BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon,...

28
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian mengenai tindak tutur dan prinsip kesantunan telah banyak dilakukan sebelumnya.Adapun beberapa penelitian tersebut antara lain sebagai berikut. Skripsi Nisa Afifah (2012), Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR), Universitas Sebelas Maret, berjudul Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Berbahasa Pemasar Kepada Konsumen dalam Penawaran Program Solusi Haji dan Umrah di PT Arminareka Perdana Cabang Solo: Suatu Tinjauan Pragmatik. Dalam penelitian tersebut diangkat dua permasalahan yaitu: 1) Bagaimana tindak tutur direktif antara pemasar kepada konsumen dalam penawaran program solusi haji dan umrah di kantor perwakilan PT ARP cabang Solo? 2) Bagaimana bentuk wujud kesantunan baik yang menaati maupun yang melanggar prinsip kesantunan dalam penawaran program solusi haji dan umrah di kantor perwakilan PT ARP cabang Solo?Simpulan dari penelitian tersebut meliputi dua hal, yaitu sebagai berikut. Pertama,dalam tuturan langsung yang digunakan pemasar kepada konsumen dalam penawaran program solusi haji dan umrah di PT ARP cabang Solo ditemukan delapan macam tindak tutur direktif, yaitu menyarankan, memerintah, mengajak, mengingatkan, meminta, membujuk, mempersilakan, dan melarang. Kedua, berdasarkan parameter kesantunan Geoffrey Leech ditemukan enam maksim yang dipatuhi oleh tuturan pemasar, yaitu meliputi: maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim 10

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon,...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian mengenai tindak tutur dan prinsip kesantunan telah banyak

dilakukan sebelumnya.Adapun beberapa penelitian tersebut antara lain sebagai

berikut.

Skripsi Nisa Afifah (2012), Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan

Seni Rupa (FSSR), Universitas Sebelas Maret, berjudul Tindak Tutur Direktif dan

Kesantunan Berbahasa Pemasar Kepada Konsumen dalam Penawaran Program

Solusi Haji dan Umrah di PT Arminareka Perdana Cabang Solo: Suatu Tinjauan

Pragmatik. Dalam penelitian tersebut diangkat dua permasalahan yaitu: 1)

Bagaimana tindak tutur direktif antara pemasar kepada konsumen dalam

penawaran program solusi haji dan umrah di kantor perwakilan PT ARP cabang

Solo? 2) Bagaimana bentuk wujud kesantunan baik yang menaati maupun yang

melanggar prinsip kesantunan dalam penawaran program solusi haji dan umrah di

kantor perwakilan PT ARP cabang Solo?Simpulan dari penelitian tersebut

meliputi dua hal, yaitu sebagai berikut. Pertama,dalam tuturan langsung yang

digunakan pemasar kepada konsumen dalam penawaran program solusi haji dan

umrah di PT ARP cabang Solo ditemukan delapan macam tindak tutur direktif,

yaitu menyarankan, memerintah, mengajak, mengingatkan, meminta, membujuk,

mempersilakan, dan melarang. Kedua, berdasarkan parameter kesantunan

Geoffrey Leech ditemukan enam maksim yang dipatuhi oleh tuturan pemasar,

yaitu meliputi: maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim

10

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

11

kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Sementara itu,

ditemukan pula empat maksim yang dilanggar oleh tuturan pemasar kepada

konsumen, yaitu maksim kearifan, kedermawanan, maksim kerendahan hati, dan

maksim kesepakatan.

Skripsi Esti Ekawati (2013), Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan

Seni Rupa (FSSR), Universitas Sebelas Maret, berjudul Tindak Tutur Direktif dan

Prinsip Kesantunan dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Depok Jaya Kota (Suatu

Tinjauan Pragmatik). Dalam skripsi tersebut diangkat dua permasalahan yaitu: 1)

Bagaimanakah jenis tindak tutur direktif antara penjual dan pembeli dalam

transaksi jual beli di pasar Depok Jaya Kota Depok? 2) Bagaimanakah prinsip

kesantunan baik yang mematuhi maupun melanggar antara penjual dan pembeli

dalam transaksi jual beli di pasar Depok Jaya Kota Depok?Berdasarkan analisis

data yang dilakukaan dalam penelitian tersebut, diperoleh simpulan sebagai

berikut. 1) Jenis tindak tutur yang ditemukan dalam transaksi jual beli di pasar

Depok Jaya Kota Depok meliputi delapan subtindak tutur, yaitu,mempersilakan,

meminta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak,

danmendesak, 2) Jenis prinsip kesantunan antara penjual dan pembeli yang

ditemukan dalam transaksi jual beli di pasar Depok Jaya Kota Depok meliputi

empat maksim pelanggaran, yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan,

maksim kesepakatan, dan maksim pertimbangan. Melalui pematuhan dan

pelanggaran prinsip kesantunan maka akan dapat diketahui tingkat kesantunan

dalam berbahasa.

Skripsi Kurnia Nur Hidayatullah (2016) Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas

Ilmu Budaya (FIB), Universitas Sebelas Maret, berjudul Tindak Tutur Direktif

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

12

dan Kesantunan Imperatif pada Papan Pengumuman dan Informasi di Wilayah

Surakarta.Penelitian ini mengangkat dua permasalahan, yaitu: 1) Jenis tindak

tutur apa sajakah yang terdapat pada papan pengumuman informasi di wilayah

Surakarta? 2) Bagaimana kesantunan imperatif yang terdapat pada papan

pengumuman informasi di wilayah Surakarta? Dari analisis data peneliti

menyimpulkan terdapat tujuh jenis tindak tutur direktif yang ditemukan, ketujuh

tindak tutur tersebut meliputi meminta, menyuruh, melarang, mengingatkan,

mengharapkan, memohon, dan menyarankan. Serta ditemukan adanya lima

maksim prinsip kesantunan, yaitu maksim kearifan, kedermawanan, maksim

kesepakatan, maksim simpati,dan maksim kerendahan hati.

Berdasarkan ulasan dari penelitian-penelitian terdahulu tersebut, dengan

demikian penelitian berjudul Tindak Tutur dan Prinsip Kesantunan

TrainerOutbound Kota Surakarta (Suatu Kajian Pragmatik)memiliki

perbedaan.Dari segi penelitian mengenai tindak tutur dengan menggunakan teori

Kreidler, penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih

mendetail sampai pada tataran yang menjelaskan situasi-situasi yang

melatarbelakangi munculnya suatu jenis tindak tutur.Sementara itu, dari segi

penelitian kesantunan, sumber data pada penelitian ini memiliki karakteristik yang

unik.Trainer outboundsebagai sumber data merupakan pihak atau penutur yang

memiliki otoritas atau kekuatan penuh atas mitra tuturnya, namun di lain sisi

penutur tidak dapat menggunakan otoritasnya tersebut secara penuh sebagai suatu

strategi kesantunan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

13

B. Landasan Teori

1. Pragmatik

Pragmatik pertama kali muncul dari pemikiran seorang filsuf, Charles

Morris (1938), yang memiliki perhatian khusus terhadap ilmu semiotik atau

ilmu tentang sistem tanda.Morris merumuskan ilmu semiotik menjadi tiga

konsep dasar, yaitu sintaktik, semantik, dan pragmatik. Morris beranggapan

sintaktik berkaitan dengan hubungan formal antara tanda-tanda bahasa dengan

makna secara struktural dalam kalimat, sedangkan semantik mempelajari

hubungan antara tanda dengan objek, dan pragmatik mempelajari hubungan

antara tanda dengan penafsir (interpreters)(Rohmadi, 2010:3-4).

Setelah istilah pragmatik dimunculkan oleh Morris, pemahaman

mengenai pragmatik terus berkembang.Hal tersebut ditandai dengan

bermunculannya beberapa pengertian mengenai pragmatik oleh para ahli.

Pengertian tersebut di antaranya oleh Searle, Kiefre, Bierwisch (dalam Nadar,

2009:5), “Pragmatics is one of those words that‟s gives the impression that

something it has no clear meaning” (Pragmatik merupakan suatu istilah yang

mengesankan bahwa suatu yang sangat khusus dan teknis sedang menjadi

objek pembicaraan, padahal istilah tersebut tidak mempunyai arti yang jelas).

Definisi lain mengenai pragmatik disampaikan pula oleh Levinson

(dalam Nadar, 2009:4) sebagai berikut. “Pragmatic is the study of those

relation between language and context that are grammaticalized, or encoded

in the structure of language” (Pragmatik merupakan kajian hubungan antara

bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur

bahasa).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

14

Parker (dalam Wijana, 1996: 2) berpendapat “Pragmatic is distinct

from grammar, which is study of the internal structure of language. Pragmatic

is the study of how language is used to communicate.” (Pragmatik adalah

cabang ilmu yang mempelajari struktur bahasa bahasa secara internal, yaitu

bagaimana satuan bahasa itu digunakan dalam komunikasi).

Sementara itu, Yule mengungkapkan pendapatnya mengenai pragmatik

melalui rumusan-rumusan batasan dalam bukunya yang berjudul Pragmatics

(terjemahan Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006:3-4) sebagai

berikut.

a) Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur.

b) Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual.

c) Pragmatik adalah studi tentang bagaimana lebih banyak yang

disampaikan dibandingkan yang dituturkan.

d) Pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan.

Sementara itu menurut Leech, pragmatik merupakan studi tentang

makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi atau aspek-aspek tutur

(terjemahan Oka, 2011:8).

2. Aspek-Aspek Situasi Ujar

Sehubungan dengan studi pragmatik yang merupakan kajian makna

yang berkaitan dengan situasi tutur, Leech (terjemahan Oka, 2011:19-20)

mengemukakan sejumlah aspek tutur yang perlu dipertimbangkan dalam

rangka studi pragmatik, sebagai berikut.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

15

a) Yang menyapa (penyapa) dan yang disapa (pesapa)

Pesapa dan penyapa atau biasa disebut juga dengan sebutan

penutur dan petutur yaitu peserta dalam tuturan.

b) Konteks tuturan

Aspek-aspek yang gayut dengan lingkungan fisik dan lingkungan

sosial suatu tuturan.

c) Tujuan tuturan

Tujuan tuturan merupakan hal yang melatarbelakangi terjadinya

tuturan.

d) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak tutur.

Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau perfomasi-

perfomasi verbal yang terjadi dalam situasi tertentu.

e) Tuturan sebagai produk tindak verbal

Sebagai produk suatu tindak verbal (bukan tindak verbal itu

sendiri) tuturan sebaiknya mengacu pada contoh-contoh maujud-

maujud gramatikal yang digunakan dalam situasi tertentu.Suatu

tuturan merupakan contoh atau tanda kalimat tetapi bukanlah

sebuah kalimat.

3. Tindak Tutur

Teori tindak tutur pertama kali dicetuskan oleh Austin pada 1955 di

Universitas Harvard, yang kemudian diterbitkan pada 1962 dengan judul

“How to Do Things with Words”. Lebih detail dalam tulisan tersebut, Austin

mengungkapkan bahwa pada dasarnya saat seseorang mengatakan sesuatu,

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

16

seseorang tersebut juga sedang melakukan sesuatu. Pada saat seseorang

menggunakan kata-kata kerja promise “berjanji”, apologize “minta maaf”,

name “menamakan”, pronounce “menyatakan”, maka sebenarnya yang

bersangkutan tidak hanya sedang mengucapkan, melainkan juga sedang

melakukan tindakan berjanji, meminta maaf, menamakan, dan memberikan

pernyataan. Tuturan-tuturan tersebut disebut tuturan performatif, sedangkan

kata kerjanya disebut kata kerja performatif (dalam Nadar, 2009:11).

Menurut Austin tuturan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

tuturan konstantif (constantive) dan tuturan performatif (performative).

Tuturan konstantif merupakan tuturan yang digunakan untuk menyatakan

sesuatu,sedangkan tuturan performatif merupakan tuturan yang dituturkan

untuk melakukan sesuatu (1968:1-11).

Selanjutnya, Austin mengembangkan lagi teori tindak tuturnya dengan

membagi klasifikasi tuturan performatif ke dalam tiga jenis, yaitu tindak

lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak

perlokusi (perlocutionary act) (1968:94-107). Berikut adalah penjelasan

mengenai ketiga jenis tindak tutur tersebut.

a) Tindak Lokusi

Tindak lokusi merupakan tuturan yang menyatakan sesuatu, atau

sering disebut juga dengan The Act of Saying Somethings.Tindak

tutur lokusi dituturkan oleh penuturnya dengan tujuan

menginformasikan atau menyatakan sesuatu.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

17

b) Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi merupakan tuturan yang tidak hanya berfungsi

untuk menginformasikan sesuatu, melainkan juga untuk melakukan

suatu tujuan sesuai dengan situasi tutur yang melingkupi. Tindak

tutur ilokusi sering disebut dengan The Act of Doing Somethings.

c) Tindak Perlokusi

Tindak perlokusi merupakan tuturan yang memiliki daya pengaruh

dan memang dimaksudkan untuk mempengaruhi atau memberikan

efek bagi mitra tutur.

Selanjutnya, murid Austin yaitu Searle mengembangkan teori

tindak tutur yang telah dicetuskan oleh gurunya. Searle membagi tindak

ilokusi ke dalam lima kategori berikut (Searle,1999:12-17).

a) Asertif (Assertives)

Inti dari tindak tutur asertif adalah tuturan yang membuat penutur

terikat pada suatu keadaan kebenaran suatu preposisi yang

diungkapkan (Searle, 1999:12). Sementara itu, dalam buku

Foundations of Illocutionary Logic (1985:182), Searle

menyebutkan bentuk tuturan yang termasuk ke dalam tindak tutur

asertif antara lain, affirm “menegaskan”, state “menyatakan”, deny

“mengingkari”, disclaim “menyangkal”, argue “berpendapat’,

notify “memberitahukan, remind “mengingat”, dan sebagainya.

b) Direktif (Directives)

Tindak tutur direktif adalah tuturan yang dituturkan penutur

dengan tujuan menghasilkan suatu efek berupa suatu tindakan yang

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

18

dilakukan oleh mitra tutur, termasuk di dalam kategori ini

yaitucommand “memerintah”, request “meminta”, beg

“memohon”, advise “menasihati”, dan sebagainya (1999:13-14).

c) Komisif (Commisives)

Tindak tutur komisif merupakantindak tutur ilokusi yang membuat

penutur terikat pada suatu tindakan di masa depan (1999:14).

Dalam buku Foundations of Illocutionary Logic(1985:182), Searle

menyebutkantermasuk dalam kategori ini adalahcommit

“berkomitmen”, promise “berjanji”, swear “bersumpah”, offer

“menawarkan”, dan sebagainya.

d) Ekspresif (Expressive)

Tindak tutur ilokusi yang termasuk dalam kategori ekspresif adalah

tuturan yang berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan

sikap psikologis terhadap keadaan atau situasi yang tersirat dalam

ilokusi, termasuk dalam kategori ini misalnya mengucapkan,

thank“terima kasih”, congrulate “mengucapkan

selamat”,apologizei “meminta maaf”, condole“mengucapkan

belasungkawa”, dan sebagainya (1999:15).

e) Deklarasi (Declarations)

Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur ilokusi yang akan

mengakibatkan adanya perubahan status atau kondisi suatu objek

(1999:17).Dalam buku Foundations of Illocutionary

Logic(1985:182), Sarle menyebutkan termasuk dalam kategori ini

adalah declare “mendeklarasikan”, resign “mengundurkan diri”,

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

19

adjourn “menunda”, appoint “mengangkat”, nominate

“mencalonkan”, dan sebagainya.

Teori tindak tutur berikutnya dikemukakan oleh Kreidler dalam

bukunya yang berjudul Introducing English Semantic (2002:183)

menyebutkan, umumnya setiap tuturan mempunyai maksud. Untuk

mengerti maksud tersebut, mitra tutur perlu memaknai setiap tuturan

secara tepat, dengan memperhatikan situasi sosial yang meliputi tuturan

tersebut. Oleh karena itu, dalam menyampaikan suatu tuturan, penutur

juga harus menyampaikan tuturan dengan cara yang tepat, sehingga mitra

tutur dapat mengerti maksud dari tuturan tersebut.

Selanjutnya, Kreidler membagi tindak tutur ke dalam tujuh jenis

tindak tutur berikut.

a) Kreidler (2002:183-184) menyebutkan tindak tutur asertif,

yaitu tindak tutur yang digunakan penutur untuk

menyampaikan sesuatu yang penutur ketahui atau penutur

yakini, sehingga tindak tutur asertif selalu didasarkan pada

fakta. Tindak tutur asertif mempunyai tujuan

menginformasikan sesuatu. Tindak tutur asertif masih

digolongkan dalam enam jenis sebagai berikut.

1) Terfokus pada informasi, misalnya mengumumkan,

menjelaskan, menyatakan, menyebut, memproklamirkan,

melaporkan, menunjukkan dan sebagainya.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

20

2) Terfokus pada nilai kebenaran tuturan, misalnya

menegaskan, membuktikan, menduga, menjamin, bertaruh,

berpendapat, dan sebagainya.

3) Terfokus pada komitmen penutur terkait tuturan, misalnya

menceritakan rahasia, menyangkal, memprotes.

4) Terfokus pada cara penutur menyampaikan tuturan,

misalnya mengisyaratkan, mengenal, menekankan.

5) Terfokus pada keaslian isi tuturan, misalnya diktat, narasi

atau cerita, pengajaran.

6) Terfokus pada sudut pandang, misalnya memprediksi,

mengingat.

b) Tindak tutur performatif, yaitu tindak tutur yang berkaitan

dengan tanggung jawab atau wewenang yang dimiliki

seseorang, termasuk dalam tindak tutur performatif, penawaran,

pencopotan, pembaptisan, penahanan, pernikahan,

pengumuman persidangan. Tuturan-tuturan yang termasuk

dalam tindak tutur performatif tersebut akan berlaku jika

dituturkan oleh seorang yang memang berwenang untuk

menuturkan tindak tutur tersebut (Kreidler, 2002:185).

c) Kreidler (2002:187) mengungkapkan tindak tutur verdikatif

merupakan tindak tutur yang terjadi ketika penutur membuat

penilaian tentang suatu tindakan yang dilakukan oleh mitra

tutur, termasuk di dalam tindak tutur verdikatif adalah

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

21

penilaian dan pemaafan.Secara umum, tindak tutur verdikatif

dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Tindak tutur verdikatif yang didasari tindakan yang positif,

misalnya menghormat, memuji, memberi selamat.

2) Tindak tutur verdikatif yang didasari pada tindakan yang

menguntungkan penutur, misalnya berterima kasih.

3) Tindak tutur verdikatif yang didasari tindakan yang dinilai

negatif, misalnya menegur, menyalahkan, menuduh.

d) Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang

berhubungan dengan retrospektif dan melibatkan apa yang

sedang dirasakan oleh penutur, termasuk dalam tindak tutur

ekspresif adalah mengakui kesalahan, meminta maaf,

menyangkal (Kreidler, 2002:188).

e) Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang terjadi ketika

penutur mencoba untuk memerintahkan suatu tindakan kepada

mitra tutur. Secara umum terdapat tiga macam tuturan direktif

yaitu memerintah, meminta, dan menyarankan (Kreidler,

2002:189-190).

f) Kreidler (2002:192) menyebutkan tindak tutur komisif

merupakan tindak tutur yang berhubungan dengan kesesuaian

antara tindakan yang dilakukan penutur dengan tuturan yang

telah penutur tuturkan. Tindak tutur komisif dibagi dalam tiga

golongan sebagai berikut.

1) Respons berupa tindakan, misalnya menyetujui, menolak.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

22

2) Respons bukan berupa tindakan, melainkan berupa

motivasi diri, misalnya melakukan ancaman, atau

sebaliknya mengajukan diri (untuk perbuatan baik),

3) Berfokus pada nilai atau isi tuturan, misalnya berjanji,

bersumpah.

g) Tindak tutur fatis memiliki tujuan untuk menciptakan

hubungan antaranggota dalam suatu hubungan sosial. Tindak

tutur fatis tidak memiliki fungsi yang nyata melebihi

kepentingan berdiskusi, hal tersebut karena tindak tutur fatis

tidak begitu penting keberadaannya, termasuk di dalamnya,

menyapa, memberi salam, sampai jumpa (Kreidler, 2002:194).

Penelitian mengenai tindak tutur ini mengacu pada teori tindak

tutur yang digagas Kreidler. Hal tersebut karena teori tindak tutur dari

tokoh tersebut merupakan teori yang paling sesuai untuk digunakan dalam

menganalisis data tindak tutur trainer outbound kota Surakarta.

4. Alat Penunjuk Tekanan Ilokusi (APTI)

Yule (terjemahan Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab,

2006:85-86) mengungkapkan bahwa APTI yang paling jelas yang dapat

menunjukkan tekanan ilokusi pada suatu tuturan adalah adanya kata kerja

performatif dalam tuturan tersebut, misalnya pada contoh berikut:

a) Saya berjanjibahwa…

Pada contoh di atas, kata kerja performatif ditunjukkan pada kata

yang bercetak tebal.Melalui kata-kata tersebut, diketahui bahwa tindakan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

23

ilokusi yang terkandung pada tuturan tersebut adalah tindakan berjanji.

Selain itu, Yule juga menjambahkan (terjemahan Indah Fajar Wahyuni dan

Rombe Mustajab, 2006:85-86) APTI yang lain dapat pula muncul dalam

bentuk urutan kata atau perkataan, tekanan, dan intonasi.

5. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung

Secara formal kalimat dibedakan menjadi kalimat berita

(deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif).

Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk menyampaikan suatu

informasi, kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah

digunakan untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, dan

permohonan. Penggunaan kalimat secara konvensional tersebut merupakan

bentuk dari tindak tutur langsung (direct speech act) (Wijana, 1996:30).

Contoh:

(a) Buronan teroris itu akhirnya tertangkap.

(b) Buatkan aku secangkir kopi!

Selain tindak tutur langsung, terdapat pula tindak tutur tidak

langsung (indirect speech act) yang dapat berupa kalimat tanya maupun

kalimat berita, tujuannya agar orang yang diperintah melakukan perintah

tersebut, tanpa merasa dirinya diperintah (Wijana, 1996:30). Contoh:

(c) Adik : “Ibu, sepatuku sudah kekecilan.”

Ibu : “Iya Dik, besok kita beli sepatu, ya?”

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

24

6. Kesantunan

Menurut Gunarwan (1994:87), terdapat beberapa pakar yang telah

membahas kesantunan berbahasa di antaranya Lakoff, Fraser, Brown-

Levinson, dan Leech. Secara umum perbedaan pembahasan mengenai

kesantunan berbahasa dari keempat tokoh tersebut terdapat pada sudut

pandang wujud kesantunan yang digunakan (kaidah sosial).

a. Kesantunan Menurut Lakoff

Lakoff menyebutkan tiga kaidah kesantunan yang

digunakan yang harus dipenuhi dalam menerapkan kesantunan

berbicara.Kaidah kesantunan yang pertama bahwa penutur

seharusnyatidak memaksakan kehendak atau angkuh kepada

lawan bicara.Kaidah kesantunan yang kedua dapat dijabarkan

seorang penutur memberikan suatu pilihan kepada lawan

bicara. Kaidah kesantunan yang ketiga dapat dijabarkan bahwa

penutur harus bertindak atau bertutur seolah-olah bahwa lawan

bicara berkedudukan sama dengan penutur atau membuat

lawan bicara merasa senang dengan tuturan penutur. Dengan

demikian, menurut Lakoff, suatu tuturan dikatakan santun jika

tidak terdengar angkuh, memaksa, memberikan pilihan kepada

lawan bicara dan membuat lawan bicara merasa senang melalui

tuturan penutur (Gunarwan, 1994:87-88).

Menurut Lakoff (2005) kesantunan berbahasa

menghubungkan bahasa, (termasuk di dalamnya sintaksis,

sosiolinguistik, dan pragmatik) dengan psikologi, dan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

25

sosial.Untuk mengkaji kesantunan kaitannya dengan peran atau

pelaku atau penutur dikaji melalui sudut pandang pragmatik,

sedangkan berdasarkan kaitannya dengan konteks sosial,

kesantunan dikaji dengan menggunakan sosiolingustik.

b. Kesantunan Menurut Fraser

Fraser mengungkapkan kesantunan tidak berdasarkan

pada kaidah-kaidah, melainkan berdasarkan strategi.Fraser juga

beranggapan kesantunan merupakan properti atau bagian dari

tuturan.Selain itu, suatu tuturan dapat dikatakan santun atau

tidaknya berdasarkan penilaian dari pendengar (Gunarwan,

1994:88).

Menurut Fraser, kesantunan dari suatu tuturan dapat

diukur berdasarkan pemenuhan hak dan kewajiban penyerta

interaksi. Dalam hal ini yang dimaksud hak dan kewajiban

penutur dan lawan bicara adalah menyangkut hal-hal yang

diperbolehkan atau tidak diperbolehkan untuk dituturkan serta

cara dari penutur menuturkan tuturan tersebut (Gunarwan,

1994:88-89).

c. Kesantunan Menurut Brown dan Levinson

Gunarwan (1994:90), menjelaskan bahwa teori

kesantunan Brown dan Levinson berkisar pada nosi muka

(face). Sebuah tindak tutur merupakan tindakan mengancam

muka, atau yang oleh Brown dan Levinson disebut dengan

Face Threatening Act (FTA).

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

26

Brown dan Levinson (1988:61), membagi muka dalam

dua jenis yaitu muka positif dan muka negatif. Muka postif

merupakan keinginan seseorang untuk mendapatkan

penghargaan, sedangkan muka negatif merupakan keinginan

seseorang agar tindakannya tidak dihalangi oleh orang lain

Brown dan Levinson (1988:74) menyebutkan faktir-

faktor yang mempengaruhi FTA, di antaranya sebagai berikut:

1) jarak sosial antara penutur dan mitra tutur, 2) besar

kekuasaan atau dominasiantara penutur dan mitra tutur, dan 3)

status relatif dari tindak tutur dalam budaya bersangkutan.

Sementara itu, Menurut Brown dan Levinson (1988:69-

70) terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan dalam

FTA antara lain sebagai berikut.

1) On baldy (Strategi tanpa basa-basi)

Termasuk di dalam strategi langsung atau tanpa

basa-basi antara lain, perintah secara langsung,

klarifikasi, permintaan secara langsung.

2) Positive politeness (Strategi kesantunan positif)

Berorientasi terhadap muka positif dari mitra tutur,

citra positif mitra tutur.Strategi kesantunan positif

juga berkaitan dengan rasa hormat penutur terhadap

keinginan mitra tutur.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

27

3) Negative politeness (Strategi kesantunan negatif)

Berorientasi pada usaha untuk menyelamatkan

muka negatif mitra tutur.Strategi kesantunan negatif

berkaitan dengan keinginan mitra tutur untuk

mempertahankan keyakinan diri.

4) Off the record (Strategi tidak langsung)

Termasuk di dalam strategi tidak langsung antara

lain, bentuk metafora dan ironi, pertanyaan retoris,

keterangan yang mengecilkan permasalahan, dan

bentuk pengulangan.

5) Don‟t do the FTA(Tidak menggunakan FTA)

Dengan tidak menggunakan FTA penutur berusaha

menghindari tindakan yang menyinggung mitra

tutur.

d. Kesantunan Menurut Leech

Leech (dalam terjemahan Oka, 2011:124) beranggapan

bahwa prinsip kerja sama berfungsi untuk mengatur apa yang

dikatakan oleh peserta tutur sehingga tuturan tersebut mampu

terarah pada suatu wacana, sedangkan untuk mengatur aturan-

aturan dalam peristiwa tutur, digunakan prinsip kesantunan

yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding prinsip kerja

sama. Prinsip kesantunan berfungsi menjaga keseimbangan

antara hubungansosial dengan keramahan, yang dengan

keseimbangan tersebut diharapkan bahwa peserta tutur juga

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

28

dapat berhasil menerapkan prinsip kerja sama dalam

tuturannya. Oleh karena itu, Leech memandang prinsip

kesantunan berada di luar dari prinsip kerja sama.

Leech (dalam terjemahan Oka, 2011:206-207) membagi

prinsip kesantunan ke dalam enam maksim, sebagai berikut.

1) Maksim Kearifan (Tact Maxim)

Maksim kearifan berdasar pada dua segi yaitu

segi negatif dan segi positif.Segi negatif berpegang

pada prinsip “memberikan kerugian yang sekecil

mungkin bagi petutur”, sehingga menghasilkan segi

positif yaitu “memberikan keuntungan yang sebesar

mungkin bagi petutur”.Untuk menerapkan maksim

kearifan, penutur harus mengarahkan petutur untuk

memberikan respon berupa ilokusi yang positif (Leech,

dalam terjemahan Oka, 2011:170-171).

2) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Maksim kedermawanan berpegang pada prinsip

“membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan

atau membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin”

(Leech, dalam terjemahan Oka, 2011:209).

3) Maksim Pujian (Aprobation Maxim)

Maksim pujian berpegang pada prinsip untuk

“sedikit mungkin mengecam orang lain, dan atau

sebanyak mungkin memberikan pujian untuk orang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

29

lain.” Maksim pujian mempunyai nama lain yang

bermakna negatif yaitu maksim rayuan. Maksim rayuan

disematkan untuk tuturan pujian yang tidak tulus

(Leech, dalam terjemahan Oka, 2011:211).

4) Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)

Maksim kerendahan hati dirumuskan dalam

prinsip “memuji diri sendiri sesedikit mungkin dan atau

mengecam diri sendiri sebanyak mungkin” (Leech,

dalam terjemahan Oka, 2011:214).

5) Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)

Maksim kesepakatan berpegang pada prinsip

“usahakan agar ketidaksepakatan diri sendiri dengan

orang lain sekecil mungkin” dan “usahakan agar

kesepakatan antara diri sendri dan orang lain terjadi

sebanyak mungkin” (Leech, dalam terjemahan Oka,

2011:207).

6) Maksim Simpati (Sympathy Maxim)

Maksim simpati berpegang pada prinsip

“kurangi rasa antipati antara diri sendiri dengan orang

lain sekecil mungkin” dan “tingkatkan rasa simpati

antara diri sendiri dengan orang lain” (Leech, dalam

terjemahan Oka, 2011:207).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

30

Selain berdasarkan maksim-maksim, menurut Leech

kesantunan tuturan juga dapat dilihat berdasarkan beberapa

skala sebagai berikut.

1) Skala Untung Rugi

Skala untung rugi berdasarkan pada perkiraan

keuntungan atau kerugian tindakan mitra tutur bagi

penutur atau bagi mitra tutur.Skala untung rugi terdiri

dari dua macam skala, yaitu untung rugi bagi penutur

dan untung rugi bagi petutur.Dua amacam skala untung

rugi tersebut saling bergantung tapi mungkin juga skala

keberagaman skala yang satu terlepas dari keberagaman

skala yang lain (Leech, dalam terjemahan Oka,

2011:194-195).

2) Skala Kemanasukaan

Skala kemanasukaan mengurut pada ilokusi-

ilokusi menurut jumlah pilihan yang diberikan oleh

penutur kepada petutur (Leech, dalam terjemahan Oka,

2011:195).Skala manasuka menunjuk pada banyak atau

sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada

petutur dalam peristiwa tutur.Semakin banyak dan

leluasanya pilihan yang diberikan oleh penutur kepada

petutur, maka tuturan tersebut dianggap semakin santun

dan berlaku pula sebaliknya (Rahardi, 2005:67).

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

31

3) Skala Ketaklangsungan

Skala ketaklangsungan dilihat dari sudut

pandang penutur, skala ini mengurut ilokusi-ilokusi

menurut panjang jalan yang menghubungkan tindak

ilokusi dengan tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis

cara tujuan. Selain itu, skala ketaklangsungan juga

dapat dilihat dari sudut pandang petutur, yaitu dengan

panjangnya jalan inferensial yang dibutuhkan oleh

makna sampai ke daya. Kedua sudut pandang ini

memiliki banyak kesepadanan karena dari sudut

pandang petutur untuk menginterpretasi rekonstruksi

langkah demi langkah pemahaman petutur mengenai

strategi ilokusi penutur.Oleh karena itu, dalam

membahas ketaklangsungan, biasanya sudut pandang

penutur tidak perlu dibedakan dengan sudut pandang

petutur (Leech, dalam terjemahan Oka, 2011:195).

4) Skala Otoritas

Menurut Leech skala otoritas dapat

digambarkan dengan sumbu vertikal yang mengukur

jarak sosial menurut “kekuasaan” atau otoritas yang

dimiliki seorang pemeran serta pemeran lain. Skala ini

merupakan skala yang bersifat asimetris, artinya

seseorang yang memiliki kekuasaan atau otoritas dapat

menggunakan bentuk sapaan yang akrab kepada orang

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

32

lain, tetapi orang yang disapa akan menjawab dengan

hormat (dalam terjemahan Oka, 2011:199).

5) Skala Jarak

Leech menjelaskan skala jarak sosial merupakan

skala yang diukur dari sumbu horizontal yang

mengukur sebuah faktor yang oleh Brown dan Gilman

disebut faktor “solidaritas” (solidarity), sedangkan

Leech menyebutnya “jarak sosial” (social distance).

Menurut skala ini, derajat rasa hormat yang ada pada

sebuah situasi tutur tertentu, sebagian bergantung pada

faktor yang relatif permanen, yaitu usia, kedudukan,

keakraban, dan sebagainya (dalam terjemahan Oka,

2011:199).

Pada penelitian ini peneliti memilih menggunakan teori

kesantunan yang digagas oleh Leech. Hal tersebut dikarenakan

menurut peneliti teori kesantunan Leech merupakan teori yang

paling sesuai untuk dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis

penerapan prinsip kesantunan dalam tindak tutur trainer

outbound kota Surakarta saat memandu kegiatan outbound.

7. Outbound

Ancok (2007:4) berpendapat, outbound merupakan sebuah metode

pelatihan atau pembelajaran yang menggunakan pendekatan belajar melalui

pengalaman pribadi (experience learning). Dengan adanya pengalaman

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

33

langsung terhadap sebuah fenomena, orang akan lebih mudah menangkap

esensi pengalaman tersebut. Outbound akan memberikan pengalaman pada

peserta, pengalaman akan kesuksesan dan kegagalan dalam permainannya,

sehingga melatih peserta untuk tepat bersikap, bersikap untuk meraih

kesuksesan maupun bersikap ketika mengalami kegagalan.

Sanoesi dalam buku Panduan Outbound 1 Low Game Impact

(2010:10-11) menjelaskan perkembangan outbound bermula dari seorang

pimpinan kelompok pelaut Blue Funnel Lines bernama Lawrence Holt yang

meminta seorang pendidik asal Jerman, Kurt Hahn untuk memberikan

motivasi sekaligus pelatihan kepada awak kapalnya. Pelatihan tersebut

bertujuan untuk menumbuhkan keberanian dan percaya diri awak kapal yang

tengah diselimuti rasa takut akibat perang dunia II. Hahn menyampaikan

pelatihan dalam bentuk outward bound (sekarang disebut outbound).

Selanjutnya outward bound berkembang dan masuk di Asia pertama

kali di Malaysia pada 1950, sedangkan di Indonesia outward bound pada 1990

ditandai dengan berdirinya sebuah lembaga penyedia jasa pelatihan bernama

Outward Bound Indonesia yang didirikan oleh Djoko Kusumowidagdo.

Pergeseran penggunaan istilah outward bound menjadi outbound

bermula dari mulai banyak bermunculannya lembaga penyedia jasa pelatihan

yang menyertakan kata “ward” dalam label usahanya. Khawatir akan adanya

tuntutan hukum dari pemilik label “outward” yang sesungguhnya yaitu Kurt

Hahn dengan penyedia jasa pelatihannya yang berlabel Outward Bound

International, para pemilik usaha penyedia jasa pelatihan outward perlahan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

34

mulai menanggalkan kata “ward”dan menggantinya dengan istilah outbound

yang kemudian digunakan sampai saat ini.

Selanjutnya, Sanoesi berpendapat bahwa outbound merupakan media

pendidikan di alam terbuka yang diawali dari kekurangan kemudian

mengubah kekurangan tersebut menjadi kelebihan, misalnya dari yang kurang

berani menjadi lebih berani, dari yang kurang gigih menjadi lebih gigih, dari

yang kurang solid menjadi lebih solid, dan sebagainya (2010:14).

Sanoesi juga menambahkan seiring dengan berkembangnya outbound

di Indonesia saat ini, outbound memiliki tujuan yang beraneka ragam

bergantung pada lembaga penyelenggara. Outbound dapat diadakan sebagai

beberapa bentuk seperti, pre-test (tes awal) dalam perekrutan anggota sebuah

organisasi atau perusahaan, sebagai pelatihan manajemen, untuk

meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), untuk membangun

kerja sama, rekreasi, dan lain-lain. Selain itu, outbound juga bertujuan untuk

menyampaikan nilai filosofi yang secara implisit terdapat dalam setiap

permainan outbound (2010:22-27).

9. Trainer

Trainermerupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Inggris yang

merupakan bentuk perluasan dari kata train yang berarti melatih atau training

yang berarti pelatihan, sedangkan dalam Kamus Inggris-Indonesia yang

disusun Echols dan Shadily (2003:600) kata trainer diartikan pelatih atau

penggembleng.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

35

Ridha (2006:21) menyebut bahwa seorang trainer merupakan pelaku

penting dalam proses training. Trainer merupakan pengendali kegiatan

training, berperan sebagai pembimbing, pengarah, pengkritik, dan pengamat.

Lawsen dalam buku The Trainer‟s Handbook menyebutkan bahwa

seorang trainerjuga merangkap sebagai fasilitator dalam menyelenggarakan

pelatihan melalui permainan-permainan.

“The trainer as facilitator standing up in front of a group and

representing information is one thing; facilitating discussion

and interaction is another. Each requires a different set of

skills. If you accept the changing role of the trainer –from

"teacher" to „facilitator‟–then you will have to understand and

develop facilitation skills.” (Sebagai seorang fasilitator,

seorang trainer merupakan seorang yang berdiri di depan

kelompok dan menyampaikan informasi, memfasilitasi

terjadinya diskusi dan interaksi dalam kelompok. Oleh karena

itu, seorang trainer harus mempunyai kemampuan. Jika

seseorang dapat melakukan gaya pelatihan yang biasa

dilakukan seorang guru menjadi gaya seorang fasilitator, itu

artinya seseorang tersebut mempunyai dan telah

mengembangkan kemampuan sebagai fasilitator) (Lawsen,

2006:215)

Sebagai seorang trainer sekaligus fasilitator, seorang trainer

menyampaikan segala informasi baik secara verbal maupun secara

nonverbal.Lawsen (2006:215) juga mengungkapkan, “The most

importantthing to remember about your responbilities as a trainer is that you

are a role model. How you conduct yourself verbally and nonverbally

determines how participants conduct themselves” (Hal terpenting yang perlu

diingat dari tugas seorang trainer adalah bahwa seorang trainer merupakan

contoh. Seorang trainer harus mampu memposisikan perilaku mereka baik

secara verbal maupun nonverbal, sekaligus membuat peserta training mampu

memposisikan diri sendiri sesuai dengan yang telah dicontohkan trainer).

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

36

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan sebuah cara kerja yang dilakukan oleh

penulis untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka

pikir dalam penelitian ini secara garis besar akan digambarkan melalui

bagan di bawah ini.

Bagan 1 Kerangka Pikir

Tindak Tutur

1. Tindak Tutur Asertif

2. Tindak Tutur Perfomatif

3. Tindak Tutur Verdikatif

4. Tindak Tutur Direktif

5. Tindak Tutur Komisif

6. Tindak Tutur Ekspresif

7. Tindak Tutur Fatis

8.

Prinsip Kesantunan (PK)

1. Maksim Kearifan

2. Maksim Kedermawanan

3. Maksim Pujian

4. Maksim Kerendahan Hati

5. Maksim Kesepakatan

6. Maksim Simpati

Pematuhan KS Pelanggaran KS

Hasil Analisis

- Bentuk tindak tutur trainer outbound Kota Surakarta

- Bentuk penerapan prinsip kesantunan dalam tindak tutur trainer outbound

Kota Surakarta

Kegiatan Outbound Interaksi trainer dan peserta

Tuturan trainer outbound dalam memandu kegiatan

Tujuan Penelitian

- Mendeskripsikan jenis tindak tuturtrainer outbound Kota Surakarta

- Mendeskripsikan bentuk penerapan prinsip kesantunan dalam tindak

tuturtrainer outbound Kota Surakarta

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR filememinta, menyarankan, melarang, menyuruh, memohon, mengajak, ... penelitian ini melakukan klasifikasi dan analisis data secara lebih mendetail

37

Bagan pada kerangka pinkiran di atas menggambarkan bahwa data dalam

penelitian ini diperoleh dari tuturan trainer outbound kota Surakarta dalam

memandu kegiatan outbound.Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah

tindak tutur dan prinsip kesantunan, baik pematuhan maupun pelanggaran pada

tindak tutur traineroutbound kota Surakartadalam memandu kegiatan

outbound.Dalam hal ini, peneliti melakukan pengumpulan data pada rentang

waktu bulan Mei dan Agustus 2016.

Pragmatik menempatkan tindak tutur sebagai objek kajian dengan

memperhitungkan konteks pemakaiannya, sehingga tuturan yang dilakukan oleh

penutur (dalam hal ini trainer outbound kota Surakarta) dalam memandu kegiatan

outbound akan tersampaikan kepada pembaca melalui data penelitian. Tuturan-

tuturan tersebut kemudian dianalisis secara mendasar dengan melibatkan konteks

yang meliputi tuturan tindak tutur dan prinsip kesantunan. Pada akhirnya, dari

penelitian ini akan diperoleh bentuk tindak tutur dan penerapan prinsip

kesantunan, baik dalam bentuk pematuhan maupun pelanggaran pada tuturan

trainer outboundkota Surakarta.