BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

19
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini akan membahas kajian teori yang berisi tentang dua bahasan. Bahasan yang pertama akan dijelaskan secara rinci pengertian modul, fungsi modul, karakteristik modul, unsur-unsur modul, langkah-langkah penyusunan modul, serta mengembangkan modul menjadi bahan ajar. Bahasan yang kedua berisi tentang pembelajaran tematik terpadu, pembelajaran saintifik di SD, serta modul pembelajaran tematik terpadu dalam pendekatan saintifik. Selain kajian teori bab ini berisi kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis pengembangan berkenaan dengan pengembangan bahan ajar modul yang akan peneliti susun. 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Bahan Ajar Modul 2.1.1.1 Pengertian Modul Adanya fasilitas dan sumber belajar yang memadai akan sangat menentukan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013. Keaktifan siswa harus didukung dengan sumber belajar yang memadai agar dapat melatih kreativitas secara menyeluruh. Diperlukan pula kreativitas guru untuk berkreasi, berimprovisasi, berinisiatif, serta inovatif untuk mengembangkan sumber belajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan adalah modul pembelajaran. modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.Pernyataan ini dijelaskan dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang diterbitkan oleh Diknas (dalam Prastowo (2012:104)). Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa modul adalah kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh siswa dengan bantuan yang minim dari guru. Hal serupa dinyatakan oleh Surahman (dalam Prastowo (2012:105-106)) yang menyatakan bahwa modul adalah satuan program pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari siswa secara mandiri (self instructional).Lebih lanjut disebutkan Daryanto (2013:9)

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas kajian teori yang berisi tentang dua bahasan.

Bahasan yang pertama akan dijelaskan secara rinci pengertian modul, fungsi

modul, karakteristik modul, unsur-unsur modul, langkah-langkah penyusunan

modul, serta mengembangkan modul menjadi bahan ajar. Bahasan yang kedua

berisi tentang pembelajaran tematik terpadu, pembelajaran saintifik di SD, serta

modul pembelajaran tematik terpadu dalam pendekatan saintifik. Selain kajian

teori bab ini berisi kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan

hipotesis pengembangan berkenaan dengan pengembangan bahan ajar modul yang

akan peneliti susun.

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Bahan Ajar Modul

2.1.1.1 Pengertian Modul

Adanya fasilitas dan sumber belajar yang memadai akan sangat

menentukan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013. Keaktifan siswa harus

didukung dengan sumber belajar yang memadai agar dapat melatih kreativitas

secara menyeluruh. Diperlukan pula kreativitas guru untuk berkreasi,

berimprovisasi, berinisiatif, serta inovatif untuk mengembangkan sumber belajar

yang digunakan dalam proses pembelajaran. Salah satu sumber belajar yang dapat

digunakan adalah modul pembelajaran. “modul diartikan sebagai sebuah buku

yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau

dengan bimbingan guru.” Pernyataan ini dijelaskan dalam buku Pedoman Umum

Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang diterbitkan oleh Diknas (dalam Prastowo

(2012:104)). Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa

“modul adalah kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh

siswa dengan bantuan yang minim dari guru.” Hal serupa dinyatakan oleh

Surahman (dalam Prastowo (2012:105-106)) yang menyatakan bahwa “modul

adalah satuan program pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari siswa secara

mandiri (self instructional).” Lebih lanjut disebutkan Daryanto (2013:9)

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

10

menjelaskan bahwa “modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang

dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman

belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan

belajar yang spesifik.” Badan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan yang dikutip dari St. Vembriarto, Pengantar Pengajaran Modul

(Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita, 1985) (dalam Prastowo (2012:105))

mengemukakan bahwa modul adalah satu unit program kegiatan belajar mengajar

terkecil yang secara terperinci menggariskan hal-hal sebagai berikut:

1. Tujuan instruksional umum.

2. Topik yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.

3. Tujuan khusus yang akan dicapai oleh siswa.

4. Pokok yang akan dipelajari.

5. Kedudukan dan fungsi satuan (modul).

6. Peranan guru di dalam proses belajar mengajar.

7. Alat-alat dan sumber yang akan dipakai.

8. Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati siswa secara

berurutan.

9. Program evaluasi yang akan dilaksanakan selama proses belajar mengajar.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa modul

merupakan bahan ajar yang disusun dan disajikan secara sistematis untuk

mencapai tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai. Modul dapat dipelajari

dengan meminimalisir bimbingan oleh guru. Modul dibuat dengan bahasa yang

mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan pemahaman mereka.

Suatu modul harus menggambarkan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh

siswa, serta disajikan dengan bahasa yang baik, menarik, dan dilengkapi dengan

ilustrasi/gambar yang mendukung penguasaan materi.

2.1.1.2 Fungsi Modul

Prastowo (2013:107-108) mengemukakan sebagai salah satu bentuk bahan

ajar, modul memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Bahan ajar yang dapat dipelajari dan digunakan secara mandiri. Hal ini akan

mengurangi tingkat ketergantungan siswa kepada guru sebagai pendidik.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

11

2. Pengganti fungsi guru/pendidik. Modul sebagai bahan ajar harus mampu

menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh siswa

sesuai tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa.

3. Sebagai alat evaluasi mandiri. Di dalam modul disediakan berbagai latihan soal

agar dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap

materi yang telah dipelajari.

2.1.1.3 Karakteristik Modul

Setiap bahan ajar pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik tertentu

yang membedakannya dengan bentuk bahan ajar lain. Begitu pula untuk modul,

bahan ajar ini memiliki beberapa karakteristik, antara lain dirancang untuk sistem

pembelajaran mandiri; merupakan program pembelajaran yang utuh dan

sistematis; mengandung tujuan, bahan atau kegiatan, dan evaluasi; disajikan

secara komunikatif (dua arah); diupayakan agar dapat mengganti beberapa peran

pengajar; cakupan bahasan terfokus dan terukur; serta mementingkan aktivitas

belajar pemakai (karakteristik modul ini dikemukakan oleh Nur Mohammad

dalam tulisannya berjudul Pengambangan Bahan Ajar, dari website docstoc.com,

diakses pada tanggal 27 Juli 2010).

Sementara itu menurut Vembriarto (dalam Prastowo (2013:110)) terdapat

lima karakteristik modul pembelajaran. Pertama, modul merupakan unit

pengajaran terkecil dan lengkap. Kedua, modul memuat rangkaian kegiatan

belajar yang direncanakan sistematis. Ketiga, modul memuat tujuan belajar yang

ingin dicapai oleh siswa. Keempat, modul memungkinkan siswa belajar secara

mandiri (independent) karena modul memuat bahan yang bersifat self-

instructional. Kelima, modul adalah realisasi pengakuan perbedaan individual,

yaitu salah satu perwujudan pengajaran individual.

Lebih lanjut Daryanto (2013:9-11) mengemukakan bahwa pengembangan

modul harus memperhatikan karakteristik sebagai berikut:

1. Self Instruction

Self Instruction artinya modul dapat membantu siswa belajar secara

mandiri dan meminimalisir bantuan dan keterlibatan pihak lain. Agar memenuhi

karakter self instruction modul harus memuat tujuan pembelajaran yang ingin

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

12

dicapai, materi pembelajaran dikemas dalam unit kegiatan yang spesifik, terdapat

contoh dan ilustrasi, memuat soal latihan yang dapat mengukur tingkat

penguasaan siswa, kontekstual, menggunakan bahasa sesuai dengan tingkat

pemahaman dan pengetahuan siswa, terdapat rangkuman materi, instrumen

penilaian, umpan balik, serta terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan yang

mendukung materi pembelajaran.

2. Self Contained

Self Contained artinya seluruh materi yang diperlukan dalam proses

belajar mengajar termuat dalam modul agar siswa dapat mempelajari materi

secara tuntas.

3. Stand Alone (Berdiri Sendiri)

Stand Alone artinya penggunaan modul tidak bergantung pada bahan ajar

maupun media lainnya.

4. Adaptif

Modul yang dibuat diharapkan memiliki daya adaptasi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi, serta fleksibel digunakan di berbagai

perangkat keras (hardware).

5. User Friendly (Bersahabat/Akrab)

User friendly berkaitan dengan penggunaan bahasa yang digunakan dalam

modul. Bahasa yang digunakan harus sesuai dengan pemahaman siswa. Setiap

instruksi dan paparan informasi harus dijelaskan secara baik.

Hal serupa dinyatakan Pedoman Penulisan Modul yang dikeluarkan oleh

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar

dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2003 (dalam Chomsin &

Jasmadi (2008:50-52)) dimana karakteristik modul yaitu self instructional, self

contained, stand alone, adaptif, serta user friendly.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan disimpulkan bahwa

karakteristik modul yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu mampu

digunakan secara mandiri oleh siswa atau dengan kata lain mengurangi

ketergantungan siswa terhadap guru/pendidik, self contained atau memuat secara

lengkap dan rinci materi pembelajaran yang disampaikan, dapat digunakan dan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

13

dikembangkan tanpa tergantung bahan ajar lain, bersifat adaptif, serta

menggunakan bahasa dan instruksi yang mampu dikuasai oleh siswa.

2.1.1.4 Struktur Modul

2.1.1.4.1 Struktur Modul menurut Surahman

Menurut Surahman (2010:2) (dalam Prastowo (2013:113-114))

menyatakan modul dapat disusun dalam struktur sebagai berikut :

1. Judul modul

Bagian ini memuat nama modul dari tema atau subtema tertentu.

2. Petunjuk umum

Bagian ini memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh

dalam pembelajaran, meliputi :

a. Kompetensi dasar

b. Pokok bahasan

c. Indikator pencapaian

d. Referensi (diisi petunjuk guru tentang buku-buku referensi yang digunakan)

e. Strategi pembelajaran (menjelaskan pendekatan, metode, langkah yang

dipergunakan dalam pembelajaran)

f. Lembar kegiatan pembelajaran

g. Petunjuk bagi siswa untuk memahami langkah-langkah dan materi

pembelajaran

h. Evaluasi

3. Materi modul

Bagian ini berisi penjelasan secara rinci tentang materi yang akan dipelajari.

4. Evaluasi

Evaluasi ini terdapat pada akhir kegiatan pembelajaran untuk mengukur

ketercapaian kompetensi siswa yang diharapkan.

2.1.1.4.2 Struktur Modul menurut Vembriarto

Menurut pandangan Vembriarto dikutip dari St. Vembriarto, Pengantar

Pengajaran Modul (Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita, 1985 hlm. 37-38)

(dalam Prastowo (2013:114-115), unsur-unsur modul yang sedang dikembangkan

di Indonesia meliputi tujuh unsur sebagai berikut :

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

14

1. Rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik

Tujuan pengajaran ini dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa yang

diharapkan muncul setelah selesai mempelajari suatu modul.

2. Petunjuk untuk guru

Bagian ini berisi penjelasan tentang berbagai macam kegiatan yang harus

dilakukan saat mempelajari modul, waktu yang disediakan untuk

menyelesaikan setiap kegiatan, alat-alat pelajaran dan sumber yang harus

dipergunakan, prosedur evaluasi, serta jenis alat evaluasi yang digunakan.

3. Lembar kegiatan siswa

Lembaran ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai siswa. Dalam

lembaran kegiatan ini disertakan pula berbagai kegiatan untuk menunjang

ketercapaian kompetensi. Kegiatan tersebut diantaranya pengamatan,

percobaan, dan sebagainya.

4. Lembar kerja bagi siswa

Materi pelajaran dalam lembar kegiatan disusun sedemikian rupa, sehingga

siswa dapat secara aktif mengikuti proses belajar.

5. Kunci lembar kerja

Materi pada modul tidak saja disusun agar siswa senantiasa aktif memecahkan

masalah tetapi diharapkan agar siswa dapat mengevaluasi hasil belajar mereka

sendiri. Oleh karena itu, pada tiap modul biasanya disertakan kunci lembar

kerja.

6. Lembar evaluasi

Lembar evaluasi disajikan dalam bentuk tes tertulis. Ketercapaian tujuan yang

dirumuskan pada modul ditentukan oleh hasil tes akhir yang terdapat pada

lembar evaluasi.

7. Kunci lembar evaluasi

Item-item tes tertulis disusun dan dijabarkan dari rumusan tujuan. Hasil

jawaban siswa terhadap tes yang telah dilakukan dapat digunakan untuk

mengetahui ketercapaian tujuan yang dirumuskan.

Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa dalam membuat modul

pembelajaran tidak terjadi perbedaan yang berarti. Hal ini berdasarkan pendapat

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

15

para ahli yang hampir sama dimana struktur modul pembelajaran terdiri dari judul

modul, petunjuk umum, materi yang akan dipelajari, petunjuk kegiatan yang

dilakukan atau petunjuk kerja, serta evaluasi. Selanjutnya dirumuskan format

pengembangan modul terdiri atas judul, pengantar, pendahuluan, pemetaan

kompetensi dasar dan indikator, kegiatan belajar/materi pembelajaran, rangkuman

materi, latihan soal, umpan balik dan tindak lanjut, serta daftar pustaka.

2.1.1.5 Langkah-Langkah Penyusunan Modul

Dalam menyusun sebuah modul ada empat tahapan yang harus dilalui

yaitu analisis kurikulum, penentuan judul, pemberian kode, dan penulisan modul

dikutip dari Diknas, Pedoman Umum Pemilihan dan Pemanfaatan Bahan Ajar

(Jakarta: Ditjen Dikdasmenum, 2004) dalam Prastowo (2013:118-131) yaitu:

1. Analisis kurikulum

Tahap pertama ini bertujuan untuk menentukan materi-materi manakah yang

memerlukan bahan ajar. Dalam menentukan materi, analisis dilakukan dengan

cara melihat inti materi yang diajarkan serta kompetensi dan hasil belajar yang

harus dicapai oleh siswa.

2. Menentukan judul modul

Penentukan judul modul hendaknya mengacu pada kompetensi-kompetensi

dasar atau materi pokok yang ada di dalam kurikulum.

3. Pemberian kode modul

Pemberian kode modul dilakukan untuk mempermudah pengelolaan modul.

4. Penulisan modul

Ada lima hal penting yang dijadikan acuan dalam proses penulisan modul

sebagaimana yang akan dijelaskan berikut ini:

a. Perumusan kompetensi dasar

Rumusan kompetensi dasar pada suatu modul adalah spesifikasi kualitas

yang semestinya telah dimiliki oleh siswa setelah berhasil mempelajari

modul.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

16

b. Penentuan alat evaluasi atau penilaian

Evaluasi melibatkan sejumlah pertanyaan atau tes yang digunakan untuk

mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam menguasasi kompetensi dasar

yang ingin dicapai.

c. Penyusunan materi

Penyusunan materi dibuat berdasarkan kompetensi dasar yang akan dicapai.

Instruksi dan kegiatan pembelajaran harus ditulis secara jelas agar tidak

membingungkan siswa. Kalimat yang disajikan harus singkat, jelas, dan

efektif. Gambar-gambar yang dapat mendukung dan memperjelas isi materi

juga sangat dibutuhkan.

d. Urutan pengajaran

Dalam kaitannya dengan urutan pengajaran, maka urutan pengajaran dapat

diberikan dalam petunjuk penggunaan modul.

e. Struktur modul

Struktur modul dapat dibuat bervariasi tergantung pada karakter materi,

ketersediaan sumber daya, dan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

Langkah penyusunan modul juga disebutkan Daryanto (2013:16-24) yang terdiri

atas:

1. Analisis kebutuhan modul, yang dilakukan dengan langkah: a) menetapkan

satuan program yang dijadikan batas kegiatan; b) memeriksa program atau

rambu operasional untuk pelaksanaan program; c) mengidentifikasi dan

menganalisis kompetensi yang akan dipelajari; d) menyusun unit bahan yang

dapat mewadahi materi; e) mengidentifikasi bahan yang belum terdapat di

sekolah, dan; f) lakukan penyusunan berdasarkan prioritas kebutuhan.

2. Desain modul

Untuk mendesain sebuah modul langkah yang harus ditempuh sebagai berikut:

a) menetapkan kerangka bahan yang akan disusun; b) menetapkan kompetensi

yang harus dikuasai siswa; c) menetapkan kemampuan spesifik yang

menunjang tujuan akhir; d) menetapkan sistem evaluasi; e) menetapkan garis

besar atau substansi materi; f) menetapkan materi berupa konsep atau fakta

yang mendukung ketercapaian kompetensi; g) berisi tugas, soal, atau latihan; h)

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

17

berisi penilaian yang berfungsi untuk mengukur tingkat penguasaan siswa; i)

berisi kunci jawaban.

3. Implementasi

Implementasi modul dalam proses pembelajaran dilaksanakan sesuai alur yang

terdapat pada modul.

4. Penilaian

Penilaian yang dimaksud adalah penilaian hasil belajar untuk menguasai

tingkat penguasaan siswa setelah mempelajari seluruh materi dalam modul.

5. Evaluasi dan validasi

Evaluasi dilakukan untuk mengukur kesesuaian antara implementasi

pembelajaran dengan desain pengembangan modul. Validasi merupakan

pengujian kesesuaian modul dengan kompetensi yang diharapkan.

Langkah penyusunan modul yang hampir serupa dikemukakan pula oleh

Chomsin & Jasmadi (2008:43-49) yang terdiri atas “a) penentuan standar

kompetensi dan rencana kegiatan belajar mengajar; b) analisis kebutuhan modul;

c) penyusunan draft; d) uji coba; e) validasi; f) revisi dan produksi.”

Berdasarkan penjelasan beberapa sumber yang telah dipaparkan dapat

disimpulkan bahwa langkah-langkah untuk membuat dan mengembangkan sebuah

modul dimulai dari menganalisis kebutuhan modul, menganalisis dan

mengidentifikasi kompetensi inti serta kompetensi dasar, menyusun draft modul,

uji pakar serta validasi, uji coba modul, revisi, hingga menghasilkan produk

berupa modul sebagai bahan ajar yang layak digunakan siswa dalam proses

pembelajaran.

2.1.1.6 Mengembangkan Modul Menjadi Bahan Ajar

Modul diharapkan dapat menarik dan memotivasi siswa dalam belajar.

Untuk dapat mencapai harapan tersebut ada beberapa aspek yang harus

diperhatikan dalam mengembangkan modul agar menjadi bahan ajar yang hebat.

Sembilan aspek yang harus diperhatikan pada saat mengembangkan modul

sebagaimana dijelaskan oleh Rowntree dalam Prastowo (2013:132) yaitu: a)

membantu siswa untuk menemukan cara mempelajari modul; b) menjelaskan hal-

hal yang perlu dipersiapkan sebelum mempelajari modul; c) menjelaskan hal-hal

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

18

yang diharapkan dari siswa setelah selesai mempelajari modul; d) memberi

pengantar tentang cara siswa dalam mempelajari modul; e) menyajikan materi

sejelas mungkin; f) memberi dukungan kepada siswa agar berani mencoba segala

langkah yang dibutuhkan untuk memahami materi modul; g) melibatkan siswa

dalam latihan serta kegiatan yang akan membuat mereka berinteraksi dengan

materi yang dipelajari; h) memberikan umpan balik (feedback) pada latihan dan

kegiatan yang dilakukan siswa; i) membantu siswa untuk meringkas dan

merefleksikan materi yang telah dipelajari.

Lebih lanjut Rowntree mengungkapkan empat tahapan dalam

pengembangan modul yang dijelaskan lebih terperinci sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran

Tujuan dituliskan dalam kalimat yang mengandung aspek ABCD (Audience,

Behaviour, Condition, dan Degree). Audience merujuk pada siswa. Behaviour

menjelaskan tentang kompetensi yang diharapkan akan dikuasai setelah

mempelajari modul. Condition merujuk pada situasi di mana tujuan diharapkan

akan dicapai. Degree adalah tingkat kemampuan yang diinginkan dapat

dikuasai oleh siswa. Contoh identifikasi tujuan pembelajaran dapat dilihat pada

Tabel 1 berikut.

Tabel 1

Identifikasi Tujuan Pembelajaran

Audience Behaviour Condition Degree

Siswa Mampu mengenal

keragaman

kenampakan alam di

Indonesia

Dengan

menggunakan

globe atau media

lain

Secara baik dan

benar

2. Memformulasikan garis besar materi

Menurut Andriani dalam Prastowo (2013:136) ada dua hal penting yang harus

diperhatikan dalam memformulasikan materi. Pertama, jangan

mengembangkan materi yang terlalu tinggi bagi siswa, karena modul yang

dikembangkan justru akan sulit dimengerti. Kedua, akomodasikan materi

dengan tingkat pemahaman siswa.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

19

3. Menuliskan materi

Pada tahap menulis materi, ada empat hal penting yang harus diperhatikan

yaitu a) menentukan materi yang akan ditulis; b) menentukan gaya penulisan;

c) menentukan banyak kata yang digunakan, dan; d) Menentukan format dan

tata letak (layout).

4. Menentukan format dan tata letak

Dalam menentukan format dan tata letak terdapat tiga variabel yang

mempengaruhi yaitu a) ukuran halaman dan format modul; b) kolom dan

margin; c) penempatan tabel, gambar, dan diagram.

Untuk mengembangkan modul menjadi bahan ajar yang baik Paulina dan

Purwanto dalam Chomsin & Jasmadi (2008:54-57) menyatakan ada tiga cara yang

ditempuh yaitu:

1. Starting from scratch, artinya pengembang menyusun sendiri modul yang akan

dibuat. Pengembang dirasa mempunyai kepakaran dalam ilmu terkait serta

memahami kebutuhan siswa.

2. Text transformation, artinya pengembang menyusun modul berdasarkan

referensi atau informasi lain yang telah dikumpulkan dan dipilih sesuai dengan

kebutuhan yang diinginkan.

3. Compilation, artinya pembuatan modul menggabungkan penataan informasi

yang disusun sendiri dengan referensi ataupun informasi lain yang sesuai.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa untuk

mengembangkan modul menjadi bahan ajar yang baik dapat dilakukan secara

mandiri dengan menganalisis kebutuhan dan materi yang sesuai dengan siswa.

Dapat juga dengan mencari referensi ataupun informasi lain yang relevan dengan

materi yang akan dibuat. Dapat juga menggabungkan atau mengkombinasikan

keduanya. Dalam mengembangkan modul juga harus memperhatikan beberapa

hal diantaranya tujuan pembelajaran yang akan dicapai, memformulasikan garis

besar materi, menuliskan materi, serta menentukan format dan tata letak.

2.1.2 Pembelajaran Tematik Terpadu

Implementasi kurikulum 2013 menggunakan pendekatan pembelajaran

tematik. Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

20

yang memiliki peran penting dalam meningkatkan perhatian, aktivitas belajar, dan

pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Ibnu (2013:21) menyatakan

bahwa “tematik terpadu memuat konsep pembelajaran yang menggunakan tema

untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa.” Penjelasan serupa dinyatakan Depdiknas,

2006:5 (dalam Trianto (2011:147)) yang menyatakan bahwa “istilah pembelajaran

tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan

tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa.” Penjelasan tersebut dipertegas oleh

Mulyasa (2013:170) yang menyatakan “pembelajaran berbasis tematik terpadu

yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar menyuguhkan proses belajar

berdasarkan tema untuk kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran

lainnya.” Pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan untuk mengembangkan

pengetahuan siswa berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan dan

pengalaman kehidupan siswa. Sri Anitah (2003) (dalam Trianto (2011:150))

menyatakan “pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep yang menggunakan

pendekatan pembelajaran yang melibatkan konsep-konsep secara terkoneksi baik

secara inter maupun antar-mata pelajaran.” Lebih lanjut Hadi Subroto (2000:9)

(dalam Trianto (2011:151)) menegaskan bahwa:

Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan

suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan

pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep

lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik

dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam

pengalaman belajar siswa, maka pembelajaran menjadi lebih

bermakna. Maka pada umumnya pembelajaran tematik/terpadu

adalah pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk

mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dan pengalaman

kehidupan nyata sehari-hari siswa sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna bagi siswa.

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa implementasi tematik

terpadu bertujuan untuk melatih pemahaman siswa terhadap materi pelajaran agar

pengetahuan yang didapat tidak parsial (sepotong-potong). Dengan melakukan

proses pembelajaran menggunakan tema siswa mampu memahami materi dan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

21

konsep secara utuh. Pemahaman secara utuh berdampak pada perkembangan

kepribadian, kedewasaan, serta pengetahuan siswa. Bila diterapkan secara

berkelanjutan akan menjadi modal penting untuk memecahkan permasalahan

dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2.1 Karakteristik Tematik Terpadu

Karakteristik yang harus dimunculkan dalam tematik terpadu menurut

Ibnu (2013:44-55) diantaranya adalah:

1. Berpusat pada siswa (student centered)

Dalam proses pembelajaran berbasis tematik terpadu siswa dipandang sebagai

subjek belajar yang secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar dan

bukan dipandang hanya sebagai objek semata. Paradigma siswa belajar dengan

cara DDCT (Duduk Dengar Catat dan Hafalkan) secara perlahan harus diubah.

Guru hanya berperan sebagai fasilitator dimana guru memberi ruang yang luas

agar siswa dapat berekspresi sesuai dengan tema yang diajarkan.

2. Memberikan pengalaman langsung (direct experience)

Siswa dihadapkan pada pembelajaran yang konkret, bukan hanya sekedar

mendengarkan penjelasan dari guru ataupun membaca dari buku teks pelajaran

yang ada. Siswa dapat mengamati, meraba, merasakan, serta membayangkan

secara nyata objek yang dipelajari. Akan sangat membantu apabila objek yang

dipelajari berkaitan langsung dengan kehidupan siswa sehari-hari.

3. Tidak terjadi pemisahan materi pelajaran secara jelas

Penggabungan beberapa mata pelajaran menjadi sebuah tema bukan berarti

menghilangkan esensi mata pelajaran sehingga mengaburkan tujuan

pembelajaran yang diharapkan. Hal ini dimaksudkan agar siswa memahami

suatu substansi materi secara utuh.

4. Bersifat fleksibel

Dalam proses belajar mengajar guru harus dapat bersikap luwes (fleksibel).

Dalam implementasinya guru harus dapat mengaitkan satu materi pelajaran

dengan materi pelajaran lainnya, bahkan guru harus mampu mengaitkan

dengan nilai yang berlaku di lingkungan sehari-hari siswa seperti nilai agama,

kesopanan, dan lain sebagainya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

22

5. Hasil pembelajaran disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa

Salah satu penyempurnaan pola pikir perumusan kurikulum diketahui bahwa

standar kompetensi lulusan (SKL) kurikulum 2013 diturunkan dari kebutuhan

siswa. Dengan kata lain materi pelajaran yang dikuasai oleh siswa merupakan

hal yang nantinya sangat berguna, dibutuhkan, serta dapat memberikan

pengaruh bagi perkembangan intelektual dan kehidupan siswa.

6. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dengan suasana yang

menyenangkan (joyfull learning)

7. Mengembangkan komunikasi siswa

Pembelajaran tematik menekankan adanya interaksi dengan siswa dengan

siswa maupun siswa dengan guru. Kemampuan berinteraksi merupakan salah

satu indikator untuk mengukur keaktifan siswa. Kemampuan berinteraksi ini

perlu dilatih karena tuntutan dunia kerja saat ini mengharuskan seseorang

mempunyai kemampuan interaksi yang baik dengan orang lain agar dapat

membangun team work yang berkompeten, bukan hanya mengandalkan

kemampuan akademis semata.

8. Menekankan proses daripada hasil

2.1.3 Pembelajaran Saintifik di SD

Di dalam kurikulum 2013 proses pembelajaran diimplementasikan dengan

menggunakan pendekatan saintifik. Kurikulum 2013 menganut pandangan bahwa

pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru kepada siswa. Siswa

adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk aktif mencari, mengolah,

mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Mulyasa (2014:99) yang menyatakan bahwa “pendekatan yang

dilatihkan dan diunggulkan adalah pendekatan saintifik (saintific approach).

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik menekankan keterlibatan siswa dalam

berbagai kegiatan yang memungkinkan siswa aktif dalam proses mangamati,

menanya, mencoba, menalar, mengomunikasikan, dan membangun jejaring.”

Empat kemampuan yang disebutkan pertama dibutuhkan dalam rangka

pembentukan kemampuan personal, sedangkan membangun jejaring merupakan

kemampuan interpersonal. Pendekatan saintifik juga berguna untuk melatih

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

23

kemampuan soft skill dan hard skill. Hal ini sesuai dengan pendapat Imas &

Berlin (2014:26) yang menyatakan bahwa “proses pembelajaran Kurikulum 2013

khususnya di tingkat Sekolah Dasar dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan saintifik yang menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan

keterampilan.” Hal ini diharapkan dapat meningkatkan dan menyeimbangkan

antara soft skill dan hard skill. Dalam pedoman pembelajaran tematik terpadu

(Permendikbud No 57 Tahun 2014) dinyatakan bahwa dalam implementasi

kurikulum 2013 pendekatan yang digunakan adalah pendekatan saintifik. Di

dalam pembelajaran siswa difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan

potensi yang dimiliki untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Keaktifan

siswa ini terlampir dalam lampiran I Permendikbud No 57 Tahun 2014 yang

menyatakan bahwa “pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan

pendekatan pembelajaran saintifik”. Lebih lanjut Hosnan (2014:34) menyatakan

“implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik

adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara

aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati,

merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis

data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep.”

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran terdapat langkah-langkah

pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Hosnan (2014: 37) mengemukakan 6

langkah yang digunakan dalam saintifik yaitu “a) mengamati (observing); b)

menanya (questioning); c) mengumpulkan informasi; d) mengasosiasi/mengolah

informasi/menalar (associating); e) mengomunikasikan; dan f) membentuk

jejaring (networking).” Langkah pembelajaran saintifik juga dikemukakan oleh

Imas & Berlin (2014:26) yang menyatakan bahwa terdapat 5 langkah dalam

mengimplementasikan saintifik yaitu “a) mengamati (observing); b) menanya

(questioning); c) menalar (associating); d) mencoba (experimenting); dan e)

membentuk jejaring atau mengomunikasikan (networking).” Langkah serupa

dijelaskan dalam Permendikbud Nomor 81A tentang Implementasi Kurikulum

dimana terdapat 5 langkah dalam mengimplementasikan saintifik yaitu “a)

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

24

mengamati; b) menanya; c) mengumpulkan informasi/eksperimen; d)

mengasosiasikan/mengolah informasi; dan e) mengomunikasikan.”

Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa penerapan

pendekatan saintifik menuntut keterlibatan aktif siswa karena pada dasarnya

mereka adalah pusat dari tujuan dan pembentukan kompetensi yang ingin dicapai.

Dalam pendekatan saintifik setiap materi pembelajaran yang baru harus dikaitkan

dengan pengetahuan dan pengalaman siswa yang sudah ada sebelumnya.

Pendekatan ini diharapkan mampu meningkatkan tingkat berpikir kritis dan

kreativitas siswa. Dalam mengimplementasikan pendekatan saintifik dalam proses

pembelajaran terdapat 5 langkah/tahapan yang harus dilakukan yaitu mengamati,

menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar, dan

mengomunikasikan.

2.1.4 Modul Pembelajaran Tematik Terpadu dalam Pendekatan Saintifik

Berdasarkan uraian mengenai bahan ajar modul, model pembelajaran

tematik terpadu, dan pendekatan saintifik dapat diketahui bahwa modul yang akan

dikembangkan merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan

menggabungkan beberapa materi pelajaran menjadi satu kesatuan tema yang utuh

dengan menggunakan pendekatan saintifik.

Fakta di lapangan yang mengungkapkan bahwa masih terdapat

permasalahan terkait dengan materi pelajaran pada buku siswa masih berdiri

sendiri serta masih kurang sesuainya silabus, KD, serta substansi materi pada

buku pegangan siswa, maka dapat diidentifikasi karakter bahan ajar modul yang

akan peneliti susun adalah sebagai berikut:

1. Dikemas sesuai dengan karakteristik siswa

2. Menggunakan bahasa yang komunikatif sesuai dengan tingkat pengetahuan dan

pemahaman siswa

3. Menggunakan pendekatan saintifik

4. Modul dibuat dalam lingkup satu subtema yang terdiri dari enam pembelajaran

5. Memadukan aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik serta mengedepankan

nilai religi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

25

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini

yaitu: “Pengembangan Modul Pembelajaran Sains Berbasis Integrasi Islam-Sains

untuk Peserta Didik Difabel Netra MI/SD Kelas 5 Semester 2 Materi Pokok Bumi

dan Alam Semesta” oleh F. Yuliawati, M.A. Rokhimawan, J. Suprihatiningrum

pada tahun 2013. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti diperoleh

kesimpulan bahwa modul yang dikembangkan layak digunakan karena memiliki

kualitas Baik (B) dengan persentase keidealan sebesar 74,31%, berdasarkan

penilaian dari 1 ahli media (pendidik SLB), dan reviewer (2 pendidik SD inklusi

dan 1 pendidik SLB).

Penelitian sejenis dilakukan oleh Izzati, dkk (2013) dengan judul

“Pengembangan Modul Tematik dan Inovatif Berkarakter pada Tema Pencemaran

Lingkungan untuk Siswa Kelas VII SMP”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

diketahui bahwa modul yang dikembangkan efektif untuk meningkatkan

keaktifan, hasil belajar, dan karakter siswa. Peningkatan keaktifan siswa dapat

dilihat dari kegiatan praktikum dan diskusi yang dilakukan. Keaktifan siswa pada

saat praktikum mencapai 75% dan pada saat diskusi mencapai 80,5%. Dapat

disimpulkan bahwa terjadi peningkatan keaktifan sebesar 5,5%. Peningkatan hasil

belajar diketahui dari ketercapaian KKM IPA secara klasikal sebesar 100% dari

KKM yang ditentukan sebesar 75. Peningkatan karakter siswa dianalisis

menggunakan uji gain yang menunjukkan bahwa peningkatan karakter siswa

secara menyeluruh berada pada kategori sedang dengan perolehan faktor-g

sebesar 0,35. Perolehan peningkatan karakter dalam kategori sedang bukan berarti

pengembangan modul tidak memberikan hasil yang maksimal. Hal ini

dikarenakan jangka waktu penelitian yang terbatas.

I Gusti Ayu Rusmiati, dkk (2003) melakukan penelitian dengan judul

“Pengembangan Modul IPA dengan Pendekatan Kontekstual untuk Kelas V SD

Negeri 2 Semarapura Tengah”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui

bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil belajar sebelum dan sesudah

menggunakan modul IPA kontekstual. Nilai rata-rata pretest sebesar 52,33 dan

nilai rata-rata posttest siswa yakni 81,67 berada pada kualifikasi baik dan berada

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

26

di atas KKM mata pelajaran IPA sebesar 70. Melihat rata-rata nilai posttest lebih

besar dari rata-rata nilai pretest dapat disimpulkan bahwa penggunaan modul IPA

dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Nasrul Fauzi (2015) melakukan penelitian “Pengembangan Modul

Pembelajaran IPA Berbasis Nilai-Nilai Humanis John P. Miller untuk

Meningkatkan Kepekaan Sosial Peserta Didik MI/SD Kelas IV”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan layak digunakan sebagai media

pembelajaran. Hal ini didasarkan pada skor penilaian yang diperoleh melalui

tahap uji coba yang mencapai kategori baik. Observasi nilai-nilai humanis

(kepekaan sosial) pada uji coba skala kecil mencapai 87,01% dan pada uji coba

skala besar sebelum penggunaan modul mencapai 46,5% menjadi 83% setelah

menggunakan modul yang berarti kepekaan sosial siswa meningkat secara

signifikan.

Berdasarkan beberapa penelitian relevan diatas peneliti akan melakukan

penelitian serupa dengan pengembangan bahan ajar modul pembelajaran tematik

integratif subtema Hubungan Makhluk Hidup dalam Ekosistem pendekatan

saintifik untuk kelas 5 SD.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam kegiatan proses belajar mengajar diperlukan bahan ajar yang

mendukung ketercapaian kompetensi siswa yang diharapkan. Bahan ajar dapat

berupa modul pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk mempermudah

siswa dalam memahami materi. Berdasarkan penjelasan dalam kajian teori

sebelumnya bahwa untuk membuat modul pembelajaran yang baik harus

memperhatikan beberapa hal. Penggunaan modul pembelajaran yang dilakukan

oleh penelitian sebelumnya terbukti efektif dalam menunjang proses pembelajaran

serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Melihat permasalahan yang terjadi dalam mengimplementasikan

kurikulum 2013 yang berkenaan dengan buku pegangan siswa yang masih

dipandang sebagai sumber belajar utama peneliti akan mengembangkan modul

pembelajaran dengan subtema Hubungan Makhluk Hidup dalam Ekosistem.

Modul yang dikembangkan diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10913/2/T1_292012116_BAB II... · Disebutkan pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ... Yayasan

27

materi dan melatih kemandirian siswa dalam proses belajar mengajar. Modul

disusun berdasarkan karakteristik siswa dan berisi substansi yang bersifat

kontekstual sesuai dengan kehidupan sehari-hari siswa. Materi yang disajikan

dalam modul dikemas berbasis tema agar muatan dalam modul tidak lagi terpisah-

pisah. Selain itu materi yang ada pada modul diajarkan melalui pendekatan

saintifik untuk melatih tingkat berpikir siswa serta metih daya kreativitas.

Dengan mengembangkan modul pembelajaran tematik integratif dengan

pendekatan saintifik diharapkan efektivitas pembelajaran dapat tercapai dan

tentunya meningkatkan hasil belajar siswa.

2.4 Hipotesis Pengembangan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan di atas,

maka dapat dirumuskan hipotesis pengembangan sebagai berikut:

1. Modul pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik untuk siswa kelas 5 SD

dapat dikembangkan dengan model desain pembelajaran ADDIE dengan

langkah analysis, design, development, implementation, dan evaluation.

2. Modul pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik untuk siswa kelas 5 SD

pembelajaran tematik integratif valid.

3. Modul pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik untuk siswa kelas 5 SD

pembelajaran tematik integratif efektif.