BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

14
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran Matematika dan Pembelajarannya Matematika mempunyai beberapa definisi dan tidak mempunyai definisi tunggal yang disepakati. Beberapa ahli matematika merumuskan pengertian matematika berdasarkan sudut pandang kebutuhannya masing-masing. Pengertian tersebut dapat diterima karena matematika dapat dipandang dari segala sudut sesuai dengan kebutuhannya. Berikut ini definisi matematika menurut beberapa ahli. Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dan kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitam antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas (Badan Nasional Standar Pendidikan, 2004:2). Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi dalam Heruman (2012:1), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. James dan James dalam Anitah (2008:7.4) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika yang memiliki objek abstrak berpola pikir deduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan lain yang jumlahnya banyak dan terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Menurut Surya (1997) belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Rusman, 2011:7). Sedangkan pembelajaran menurut Gagne, Briggs, dan Wager (1992) adalah serangkaian kegiatan yang dirancang

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran Matematika dan Pembelajarannya

Matematika mempunyai beberapa definisi dan tidak mempunyai definisi

tunggal yang disepakati. Beberapa ahli matematika merumuskan pengertian

matematika berdasarkan sudut pandang kebutuhannya masing-masing. Pengertian

tersebut dapat diterima karena matematika dapat dipandang dari segala sudut

sesuai dengan kebutuhannya. Berikut ini definisi matematika menurut beberapa

ahli.

Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan

dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep

diperoleh sebagai akibat logis dan kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga

keterkaitam antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas (Badan

Nasional Standar Pendidikan, 2004:2). Sedangkan hakikat matematika menurut

Soedjadi dalam Heruman (2012:1), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu

pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. James dan James dalam Anitah

(2008:7.4) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,

besaran dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi

dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

matematika adalah ilmu tentang logika yang memiliki objek abstrak berpola pikir

deduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan lain

yang jumlahnya banyak dan terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan

geometri.

Menurut Surya (1997) belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang

dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara

keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi

dengan lingkungannya (Rusman, 2011:7). Sedangkan pembelajaran menurut

Gagne, Briggs, dan Wager (1992) adalah serangkaian kegiatan yang dirancang

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

9

untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa (Winataputra,

2008:1.19).

Pembelajaran matematika dalam Muhsetyo (2008:1.26) adalah proses

pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan

yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan

matematika yang dipelajari. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian

kompetensi adalah penggunaan strategi pembelajaran matematika, yang sesuai

dengan (1) topik yang sedang dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual

peserta didik, (3) prinsip dan teori belajar, (4) keterlibatan aktif peserta didik, (5)

keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari, dan (6) pengembangan

dan pemahaman penalaran matematis.

Dalam dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran matematika untuk

satuan SD dan MI menyatakan tujuan pembelajaran matematika adalah :

- Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,

dalam pemecahan masalah.

- Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika

- Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah,merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkansolusi yang diperoleh.

- Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah

- Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Depdiknas 2003

dalam Anitah (2008:7.31)

Guna mencapai tujuan pembelajaran tersebut, perlu ada materi yang

dibahas. Materi itu dibatasi oleh ruang lingkupnya yang tertera dalam

Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 yang meliputi aspek bilangan, geometri

dan pengukuran serta pengolahan data. Cakupan bilangan antara lain bilangan dan

angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua

dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan

dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas

suatu obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

10

Standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan

melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar Kompetensi (SK),

merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh

peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan. Sedangkan,

Kompetensi Dasar (KD) merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan

materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai

landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan siswa. Selain itu

dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika

dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan

menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Berikut ini tabel Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika kelas 4 SD semester 2 tentang

penjumlahan dan pengurangan pecahan.

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

6. Menggunakan pecahan

dalam pemecahan masalah

6.3 Menjumlahkan pecahan

6.4 Mengurangkan pecahan

Sumber : Badan Nasional Standar Pendidikan, 2004 : 425

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

Berbantuan Media Animasi

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads

Together)

Pembelajaran kooperatif menurut Roger dalam Miftahul Huda (2013:29)

merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip

bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial

diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

11

bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk

meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Parker dalam Miftahul

Huda (2013:29) mendefinisikan kelompok kecil kooperatif sebagai suasana

pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok

kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama. Oleh

sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa

dapat bekerja sama dan saling tolong-menolong mengatasi tugas yang dihadapi.

Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama

adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas

tradisional. Numbered Head Together (NHT) dalam Trianto (2009:82) pertama

kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih

banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan

mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Dalam Hamdani (2011:89) NHT (Numbered Heads Together) adalah

metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok,

kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Sedangkan dalam

Miftahul Huda (2011:130), NHT merupakan varian dari diskusi kelompok yang

teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama,

guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing

anggota diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor (anggota) untuk

mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa

yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor

terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-

benar terlibat dalam diskusi tersebut.

Menurut Robert E. Slavin (2005:256), menomori orang bersama pada

dasarnya adalah sebuah varian dari Group Discussion: pembelokannya yaitu pada

hanya ada satu siswa yang mewakili kelompoknya tetapi tidak sebelumnya tidak

diberitahu siapa yang akan menjadi wakil kelompok tersebut. Pembelokan

tersebut memastikan keterlibatan total dari semua siswa. Model Russ Frank ini

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

12

adalah cara yang sangat baik untuk menambahkan tanggung jawab individual

kepada diskusi kelompok.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)

adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi

pola interaksi siswa dimana siswa dibuat suatu kelompok kemudian diberi nomor,

lalu secara acak guru memanggil nomor dari siswa dan hanya ada satu siswa yang

akan mewakili kelompoknya.

NHT (Numbered Heads Together) sebagai model pembelajaran pada

dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas adalah

guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili

kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih

dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin

keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk

meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

2.1.2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered

Heads Together)

Tahapan dalam pembelajan NHT (Numbered Heads Together) dalam

Trianto (2009:82) :

1) Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota

kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.

2) Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat

bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.

3) Berpikir Bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan

meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

13

4) Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai

mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk

seluruh kelas.

Dalam Miftahul Huda (2011:138) prosedur Kepala Bernomor (Numbered

Heads Together) sebagai berikut :

1) Siswa dibagi dlam kelompok-kelompok. Masing-masing siswadalam kelompok

diberi nomor.

2) Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok

mengerjakannya.

3) Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar

dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil

mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

Sedangkan dalam Hamdani (2011:90) langkah-langkah dalam NHT

(Numbered Heads Together) sebagai berikut :

1) Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam kelompok mendapat

nomor.

2) Guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk

mengerjakannya.

3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap

anggota kelompok dapat mengerjakannya.

4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil

melaporkan hasil kerja sama mereka.

5) Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor

lain

6) Kesimpulan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

14

Jadi, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif

tipe NHT (Numbered Heads Together) adalah :

1) Penomoran

Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan nomor kepada setiap

anggota sesuai dengan jumlah anggotanya.

2) Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat

diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari

3) Berpikir Bersama

Siswa berdiskusi dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan

dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.

4) Menjawab Pertanyaan

Guru memanggil salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang

bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh

kelas. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.

Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran NHT, bisa dibuat langkah-

langkah pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) dalam pembelajaran

matematika sebagai berikut :

1. Penomoran

Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan nomor kepala kepada

setiap anggota sesuai dengan jumlah anggotanya.

2. Mengajukan pertanyaan

Siswa dalam kelompok mendapat pertanyaan dari guru berupa kartu soal

tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan.

3. Berpikir bersama

Siswa berdiskusi dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan

tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan yang telah diberikan oleh guru

dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

15

4. Menjawab Pertanyaan

Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang

nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan menyiapkan jawaban untuk

seluruh kelas, kemudian guru secara acak memilih kelompok yang harus

menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru

dari kelompok tersebut mengangkaut tangan dan berdiri untuk menjawab

pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama diberi kesempatan untuk

berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

(Numbered Heads Together)

Adapun kelebihan dan kelemahan NHT (Numbered Heads Together)

dalam Hamdani (2011:90) adalah :

a) Kelebihan Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)

1. Setiap siswa menjadi siap semua.

2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh,

3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

b) Kelemahan Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)

1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.

2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Peran seorang guru sangat diperlukan, sebagai pengawas dan fasilitator.

Guru tidak hanya membiarkan siswanya mengerjakan sendiri namun juga harus

membimbing jalannya diskusi. Agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.

2.1.2.4 Media Animasi

Menurut Hamalik dalam Azhar Arsyad (2011:4) media pembelajaran

adalah alat bantu atau media komunikasi dalam pembelajaran. Media

pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu media visual, media audio dan

media audio visual. Media animasi termasuk jenis media visual audio, karena terdapat

gerakan gambar dan suara. Levie dan Levie dalam Azhar Arsyad (2005:9)

mengemukakan bahwa pengajaran menggunakan stimulus audio visual

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

16

membuahkan hasil yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat,

mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep.

Dalam Hamdani (2011:249) media audio visual merupakan kombinasi audio dan

visual atau bisa disebut media pandang-dengar. Audio visual akan menjadikan

penyajian bahan ajar kepada siswa semakin lengkap dan optimal. Selain itu media

ini dalam batas-batas tertentu dapat juga menggantikan perandan tugas guru,

Sebab penyajian materi bisa diganti oleh media dan guru bisa beralih menjadi

fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar.

Menurut Wahyono (2006:125) media animasi merupakan kumpulan

objek yang memiliki berbagai bentuk sebagai sebuah gerakan. Objek bisa

berbentuk satu dimensi, dua dimensi, dan tiga dimensi. Sedangkan media animasi

menurut Rusman (2011:72) adalah kumpulan gambar yang diolah sedemikian

rupa sehingga muncul pergerakan. Menurut Sutopo (2006:2) media animasi

menggambarkan objek yang bergerak agar kelihatan hidup. Media animasi dalam

Hamdani (2011:253) mampu menunjukkan suatu proses abstrak sehingga siswa

dapat melihat pengaruh perubahan suatu variabel.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

media animasi adalah kumpulan objek atau gambar yang diolah sedemikian rupa

sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup. Media Animasi dalam

pembelajaran bertujuan untuk memaksimalkan efek visual dan memberikan

interaksi berkelanjutan sehingga pemahaman bahan ajar meningkat.

Media animasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan media

animasi adalah penggabungan unsur media lain seperti audio, teks, video, image,

grafik, dan sound menjadi satu kesatuan penyajian, sehingga mengakomodasi

sesuai dengan modalitas belajar siswa. Selain itu, dapat mengakomodasi siswa

yang memiliki tipe visual, auditif, maupun kinestetik. Sedangkan kelemahan dari

media animasi diantaranya adalah memerlukan kreatifitas dan ketrampilan yang

cukup memadai untuk mendesain animasi yang dapat secara efektif digunakan

sebagai media pembelajaran, memerlukan software khusus untuk membukanya,

dan guru sebagai komunikator dan fasilitator harus memiliki kemampuan

memahami siswanya, bukan memanjakannya dengan berbagai animasi

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

17

pembelajaran yang cukup jelas tanpa adanya usaha belajar dari mereka atau

penyajian informasi yang terlalu banyak dalam satu frame cenderung akan sulit

dicerna siswa.

Menggunakan media animasi memang mempunyai beberapa kelemahan

yang timbul, namun kelemahan itu tentunya dapat diatasi. Cara mengatasiya

tentunya pendidik atau guru harus kreatif dan menguasai software yang

dibutuhkan. Selain dari pedidik yang berperan yang harus dipehuhi adalah

fasilitas yang mendukung.

2.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Sudjana (2012:22) adalah kemampuan yang dimiliki

siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya. Hasil belajar ini diperoleh

siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat

pencapaian hasil belajar siswa atau kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan

guru biasanya mengadakan tes hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam

bentuk skor yang diperoleh siwa setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang

diadakan setelah selesai program pengajaran. Menurut Hamalik (2006:30), hasil

belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku

pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak

mengerti menjadi mengerti. Dalam Purwanto (2013:45) hasil belajar menurut

Winkel adalah perubahan yang mengakibatkan siswa berubah dalam sikap dan

tingkah lakunya. Hasil belajar menurut Soedijarto dalam Purwanto (2013:46)

adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan

karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam

proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang

telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif,

maupun psikomotor.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang timbul misalnya

dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti setelah siswa

mengalami pengalaman belajarnya.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

18

Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-

indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun

psikomotor (Depdiknas, 2006). Secara umum teknik asesmen dapat

dikelompokkan menjadi dua, yakni teknik tes dan non tes.

Tes pada umunnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar

siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan

pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 2012:35).

Ada dua jenis tes yaitu tes uraian atau tes essay dan tes objektif. Tes uraian terdiri

dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur. Sedangkan tes objektif

terdiri dari bentuk pilihan benar salah, pilihan berganda berbagai variasinya,

menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.

Teknik non tes merupakan teknik penilaian berisi pertanyaan yang tidak

memiliki jawaban benar atau salah. Alat penilaian non tes yang sering digunakan

antara lain kuesioner dan wawancara, skala (skala penilaian, skala sikap, skala

minat), observasi atau pengamatan, stusi kasus dan sosiometri (Sudjana, 2012:67).

2.1.4 Hubungan Hasil Belajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe NHT (Numbered Heads Together) Berbantuan Media Animasi

Pendidikan yang berhasil dan maju sudah pasti dilakukan dengan proses

dan metodologi yang benar. Model pembelajaran dan media dengan hasil belajar

sangatlah mempunyai hubungan yang sangat erat, tidak bisa di pisahkan begitu

saja, namun harus saling bergandengan dan saling melengkapi. Sehingga antara

model pembelajaran kooperatif tipe NHT, media animasi dan hasil belajar adalah

merupakan suatu sistem yang tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain jika model

dan media yang digunakan oleh pendidik itu asal-asalan tentunya akan

mengakibatkan pada hasil belajarnya yang asal-asalan juga, namun sebaliknya

jika pendidik menggunakan model dan media yang baik dalam mendidik tentunya

akan menghasilkan hasil belajar yang baik dan optimal.

Dalam kegiatan pembelajaran di kelas siswa hanya duduk, mencatat, dan

memperhatikan penjelasan dari guru. Sehingga susana pembelajaran menjadi

tidak kondusif, siswa menjadi tidak aktif dan kurang menumbuhkan minat siswa

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

19

untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa sekolah dasar juga masih terikat

dengan objek kongkrit yang dapat ditangkap oleh panca indera dan perlu adanya

media yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan sehingga akan cepat

dipahami dan dimengerti oleh siswa.

Diantara salah satu model yang baik untuk mengatasinya adalah model

pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbatuan media

animasi. Model pembelajaran ini pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi

kelompok dengan ciri khasnya adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk

seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru

tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Alasan

yang mendasari penggunaan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media

animasi ini karena dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua

siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung

jawab individual dalam diskusi kelompok dan secara tidak langsung melatih siswa

untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara

dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif, aktif, dan senang

dalam mengikuti pembelajaran.

Sedangkan dengan bantuan media animasi yang menggunakan stimulus

audio visual dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran

karena adanya kumpulan objek atau gambar yang diolah sedemikian rupa

sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup. Jadi dengan menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi ini dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti lain yang menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk menguatkan penelitian ini. Penelitian

tersebut antara lain :

Penelitian Parsiati (2010) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa pada Pelajaran Matematika tentang Membandingkan dan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

20

Mengurutkan Pecahan Di Kelas 4 Semester 2 SD Negeri 3 Manggarmas

Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2010/2011”. Dalam

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe NHT dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

matematika tentang membandingkan dan mengurutkan pecahan. Pada pra siklus

terdapat 12 siswa atau 41,38% siswa tuntas belajar. Pada siklus I terdapat 22

siswa tuntas atau 75,68% siswa tuntas belajar. Sedangkan pada siklus II

mengalami persentase ketuntasan mencapai 93,1% siswa tuntas belajar

Penelitian Ismiyati (2012) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar

Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads

Together) pada Siswa Kelas 1 Semester 2 SD N Boloh Kecamatan Toroh

Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Pada pra siklus ketuntasan belajar 42 % pada

siklus 1 menjadi 64 % dan pada siklus 2 menjadi 83% tuntas.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang yang telah paparkan pada pembelajaran

matematika di kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten

Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 masih bersifat konvensional

dengan dominan menggunakan ceramah tanpa diselingi media yang sesuai, guru

belum memberikan kegiatan yang bisa membuat siswa berinteraksi dalam

pembelajaran sehingga menyebabkan siswa bosan dan tidak fokus dalam

pembelajaran. Pembelajaran tersebut cenderung terkesan teacher centered. Hal ini

mengakibatkan rendahnya hasil belajar matematika dikelas tersebut yang

ditunjukkan dengan sangat jauh dari KKM untuk mata pelajaran Matematika yaitu

70.

Peneliti mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan sebuah variasi diskusi kelompok

dengan ciri khas guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3771/3/T1_292009010_BAB II.pdfdeduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan

21

mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu

terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Pelaksanaan pembelajaran

kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi dilakukan melalui empat tahapan

kegiatan, yaitu : (1) penomoran, (2) mengajukan pertanyaan, (3) berpikir bersama,

dan (4) menjawab pertanyaan. Sedangkan dengan bantuan media animasi yang

menggunakan stimulus audio visual dapat menarik perhatian siswa untuk

mengikuti proses pembelajaran karena adanya kumpulan objek atau gambar yang

diolah sedemikian rupa sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi dapat

mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara

lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau

menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok sehingga hasil belajar

siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, serta keterampilan

guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat meningkat. Dengan demikian

dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan

hipotesis tindakan sebagai berikut ini.

1) Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan

media animasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas 4

SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang semester

2 tahun pelajaran 2012/2013.

2) Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)

berbantuan media animasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada

siswa kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten

Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 melalui empat tahapan

kegiatan, yaitu : (1) penomoran, (2) mengajukan pertanyaan, (3) berpikir

bersama, dan (4) menjawab pertanyaan.