BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.unpas.ac.id/15466/4/BAB II fix .pdf ·...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.unpas.ac.id/15466/4/BAB II fix .pdf ·...
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pofitabilitas
2.1.1.1 Pengertian Profitabilitas
Daya tarik utama bagi pemilik perusahaan (pemegang saham) dalam suatu
perseroan adalah profitabilitas. Dalam konteks ini profitabilitas berarti hasil yang
diperoleh melalui usaha manajemen atas dana yang diinvestasikan pemilik
perusahaan.
Pengertian profitabilitas menurut Mamduh M. Hanafi (2012:81):
“Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan
(profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham yang
tertentu. Ada tiga rasio yang sering dibicarakan yaitu profit margin, return
on asset (ROA), dan return on equity (ROE).”
Kasmir (2015:114) mengatakan bahwa:
“Rasio Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode
tertentu. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen
suatu perusahaan yang ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari
penjualan atau dari pendapatan investasi.”
Menurut Sudana (2011:22) bahwa:
“Porfitability ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki
perusahaan, seperti aktiva, modal atau penjualan perusahaan.”
18
Menurut Sartono (2012:122) bahwa:
“Profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahan
untuk menghasilkan laba baik dalam hubungannya dengan penjualan,
assets maupun laba bagi modal sendiri. Dengan demikian bagi investor
jangka panjang akan sangat bekepentingan dengan analisis profitabilitas
ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-
benar akan diterima dalam bentuk dividen.”
2.1.1.2 Tujuan Penggunaan Rasio Profitabilitas
Tujuan dari penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi
pihak luar perusahaan menurut Kasmir (2015:197):
1. “Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Untuk menilai
besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
4. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri.
5. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal sendiri.
6. Dan tujuan lainnya.”
2.1.1.3 Manfaat Penggunaan Rasio Profitabilitas
Rasio pofitabilitas memiliki manfaat tidak hanya bagi pihak pemilik usaha
atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak di luar perusahaan, terutama pihak-
pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahan. Sementara itu
manfaat yang diperoleh dari rasio profitabilitas menurut Kasmir (2015:198)
adalah sebagai berikut:
1. “Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang
2. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
3. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan laba sendiri.
19
4. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri.
5. Manfaat lainnya.”
2.1.1.4 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas
Adapun jenis-jenis profitabilitas dalam buku Sartono (2012:113), sebagai
berikut:
1. Gross Profit Margin digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba melalui persentase laba kotor dari penjualan perusahaan.
= Penjualan – Harga PokokPenjualan
Penjualan
2. Net Profit Margin digunakan untuk mengetahui laba bersih dari penjualan
setelah dikurangi pajak.
= Laba setelah pajak
Penjualan
3. Profit Margin digunakan untuk menghitung laba sebelum pajak dibagi total
penjualan.
= Laba sebelum pajak
Penjualan
4. Return On Investment atau Return On Assets menunjukkan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.
/ = Laba setelah pajak
Total Aktiva
20
6. Return On Equity mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba
yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.
= Laba setelah pajak
Modal Sendiri
Rasio profitabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan
untuk mendapatkan laba, melalui rasio inilah investor dapat mengetahui tingkat
pengembalian dari investasinya. Rasio profitabilitas yang sering digunakan yaitu
Return on Assets (ROA), Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE),
Gross Profit Margin dan Net Profit Margin.
Perusahaan dapat menggunakan rasio profitabilitas secara keseluruhan
atau hanya sebagian saja dari jenis rasio profitabilitas yang ada. Penggunaan rasio
secara sebagian berarti bahwa perusahaan hanya menggnunakan beberapa jenis
rasio saja yang memang di anggap perlu di ketahui. Hery (2016:193)
Dari semua rasio profitabilitas di atas, penulis hanya akan menggunakan
rasio Return On Equity (ROE), karena rasio ini menunjukkan kesuksesan
manajeman dalam memaksimalkan tingkat kembalian pada pemegang saham.
Return On Equity merupakan salah satu variabel yang terpenting yang dilihat
investor sebelum mereka berinvestasi. ROE menunjukan kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang
dimiliki perusahaan. Investor yang akan membeli saham akan tertarik dengan
ukuran profitabilitas ini, atau bagian dari total profitabilitas yang bisa
dialokasikan ke pemegang saham. Hanafi dan Halim (2012:177).
21
2.1.1.5 Return On Equity (ROE)
Return on equity adalah rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak
dengan modal sendiri kasmir (2015:204).Rasio ini menunjukkan daya untuk
menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai buku para pemegang saham.
Semakin tinggi rasio ini, semakin baik, artinya posisi pemilik perusahaan semakin
kuat. Rasio yang paling penting adalah pengembalian atas ekuitas (return on
equity), yang merupakan laba bersih bagi pemegang saham di bagi dengan total
ekuitas pemegang saham. Brigham & Houston ( 2011:133)
Pengertian Return On Equity (ROE) menurut Sartono (2012:124)
ROE yaitu:
“Mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi
pemegang saham perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar
kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang besar maka rasio ini
akan besar”.
Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2012:84) ROE adalah
sebagai berikut:
“Rasio ini mengukur kemampuan menghasilkan laba berdasarkan modal
saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut
pandang pemegang saham.”
Pengertian (ROE) menurut Agus Harjito dan Martono (2010:61) adalah
sebagai berikut :
”Return On Equity sering disebut rentabilitas modal sendiri dimaksudkan
untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik
modal sendiri.”
22
Menurut Kasmir (2015:204) Rumus untuk mencari Return on Equity
(ROE) dapat digunakan sebagai berikut:
Return on Equity (ROE) =
Kasmir (2015 : 204)
2.1.1.6 Manfaat Dan Tujuan Return On Equity
Menurut Kasmir (2015:198) Manfaat yang diperoleh dari penggunaan
rasio ROE adalah untuk:
1. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
2. Mengetahui produktivitas dari sesuluh dan perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri
3. Untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal sendiri maupun pinjaman.
Sementara itu, menurut Kasmir (2015:197) Tujuan penggunaan rasio
Return On Equity bagi perusahaan maupun pihak luar perusahaan, yaitu:
1. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
2. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
pinjaman maupun modal sendiri.
3. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal sendiri maupun pinjaman.
2.1.2 Nilai Perusahaan
2.1.2.1 Pengertian Nilai Perusahaan
Salah satu tujuan utama suatu perusahaan adalah memaksimumkan nilai
perusahaan, nilai perusahaan digunakan sebagai pengukur keberhasilan
perusahaan karena dengan meningkatnya nilai perusahaan berarti meningktnya
kamakmuran pemilik perusahaan atau pemegang saham. Nilai perusahaan dapat
23
dilihat dari nilai saham perusahaan yang bersangkutan (Martono dan Harjito
2010:34)
Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2012:6) nilai perusahaan
adalah sebagai berikut :
“Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Semakin tinggi nilai
perusahaan semakin besar kemakmuran yang diterima oleh pemilik
perusahaan”.
Menurut Agus Sartono (2012:9) nilai perusahaan dapat didefinisikan
sebagai berikut:
“Tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat ditempuh
dengan memaksimumkan nilai sekarang atau present value semua
keuntungan pemegang saham akan meningkat apabila harga saham yang
dimiliki meningkat”.
Farah Margareta (2011:7) mengemukakan bahwa:
“Nilai perusahaan yang sudah go public tercermin dalam harga pasar
saham perusahaan sedangkan pengertian nilai perusahaan yang belum go
public nilainya terealisasi apabila perusahaan akan dijual (total aktiva dan
prospek perusahaan, risiko usaha,lingkngan usaha, dan lain lain).”
Berdasarkan definisi diatas, dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan
adalah prsepsi investor terhadap perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga
saham, seperti yang dikemukakan oleh Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti
(2012:6) bahwa:
“Secara normatif tujuan keputusan keuangan adalah memaksimumkan
nilai perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan, semakin besar
kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan. Bagi
perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang
diperjual-belikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan”.
24
2.1.2.2 Tujuan Memaksimalkan Nilai Perusahaan
Menurut I Made Sudana (2011:7) toeri-teori di bidang keuangan memiliki
satu fokus, yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham atau pemilik
perusahaan (wealth of the shareholders). Tujuan normatif ini dapat diwujudkan
dengan memaksimalkan nilai pasar perusahaan (market value of firm). Bagi
perusahaan yang sudah go public, memaksimalkan nilai perusahaan sama dengan
memaksimalkan harga pasar saham. Memaksimalkan nilai perusahaan dinilai
lebih tepat sebagai tujuan perusahaan karena:
a. Memaksimalkan nilai perusahaan berarti memaksimalkan nilai sekarang dari
semua keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham dimasa yang
akan datang atau berorientasi jangka panjang.
b. Mempertimbangkan faktor resiko.
c. Memaksimalkan nilai perusahaan lebih menekankan pada arus kas dari pada
sekedar laba menurut pengertian akuntansi.
d. Memaksimalkan nilai perusahaan tidak mengabaikan tanggung jawab sosial.
2.1.2.3 Konsep Nilai Perusahaan
Menurut Christawan dan Tarigan (2007) beberapa konsep nilai yang
menjelaskan nilai perusahaan di antaranya sebagai berikut :
1. Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum secara formal dalam nggaran dasar
perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga di
tulis jelas dalam surat saham kolektif
2. Nilai pasar atau sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses
tawar menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham
perusahaan di jual di pasar saham
3. Nilai intrinsik merupakan nilai yang mengacu pada perkiraan nilai rill suatu
perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intinsik ini bukan sekadar
harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis
yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.
4. Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep
akuntansi.
25
5. Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan yang harus dipenuhi.
Nilai sisa itu merupakan bagian para pemegang saham. Nilai likuidasi bisa
dihitung berdasarkan neraca performa yang disiapkan ketika suatu perusahaan
akan di likuidasi.
2.1.2.4 Metode Pengukuran Nilai Perusahaan
Menurut Weston dan Copelan (2008:244) pengukuran nilai perusahaan
terdiri dari:
a. Price Earning Ratio (PER)
b. Price to Book Value (PBV)
c. Tobin’s Q
a. Price Earning Ratio (PER)
PER adalah perbandingan antara harga saham perusahaan dengan earning
per share dalam saham. PER adalah fungsi dari perubahan kemampuan
laba yang diharapkan di masa yang akan datang. Semakin besar PER,
maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh
sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. PER dapat dihitung
dengan rumus :
b. Price to Book Value (PBV)
Price to Book Value (PBV) mengambarkan seberapa besar pasar
menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini,
berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut. PBV juga
menunjukan seberapa jauh suatu perusahaan mampu menciptakan nilai
perusahaan yang relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan.
c. Tobin’s Q
Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan
adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Tobin’s Q ini dikembangkan
oleh professor James Tobin (Weston dan Copeland, 2004). Rasio ini
PBV = Harga pasar per lembar .
Nilai buku per lembar saham
PER = Harga pasar perlembar saham
Laba perlembar saham
26
merupakan konsep yang sangat berharga karena menunjukkan estimasi
pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap
dolar investasi incremental. Tobin’s Q dihitung dengan
membandingkan rasio nilai pasar saham perusahaan dengan nilai buku
ekuitas perusahaan. Rumusnya sebagai berikut :
Keterangan: Q : nilai perusahaan
EMV (nilai pasar ekuitas) : closing price saham x jumlah saham yang
beredar
D : nilai buku dari total hutang
EBV : nilai buku dari total asset
Menurut Irham Fahmi (2013:138), rasio penilaian terdiri dari:
a. Earning Per Share (EPS)
b. Price Earning Ratio (PER) atau Rasio Harga Laba
c. Price Book Value (PBV)
Adapun penjelasan dari rasio penilaian ini adalah sebagai berikut:
a. Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share atau pendapatan per lembar saham adalah
pemberian keuntungan yang diberikan kepada pemegang saham dari
setiap lembar yang dimiliki.
Adapun rumus earning per share adalah:
Keterangan:
EPS = Earning Per Share
EAT = Earning After Tax atau Pendapatan setelah pajak
= Jumlah saham yang beredar
27
b. Price Earning Ratio (PER)
Rasio ini diperoleh dari harga pasar saham biasa dibagi dengan laba
per lembar saham (Earning Per Share) sehingga semakin tinggi rasio
ini akan mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan juga semakin
membaik.
Adapun rumus Price Earning Ratio (PER) adalah:
Keterangan:
PER = Price Earning Ratio
MPS = Market Price Pershare atau Harga Pasar per saham
EPS = Earning Per Share atau laba per lembar saham
c. Price Book Value (PBV)
Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku
saham suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini berarti pasar makin
percaya akan prospek perusahaan tersebut
.
Keterangan:
PBV = Price Book Value
MPS = Market Price per Share atau harga pasar per saham
BVS = Book Value per Share atau Nilai buku per saham
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Price Book Value dalam
mengukur nilai perusahaan, karena Price book value menunjukan seberapa
jauh suatu perusahaan mampu menciptakan nilai perusahaan yang relatif
terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Semakin tinggi rasio price book
28
value dapat diartikan semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi
pemegang saham. Menurut Brigham (2011:151) rasio harga pasar suatu saham
terhadap nilai bukunya memberikan indikasi pandangan investor atas
perusahaan. Perusahaan dipandang baik oleh investor yang artinya perusahaan
dengan laba dan arus kas yang aman serta terus mengalami pertumbuhan,
dijual dengan rasio nilai buku yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan
dengan pengembalian yang rendah.
Menurut Brigham dan Houston (2011:151) price to book value dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2.1.2.5 Saham
Pengertian saham menurut Sunariyah (2011:126) yang dimaksud dengan
saham adalah sebagai berikut:
“Surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk
perseroan terbatas (PT) atau yang biasa disebut emitmen. Saham
menyatakan bahwa pemilik saham tersebut juga pemilik sebagian dari
perusahaan tersebut.”
pengertian saham menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011:5) adalah
sebagai berikut:
“Sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam
suatu perusahaan atau perseroan. Saham berwujud selembar kertas yang
menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan
yang menerbitkan surat berharga tersebut”.
Price Book Value (PBV) = Harga pasar per saham
Nilai Buku per lembar saham
29
Selembar saham mempunyai nilai atau harga dan dapat dibedakan menjadi
3 (tiga), yaitu:
a. Harga Nominal
Harga yang tercermin dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten
untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan, besarnya harga nominal
memberikan arti penting saham karena dividen minimal biasanya ditetapkan
berdasarkan nilai nominal.
b. Harga Perdana
Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek.
Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi
(under writer) dan emiten, dengan demikian akan diketahui berapa harga
saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan
harga perdana.
c. Harga Pasar
Jika harga perdana merupakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor,
maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor
yang lain, harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa, transaksi
di sini tidak lagi melibatkan emiten daripenjamin emisi harga ini yang disebut
sebagai harga di pasar sekunder.
Berdasarkan penejelasan diatas mengenai saham maka dapat di artikan
saham yaitu suatu tanda seseorang dalam kepemilikan suatu perusahaan dimana
dengan berwujud kertas yang mempunyai nilai atau harga.
2.1.2.6 Investasi
Pengertian investasi menurut Tandelilin (2010:3) adalah sebagai berikut:
“Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya
yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan di masa yang akan datang.”
Pengertian investasi menurut Sunariyah (2011:4) adalah sebagai berikut :
30
“Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang
dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan
keuntungan di masa-masa yang akan datang.”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa investasi adalah sejumlah
komitmen atas sejumlah dana selama waktu tertentu untuk mendapatkan
keuntungan dimasa yang akan datang.
Menurut Sunariyah (2011:4) macam-macam investasi dibagi menjadi dua
bagian yaitu:
1. Investasi dalam bentuk aktiva rill (real asset) berupa aktiva berwujud seperti
emas, perak, intan, barang-barang seni, dan real estate.
2. Investasi dalam bentuk surat-surat berharga (financial asset) berupa surat-
surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva rill yang
dikuasai oleh entitas. Pemilihan aktiva financial dalam rangka investasi pada
sebuah entitas dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Investasi langsung (direct investment)
Investasi langsung dapat diartikan sebagai suatu kepemilikan surat-surat
berharga secara langsung dalam suatu entitas yang secara resmi telah go
public dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa
penghasilan dividend dan capital gain.
b. Investasi tidak langsung (indirect investment)
Investasi tidak langsung terjadi bilamana surat-surat berharga yang
dimiliki diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi (investment
company) yang berfungsi sebagai perantara.
2.1.3 Corporate Social Responsibility
2.1.3.1 Pengertian Corporate Social Responsibility
Pengertian Sukrisno Agoes (2011:32) mendefinisikan corporate social
responsibility sebagai berikut :
“Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan tanggung jawab
perusahaan baik terhadap karyawan di perusahaan itu sendiri ( internal)
31
dan diluar perusahaan (eksternal) karena perusahaan merupakan bagian
dari lingkunganya.”
Menurut Nor Hadi (2014:48) Corporate Social Responsibility adalah:
“Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan satu bentuk tindakan yang
berangkat dari pertimbanga etis perusahaan yang di arahkan untuk
meningkatkan ekonomi, yang di barengi dengan peningkatan kualtas hidup
bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas
hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas.”
Menurut Johnson dan Johnson dalam Noor Hadi (2014: 46) pengertian
CSR adalah sebagai berikut:
“Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu tentang bagaimana suatu
perusahaan mengelola operasi bisnisnya dengan menghasilakn produk
yang berorientasi positif bagi lingkungnnya.”
Menurut Hendrik Budi Untung (2008:1) adalah sebagai berikut:
“Corporate Social Responsibility sebagai komitmen perusahaan atau dunia
bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang
berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan
dan menitikberatkan pada keseimbangan pada keseimbangan antara
perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan”.
Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa Corporate
Social Responsibility merupakan tanggung jawab perusahaan yang terkait dengan
aspek ekonomi,sosial, dan lingkungan.
2.1.3.2 Manfaat Corporate Social Responsibility
Manfaat corporate social responsibility bagi perusahaan menurut
Hendrik Budi Untung (2008:6) sebagai berikut:
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merk perusahaan.
2. Mendapat lisensi untuk beroperasi secara sosial.
3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan.
4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha.
5. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
32
6. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah.
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholder.
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator.
9. Meningkatkan semangat dan produktifitas karyawan.
10. Peluang mendapatkan penghargaan.
Menurut Lako (2011:103), manfaat yang diperoleh perusahaan dalam
melakukan pengungkapan CSR adalah
1. Profitabilitas dan kinerja keuangan perusahaan akan semakin kokoh
2. Meningkatnya akuntanbilitas dan apresiasi positif dari komunitas investor,
kreditor, pemasok, dan konsumen;
3. Meningkatnya komitmen etos kerja, efisiensi dan produktivitas karyawan;
4. Menurunnya kerentanan gejolak sosial dan resistensi komunitas sektiar
karena merasa diperhatikan dan dihargai perusahaan
5. Meningkatnya reputasi, corporate branding, goodwill (intangible asset) dan
nilai perusahaan dalam jangka panjang
2.1.3.3 Prinsip-Prinsip Corporate Social Responsibility
Crowther David (2008) dalam Nor Hadi (2014:59) menguraikan prinsip-
prinsip tanggung jawab sosial (social responsibility) sebagai berikut :
1. Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan
aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya dimasa
depan. Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan
sumber daya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan
kemampuan generasi masa depan.
2. Accountability, upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas
aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan ketika aktivitas
perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini
menjelaskan pengaruh kuantitatif aktifitas perusahaan terhadap pihak internal
dan eksternal. Akuntabilitas perusahaan dapat dijadikan sebagai media bagi
perusahaan membangun image dan network terhadap para pemangku
kepentingan. menunjukan bahwa tingkat keluasan dan keinformasian laporan
perusahaan memiliki konsekuensi sosial maupun ekonomi. Tingkat
akuntabilitas dan tanggungjawab perusahaan menentukan legitimasi
stakeholders eksternal, serta meningkatkan transaksi dalam perusahaan.
3. Transparancy, merupakan prinsip penting bagi pihak ekstenal. Transaksi
bersinggungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak
terhadap pihak eksternal.”
33
2.1.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Corporate Social
Responsibility
Menurut Princes of Wales Foundation dalam Hendrik Budi Untung
(2008:11) ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi implementasi
Corporate Social Responsibility, yaitu :
1. Menyangkut human capital atau pemberdayaan manusia.
2. Environments yang berbicara tentang lingkungan.
3. Good Corporate Governance yaitu mekanisme bagaimana sumber daya
perusahaan dialokasikan menurut aturan hak dan kuasa.
4. Social cohesion, artinya dalam melaksanakan Corporate Social Responsibility
jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial.
5. Economic strength atau memberdayakan lingkungan menuju kemandirian di
bidang ekonomi.
Aktivitas Corporate Social Responsibility bagi perusahaan publik,
apabila dilihat dari investor global yang memiliki idealisme tertentu, dengan
aktivitas Corporate Social Responsibility, saham perusahaan dapat lebih bernilai.
Investor akan rela membayar mahal karena kita membicarakan tentang
sustainability dan acceptability. Sebab itu terkait dengan risiko bagi investor.
Investor menyumbangkan social responsibility dalam bentuk premium nilai
saham. Itu sebabnya ada pembahasan tentang corporate social responsibility pada
annual report, karena investor ingin bersosial dengan membayar saham
perusahaan secara premium. Kalau perusahaan anda tergolong high-risk investor
akan menghindar. Jadi, dari uraian tersebut tampak bahwa faktor yang
mempengaruhi implementasi corporate social responsibility adalah komitmen
pemimpin perusahaan, ukuran dan kematangan perusahaan serta regulasi dan
sistem perpajakan yang diatur pemerintah.
34
2.1.3.5 Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Pengungkapan CSR merupakan cara pemberian informasi dan
pertanggungjawaban dari perusahaan terhadap stakeholder. Hal ini juga
merupakan salah satu cara untuk mendapatkan, mempertahankan seta
meningkatkan legitimasi stakeholder. Nuswandari (2009) menyatakan bahwa
informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan menjadi dua yaitu
pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela
(voluntary dislclosure).
Nuswandari (2009) menyatakan bahwa pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) adalah :
“Informasi yang harus diungkapkan oleh emiten yang diatur oleh
peraturan pasar modal suatu negara. Setiap emiten atau perusahaan publik
yang tedaftar di bursa efek wajib menyampaikan laporan tahunan secara
berkala dan informasi lainnya kepada Bapepam dan publik”
Selain itu Nuswandari (2009) menyatakan bahwa pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure) adalah :
“Penyampaian informasi yang diberikan secara sukarela oleh perusahaan
di luar pengungkapan wajib. Pengungkapan sukarela merupakan
pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan
pasar modal yang berlaku. Perusahaan memiliki keleluasaan dalam
melakukan pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan sehingga
menimbulkan adanya keragaman atau variasi luas pengungkapan sukarela
antar perusahaan.”
Tanggung jawab sosial perusahaan bersifat wajib (mandatory) bagi kriteria
perusahaan tertentu seperti yang diungkapakan dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pasal 74 yang menyatakan bahwa :
35
1. Perseroan yang menjalankan usahanya dibindang dan atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaanya dilakukan dengan
memperhatikan kepatuhan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan
diatur dengan peraturan pemerintah.”
Selain perusahaan wajib melakukan kegiatan CSR, perusahaan juga wajib
mengungkapakannya dalam annual report seperti yang disebutkan dalam UU No.
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 66 ayat (2) bahwa :
laporan tahunan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus memuat
sekurangkurangnya :
a. Laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun
buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya,
laporan laba rugi dai tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan
laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas keuangan tersebut;
b. Laporan mengenai perseroan;
c. Laporan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan;
d. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan usaha perseroan;
e. Laporan menganai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
f. Nama anggota Direksi dan anggora Dewan Komisaris;
g. Gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan
tunjangan bai anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun baru yang
lampau.”
Dapat dilihat pada point c, yang menyatakan bahwa adanya kewajiban
bagi para emiten di bursa efek untuk melakukan pengungkapan CSR. Namun
demikian item-item apa saja yang harus diungkapkan hingga saat ini belum ada
peraturan baku yang mengaturnya. Oleh karena itu item-item CSR yang
36
diungkapkan persusahaan masih merupakan informasi yang bersifat sukarela
(voluntary).
Lako (2011:65) menganjurkan perusahaan untuk bisa mulai mengadopsi
Sustainability Reporting Guideliness (SRG) dari Global Reporting Initiative
(GRI) karena belum adanya pedoman dari pemerintah dan Ikatan Akuntan
Indonesia. GRI memberikan pedoman yang cukup komprehensif bagi perusahaan
dalam pelaporan informasi terkait dengan biaya (cost), dan kinerja ekonomi,
lingkungan, dan sosial.
Definisi Sustainability Reporting menurut Lako (2011:64) adalah:
“Pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial,
pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sustainability
report membahas pelaporan perusahaan tentang tanggung jawabnya
terhadap ekonomi, lingkungan, dan sosial yang akan mempengaruhi
perusahaan secara keseluruhan”.
Sampai saat ini belum ada standar baku yang mengatur tentang
pengungkapan CSR. Sehingga sejumlah institusi menciptakan item laporan yang
bisa berlaku universal untuk semua perusahaan. Salah satu yang terkenal adalah
Global Reporting Initiative (GRI) yang diluncurkan pada tahun 1997. Pada
umumnya perusahaan menggunakan konsep GRI sebagai acuan dalam
penyusunan pelaporan CSR. Konsep pelaporan CSR yang digagas oleh GRI
adalah konsep sustainability report yang muncul sebagai akibat dari konsep
sustainability development.
37
2.1.3.6 Global Reporting Initiative (GRI)
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen pengukuran CSR
Disclosure berdasarkan Global Reporting Initiative (GRI). GRI adalah sebuah
organisasi nonprofit yang memiliki concern terhadap sustainability development.
Sampai saat ini belum ada standar baku yang mengatur tentang pengungkapan
CSR. Sehingga sejumlah institusi menciptakan item laporan yang bisa berlaku
universal untuk semua perusahaan. Pada umumnya perusahaan menggunakan
konsep dari GRI (Global Reporting Initiative) sebagai acuan dalam penyusunan
pelaporan CSR. Konsep pelaporan CSR yang digagas oleh GRI adalah konsep
sustainability report yang muncul sebagai akibat dari konsep sustainability
development. Dalam sustainability report digunakan metode triple bottom line,
yang tidak hanya melaporakan sesuatu yang diukur dari sudut padang ekonomi
saja tetapi juga dari sudut pandang sosial dan lingkungan.
GRI Guidelines Versi 3 menyebutkan bahwa, perusahaan harus
menjelaskan dampak aktivitas perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan dan
sosial pada bagian standar disclosure. Kategori CSR menggunakan standar dari
GRI berisi 6 indikator yaitu:
1. Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator)
2. Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator)
3. Indikator Kinerja Tenaga Kerja (labor practices performance indicator)
4. Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia (human rights performance indicator)
5. Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator)
6. Indikator Kinerja Produk (product responsibility performance indicator)
Dalam indikator tersebut terdapat kategori yang berjumlah 79 indikator
(ekonomi 9 kategori, lingkungan 30 kategori, tenaga kerja 14 kategori, hak asasi
38
manusia 9 kategori, sosial 8 kategori, dan produk 9 kategori) jenis kategori.
Indikator GRI ini dipilih karena merupakan aturan internasional yang telah diakui
oleh perusahaan di dunia. Rincian untuk indikator pengungkapan sosial dapat
dilihat sebagai berikut.
Tabel 2.1
Indeks Pengungkapan CSR Berdasarkan GRI Indikator
INDIKATOR
KINERJA
ASPEK
EKONOMI
EKONOMI
Aspek: Kinerja Ekonomi
Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi
pendapatan, biaya operasi, imbal jasa karyawan, donasi,
dan investasi komunitas lainnya, laba ditahan, dan
pembayaran kepada penyandang dana serta pemerintah.
Implikasi finansial dan risiko lainnya akibat perubahan
iklim serta peluangnya bagi aktivitas organisasi.
Jaminan kewajiban organisasi terhadap program imbalan
pasti.
Bantuan finansial yang signifikan dari pemerintah.
Aspek : Kehadiran Pasar
Rentang rasio standar upah terendah dibandingkan dengan
upah minimum setempat pada lokasi operasi yang
signifikan.
Kebijakan, praktek, dan proporsi pengeluaran untuk
pemasok lokal pada lokasi operasi yang signifikan.
Prosedur penerimaan pegawai lokal dan proporsi
manajemen senior lokal yang dipekerjakan pada lokasi
operasi yang signifikan.
Aspek: Dampak Ekonomi Tidak Langsung
Pembangunan dan dampak dari investasi infrastruktur serta
jasa yang diberikan untuk kepentingan publik secara
komersial, natura, atau pro bono.
Pemahaman dan penjelasan dampak ekonomi tidak
langsung yang signifikan, termasuk seberapa luas
39
dampaknya.
LINGKUNGAN
Aspek: Material
Penggunaan Bahan; diperinci berdasarkan berat atau
volume.
Persentase Penggunaan Bahan Daur Ulang.
Aspek: Energi
Penggunaan Energi Langsung dari Sumberdaya Energi
Primer.
Pemakaian Energi Tidak Langsung berdasarkan Sumber
Primer.
Penghematan Energi melalui Konservasi dan Peningkatan
Efisiensi.
Inisiatif untuk mendapatkan produk dan jasa berbasis
energi efisien atau energi yang dapat diperbarui, serta
pengurangan persyaratan kebutuhan energi sebagai akibat
dari inisiatif tersebut.
Inisiatif untuk mengurangi konsumsi energi tidak langsung
dan pengurangan yang dicapai.
Aspek: Air
Total pengambilan air per sumber.
Sumber air yang terpengaruh secara signifikan akibat
pengambilan air.
Persentase dan total volume air yang digunakan kembali
dan didaur ulang.
Aspek Biodiversitas (Keanekaragaman Hayati)
Lokasi dan Ukuran Tanah yang dimiliki, disewa, dikelola
oleh organisasi pelapor yang berlokasi di dalam, atau yang
berdekatan dengan daerah yang diproteksi (dilindungi?)
atau daerah-daerah yang memiliki nilai keanekaragaman
hayati yang tinggi di luar daerah yang diproteksi.
Uraian atas berbagai dampak signifikan yang diakibatkan
oleh aktivitas, produk, dan jasa organisasi pelapor terhadap
keanekaragaman hayati di daerah yang diproteksi
(dilindungi) dan di daerah yang memiliki keanekaragaman
hayati bernilai tinggi di luar daerah yang diproteksi
(dilindungi).
Perlindungan dan Pemulihan Habitat.
Strategi, tindakan, dan rencana mendatang untuk
mengelola dampak terhadap keanekaragaman hayati.
40
LINGKUNGAN
LINGKUNGAN
Jumlah spesies berdasarkan tingkat risiko kepunahan yang
masuk dalam Daftar Merah IUCN (IUCN Red List
Species) dan yang masuk dalam daftar konservasi nasional
dengan habitat di daerah-daerah yang terkena dampak
operasi.
Aspek: Emisi, Efluen dan Limbah
Jumlah emisi gas rumah kaca yang sifatnya langsung
maupun tidak langsung dirinci berdasarkan berat.
Emisi gas rumah kaca tidak langsung lainnya diperinci
berdasarkan berat.
Inisiatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan
pencapaiannya.
Emisi bahan kimia yang merusak lapisan ozon (ozone-
depleting substances/ODS) diperinci berdasarkan berat.
NOx, SOx dan emisi udara signifikan lainnya yang
diperinci berdasarkan jenis dan berat.
Jumlah buangan air menurut kualitas dan tujuan.
Jumlah berat limbah menurut jenis dan metode
pembuangan.
Jumlah dan volume tumpahan yang signifikan.
Berat limbah yang diangkut, diimpor, diekspor, atau diolah
yang dianggap berbahaya menurut Lampiran Konvensi
Basel I, II, III dan VIII, dan persentase limbah yang
diangkut secara internasional.
Identitas, ukuran, status proteksi dan nilai keanekaragaman
hayati badan air serta habitat terkait yang secara signifikan
dipengaruhi oleh pembuangan dan limpasan air organisasi
pelapor.
Aspek: Produk dan Jasa
Inisiatif untuk mengurangi dampak lingkungan produk dan
jasa dan sejauh mana dampak pengurangan tersebut.
Persentase produk terjual dan bahan kemasannya yang
ditarik menurut kategori.
Aspek: Kepatuhan
Nilai Moneter Denda yang signifikan dan jumlah sanksi
nonmoneter atas pelanggaran terhadap hukum dan regulasi
lingkungan.
Aspek: Pengangkutan/Transportasi
Dampak lingkungan yang signifikan akibat pemindahan
41
produk dan barang-barang lain serta material yang
digunakan untuk operasi perusahaan, dan tenaga kerja
yang memindahkan.
Aspek: Menyeluruh
Jumlah pengeluaran untuk proteksi dan investasi
lingkungan
TENAGA KERJA
TENAGA KERJA
Aspek: Pekerjaan
Jumlah angkatan kerja menurut jenis pekerjaan, kontrak
pekerjaan, dan wilayah.
Jumlah dan tingkat perputaran karyawan menurut
kelompok usia, jenis kelamin, dan wilayah.
Manfaat yang disediakan bagi karyawan tetap (purna
waktu) yang tidak disediakan bagi karyawan tidak tetap
(paruh waktu) menurut kegiatan pokoknya.
Aspek: Tenaga kerja / Hubungan Manajemen
Persentase karyawan yang dilindungi perjanjian tawar-
menawar kolektif tersebut.
Masa pemberitahuan minimal tentang perubahan kegiatan
penting, termasuk apakah hal itu dijelaskan dalam
perjanjian kolektif tersebut.
Aspek: Kesehatan dan Keselamatan Jabatan
Persentase jumlah angkatan kerja yang resmi diwakili
dalam panitia Kesehatan dan Keselamatan antara
manajemen dan pekerja yang membantu memantau dan
memberi nasihat untuk program keselamatan dan
kesehatan jabatan.
Tingkat kecelakaan fisik, penyakit karena jabatan, hari-
hari yang hilang, dan ketidakhadiran, dan jumlah kematian
karena pekerjaan menurut wilayah.
Program pendidikan, pelatihan, penyuluhan/bimbingan,
pencegahan, pengendalian risiko setempat untuk
membantu para karyawan, anggota keluarga dan anggota
masyarakat, mengenai penyakit berat/berbahaya.
Masalah kesehatan dan keselamatan yang tercakup dalam
perjanjian resmi dengan serikat karyawan.
Aspek: Pelatihan dan Pendidikan
Rata-rata jam pelatihan tiap tahun tiap karyawan menurut
kategori/kelompok karyawan.
Program untuk pengaturan keterampilan dan pembelajaran
42
sepanjang hayat yang menujang kelangsungan pekerjaan
karyawan dan membantu mereka dalam mengatur akhir
karier.
Persentase karyawan yang menerima peninjauan kinerja
dan pengembangan karier secara teratur.
Aspek: Keberagaman dan Kesempatan Setara
Komposisi badan pengelola/penguasa dan perincian
karya¬wan tiap kategori/kelompok menurut jenis kelamin,
kelompok usia, keanggotaan kelompok minoritas, dan
keanekaragaman indikator lain.
Perbandingan/rasio gaji dasar pria terhadap wanita
menurut kelompok/kategori karyawan.
HAK ASASI
MANUSIA
HAK ASASI
MANUSIA
Aspek : Praktek Investasi dan Pengadaan
Persentase dan jumlah perjanjian investasi signifikan yang
memuat klausul HAM atau telah menjalani proses
skrining/ filtrasi terkait dengan aspek hak asasi manusia.
Persentase pemasok dan kontraktor signifikan yang telah
menjalani proses skrining/ filtrasi atas aspek HAM.
Jumlah waktu pelatihan bagi karyawan dalam hal
mengenai kebijakan dan serta prosedur terkait dengan
aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi,
termasuk persentase karyawan yang telah menjalani
pelatihan.
Aspek: Nondiskriminasi
Jumlah kasus diskriminasi yang terjadi dan tindakan yang
diambil/dilakukan.
Aspek: Kebebasan Berserikat dan Berunding Bersama
Berkumpul
Segala kegiatan berserikat dan berkumpul yang
diteridentifikasi dapat menimbulkan risiko yang signifikan
serta tindakan yang diambil untuk mendukung hak-hak
tersebut.
Aspek: Pekerja Anak
Kegiatan yang identifikasi mengandung risiko yang
signifikan dapat menimbulkan terjadinya kasus pekerja
anak, dan langkah-langkah yang diambil untuk mendukung
upaya penghapusan pekerja anak.
Aspek: Kerja Paksa dan Kerja Wajib
Kegiatan yang teridentifikasi mengandung risiko yang
43
signifikan dapat menimbulkan kasus kerja paksa atau kerja
wajib, dan langkah-langkah yang telah diambil untuk
mendukung upaya penghapusan kerja paksa atau kerja
wajib.
Aspek: Praktek/Tindakan Pengamanan
Persentase personel penjaga keamanan yang terlatih dalam
hal kebijakan dan prosedur organisasi terkait dengan aspek
HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi.
Aspek: Hak Penduduk Asli
Jumlah kasus pelanggaran yang terkait dengan hak
penduduk asli dan langkah-langkah yang diambil.
SOSIAL
SOSIAL
Aspek: Komunitas
Sifat dasar, ruang lingkup, dan keefektifan setiap program
dan praktek yang dilakukan untuk menilai dan mengelola
dampak operasi terhadap masyarakat, baik pada saat
memulai, pada saat beroperasi, dan pada saat mengakhiri.
Aspek: Korupsi
Persentase dan jumlah unit usaha yang memiliki risiko
terhadap korupsi.
Persentase pegawai yang dilatih dalam kebijakan dan
prosedur antikorupsi.
Tindakan yang diambil dalam menanggapi kejadian
korupsi.
Aspek: Kebijakan Publik
Kedudukan kebijakan publik dan partisipasi dalam proses
melobi dan pembuatan kebijakan publik.
Nilai kontribusi finansial dan natura kepada partai politik,
politisi, dan institusi terkait berdasarkan negara di mana
perusahaan beroperasi.
Aspek: Kelakuan Tidak Bersaing
Jumlah tindakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan
antipersaingan, anti-trust, dan praktek monopoli serta
sanksinya.
Aspek: Kepatuhan
Nilai uang dari denda signifikan dan jumlah sanksi
nonmoneter untuk pelanggaran hukum dan peraturan yang
dilakukan.
Aspek: Kesehatan dan Keamanan Pelanggan
Tahapan daur hidup di mana dampak produk dan jasa yang
menyangkut kesehatan dan keamanan dinilai untuk
44
PRODUK
PRODUK
penyempurnaan, dan persentase dari kategori produk dan
jasa yang penting yang harus mengikuti prosedur tersebut.
Jumlah pelanggaran terhadap peraturan dan etika
mengenai dampak kesehatan dan keselamatan suatu
produk dan jasa selama daur hidup, per produk.
Aspek: Pemasangan Label bagi Produk dan Jasa
Jenis informasi produk dan jasa yang dipersyaratkan oleh
prosedur dan persentase produk dan jasa yang signifikan
yang terkait dengan informasi yang dipersyaratkan
tersebut.
Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes
mengenai penyediaan informasi produk dan jasa serta
pemberian label, per produk.
Praktek yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan
termasuk hasil survei yang mengukur kepuasaan
pelanggan.
Aspek: Komunikasi Pemasaran
Program-program untuk ketaatan pada hukum, standar dan
voluntary codes yang terkait dengan komunikasi
pemasaran, termasuk periklanan, promosi, dan
sponsorship.
Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes
sukarela mengenai komunikasi pemasaran termasuk
periklanan, promosi, dan sponsorship, menurut produknya.
Aspek: Keleluasaan Pribadi (privacy) Pelanggan
Jumlah keseluruhan dari pengaduan yang berdasar
mengenai pelanggaran keleluasaan pribadi (privacy)
pelanggan dan hilangnya data pelanggan.
Aspek: Kepatuhan
Nilai moneter dari denda pelanggaran hukum dan
peraturan mengenai pengadaan dan penggunaan produk
dan jasa.
45
2.1.3.7 Metode Pengukuran Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility diukur dengan cara yaitu setiap item
pengungkapan CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan
dan nilai 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya skor dari setiap item dijumlahkan
untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Dimana instrumen
pengukuran dalam checklist yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada instrument yang dibuat oleh Global Reporting Initiative (GRI) yang dapat
diperoleh melalui situs www.globalreporting.org. Dalam GRI terdapat 79
indikator pengungkapan. Rumus perhitungan pengungkapan CSR adalah sebagai
berikut (Sayekti dan Wondabio, 2007) :
Keterangan :
= Corporate Social Responsibility index perusahaan j tahun i
= Jumlah item diungkapkan perusahaan
= Jumlah item perusahaan j, Nj ≤ 79
46
2.1.4 Good Corporate Governance
2.1.4.1 Pengertian Good Corporate Governance
Istilah “corporate governance” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury
Committee, Inggris di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam
laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Definisi dari Cadbury
Committee of United Kingdom dalam Sukrisno Agoes & I Cenik Ardana
(2011:101) mendefinisikan good corporate governance adalah sebagai berikut:
“A set of rules that define the relationship between shareholders,
managers, creditors, the government, employess, and other internal and
external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or the
system by which companies are directed and controlled
Menurut Sukrisno Agoes (2011:101) Good Corporate Governance
sebagai berikut:
“Tata kelola yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan
peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut
sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya”.
Pengertian Good Corporate Governance menurut Amin Widjaja Tunggal
(2013:24) :
“Corporate Governance adalah sistem yang mengatur, mengelola dan
mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai saham,
sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan dan
masyarakat sekitar”.
47
2.1.4.2 Prinsip Good Corporate Governance
Menteri Negara BUMN mengeluarkan Keputusan Nomor Kep-
117/MMBU/2002 tentang penerapan GCG dalam Sukrisno Agoes & I Cenik
Ardana (2011:103). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu:
a. “Kewajaran
b. Transparansi
c. Akuntabilitas
d. Pertanggung jawaban
e. Kemandirian”
Dari kutipan diatas dapat dijelaskan lima prinsip corporate governance
sebagai berikut:
a. Kewajaran
Merupakan prinsip agar pengelola memperlakukan semua pemangku
kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer
(pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan
sekunder (pemerintah, masyarakat, dan yang lainnya).Hal ini yang
memunculkan stakeholders (seluruh kepentingan pemangku kepentingan),
bukan hanya kepentingan stockholders (pemegang saham saja).
b. Transparansi
Artinya kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip
keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi.
Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa
informasi harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku
kepentingan.Tidak boleh ada hal-hal yang dirahasiakan, disembunyikan,
ditutup-tutupi, atau ditunda-tunda pengungkapannya.
c. Akuntabilitas
Prinsip ini dimana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem
akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan (financial
statements) yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi,
pelakasanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan
berjalan efektif.
d. Pertanggungjawaban
Prinsip dimana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas
semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku
kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya.Prinsip
tanggungjawab ada konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang
48
diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola
perusahaan.
e. Kemandirian
Artinya suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil keputusan
bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari
tekanan/pengaruh dari manapun yang bertentangan dengan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan yang sehat.
Menurut National Comittee on Governance (2006) dalam Sukrisno Agoes
(2011:104) mengemukakan bahwa lima prinsip GCG, yaitu:
a. Tranparansi (transparence)
b. Akuntabilitas (accountability)
c. Responsibilitas (responsibility)
d. Independensi (Independency)
e. Kesetaraan (fairness)
2.1.4.3 Manfaat Good Corporate Governance
Penerapan good corporate governance di perusahaan memiliki peran
yang besar dan manfaat yang bisa membawa perubahan positif bagi perusahaan
baik di kalangan investor, pemerintah maupun masyarkat umum. Dengan
melaksanakan Corporate Governance menurut Amin Widjaja Tunggal (2013:39)
ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, antara lain :
1. Meminimalkan agency cost, selama ini pemegang saham harus menanggung
biaya yang timbul akibat dari penelegasian wewenang kepada manajemen.
Biaya-biaya ini bisa berupa kerugian karena manajemen menggunakan
sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadi maupun berupa biaya
pengawasan yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mencegah terjadinya
hal tersebut.
2. Meminimalkan cost of capital, perusahaan yang baik dan sehat akan
menciptakan suatu referensi positif bagi para kreditur. Kondisi ini sangat
berperan dalam meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung bila
perusahaan akanmengajukan pinjaman, selain itu dapat memperkuat kinerja
keuangan juga akan membuat produk perusahaan akan menjadi lebih
kompetitif.
49
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan, suatu perusahaan yang dikelola secara
baik dan dalam kondisi sehat akan menarik minat investor untuk
menanamkan modalnya.
4. Mengangkat nilai perusahaan, citra perusahaan merupakan faktor penting
yang sangat erat kaitannya dengan kinerja dan keberadaan perusahaan
tersebut dimata masyarakat dan khususnya para investor. Citra suatu
perusahaan kadang kala akan menelan biaya yang sangat besar dibandingkan
dengan keuntungan perusahaan itu sendiri, guna memperbaiki citra tersebut.
Manfaat dari penerapan good corporate governance tentunya sangat
berpengaruh bagi perusahaan, dimana manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat
ini tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pendukung dari tumbuh
kembangnya perusahaan dalam era persaingan global saat ini. Selain bermanfaat
meningkatkan citra perusahaan di mata para investor, hal ini tentunya menjadi
nilai tambah perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan untuk
menghadapi persaingan usaha dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif.
2.1.4.4 Tujuan Good Corporate Governance
Tujuan Good Corporate Governance menurut Amin Widjaya Tunggal
(2013:34). sebagai berikut:
a. Tercapainya sasaran yang telah ditetapkan.
b. Aktiva perusahaan tejaga dengan baik.
c. Perusahaan menjalankan bisnis dengan praktek yang sehat.
d. Kegiatan perusahaan dilakukan dengan transparan.
Sedangkan Tujuan Good Corporate Governance pada BUMN
berlandaskan Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 pasal 4,
antara lain :
1. Memaksimalkan BUMN dengan cara meningkatkan prinsip GCG.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, terbuka, dan efisien.
50
3. Mendorong agar organ perusahaan dalam membuat keputusan sesuai dengan
peraturan.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
5. Meningkatkan iklim investasi nasional.
6. Mensukseskan program privatisasi BUMN.
Dengan demikian, penerapan pelaksanaan prinsip GCG secara optimal
akan mampu mendorong peningkatan kinerja perusahaan yang ada, dan akan
memberikan nilai tambah bagi semua pihak yang terkait dengan perusahaan. Serta
tujuan good corporate governance adalah penerapan sistem GCG yang
diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak berkepentingan
(stakeholders) dalam jangka panjang dan melindungi para pemegang saham serta
pengelola perusahaan atau manajemen perusahaan. Untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kerja serta manajemen organisasi, kemudian peningkatan
kualitas hubungan antara stakeholders dengan manajemen perusahaan.
2.1.4.5 Unsur Good Corporate Governance
Menurut Amin Widjaya Tunggal (2013:184) unsur-unsur Good Corporate
Governance terdiri dari:
1. Pemegang Saham
Pemegang saham adalah individu atau institusi yang mempunyai vital stake
dalam perusahaan. Tata kelola perusahaan yang baik harus mampu
melindungi hak pemegang saham dengan cara mengamankan kepemilikan,
menyerahkan atau memindahkan saham, melaporkan informasi yang relevan,
dan memperoleh keuntungan dari perusahaan.
2. Komisaris dan Direksi
Komisaris dan direksi secara legal bertanggungjawab dalam menetapkan
sasaran korporat, mengembangkan kebijakan, dan memilih manajemen
tingkat atas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan
tersebut. Selain itu, Komisaris dan direksi bertugas untuk menelaah kondisi
perusahaan apakah sesuai dengan arah kebijakan atau sasaran yang telah
ditetapkan.
3. Komite Audit
51
Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat atau rekomendasi
profesional terhadap dewan komisaris mengenai kondisi tata kelola
perusahaan yang dijalankan manajemen perusahaan.
4. Sekretaris Perusahaan
Sekretaris Perusahaan merupakan pihak penghubung yang menjembatani
kepentingan antara perseroan dengan pihak eksternal, terutama dalam
menjaga persepsi publik atas citra perseroan dan pemenuhan tanggung jawab
oleh Perseroan. Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab kepada Direksi.
5. Manajer
Manajer memiliki peran yang sangat penting dalam opersional perusahaan.
Manajer memiliki pengetahuan yang luas mengenai hal teknis yang terjadi
diperusahaan.
6. Auditor Eksternal
Auditor ekternal bertanggungjawab memberikan opini terhadap laporan
keuangan perusahaan. Laporan auditor ekternal (independen) adalah opini
profesional mengenai laporan keungan perusahaan.
7. Auditor Internal
Auditor internal bertugas memberikan rekomendasi atau konsultasi kepada
pihak yang berwenang di perusahaan mengenai kondisi-kondisi yang terjadi
di dalam perusahaan.
2.1.4.6 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan salah satu elemen good corporate
governance (GCG) yang berpengaruh secara intensif bagi manajemen untuk
melaksanakan kepentingan terbaik dari pemegang saham sebagai pemilik saham.
Menurut Deby Natalia (2013), bahwa: “Mekanisme good corporate
governance pada dasarnya mencakup beberapa hal yakni kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi serta komisaris
independen.”Kepemilikan saham adalah persentase kepemilikan saham yang
dimiliki oleh manajemen yaitu direksi, manajer dan dewan komisaris yang secara
aktif ikut serta dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kepemilikan
manajemen dalam sebuah perusahaan, dapat menimbulkan dugaan bahwa nilai
perusahaan meningkat sebagai akibat dari kepemilikan manajemen yang
52
meningkat. Hal ini dapat terjadi apabila perusahaan memberikan saham kepada
manajemen maka manajemen sekaligus merupakan pemilik perusahaan sehingga
akan bertindak demi kepentingan perusahaan, untuk itu kepemilikan manajerial
dipandang sebagai alat untuk menyatukan kepentingan manajemen dengan
pemilik.
Menurut Christiawan dan Tarigan (2007) mendefinisikan bahwa struktur
kepemilikan adalah sebagai berikut:
“kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan oleh
manajer dengan kata lain manajer tersebut sekligus sebagai pemegang
saham”
Jensen dan Meckling (1976) dalam Diyah dan Erman (2009) pengertian
kepemilikan manajemen adalah:
…persentase kepemilikan saham oleh direksi, manajemen, komisaris
maupun setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan
keputusan perusahaan.
Menurut Imanta dan Satwiko (2011) definisi kepemilikan manajerial
adalah sebagai berikut:
“Kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manajer atau dengan kata lain
manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham”.
53
Menurut Faizal (2011) kepemilikan manajerial adalah:
“Tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif dalam
pengambilan keputusan, diukur dengan proporsi saham yang dimiliki
manajer pada akhir tahun yang dinyatakan dalam persen (%)”.
Jensen dan Meckling dalam Kawatu (2009),menjelaskan kepemilikan
manajerial, sebagai berikut:
“kepemilikan manajerial merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh
manajemen perusahaan. Kepemilikan manajemen terhadap saham
perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan antara
pemegang saham luar dengan manajemen, sehingga permasalahan
keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang menajer adalah
seorang pemilik juga. Proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh
manajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Kepemilikan
manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang
saham, sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang
diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang salah”.
Kemudian Marcus, Kane dan Bodie (2006:8) dalam Sarifudin (2010)
menyatakan bahwa:
“Kepemilikan manajerial merupakan pemisahan kepemilikan antara
pihak outsider dengan pihak insider. Jika dalam suatu perusahaan
memiliki banyak pemilik saham, maka kelompok besar individu tersebut
sudah jelas tidak dapatberpartisipasi dengan aktif dalam manajemen
perusahaan sehari-hari. Karenanya, mereka memilih dewan komisaris,
yang memilih dan mengawasi manajemen perusahaan.”
Kepemilikan merupakan salah satu faktor internal perusahaan yang
menetukan kemajuan perusahaan. Pemilik atau biasa dikenal dengan sebutan
54
pemegang saham merupakan penyediaan dana yang dibutuhkan perusahaan.
Tanpa pemegang saham perusahaan tidak dapat berdiri dan tidak dapat memiliki
dana dalam pembangunan, memperluas, mengoperasikan usaha bisnisnya.
2.1.4.7. Pengukuran Kepemilikan Manajerial
Pengukuran kepemilikan manajerial menurut Jensen dan Meckling dalam
Kawatu (2009), yaitu:
ΣSaham Yang Dimiliki Manajemen x 100%
ΣSeluruh Saham Perusahaan
Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan
saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen
laba. Laba yang kurang berkualitas bisa terjadi karena dalam menjalankan bisnis
perusahaan, manajemen bukan merupakan pemilik perusahaan. Pemisahan
kepemilikan ini akandapat menimbulkan konflik dalam pengendalian dan
pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak
tidak sesuai dengan keinginan para pemilik. Konflik yang terjadi akibat
pemisahan kepemilikan ini disebut dengan konflik keagenan.
2.1.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan beberapa orang terkait
penelitian ini dan menjadi bahan masukan atau bahan rujukan bagi penulis dapat
dilihat dalam tabel berikut:
55
Tabel 2.2
Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan
1 Anthony wijaya
dan nanik
linawati (2015)
Pengaruh kinerja
keuangan terhadap
nilai perusahaan
CSR dan GCG secara
bersama-sama mampu
memoderasi pengaruh
kinerja keuangan terhadap
nilai perusahaan, kemudian
ROA dan ROE juga
memberikah hasil yang
berpengaruh positif
signifikan terhadap Tobin's
Q.
Tempat
penelitian
Penelitian
sekarang
menggunaka
n PBV,
sebelumnya
Tobins’q
Penelitian ini
hanya
menggunaka
n ROE
2 Dra,
suprantiningrum
SE,. Msi dan
sabat nugroho
asji SE (2013)
(Pengaruh
moderasi
pengungkapan
CSR dan GCG
terhadap hubungan
ROE dan nilai
perusahaan)
(ROE) berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai
perusahaan dan GCG Serta
pengungkapan CSR tidak
mampu memoderasi
hubungan ROE dengan
nilai perusahaan
Tempat
penelitian
Penelitian
sebelumnya
menggunaka
n Tobins’q,
sekarang
menggunaka
n PBV
3 Sri Rahayu
(2010)
(Pengaruh Kinerja
Keuangan
Terhadap Nilai
Perusahaan
Dengan
Pemoderasi GCG
Dan CSR)
ROE tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan
terhadap nilai perusahaan,
pengungkapan CSR tidak
mampu memoderasi
hubungan antara
ROE terhadap nilai
perusahaan dan
Kepemilikan
manajerial juga bukan
merupakan variabel
moderating yang mampu
memoderasi
hubungan antara ROE dan
nilai perusahaan
Tempat
penelitian
Penelitian
sebelumnya
menggunaka
n Tobins’q,
sekarang
menggunkan
PBV
4 Syarifa Hariri
Hurul Ain Dan
Herlin
Tundjung
Pengaruh Return
On Asset (ROA)
Return On Equity
(ROE) dan
return on asset (roa)
berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, return on
equity (roe) tidak
berpengaruh terhadap nilai
Tempat
penelitian
penelitian ini
hanya
56
Setijaningsih
(2013)
Kepemilikan
manajerial
terhadap
Nilai perusahaan
perusahaan, dan
Kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh terhadap
nilai perusahaan
menggunaka
n Roe
Penelitian
sebelumnya
bukan
moderasi
5 Ni wayan
yuniasih dan
Made gede
wirakusuma
(2007)
Pengaruh Kinerja
Keuangan
Terhadap Nilai
Perusahaan
Dengan
Pengungkapan
Corporate Social
Responsibility Dan
Good Corporate
Governance
Sebagai Variabel
Pemoderasi
ROAterbukti berpengaruh
positif secara statistis pada
nilai Perusahaan,
Pengungkapan CSR
sebagai variabel
pemoderasi terbukti
berpengaruh positif secara
statistis pada hubungan
return on asset dan nilai
perusahaan dan
Kepemilikan manajerial
(GCG) sebagai variabel
pemoderasi tidak terbukti
berpengaruh terhadap
hubungan ROE dan nilai
perusahaan
tempat
penelitian
peneletian
sebelumnya
menggunaka
n ROA
sedangkan
penelitian ini
menggunaka
n ROE
6 Carningsih
(2012) Pengaruh Good
Corporate
Governance
Terhadap
Hubungan Antara
Kinerja Keuangan
Dengan Nilai
Perusahaan
ROA berpengaruh negatif
terhadap nilai perusahaan
sedangkan ROE tidak
berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, dan
proporsi komisaris
independen tidak
mempunyai nilai signifikan
terhadap nilai perusahaan
tempat
penelitian
peneletian
sebelumnya
menggunaka
n ROA
sedangkan
penelitian ini
menggunaka
n ROE
GCG yang
digunakan
komisaris
independen
sedangkan
penelitian ini
kepemilikan
manajerial
57
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan
Harga saham dapat menggambarkan nilai perusahaan. Dimana nilai
perusahaan ditentukan oleh harga saham yang di perjualbelikan di pasar modal
(Harmono, 2011:101). Nilai perusahaan yang dipengaruhi oleh besar kecilnya
profitabilitas yang dihasilkan oleh perusahaan bahwa kinerja fundamental
perusahaan yang di proksikan dengan dimensi profitabilitas perusahaan memiliki
hubungan kuailitas terhadap nilai perusahaan (Harmono, 2011:111).
Menurut Brigham & Houston ( 2011:133) pemegang saham pastinya
ingin mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi atas modal yang mereka
investasikan, dan ROE menunjukan tingkat yang mereka peroleh. Jika ROE
tinggi, maka harga saham juga cenderung akan tinggi dan tindakan yang
meningkatkan ROE kemungkinan akan meningkatkan harga saham.
Menurut Horne dan Wachiwicz (2012:226) bahwa ROE yang tinggi
sering kali mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang
baik dan manajemen biaya yang efektif semakin tinggi rasio ini semakin baik
maksudnya posisi pemilik perusahaan semakin kuat. Dengan demikian
perusahaan akan membayar deviden kepada pemegang saham.
Return On Equity atau Return On Networth mengukur kemampuan
perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.
Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar-kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi
58
utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. (Agus Sartono,
2012:124)
Dalam Hanafi (2012:87) Return On Equity (ROE) adalah rasio untuk
mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham
tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang
saham. Menurut Fahmi (2013:204) Hasil dari Return On Equity atau rentabilitas
modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan
modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik
perusahaan semakin kuat. Kemudian penelitian yang di lakukan Triagustina
(2015) bahwa return on equity berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan,
karena semakin tinggi nilai return on equity maka akan semakin tinggi pula nilai
perusahaan. Return On Equity yang tinggi menunjukan perusahaan yang
bersangkutan di kelola dengan efisien dan efektif.
Baik dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maupun dari
definisi yang telah ada maka sampai pada pemahaman penulis bahwa
profitabilitas yang di ukur dengan Return On Equity mempengaruhi nilai
perusahaan, dimana Return On Equity akan meningkatkan nilai perusahaan
melalui harga saham.
59
2.2.3 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Dengan
Pengungkapan Corporate Social Responsibility Sebagai Variabel
Moderasi
Pengalaman menunjukan bahwa perusahaan yang memasukan CSR ke
dalam operasi perusahaan, akan menawarkan titik potensi diferensiasi dan
keunggulan pasar yang kompetitif yang dapat dibangun demi kesuksesan masa
depan. ( Margolis & Elfenbein 2008) dalam ( Mardikanto 2014: 163).
Menurut Sartono (2012:9)
“Perusahaan harus menghindari pencemaran udara, pencemaran air, dan
pencemaran suara. Perusahaan- perusahaan yang tidak memperhatikan
dampak lingkungan dalam jangka panjang akan menghadapi kesulitan dan
pada akhirnya produk yang dijual akan di boikot oleh pasar.”
Dengan demikian CSR dengan aspek lingkunganya akan mempengaruhi
dalam memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dalam hal ini nilai
perusahaan. Dengan menjalankan CSR suatu perusahaan tidak akan menghadapi
kesulitan dengan maksud perusahaan tersebut akan meningkatkan profitabilitas
dengan mudah karena produk perusahaan tersebut akan di terima oleh pasar
berkaitan kepedulian lingkungan (CSR).
Kemudian Rustriani (2010) juga mengatakan bahwa perusahaan akan
menungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Perusahaan dapat menggunakan informasi tanggung jawab sosial
sebagai keunggulan kompetitif perusahaan. Perusahaan yang memiliki kinerja
lingkungan dan sosial yang baik akan di respon positif oleh investor melalui
peningkatan harga saham, yang berarti nilai perusahaan akan meningkat.
60
Semakin baik pengungkapan Corporate Social Responsibility yang
dilakukan perusahaan maka stakeholder akan semakin terpuaskan dan akan
memberikan dukungan penuh kepada perusahaan atas segala aktivitasnya yang
bertujuan untuk menaikan kinerja dan mencapai laba serta pada akhirnya
menaikkan nilai perusahaan (Hanny Cyntia, 2013).
Toeri Stakeholder (Stakeholders Theory) Teori ini menyatakan bahwa
bentuk tanggung jawab perusahaan tidak hanya kepada pemilik, tetapi juga
tanggung jawab kepada masyarakat (stakeholder). Perusahaan juga harus
bertanggung jawab kepada stakeholder dengan alasan bahwa pihak stakeholder
merupakan pihak yang ikut memengaruhi dan dipengaruhi secara langsung
maupun tidak terhadap aktivitas dan kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan
(Nor Hadi, 2014: 95)
Kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan pada umumnya akan
berpengaruh terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan. Hal ini didukung
oleh pernyataan Lako (2011:103), manfaat yang diperoleh perusahaan dalam
melakukan pengungkapan CSR adalah
1. Profitabilitas dan kinerja keuangan perusahaan akan semakin kokoh;
2. Meningkatnya akuntanbilitas dan apresiasi positif dari komunitas investor,
kreditor, pemasok, dan konsumen;
3. Meningkatnya komitmen etos kerja, efisiensi dan produktivitas karyawan;
4. Menurunnya kerentanan gejolak sosial dan resistensi komunitas sektiar
karena merasa diperhatikan dan dihargai perusahaan;
5. Meningkatnya reputasi, corporate branding, goodwill (intangible asset) dan
nilai perusahaan dalam jangka panjang
61
Maka dari itu baik dari definisi maupun penelitian sebelumnya yang di
lakukan, menyatakan bahwa moderasi CSR berpengaruh atas hubungan
profitabilitas terhadap nilai peusahaan.
2.2.4 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Good
Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi
Perusahaan sebaiknya menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan
yang baik perlu dipertahankan, salah satunya melalui tata kelola perusahaan.
Monks (2003) dalam Thomas S Kalihatu (2006) mengungkapkan bahwa good
corporate governace secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan untuk
menciptakan nilai tambah untuk semua stakeholder. Penerapan GCG (good
corporate governace) yang baik memberikan manfaat untuk meningkatkan
reputasi dan nilai perusahaan, karena pengelolaan perusahaan yang baik akan
menarik minat dan dan kepercayaan investor. (Hamonangan Siallagan, 2009).
Berdasarkan Surat keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP- 117/M-
MBU/2002 (2002:pasal 1), Good Corporate Governance yaitu:
“suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika”.
Maka dari itu bahwa GCG bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dalam hal ini mampu meningkatkan profitabilitas guna mewujudkan nilai
perusahaan melalui harga sahamnya.
62
Salah satu tolak ukur good corporate governance dapat dilihat dari
kepemilikan manajerial. Adapu hubungan kepemilikan manajerial (GCG) dengan
profitabilitas terhadap nilai perusahaan menurut sartono (2012:10) :
“Terjadinya konflik keagenan dalam perusahaan dapat terjadi dimana
manajernya memiliki saham kurang dari seratus persen. Mekanisme untuk
mengatasi konflik keagenan antara lain meningkatkan kepemilikan insider
(insider ownership). Semakin bertambahnya saham yang dimiliki manajer
melalui kepemilikan manajerial akan memotivasi kinerja manajemen
karena mereka merasa memiliki andil dalam perusahaan baik itu dalam
pengambilan keputusan dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang
di ambil karena ikut sebagai pemegang saham perusahaan sehingga kinerja
manajemen semakin baik dan berpengaruh pada peningkatan nilai
perusahaan”.
Kemudian Jensen dan Meckling(1976) dalam Noor Laila (2011)
menyatakan bahwa:
“.....kepemilikan manajerial yang lebih baik dapat menyelelaraskan
kepentingan manajer dan pemegang saham sehingga dapat meningkatkan
nilai peusahaan”.
Direksi, manajer, dan dewan komisaris yang sekaligus merupakan
pemegang saham akan meningkatkan nilai perusahaan karena dengan
meningkatkan nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai pemegang saham
juga akan meningkat (Hanny Cyntia, 2013).
Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan
pemegang saham, sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan
yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang salah (Marcus, Kane dan Bodie, 2006:8) dalam Hana Ratna
Ningsih (2013).
63
Menurut Lukviarman (2016:173) pemilik mayoritas dengan porsi
kepentingan relatif lebih besar dalam perusahaan, memiliki insentif (high cash
flow rights) dan kekuasaan (high voting rights) untuk melakukan pengendalian
yang ketat serta menggunakan pengaruhnya terhadap direksi, sehingga berpotensi
meningkatkan kinerja perusahaan.
Baik dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maupun dari
definisi yang telah ada maka sampai pada pemahaman penulis bahwa moderasi
Good Corporate Governance berpengaruh atas hubungan profitabilitas terhadap
nilai perusahaan
Untuk dapat menjelaskan lebih lanjut alur pemikiran mengenai penelitian
yang akan dilakukan, maka penulis membuat bagan kerangka pemikiran sebagai
berikut :
berikut:
2.1 Gambar Skema Kerangka Pemikiran
Profitabilitas
Return on equity (Roe)
Nilai Perusahaan
(PBV)
GCG (Kepemilikan manajerial )
Corporate social responsibility
64
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2015:93) dalam penelitian hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan
masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat
dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum
jawaban yang empirik.
H1 = Profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan
H2 = Moderasi pengungkapan corporate social responsibility mempengaruhi
hubungan profitabilitas terhadap nilai perusahaan
H3 = Moderasi good corporate governance mempengaruhi hubungan
profitabilitas terhadap nilai perusahaan