BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran
Agus Suprijono (2009: 46) model pembelajaran merupakan pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun
tutorial. Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikan oleh guru di kelas pada kegiatan
pembelajaran. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian
kompetensi siswa dengan pendekatan, pembelajaran secara, dan teknik
pembelajaran.
Strategi pembelajaran Kemp (Rusman, 2010: 132) adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dicapai secara efektif dan efisien. Dick dan Carey (Rusman, 2010:
132) starategi pembelajaran adalah suatu perangkat materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil
belajar pada peserta didik atau siswa. Starategi dapat juga dikatakan rencana
pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan pembelajaran agar tujuan
pembelajaran yang telah disusun dapat tercapai secara optimal.
Pendekatan pembelajaran Roy Kellen (Rusman, 2010: 132) dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Ada dua pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menurunkan starategi
pembelajaran berlangsung. Berpusat pada siswa menurunkan starategi
pembelajaran inkuiri dan diskoveri serta pembelajaran induktif. Pendekatan
merupakan konsep dasar yang mewadahi, menginsipirasi, menguatkan, dan
melatari pembelajaran secara pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Rusman (2010: 132) Model Pembelajaran adalah cara yang
dapat digunakan untuk melaksanakan starategi. Pembelajaran secara pembelajaran
adalah prosedur, urutan, langkah-langkah, dan cara yang digunakan guru dalam
6
pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran secara
pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat
dijabarkan ke dalam berbagai pembelajaran secara pembelajaran. Dapat pula
dikatakan bahwa pembelajaran secara adalah prosedur pembelajaran yang
difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari pembelajaran secara, teknik pembelajaran
diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran
berlangsung.
Teknik merupakan cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran
berlangsung. Guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor
pembelajaran secara yang sama yang digunakan guru dalam proses pembelajaran.
Satu pembelajaran secara dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik
pembelajaran dalam menyampaikan materi pembelajaran pada siswa.
Menurut Mills (Agus Suprijono, 2009: 45) model pembelajaran adalah
bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang
atau kelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Model
pembelajaran merupakan landasan praktis pembelajaran hasil penurunan teori
psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis
terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di
kelas. Model pembelajaran dapat diartikan juga sebagai pola yang digunakan
untuk menyusun kurikulum, mangatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru
kelas. Rusman (2010: 132) model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun
berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model
pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis,
sosiologis, dan analisis system teori-teori lain yang mendukung Joyce dan Weil
(Rusman, 2010: 133).
Menurut Trianto (2010: 52) model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi model pembelajaran
adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi
7
oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam
pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik.
Dengan demikian, bisa terjadi suatu strategi pembelajaran
menggunakan beberapa pembelajaran secara. Misalnya, untuk melaksanakan
strategi ekspositori bisa digunakan pembelajaran secara ceramah sekaligus
pembelajaran secara tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia termaksud menggunakan media pembelajaran. Oleh
sebab itu, strategi berbeda dengan pembelajaran secara, strategi menunjukkan
pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan pembelajaran secara
adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain,
strategi adalah a plan of operation achieving something; sedangkan pembelajaran
secara adalah a way in achieving something.
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi pada tingkat satuan
pendidikan (KTSP) merupakan suatu kegiatan tugas professional pendidikan,
yang bertolak dari perubahan kondisi pembelajaran saat ini dan merekonstruksi
suatu model pembelajaran ke masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal itu
perlu dipahami terlebih dahulu apa dan bagaimana model dalam konteks praktik
pembelajaran.
Dengan demikian, suatu model dapat ditinjau dari aspek mana kita
memfokuskan suatu pemecahan permasalahannya. Pengertian model
pembelajaran dalam konteks ini, merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar, yang dirancang
berdasarkan proses analisis yang diarahkan pada implementasi KTSP dan
implikasinya pada tingkat operasional dalam pembelajaran.
Berdasarkan pendapat Ahli mengenai model pembelajaran di atas,
peneliti mengambil kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah suatu proses
belajar yang tersusun secara sistematis sehingga tercipta perubahan perilaku
individu yang baik dan menciptakan pembelajaran yang aktif di dalam kelas yaitu
antara guru dan siswa terjadi umpan balik seperti penggunaan model
pembelajaran examples non examples siswa di tuntut untuk aktif dan teliti di
dalam menganalisis gambar, sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
8
2.1.2. Pengertian Model Pembelajaran Examples Non Examples
Menurut Afrisanti Lusita (2011: 83) Model Examples Non Examples
adalah model mengajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat
dari kasus atau gambar yang relevan. Model Pembelajaran Examples Non
Examples atau juga biasa di sebut example and non-example merupakan model
pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran.
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat
menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai
apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non
Examples ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih
dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah
dengan menekankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas
rendah seperti; kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan,
dan kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya.
Model Pembelajaran Examples Non Examples menggunakan gambar
dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster.
Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga
anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas. Konsep pada
umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di
luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu
sendiri. Examples and Non examples adalah taktik yang dapat digunakan untuk
mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa
secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari examples dan non
examples dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk
mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Examples
memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang
sedang dibahas, sedangkan non-examples memberikan gambaran akan sesuatu
yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Examples Non Examples melalui persiapan gambar, diagram, atau tabel
sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai
OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok tentang
9
sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, evaluasi
dan refleksi (Ngalimun, 2012: 146).
Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian model pembelajaran
examples non examples, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran examples
non examples adalah model pembelajaran dengan menggunakan media gambar
untuk di analisis oleh siswa dan menghasilkan diskripsi singkat dari suatu materi
pelajaran menekankan kemampuan siswanya untuk menganalisis sebuah konsep
dengan contoh dan non contoh yaitu dari contoh materi yang dibahas dan bukan
contoh dari suatu materi yang dibahas.
Pengertian model pembelajaran examples non examples menurut
peneliti adalah suatu pembelajaran yang dilakukan siswa dengan menghadirkan
contoh kongkrit berupa gambar-gambar dari suatu materi yang dipelajari siswa.
Sehingga siswa dapat belajar suatu materi dengan lebih jelas dan mudah
dipahami dan akan membuat siswa tidak menjadi jenuh atau bosan dalam
mengikuti pelajaran.
2.1.3. Keuntungan Model Pembelajaran Examples Non Examples Menurut
Para Ahli
a. Menurut Buelh (Sofyan Adi Kusuma 2011: 8) keuntungan dari model
pembelajaran Examples Non Examples adalah sebagai berikut:
1. Siswa berangkat dari suatu definisi yang selanjutnya digunakan untuk
memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih
komplek.
2. Siswa terlibat dalam suatu proses discovery (penemuan), yang mendorong
mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari
Examples non Examples.
3. Siswa diberi suatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari
suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non exampels yang
dimungkinkan masih terdapat bagian yang merupakan suatu karakter dari
konsep yang telah dipaparkan pada bagian examples.
10
b. Menurut Buehl (Depdiknas, 2007: 219) mengemukakan keuntungan model
pembelajaran examples non examples antara lain:
1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk
memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih
kompleks.
2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong
mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari
examples dan non examples.
3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari
suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non examples yang
dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter
dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian examples.
Berdasarkan penjelasan kedua ahli tentang keuntungan model
pembelajaran examples non exampels, dapat di simpulkan bahwa pada intinya
sama yaitu bermula dari sutu definsi kemudian digunakan untuk memperluas
sebuah konsep dan pemahaman dari suatu materi pembelajaran dengan lebih
mendalam dan lebih kompleks.
Siswa terlibat langsung dalam suatu discovery untuk menemukan
sesuatu dari examples non exampels siswa dapat membangun suatu konsep secara
progresif dari examples non examples. Siswa dapat mengeksplorasi seluas-luasnya
dari suatu konsep dengan mempertimbangkan dari contoh dan bukan contoh dari
suatu materi yang di jelaskan.
Menurut peneliti keuntungan dari model pemebelajaran examples non
examples adalah:
1. Siswa dapat mamahami materi dengan lebih jelas dengan menampilkan
contoh-contoh yang lebih kongkrit dengan visualisasi gambar.
2. Siswa akan lebih berfikir kritis terhadap suatu pokok permasalahan yang
dihadapi.
3. Siswa terlibat langsung dalam kegiatan untuk menemukan suatu konsep secara
langsung dari hasil analisis siswa.
11
4. Siswa dapat diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya di depan
kelas.
2.1.4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Examples Non Examples
a. Langkah-langkah pembelajaran dalam model pembelajaran examples non
examples Menurut Herdian (2009) adalah sebagai berikut:
1. Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan
kompetensi.
2. Sajikan gambar ditempel atau pakai OHP.
3. Dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian.
4. Diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi.
5. Presentasi hasil kelompok.
6. Bimbingan penyimpulan.
7. Evaluasi dan,
8. Refleksi.
b. Menurut Joyce dan Weil (1986) menjelaskan bahwa seorang guru dalam
melaksanakan pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran
examples non examples adalah pembelajaran secara belajar yang
menggunakan Contoh-contoh dapat dari kasus/gambar yang relevan dengan
kompetensi dasar sebaiknya memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar
tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai
tujuan yang ingin dicapai.
12
c. Menurut Agus Suprijono (2009: 125) langkah-langkah model pembelajaran
examples non examples adalah;
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisis gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar
tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai
tujuan yang inggin dicapai.
7. Kesimpulan.
d. Menurut Afrisanti Lusita (2011: 83) model pembelajaran Examples Non
Examples adalah model mengajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-
contoh dapat dari kasus atau gambar yang relevan. Langkah-langkah yang
dilakukan adalah;
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan dan menganalisis gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar
tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar dan hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi
sesuai tujuan yang inggin dicapai.
7. Kesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
13
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
e. Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
exampels non examples menurut peneliti yaitu sebagai berikut:
Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Siswa
Pertama Siswa memperhatikan guru memberikan apersepsi. Kedua Siswa memperhatikan guru menyampaikan materi
pokok tentang materi pokok dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan di capai.
Ketiga Siswa memperhatikan guru menyiapkan gambar-gambar dan menempelkan gambar dipapan tulis.
Keempat Siswa diberi kesempatan oleh guru untuk menganalisis gambar.
Kelima Siswa memperhatikan guru menjelaskan maksud dari gambar yang belum dipahami.
Keenam Siswa memperhatikan guru membagi kelompok menjadi 2-3 siswa dalam satu kelompok untuk mendiskusikan gambar yang sudah dibagikan serta mencatat hasil kerja pada kertas.
Ketujuh Siswa memperhatikan guru menyampaikan cara melakukan diskusi.
Kedelapan Perwakilan kelompok membacakan dan menulis hasil diskusi kelompoknya.
Kesembilan Siswa dan guru membahas hasil diskusi dari masing-masing kelompok.
Kesepuluh Siswa yang aktif diberi motivasi oleh guru agar lebih aktif lagi dalam belajar.
Kesebelas Siswa yang pasif diberi semangat agar berlomba untuk aktif dalam belajar.
Keduabelas Siswa diberikan kesempatan bertanya mengenai materi pelajaran yang belum dipahami.
Ketigabelas Kesimpulan. Keempatbelas Refleksi.
Jadi kesimpulan dari tahap-tahap penggunaan model pembelajaran
examples non examples dalam pembelajaran materi PKn yang di pelajari adalah
melakukan penjelasan materi dari hasil analisis dan diskusi kelompok siswa
terhadap suatu materi dengan menggunakan media gambar dan guru menjelaskan
14
materi tersebut dari hasil analisis siswa. Sehingga siswa juga dapat memahami
suatu konsep dalam pembelajaran dengan mudah yaitu menganalisa dengan
menggunakan gambar-gambar yang relevan dari suatu materi yang dipelajarinya.
2.1.5. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan
pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditinjau dari
berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah
laku, keterampilan, kecakapan merupakan aspek-aspek lain yang ada pada
individu yang belajar Sudjana(1989: 5).
Menururt Gagne (Agus Suprijono,2009: 2) mendefinisikan bahwa
belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan melalui aktivitas. Travers
dalam Suprijono (2009: 2) belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian
tingkah laku. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, keterampilan, dan sikap belajar. Belajar sejak manusia lahir sampai
akhir hayat Buharuddin (2007: 11).
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,
2010: 2).
Menurut pandangan B. F. Skinner (Mawardi, 2011: 30) belajar
merupakan suatu proses atau penyesuaian tingkah-laku yang berlangsung secara
progressif. Pengertian belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau
peluang terjadinya respons. Skiner berpendapat bahwa ganjaran merupakan salah
satu unsur yang penting dalam proses belajar, hanya istilahnya perlu diganti
dengan penguatan. Ganjaran adalah sesuatu yang menggembirakan. Sedangkan
penguatan adalah sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya suatu respon
tertentu.
Menurut David Ausubel (Mawardi, 2011: 34-35) berpendapat
keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang
dipelajari. Ausubel mengidentifikasi empat kemungkinan tipe belajar, yaitu (1)
15
belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar dengan yang bermakna, (3)
belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, (4) belajar dengan ceramah yang
tidak bermakna.
Menurut Mawardi, 2011: 38) belajar merupakan suatu proses aktif baik
fisik maupun mental peserta didik dalam membangun pengetahuan, bukan
sebaliknya sebagai proses pasif mendengarkan ceramah guru/dosen. Hal ini
berarti peserta didik aktif dalam mengemukakan penalaran (alasan), menemukan
kaitan yang satu dengan yang lain, mengkombinasikan ide/gagasan,
mengemukakan bentuk representasi yang tepat, dan mengemukakan semua itu
untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan pengertian tentang belajar yang dikemukakan oleh
beberapa ahli pada intinya bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan
oleh seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan terjadinya
perubahan perilaku yang ditunjukkan dari hasil belajar itu. Tetapi proses, usaha
itu harus dilakukan secara sengaja dan sadar karena terdapat perubahan tingkah-
laku seseorang yang bukan dari hasil peristiwa yang disengaja. Oleh karena itu
tidak setiap perubahan dalam individu merupakan berubahan dalam arti belajar.
Pengertian belajar menurut peneliti adalah segala kegiatan yang
dilakukan seseorang baik secara sengaja atau tidak sengaja yang akan membawa
perubahan pada diri seorang anak baik sesuatu yang baik atau yang jahat, baik
secara akademik maupun non akademik. Tetapi belajar disini lebih pada bidang
akademik siswa dengan ditandai meningkatnya hasil belajar siswa.
2.1.6. Faktor-faktor Yang Menpengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2003, 54-70) faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar adalah faktor intern dan faktor ekstern.
a. Faktor-faktor Internal terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Faktor Jasmaniah
Ada dua faktor yaitu kesehatan dan cacat tubuh. Faktor kesehatan adalah
sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/bebas
dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesehatan seseorang
16
berpengaruh terhadap belajar. Sedangkan cacat tubuh adalah sesuatu yang
menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat
tubuh bisa berupa buta, lumpuh dan sebagainya.
2. Faktor psikologis
Faktor psikologis, ada tujuh faktor yang tergolong ke faktor psikologis
yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan dan kelelahan. Pertama faktor intelegensi adalah
kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan
menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan berpengaruh,
mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara berpengaruh,
mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat. Kedua faktor perhatian menurut
Gazali (Slameto,2003: 56) adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun
semata-mata tertuju pada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Ketiga
faktor minat Hilgard (Slameto,2003: 57) rumusan tentang minat adalah “Interest
is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activety or content”
minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan. Keempat faktor bakat Hilgard (Slameto,2003: 57) bakat adalah
“the capacity to learn” bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kelima faktor
motif adalah erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Keenam
faktor kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang,
dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Dan
ketujuh faktor kesiapan menurut Jamies Drever (Slameto,2003: 60) Preparedness
to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respons atau
bereaksi.
3. Faktor kelelahan
Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor jasmani
dan faktor rohani. Faktor kelelahan jasmani adalah terlihat dengan lemah
lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh.
Sedangkan faktor rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan,
sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
17
b. Faktor ekstern yang berasal dari luar diri siswa, yaitu:
1. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga: cara orang
tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan
ekonomi keluarga. Pertama cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruh bagi
anaknya hal ini jelas dipertegaskan oleh Sutjipto Wirowidjoj (Slameto, 2003: 61)
bahawa keluarga adalah lembaga pendidik pertama dan utama. Kedua relasi
antaranggota keluarga adalah relasi orang tua dengan anaknya. Ketiga suasana
rumah sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga
dimana anak berada dan belajar. Keempat keadaan ekonomi keluarga erat
hubungannya dengan belajar anak. Kelima pengertian orang tua anak belajar perlu
dorongan dan perhatian orang tua. Keenam latar belakang kebudayaan tingkat
pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam
belajar.
2. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup pembelajaran
secara pembelajaran, pembelajaran secara pembelajaran adalah suatu cara/jalan
yang harus dilalui dalam mengajar. Kurikulum diartikan sebagai sejumlah
kegiatan yang diberikan kepada siswa. Relasi guru dengan siswa proses belajar
mengajar yang terjadi antara guru dengan siswa mempengaruhi belajar siswa.
Relasi siswa dengan siswa guru kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana,
siswa mendapatkan sifat-sifat dan tingkah laku dari teman lain yang kurang
menyenangkan. Disiplin sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam
sekolah dan juga dalam belajar. Alat peraga berhubungan dengan belajar siswa
karena membantu menerima bahan yang diajarkan. Waktu sekolah merupakan
mempengaruhi belajar siswa jika terlalu lama juga bisa menyebabkan anak kurang
berpengaruh menerima pembelajaran. Gedung sekolah, jika gedung yang kurang
memadai bagaimana mungkin mereka bisa belajar dengan baik. Pembelajaran
secara belajar banyak siswa belajar yang salah perlu pembinaan dari guru. Tugas
rumah waktu belajar adalah di sekolah guru jangan terlalu banyak memberi tugas
rumah pada siswa.
18
3. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern juga mempengaruhi terhadap hasil
belajar siswa. Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkat terhadap
perkembangan pribadinya. Tetapi jangan terlalu banyak karena dapat
mempengaruhi belajar siswa. Media sepeti TV dan radio dapat mempengaruhi
belajar anak, orang tua lebih membingan anak untuk belajar. Teman bergaul lebih
cepat masuk dalam jiwa, jika teman bergaul yang baik maka belajar siswa akan
baik, sebaliknya jika teman bergaul yang kurang baik akan mengakibatkan belajar
siswa yang jahat. Kehidupan masyarakat jika dalam masyarakat yang tidak
berpendidikan, pencuri, penjudi dan lain sebagainya dapat berpengaruh jelek pada
anak.
Jadi berdasarkan penjelasan diatas bahwa belajar dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya faktor internal dan faktor eksternal dengan adanya
beberapa faktor ini dapat mempengaruhi keadaan belajar siswa yang kurang
berpengaruh yang dapat mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah.
2.1.7. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Agus Suprijono (2009: 5) hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Menurut Gagne (Agus Suprijono, 2009: 6) hasil belajar berupa:
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tulisan.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambing. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi
kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-
prinsip keilmuan.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam pemecahan masalah.
19
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujut otomatisme gerak
jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan
nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom (Agus Suprijono, 2009: 6) hasil belajar adalah
mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut
Lindgren (Suprijono, 2009: 7) hasil belajar meliputi kecakapan, informasi,
pengertian dan sikap.
Berdasarkan uraian tentang definisi hasil belajar, pada intinya hasil
belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar. Dapat dikatakan pula bahwa hasil belajar
mencerminkan sejauh mana para siswa telah mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran yang menuju kearah positif hal tersebut meliputi aspek-aspek
kognitif, afektif, psikomotor. kemudian diperjelas pada teori Sukmadinata bahwa
perubahan perilaku digolongkan menjadi tiga ranah yang meliputi kognitif, afektif
dan psikomotorik. Oleh karena itu pembelajaran yang baik seharusnya dapat
mencapai tiga ranah tersebut tidak hanya pemahaman saja yang dicapai.
Jadi peneliti menyimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
yang terjadi pada individu karena melakukan interaksi dengan lingkungan
(belajar) dan perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi tiga ranah yaitu
kognitif, afektif, psikomotorik dan perubahan tersebut merupakan perubahan ke
arah positif dalam penelitian ini perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi
pemahaman konsep terhadap materi PKn, dapat menilai hasil kerja orang lain.
20
2.1.8. Hakikat PKn, Pengertian PKn, Tujuan PKn, Struktur Keilmuan PKn
dan Teori Yang Mendasari PKn
A. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Secara historis-kurikuler, kemasan kurikuler pendidikan kewargaan
telah mengalami pasang surut. Dalam kurikulum sekolah sudah dikenal, mulai
dari Civics tahun 1962, Pendidikan Kewargaan Negara dan Kewargaan Negara
tahun 1968, Pendidikan Moral Pancasila tahun 1975, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan tahun 1994 dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2004.
Sementara itu diperguruan tinggi sudah di kenal Pancasila dan Kewiraan Nasional
tahun 1960-an, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewiraan tahun 1985 dan
Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2003. Di negara lain kemasan kurikuler
seperti itu dikenal sebagai civic education dalam konteks wacana pendidikan
untuk Kewarganegaraan yang demokratis menurut konstitusi negaranya masing-
masing. Sebagaimana berkembang di berbagai belahan dunia, tercatat adanya
berbagai nomenklatuur untuk itu, yakni: “Citizenship education” (Uk), termaksud
di dalamnya “Civic education” (USA) atau disebut juga Pendidikan
Kewarganegaraan (Indonesia), atau “Limatul muwwatanah/at tarbiyatul al
watoniyah (Timur Tengah) atau “education civicas” (Mexico), atau
“Sachunterricht” (Jerman) atau “civics” (Australia) atau “social studies” (New
Zealand) atau “Life Orientation” (Afrika Selatan) atau “people and society”
(Hungary), atau “Civics and moral education” (Singapore) (Kerr: 1999;
Winataputra: 2001). Semua itu merupakan wahana pendidikan karakter (character
education) yang bersifat multidimensional (Cogan and Derricott: 1998) yang
dimiliki oleh kebanyakan negara di dunia.
CIVITAS International (2006) merumuskan konsep tersebut secara
lebih luas seperti berikut: “Civic education involves many things: the study of
constitutions; the rule of law and the operations of public institutions; the study of
electoral processes; instruction in the values and attitudes of good citizenship; the
development of the skill of government and politics; issues of human rights and
intergroup relations; and conflict resolution Civic education is pedagogy,
encompassing education and training of both yauths and adults in and outside of
21
schools. Civic education can also take place through radio and televition
beoadcasting and other means. Distance learning teachniques are increasingly
important, particularly in the developing world.
Ditinjau dari sudut kebahasaan, ada perbedaan antara PKn (n) dengan
PKN (N). PKN (N) adalah Pendidikan Kewargaan Negara, sedangkan PKn (n)
adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewargaan Negara adalah
pendidikan yang berkenaan dengan status seseorang sebagai warga negara suatu
negara, sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang
berkenaan dengan hal-ihwal kewarganegaraan.
Berpijak dari peristilahan tersebut, dalam perkembangannya terdapat
berbagai penafsiran dan ketidak-konsistenan dalam penggunaannya. Menurut
Soemantri (Mawardi, 2011: 3) Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) adalah
padanan civic education, yang merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan
untuk membentuk atau membina warga negara yang baik, yaitu warganegara yang
tahu, mau dan mampu berbuat baik. Warga negara yang baik adalah warga negara
yang mengetahui dan menyadari serta melaksanakan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara menurut Winataputra (Mawardi, 2011: 4). Sedangkan PKn
(n) adalah Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu pendidikan yang menyangkut
status formal warga negara yang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang No.
2 th. 1949. Undang-undang ini berisi tentang diri kewarganegaraan, dan peraturan
tentang naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia
menurut Winataputra (Mawardi, 2011: 4). Undang-undang ini telah diperbaharui
dalam UU No. 62 th. 1958. Dalam perkembangannya, UU ini dianggap cukup
diskriminatif, sehingga diperbaharui lagi menjadi UU No. 12 th. 2006 tentang
kewarganegaraan, yang telah diberlakukan mulai 1 Agustus 2006. UU ini telah
disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna tanggal 11 Juli 2006. Sedangkan R.
Gultom (1992) menggunakan istilah PKn untuk menjelaskan pendidikan yang
bertujuan untuk membina warganegara memahami hak dan kewajibannya.
Sedangkan PKN adalah pendidikan yang berkenaan dengan statusnya sebagai
Warga Negara Indonesia.
22
Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka dalam buku ini di
gunakan istilah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai padanan dari civics
education, seturut dengan istilah yang digunakan oleh Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) NO. 20 Tahun 2003, Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) Tahun 2006 dan Permendiknas No. 22 tahun 2006 Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah di Indonesia.
Landasan yuridis operasional eksistensi PKn dapat dicermati dari
ketentuan berikut:
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) NO. 20 Tahun 2003.
Dalam pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar
dan menengah wajib memuat:
a. Pendidikan Agama
b. Pendidikan Kewarganegaraan
c. Bahasa
d. Matematika
e. Ilmu Pengetahuan Alam
f. Ilmu Pengetahuan Sosial
g. Seni dan Budaya
h. Pendidikan Jasmani dan Olah Raga
i. Keterampilan/Kejujuran dan
j. Muatan Lokal.
Pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki
rasa kebangsaan dan cinta tanah air”.
1. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan dasar dan
Menengah Jo PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP)
Dalam pasal 1 ayat (2) Permendiknas No. 22 tahun 2006 yang merunjuk
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tantang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis
23
pendidikan umum, kejujuran, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas:
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. Kelompok mata pelajaran estetika;
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
B. Pengertian PKn
Tentang hakikat PKn, ada berbagai pandangan mengenai apa itu PKn.
Pandangan-pandangan tersebut antara lain adalah:
a. Azyumardi Azar: “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang
mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga
demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga negara, serta proses
demokrasi”
b. Zamroni: “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat berfikir kritis dan bertindak
demokratis”
c. Sordijarto: “Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang
bertujuan untuk membentu peserta didik untuk menjadi warganegara yang
secara politik dewasa dan ikut serta membengun sistem politik yang
demokratis”
d. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP): mata
pelajaran Kewarganegaraan dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan
wawasan peserta didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya
sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan,
jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan
gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan
membeyar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme.
24
Berdasarkan pandangan mengenai hakikat PKn seperti tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa komponen penting dalam PKn, yaitu:
1). PKn merupakan salah satu subsistem pendidikan nasional, 2). Kajian PKn
meliputi Pemerintahan, Konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law,
HAM, hak dan kewajiban warga negara, 3). PKn merupakan alat pendidikan
demokrasi, dan 4). PKn sebagai wahana pendidikan politik warganegara.
Kesimpulan ini sejalan dengan ketentuan dalam lampiran Permendiknas
No. 22 tahun 2006 yang menetapkan bahwa hakikat PKn adalah merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami
dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila
dan UUD 1945.
C. Tujuan PKn
Berdasarkan kepurusan DIRJEN DIKTI No. 43/DIKTI/ Kep 2006,
tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi, misi dan
kompetensi sebagai berikut:
Visi Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan sumber nilai dan
pedoman dalam pengembangan dan penyelengaraan program studi, guna
mengantarkan siswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.
Misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membantu siswa
memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-
nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai,
menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan
rasa tanggung jawab dan bermoral.
Oleh karena itu kompetensi yang diharapkan siswa adalah untuk
menjadi ilmuwan yang profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air, demokratis, berkeadaban. Selain itu kompetensi yang diharapkan agar siswa
memiliki daya saing, berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun
kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai pancasila.
25
D. Struktur Keilmuan PKn
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian
interdisipliner, artinya materi keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan
dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu, antara lain ilmu politik, ilmu negara,
ilmu tata negara, hukum, sejarah, moral dan filsafat.
Struktur keilmuannya mencakup tiga dimensi, yaitu: (a) Civics
Knowledge (Pengetahuan Kewarganegaraan), (b) Civics Skill (Keterampilan
Kewarganegaraan), (c) Civics virtues (Kebajikan Kewarganegaraan). Ketiga
dimensi struktur keilmuan PKn tersebut saling terkait satu dengan yang lain.
E. Teori-teori Belajar PKn
Dalam pembahasan ini dibahas dua teori belajar, yaitu teori belajar
yang mendasarkan psikologi stimulus-respon (S-R) dan yang berdasarkan
psikologi kognitif. Menurut aliran psikologi S-R, tingkah laku seseorang
dikendalikan oleh peristiwa yang berupa ganjaran yang datangnya dari luar dan
dinamakan penguatan karena adanya stimulus tersebut (faktor-faktor lingkungan)
muncul respon (tingkah-laku). Stimulus dan respon saling berasosiasi. Menurut
psikologi S-R, belajar merupakan peristiwa adanya hubungan antara peristiwa-
peristiwa (S) yang diransangkan kepada siswa dan mengakibatkan adanya respon
(R) dari siswa tersebut.Tokoh-tokoh yang mengikuti aliran psikologi S-R adalah
Thorndike, Skiner, Bruner dan Gagne.
Para ahli psikologi kognitif berpendapat bahwa pengetahuan merupakan
akibat dari konstruksi kognitif dari suatu kenyataan yang terjadi melalui
serangkaian aktifitas seseorang. Dengan demikian belajar bukan sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon saja, tetapi juga melibatkan
proses berfikir yang sangat kompleks. Menurut teori ini, kemampuan individu
terbangun melalui proses interaksi yang terus menerus dan menyeluruh dengan
lingkungannya. Tokoh pengikut aliran psikologi kognitif antara lain adalah Piaget
dan Ausubel. Apa yang dipikirkan dan yang dipelajari seseorang diawali dari
pengamatan, sedangkan belajar dan berpikir pada dasarnya melakukan perubahan
struktur kognitif.
26
Secara teoritis kaitan antara model pembelajaran examples non
examples dalam pembelajaran PKn Menurut Kiranawati adalah model
pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari
kasus/gambar yang relevan dengan kompetensi dasar. Tujuan model pembelajaran
examples non examples pada pembelajaran PKn yaitu untuk meningkatkan
pemahaman konsep pada mata pelajaran PKn sesuai rencana dan persiapan yang
telah dibuat untuk setiap pembelajaran yang akan dilakukan oleh peneliti.
Pembelajaran Examples Non Examples adalah suatu proses belajar
mengajar di dalam kelas dimana siswa diberikan contoh contoh gambar yang
menarik dan berhubungan dengan materi pembelajaran Kemudian siswa diminta
untuk mendiskusikan secara kelompok, tugas guru adalah merangsang siswa
untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru juga
mengarahkan siswa untuk berani menyampaikan pendapat bertanya dan
menjawab serta menyimpulkan permasalah. Sehingga hasil yang diharapkan dapat
memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan dunia pendidikan mengenai
model pembelajaran examples non examples terhadap hasil belajar PKn.
2.2. Kajian Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan
Meirina Dwita Setyowati (2009) Penerapan Pembelajaran Kooperatif
Model Examples Non Examples dalam Numbered Heads Together (NHT) untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII-B SMP Negeri
2 Sukorejo Pasuruan Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi
belajar siswa yaitu dengan peningkatan rata-rata persentase motivasi belajar dan
taraf keberhasilan tindakan dari 63,75% (cukup) pada siklus I menjadi 82,15%
(baik) pada siklus II. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan persentase
ketuntasan belajar, yaitu: a) post tes I ke post tes II meningkat 2,44 % pada siklus
I dan post tes III ke post tes IV meningkat 4,77 % pada siklus II, dan b) tes akhir
siklus meningkat dari sebelum tindakan yaitu 71,43% menjadi 83,33% pada siklus
I, kemudian meningkat lagi menjadi 92,86% pada siklus II. Berdasarkan hasil
penelitian disimpulkan bahwa model pembelajaran Examples Non Examples
dalam Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan motivasi dan hasil
27
belajar biologi siswa kelas VII-B SMP Negeri 2 Sukorejo, oleh karena itu
disarankan untuk menggunakan pembelajaran kooperatif model Examples Non
Examples dalam Numbered Heads Together (NHT) pada pokok bahasan maupun
jenjang pendidikan yang berbeda.
Adi Kusuma, Sofyan, 2011; Pengaruh penggunaan model examples
non examples terhadap hasil belajar IPS siswa kelas III SDN Blotongan 03
kecamatan Sidorejo kota Salatiga semester II tahun pelajaran 2010/2011. Program
Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen yaitu 79.75 lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa kelompok kontrol
yaitu 67.63. Dari hasil uji hipotesis yang dilakukan diperoleh nilai sig. 0,000 maka
H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPS siswa kelas III SD Negeri
Blotongan 03 dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples
dengan hasil belajar IPS siswa kelas III SD Negeri Blotongan 03 dengan
pembelajaran secara ceramah, maka treatment yang diberikan dapat berpengaruh
signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas, penggunaan Model
Pembelajaran Examples Non Examples pada dasarnya dapat meningkatkan hasil
belajar siswa secara berkala. Hal itu menunjukkan adanya perubahan pada hasil
belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa yang menyajikan materi
pelajaran oleh guru dengan menggunakan Model Pembelajaran examples non
examples. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya muncul suatu
pertanyaan apakah penggunaan alat peraga pada sekali pelajaran itu menunjukkan
perubahan yang signifikan karena yang dilakukan pada penelitian sebelumnya
adalah dilakukannya pembelajaran secara bertahap (bersiklus) sampai benar-benar
meningkat, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian eksperimen dan
pengujian apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa
dengan menggunakan Model Pembelajaran examples non examples dalam
28
penelitian eksperimen yang akan di lakukan oleh peneliti tepatnya di SD Kanisius
Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
2.3. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori dapat disimpulkan bahwa Penggunaan Model
pembelajaran examples non examples pada mata pelajaran PKn di Sekolah Dasar
sangat baik untuk kegiatan pembelajaran sehingga siswa tidak bosan dalam
mengikuti pelajaran dan akan menciptakan pembelajaran yang kondusif. Model
pembelajaran examples non examples adalah salah satu teknik yang dapat
digunakan oleh guru dalam proses mengajar. Model pembelajaran examples non
examples komponen utama adalah digunakan media gambar dalam mendukung
proses pengajaran. Model ini terdiri dari dua komponen yaitu examples non
examples. Examples merupakan contoh yang diberikan oleh guru melalui media
gambar yang harus dipahami oleh peserta didik, sedangkan non examples
merupakan contoh yang tidak terdapat pada gambar. Sehingga peserta didik
dituntut untuk mencari dan mengembangkan bagian yang tidak terdapat pada
gambar (Sudrajat 2008).
Penggunaan model pembelajaran examples non examples dalam proses
belajar, diharapkan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dalam
penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil pre-test dan pos-test sebelum
diberi treatment dan sesudah treatment dilakukan. Sebelum menerapkan treatment
peneliti mengajar dengan pembelajaran secara konvensional, barulah pre-test
diberikan pada siswa, langkah selanjutnya peneliti akan menerapkan treatment
yaitu menggunakan model pembelajaran examples non examples. Setelah itu
barulah peneliti melakukan uji beda rata-rata untuk melihat apakah terdapat
pengaruh penggunaan model pembelajaran examples non examples terhadap hasil
belajar siswa pada mata pelajaran PKn siswa kelas V di SD Kanisius Cungup
Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Apabila dilihat dalam bagan akan terlihat pada
bagan berikut.
29
Gambar 2.1
Bagan. Kerangka Berfikir
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan karangka berpikir diatas dapat ditarik
hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah terdapat pengaruh positif
penggunaan model pembelajaran examples non examples terhadap hasil belajar
PKn siswa kelas V di SD Kanisius Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
Terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran examples non examples terhadap hasil belajar PKn siswa kelas V di SD Kanisius Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
Pembelajaran secara
Konvensional
Pretes
Model Pembelajaran
Examples Non Examples Postes
Rata-
rata nilai
Rata-
rata nilai Perbandingan nilai rata-rata
pretest < postest
30
H0 : Tidak ada Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non
Examples Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V di SD Kanisius
Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
Ha : Ada Pengaruh Penggunaan model pembelajaran Examples Non Examples
Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V di SD Kanisius Cungkup
Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.