BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

18
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian IPA Ilmu pengetahuan alam diambil dari kata dalam bahasa Inggris natural science, artinya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Samatowa mengatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Selanjutnya Powler (dalam Samatowa, 2009: 3) mengatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis. Selanjutnya Winataputra (dalam Samatowa, 2009: 3) mengatakan bahwa IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, melainkan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah.. Sri dan Irianto (2006: iii) menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam yang sistematis, sehinga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip- prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dengan begitu, pendidikan IPA di SD diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah: a. IPA dapat dipandang sebagai produk dari upaya manusia memahami berbagai gejala alam. Produk ini dapat berupa prinsip-prinsip, teori-teori, hukum-hukum maupun fakta-fakta yang kesemuanya itu ditunjukkan untuk menjelaskan berbagai gejala alam. b. IPA dipandang sebagai proses, yaitu tata cara tertentu/ketrampilan tertentu yang sifatnya analitis, cermat, lengkap, serta menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala alam yang lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu sudut pandang yang baru tentang obyek yang diamatinya.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

2.1.1. Pengertian IPA

Ilmu pengetahuan alam diambil dari kata dalam bahasa Inggris natural

science, artinya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan alam atau

bersangkut paut dengan alam. Samatowa mengatakan bahwa IPA merupakan ilmu

yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Selanjutnya Powler

(dalam Samatowa, 2009: 3) mengatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang

berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun

secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan

eksperimen/sistematis. Selanjutnya Winataputra (dalam Samatowa, 2009: 3)

mengatakan bahwa IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang

benda atau makhluk hidup, melainkan cara kerja, cara berpikir dan cara

memecahkan masalah..

Sri dan Irianto (2006: iii) menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara

mencari tahu tentang alam yang sistematis, sehinga IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-

prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dengan begitu,

pendidikan IPA di SD diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dari uraian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa IPA adalah:

a. IPA dapat dipandang sebagai produk dari upaya manusia memahami

berbagai gejala alam. Produk ini dapat berupa prinsip-prinsip, teori-teori,

hukum-hukum maupun fakta-fakta yang kesemuanya itu ditunjukkan untuk

menjelaskan berbagai gejala alam.

b. IPA dipandang sebagai proses, yaitu tata cara tertentu/ketrampilan tertentu

yang sifatnya analitis, cermat, lengkap, serta menghubungkan gejala alam

yang satu dengan gejala alam yang lain, sehingga keseluruhannya

membentuk suatu sudut pandang yang baru tentang obyek yang diamatinya.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

7

2.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Sulistyorini (2007: 40), mengemukakan tujuan pembelajaran IPA di

sekolah dasar, sebagai berikut:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4) Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Tujuan di atas mengisyaratkan bahwa pembelajaran IPA di SD, hendaknya

tidak menitikberatkan pada upaya pencapaian akademik semata, tetapi juga

berorientasi pada penanaman nilai-nilai IPA secara komprehensif. Dengan

demikian, penyajian materi atau konsep tidak dilakukan secara informatif melalui

ceramah. Pembelajaran IPA, sebaiknya melibatkan siswa dalam kegiatan yang

memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Agar situasi ini

terjadi, dengan demikian, memilih model pembelajaran menjadi penentu penting.

Dengan demikian, diharapkan dengan menerapkan model learning community

tujuan pendidikan IPA seperti yang diharapkan dapat tercapai.

2.1.3. Fungsi Pembelajaran IPA di SD

Fungsi pengajaran IPA di sekolah dasar adalah sebagai berikut (Tn, 2001:

3)

1) lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

2) mengembangkan ketrampilan proses.3) mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk

meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

8

4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi, dengan keadaan lingkungan dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.

5) memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai mengembangkan ketrampilan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta ketrampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari, maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

2.1.4. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA

meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:

1) mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya.3) energi dan perubahannya, meliputi: magnet, listrik, cahaya, dan pesawat

sederhana4) bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-

benda langit lainnya.

2.2. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Tipe

Learning Community

2.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep

pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan

situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sehari-hari (Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur, 2007: 137). Dengan konsep itu,

hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.

CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofis bahwa

siswa mampu menangkap pelajaran apabila mereka mampu menangkap makna

dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna

dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan

pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson,

Eleine B dalam Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur, 2007: 137).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

9

2.2.2. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran CTL

Pada dasarnya model pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL) mempunyai beberapa prinsip pokok. Jika prinsip itu dilaksanakan maka

dapat dijamin bahwa pembelajaran kontekstual yang dilaksanakan akan berhasil

seutuhnya. Ada tujuh prinsip utama pembelajaran yang mendasari pendekatan

pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di kelas. Nurhadi, dkk

(2004: 31), mengemukakan sebagai berikut: (1) konstruktivisme (constructivism),

(2) penemuan (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) komunitas belajar

(learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), (7)

penilaian yang sebenarnya (authentic assasement).

2.2.3. Pengertian Model Pembelajaran CTL Tipe Learning Community

Kata kunci model pembelajaran CTL tipe learning community (masyarakat

belajar) adalah berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain, bekerjasama

dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan

belajar sendiri ( Nurhadi, dkk, 2004: 47).

Learning community (masyarakat belajar) bisa terjadi apabila hasil belajar

diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar

bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu

kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas (Muslich, 2007: 46).

Pada dasarnya, learning community (masyarakat belajar), mengandung arti

sebagai berikut (Nurhadi, 2004: 47-48).

1) Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan

pengalaman.

2) Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.

3) Pada umumnya hasil kerja kelompok lebih baik daripada hasil kerja

individual.

4) Ada rasa tanggungjawab kelompok, semua anggota kelompok memiliki

tanggungjawab yang sama.

5) Upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat

diadakan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

10

6) Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar

dengan anak lainnya.

7) Ada rasa tanggungjawab dan kerjasama antara anggota kelompok untuk

saling memberi dan saling menerima.

8) Ada fasilitator/guru yang memandu proses belajar dalam kelompok.

9) Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah.

10) Ada kemuan untuk menerima pendapat yang lebih baik.

11) Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain.

12) Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja.

13) Dominasi siswa yang pintar perlu diperhatikan, agar yang lambat, lemah

bisa pula berperan.

14) Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti

learning community.

Learning community dapat terjadi apabila antara siswa dan guru atau

antara siswa dengan siswa, memiliki interaksi yang efektif dan komunikatif.

Proses pembelajaran yang signifikan jika dilakukan dalam kelompok-kelompok

belajar, baik secara homogen maupun secara heterogen, sehingga didalamnya

akan terjadi berbagi masalah (sharing problems), berbagi informasi (sharing

information), berbagi pengalaman (sharing experience) dan berbagi pemecahan

masalah (sharing solving problems), yang memungkinkan semakin banyaknya

pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh ( Nanang Hanafia dan Cucu Suhana,

2009: 74).

2.2.4. Langkah-langkah Model Pembelajaran CTL tipe Learning

Community

Menurut Muslich (2007: 46), langkah-langkah pembelajaran learning

community adalah sebagai berikut:

a. Pendahuluan

1) Guru membuka pelajaran dimulai dengan absensi, berdoa dan

apersepsi.

2) Guru menyampaiakan tujuan pembelajaran dan langkah-langkah

pembelajaran learning community yang akan dilaksanakan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

11

b. Kegiatan Inti

1) Guru memberikan garis besar materi yang akan diajarkan.

2) Guru menuntun siswa ke dunia nyata siswa melalui pengalaman-

pengalaman yang pernah dialami yang berkaitan dengan materi

pelajaran.

3) Guru memotivasi siswa agar berani bertanya untuk membuktikan

asumsi atau mendengarkan pendapat yang berbeda dengan teman

lainnya.

4) Guru membentuk learning community dengan membagi siswa dalam

kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan permasalahan bersama-

sama.

5) Guru memberikan pengarahan tentang bagaimana cara belajar yaitu

pembelajaran ketrampilan yang dapat dicontoh siswa.

6) Guru mengadakan evaluasi sebagai akhir dari kegiatan pembelajaran.

c. Penutup

1) Guru menanyakan pendapat siswa tentang suasana belajar di kelas.

2) Guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil

belajar.

3) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang dipelajari.

2.2.5. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran CTL tipe Learning

Community

Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya

masing-masing. Menurut Roestiyah (2001: 17), kelebihan learning community

adalah sebagai berikut:

1) Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan

ketrampilan bertanya dan membahas suatu masalah.

2) Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih intensif

mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau masalah.

3) Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan ketrampilan

berdiskusi.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

12

4) Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai

individu serta kebutuhan belajarnya.

5) Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka, dan mereka lebih

aktif berpartisipasi dalam diskusi.

6) Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan

rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat

orang lain: hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam

usahanya mencapai tujuan bersama.

Adapun kekurangan metode learning community adalah sebagai berikut

(Roestiyah, 2001: 17) adalah sebagai berikut:

1) Kerjasama sering-sering hanya melibatkan kepada siswa yang mampu sebab

mereka cakap memimpin dan emngarahkan mereka yang kurang.

2) Metode ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang

berbeda-beda yang mengajar yang berbeda pula.

3) Keberhasilan metode ini tergantung kepada kemampuan siswa memimpin

kelompok atau bekerja sendiri.

2.3. Hasil Belajar

2.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Sebelum membicarakan pengertian hasil belajar terlebih dahulu akan

dikemukakan apa yang dimaksud dengan hasil dan belajar. Hasil menurut kamus

Bahasa Indonesia berasal dari kata “hasil” yang berarti apa yang telah dicapai, dan

“belajar” yang berarti penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan melalui mata pelajaran. Lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes

atau nilai (angka) yang diberikan oleh guru. Jadi hasil belajar adalah hasil yang

telah dicapai dalam penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes

yang diberikan oleh guru.

Selanjutnya menurut Winkel (2006: 53), belajar adalah suatu aktivitas

mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan

lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Hasil belajar merupakan hal yang tidak

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

13

dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses,

sedangkan hasil merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian hasil

belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri;

untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai

denagan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat pendapat yang

berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.

Menurut Djamarah (2002:19), hasil adalah suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok”. Pengertian

yang dimaksud dengan hasil belajar adalah suatu bukti atau simbol keberhasilan

yang dapat dicapai dalam suatu proses yang berlangsung dalam proses interaksi

belajar baik yang diciptakan secara individual maupun dalam kelompok.

.Sementara itu, Syah (2006) mencoba meluaskan pemahaman dengan

menyampaikan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dianggap

penting yang diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai

hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi

karsa. Kata lainnya, hasil belajar adalah sebuah usaha perubahan tingkah laku

siswa yang berorientasi menuju perubahan tingkah laku siswa yang mengandung

nilai-nilai positif sebagai hasil dari hasil belajar siswa.

Selanjutnya Winkel (2006: 162) mengatakan bahwa “hasil belajar adalah

suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam

melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.”

Di atas, tampak bahwa meskipun memberikan batasan-batasan yang

berbeda-beda tentang apa itu hasil belajar, namun demikian, para ahli tersebut

tetap sampai pada satu titik temu yang sama, bahwa hasil belajar adalah sebuah

capaian yang dalam pemaparan Syah (2006) disebut sebagai perubahan tingkah

laku pada dimensi cipta, rasa dan karsa, sedangkan Djamarah (2002)

menyebutkan sebagai simbol keberhasilan yang dicapai dalam proses interaksi

karena proses belajar mengajar yang berlangsung. Winkel (2006) sendiri

membatasi hasil belajar dengan menyebutkan bahwa hasil belajar sebagai bukti

keberhasilan atau kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

14

Namun demikian, demi kepentingan penelitian ini, penulis memilih untuk

membuat batasan tentang hasil belajar sebagai hasil atau capaian yang telah

diperoleh siswa karena telah melewati proses belajar mengajar, dimana hasil atau

capaian itu diukur dengan memberikan tes. Nilai yang diperoleh dari hasil tes

tersebut kemudian yang diukur untuk melihat siswa tersebut telah berhasil

mencapai belajarnya atau masih belum. Agar lebih terukur, kriteria nilai sebagai

bukti keberhasilan bahwa siswa tersebut telah berhasil mengikuti proses

pembelajaran, diukur berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Khusus

dalam penelitian ini, acuan ukuran KKM adalah sebagai berikut:

Ketuntasan individual = jumlah nilai maksimal

jumlah nilaix100%

Ketuntasan klasikal = jumlah siswa yang tuntas belajar

jumlah seluruh siswa x100%Keterangan

Ketuntasan indiviual : Jika siswa mencapai ketuntasan skor > 65

Ketuntasan klasikal : Jika > 75% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan skor

> 65.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Demi mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka

perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Pertama adalah

faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern) diantaranya kecerdasan,

bakat, minat dan tingkat motivasi siswa. Kedua adalah faktor dari luar siswa

(faktor ekstern), diantaranya keadaan keluarga, sekolah dan lingkungan

masyarakatnya. Slameto (2010: 54-70), juga mengungkapkan sekaligus

menguraikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu adalah faktor

intern dan faktor ekstern. Masih menurut Slameto (2010: 54-70), faktor intern

adalah faktor dalam diri peserta didik itu sendiri, sedangkan faktor ekstern adalah

faktor yang ada di luar diri peserta didik seperti sekolah, orangtua, dan

masyarakat. Uraiannya adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor intern terbagi menjadi 3 bagian yaitu faktor jasmaniah yaitu

kesehatan dan catat tubuh. Kedua yaitu faktor psikologis inteligensi,

perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan. Sementara

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

15

faktor ketiganya yaitu faktor kelelahan, antara lain faktor kelelahan

jasmani dan faktor kelelahan rohani.

2. Faktor-faktor ekstern yang berasal dari luar diri peserta didik, yaitu:

keluarga diantaranya adalah cara orang tua mendidik anak, relasi antar

anggota keluarga dalam hal ini relasi orangtua dengan anak, suasana

rumah, keadaan ekonomi orangtua, pengertian orangtua kepada anak-

anaknya, dan faktor kebudayaan yang dimiliki orangtua. Faktor berikut

yang termasuk dalam faktor eksternal adalah sekolah diantaranya adalah

model pembelajaran yang di terapkan sekolah, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan peserta didik, disipilin yang diterapkan

sekolah, alat peraga yang digunakan waktu mengajar, jam pelajaran,

gedung sekolah dan pekerjaan rumah yang diberikan guru terlalu banyak.

Faktor terakhir yang masuk dalam faktor eksternal adalah masyarakat,

diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat, media, dan teman bergaul

peserta didik.

Telah dipaparkan atas, berdasarkan pemikiran ahli dapat dikatakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar seorang peserta didik terdiri dari

faktor internal yang disampaikan oleh Slameto (2003: 60), antara lain faktor

fisiologis, faktor psikologis, kondisi panca indera, inteligensi/kecerdasan, bakat

dan motivasi. Selain faktor internal di atas, faktor lain yang mempengaruhi hasil

belajar peserta didik adalah faktor eksternal. Faktor eksternal ini adalah

lingkungan dengan memberikan pemisahan yaitu lingkungan alami dan

lingkungan sosial. Mengacu pada pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan

faktor eksternal.

2.4. Motivasi Belajar

2.4.1. Pengertian Motivasi Belajar

Sebelum membahas motivasi belajar, terlebih dahulu akan dibahas

mengenai motivasi. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni

“movere” yang berarti “menggerakkan” (Winardi, 2007: 41). Menurut James

O Whittaker (Wasty Soemanto 2003: 205) motivasi adalah kondisi-kondisi atau

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

16

keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada mahluk untuk

bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motif dan

motivasi memiliki pengertian yang sama yaitu menunjukkan suatu dorongan yang

timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertndak

melakukan sesuatu guna tujuan yang diinginkan.

Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan oleh seseorang yang

tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan

aktivitas belajar. Hal ini merupakan suatu pertanda yang akan dikerjakan itu tidak

menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum

tentu dapat membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai

hubungan dengan kepentingannya sendiri.

Seseorang yang melakukan aktivitas secara terus menerus tanpa motivasi

dari dirinya merupakan motivasi intrinsik yang sangat penting dalam aktivitas

belajar. Namun seseorang yang tidak mempunyai keinginan belajar, dorongan dari

luar merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh motivasi intrinsik

dperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai subyek

belajar.

Menurut Sadirman AM (2003: 33) mengatakan motivasi belajar adalah

keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan

belajar, yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar siswa dan memberikan

arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar

tercapai.

Dari pengertian motivasi belajar, dapat disimpulkan 3 fungsi motivasi sebagi berikut:a. Mendorong manusia untuk berbuat (motivasi sebagai motor penggerak

dari setiap kegiatan yang akan dilakukan).

b. Menyeleksi sesuatu perbuatan (menentukan perbuatan-perbuatan) yang

harus dilakukan untuk mencapai tujuan).

c. Menentukan arah perbuatan (kearah tujuan yang hendak dicapai) (M

Ngalim Purwanto, 2002: 33).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

17

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri

individu untuk melakukan sesuatu tindakan, sehingga mencapai hasil yang lebih

baik dari pada hasil sebelumnya. Hasil yang dimaksudkan disini adalah hasil

belajar. Karena itu, motivasi belajar merupakan dorongan yang timbul baik dari

dalam diri maupun dari luar diri siswa untuk melakukan aktivitas belajar, demi

mencapai hasil belajar yang memuaskan.

2.4.2. Aspek-aspek Motivasi Belajar

Dalam membicarakan aspek-aspek motivasi belajar, hanya dibahas dari dua

sudut pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang yang disebut

“motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut

“motivasi ekstrinsik” Djamarah (dalam Samsudin 2003).

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi Intrinsik adalah motiv-motif yang menjadi aktif dan berfungsi

tanpa perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada

dorongan untuk melakukan sesuatu.

Bila seseorang memiliki motif intrinsik dalam dirinya, maka ia sadar akan

melakukan sesuatu kegiatan yang tidak menimbulkan motivasi dari luar dirinya.

Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik diperlukan terutama belajar sendiri.

Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju sulit sekali

melakukan aktifitas belajar terus menerus. Sedangkan seseorang yang memiliki

motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan ini dilatarbelakangi

oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sangat

dibutuhkan dan sangat berguna kini dan mendatang. Motivasi memang

berhubungan dengan kebutuhan seseorang yang memunculkn kesadaran untuk

melakukan aktifitas atau kegiatan.

Siswa yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi seseorang

yang terdidik, berpengetahuan yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu.

Untuk mendapatkan semuanya itu perlu belajar. Belajar adalah suatu cara untuk

mendapatkan suatu ilmu pengetahuan dan ketrampilan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

18

Sebenarnya motivasi baik kitu intrinsik maupun ekstrinsik adalah sesuatu

yang abstrak dan tidak dapat dilihat bentuknya. Karena itu, pertanyaannya adalah

bagaimana mengukur motivasi tersebut?Uno (2011: 23) menyebutkan bahwa

untuk dapat mengetahui motivasi intrinsik atau motivasi yang datang dari dalam

diri seseorang dapat diukur dengan: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2)

adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita

masa depan.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yag aktif dan berfungsi karena

adanya perangsang dari luar. (Djamarah, 2003). Motivasi ekstrinsik diperlukan

agar siswa mau belajar. Guru harus dapat membangkitkan minat siswa dengan

motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan dalam menggunakan

motif-motif ekstrinsik bukan menjadi pendorong, tetapi menjadikan siswa malas

belajar. Untuk itu guru harus tepat dan benar dalam memotovasi siswa dalam

rangka proses interaksi belajar mengajar.

Dalam pendidikan dan pengajaran, guru bukan hanya berperan menjadi

administator, demonstrator, pengolola kelas, mediator, fasilitator, supervisor dan

evaluator, tetapi juga sebagai motivator dan pembimbing.

Sebagai motivator guru berperan untuk mendorong siswa agar giat belajar.

Usaha ini dapat diusahakan guru dengan memanfaatkan bentuk – bentuk motivasi

sekolah agar dapat membangkitkan gairah belajar siswa. Menurut Djamarah

(Samsudin 2003) ada enam hal yang dapat diusahakan guru yaitu:

1) Membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar.

2) Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat di lakukan pada

akhir pengajaran.

3) Memberikan ganjaran kepada terhadap prestasi yang dicapai siswa sehingga

dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian

hari.

4) Membentuk kebiasaan belajar siswa secara individual maupun kelompok.

5) Membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok.

6) Menggunakan metode yang bervariasi.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

19

Selain Djamarah, Uno menyebutkan bahwa upaya agar siswa dapat

termotivasi untuk belajar, hal-hal di luar diri siswa yang dapat mendorong dirinya

untuk belajar antara lain:

1) Adanya penghargaan dalam belajar;

2) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan;

3) Adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Dari paparan di atas, dapat kita mengerti bahwa motivasi dapat terjadi

karena dua hal. Pertama bahwa motivasi ada karena ada keinginan dari dalam diri

sendiri untuk belajar. Motivasi jenis ini disebut juga dengan motivasi intrinsik,

dan kedua adalah motivasi belajar yang muncul dari dalam diri siswa untuk

tertarik belajar karena adanya dorongan dari pihak-pihak di luar dirinya. Dalam

penelitian ini, penulis akan menggunakan dua motivasi ini untuk melihat motivasi

belajar siswa. Khusus untuk motivasi intrinsik, indikator yang akan digunakan

untuk mengukur dua jenis motivasi belajar ini, yaitu indikator yang disampikan

oleh Uno (2011). Sedangkan untuk motivasi ekstrinsik, indikator yang akan

digunakan pada motivasi belajar siswa adalah indikator yang disampaikan oleh

Djamarah (2003).

2.5. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Marsiti (2008) melakukan penelitian dengan judul: “Efektivitas Penerapan

Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) tipe Learning Community

dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan, Materi

Norma Siswa Kelas III SDN Jatiguwi V Sumberpucung Malang tahun 2008.

Latar belakang perlunya penerapan CTL tipe Learning Community, karena

berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa: penguasaan siswa terhadap

materi PKn cenderung rendah dan motivasi belajar kurang. Pembelajaran

kurang menerapkan keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia

kehidupan peserta didiknya secara nyata. Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah penerapan metode CTL tipe Learning Community, motivasi belajar

PKn, efektivitas penerapan metode CTL dalam meningkatkan motivasi

belajar PKn Siswa kelas III SDN Jatiguwi V Sumberpucung. Tujuan

penelitian yaitu mendeskripsikan penerapan metode CTL tipe Learning

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

20

Community, motivasi belajar PKn, dan menjelaskan efektivitas penerapan

metode CTL. Metodologi penelitian ini dirancang dengan PTK yang melihat

dua siklus. Subyek penelitian sebanyak 19 orang siswa. Instrumen penelitian

yang digunakan untuk pengumpulan data adalah lembar observasi

(pengamatan). Teknik analisa data dilakukan dengan mendeskripsikan

perolehan skor, situasi belajar mengajar, minat dan motivasi siswa sebelum

dan sesudah menggunakan CTL. Pembahasan data pra tindakan, yang

dikategorikan tuntas 4 siswa dengan nilai rata-rata 65,2 nilai tertinggi 77 dan

terendah 52. Pada siklus I mengalami peningkatan yaitu dari total siswa

sebanyak 19, ada 17 siswa dikategorikan tuntas, nilai rata-rata 79, 4. Nilai

tertinggi 88 dan terendah 68. Pembahasan data pada siklus II dari 19 siswa,

18 dikategorikan tuntas, dengan nilai rata-rata 81,4 nilai tertinggi 90 dan

terendah 68. Dengan demikian, saran yang disampaikan adalah penggunaan

CTL dalam pembelajaran PKn perlu ditingkatkan sebagai alternatif dalam

upaya meningkatkan kemampuan proses dan hasil belajar; pendekatan CTL

layak dipertimbangkan sebagai alternatif dalam pembelajaran PKn

2. Penelitian yang dilakukan oleh Maria Agustina, dengan judul penelitian:

Penerapan Model CTL (Contextual Teaching and Learning) tipe Learning

Community untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Tentang

Lingkungan Alam dan Buatan dalam Pembelajaran IPS. penelitian tindakan

kelas ini dilatar belakangi rendahnya motivasi belajar siswa, sehingga

menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa sebagai akibat kurangnya siswa

dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran. Untuk itu dilakukan penelitian

tindakan kelas (PTK) mengenai model CTL yang dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa. adapun rumusan masalahnya: bagaimana upaya

meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa dengan menerapkan

model CTL tipe Learning Community dapat dalam pembelajaran lingkungan

alam dan buatan di kelas III SD? Tujuan yang ingin dicapai adalah

meningkatkan efektivitas langkah-langkah, mengidentifikasikan peningkatan

motivasi belajar, dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran

IPS tentang lingkungan alam dan buatan. Metode yang digunakan dalam

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

21

penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini

terdiri dari 3 siklus, dimana teknik pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan pedoman observasi, catatan lapangan, lembar wawancara,

lembar penilaian proses, Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar evaluasi data

yang diperoleh direfleksi dan dianalisis dengen menggunakan metode

deksriptif kualtitatif. Sebagai kesimpulan bahwa model CTL yang diterapkan

dalam pembelajaran lingkungan alam dan buatan di kelas III SD dengan

metode bervariasi dan didukung media yang tepat dapat memotivasi dan

meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model CTL dapat menjadi

alternatif dalam perbaikan kualitas pembelajaran di sekolah.

3. Endah Retno Prihatin, 2010 dengan judul penelitian: “Efektivitas Penggunaan

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) tipe Learning

Community Berbantuan Media Komputer Terhadap Hasil Belajar Sifat Zat

Pada Kelas VII SMPN 14 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan pendekatan pembelajaran

CTL berbantuan media komputer terhadap hasil belajar kelas VII SMPN 14

Surakarta tahun Pelajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Dari hasil penelitian

ditemukan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar pada siklus I ke siklus II.

Dengan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan untuk dapat menggunakan

metode pembelajaran contextual teaching and learning dalam pembelajaran

di sekolah.

2.6. Kerangka Berpikir

Situasi yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian pada mata

pelajaran IPA, pada siswa kelas 4 SDN Kalibeji 01 Kecamatan Tuntang

Kabupaten Semarang, didasarkan pada dua hal yaitu: bahwa berdasarkan

pengamatan peneliti, pada mata pelajaran IPA masih digunakan model

pembelajaran konvensional yang menekankan pada metode ceramah; dan kedua,

hasil belajar IPA siswa yang masih jauh dari kriteria KKM. Dengan menerapkan

model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah maka pembelajaran

yang berlangsung adalah sebagai berikut: guru menjadi kurang memaksimalkan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

22

kegiatan siswa di kelas, karena pembelajaran hanya berpusat pada guru, dan siswa

menjadi tidak bosan dan malas serta tidak termotivasi dalam belajar yang

diajarkan. Akibatnya, hasil belajar IPA siswa rendah, dimana capaiannya adalah

di bawah standar KKM, yaitu ≤ 65.

Dengan mendasarkan pada kenyataan ini, maka penelitian ini dirancang

dengan fokus pada penerapan model pembelajaran CTL tipe learning community

pada mata pelajaran IPA. Dengan diterapkannya model pembelajaran tipe

learning community, maka hasil akhir pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran

lebih bermakna, siswa lebih termotivasi dalam belajar, dan akhirnya hasil belajar

IPA siswa meningkat di atas KKM yaitu yaitu ≥ 65. Jika digambarkan dalam

bagan, maka kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir Penelitian

Kondisi awalGuru :

Mengajar dengan model ceramah

Siswa :Hasil belajar siswa rendah

TindakanHasil belajar

Menerapkan Model Pembelajaran CTLlearning community

Siklus I:Model

Pembelajaran tipe learning community

Siklus II:Menerapkan model pembelajaran CTL

tipe learning community dengan perbaikan hasil refleksi.

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.Kondisi Akhir

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8310/2/T1_292009346_BAB II.pdf · 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan

23

2.7. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan keseluruhan pemaparan pada bab II, maka hipotesis tindakan

dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran CTL tipe learning

community dapat meningkatkan hasil dan motivasi belajar IPA pada peserta didik

kelas 4 SD Negeri Kalibeji 01 Kecamatan Tuntang Kabupten Semarang Semester

II Tahun Pelajaran 2012/2013.