BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
-
Upload
truongkiet -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pembelajaran IPA
Pembelajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa,
(Hamzah, 2009: 83). Dalam hal ini pembelajaran memiliki hakikat perencanaan
atau perancangan (desain) sebagai upaya membelajarkan siswa. Oleh karena itu,
dalam belajar siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru saja, tetapi berinteraksi
dengan keseluruhan sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
ditentukan.
Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana cara agar tujuan dapat
tercapai. Dalam kaitan ini, hal-hal untuk mencapai tujuan tersebut adalah
bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran, bagaimana menyampaikan isi
pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang
ada agar berfungsi optimal.
Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk
membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar
lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. (Trianto, 2009: 17).
Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah
dari seorang guru dan siswa, di mana antaranya kedua terjadi komunikasi intens
dan terarah menuju suatu taget yang telah ditentukan sebelumnya.
Pembelajaran dalam pandangan konstruktivis menurut Hudojo dalam
(Trianto, 2009: 19) adalah (a) siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Dalam hal ini
siswa belajar materi (pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja dan berpikir,
dan (b) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga
menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa.
Pengertian pembelajaran dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa melalui
keseluruhan sumber belajar di mana siswa terlibat aktif dalam belajarnya dan
7
mengaitkan informasi sebelumnya dengan informasi yang baru untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan
atau sains yang semula berasal dari Bahasa Inggris science. Kata science sendiri
berasal dari Bahasa Latin scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari
social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan
alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai
ilmu pengetahuan alam saja, walaupun pengertian tersebut kurang pas dan
bertentangan dengan etimologi, Jujun Suriasumantri (Trianto 2010:136).
Menurut H.W Fowler IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan
dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan
terutama atas pengamatan dan deduksi. Wahyana mengatakan bahwa IPA ialah
suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya
tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode
ilmiah dan sikap ilmiah. Kardi dan Nur mengatakan IPA mempelajari alam
semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi dan di luar angkasa, baik yang
dapat diamati oleh indera maupun yang tidak dapat diamati oleh indera, (Trianto,
2010:136).
Menurut beberapa pengertian IPA di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
IPA adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis,
penerapannya secara umum hanya terbatas pada gejala-gejala alam yang
berkembang melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD/ MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah, (Standar Isi 2006:161).
8
2.1.1.1. Tujuan Pembelajaran IPA
Mata Pelajaran IPA dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat
diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak
berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/ MI diharapkan ada
penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan
membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja
ilmiah secara bijaksana. Mata pelajaran IPA di SD/ MI bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam
ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTs.
(Standar Isi 2006:162).
2.1.1.2. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Berdasarkan Standar Isi (2006:162), ruang lingkup bahan kajian IPA untuk
SD/ MI meliputi aspek-aspek berikut :
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi:cair, padat, dan
gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
9
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
2.1.1.3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA
Sesuai dengan Standar Isi (2006:168), berikut ini disajikan standar
kompetensi dan kompetensi dasar IPA di Sekolah Dasar Kelas IV Semester II.
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
8. Memahami berbagai bentuk energi
dan cara penggunannya dalam
kehidupan sehari-hari.
8.1. Mendeskripsikan energi panas dan
bunyi yang terdapat di lingkungan
sekitar serta sifat-sifatnya.
8.4. Menjelaskan perubahan energi
bunyi melalui penggunaan alat musik.
2.1.2. Model Pembelajaran Group Investigation
2.1.2.1. Model Pembelajaran
Joyce (Trianto 2009:22) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-
buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Adapun Soekamto dkk (Trianto
2009:22) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.
Berdasarkan pengertian beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman
merencanakan pembelajaran di kelas yang disusun secara sistematis untuk
mencapai tujuan belajar tertentu.
10
2.1.2.2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Hamruni (2012:224) dalam bukunya mengatakan bahwa ide model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation bermula dari perpsektif filosofis
terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan
atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey menulis sebuah buku Democracy and
Education (Arends,1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan,
bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai
laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
Hamruni (2012:224) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa pemikiran
Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob, 1996) adalah: (1) siswa hendaknya
aktif, learning by doing, (2) belajar hendaknya didasari motivasi instrinsik, (3)
pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap, (4) kegiatan belajar
hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa, (5) pendidikan harus
mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling
menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting, (6)
kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Trianto (2012:78) dalam bukunya menjelaskan bahwa model pembelajran
group investigation dikembangkan pertama kali oleh Herbert Thelen. Dalam
perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari
Universitas Tel Aviv. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan
miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi
(Hamruni, 2012: 225).
Model group investigation melibatkan siswa sejak perencanaan, baik
dalam seleksi topik maupun cara mempelajarinya melalui proses investigasi yang
mendalam. Model ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan berkomunikasi
yang baik maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skill).
Group investigation atau investigasi kelompok guru membagi kelas
menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 orang siswa secara heterogen
kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan minat yang sama
dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik tertentu untuk diselidiki
11
dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutmya
kelompok menyiapkan dan mempresentasikannya di depan kelas.
Guru dalam model pembelajaran group investigation lebih berperan
sebagai fasilitator yang langsung terlibat dalam proses kelompok (membantu
siswa dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok), Bruce
Joyce (2009:323). Selain sebagai fasilitator, guru juga berperan sebagai konselor,
konsultas, maupun sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan
dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan
perseorangan. Peranan guru terkait dengaan proses pemecahan masalah adalah
berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus masalah.
Pengelolaan ditampilkan dengan kiat menentukan informasi yang diperlukan dan
pengoganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut. Pemaknaan
perseorangan berkenaan dengan pengorganisasian oleh kelompok dan bagaimana
membedakan kemampuan perseorangan. Group investigation adalah salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kerja sama antara guru dan
siswa dalam pembelajaran.
Sarana penunjang model group investigation adalah Lembar Kerja Siswa
(LKS), peralatan penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi
atau ruang kelas yang sudah ditata untuk pembelajaran dengan model group
investigation.
2.1.2.3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation
Hamruni (2012:225) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif
group investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin,1995), yaitu :
1. Grouping
Grouping adalah menetapkan jumlah anggota kelompok secara
heterogen, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan
pemasalahan. Tahapan ini menekankan pada permasalahan di
mana siswa mengajukan atau memilih topik dan saran. Kemudian
siswa yang memiliki topik yang sama dikelompokkan menjadi
12
satu kelompok. Dalam hal ini peran guru adalah membatasi jumlah
kelompok serta membantu mengumpulkan informasi dan
memudahkan pengaturannya.
2. Planning
Planning yaitu menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimaa
mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya. Pada tahap ini
anggota kelompok menentukan topik yang akan diinvestigasi
dengan cara mengisi lembar kerja yang telah tersedia serta
mengumpulkan sumber untuk menyelesaikan masalah.
3. Investigation
Invetigation adalah saling tukar informasi dan ide, berdiskusi,
klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalis data, dan
menarik kesimpulan. Peran guru pada tahap ini secara ketat
mengikuti kemajuan tiap kelompok dan membimbing kelompok
jika diperlukan.
4. Organizing
Organizing yaitu mengatur penulisan dan pelaporan anggota
kelompok merencanakan presentasi laporan, menentukan penyaji,
moderator, dan notulis. Setiap kelompok telah menunjuk salah
satu anggota untuk mempresentasikan tentang laporan hasil akhir
penyelidikannya. Peran guru di sini sebagai penasehat membantu
memastikan setiap kelompok ikut andil di dalamnya.
5. Presenting
Presenting yaitu salah satu wakil kelompok menyajikan,
kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi,
mengajukan pertanyaan, atau memberi tanggapan.
6. Evaluating
Evaluating, yakni setiap siswa melakukan koreksi terhadap
laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan
guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan,
13
melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada
pencapaian pemahaman.
2.1.2.4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation
Tujuan pembelajaran kooperatif model group investiagtion adalah
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran IPA khususnya karena siswa dituntut
untuk menemukan dan menyelidiki topik masalahnya. Selain itu juga dapat
melatih siswa untuk berpikir kritis sehingga pengetahuan yang ada dalam diri
siswa berkembang. Pembelajaran dengan model group investigation dapat melatih
siswa untuk saling memahami dan menghormati satu sama lain dan meningkatkan
solidaritas siswa.
2.1.2.5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Model Group
Investigation
Model group investigation mempunyai kelebihan dibandingkan dengan
model lainnya yaitu :
1. Siswa menjadi lebih mandiri dalam mencari informasi tentang
materi yang akan dipelajarinya.
2. Siswa mempunyai jiwa kooperatif yang tinggi.
3. Siswa mempunyai kemahiran dalam berkomunikasi dengan
intelektual pembelajaran dalam mensintesiis dan menganalis.
4. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi.
Beberapa kelemahan dari model pembelajaran group investigation adalah :
1. Jika ada seorang siswa yang tidak aktif dalam kelompoknya maka
akan menghambat dari pada tujuan pembelajaran.
2. Siswa yang tidak cocok denga anggota kelompoknya kurang bisa
bekerja sama dalam memahami materi maupun menyelesaikan
tugas.
3. Ada siswa yang kurang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya
dalam belajar kelompok.
14
2.1.3. Hasil Belajar
Anni (2006:5) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.
Sedangkan Mulyasa (2009:208), menyatakan bahwa penilaian hasil belajar pada
hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang
telah terjadi pada diri peserta didik. Menurut Prawiradilaga (2008, 69-70) salah
satu tujuan dari penilaian hasil belajar adalah mengukur tingkat pemahaman atas
materi yang baru saja diberikan. Dalam hal ini, penilaian bukan untuk
menentukan tingkat kepintaran seseorang peserta didik, tetapi cenderung untuk
memberi masukan kepada peserta didik. Penilaian dapat bersifat kognitif, dalam
bentuk pertanyaan yang harus mereka jawab di atas kertas atau harus melakukan
sesuatu hal.
Menurut Sarwiji (2009:47-48), aspek kognitif belajar dapat diukur dengan
assesmen bersifat objektif dan subjektif. Assesmen bersifat objektif seperti
berbagai jenis tes (isian singkat, pilihan ganda), sedangkan assesmen subjektif
diterapkan jika kemampuan yang akan diukur terkait dengan pendapat yang
diuraikan dalam bentuk pertanyaan essay. Hal lain yang dapat dilakukan adalah
melalui pengamatan. Pengamatan juga dapat diselenggarakan untuk
mengantisipasi perilaku belajar mereka yang tidak dapat diukur melalui penilaian
kognitif. Pengamatan dengan menggunakan berbagai format instrument seperti
daftar cek, skala sikap, skala likert, dan sebagainya digunakan untuk mengukur
aspek belajar afektif dan psikomotor.
Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang garis besar
membaginya menjadi 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ella
(2004:59)
1. Ranah Kognitif
Pada ranah kognitif terdapat enam aspek, yaitu :
a. Pengetahuan, didefinisikann sebagai ingatan terhadap hal-hal
yan telah dipelajari sebelumnya. Hal ini termasuk mengingat
bahan-bahan, benda-benda, fakta, gejala, dan teori. Hasil
belajar dari pengetahuan merupakan tingkatan rendah.
15
b. Pemahaman, didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memaham materi bahan. Hasil belajar dari pemahaman lebih
maju dari ingatan sederhana, hafalan, atau pengetahuan tingkat
rendah.
c. Penerapan, merupakan kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari dan dipahami ke dalam situasi
konkret, nyata, atau baru. Hasil belajar untuk kemampuan
menerapkan ini tingkatannya lebih tinggi dari pemahaman.
d. Analisis, merupakan kemampuan untuk menguraikan lebih
materi ke dalam bagian-bagian atau yang lebih terstruktur dan
mudah dimengerti. Hasil belajar analisis merupakan tingkatan
kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan
menerapkan.
e. Sintensis, merupakan kemampuan untuk mengumpulkan
bagian-bagian menjadi suatu bentuk yang utuh dan
menyeluruh. Hasil belajar sintesis menekankan pada perilaku
kreatif denagn mengutamakan perumusan pola atau struktur
baru dan unik.
f. Penilaian, merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan
menguji nilai suatu materi untuk tujuan tertentu. Hasil belajar
penilaian merupakan tingkatan kognitif paling tinggi sebab
berisi unsur-unsur dari semua kategori, termasuk kesadaran
untuk melakukan pengujian yang sarat nilai dan kejelasan
kriteria.
2. Ranah afektif
Menurut Ella(2004:62) ada 5 tingakatan dalam ranah afektif ini,
yaitu :
a. Penerimaan, yaitu kesadaran atau kepekaan yang disertai
keinginan untuk bertoleransi terhadap suatu gagasan, benda,
atau gejala. Hasil belajar penerimaan merupakan pemilikan
kemampuan untuk membedakan dan menerima perbedaan.
16
b. Respon atau jawaban, merupakan kemampuan menerima
tanggapan terhadap suatu gagasan, benda, bahan, atau gejala
tertentu. Hasil belajar penanggapan merupakan suatu
komitmen untuk berperan serta berdasarkan penerimaan.
c. Penilaian, merupakan kemampuan memberikan penilaian
terhadap gagasan, benda, bahan, atau gejala. Hasil belajar
penilaian merupakan keinginan untuk diterima, diperhitugkan,
dan dinilai orang lain.
d. Pengelolaan atau pengaturan, merupakan kemampuan
mengelola berhubungan dengan tindakan penilaian dan
perhitungan yang telah dimiliki. Hasil belajarnya merupakan
kemampuan mengatur dan mengelola sesuatu secara harmonis
dan konsisten berdasarkan pemilikan filosofi yang dihayati.
e. Bermuatan nilai, merupakan tindakan puncak dalam
perwujudan perilaku seseorang yang secara konsisten sejalan
dengan nilai atau seperangkat nilai-nilai yang dihayatinya
secara mendalam. Hasil belajarnya merupakan perilaku
seimbang, harmonis dan bertanggung jawab dengan standar
nilai yang tinggi.
3. Ranah Psikomotorik
Ella (2004:63), hasil belajar psikomorik tampak dalam bentuk
ketrampilan (skill). Tingkatan ranah psikomotorik yaitu :
a. Gerakan refleks, merupakan tindakan yang ditunjukkan tanpa
belajar dalam menanggapi stimulus.
b. Gerakan dasar, merupakan pola gerakan yang diwarisi yang
terbentuk berdasarkan campuran gerakan refleks dan gerakan
yang lebih kompleks.
c. Gerakan tanggapan (perceptual), merupakan penafsiran
terhadap segala rangsang yang membuat seseorang mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
17
d. Kegiatan fisik,merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan
otot, kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan, dan
kekuatan suara.
e. Komunikasi tidak berwacana, merupakan komunikasi melalui
gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini meretang dari ekspresi
mimik muka sampai dengan gerakan koreografi yang rumit.
Beberapa pengertian hasil belajar dari para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi pada diri peserta didik
meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk mengukur tingkat
pemahaman atas materi yang baru saja diberikan.
Penilaian hasil belajar mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Penilaian Formatif
Penilaian yang dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung. Penilaian formatif berorientasi pada proses, yang
akan memberikan informasi kepada guru apakah program atau
proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki.
2. Penilaian Sumatif
Penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit rogram misalnya
penilaian yang dilaksanakan pada akhir caturwulan, akhir semester
atau akhir tahun. Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui
hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh siswa telah
mencapai kompetesi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian
ini berorientasi pada produk atau hasil. Di antara penilaian
formatif dan penilaian sumatif, terdapat Tes Sub Sumatif. Penilaian
ni bisa dilaksanakan di akhir bab pelajaran (ujian blok).
3. Penilaian Selektif
Penilain yang dilaksanakan dalam anga menyeleksi atau
menyaring. Memilih siswa untuk mewakili sekolah dalam lomba-
lomba tertentu termask jenis penilaian selektif. Untuk kepentingan
yang lebih luas penilaian selektif misalnya seleksi penerimaan
18
mahasiswa baru atau seleksi yang dilakukan dalam rekrutmen
tenaga kerja.
4. Penilaian Diagnostik
Penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
siswa serta faktor-faktor penyebabnya. Pelaksanaan penilaian
semacam ini biasanya bertujuan untuk keperluan bimbingan
belajar, pengajaran remedial, menemukan kasus-kasus dan lain-
lain.
5. Penilaian Penempatan
Penilaian yang bertujuan untuk mengetahui keterampilan prasyarat
yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan
belajar seperti yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan
belajar untuk program itu. Dengan kata lain penilaian ini
berorientasi ada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru
dan kecocokan program belajar dengan kemampuan yang telag
dimiliki siswa.
Teknik penilaian sebagai alat evaluasi hasil belajar terdapat 2 macam,
yaitu :
1. Teknik Tes
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),
dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan),
Sudjana (2010:35). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur
hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan
bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Suharsimi
Arikunto (2001:32) mengatakan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau
latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Menurut Sudjana (2010:35) ada dua jenis tes, yakni tes uraian atau tes esai
dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian
berstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk
19
pilihan benar-salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan,
dan isian pendek atau melengkapi.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa teknik
penilaian tes adalah suatu alat penilaian yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan kepada siswa dalam bentuk lisan, tulisan, atau perbuatan yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
2. Teknik Nontes
Menurut Sudjana (2010:104) alat-alat penilaian hasil dan proses belajar
mengajar, di samping berupa tes, bisa digunakan juga teknik wawancara,
kuisioner, observasi, skala, sosiometri, studi kasus, dll. Alat-alat penilaian tersebut
sering dikategorikan ke dalam istilah bukan tes atau nontes. Sementara Suharsimi
Arikunto (2001:32) menyebutkan teknik penilaian non tes terdiri dari skala
bertingkat (rating scale), kuesioner (questionair), daftar cocok (check list),
wawancara (interview), pengamatan (observation), riwayat hidup.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik
penilaian nontes meliputi:
a. Wawancara (interview)
Suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak
karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan.
b. Kuesioner (questionair)
Kuesioner juga sering dikenal dengan angket. Kuesioner adalah
sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan
diukur (responden).
c. Pengamatan (observation)
Pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara
sistematis.
20
d. Sosiometri
Sosiometri digunakan untuk memperoleh data mengenai hubungan
sosial siswa di kelasnya atau di dalam kelompoknya.
e. Studi kasus
Studi kasus digunakan untuk memperoleh data mengenai pribadi
siswa secara mendalam dalam kurun waktu tertentu.
f. Skala bertingkat (rating scale)
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap
sesuatu hasil pertimbangan. Biasanya angka-angka yang diletakkan
secara bertingkat dari rendah ke yang tinggi dengan jarak yang
sama.
g. Daftar cocok (check list)
Daftar cocok atau check list adalah deretan pernyataan singkat
dimana responden memberika tanda cek (v) di tempat yang sudah
disediakan.
h. Riwayat Hidup
Riwayat hidup adalah gambaran keadaan seseorang dalam masa
hidupnya.
2.2. Kajian Hasil Penelitian
Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh
beberapa peneliti menggunakan model pembelajaran group investigation.
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation pada Mata Pelajaran IPA di
Kelas IV SD Negeri 147 Palembang (Vera Sandria:2012). Subjek penelitian
tersebut adalah siswa kelas IVA SD Negeri 147 Palembang pada semester genap
tahun pelajaran 2011/ 2012 yang berjumlah 40 orang siswa. Keberhasilan
penelitian ini diamati berdasarkan presentase ketuntasan hasil belajar siswa yang
diperoleh dari nilai ujian setiap akhir siklus. Siswa dinyatakan tuntas belajar
apabila telah mencapai nilai ≥60 dan suatu kelas dinyatakan tuntas belajar apaila
telah mencpai angka 85% siswa mendapat nilai 60 atau lebih. Hasil penelitian
21
tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan nilai rata-rata hasil ujian setiap
akhir siklus dan ketuntasan hasil belajar siswa secara berturut-turut sebelum diberi
tindakan, setelah diberi tindakan siklus 1 dan siklus 2 adalah 41,02%, 80%, dan
92,5%. Nilai rata-rata hasil ujian akhir siklus secara berturut-turut yaitu 43,58;
70,25; dan 79,5. Kelebihan dari penelitian tersebut adalah dengan menggunakan
model group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa.
Kelemahan dari penelitian tersebut adalah siswa yang pasif akan mengalami
kesulitan jika menggunakan model group investigation. Tindak lanjut dari
penelitian tersebut adalah meningkatkan keaktifan siswa yang hasil belajarnya
kurang sehingga dapat seimbang dengan siswa yang hasil belajarnya tinggi.
Penelitian menggunakan model pembelajaan group investigation juga
dilakukan oleh Taufiq, Ahmad (2011) dengan judul Peningkatan Pembelajaran
IPA Siswa Kelas IV Melalui Penerapan Model Cooperative Learning Group
Investigation di SDN Klampok 03 Singosari. Subjek yang dilakukan pada
penelitian tersebut adalah siswa kelas IV SDN Klampok 03 Singosari yang
berjumlah 41 siswa yang terdiri dari 26 siswa perempuan dan 15 siswa laki-laki.
Berdasarkan hasil obsevasi yang ditemukan bahwa di SDN Klampok 03
Singosari, khususnya pada kelas IV guru belum pernah menggunakan model
group investigation dalam pembelajaran IPA. Dalam pembelajarannya guru
hanya berceramah, tanya jawab, dan memberikan tugas sehingga kurang
mengaktifkan siswa. Dari nilai siswa pada materi gaya gesek diperoleh rata-rata
55,75 dan ketuntasan kelas 39,02%. Sedangkan SKM yang ditentukan adalah 65%
untuk ketuntasan kelas. Setelah peneliti menggunakan model pembelajaran
kooperatif group investigation terjadi peningkatan keaktifan siswa dari 53,33 pada
awal siklus I menjadi 63,17 pada akhir siklus II. Hasil belajar juga meningkat dari
rata-rata 55,75 dan ketuntasan kelas 39,02% sebelum tindakan menjadi rata-rata
67,05 dan ketuntasan kelas mencapai 65% pada akhir siklus II. Kelebihan dari
penelitian tersebut adalah dengan menggunakan model group investigation dapat
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa. Kelemahan dari penelitian
tersebut adalah jumlah siswa yang terlalu banyak menyebabkan pembagian
kelompok kurang efektif. Tindak lanjut dari penelitian tersebut adalah melakukan
22
persiapan yang matang dalam mengorganisasi kelompok mulai pada tahap
pertama yaitu pemilihan topik berdasarkan minat dan kesukaan sampai pada tahap
terakhir yaitu evaluasi. Pembagian juga harus dilakukan secar heterogen dengan
jumlah anggota kelompok tidak terlalu banyak untuk menghindari
ketidakefektifan pembelajaran dalam kelompok.
2.3. Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang pada pembelajaran IPA di Kelas 4 masih
bersifat teacher centered dan sulit bagi siswa sehingga menyebabkan hasil beajar
IPA siswa masih di bawah KKM yang telah ditentukan.
Hal tersebut dapat diatasi, peneliti melakukan perbaikan proses
pembelajaan melalui model kooperatif group investigation. Pembelajaran group
investigation merupakan usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Pembelajaran dengan model group investigation yaitu siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kemudian melaksanakan investigasi materi dan
mempresentasikan hasil investigasi.
Pemanfaatan model group investigation diharapkan mampu meningkatkan
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA siswa kelas 4 SD Negeri 02 Kupen
Kabupaten Temanggung. Dari uraian di atas dapat digambarkan alur pemikiran
yang menggambarkan secara singkat konsep penelitian yaitu sebagai berikut :
23
Gambar 1
Kerangka Pikir
Guru
Guru menjelaskan
materi energi panas
menggunakan metode ceramah
(teacher centered).
Siswa
Siswa jenuh dalam
pembelajaran.
Siswa pasif dalam
pembelajaran.
Perbaikan model pembelajaran yang
melibatkan keaktifan
siswa.
Model
pembelajaran
group investigation
Hasil Belajar siswa belum
maksimal.
Hasil belajar di bawah KKM yang
ditetapkan sekolah yaitu 67.
Investigation
Siswa melakukan investigasi kelompok
tentang bunyi, dimana
setiap kelompok
menginvestigasi topik
yang berbeda.
Presenting
Perwakilan siswa
tiap kelompok
mempresentasikan hasil investigasi
kelompok tentang
bunyi.
Organizing Siswa mengatur
dan menyiapkan
presentasi laporan tentang
bunyi.
Planning
Siswa
merencanakan
tugas dan melakukan
pembagian tugas
kelompok.
Grouping
Siswa menetapkan anggota kelompok
dan memilih topik
tentang bunyi.
Melakukan pengamatan
Evaluating
Siswa dan guru
berkolaborasi
mengevaluasi
pembelajaran tentang bunyi.
Siswa mengerjakan tes
evaluasi secata tertulis.
Siswa aktif dalam
pembelajaran.
Hasil belajar
siswa meningkat.
Tindak lanjut kagiatan guru: guru melakukan
tes perbaikan,
pengayaan, dan tugas
rumah (PR).
24
2.4. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka hipotesis
tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar IPA
tentang bunyi dapat diupayakan melalui penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation pada siswa kelas 4 SD Negeri 02 Kupen
Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran
2012/ 2013.