BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
-
Upload
truongthuan -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Matematika dan Pembelajarannya
Matematika mempunyai beberapa definisi dan tidak mempunyai definisi
tunggal yang disepakati. Beberapa ahli matematika merumuskan pengertian
matematika berdasarkan sudut pandang kebutuhannya masing-masing. Pengertian
tersebut dapat diterima karena matematika dapat dipandang dari segala sudut
sesuai dengan kebutuhannya. Berikut ini definisi matematika menurut beberapa
ahli.
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep
diperoleh sebagai akibat logis dan kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga
keterkaitam antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas (Badan
Nasional Standar Pendidikan, 2004:2). Sedangkan hakikat matematika menurut
Soedjadi dalam Heruman (2012:1), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu
pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. James dan James dalam Anitah
(2008:7.4) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi
dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika yang memiliki objek abstrak berpola pikir
deduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan lain
yang jumlahnya banyak dan terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan
geometri.
Menurut Surya (1997) belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya (Rusman, 2011:7). Sedangkan pembelajaran menurut
Gagne, Briggs, dan Wager (1992) adalah serangkaian kegiatan yang dirancang
9
untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa (Winataputra,
2008:1.19).
Pembelajaran matematika dalam Muhsetyo (2008:1.26) adalah proses
pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan
yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan
matematika yang dipelajari. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian
kompetensi adalah penggunaan strategi pembelajaran matematika, yang sesuai
dengan (1) topik yang sedang dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual
peserta didik, (3) prinsip dan teori belajar, (4) keterlibatan aktif peserta didik, (5)
keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari, dan (6) pengembangan
dan pemahaman penalaran matematis.
Dalam dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran matematika untuk
satuan SD dan MI menyatakan tujuan pembelajaran matematika adalah :
- Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah.
- Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika
- Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah,merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkansolusi yang diperoleh.
- Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
- Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Depdiknas 2003
dalam Anitah (2008:7.31)
Guna mencapai tujuan pembelajaran tersebut, perlu ada materi yang
dibahas. Materi itu dibatasi oleh ruang lingkupnya yang tertera dalam
Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 yang meliputi aspek bilangan, geometri
dan pengukuran serta pengolahan data. Cakupan bilangan antara lain bilangan dan
angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua
dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan
dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas
suatu obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.
10
Standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan
melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar Kompetensi (SK),
merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh
peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan. Sedangkan,
Kompetensi Dasar (KD) merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan
materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai
landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan siswa. Selain itu
dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika
dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan
menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Berikut ini tabel Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika kelas 4 SD semester 2 tentang
penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6. Menggunakan pecahan
dalam pemecahan masalah
6.3 Menjumlahkan pecahan
6.4 Mengurangkan pecahan
Sumber : Badan Nasional Standar Pendidikan, 2004 : 425
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Berbantuan Media Animasi
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads
Together)
Pembelajaran kooperatif menurut Roger dalam Miftahul Huda (2013:29)
merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip
bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial
diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar
11
bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk
meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Parker dalam Miftahul
Huda (2013:29) mendefinisikan kelompok kecil kooperatif sebagai suasana
pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok
kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama. Oleh
sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa
dapat bekerja sama dan saling tolong-menolong mengatasi tugas yang dihadapi.
Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama
adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional. Numbered Head Together (NHT) dalam Trianto (2009:82) pertama
kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih
banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Dalam Hamdani (2011:89) NHT (Numbered Heads Together) adalah
metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok,
kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Sedangkan dalam
Miftahul Huda (2011:130), NHT merupakan varian dari diskusi kelompok yang
teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama,
guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing
anggota diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor (anggota) untuk
mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa
yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor
terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-
benar terlibat dalam diskusi tersebut.
Menurut Robert E. Slavin (2005:256), menomori orang bersama pada
dasarnya adalah sebuah varian dari Group Discussion: pembelokannya yaitu pada
hanya ada satu siswa yang mewakili kelompoknya tetapi tidak sebelumnya tidak
diberitahu siapa yang akan menjadi wakil kelompok tersebut. Pembelokan
tersebut memastikan keterlibatan total dari semua siswa. Model Russ Frank ini
12
adalah cara yang sangat baik untuk menambahkan tanggung jawab individual
kepada diskusi kelompok.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)
adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dimana siswa dibuat suatu kelompok kemudian diberi nomor,
lalu secara acak guru memanggil nomor dari siswa dan hanya ada satu siswa yang
akan mewakili kelompoknya.
NHT (Numbered Heads Together) sebagai model pembelajaran pada
dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas adalah
guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili
kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih
dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin
keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk
meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
2.1.2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered
Heads Together)
Tahapan dalam pembelajan NHT (Numbered Heads Together) dalam
Trianto (2009:82) :
1) Penomoran
Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota
kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
2) Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.
3) Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
13
4) Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai
mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk
seluruh kelas.
Dalam Miftahul Huda (2011:138) prosedur Kepala Bernomor (Numbered
Heads Together) sebagai berikut :
1) Siswa dibagi dlam kelompok-kelompok. Masing-masing siswadalam kelompok
diberi nomor.
2) Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
3) Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar
dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.
Sedangkan dalam Hamdani (2011:90) langkah-langkah dalam NHT
(Numbered Heads Together) sebagai berikut :
1) Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam kelompok mendapat
nomor.
2) Guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk
mengerjakannya.
3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka.
5) Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor
lain
6) Kesimpulan
14
Jadi, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif
tipe NHT (Numbered Heads Together) adalah :
1) Penomoran
Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan nomor kepada setiap
anggota sesuai dengan jumlah anggotanya.
2) Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat
diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari
3) Berpikir Bersama
Siswa berdiskusi dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan
dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.
4) Menjawab Pertanyaan
Guru memanggil salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang
bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh
kelas. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.
Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran NHT, bisa dibuat langkah-
langkah pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) dalam pembelajaran
matematika sebagai berikut :
1. Penomoran
Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan nomor kepala kepada
setiap anggota sesuai dengan jumlah anggotanya.
2. Mengajukan pertanyaan
Siswa dalam kelompok mendapat pertanyaan dari guru berupa kartu soal
tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan.
3. Berpikir bersama
Siswa berdiskusi dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan
tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan yang telah diberikan oleh guru
dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.
15
4. Menjawab Pertanyaan
Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas, kemudian guru secara acak memilih kelompok yang harus
menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru
dari kelompok tersebut mengangkaut tangan dan berdiri untuk menjawab
pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama diberi kesempatan untuk
berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.
2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Heads Together)
Adapun kelebihan dan kelemahan NHT (Numbered Heads Together)
dalam Hamdani (2011:90) adalah :
a) Kelebihan Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh,
3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
b) Kelemahan Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)
1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Peran seorang guru sangat diperlukan, sebagai pengawas dan fasilitator.
Guru tidak hanya membiarkan siswanya mengerjakan sendiri namun juga harus
membimbing jalannya diskusi. Agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.
2.1.2.4 Media Animasi
Menurut Hamalik dalam Azhar Arsyad (2011:4) media pembelajaran
adalah alat bantu atau media komunikasi dalam pembelajaran. Media
pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu media visual, media audio dan
media audio visual. Media animasi termasuk jenis media visual audio, karena terdapat
gerakan gambar dan suara. Levie dan Levie dalam Azhar Arsyad (2005:9)
mengemukakan bahwa pengajaran menggunakan stimulus audio visual
16
membuahkan hasil yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat,
mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep.
Dalam Hamdani (2011:249) media audio visual merupakan kombinasi audio dan
visual atau bisa disebut media pandang-dengar. Audio visual akan menjadikan
penyajian bahan ajar kepada siswa semakin lengkap dan optimal. Selain itu media
ini dalam batas-batas tertentu dapat juga menggantikan perandan tugas guru,
Sebab penyajian materi bisa diganti oleh media dan guru bisa beralih menjadi
fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar.
Menurut Wahyono (2006:125) media animasi merupakan kumpulan
objek yang memiliki berbagai bentuk sebagai sebuah gerakan. Objek bisa
berbentuk satu dimensi, dua dimensi, dan tiga dimensi. Sedangkan media animasi
menurut Rusman (2011:72) adalah kumpulan gambar yang diolah sedemikian
rupa sehingga muncul pergerakan. Menurut Sutopo (2006:2) media animasi
menggambarkan objek yang bergerak agar kelihatan hidup. Media animasi dalam
Hamdani (2011:253) mampu menunjukkan suatu proses abstrak sehingga siswa
dapat melihat pengaruh perubahan suatu variabel.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
media animasi adalah kumpulan objek atau gambar yang diolah sedemikian rupa
sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup. Media Animasi dalam
pembelajaran bertujuan untuk memaksimalkan efek visual dan memberikan
interaksi berkelanjutan sehingga pemahaman bahan ajar meningkat.
Media animasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan media
animasi adalah penggabungan unsur media lain seperti audio, teks, video, image,
grafik, dan sound menjadi satu kesatuan penyajian, sehingga mengakomodasi
sesuai dengan modalitas belajar siswa. Selain itu, dapat mengakomodasi siswa
yang memiliki tipe visual, auditif, maupun kinestetik. Sedangkan kelemahan dari
media animasi diantaranya adalah memerlukan kreatifitas dan ketrampilan yang
cukup memadai untuk mendesain animasi yang dapat secara efektif digunakan
sebagai media pembelajaran, memerlukan software khusus untuk membukanya,
dan guru sebagai komunikator dan fasilitator harus memiliki kemampuan
memahami siswanya, bukan memanjakannya dengan berbagai animasi
17
pembelajaran yang cukup jelas tanpa adanya usaha belajar dari mereka atau
penyajian informasi yang terlalu banyak dalam satu frame cenderung akan sulit
dicerna siswa.
Menggunakan media animasi memang mempunyai beberapa kelemahan
yang timbul, namun kelemahan itu tentunya dapat diatasi. Cara mengatasiya
tentunya pendidik atau guru harus kreatif dan menguasai software yang
dibutuhkan. Selain dari pedidik yang berperan yang harus dipehuhi adalah
fasilitas yang mendukung.
2.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Sudjana (2012:22) adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya. Hasil belajar ini diperoleh
siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat
pencapaian hasil belajar siswa atau kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan
guru biasanya mengadakan tes hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam
bentuk skor yang diperoleh siwa setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang
diadakan setelah selesai program pengajaran. Menurut Hamalik (2006:30), hasil
belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku
pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti. Dalam Purwanto (2013:45) hasil belajar menurut
Winkel adalah perubahan yang mengakibatkan siswa berubah dalam sikap dan
tingkah lakunya. Hasil belajar menurut Soedijarto dalam Purwanto (2013:46)
adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan
karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam
proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang
telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif,
maupun psikomotor.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang timbul misalnya
dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti setelah siswa
mengalami pengalaman belajarnya.
18
Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-
indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun
psikomotor (Depdiknas, 2006). Secara umum teknik asesmen dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni teknik tes dan non tes.
Tes pada umunnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar
siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan
pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 2012:35).
Ada dua jenis tes yaitu tes uraian atau tes essay dan tes objektif. Tes uraian terdiri
dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur. Sedangkan tes objektif
terdiri dari bentuk pilihan benar salah, pilihan berganda berbagai variasinya,
menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.
Teknik non tes merupakan teknik penilaian berisi pertanyaan yang tidak
memiliki jawaban benar atau salah. Alat penilaian non tes yang sering digunakan
antara lain kuesioner dan wawancara, skala (skala penilaian, skala sikap, skala
minat), observasi atau pengamatan, stusi kasus dan sosiometri (Sudjana, 2012:67).
2.1.4 Hubungan Hasil Belajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe NHT (Numbered Heads Together) Berbantuan Media Animasi
Pendidikan yang berhasil dan maju sudah pasti dilakukan dengan proses
dan metodologi yang benar. Model pembelajaran dan media dengan hasil belajar
sangatlah mempunyai hubungan yang sangat erat, tidak bisa di pisahkan begitu
saja, namun harus saling bergandengan dan saling melengkapi. Sehingga antara
model pembelajaran kooperatif tipe NHT, media animasi dan hasil belajar adalah
merupakan suatu sistem yang tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain jika model
dan media yang digunakan oleh pendidik itu asal-asalan tentunya akan
mengakibatkan pada hasil belajarnya yang asal-asalan juga, namun sebaliknya
jika pendidik menggunakan model dan media yang baik dalam mendidik tentunya
akan menghasilkan hasil belajar yang baik dan optimal.
Dalam kegiatan pembelajaran di kelas siswa hanya duduk, mencatat, dan
memperhatikan penjelasan dari guru. Sehingga susana pembelajaran menjadi
tidak kondusif, siswa menjadi tidak aktif dan kurang menumbuhkan minat siswa
19
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa sekolah dasar juga masih terikat
dengan objek kongkrit yang dapat ditangkap oleh panca indera dan perlu adanya
media yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan sehingga akan cepat
dipahami dan dimengerti oleh siswa.
Diantara salah satu model yang baik untuk mengatasinya adalah model
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbatuan media
animasi. Model pembelajaran ini pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi
kelompok dengan ciri khasnya adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk
seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru
tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Alasan
yang mendasari penggunaan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media
animasi ini karena dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua
siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung
jawab individual dalam diskusi kelompok dan secara tidak langsung melatih siswa
untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara
dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif, aktif, dan senang
dalam mengikuti pembelajaran.
Sedangkan dengan bantuan media animasi yang menggunakan stimulus
audio visual dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran
karena adanya kumpulan objek atau gambar yang diolah sedemikian rupa
sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup. Jadi dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi ini dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti lain yang menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk menguatkan penelitian ini. Penelitian
tersebut antara lain :
Penelitian Parsiati (2010) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Pelajaran Matematika tentang Membandingkan dan
20
Mengurutkan Pecahan Di Kelas 4 Semester 2 SD Negeri 3 Manggarmas
Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2010/2011”. Dalam
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika tentang membandingkan dan mengurutkan pecahan. Pada pra siklus
terdapat 12 siswa atau 41,38% siswa tuntas belajar. Pada siklus I terdapat 22
siswa tuntas atau 75,68% siswa tuntas belajar. Sedangkan pada siklus II
mengalami persentase ketuntasan mencapai 93,1% siswa tuntas belajar
Penelitian Ismiyati (2012) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar
Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads
Together) pada Siswa Kelas 1 Semester 2 SD N Boloh Kecamatan Toroh
Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Pada pra siklus ketuntasan belajar 42 % pada
siklus 1 menjadi 64 % dan pada siklus 2 menjadi 83% tuntas.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang yang telah paparkan pada pembelajaran
matematika di kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 masih bersifat konvensional
dengan dominan menggunakan ceramah tanpa diselingi media yang sesuai, guru
belum memberikan kegiatan yang bisa membuat siswa berinteraksi dalam
pembelajaran sehingga menyebabkan siswa bosan dan tidak fokus dalam
pembelajaran. Pembelajaran tersebut cenderung terkesan teacher centered. Hal ini
mengakibatkan rendahnya hasil belajar matematika dikelas tersebut yang
ditunjukkan dengan sangat jauh dari KKM untuk mata pelajaran Matematika yaitu
70.
Peneliti mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan sebuah variasi diskusi kelompok
dengan ciri khas guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang
21
mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu
terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Pelaksanaan pembelajaran
kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi dilakukan melalui empat tahapan
kegiatan, yaitu : (1) penomoran, (2) mengajukan pertanyaan, (3) berpikir bersama,
dan (4) menjawab pertanyaan. Sedangkan dengan bantuan media animasi yang
menggunakan stimulus audio visual dapat menarik perhatian siswa untuk
mengikuti proses pembelajaran karena adanya kumpulan objek atau gambar yang
diolah sedemikian rupa sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi dapat
mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara
lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok sehingga hasil belajar
siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, serta keterampilan
guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat meningkat. Dengan demikian
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut ini.
1) Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan
media animasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas 4
SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang semester
2 tahun pelajaran 2012/2013.
2) Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)
berbantuan media animasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada
siswa kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 melalui empat tahapan
kegiatan, yaitu : (1) penomoran, (2) mengajukan pertanyaan, (3) berpikir
bersama, dan (4) menjawab pertanyaan.