimat atau antar paragraf
Furthermore konjungsi antar kalimat atau antar paragraf
Formerly konjungai antar kalimat atau antar paragraf
2. Pengulangan kata-kata dan frasa kunci
Pengulangan kata-kata dan frasa kunci biasanya dihindari karena dianggap
sebagai pemborosan kata.Tetapi, dalam hal ini kata-kata atau frasa yang penting
bagi pembaca adalah hal yang penting untuk diulang dalam teks. Pengulangan ini
merupakan salah satu cara untuk menekankan poin penting yang ingin
disampaikan penulis sehingga menjadi lebih mencolok untuk dibaca dalam teks.
Kemampuan inilah yang juga harus dimiliki oleh penulis dalam membentuk
sebuah teks yang koheren.
-
47
3. Penggunaan referensi kata ganti
Penggunaan kata ganti merupakan penghubung ide-ide karena kata ganti
memberikan pembaca rujukan dari hal yang telah dibicarakan
sebelumnya.Penggunaan tersebut membuat pembaca secara cepat menyimpulkan
hal yang sedang dibicarakan berdasarkan kata ganti yang digunakan.Penulis teks
hendaknya menggunakan kata ganti dengan jelas dalam mengacu ke hal yang
sebelumnya dibicarakan. Ketidakjelasan penggunaan kata ganti akan
menyebabkan kalimat menjadi ambigu (bermakna ganda) atau bahkan
menyesatkan pembaca. Selain itu, penggunaan kata ganti juga tidak
diperkenankan untuk menghindari pernyataan yang memerlukan sumber yang
jelas seperti Mereka menyatakan bahwa. Atau Banyak yang menyatakan.
4. Penggunaan bentuk paralel
Dalam menulis, seorang penulis mengulang-ulang frasa, klausa, ataupun
keseluruhan kalimat untuk memudahkan bagi pembaca dalam membaca tulisan
penulis. Penggunaan bentuk paralel juga dapat ditemukan pada prosa.
Pengulangan secara sengaja dari frasa, klausa ataupun keseluruhan kalimat dalam
struktur yang lebih besar secara sengaja oleh penulis inilah yang disebut sebagai
penggunaan bentuk paralel. Pengulangan ini merupakan keseimbangan pada
kalimat atau frasa yang memiliki struktur gramatikal yang sama agar penulis dapat
mengekspresikan idenya dengan jelas dan tepat. Bagaimanapun juga, seorang
penulis hendaknya menulis dengan berdasarkan ide-ide yang sama yang
bersumber dari satu acuan dalam sebuah kalimat berupa topik ataupun ide utama
yang sama, bukan dengan menampilkan beberapa ide yang berlainan dalam satu
-
48
kalimat. Kekonsistenan ini merupakan hal yang penting bagi penulis dalam
menampilkan daftar ide yang ia sampaikan.Sebagai contoh dari penggunaan
bentuk paralel dikutip dari Kim dkk. (2014: 6) adalah:
1. Kalimat asli : Writing gives us the power to freely speak about our
opinions, topics, and views, and this will inevitably cause change.
2. Perbaikan : Writing gives us the power to freely speak about our
opinions, our topics, and our views, which will inevitably cause change.
Pada contoh di atas kalimat asli hendaknya ditambahkan our sebagai
bentuk keselarasan atau koherennya tulisan. Kata this yang merupaka kata
penunjuk tunggal pada this will inevitably cause change tidak selaras dengan
kelas kata-kata sebelumnya yang merupakan kata benda jamak diawali our.
Contoh lain dapat pula dilihat dari Using Parallellism dari Boundless
Writing, antara lain sebagai berikut.
1. Tidak paralel : We can pay with a mark, a yen, buck, or pound.
2. Paralel : We can pay with a mark, a yen, a buck, or a pound.
Paralelisme di atas memerlukan artikel (a, an atau the) atau preposisi yang
diterapkan ke semua anggota dalam seri seharusnya hanya diletakkan di awal item
saja atau diulang untuk semua item. A mark, a yen, diawali dengan artikel a,
sedangkan buck, or pound tidak. Oleh karena itu dianggap tidak paralel.
1. Tidak paralel : Students spend their time going to classes, studying,
working, and they wish they had time for a social life.
2. Paralel : Students spend their time going to classes, studying,
working, and wishing for a social life.
-
49
Paralelisme dalam contoh di atas memerlukan ide dan elemen yang sama
ditampilkan dalam bentuk yang sama. Pada contoh dipergunakan konjungsi and
memberitahukan bahwa verba berikutnya harus paralel dengan verba sebelumnya
(Boundless, 2015).
Dalam sebuah teks, koherensi membantu pembaca dalam memahami teks.
Penulis juga dapat menyampaikan dengan baik pesan yang ingin ia disampaikan.
Oleh karena itu, merupakan bagian yang sangat penting bagi penulis dalam
menulis sebuah teks untuk memperhatikan penulisan teks yang koheren.
Koherensi merupakan salah satu aspek yang dinilai dari teks mahasiswa
dan merupakan poin penting dalam pengembangan teks. Selain aspek koherensi,
aspek-aspek lainnya adalah ide, organisasi, pengemukaan fakta, pemberian
sugesti, dan kaidah. Keenam aspek ini kemudian akan dinilai sesuai rubrik
penilaian.
2.4 Model Penelitian
Model penelitian ini adalah penelitian eksperimen, dengan
menggunakan desain penelitian Subjek Random Desain Pretes-Postes Grup
(Randomized Subjects, Pretest-Posttest Control Group Design).Berikut ini adalah
tabel yang menunjukkan pola desain penelitian ini.
Tabel 1.2 Randomized Subjects Pretest-Postest Control Group Design
Grup Pretes Variabel Terikat Postes
(R) Eksperimen Y1 X Y2 (R) Kontrol Y1 - Y2 X = ada treatment (perlakuan)
- = tidak menerima treatment(perlakuan)
(Sukardi, 2003: 185).
-
50
Terdapat empat kelas yang diajarkan oleh empat orang dosen. Dua
kelas dipilih yang memilliki kemampuan setara baik dalam segi tahun angkatan,
usia, ataupun level kemampuan rata-rata kelas. Rata-rata nilai semua kelas
diperoleh dari hasil nilai mata kuliah menulis pada semester sebelumnya.Setelah
itu, pengundian secara lotre dilakukan pada kedua kelas tersebut untuk
memutuskan dua kelas yang digunakan untuk diteliti.
Sampel terdiri atas dua grup, yaitu: grup eksperimen dan grup kontrol.
Grup eksperimen adalah grup yang diberikan perlakuan yaitu pada proses
pembelajaran menggunakan StrategiWWH, sedangkan grup kontrol merupakan
grup yang tidak diberikan perlakuan melainkan sebagai grup pengontrol untuk
mengetahui perbandingan antara penggunaan Strategi WWH pada grup
eksperimen ataupun pembelajaran tanpa penerapan Strategi WWH pada grup
kontrol.
Pada pretes dilaksanakan tes awal dengan pembelajaran tanpa
menggunakan Strategi WWH (Y1) pada kedua grup, baik grup eksperimen
ataupun grup kontrol. Penerapan Strategi WWH merupakan tahapan pada variabel
terikat, yakni grup eksperimen menggunakan Strategi WWH (X) dan grup kontrol
tidak menggunakan Strategi WWH (-) dalam proses pembelajaran.
Pada postes dilaksanakan tes akhir pada kedua grup.Dalam tahap ini
direfleksikan hasil dari penerapan Strategi WWH pada hasil pembelajaran (Y2).
Hasil tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui pengaruh penggunaan
Strategi WWH pada proses pembelajaran. Pada postes, faktor-faktor yang
-
51
memengaruhi hasil karangan teks argumentatif pada mahasiswa dibahas serta
dianalisis. Model pada penelitian ini disajikan pada bagan berikut.
-
52
Permasalahan: kendala menulis teks argumentatif mahasiswa STIBA Saraswati Denpasar
Teori belajar konstruktivisme
PBL WWH
Strategy
Populasi
Pengundian secara lotere
Grup Kontrol Grup Eksperimen
Per
lakuan
(X)
Refleksi
Postes (Y2)
Refleksi
Data (Kuesioner dan Tes)
Analisis Data
Simpulan
Refleksi Refleksi
Tan
pa
Per
lakuan
(-)
Refleksi
Pretes (Y1)
-
53
Keterangan:
: langkah selanjutnya
: penerapan metode dan strategi
: pembelajaran dengan penerapan perlakuan dan pembelajaran
tanpa perlakuan
Berikut ini dijelaskan gambaran secara umum langkah-langkah pada
desain penelitian. Langkah awal pada desain penelitian ini adalah dengan
menentukan kendala yang terdapat pada mahasiswa STIBA Saraswati Denpasar
Program Studi Bahasa Inggris Strata 1. Kendala yang ditemukan adalah mengenai
kurangnya kemampuan mahasiswa dalam menulis teks argumentatif. Berdasarkan
atas teori konstruktivisme yang meyakini adanya konstruksi pengetahuan dalam
kognitif seseorang, metode yang dapat menyesuaikan dengan teori ini adalah
Problem Based Learning yang memungkinkan mahasiswa untuk belajar secara
aktif mengkonstruksikan pengetahuan.
Standar yang harus dipenuhi siswa pada akhir pembelajaran
diberitahukan pada pemberian materi teks argumentatif. Dengan demikian
pengajar dapat menentukan dan mengembangkan permasalahan yang
memungkinkan pembelajar memenuhi standar yang ditentukan.PBL
memungkinkan pembelajar untuk menjawab Mengapa?, Apa maksudmu?,
Bagaimana kau tahu itu benar? yang dipergunakan dalam pembelajaran menulis
teks argumentatif.
Strategi yang dipilih untuk memudahkan mahasiswa dalam membuat
teks argumentatif adalah strategi What Why How. Strategi ini menjawab
-
54
pertanyaan Mengapa?, Apa maksudmu?, Bagaimana kau tahu itu benar?
dalam pengembangan argumen yang diperlukan dalam menulis teks argumentatif.
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah dengan menetapkan sampel
dari populasi mahasiswa STIBA Saraswati Denpasar Program Studi Bahasa
Inggris Strata 1 dengan menetapkan sampel.Dua (2) kelas yang memiliki
kemampuan awal setara dalam keterampilan menulis berdasarkan rata-rata nilai
yang diperoleh mahasiswa semester sebelumnya dipilih.
Berikutnya penerapan pretes dan diikuti dengan refleksi hasil skor
perolehan mahasiswa dengan penyekoran menggunakan acuan rubrik penilaian.
Setelah diadakan refleksi, penerapan strategi WWH dilakukan pada grup
eksperimen sedangkan pada grup kontrol tidak diimplementasikan.Kemudian
dilakukan refleksi dengan menggunakan rubrik penilaian.
Langkah berikutnya adalah dengan memberikan postes pada kedua
grup, yaitu grup eksperimen dan grup kontrol. Refleksi kembali dilakukan dengan
rubrik penilaian. Setelah refleksi, dilakukan penyebaran kuesioner pada
mahasiswa. Setelah analisis data baik tes dan kuesioner, langkah akhir yang
dilakukan peneliti adalah membuat simpulan mengenai hasil penelitian.
Kesimpulan ini menjawab masalah yang telah dirumuskan. Selain itu, simpulan
juga menentukan kebenaran hipotesis awal yang diajukan peneliti.