BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Hasil Belajar
Harminingsih (2008) menyatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua
faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa
atau faktor lingkungan. Faktor dalam terdiri dari: (1) jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh),
(2) psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), (3) dan
kelelahan. Faktor luar yaitu: (1) keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar
belakang kebudayaan), (2) sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), (3) dan
masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk
kehidupan masyarakat).
Sekolah merupakan salah satu faktor luar dalam mempengaruhi hasil belajar siswa,
sehingga guru sebagai anggota sekolah memiliki peran penting dalam mempengaruhi hasil
belajar siswa. Untuk itu, Guru harus memiliki kompetensi dibidangnya, selain itu agar
pembelajaran tidak monoton maka guru sebaiknya mampu memvariasikan metode
pembelajaran misalkan diskusi inkuiri, praktikum, game dan jigsaw. Penggunaan media
pembelajaran yang bervariasi juga dapat mempengaruhi hasil belajar karena siswa
merasa senang dalam belajar, motivasi tinggi dan hasil belajarnya dapat maksimal.
Dimyati dan Mudjiono, (2006: 3) Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk
angka-angka atau skor setelah diberi tes hasil belajar pada setiap akhir pelajaran.
Nana Sudjana (2011:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan, sikap, dan ketrampilan yang diperoleh siswa setelah menerima pengalaman
dan perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuan
yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
8
2.1.2. Pengertian Matematika
Menurut James dan James yang dikutip Ruseffendi (1998) “Matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling
berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga
bidang, yaitu aljabar, analisis, geometri.” Jadi, Matematika adalah ilmu pengetahuan yang
dibangun dengan penalaran yang terstruktur secara deduktif berdasarkan unsur, aksioma,
sifat dan teori yang telah terbukti.
Menurut Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins dalam Erman Suherman (2011:16)
matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu
dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang
termasuk dalam matematika.
Menurut Johnson dan Rising didalam Ruseffendi (1992 : 28) Matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya
dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) daripada
mengenai bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan, sifat-
sifat atau teori-teori itu dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang
didefinisikan, atau tidak didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang
telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola
atau ide; dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan
dan keharmonisannya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematikaadalah ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalartentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran,konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dangeometri.
2.1.2.1 Perlunya Belajar Matematika
Pencarian kebenaran dalam matematika disajikan sebagai suatu cara manusia
berpikir, sehingga validitas dari pemikiran kebenaran tidak diragukan lagi. Demikian pula
dalam menyelesaikan persoalan sehari–hari, atau persoalan lain yang memerlukan
matematika sebagai suatu cara yang khusus, misalnya persamaan, pertidaksamaan,
model Matematika dan sebagainya. Banyak persoalan sehari-hari yang dapat dibantu
9
dengan matematika. Oleh karena itu, matematika sangat perlu untuk dipelajari.
Matematika bukan hanya sebagai alat bantu untuk matematika itu sendiri, akan tetapi
banyak konsep–konsep yang sangat diperlukan oleh ilmu lainnya seperti fisika, kimia,
biologi, teknik, ekonomi dan farmasi.
2.1.2.2 Ruang Lingkup Matematika
Bahan kajian inti Matematika Sekolah Sekolah Dasar mencakup aritmatika (berhitung)
pengantar aljabar, geometri, pengukuran, dan kajian data (pengantar statistik). Penekanan
diberikan pada “penguasaan bilangan termasuk berhitung“ (Depdikbud, 1994:35). Menurut
standar kompetensi dasar Matematika, ruang lingkup Matematika dikelompokkan dalam
kemahiran matematika, bilangan, pengukuran, geometri, aljabar, statistika, peluang,
trigonometri, dan kalkulus.
2.1.3. Pendekatan Pembelajaran
Dalam Dekdikbud (1990:25), pendekatan dapat diartikan sebagai proses ,perbuatan,
atau cara untuk mendekati sesuatu.
Menurut Suharno, Sukardi, Chotijah dan Suwalni (1998:32) bahwa pendekatan
pembelajaran diartikan“ Model Pembelajaran “.
Sedangkan pembelajaran menurut H.J. Gino dkk. (1998:32) bahwa pembelajaran
atau instruction merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa
belajar dengan tujuan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar
mengajar”.
Pembelajaran mengandung pengertian, bagaimana para guru mengajarkan sesuatu
kepada peserta didik, tetapi di samping itu juga terjadi peristiwa bagaimana peserta didik
mempelajarinya”.
Berdasarkan pengertian pendekatan dan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan
bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja mempunyai sistem untuk
memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna
membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan pembelajaran dapat dicapai maka perlu dibuat program pembelajaran yang
baik dan benar. Program pembelajaran merupakan macam kegiatan yang menjabarkan
kemampuan dasar dan teori pokok secara rinci yang memuat metode pembelajaran,
alokasi waktu, indikator pencapaian hasil belajar dan langkah-langkah kegiatan
10
pembelajaran dari setip pokok mata pelajaran. Sistem dan pendekatan pembelajaran
dibuat karena adanya kebutuhan akan sistem dan pendekatan tersebut untuk meyakinkan
yaitu adanya kebutuhan untuk belajar dan siswa belummengetahui apa yang akan
diajarkan. Oleh karena itu, guru menetapkan hasil-hasil belajar atau tujuan apa yang
diharapkan akandicapai.
2.1.4. PendekatanKontekstual (Contextual Teacher Lerning) Komponen Inkuiri
2.1.4.1 Hakekat Pendekatan Kontekstual
Johnson (2002:24) pendekatan kontekstual adalah suatu proses pengajaran yang
bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka
pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Muslich (2007:41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and
learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari.
Lebih lanjut Komalasari (2010:7) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan
kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat
maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi
kehidupannya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual adalah
konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu
guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan
kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun
warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi
kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan atas pemecahan
masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
11
2.1.4.2 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
(Behaviorisme/Strukturalisme)
Pendekatan kontekstual memiliki perbedaan dengan pendekatan tradisional
(behaviorisme/strukturalisme. Adapun perbedaannya dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai
berikut :
Tabel 2.1
Perbedaan Pendekatan Kontekstual dan Pendekatan Tradisional
No Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional
1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran.
Siswa adalah penerima informasi
secara pasif.
2. Siswa belajar dari teman melalui kerja
kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual.
3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan
nyata dan atau masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis.
4. Perilaku dibangun atas kesadaran diri. Perilaku dibangun atas dasar
kebiasaan.
5. Ketrampilan dikembangkan atas dasar
pemahaman.
Ketrampilan dikembangkan atas
dasar latihan.
6. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan
diri.
Hadiah untuk perilaku baik adalah
pujian/nilai.
7. Sesorang tidak melakukan yang jelek karena
dia sadar hal itu keliru dan merugikan.
Seseorang tidak melakukan yang
jelek karena dia takut hukuman.
8. Bahasa diajarkan dengan bahasa komunikatif
yakni siswa diajak menggunakan bahasa
dalam konteks nyata.
Bahasa diajarkan untuk pendekatan
struktural:rumus diterangkan
sampai paham, kemudian dilatihkan
9. Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar
skemata yang sudah ada dalam diri siswa.
Rumus itu ada di luar diri siswa
yang harus diterangkan, diterima,
dihafalkan, dan dilatihkan.
10. Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara
siswa yang satu dengan yang lainnya, sesuai
Rumus adalah kebenaran absolut.
Hanya ada dua kemungkinan yaitu
12
dengan skemata siswa. pemahaman rumus yang salah dan
pemahaman rumus yang benar
11. Siswa menggunakan kemampuan berpikir
kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan
terjadinya proses pembelajaran yang efektif,
ikut bertanggungjawab atas terjadinya proses
pembelajaran yang efektif, dan membawa
masing-masing skemata ke dalam proses
pembelajran.
Siswa secara pasif menerima
rumus atau kaidah (membaca,
mendengarkan, mencatat,
menghafal) tanpa memberikan
kontribusi ide dalam proses
pembelajaran.
12. Pengetahuan yang dimiliki manusia
dikembangkan oleh manusia itu sendiri.
Manusia menciptakan pengetahuan dengan
cara memberi arti dan memahami
pengalamannya.
Pengetahuan adalah penangkapan
terhadap serangkaian fakta,
konsep, atau hukum yang berada di
luar diri manusia.
13. Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan
oleh manusia itu sendiri, sementara manusia
selalu mengalami peristiwa baru, maka
pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu
berkembang.
Kebenaran bersifat absolut dan
pengetahuan bersifat final.
14. Siswa diminta bertanggungjawab memonitor
dan mengembangkan pembelajaran mereka
masing-masing.
Guru adalah penentu jalannya
proses pembelajaran
15. Penghargaan terhadap pengalaman belajar
siswa sangat diutamakan.
Pembelajaran tidak memperhatikan
pengalaman siswa.
16. Hasil belajar diukur dengan berbagai
cara:proses bekerja, hasil karya, penampilan,
rekaman, tes, dll.
Hasil belajar hanya diukur dengan
tes.
17. Pembelajaran terjadi di barbagai tempat,
konteks dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi dalam
kelas.
18. Penyesalan adalah hukuman dari perilaku Sanksi adalah hukuman dari
13
jelek. perilaku jelek.
19. Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik. Perilaku baik berdasar motivasi
ekstrinsik.
20. Seseorang berperilaku baik karena dia yakin
bahwa itulah yang terbaik dan bermanfaat.
Seseorang berperilaku baik karena
dia terbiasa melakukan begitu.
Kebiasaan ini dibangun dengan
hadiah yang menyenangkan.
Berdasarkan tabel 2.1 perbedaan pendekatan kontekstual dan pendekatan
tradisional, maka dapatlah disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual lebih menekankan
siswa untuk belajar lebih aktif, menekankan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan di
benak mereka sendiri dan siswa belajar dari mengalami sendiri bukan dari pemberian
orang lain dan pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.
2.1.4.3 Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam Kelas
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah
pembelajarannya adalah sebagai berikut :
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
ketrampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri (menemukan sendiri) unutk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Selain itu, pendekatan kontekstual mendasarkan pada kecenderungan pemikiran
tentang belajar sebagai berikut :
1. Proses Belajar
Bekajar tidak hanya sekedar menghafal
Anak belajar dari mengalami
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang
terpisah, tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan
14
Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide
Proses belajar dapat mengubah struktur otak
2. Transfer Belajar
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
Ketrampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit),
sedikit demi sedikit
Penting bagi siswa tahu “untuk apa” ia belajar, dan “bagaimana” ia menggunakan
pengetahuan dan ketrampilan itu.
3. Siswa Sebagai Pembelajar
Strategi belajar penting agar anak mudah mempelajari sesuatu yang baru
Peran guru membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah
diketahui
Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan
kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan
menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
Belajar lebih efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa
Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka
Umpan balik penting bagi siswa yang berasal dari proses penilaian (assessment)
yang benar
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok.
Menurut Zahorik (1995:14-22), ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam
praktek pembelajaran kontekstual yaitu :
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara menyusun
konsep sementara (hipotesis), melakukan sharingkepada orang lain agar mendapat
tanggapan/validasi dan konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
15
4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan tersebut
Jadi pada dasarnya penerapan pendekatan CTL dapat diterapkan pada kurikulum
apapun, bidang studi apa saja dan dalam kelas yang bagaimanapun juga. Hal tersebut
dengan melihat konsep pada anak untuk menemukan sendiri pengetahuan dan
ketrampilan barunya.
2.1.4.4 Karakteristik Pendekatan Kontekstual (CTL)
Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat delapan utama yang menjadi
karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu (1) melakukan hubungan yang bermakna, (2)
mengerjakan pekerjaan yang berarti, (3) mengatur cara belajar sendiri, (4) bekerja sama,
(5) berpikir kritis dan kreatif, (6) mengasuh atau memelihara pribadi siswa, (7) mencapai
standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian sebenarnya.
Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual mempunyai sebelas karakteristik
antara lain yaitu (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar
dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7)
siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa aktif, guru kreatif, (10) dinding kelas dan
lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-
lain, serta (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa,
laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Priyatni (2002:2) menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran
diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalam
konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang
alamiah (learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas
yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa
melalui proses mengalami (learning by doing).
16
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi
(learning in a group).
5) Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam
merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan
(learning to knot each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, kreatif, dan mementingkan kerja sama
(learning to ask, to inquiry, to York together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy
activity).
Dari beberapa uraian di atas maka pembelajaran contextual teaching and learning
mempunyai karakteristik diantaranya sebagai berikut, saling menunjang dan bekerja sama,
penbelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan, pembelajaran yang
terintegrasi, bergairah, menuntut siswa lebih aktif, adanya berbagai macam sumber
pembelajaran, terdapatnya hasil karya siswa, dan laporan kepada orang tua bukan hanya
rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
2.1.4.5 Tujuh Komponen Pendekatan Kontekstual (CTL)
Menurut Supinah (2008:16) pembelajaran kontekstual (CTL) memiliki tujuh komponen
utama, yaitu sebagai berikut :
1) Konstruktivisme (Construktivism)
Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pendekatan CTL yang menyatakan bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit dan tidak sekonyong-
konyong). Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan
seberapa banyak siswa mengingat pengetahuan. Konsep konstruktivisme menuntut
siswa untuk dapat membangun arti dari pengalaman baru pada pengetahuan tertentu.
Priyatni (2002:2) menyebutkan bahwa pembelajaran yang berciri konstruktivisme
menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari
pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri.
17
2) Inkuiri (Inquiry)
Menemukan merupakan strategi belajar dari kegiatan pembelajaran kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus
selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun
materinya.
Inkuiri adalah siklus proses dalam membangun pengetahuan yang bermula dari
melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau
konsep. Inkuiri diawali dengan pengamatan untuk memahami konsep atau fenomena
dan dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan bermakna untuk menghasilkan
temuan. Priyatni (2002:2) menjelaskan bahwa inkiri dimulai dari kegiatan mengamati,
bertanya, mengajukan dugaan sementara (hipotesis), mengumpulkan data, dan
merumuskan teori sebagai kegiatan terakhir.
3) Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan keahlian dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran CTL.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri,
yaitu menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahuinya, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Konsep ini berhubungan dengan kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru
maupun oleh siswa. Pertanyaan sebagai wujud pengetahuan yang dimiliki. Tanya
jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan
guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
4) Masyarakat belajar (Learning Commnunity)
Masyarakat belajar merupakan penciptaan lingkungan belajar dalam pembelajaran
kontekstual (CTL). Masyarakat belajar adalah kelompok belajar yang berfungsi sebagai
wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Aplikasinya dapat
berwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta
mendatangkan ahli ke kelas, atau belajar dengan teman-teman lainnya. Belajar
bersama dengan orang lain lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri.
18
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari berbagi pengalaman antarteman,
antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang tidak tahu. Pembelajaran kontekstual
dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya heterogen sehingga
sehingga akan terjadi kerja sama antara siswa yang pandai dengan siswa yang lambat.
Kegiatan masyarakat belajar difokuskan pada aktivitas berbicara
dan berbagai pengalaman dengan orang lain. Priyatni (2002:3) menyebutkan bahwa
aspek kerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik
adalah tujuan pembelajaran yang menerapkan learning community.
5) Pemodelan (Modelling)
Model merupakan acuan pencapaian kompetensi dalam pembelajaran kontekstual.
Konsep ini berhubungan dengan kegiatan mendemonstrasikan suatu materi pelajaran
agar siswa dapat mencontoh atau agar dapat ditiru, belajar atau melakukan dengan
model yang diberikan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya
model, siswa juga dapat berperan aktif dalam mencoba menghasilkan model.
Priyatni (2002:3) menyatakan bahwa kegiatan pemberian model bertujuan untuk
membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita
menginginkan para siswa untuk belajar, atau melakukan apa yang kita inginkan agar
siswa melakukannya.
6) Refleksi (Reflction)
Refleksi merupakan langkah akhir dari belajar dalam pembelajaran kontruktivisme.
Konsep ini merupakan proses berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Proses telaah
terhadap kejadian, aktivitas, dan pengalaman yang dihubungkan dengan apa yang
telah dipelajari siswa, dan memotivasi munculnya ide-ide baru. Refleksi berarti melihat
kembali suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman dengan tujuan untuk
mengidentifikasi hal yang telah diketahui, dan hal yang belum diketahui. Realisasinya
adalah pertanyaan langsung tentang apa-apa yang
diperolehnya hari itu, catatan di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai
pembelajaran pada hari itu.
Priyatni (2002:3) menjelaskan bahwa kegiatan refleksi adalah kegiatan memikirkan apa
yang telah kita pelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau
19
pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, dan memberikan masukan-masukan
perbaikan jika diperlukan.
7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian yang sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai data dan
informasi yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Dalam
pembelajaran kontekstual, penilaian ditekankan pada proses pembelajarannya, maka
data dan informasi yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang
dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajarannya.
Penilaian yang sebenarnya merupakan tindakan menilai kompetensi siswa secara
nyata dengan menggunakan berbagai alat dan berbagai teknik tes, portofolio, lembar
observasi, unjuk kerja, dan sebagainya. Prosedur penilaian yang menunjukkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa secara nyata. Penilaian yang sebenarnya
ditekankan pada pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agara mamapu
mempelajari sesuatu, bukan hanya memperoleh informasi pada akhir periode.
Kemajuan belajar siswa dinilai bukan hanya yang berkaitan dengan nilai tetapi lebih
pada proses belajarnya.
2.1.4.6 Hakekat Pendekatan Kontekstual (CTL) Komponen Inkuiri
Inti dari pembelajaran CTL adalah inkuiri (menemukan). Pengetahuan yang diperoleh
siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari
menemukan sendiri yang siklusnya observasi, bertanya, mengajukan dugaan,
pengumpulan data dan penyimpulan (Depdiknas 2002:12). Prinsip yang bisa dipegang
guru ketika menerapkan komponen inkuiri dalam pembelajaran (Muslich 2007:45)
menjelaskan: (1) Pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama diingat apabila siswa
menemukan sendiri. (2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti
dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa. (3) Siklus inkuiri adalah
observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan. (4)
Langkah kegiatan inkuiri adalah merumuskan masalah, mengamati atau melakukan
observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lain, mengkomunikasikan atau menyajikan hasil pada pihak lain
(pembaca, teman sekelas, guru, audiens dan lain-lain).
20
Asas menemukan sendiri merupakan asas penting dalam pembelajaran kontekstual.
Dengan proses berpikir yang sistematis ini diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah,
rasional, dan logis yang dapat dijadikan dasar pembentukan keaktifan siswa dalam
pembelajaran.
Jadi pada hakekatnya pendekatan kontekstual komponen inkuiri adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari melalui kegiatan inkuiri: a) identifikasi
dan merumuskan masalah, b) menyusun hipotesis, c) merancang dan melaksanakan
kegiatan/percobaan, d) analisis data, e) penyajian hasil percobaan, dan f) penarikan
kesimpulan.
2.1.4.7 Teori Belajar yang Mendasari Inkuiri
Implementasi pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerja seperti ilmuwan diantaranya merumuskan hipotesis, menguji hipotesis melalui
percobaan dan menginformasikan hasil penyelidikan. Pembelajaran inkuiri juga
didefinisikan sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk
melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, melakukan
sesuatu, menggunakan simbol-simbol (gambar-gambar) dan mencari jawaban atas
pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan yang lain,
membandingkan yang ditemukan sendiri dengan yang ditemukan orang lain
(Sidharta,2005).
Hal senada juga diungkapkan oleh Sanjaya (2011:196) yang menyatakan bahwa
“Inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir
kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu masalah yang
dipertanyakan”.
Kegiatan inkuiri dibentuk dan meliputi discovery karena siswa harus menggunakan
kemampuan discovery lebih banyak lagi. Dengan kata lain inkuiri adalah suatu proses
perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Kegiatan
discovery adalah proses mental yang memungkinkan siswa mengasimilasi konsep dan
prinsip-prinsip. Proses mental dalam discovery diantaranya mengamati, menggolongkan,
21
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, menarik kesimpulan, dan sebagainya
(Roestiyah,2001).
Dari pengertian inkuiri yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti mengambil
kesimpulan bahwa inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang mencakup
seluruh kemampuan siswa dalam struktur kelompok melalui proses berpikir kritis, logis,
analitis, dan sistematis untuk menemukan jawaban dari suatu masalah. Masalah yang
akan dicari jawabannya tersebut harus kontekstual. Kontekstual dalam hal ini yaitu
mengaitkan konten mata pelajaran (isi, materi pelajaran) dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
2.1.4.8 Kelebihan dan Kekurangan Metode Inkuiri
Dalam penerapannya (Gulo, 2004), pembelajaran menggunakan metode inkuiri
mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan, yaitu :
Kelebihan
1. Pengajaran berpusat pada diri pembelajar.
2. Dalam proses belajar inkuiri, pembelajar tidak hanya belajar konsep dan prinsip,
tetapi hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi juga mengalami proses belajar
tentang pengarahan diri, pengendalian diri, tanggung jawab dan komunikasi sosial
secara terpadu.
3. Pengajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep diri).
4. Dapat memberi waktu kepada pembelajar untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi.
5. Dapat menghindarkan pembelajar dari cara-cara belajar tradisional yang bersifat
membosankan.
Kelemahan
1. Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar
2. Kalau pendekatan inkuiri diterapkan dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar,
kemungkinan besar tidak berhasil
3. Siswa yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah dirancang
guru, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-lebih kalau harus belajar
mandiri.
22
4. Dampaknya dapat mengecewakan guru dan siswa sendiri.
5. Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan
memberi kesan terlalu idealis.
6. Ada kesan dananya terlalu banyak, lebih-lebih kalau penemuaannya kurang
berhasil hanya merupakan suatu pemborosan belaka.
2.1.4.9 Langkah-langkah Pembelajaran CTL Komponen Inkuiri
Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:
Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai
oleh siswa
Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk
mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta
tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah
sampai dengan merumuskan kesimpulan
Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam
rangka memberikan motivasi belajar siswa.
2. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan
yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang
menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan
masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang
tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran
inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh
pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental
melalui proses berpikir.
3. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara
23
yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak
(berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan
yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau
dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji.
4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk
menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data
merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.
Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam
belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan
potensi berpikirnya.
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai
dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional.
Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat
sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
Pembelajaran inkuiri dapat dilaksanakan melalui beberapa langkah. Menurut
Muhibbin Syah (2005:244) menyampaikan “ tahapan dan prosedur pelaksanaan inkuiri
sebagai berikut :
a) Pemberian rangsangan (stimulation)
b) Pernyataan atau identifikasi masalah (problem statement)
c) Pengumpulan data (data collection)
d) Pengolahan data (data processing)
e) Verifikasi (verification)
24
f) Generalisasi (generalization)
2.2 Penelitian yang Relevan
Yuliningsih (2012) dalam penelitian yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Melalui Model pembelajaran Contextual Teaching & Learning (Ctl) Siswa
Kelas II SD N Sumogawe 04 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran
2011 / 2012 ” mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan
metode Contextual Teaching& Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika
kelas II. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar matematika siswa pada saat kondisi awal
siswa yang belum tuntas memenuhi KKM = 64 sebanyak 13 siswa atau 48% dan yang
sudah tuntas sebanyak 12 siswa atau 52%. Pada pelaksanaan siklus I siswa yang sudah
tuntas memenuhi nilai KKM sebanyak 14 siswa atau 56% dan siswa yang belum tuntas
sebanyak 11 siswa atau 44%, pada pelaksanaan siklus II siswa yang tuntas memenuhi
KKM sebanyak 24 siswa atau 96%. Dan siswa yang tidak memenuhi nilai KKM sebanyak 1
siswa atau 4%.
Suparmin (2012) dalam penelitian yang berjudul “ Peningkatan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Bandungsari tentang Penarikan Akar Pangkat
Tiga Bilangan Kubik dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning
Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 ” membuktikan bahwa pendekatan Contextual
Teaching and Learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebelum perbaikan pembelajaran siswa yang tuntas KKM
≥ 60 hanya 13 siswa dari 41 siswa ( 32 % ). Pada perbaikan pembelajaran siklus 1 siswa
yang tuntas KKM ≥ 60 meningkat menjadi 23 siswa ( 56 % ) dan pada perbaikan siklus 2
siswa yang tuntas KKM ≥ 60 meningkat lagi menjadi 38 siswa ( 92 % ). Dan tinggal 3
siswa ( 8 % ) yang belum tuntas. Penerapan CTL dapat meningkatkan kemampuan hasil
belajar matematika tentang penarikan akar pangkat tiga dari bilangan kubik pada siswa
kelas VI di SD Negeri 3 Bandungsari.
2.3 Kerangka Berpikir
Optimalisasi kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
faktor media atau teknik dan model mengajar guru. guru dapat menggunakan media
pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dalam kegiatan pembelajaran.
Guru dapat mengaitkan materi yang terdapat dalam kurikulum dengan kondisi lingkungan
25
atau sesuai dengan dunia nyata sehingga siswa merasa pembelajaran menjadi lebih
bermakna atau memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari.Dengan menerapkan media
audio visual, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan dapat mengatasi masalah dalam
pembelajaran Matematika di kelas 4 SD Negeri Wonotunggal03, karena siswa menjadi
lebih aktif dalam pembelajaran dan diharapkan pula terjadi peningkatan hasil belajar.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan kajian pustaka, serta kerangka
berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan bahwa
pembelajaran dapat meningkat melalui penerapan pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning/CTL) komponen inkuiri pada hasil belajar matematika siswa kelas
4 SD Negeri Wonotunggal03Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang Semester 1
tahun pelajaran 2013/2014.