BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

14
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran CTL 2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran CTL Peneliti memilih model pembelajaran CTL, dengan alasan model pembelajaran CTL mampu memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman langsung dalam proses pembelajaran melalui situasi yang konkret, sehingga siswa dapat terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dan mengkontruksi pengalaman belajarnya sendiri. Model pembelajaran kontektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)ini adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi konkret dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari(Dharma Kesuma dkk, 2010:73).Johnson (2007:65) mengemukakan CTL adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian bagian yang saling terhubung. Jika bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Menurut Fatah Yasin (2008:65)Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dalam penerapanya dalam kehidupan sehari-hari. Muslich (2007) menjelaskan bahwa landasan filosofi CTLadalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal tetapi mengkonstruksi atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta yang mereka alami dalam kehidupannya. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran CTL

2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran CTL

Peneliti memilih model pembelajaran CTL, dengan alasan model

pembelajaran CTL mampu memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman

langsung dalam proses pembelajaran melalui situasi yang konkret, sehingga siswa

dapat terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dan mengkontruksi

pengalaman belajarnya sendiri.

Model pembelajaran kontektual atau Contextual Teaching and Learning

(CTL)ini adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkan dengan situasi konkret dan mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan

mereka sehari-hari(Dharma Kesuma dkk, 2010:73).Johnson (2007:65)

mengemukakan CTL adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari

bagian bagian yang saling terhubung. Jika bagian ini terjalin satu sama lain, maka

akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya

secara terpisah.

Menurut Fatah Yasin (2008:65)Model pembelajaran Contextual Teaching

and Learning (CTL) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia

nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki dalam penerapanya dalam kehidupan sehari-hari.

Muslich (2007) menjelaskan bahwa landasan filosofi CTLadalah

konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak

hanya sekadar menghafal tetapi mengkonstruksi atau membangun pengetahuan

dan keterampilan baru lewat fakta-fakta yang mereka alami dalam kehidupannya.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah

6

konsep belajar yang membantu guru menyediakan pengalaman langsung bagi

siswa dengan mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat.

2.1.1.2 Prinsip Model Pembelajaran CTL

Implementasi model pembelajaran CTL memerlukan perencanaan yang

mencerminkan prinsip-prinsip model pembelajaran CTL. Oleh karena itu menurut

Rusman (2010:193), terdapat tujuh prinsip kontektual yang harus dikembangkan

oleh guru, dalam penerapan model pembelajaran CTL yaitu :

1. Kontruktifisme (Contructivism)

Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk

diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi

makna melalui pengalaman yang nyata. Oleh karena itu dalam CTL strategi

untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan

kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan

penekanan terhadap seberapa banyak pengatahuan yang harus diingat siswa.

2. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan

akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta

kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari

mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan penemuan sendiri.

Model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu

maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiri dengan pengalaman

masing-masing.

3. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya.

Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan

siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan

pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan

produktivitas pembelajaran.

7

4. Masyarakat Belajar (Learning Comunity)

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk

melakukan kerjasama dan memanfaatkan sember belajar dari teman-teman

belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning comunity bahwa hasil

belajar diperoleh dari kerjasama dengan orang lain melalui berbagai

pengalaman (sharing).

5. Pemodelan (Modeling)

Kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan

segala kelebihan dan keterbatasan yang dumiliki guru akan mengalami

hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan

kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan

model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar

siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu

mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir

kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar

dimasa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai

struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari

pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,

aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)

Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang

amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil

pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses

pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran

atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya

berbagai data dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari

penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru

terhadap proses dan hasil pengalaman setiap siswa.

8

2.1.1.3 Desain Model Pembelajaran CTL

Desain atau skenario merupakan pedoman atau alat kontrol dalam

pelaksanaan pembelajaran. Sebelum melakukan kegatan pembelajaran guru

terlebih dahuli membuat desain pembelajaran. Untuk mewujudkan pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran CTL maka menurut Rusman

(2010:199) dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran CTL dapat

dilakukan sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih

bermakna, apakah dengan cara belajar sendiri, menemukan sendiri, dan

mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus

dimilikinya.

2. Melaksanakan sejauh mungkin segiatan inquiry untuk semua topik yang

diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-

pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok

berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,

model, dan bahkan yang sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Melakukan penilaian secara objectif, yaitu menilai kemampuan yang

sebenarnya pada setiap siswa.

2.1.1.4 Tahap-Tahap Pembelajaran Kontektual

Sa’ud (2008:173) mengatakan bahwa : “ model pembelajaran kontekstual

meliputi empat tahapan, yaitu invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan

pengambilan tindakan”.

1. Tahap Invitasi

Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep

yang dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunisasikan,

mengikutsertakan pemahaman tentang konsep tersebut.

9

2. Tahap Eksplorasi

Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui

pengumpulan, pengorganisasian, penginterprestasian data dalam sebuah

kegiatan yang sudah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan

kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas.

3. Tahap Penjelasan

Siswa memberikan penjelasan – penjelasan solusi yang dihasilkan oleh hasil

observasinya ditambah dengan penguatan guru. Siswa dapat menyampaikan

gagasan, membuat model, membuat rangkuman dan ringkasan.

4. Tahap Pengambilan Tindakan

Siswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan

keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan

lanjutan, mengajukan saran baik individu maupun kelompok yang

berhubungan dengan pemecahan masalah.

2.1.1.5 Kelebihan Model Pembelajaran CTL

Model pembelajaran CTL mempunyai kelebihan:

1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk

dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan

kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat

mengorelasikan materi yang memori siswa, sihingga tidak akan mudah

dilupakan.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep

kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran

konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan

pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa

diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”

2.1.2 Minat Belajar

2.1.2.1. Pengertian Minat Belajar

Peneliti tertarik meneliti minat belajar siswa dikarenakan sesuatu yang

menarik minat siswa akan menarik perhatiannya, dengan demikian siswa akan

bersungguh-sungguh dalam belajar dan memperoleh hasil belajar yang maksimal.

10

Meningkatnya minat siswa terhadap suatu mata pelajaran diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “minat diartikan sebagai

kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah atau

keinginan”(Depdiknas, 2001:744). Getzel dalam Mardapi (2007:106)

mengemukakan minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui

pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus,

aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.

W.S Winkel (2004:212) mengemukakan minat sebagai kecenderungan

subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan

tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Minat adalah suatu rasa lebih

suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

menyuruh(Djamarah, 2011:166).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat

adalah ketertarikan, keinginan dan kesukaan terhadap suatu objek sedangkan

minat belajar adalah ketertarikan, keinginan dan kesukaan terhadap proses belajar

untuk lebih memperhatikan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang diikuti

perasaan senang dan puas yang diperoleh dalam kegiatan pembelajaran.

2.1.2.2. Indikator Minat Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia indikator adalah sesuatu yang

dapat memberikan petunjuk/ keterangan (Depdiknas, 2001:430). Kaitannya

dengan minat maka indikator adalah sebagai alat pemantau yang dapat

memberikan petunjuk ke arah minat. Minat seseorang terhadap sesuatu akan

diekpresikan melalui kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan minatnya.

Untuk mengetahui indikator minat dapat dilihat dengan cara menganalisis

kegiaan-kegiatan yang dilakukan individu terhadap objek yang disenangi. Dengan

demikian untuk menganalisis minat belajar siswa dapat digunakan beberapa

indikator minat sebagai berikut :

Menurut Slameto (2010:180) “Suatu minat dapat diekspresikan melalui

pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal

daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu

11

aktivitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung

untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.”

Djamarah (2011:166) mengungkapkan bahwa minat dapat diekpresikan

anak didik melalui:

1. Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.

2. Partisipasi dalam aktif dalam suatu kegiatan.

3. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya

dan sama sekali tak menghiraukan sesuatu yang lain (fokus).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, minat belajar siswa dapat dilihat dari

perhatian siswa yang lebih besar dalam melakukan aktivitas atau kegiatan yang

mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Mengacu pada indikator minat dari para ahli diatas maka indikator minat

yang digunakan sebagai acuan penelitian ini adalah indikator-indikator minat

sebagaimana diuraikan sebelumnya yakni meliputi perasaan senang dalam belajar,

konsentrasi/ perhatian dalam belajar, dan ketertarikan dalam belajar. Minat yang

diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar siswa terhadap mata

pelajaran IPA khususnya pada materi hubungan antara sumber daya alam dengan

lingkungan, tenologi dan masyarakat.

2.1.2.3. Cara Membangkitkan Minat Belajar Siswa

Seorang siswa yang mempunyai minat terhadap pembelajaran tertentu maka

siswa tersebut akan merasakan senang dan dapat memberi perhatian pada mata

pelajaran tersebut sehingga menimbulkan sikap keterlibatan dalam pembelajaran.

Djamarah (2011:115) mengemukakan sesuatu yang menarik minat dan

dibutuhkan anak, akan menarik perhatiannya, dengan demikian mereka akan

bersungguh-sungguh dalam belajar. Proses belajar akan berjalan lancar bila

disertai dengan minat belajar sehingga dapat mempengaruhi kualitas pencapaian

hasil belajar siswa.

Wardani (2012:194) mengemukakan bahwa peserta didik yang memiliki

minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang

mempelajari mata pelajaran tertentu sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.

Semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk

12

mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Menurut Anni (2007:186) pengaitan

pembelajaran dengan minat siswa adalah sangat penting, dan karena itu

tunjukkanlah bahwa pengetahuan yang dipelajari itu sangat bermanfaat bagi

mereka .

Menurut Djamarah (2011:167) ada beberapa macam cara yang dapat guru

lakukan untuk membangkitkan minat anak didik, diantaranya sebagai berikut :

a. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia

rela belajar tanpa paksaan.

b. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan

pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima

pelajaran.

c. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil

belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif

dan kondusif.

d. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks

perbedaan individual anak didik.

Komponen-komponen proses pembelajaran yang harus dilaksanakan

sebagai usaha membangkitkan minat belajar anak atau anak didik antara lain

merumuskan tujuan pengajaran, mengembangkan/menyusun alat-alat evaluasi

menetapkan kegiatan belajar mengajar, merencanakan program dengan

menggunakan model pembelajaran yang tepat.

2.1.2.4 Kriteria Instrumen Minat Belajar Siswa

Wardani (2012:213) Kriteria Instrumen yang digunakan tergantung pada

skala dan jumlah butir pertanyaan atau pernyataan yang digunakan. Skala likert

yang digunakan penulis berisi 21 butir pernyataan dengan 5 pilihan utnuk

mengukur minat peserta didik.

Skor butir pernyataan yang digunakan bersifat positif dengan pilihan sangat

setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (5,4,3,2,1). Skor

tertinggi untuk instrument tersebut adalah 21 x 5 = 105 dan skor terendah adalah

21 x 1 = 21. Skor ini dikualifikasikan menjadi 2 kategori minat yaitu kategori

13

minat dan kurang minat. Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan siswa

memiliki minat belajar apabila siswa mencapai skor angka minat sebesar 75.

2.1.3 Hasil Belajar

Sudjana (2011:22) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Menurut Gagne dalam Uno (2007:137) hasil belajar merupakan kapasitas terukur

dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel

bawaannya melalui perlakuan pengajaran tertentu.

Menurut Reigeluth dalam Uno (2007:137) hasil belajar adalah semua efek

yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu

metode di bawah kondisi yang berbeda.

Anni (2007: 5) mengemukakan hasil belajar merupakan perubahan tingkah

perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Menurut

Degeng dalam Uno (2007:139) hasil belajar biasannya mengikuti pelajaran

tertentu yang harus dikaitkan dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Benjamin S. Bloom dalam Anni (2007:7) ada tiga ranah (domain)

hasil belajar, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Perinciannya adalah sebagai

berikut:

a. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.

b. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang

kemampuanya itu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan

karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

c. Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi

neuromuscular (menghubungkan dan mengamati).

Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dari beberapa ahli maka dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang ditunjukkan

14

siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajar dalam ranah kognitif, afektif,

maupun psikomotor.

2.1.4 Pembelajaran IPA SD

2.1.4.1 Pengertian Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat

menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam

sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri

dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. (BSNP, 2006:161)

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang

dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang

terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui

serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian

gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai cara mencari tahu

dan cara mengerjakan atau melakukan dan membantu siswa untuk memahami

alam sekitar secara lebih mendalam (Depdiknas dalam Suyitno, 2003:7)

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap ingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran

Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana(BSNP, 2006:161).

15

Berdasarkan pendapat diatas maka pembelajaran IPA di SD adalah proses

pemberian pengalaman belajar secara langsung kepada siswa SD untuk

menemukan sendiri fakta konsep dan prisip tentang alam sekitar yang meliputi

sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat .

2.2.4.1 Tujuan Pembelajaran IPA

Tujuan pembelajaran IPA di jelaskan dalam BSNP (2006: 62) agar peserta

didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.3.4.1 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut ini

(BSNP, 2006: 62).

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

16

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya.

2.2 Penelitian yang Relevan

Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan

penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan. Menurut

Ria Nur Apriani (2012), dalam skripsi berjudul “Penerapan Model Pembelajaran

Contextual Teaching And Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

IPA Materi Proses Pembentukan Tanah Karena Pelapukan”, kesimpulan yang

dapat ditarik bahwa penerapan Model Pembelajaran CTL meningkatkan hasil

belajar IPA. Hasil analisis siklus pertama menunjukkan penngkatan hasil belajar

IPA mencapai 73,36% pada siklus I, pada siklus II meningkat menjadi 88,80%

dan pada siklus III meningkat menjadi 90,80%.

Menurut Yuliningsih (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Contextual

Teaching & Learning (CTL) siswa kelas II SD N Sumogawe 04 Kecamatan

Getasan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012” kesimpulan yang

dapat ditarik bahwa penerapan Model Pembelajaran CTL meningkatkan hasil

belajar IPA. Hasil analisis siklus pertama menunjukkan ketuntasan belajar siklus I

mencapai 56% .Sedangkan siklus ke dua menunjukkan ketuntasan belajar siklus II

mencapai 96%.

Penelitian yang telah diuraikan walaupun berbeda akan tetapi masih

berhubungan dengan penelitian ini. Dengan demikian penelitian tersebut

mendukung penelitian ini.Pada penelitian ini menekankan penggunaan model

pembelajaran CTL pada peningkatan minat dan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran IPA.

2.3 Kerangka Pikir

Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan

jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan,

maka kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian

17

mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu

adalah sebagai berikut:

Gambar 1.Skema Kerangka Pikir

Pada skema diatas dapat dijelaskan bahwa kondisi awal dalam proses

pembelajaran, minat dan hasil belajar siswa masih rendah. Oleh karena itu, perlu

adanya tindakan dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan

hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada

materi“Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan,

teknologi dan masyarakat”, Tindakan ini dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I

dan siklus II melalui pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran CTL.

Setelah dilakukan suatu tindakan maka, diperoleh kondisi akhir yang merupakan

hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan melalui penerapan model

KONDISI

AWAL

TINDAKAN

KONDISI AKHIR

GURU:

Masih menggunakan metode konvensional (ceramah)

GURU:

Menggunakan model pembelajaran CTL

SISWA:

Minat dan hasil belajar siswa masih rendah

Siklus I

Penerapan model pembelajaran CTL

Siklus II

Penerapan model pembelajaran CTL

Minat dan hasil belajar siswa dalam materi memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat meningkat.

18

pembelajaran CTL yaitu minat dan hasil belajar siswa dalam materi memahami

hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat

meningkat.

2.4 .Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Jika dalam

proses pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran CTL, dapat

meningkatkan minat dan hasil belajar IPA siswakelas 4 SDN Regunung 01

Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang, Semester II Tahun Pelajaran 2012 /

2013”.