BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A....
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A....
12
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Kajian Pustaka
1. Konsep Evaluasi Program
a. Definisi Evaluasi
Secara teoritis evaluasi menurut Cronbach (1963), Alkin (1969)
dan Stufflebeam (1971) dalam (Sudjana, 2006:19) adalah “kegiatan
untuk mengumpulkan, memperoleh, dan menyediakan informasi bagi
pembuatan keputusan.”
Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dalam mencari suatu informasi yang bermanfaat untuk
mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan. Informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat yang selanjutnya
digunakan dalam pengambilan sebuah keputusan.
Menurut Arikunto dan Safruddin (2009:4) program didefinisikan
sebagai “suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi
atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses
yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang
melibatkan sekelompok orang”.
Dalam konsep ini, terdapat tiga pengertian yang perlu ditekankan
dalam menentukan suatu program, yakni:
1) Realisasi atau implementasi suatu kebijakan,
2) Terjadi dalam waktu yang relatif lama, dan
13
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3) Terjadi dalam organisasi yang melibatkan orang banyak.
Sebuah program merupakan kegiatan yang berkesinambungan dan
dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama. Program
merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain dan saling
menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) dalam
(Arikunto dan Safruddin, 2008:5), “evaluasi program merupakan
upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan.” Dalam bidang pelatihan, Sudjana (2007:252)
mengemukakan bahwa evaluasi program pelatihan adalah kegiatan
yang teratur dan berkelanjutan dengan menggunakan prosedur ilmiah
untuk memperoleh data yang berguna bagi pengambilan keputusan.
Dengan demikian evaluasi program pelatihan merupakan suatu
rangkaian kegiatan untuk memperoleh informasi-informasi yang
dibutuhkan dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan secara efektif
untuk mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan.
b. Tujuan Evaluasi Program
Menurut Atmodiwirio (2005: 270) evaluasi bertujuan untuk: “(a).
Mendapatkan dan menganalisa informasi untuk mengetahui
pencapaian tujuan jangka panjang dan jangka pendek. (b). Mengetahui
pengaruh program pendidikan dan pelatihan terhadap efisiensi dan
efektifitas pelaksanaan tugas instansi peserta diklat”.
14
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Adapun tujuan evaluasi program pelatihan menurut Sudjana
(2007:254) adalah “untuk memperoleh data sebagai masukan bagi
pengambilan keputusan mengenai program pelatihan.”
Dengan adanya tujuan evaluasi program seperti yang telah
diuraikan diatas, diharapkan informasi atau data yang didapatkan
berguna dan informasi tersebut dapat dianalisis sehingga memberikan
pengaruh terhadap program yang telah dilaksanakan secara efektif dan
efisien.
c. Manfaat Evaluasi Program
Wujud dari evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari evaluator
untuk pengambilan keputusan (decision making). Arikunto dan
Safruddin (2009;22) mengemukakan ada empat kemungkinan
kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan
sebuah program keputusan, yaitu:
1) Menghentikan program, karena dipandang bahwa program
tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana
sebagaimana yang diharapkan.
2) Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai
dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi sedikit).
3) Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan
bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan
memberikan hasil yang bermanfaat.
15
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4) Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-
tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena
program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika
dilaksanakan lagi ditempat dan waktu yang lain.
d. Evaluator Program
Untuk melakukan evaluasi program dibutuhkan seorang evaluator.
Tidak semua orang bisa menjadi seorang evaluator. Ada dua
kemungkinan asal (dari mana) orang untuk menjadi evaluator program
ditinjau dari program yang dievaluasi. Menentukan asal evaluator
harus mempertimbangkan keterkaitan orang yang bersangkutan
dengan program yang akan dievaluasi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut evaluator dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu (1) evaluator dalam, dan
(2) evaluator luar.
Tabel 2.1
Evaluator Program
Evaluator
Program
Kelebihan Kekurangan
Evaluator
Dalam (Internal
Evaluator)
1) Evaluator memahami
betul program yang akan
dievaluasi sehingga
kekhawatiran untuk tidak
atau kurang tepatnya
sasaran tidak perlu ada.
2) Karena evaluator adalah
orang dalam,
pengambilan keputusan
tidak perlu banyak
mengeluarkan dana
untuk membayar petugas
evaluasi.
1) Adanya unsur
subjektivitas dari
evaluator.
2) Karena sudah memahami
seluk-beluk program,
jika evaluator yang
ditunjuk kurang sabar,
kegiatan evaluasi akan
dilaksanakan dengan
tergesa-gesa sehingga
kurang cermat.
16
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Evaluator Luar
(External
Evaluator)
1) Evaluator luar dapat
bertindak secara objektif
selama melaksanakan
evaluasi dan mengambil
kesimpulan. Apapun
hasil evaluasi, tidak akan
ada respon emosional
dari evaluator karena
tidak ada keinginan
untuk memperlihatkan
bahwa program tersebut
berhasil. Kesimpulan
yang dibuat akan lebih
sesuai dengan keadaan
dan kenyataan.
2) Seorang ahli yang
dibayar, biasanya akan
mempertahankan
kredibilitas
kemampuannya. Dengan
begitu evaluator akan
bekerja secara serius dan
hati-hati.
1) Evaluator luar adalah
orang baru, yang
berusaha mengenal dan
mempelajari seluk-beluk
program tersebut setelah
mendapat permintaan
untuk mengevaluasi.
Mungkin sekali pada
waktu mendapat
penjelasan atau
mempelajari isi
kebijakan, ada hal-hal
yang kurang jelas.
Dampak dari
ketidakjelasan
pemahaman tersebut
memungkinkan
kesimpulan yang diambil
kurang tepat.
2) Pemborosan,
pengambilan keputusan
harus mengeluarkan dana
yang cukup banyak
untuk membayar
evaluator bebas.
(Sumber: Arikunto dan Safruddin, 2010:24)
Tabel 2.2
Fokus Peranan Evaluasi berdasarkan Evaluator Internal dan Eksternal
Fokus Peranan Evaluator
Internal
Peranan Evaluator
Eksternal
(1) (2) (3)
Tujuan Untuk membantu
keberhasilan program,
dan atau untuk
meningkatkan efisiensi
pengelolaan program
pelatihan.
Untuk menguatkan nilai-nilai
kegunaan program, dan untuk
mengambil keputusan tentang
program pelatihan.
Orientasi Mikro, perhatian
terhadap proses unsur-
unsur program dan
hubungan internal,
kepekaan terhadap
Makro, perhatian terhadap
pengaruh umum program dan
hubungan eksternal, peduli
terhadap intensitas dan
efektivitas program.
17
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
aktivitas dan isu-isu
program.
Kepedulian Kegiatan dan
hubungannya dengan
pencapaian hasil/tujuan,
dan pertanyaan-
pertanyaan tentang
bagaimana
kegiatan/program
dilaksanakan.
Pencapaian hasil/tujuan,
pertanyaan-pertanyaan tentang
mengapa kegiatan/program
dilakukan.
Bias Rekomendasi tentang
program evaluasi
dipengaruhi keterlibatan
pribadi evaluator dalam
program.
Diasumsikan tidak berpihak
tetapi proses negosiasi dapat
mengarah pada pemberian
rekomendasi terhadap
program.
Penghubung Penyelenggara atau
pengelola program
Pusat pemantau program atau
sponsor, pejabat dari luar.
Keterlibatan Berkelanjutan di mana
program dilaksanakan
Pusat pemantau program atau
sponsor, pejabat dari luar
Penerima hasil
evaluasi
Pengelola program dan
pelaksana
Sponsor program atau lembaga
penyandang dana.
Kriteria Kegunaan Validitas, objektivitas.
Pelaporan Secara lisan, catatan
tertulis dan bukan
laporan teknis
Secara tertulis, naratif dan
teknis.
Peranan Sebagai fasilitator
program
Sebagai auditor program
Pengaruh Tergantung pada
komitmen pengelola dan
pelaksana program, serta
terhadap bagian-bagian
program.
Tergantung pada kekuasaan
dan penghubung, evaluasi
keseluruhan program.
Data Sebagian besar adalah
kualitatif dan bermuatan
keputusan.
Sebagian besar kuantitatif dan
deskriptif.
Proteksi Menjaga originalitas
hasil evaluasi dan tidak
diplagiat orang.
Menjaga plagiat dengan sanksi
undang-undang.
(Sumber: Dimodifikasi dari Craig Gjerde dalam Alan B. Knox (1982) dalam
Sudjana (2008: 238))
Dalam tabel di atas tergambar dimensi-dimensi peranan evaluator
yang dapat dibandingkan antara evaluator dari dalam dan evaluator
dari luar. Dimensi-dimensi peranan itu akan berguna untuk
18
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
meningkatkan wawasan dan pemahaman dalam proses evaluasi
program.
Dalam praktek evaluasi program, sering terjadi kombinasi antara
peranan evaluator dari dalam dan evaluator dari luar yang
menyebabkan proses evaluasi lebih akurat dan memuaskan karena
nilai-nilai kelebihan dari kedua peranan evaluator tersebut digunakan
dalam evaluasi program.
e. Model-model Evaluasi Program Pelatihan
Ada beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu
model evaluasi program adalah Stufflebeam, Metfessel, Michael
Scriven, Stake, dan Glaser. Kaufman dan Thomas dalam (Arikunto
dan Safruddin, 2009:40) membedakan model evaluasi menjadi tujuh,
yaitu:
1) Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.
2) Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
3) Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael
Scriven.
4) Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake..
5) CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi
dilakukan.
6) Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provus
7) CIPP Evaluation Moodel, yang dikembangkan oleh Stufflebeam.
19
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Keseluruhan model evaluasi tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
1) Goal Oriented Evaluation Model
Goal Oriented Evaluation Model dikembangkan oleh Tyler.
Model ini merupakan model yang muncul paling awal. Yang
menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari
program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus,
mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam
proses pelaksanaan program.
2) Goal Free Evaluation Model
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini
dapat dikatakan berlawanan dengan model pertama yang
dikembangkan oleh Tyler. Jika dalam model yang dikembangkan
oleh Tyler, evaluator terus-menerus memantau tujuan, yaitu sejak
awal proses, terus melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah
dapat dicapai. Menurut Michael Scriven dalam Arikunto dan
Safruddin (2009:41), dalam melaksanakan evaluasi program
evaluator tidak perlu memerhatikan apa yang menjadi tujuan
program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah
bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasi
penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif (yaitu
20
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang sebetulnya
memang tidak diharapkan).
Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan
karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-
tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai,
artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa
memerhatikan seberapa jauh masing-masing penampilan tersebut
mendukung penampilan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum
maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak
manfaatnya.
Dari uraian ini jelaslah bahwa yang dimaksud dengan
“evaluasi lepas dari tujuan” dalam model ini bukannya lepas sama
sekali dari tujuan, tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini
hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai oleh
program, bukan secara rinci per komponen.
3) Formatif-Summatif Evaluation Model
Selain model “evaluasi lepas dari tujuan”, Michael Scriven
juga mengembangkan model lain, yaitu model formatif-summatif.
Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang
dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program
masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program
sudah selesai atau berakhir (disebut evaluasi sumatif).
21
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tujuan evaluasi formatif berbeda dengan tujuan evaluasi
sumatif. Model yang dikemukakan oleh Michael Scriven ini
menunjukkan tentang “apa, kapan, dan tujuan” evaluasi tersebut
dilaksanakan.
Evaluasi formatif secara prinsip merupakan evaluasi yang
dilaksanakan ketika program masih berlangsung atau ketika
program masih dekat dengan permulaan kegiatan. Tujuan dari
evaluasi formatif adalah mengetahui seberapa jauh program yang
dirancang dapat berlangsung, sekaligus mengidentifikaasi
hambatan. Dengan diketahuinya hambatan dan hal-hal yang
menyebabkan program tidak lancar, pengambil keputusan secara
dini dapat mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran
pencapaian tujuan program.
Evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir. Tujuan
dari evaluasi sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian
program.
4) Countenance Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Stake.Menurut ulasan
tambahan yang diberikan oleh Fernandes (1984), model Stake
menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu (1)
deskripsi (description) dan (2) pertimbangan (judgemnts); serta
membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu (1)
anteseden (antecedents/context), (2) transaksi
22
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(transaction/process), dan (3) keluaran (output-outcome). Oleh
Stake, model evaluasi yang diajukan dalam bentuk diagram,
menggambarkan deskripsi dan tahapan seperti berikut :
Rational Intens Observation Standars Judgment
faufua Antecendents
Transaction
Outcomes
Description matrix Judgement matrix
Gambar 2.1
Evaluasi Model Stake
(Sumber : Arikunto dan Safruddin (2010 : 43))
Tiga hal yang dituliskan di antara dua diagram, menunjukkan
objek atau sasaran evaluasi. Dalam setiap program yang
dievaluasi, evaluator harus mampu mengindentifikasi tiga hal,
yaitu (1) anteseden-yang diartikan sebagai konteks- (2) transaksi-
yang diartikan sebagai proses-, dan (3) outcomes-yang diartikan
sebagai hasil. Selanjutnya, kedua matriks yang digambarkan
sebagai deskripsi dan pertimbangan, menunjukkan langkah-
langkah yang terjadi selama proses evaluasi.
Matriks pertama, yaitu deskripsi, berkaitan atau menyangkut
dua hal yang menunjukkan posisi sesuatu (yang menjadi sasaran
evaluasi), yaitu apa maksud/tujuan yang diharapkan oleh
program, dan pengamatan/akibat, atau apa yang sesungguhnya
23
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
terjadi atau apa yang betul-betul terjadi. Selanjutnya evaluator
mengikuti matriks kedua, yang menunjukkan langkah
pertimbangan, yang dalam langkah tersebut mengacu pada
standar.
Menurut Stake dalam Arikunto dan Safruddin (2010 : 44),
ketika evaluator tengah mempertimbangkan program pendidikan,
mereka mau tidak mau harus melakukan dua perbandingan, yaitu:
a) Membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu
dengan yang terjadi di program lain, dengan objek sasaran
yang sama;
b) Membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan
standar yang diperuntukkan bagi program yang bersangkutan,
didasarkan pada tujuan yang akan dicapai.
5) CSE-UCLA Evaluasi Model
CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan, yaitu CSE dan UCLA.
CSE merupakan singkatan dari Center for Study of Evaluation,
sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of
California in Los Angeles. Ciri dari model CSE-UCLA adalah
adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu
perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak.
Fernandes (1984) dalam (Arikunto dan Safruddin, 2010 : 44)
memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi
24
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
empat tahap yaitu (1) needs assessment, (2) program planning,
(3) formative evaluation dan (4) summative evaluation.
Needs Program Formative Summative
Assessment Planning Evaluation Evaluation
(1) (2) (3) (4)
Gambar 2.2
Tahap-tahap Evaluasi Model CSE – UCLA
(Sumber : Arikunto dan Safruddin (2010 : 44))
Keterangan:
1. CSE Model: Needs Assessment
Dalam tahap ini evaluator memusatkan perhatian pada penentuan
masalah.
Pertanyaan yang diajukan:
a. Hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan
keberadaan program?
b. Kebutuhan apakah yang terpenuhi sehubungan dengan adanya
pelaksanaan program ini?
c. Tujuan jangka panjang apakah yang dapat dicapai melalui program
ini?
2. CSE Model: Program Planning
Dalam tahap kedua dari CSE model ini evaluator mengumpulkan data
yang terkait langsung dengan pembelajaran dan mengarah pada
pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasi pada tahap kesatu. Dalam
tahap perencanaan ini program dievaluasi dengan cermat untuk
mengetahui apakah program rencana telah disusun berdasarkan hasil
analisis kebutuhan. Evaluasi tahap ini tidak lepas dari tujuan yang telah
dirumuskan.
3. CSE Model: Formative Evaluation
Dalam tahap ketiga ini evaluator memusatkan perhatian pada
keterlaksanaan program. Dengan demikian, evaluator diharapkan betul-
betul terlibat dalam program karena harus mengumpulkan data dan
berbagai informasi dari pengembang program.
4. CSE Model: Summative Evaluation
Dalam tahap keempat, yaitu evaluasi sumatif, para evaluator diharapkan
dapat mengumpulkan semua data tentang hasil dan dampak dari program.
Melalui evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui apakah tujuan
25
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
yang dirumuskan untuk program sudah tercapai, dan jika belum dicari
bagian mana yang belum dan apa penyebabnya.
6) Discrepancy Model
Kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris, yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “kesenjangan”.
Model yang dikembangkan oleh Malcolm provus ini merupakan
model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di
dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan
oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap
komponen.
f. Kajian Utama CIPP (Context, Input, Process, Product)
Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal
dan diterapkan oleh para evaluator. Model CIPP ini dikembangkan
oleh Stufflebeam, dkk. (1967) di Ohio State University. CIPP yang
merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu:
Context evaluation : evaluasi terhadap konteks
Input evaluation : evaluasi terhadap masukan
Process evaluation : evaluasi terhadap proses
Product evaluation : evaluasi terhadap hasil
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut
merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari
sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model
evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah
sistem. Dengan demikian, jika tim evaluator sudah menentukan model
CIPP sebagai model yang akan digunakan untuk mengevaluasi
26
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
program yang ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus
menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-komponennya.
Seorang ahli evaluasi dari University of Washington bernama
Gilbert Sax (1980) dalam (Arikunto dan Safruddin, 2010: 48)
memberikan arahan kepada evaluator tentang bagaimana mempelajari
tiap-tiap komponen yang ada dalam setiap program yang dievaluasi
dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
1) Evaluasi Terhadap Konteks (Context Evaluation)
Evaluasi konteks menurut Arikunto dan Safruddin (2010 :
46) adalah upaya menggambarkan dan merinci lingkungan,
kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang
dilayani,dan tujuan proyek. Ada empat pertanyaan yang dapat
diajukan sehubungan dengan evaluasi konteks, yang
dikemukakan oleh Arikunto dan Safruddin (2010 : 46) yaitu
sebagai berikut:
(1) Keperluan apa saja yang belum terpenuhi oleh program?
(2) Tujuan pengembangan apakah yang belum dapat tercapai
oleh program?
(3) Tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu
mengembangkan masyarakat?
(4) Tujuan-tujuan mana sajakah yang paling mudah dicapai?
Menurut Stufflebeam (Wirawan, 2011 : 92) evaluasi
konteks untuk menjawab pertanyaan : Apa yang perlu
27
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dilakukan? (Whats needs to be done?). Evaluasi ini
mengidentifikasikan dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang
mendasari disusunya suatu program.
Gambar 2.3
Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)
(Sumber : Wirawan (2011 : 92)
Pada komponen konteks ada beberapa komponen yang harus
dilakukan diantaranya: merinci dan menggambarkan sebuah
kebutuhan dan tujuan dari pelatihan.
a) Identifikasi dan Analisis Kebutuhan
Langkah awal melakuka penyelenggaraan pelatihan
diawali dengan identifikasi dan analisis kebutuhan. Langkah
awal ini berpengaruh pada langkah-langkah berikutnya
Context Evaluation
Berupaya untuk
mencari jawaban
atas pertanyaan :
Apa yang perlu
dilakukan?
Waktu
pelaksanaan :
Sebelum program
diterima
Keputusan :
Perencanaan
Program.
Input Evaluation
Berupaya
mencari jawaban
atas pertanyaan :
Apa yang harus
dilakukan?
Waktu
pelaksanaan :
Sebelum program
dimulai
Keputusan :
Penstrukturan
program.
Process Evaluation
Berupaya
mencari jawaban
atas pertanyaan :
Apakah program
sedang
dilaksanakan?
Waktu
pelaksanaan :
Ketika program
sedang
dilaksanakan
Keputusan :
Pelaksanaan.
Product Evaluation
Berupaya mencari
jawaban atas
pertanyaan :
Apakah program
sukses?
Waktu
pelaksanaan :
Ketika program
selesai
Keputusan:
resikel: Ya atau
Tidak program
harus diresikel.
28
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
karena identifikasi dan analisis kebutuhan ini menjadi dasar
penyusunan rencana penyelenggaraan pelatihan.
Menurut Fauzi (2011 : 42), kata “identifikasi” berasal
dari bahasa Inggris, to identify sebagai kata kerja dan
identification sebagai kata benda. Secara sederhana artinya
“mengenali”, sehingga identifikasi kebutuhan pelatihan dapat
diartikan sebagai mengenali kebutuhan pelatihan, seseorang,
sekelompok orang atau masyarakat. Namun mengenali dalam
hal ini sekedar mengetahui kebutuhan pelatihan, akan tetapi
memiliki konsekuensi untuk menindak lanjuti kebutuhan
tersebut ke dalam rancangan pelatihan.
Kebutuhan adalah suatu keadaan atau situasi yang
didalamnya terdapat sesuatu yang perlu atau ingin dipenuhi.
Sesuatu yang ingin dipenuhi itu dianggap penting, perlu atau
harus segera dipenuhi, (Morris, dkk dalam The Amerika
Heritage Dictionary (1976 :878) dikutip oleh Fauzi (2011 :
43)).
Menurut Papu (2004) dalam (Fauzi, 2011 : 45) secara
umum analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai
suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka
mengidentifikasi bidang-bidang atau faktor-faktor apa saja
yang ada di dalam perusahaan/orgranisasi yang perlu
ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan
29
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
produktifitas perusahaan/organisasi menjadi meningkat.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh data
akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk
menyelenggarakan pelatihan. Jadi, pada prinsipnya prose
identifikasi dan analisis kebutuhan pelatihan adalah
melakukan pengkajian tentang ada tidaknya kesenjangan
dalam tingkat penampilan kerja yang dicapai atau yang
dimiliki seseorang atau sekelompok orang dengan
penampilan kerja yang seharusnya dilakukan merupakan
ketentuan penampilan kerja (standar).
b) Sumber Data dan InformasiIidentifikasi Kebutuhan
Identifikasi kebutuhan pelatihan dilakukan untuk
mendapatkan masukan tentang kondisi penampilan kerja
karyawan di suatu lembaga/organisasi serta kompetensi
standar yang seharusnya dilakukan. Menurut Fauzi (2011 :
52) sumber data dan informasi identifikasi kebutuhan terdiri
dari:
(1) Obyek Identifikasi Kebutuhan. Ini terdiri dari data dan
informasi yang berkaitan dengan peraturan perundang-
undangan (bila ada) dan aturan tata laksana kerja yang
memiliki potensi menimbulkan kesenjangan serta hasil
kerja. Data dan informasi ini biasanya diperoleh antara
lain dari: peraturan atau perundang-undangan yang
30
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dikeluarkan oleh pemerintah maupun aturan formal yang
ditetapkan oleh lembaga/organisasi itu sendiri.
(2) Subyek Identifikasi Kebutuhan. Ini terdiri dari pihak-
pihak yang dapat memberi data dan informasi tentang
kesenjangan atau masalah yang ada serta harapan
pemecahannya melalui pelatihan.
c) Merumuskan Tujuan Pelatihan
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan perumusan
tujuan menurut Fauzi (2011 : 63) yaitu yang pertama dasar
perumusan tujuan, kegiatan ini diawali dengan merumuskan
secara tepat dan benar kesenjangan kinerja yang terjadi,
dalam bentuk kesenjangan pengetahuan, sikap dan
keterampilan, agar jelas terlihat kemampuan yang masih
harus ditingkatkan. Berdasarkan rumusan kesenjangan
tersebut dapat dirumuskan pula tujuan pelatihan secara jelas,
terukur dan dapat dicapai. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa sumber perumusan tujuan adalah hasil identifikasi dan
analisis kebutuhan. Tujuan pelatihan dirumuskan dalam
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
menggambarkan tentang tujuan yang ingin dicapai pada akhir
pelatihan, sedangkan tujuan khusus menguraikan secara lebih
spesifik, tujuan yang ingin dicapai dalam upaya tercapainya
tujuan umum pelatihan. Yang kedua merumuskan tujuan,
31
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tujuan pelatihan merupakan suatu rumusan pernyataan yang
mengidentifikasi secara jelas dan tepat. Tujuan pelatihan
dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang harus dimiliki
oleh peserta setelah selesai mengikuti program pelatihan.
Makin jelas dan makin tepat rumusan tujuan pelatihan
tersebut makin mudah untuk melakukan evaluasi, (Fauzi,
2011 : 65).
Mager (dalam Sudjana, 2007) yang dikutip oleh Fauzi
(2011 : 66) cara merumuskan tujuan adalah sebagai berikut:
(1) Tujuan harus spesifik dan dinyatakan dalam bentuk
kelakuan yang dapat diamati dan diukur, hingga manakah
tujuan itu tercapai.
(2) Harus dinyatakan dalam kondisi apa tujuan itu dicapai,
misalnya apakah mengetik dengan menggunakan mesin
tik atau program komputer.
(3) Harus ditekankan kriteria tingkat keberhasilan yang harus
dicapai oleh peserta pelatihan.
(4) Dalam perumusan tujuan hendaknya digunakan kata kerja
yang menunjukkan apa yang dapat dilakukan peserta
setelah mengikuti kegiatan pelatihan. Kata kerja tersebut
harus menunjukkan bentuk kelakuan nyata yang dapat
diamati bahkan diukur kebenarannya. Misalnya, dapat
menjelaskan, dapat mengerjakan, dapat menghasilkan dan
lain-lain.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalam
menyusun dan merumuskan tujuan pelatihan, sama halnya
dengan menyusun kegiatan pembelajaran dapat disusun
sebagai berikut: a. Tujuan Pelatihan Umum, merupakan
rumusan tujuan pelatihan yang bersifat umum yang
diharapkan mampu untuk memberikan kontribusi pencapaian
32
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tujuan lembaga atau tujuan instansi, b. Tujuan Pelatihan
Khusus, perumusan tujuan khusu ini sering pula disebut
tujuan kurikuler, yaitu merupakan rumusan tujuan pelatihan
yang bersifat spesifik yang perlu dicapai setelah
menyelesaikan seluruh pokok bahasan atau materi pelatihan.
Rumusan tujuan pelatihan khusus lebih menekankan pada
perubahan perilaku yang dapat diobservasi setelah mengikuti
pelatihan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan
“kompetensi” yang diharapkan dalam menjalankan tugas dan
fungsi sosial peserta pelatihan, c. Tujuan Pokok Bahasan/Sub
Pokok Bahasan, merupakan rincian rumusan tujuan pelatihan
berdasarkan pokok-pokok bahasan yang ada dalam upaya
mencapai tujuan pelatihan khusus dan tujuan pelatihan
umum.
2) Evaluasi Terhadap Masukan (Input Evaluation)
Evaluasi masukan merupakan tahap kedua dari model
CIPP. Evaluasi masukan menunjukkan adanya kesiapan awal
sebuah program untuk memetakan kemampuan apa saja yang
dimiliki untuk berlangsungnya sebuah proses. Pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan untuk program yang menyangkut
masukan mengarah pada “pemecahan masalah” yang
mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan.
Oleh karena itu masukan meliputi: sumber daya manusia,
33
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sumber daya uang, sumber daya peralatan, dan sumber daya
yang lainnya.
Para pengambil keputusan memakai evaluasi masukan
dalam memilih di antara rencana-rencana yang ada, menyusun
proposal pendanaan, alokasi sumber-sumber, menempatkan
staf, menskedul pekerjaan, menilai rancana-rencana aktivitas,
dan penganggaran.
Dalam komponen evaluasi masukan ini ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, menurut Sudjana (2007 : 266) salah
satu diantaranya adalah masukan sarana (instrumental input)
terdiri dari kurikulum atau program pembelajaran, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, serta biaya. Kurikulum
atau program pembelajaran mencakup tujuan pembelajaran,
materi (bahan) pembelajaran, metode teknik dan media
pembelajaran, serta alat evaluasi hasil belajar. Tujuan
pembelajaran berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pelatihan
dan atau kebutuhan belajar. Materi pembelajaran terdiri atas
bahan-bahan yang disusun secara sistemik dan sistematik
serta disediakan untuk dipelajari oleh peserta pelatihan sesuai
dengan kebutuhan belajarnya. Metode, teknik dan media
pembelajaran digunakan dalam strategi pembelajaranuntuk
membantu peserta pelatihan dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Alat evaluasi adalah instrumen, berupa tes atau
34
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
soal-soal ujian, untuk mengukur sejauhmana perubahan
perilaku peserta pelatihan setelah mengalami pembelajaran
dibandingkan sebelum mengikuti pembelajaran.
Pelatih juga memiliki kemahiran dalam manajemen
pembelajaran. Pelatih dapat terdiri atas tutor, pamong belajar,
pelatih/widyaiswara/instruktur, penyuluh, pengampu, dan lain
sebagainya. Grotelueschen (1976) dalam Sudjana (2007 : 266)
memaparkan bahwa aspek-aspek pelatih yang dievaluasi
adalah keterlibatannya dalam program dan penampilannya
dalam proses pembelajaran.
Adapun evaluasi pelatih yang harus diperhatikan menurut
Fauzi (2011 : 168) menyangkut: penguasaan dan pemahaman
materi pelatihan; kesesuaian materi dengan topik bahasan
yang disampaikan; ketepatan metode dan media yang
digunakan; penampilan; penggunaan bahasa; kemampuan
melakukan komunikasi dan interaksi secara efektif dengan
peserta; keterampilan memfasilitasi;hubungan antar fasilitator
dan pengelolaan proses belajar.
Sarana dan prasarana pembelajaran terdiri atas lokasi
pembelajaran, gedung, dan perlengkapan pembelajaran
(termasuk didalamnya adalah meja, kursi dan mebeler),
laboratorium, dan alat-alat bantu pembelajaran seperti papan
tulis, alat tulis, buku, OHP dan lain sebagainya. Sarana dan
35
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
prasarana serta alat bantu pelatihan perlu dievaluasi tentang
ketersediannya, kuantitas dan kualitasnya, kecocokannya
dengan pembelajaran, serta pengembangan pemeliharaannya.
Evaluasi pembiayaan berkaitan dengan sumber-sumber dana
yang tersedia atau yang dapat disediakan, anggaran dan
pengelolaan pembiayaan.
3) Evaluasi Terhadap Proses (Process Evaluation)
Evaluasi proses dalam model CIPP menunjukkan pada
“apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program,
“siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggungjawab
program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Evaluasi
proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang
dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai
dengan rencana. Stufflebeam dalam (Arikunto dan Safruddin,
2010 : 47) mengusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk
evaluasi proses antara lain:
(1) Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal?
(2) Apakah staf yang terlibat di dalam pelaksanaan program
akan sanggup menangani kegiatan selama program
berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan?
(3) Apakah sarana dan prasarana yang disediakan
dimanfaatkan secara maksimal?
36
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(4) Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama
pelaksanaan program dan kemungkinan jika program
dilanjutkan?
Evaluasi proses memonitor, mendokumentasikan, dan
menilai aktivitas program. Evaluasi proses ini menyangkut
bagaimana proses pelaksanaan pelatihan yang sebelumnya
telah disiapkan oleh panitia penyelenggaraan. Dalam
melakukan evaluasi proses ini pihak penyelenggaraan
sebaiknya sudah mempersiapkan alat evaluasi yang cocok
untuk melakukan penilaian dari berbagai aspek atau
komponen. Menurut Fauzi (2011 : 167) dalam evaluasi
proses ada beberapa komponen atau aspek yang harus
diperhatikan diantaranya: a. Evaluasi Peserta menyangkut
pemahaman materi, pasrtisipasi kelas, kedisiplinan,
ketertiban, kerjasama, prakarsa, perasaan peserta, hubungan
dengan fasilitator dan hubungan dengan peserta, komunikasi,
partisipasi, siapa saja peserta yang dominan, kurang aktif dan
kurang berpasrtisipasi, b. Evaluasi fasilitator, menyangkut:
penguasaan dan pemahaman materi pelatihan; kesesuaian
materi dengan topik bahasan yang disampaikan; ketepatan
metode dan media yang digunakan; penampilan; penggunaan
bahasa; kemampuan melakukan komunikasi dan interaksi
secara efektif dengan peserta; keterampilan memfasilitasi;
37
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
hubungan antar fasilitator dan pengelolaan proses belajar, c.
Evaluasi penyelenggaraan, menyangkut kebersihan ruang
pelatihan, akomodasi dan konsumsi, dan pelayanan panitia.
4) Evaluasi Produk atau Hasil (Product Evaluation)
Evaluasi produk merupakan tahap terakhir dari
serangkaian evaluasi program. Evaluasi produk atau hasil
diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang
terjadi pada masukan setelah melalui sebuah proses dalam
suatu program. Menurut Arikunto dan Safruddin (2010 : 47)
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam evaluasi produk
atau hasil antara lain:
(1) Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?
(2) Pertanyaan-pertanyaan apakah yang mungkin
dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan
pencapaian tujuan?
(3) Dalam hal-hal apakah berbagai kebutuhan sudah
terpenuhi?
Wirawan (2007 : 94) mengemukakan bahwa evaluasi ini
berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan
manfaat, baik yang direncanakan atau tidak direncankan, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Keduanya untuk
membantu staf menjaga upaya memfokuskan pada mencapai
manfaat yang penting dan akhirnya untuk membantu
38
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kelompok-kelompok lebih luas mengukur kesuksesan upaya
dalam mencapai kebutuhan-kebutuhan yang ditargetkan.
Adapun pendapat menurut Sudjana (2007 : 269) bahwa
kelauaran yang dievaluasi adalah kuantitas dan kualitas
lulusan program pelatihan setelah mengalami proses
pembelajaran. Kuantitas adalah jumlah lulusan yang berhasil
menyelesaikan proses pembelajaran dalam program
pelatihan. Kualitas adalah perubahan tingkah laku peserta
pelatihan atau lulusan meliputi: aspek pengetahuan, aspek
sikap dan aspek keterampilan.
g. Teknik-teknik Pengumpulan Data dalam Evaluasi Program
Data-data dikumpulkan dengan menggunakan teknik evaluasi
program. Teknik-teknik dalam evaluasi program terdiri dari kuesioner
atau angket (questionaire), wawancara (interview), pengamatan
(observation), dan beberapa teknik evaluasi. Berikut penjelasan
mengenai teknik-teknik evaluasi program:
1) Kuesioner atau Angket (Questionqire)
Menurut Babbie (1986: 558) dalam (Sudjana, 2007: 313)
kuesioner adalah alat pengumpulan data secara tertulis yang berisi
daftar pertanyaan (questions) atau pernyataan (statement) yang
disusun secara khusus dan digunakan untuk menggali dan
menghimpun keterangan dan atau informasi sebagaimana
dibutuhkan dan cocok untuk dianalisis.
39
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Kuesioner, menurut jenisnya, dapat dibagi ke dalam kuesioner
tertutup, kuesioner terbuka, dan kuesioner gabungan (tertutup dan
terbuka).
a) Kuesioner tertutup terdiri atas stem (pertanyaan dan/atau
pernyataan) yang jawabannya telah disediakan sebagai
pilihan (option) jawaban pada setiap pertanyaan atau
pernyataan. Responden dapat memilih alternatif jawaban
yang sesuai dengan pendapat dan kehendaknya. Kelemahan
jenis kuesioner tertutup adalah bahwa pilihan jawaban dapat
membatasi kebebasan responden. Responden harus memilih
jawaban-jawaban tertentu yang telah disediakan.
b) Kuesioner terbuka terdiri atas pertanyaan atau pernyataan
yang memberi kebebasan kepada responden untuk
mengemukakan berbagai alternatif jawaban menurut pikiran
dan cara responden dalam mengemukakan jawaban masing-
masing.
c) Kuesioner gabungan (tertutup dan terbuka) terdiri atas
pertanyaan atau pernyataan yang mengkombinasikan
jawaban-jawaban yang telah disediakan dan harus dipilih,
serta jawaban bebas.
Kuesioner yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Stem (pertanyaan atau pernyataan) ditulis dengan
menggunakan kata-kata, istilah, atau kalimat yang jelas,
tegas, sederhana, sopan, dan mudah dimengerti oleh
responden.
b) Setiap stem dikemukakan secara khusus, mengandung satu
pengertian sehingga tidak rancu bagi responden.
c) Setiap pertanyaan atau pernyataan tidak mengandung unsur
sugesti sehingga responden seakan-akan merasa diarahkan
untuk memilih suatu jawaban tertentu.
d) Option (pilihan jawaban) dikemukakan dengan tegas,
mengandung daya pembeda yang jelas antara satu pilihan
jawaban dengan pilihan jawaban yang lain, setiap pilihan
jawaban berdekatan atau serumpun dan homogen.
e) Format dan isi kuesioner menarik perhatian responden.
Kuesioner memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun
keunggulan dari kuesioner yaitu:
40
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a) Penggunaan kuesioner menghemat biaya pengumpulan data
apabila dibandingkan dengan teknik interview terhadap
responden yang tersebar luas dan jumlahnya.
b) Menghemat waktu karena kuesioner dapat disebarkan kepada
orang banyak secara serempak.
c) Kuesioner dapat diisi oleh responden sesuai dengan waktu
yang disediakan bagi mereka.
d) Kerahasiaan jawaban responden dapat terjaga dengan baik.
e) Kata dan istilah yang digunakan adalah seragam untuk semua
responden.
f) Tidak terdapat bias yang disebabkan oleh perbedaan-
perbedaan diri para evaluator yang menyebarkan kuesioner.
g) Responden yang dikirimi kuesioner melalui surat dapat
memberikan informasi yang akurat dengan mencari sumber
informasi lain sebelum menjawab pertanyaan secara tertulis.
Sebaliknya, kuesioner mempunyai beberapa kelemahan yaitu:
a) Cara mengumpulkan data tidak fleksibel.
b) Respon terhadap kuesioner rata-rata rendah
c) Perilaku hanya diungkapkan dengan kata-kata.
d) Tidak dapat mengontrol lingkungan.
e) Tidak dapat mengontrol ketepatan urutan pertanyaan.
f) Banyak pertanyaan yang mungkin tidak dijawab.
g) Tidak dapat menghimpun jawaban spontan dari responden.
h) Tidak dapat menjamin ketepatan alamat responden.
i) Tidak dapat mengontrol ketepatan waktu pengembalian
kuesioner dari responden.
j) Tidak dapat menggunakan format kuesioner yang rumit.
k) Kemungkinan terjadinya penyimpangan sampel.
2) Wawanacara (interview)
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui
komunikasi langsung (tatap muka) antara pihak penanya
(interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab
(interviewee). Penanya (interviewer) melakukan wawancara
dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide).
Kegiatan wawancara melibatkan empat komponen yaitu isi
pertanyaan, pewawancara, responden, dan situasi wawancara. Isi
41
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pertanyaan yang dimuat dalam pedoman wawancara berisi
sejumlah daftar yang akan disampaikan langsung kepada
responden.
Dalam melakukan wawancara, pewawancara atau penanya,
perlu memiliki karakteristik sosial yang dapat menarik perhatian
dan minat responden, memiliki reputasi menurut pandangan
responden, dan memiliki keterampilan berkomunikasi dan
memotivasi, nserta dapat menumbuhkan rasa aman bagi
responden.Penanya harus perlu memahami kemampuan responden
dalam menangkap pertanyaan dan dalam menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh penanya. Penanya perlu menggunakan istilah
yang dapat dipahami oleh responden.
Menurut Sudjana, (2007 : 325) ada yang perlu diperhatikan
oleh penanya atau pewawancara dalam pelaksanaan wawancara
yaitu:
a) Persiapan
Dalam tahap persiapan, penanya harus memahami dan
menguasai pedoman wawancara, mencatat pokok-pokok
pertanyaaan dengan baik, sehingga pada waktu wawancara
penanya tidak membacakan daftar pertanyaan kepada
responden. Penanya perlu mengenal pribadi responden, perlu
disiapkan pula jumlah responden yang akan diwawancarai, dan
dengan siapa penanya akan mengadakan kunjungan kepada
42
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
responden. Kegiatan teknis administratif pun perlu
dipersiapkan oleh pengelola atau penanya seperti penjadwalan,
pemberitahuan kepada calon responden, alat perlengkapan
yang diperlukan, dan perizinan.
b) Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, penanya akan melakukan dua
kegiatan yaitu:
(1) Memperkenalkan diri kepada responden dan diikuti
dengan menjelaskan maksud kunjungan kepada
responden.
(2) Pada saat mengajukan pertanyaan, penanya perlu
menggunakan urutan pokok-pokok pertanyaan melalui
obrolan yang rileks. Apabila diperlukan ulangi lagi atau
jelaskan pertanyaan yang kurang dipahami oleh
responden.
c) Penutup
Pada tahap penutup, penanya perlu menyampaikan ucapan
terima kasih atas kesediaan responden, dan atas keterangan
yang diberikan responden. Penanya hendaknya memeriksa
kelengkapan jawaban sebelum berpamitan kepada responden.
Menurut Sudjana (2008 : 197) terdapat sepuluh macam
kelebihan teknik wawancara bila dibandingkan dengan teknik
lainnya.
43
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a) Penggunaan teknik wawancara dapat dilakukan secara
fleksibel sehingga memungkinkan untuk pengulangan atau
modifikasi pertanyaan yang dirasa kurang jelas oleh
responden, dan adanya peluang untuk melakukan “probing”
oleh penanya kepada responden.
b) Intensitas respon terhadap pertanyaan yang diperoleh melalui
wawancara lebih tinggi dibandingkan dengan respon melalui
kuesioner.
c) Memungkinkan bagi penanya untuk memperoleh data
penguat lain melalui mimik atau perilaku responden (non
verbal behavior) dalam menjawab pertanyaan.
d) Dapat mengontrol lingkungan yang mungkin mengganggu
wawancara seperti hubungan yang kurang mendukung, suara
gaduh, dan kekurangsiapan responden untuk diwawancarai.
e) Penanya dapat menyusun urutan pertanyaan sesuai dengan
arah pembicaraan antara penanya dengan responden.
f) Penanya dapat mengakomodasi jawaban spontan yang
informatif dari responden.
g) Hanya responden sendiri yang menjawab pertanyaan secara
langsung tanpa harus dibantu dengan orang lain yang
mungkin dapat mempengaruhi jawabannya.
h) Memungkinkan penanya dapat memperoleh jawaban secara
menyeluruh untuk setiap pertanyaan.
i) Penanya dapat mengatur waktu yang tepat dan menggunakan
tempat yang cocok untuk melakukan wawancara.
j) Dapat digunakan daftar pertanyaan yang dilengkapi dengan
bagan, grafik, dan bulkonah (bulatan, kolom dan panah), dan
sebagainya.
Namun wawancara mempunyai beberapa kelemahan yang
dikemukakan oleh Sudjana (2008 : 198) seperti berikut:
a) Biaya pengumpulan data melalui wawancara, apabila
respondennya banyak, pada umumnya lebih besar bila
dibandingkan dengan biaya pengumpulan data melalui
kuesioner. Tenaga lapangan, supervisor, pelaksana,
penentuan sampel membutuhkan biaya yang lebih besar.
b) Pelaksanaan wawancara dan perjalanan menemui responden
sering memerlukan waktu lebih lama dari waktu yang
disediakan sesuai rencana.
c) Wawancara mungkin akan bias dengan cara mendesak
responden dalam menjawab pertanyaan, pencatatan jawaban
mungkin tidak lengkap, lebih-lebih apabila tidak tersedia
waktu untuk mengulang pertanyaan, dan kemungkinan status,
44
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
jenis kelamin, usia, pakaian, dan penampilan penanya dapat
mempengaruhi responden dalam menjawab pertanyaan.
d) Responden tidak memiliki kesempatan untuk mencari
informasi dari sumber lain sebelum atau sewaktu menjawab
pertanyaan.
e) Kemungkinan waktu wawancara kurang cocok dengan
kondisi responden seperti responden sedang dalam keadaan
kurang sehat, perasaan tegang, udara panas, banyak
kerumunan orang, dan gangguan lainnya, sehingga jawaban
responden ti8dak diperoleh secara wajar atau apa adanya.
f) Kerahasiaan responden kurang terjamin. Nama dan alamat
responden dan situasi kehidupannya diketahui oleh penanya.
Keadaan demikian sering dirasakan sebagai “tekanan” oleh
responden.
g) Kalimat dan istilah yang digunakan penanya kadang-kadang
tidak seragam untuk seluruh responden sehingga sering
menyulitkan untuk membandingkan kesamaan atau
perbedaan jawaban dari setiap responden.
h) Wawancara tidak dapat menjangkau responden dalam jumlah
besar dan dalam wilayah yang luas.
3) Pengamatan (Observation)
Obserrvasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak
menggunkan perkataan atau tidak disertai dengan komunikasi
lisan. Taknik ini pada umumnya melibatkan penglihatan terhadap
data visual, observasi dapat pula melibatkan indera lainnya seperti
pendengaran, sentuhan atau rabaan, serta penciuman. Teknik
observasi sering digunakan sebelum melakukan survei atau
pemakaiannya dapat digabungkan dengan teknik studi
dokumentasi dalam evaluasi program.
Menurut Sudjana (2006:200) teknik observasi memiliki
beberapa keunggulan yaitu:
a) Teknik observasi dilakukan tanpa harus berbicara. Evaluator
dapat menggunakan catatan lapangan atau rekaman gambar
45
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tentang tingkah laku, peristiwa, atau keadaan yang
diobservasi.
b) Objek yang diobservasi berada dalam lingkungan alamiah,
bukan lingkungan yang dimanipulasi sehingga data yang
dihimpun melalui teknik observasi akan objektif.
c) Analisis data dapat dilakukan secara berkelanjutan dalam
rentang waktu tertentu (longitudinal analysis) sehingga
memungkinkan bagi evaluator untuk melakukan observasi
lebih lama dibandingkan dengan pengumpulan data melalui
metode survei atau eksperimen.
Adapun kelemahan dari teknik observasi yaitu:
a) Kelemahan dalam pengontrolan terhadap variabel luar
(extranuous variable) yang mungkin mempengaruhi data
yang terhimpun melalui observasi.
b) Kesulitan membuat kuantifikasi data karena pengukuran
dalam observasi pada umumnya terjadi melalui persepsi
evaluator terhadap data yang bukan kuantitatif.
c) Sampel terlalu kecil sehingga sulit untuk menarik generalisasi
dan untuk membandingkan data yang diperoleh melalui
observasi dengan data lainnya.
d) Tidak mudah untuk memperoleh izin mengobservasi.
Pengamatan dalam situasi alamiah sering dilakukan dalam
lingkungan terbatas seperti kelompok tertentu, lembaga
pemerintah, perusahaan, dan lembaga swadaya masyarakat.
Evaluator sering mengalami kesulitan untuk memperoleh
persetujuan dari pihak-pihak tersebut untuk melakukan
observasi.
e) Kesulitan dalam mengobservasi peristiwa yang mengandung
isu yang sensitif dan dalam menjaga kerahasiaan nama orang-
orang yang diobservasi.
2. Konsep Pendidikan dan Pelatihan
a. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan
Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat (4) dinyatakan bahwa
lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan nonformal, di
samping satuan pendidikan lainnya yaitu kursus, kelompok belajar,
majelis ta‟lim, kelompok bermain, taman penitipan anak, pusat
46
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kegiatan belajar masyarakat, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Yang termasuk dalam satuan pendidikan yang sejenis antara lain
adalah panti penyuluhan, magang, bimbingan belajar, kepramukan,
pondok pesantren tradisional (salafiyah), padepokan, dan sanggar.
Pelatihan dapat dilakukan dalam jenis dan ruang lingkup pendidikan
nonformal. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan kerja, pendidikan
kedinasan, dan pendidikan kejuruan (PP No 73/1991).
Pendidikan dan Pelatihan pada umumnya merupakan serangkaian
kegiatan yang dipersiapkan organisasi untuk meningkatkan kinerja
pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Namun, seperti yang
diungkapkan Mustofa Kamil (2007:4) bahwa “Istilah pelatihan biasa
dihubungkan dengan pendidikan. Ini terutama karena secara
konsepsional pelatihan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan.
Meskipun demikian secara khusus pelatihan dapat dibedakan dari
pendidikan”.
Pendidikan dan Pelatihan memiliki beberapa perbedaan.
Perbedaan antara pendidikan dan pelatihan menurut Notoatmodjo
(1998:26) dalam Kamil (2007:9) mengemukakan perbandingan
antara pendidikan dan pelatihan secara lebih rinci pada beberapa
aspek. Pertama, pada aspek pengembangan kemampuan, pendidikan
lebih menekankan pada pengembangan kemampuan yang
menyeluruh (overall), sedangkan pelatihan lebih menekankan
47
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kemampuan khusus (specific). Kedua, Pada aspek area kemampuan,
pendidikan menekankan pada kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor; sedangkan pelatihan lebih menekankan pada
kemampuan psikomotor. Ketiga, pada aspek jangka waktu
pelaksanaan, pendidikan lebih bersifat jangka panjang (long term),
sedangkan pelatihan lebih bersifat jangka pendek (short term).
Keempat, pada aspek materi yang disampaikan, pendidikan lebih
bersifat umum, sedangkan pelatihan bersifat khusus. Kelima, pada
aspek penggunaan metode, pendidikan lebih bersifat konvensional,
sedangkan pelatihan bersifat inkonvensional. Keenam, pada aspek
penghargaan akhir, pendidikan memberikan gelar, sedangkan
pelatihan memberikan sertifikat.
Ikhtisar perbandingan antara pendidikan dan pelatihan ini dapat
dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3
Perbandingan Antara Pendidikan dan Pelatihan
No Aspek Pendidikan Pelatihan
1
.
Pengembangan
Kemampuan
Menyeluruh (overall) Khusus (specific)
2. Area Kemampuan Kognitif, afektif, psikomotor. Psikomotor
3. Jangka waktu
pelaksanaan
Jangka panjang (long term) Jangka pendek (short
term)
4. Materi Lebih umum Lebih khusus
5. Penggunaan
metode
pembelajaran
Konvensional Inkonvensional
6. Penghargaan akhir Gelar (degree) Sertifikat (non
degree)
( Sumber: Notoatmodjo, (1998:26) dalam (Kamil, 2010 : 10)).
48
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pendidikan sangat berperan penting bagi sumber daya manusia,
karena dengan pendidikan sumber daya manusia dapat
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Potensi
tersebut dapat dikembangkan apabila mereka mengikuti pelatihan-
pelatihan agar potensi yang ada dalam diri kita bisa terus diasah dan
aktif dalam mengembangkan potensi dirinya.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003, dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Adapun definisi pelatihan menurut Simamora (1995: 287) dalam
Kamil (2007: 4) mengartikan pelatihan sebagai „serangkaian
aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian,
pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seorang
individu.‟
Dari penjelasan diatas bahwa pendidikan dan pelatihan adalah
proses belajar-mengajar untuk meningkatkan kemampuan dan
49
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
keterampilan peserta didik yang meliputi kognitif, afektif, dan
psikomotor dalam menjalankan tugas.
b. Tujuan Pendidikan dan Pelatihan
Tujuan pendidikan dan pelatihan menurut Atmodiwirio (2005:38)
diantaranya:
1) Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan PNS kepada Pancasila,
UUD 1945, Negara dan Pemerintahan Republik Indonesia.
2) Menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar
memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan.
3) Memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi kepada
pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi
masyarakat.
4) Meningkatkan pengetahuan, keahlian dan/atau keterampilan serta
pembentukan sedini mungkin kepribadian PNS.
5) Kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan
tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya
pemerintahan yang baik. (PP No. 101 Tahun 2000)
c. Manfaat Pendidikan dan Pelatihan
Ada beberapa manfaat diklat yang dirasakan baik untuk individu
maupun organisasi. Menurut Atmodiwirio (2005:43) ada dua sisi
tentang manfaat diklat yang dapat dikemukakan:
50
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 2.4
Manfaat Diklat
Bagi Individu Bagi Organisasi
a. Menambah wawasan, pengetahuan
tentang perkembangan organisasi
baik secara internal maupun
eksternal.
b. Menambah wawasan tentang
perkembangan lingkungan yang
sangat mempengaruhi kehidupan
organisasi.
c. Menambah pengetahuan di bidang
tugasnya.
d. Menambah keterampilan dalam
meningkatkan pelaksanaan
tugasnya.
e. Meningkatkan kemampuan
berkomunikasi antara sesama.
f. Meningkatkan kemampuan
menangani emosi
g. Meningkatkan pengalaman
memimpin.
a. Menyiapkan petugas untuk
menduduki jabatan yang lebih
tinggi, dari jabatan yang sekarang.
b. Penyesuaian terhadap perubahan
yang terjadi dilingkungannya.
c. Merupakan landasan untuk
pengembangan selanjutnya.
d. Meningkatkan kemampuan
berproduksi.
e. Meningkatkan kemampuan
organisasi untuk menciptakan
kolaborasi dan jejaring kerja.
(Sumber : Atmodiwirio, 2005 : 43)
d. Jenis-jenis dan Jenjang Pendidikan Pelatihan
Menurut Atmodiwirio (2005:38) Pendidikan dan Pelatihan terdiri
dari:
1) Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan
2) Pendidikan dan Pelatihan Dalam Jabatan, terdiri dari:
a) Pendidikan dan Pelatihan Struktural
Diklat Struktural adalah pendidikan dan pelatihan yang
dipersyaratkan dalam PP No. 101/2000 Diklat Struktural
disebut Diklat Kepemimpinan (Diklatpim).
51
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional
Diklat Fungsional adalah pendidikan dan pelatihan yang
dipersyaratkan bagi PNS yang akan dan telah menduduki
jabatan fungsional. Pendidikan ini dapat dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional yang
bersangkutan.
c) Pendidikan dan Pelatihan Teknis
Pendidikan dan pelatihan teknis adalah pelatihan yang
diselenggarakan untuk memberi keterampilan atau
penguasaan pengetahuan di bidang tertentu kepada PNS
sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab
yang diberikan dengan sebaik-baiknya. (PP No. 14 Tahun
1994).
e. Sasaran Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
Menurut Atmodiwirio (2005:270) sasaran evaluasi pendidikan
dan pelatihan adalah “mencakup peserta, program penggunaan
personil, sarana dan prasarana, biaya tamatan, partisipasi pelanggan
dan masyarakat”.
1) Evaluasi terhadap peserta
Evaluasi dilaksanakan terhadap peserta selama mengikuti
diklat dalam bidang akademiknya yang meliputi kegiatan-
kegiatan selama dalam kelas (proses belajar-mengajar di kelas),
52
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
diskusi, seminar, praktek kerja lapangan, penulisan kertas kerja.
Disamping aspek akademik dievaluasi juga aspek sikap peserta.
a) Aspek akademik (penguasaan materi)
Menurut Atmodiwirio (2005:272) aspek yang dinilai
meliputi:
Pemahaman materi
Komunikasi lisan
Penganalisaan teoritis dan pemecahan masalah
Komunikasi tertulis.
b) Aspek sikap dan perilaku
Menurut Atmodiwirio (2005:272) aspek sikap dan
perilaku yang dinilai meliputi:
(1) Disiplin, adalah ketaatan dan kepatuhan peserta terhadap
seluruh ketentuan yang ditetapkan. Indikatornya adalah:
Kehadiran
Ketepatan hadir di kelas
Ketepatan penyelesaian tugas-tugas
Berpakaian rapi sesuai dengan ketentuan yang
ditentukan
(2) Kepemimpinan, kemempuan memotivasi dan
menggerakan peserta lainnya meyakinkan orang lain,
mempertahankan pendapat, dan mengatasi ketegangan
yang mungkin ada. Indikatornya adalah:
Obyektif dan tegas dalam mengambil keputusan
Membela kepentingan bersama sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Bertanggungjawab.
Memberi contoh yang dapat diteladani seperti
sabar, komunikatif, ksatria, adil, jujur, tekun, tegas
dan sosial.
53
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(3) Kerjasama, adalah kemampuan untuk menyelesaikan tugas
secara bersama-sama, Indikatornya adalah:
Menyelesaikan tugas bersama dengan orang lain
melalui musyawarah dan mufakat.
Membina keutuhan dan kelompok dan
kekompakan kelompok.
Tidak mendikte atau mendominasi kelompok.
Mau menerima pendapat orang lain.
(4) Prakarsa, kemampuan untuk mengajukan gagasan yang
bermanfaat bagi kepentingan kelompok atau kepentingan
yang lebih luas. Indikatornya adalah:
Berperilaku positif untuk kelancaran diklat atau
membuat situasi diklat lebih menggairahkan
Mampu mengajukan saran-saran yang nyata baik
yang menyangkut materi diklat maupun yang
menyangkut kelancaran pelaksanaan diklat.
Dapat menyampaikan gagasan baru yang
bermanfaat
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan
dan tidak bersifat menguji atau memojokkan orang
lain
Dapat mengendalikan diri sesuai dengan waktu,
situasi dan lingkungan.
2) Evaluasi Terhadap Widyaiswara
Evaluasi dilaksanakan oleh peserta setelah seorang
widyaiswara selesai menyajikan bahan/materi pelajaran yang
meliputi tanggung jawabnya. Menurut Atmodiwirio (2005:273)
unsur-unsur yang dinilai adalah:
a) Penguasaan materi
b) Sistematik penyajian
c) Kemampuan menyajikan materi
d) Ketepatan waktu hadir di kelas
e) Penggunaan metode mengajar dan alat bantu mengajar
54
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
f) Sikap dan perilaku
g) Cara menjawab pertanyaan dari peserta
h) Penggunaan bahasa
i) Pemberian motivasi belajar kepada peserta
j) Pencapaian tujuan pembelajaran
k) Daya simpatik, gaya dan sikap terhadap peserta
l) Cara berpakaian
m) Kerjasama antara widyaiswara jika proses pembelajaran
dilakukan oleh tim.
Tujuan dari evaluasi ini untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja widyaiswara/pengajar untuk lebih baik
lagi dalam melakukan tugasnya secara efektif dan efisien.
3) Evaluasi Terhadap Penyelenggara
Evaluasi dilaksanakan oleh peserta terhadap pelaksanaan diklat
termasuk unsur-unsur administrasi dan program akademiknya. Menurut
Atmodiwirio (2005:273) unsur-unsur yang dinilai adalah:
a) Tujuan diklat
b) Relevansi program diklat dengan tugas
c) Manfaat tiap mata pelajaran bagi pelaksanaan tugas
d) Manfaat diklat bagi peserta sendiri dan organisasi/unit kerjanya
e) Mekanisme pelaksanaan diklat
f) Hubungan peserta dengan pelaksanaan diklat
g) Pelayanan panitia/sekretariat terhadap peserta
h) Pelayanan akomodasi
i) Pelayanan konsumsi
j) Pelayanan kesehatan.
Tujuan evaluasi ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh
peserta diklat terhadap program yang diselenggarakan oleh panitia, sehingga
program berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
f. Aspek-aspek Program Pelatihan yang Dievaluasi
Grotelueschen (1976) dalam (Sudjana, 2007 : 264) membagi
aspek-aspek program yang dievaluasi ke dalam tiga kategori yaitu :
55
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
titik berat program (program emphases), sumber-sumber program
(program resources), dan dampak yang ditimbulkan program
(program outcomes). Pada titik berat program berkaitan dengan
upaya penentuan prioritas unsur-unsur program yang termasuk ke
dalam komponen, proses atau tujuan program. Sumber-sumber
program mencakup sumber daya manusia, sumber daya alam dan
lingkungan, kebijakan dan peraturan, dan kerjasama antar lembaga
penyelenggara program pelatihan. Perolehan program meliputi
keluaran yaitu perubahan perilaku peserta pelatihan dan lulusan
peningkatan kemampuan, serta pengaruh program bagi peningkatan
kesejahteraan peserta pelatihan atau lulusan, pembelajaran orang lain
dan/atau partisipasi lulusan dalam pembangunan masyarakat.
Adapun unsur-unsur program yang dievaluasi berdasarkan sistem
pelatihan adalah komponen-komponen yang terdiri atas masukan
lingkungan (environmental input), masukan sarana (instrumental
input), masukan mentah (raw input), proses (process), keluaran
(output), masukan lain (other input) Sudjana (2007 : 265).
Komponen dari masukan lingkungan (environmental input)
meliputi lingkungan alam, sosial budaya, dan kelembagaan.
Komponen masukan sarana (instrumental input) meliputi
kurikulum atau program pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, serta biaya. Kurikulum atau program pembelajaran
mencakup tujuan pembelajaran, materi (bahan) pembelajaran,
56
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
metode-teknik dan media pembelajaran serta alat evaluasi hasil
belajar. Adapun pendidik sebagai unsur tenaga kependidikan harus
memiliki kemampuan dalam proses pembelajaran yang mencakup
kemampuan dasar, akademik, personal, sosial, dan profesional.
Dalam sebuah pelatihan ada yang disebut dengan pelatih, pelatih
disini dapat terdiri atas tutor, pamong belajar,
pelatih/widyaiswara/instruktur, penyuluh, pengampu, dan lain
sebagainya. Sebagai seorang pelatih, pelatih harus mempunyai
kemampuan kemampuan dalam menajemen pembelajaran.
Grotelueschen (1976) dalam (Sudjana, 2007 : 266) memaparkan
bahwa aspek-aspek pelatih yang dievaluasi adalah keterlibatannya
dalam program dan penampilannya dalam proses pembelajaran.
Untuk sarana dan prasarana pembelajaran dalam kegiatan pelatihan
terdiri dari lokasi pembelajaran, penti pembelajaran, gedung dan
perlengkapan pembelajaran (termasuk di dalamnya adalah meja,
kursi, dan mebeler), laboratorium, tempat kerja (workshop), dan alat-
alat bantu pembelajaran seperti papan tulis, alat tulis, buku, OHP, dan
lain sebagainya. Sarana dan prasarana serta alat bantu pelatihan perlu
di evaluasi karena hal ini sangat mempengaruhi peserta diklat dalam
menjalani proses pembelajaran yang diterima dalam kegiatan
pelatihan. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana serta alat
bantu akan menimbulkan ketidaknyamanan peserta diklat dalam
menerima materi. Selain itu, dalam program penyelenggaraan ada
57
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
yang perlu di evaluasi adalah organisasi penyelenggara, peraturan
yang digunakan, tipe dan status organisasi, daya dukung, jejaring dan
hubungan kemitraan dengan pihak luar yang terkait. Evaluasi yang
terakhir tentang pembiayaan, pembiayaan berkaitan dengan anggaran
dan pengelolaan biaya yang berkaitan dengan pelatihan.
Menurut Sudjana, (2007 : 267) komponen masukan mentah (raw
input) terdiri dari peserta pelatihan. Peserta pelatihan mempunyai
karakteristik internal dan eksternal. Adapun karakteristik internal
peserta pelatiha yaitu :
1) Atribut fisik
Atribut fisik meliputi usia, jenis kelamin, tinggi dan berat
badan, serta kondisi panca indera.
2) Atribut psikis
Atribut psikis adalah kebutuhan belajar, motivasi belajar,
aspirasi, keinginan, minat, tujuan. Hal ini meliputi kesiapan
belajar dan kemampuan mental.
3) Atribut fungsional
Atribut fungsional meliputi pekerjaan, pendidikan, kesehatan,
dan status sosial ekonomi.
Karakteristik eksternal peserta pelatihan berkaitan dengan
lingkungan kehidupan peserta pelatihan meliputi lingkungan
keluarga, kebiasaan dans arana belajar yang terdapat di masyarakat
dan daerah. Evaluasi terhadapa masukan mentah ini adalah untuk
58
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menjawab pertanyaan tentang karakteristik mana yang paling
mendorong atau menghambat peserta pelatihan untuk belajar dan
bagaimana pengaruhnya terhadap proses, hasil dan dampak
pembelajaran.
Dalam komponen proses, proses pembelajaran yang perlu
dievaluasi ialah interaksi edukasi anatara peserta pelatihan dengan
pelatih. Proses ini menyangkut pembelajaran, bimbingan dan atau
latihan. Perlu diperhatikan juga pendekatan dan metode yang
digunakan oleh pelatih dan teknik kegiatan belajar oleh peserta
pelatihan. Dalam evaluasi program juaga perlu diidentifikasi tentang
efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Komponen keluaran (output) adalah lulusan program pelatihan.
Keluaran yang dievaluasi adalah kuantitas dan kualitas lulusan
program pelatihan setelah mengalami proses pembelajaran.
Kuantitas adalah jumlah lulusan yang berhasil menyelesaikan proses
pembelajaran dalam program pelatihan. Kualitas adalah perubahan
tingkah laku peserta pelatihan atau lulusan meliputi ranah afeksi,
kognisi, dan psikomotor.
59
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir ini disusun secara rasional menurut konsep dan teori
yang ada dengan penemuan permasalahan ketika diimplementasikan. Proses
alur pikir peneliti dalam melakukan penelitian ini sebagai berikut :
KERANGKA PEMIKIRAN
Keterangan : Gambar 2.4
Fenomena Umum :
1. Undang-Undang Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003 pasal
78
2. PP No. 47 Tahun 2008
3. Instruksi Presiden No.15
Tahun 1974
EVALUASI
PROGRAM
PELATIHAN
PENYUSUNAN
BAHAN AJAR
BERBASIS TIK
Fenomena Khusus :
1) Tujuan program pelatihan yang
akan dicapai terlalu umum.
2) Kriteria peserta pelatihan kurang
diperhatikan berdasarkan analisis
kebutuhan.
3) Kurang sesuainya contoh
penyampaian materi yang dilakukan
pelatih terhadap peserta diklat.
4) Sejauh mana peserta pelatihan yang
sudah mengikuti pelatihan
mengaplikasikan pelatihan tersebut,
pihak lembaga belum bisa secara
cepat mengevaluasi.
Fokus Penelitian
Context
Input
Process
Product
Terlatihnya keterampilan tenaga
pendidik dalam menyusun atau
mendesain bahan ajar berbasis TIK
secara efektif dan efisien
60
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
= Garis utama (titik awal yang akan diteliti)
= Garis penghubung (saling berhubungan)
= Garis pendukung (yang akan dicapai)
= Garis yang menjadi fokus kajian
Kerangka pikir yang terdapat dalam gambar 2.4 tersebut merupakan alur
berpikir yang melandasi pemikiran penelitian analisis evaluasi program pelatihan
di lembaga diklat yang diawali oleh perundang-undangan yang menjelaskan
mengenai evaluasi , yaitu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 pasal 78 mengenai evaluasi pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor
47 Tahun 2008 pasal 8 dan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974. Selain adanya
peraturan perundang-undangan tersebut, dalam penelitian ini juga terdapat banyak
fenomena-fenomena khusus yang terjadi diantaranya: tujuan program pelatihan
yang akan dicapai terlalu umum, penunjukkan peserta pelatihan kurang
diperhatikan berdasarkan analisis kebutuhan, kurang sesuainya contoh
penyampaian materi yang dilakukan pelatih terhadap peserta diklat, sejauh mana
peserta pelatihan yang sudah mengikuti pelatihan mengaplikasikan pelatihan
tersebut, pihak lembaga belum bisa secara cepat mengevaluasi.
Dengan adanya fenomena-fenomena tersebut, maka akan menjadi bahan
dasar dalam melakukan analisis evaluasi program pelatihan di lembaga diklat.
Analisis evaluasi dilihat dari komponen context, input, process, dan product.
Maksud evaluasi context ini adalah upaya menggambarkan dan merinci
lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani,
dan tujuan. Adapun evaluasi input merupakan gambaran penyediaan data untuk
menentukan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang dapat digunakan untuk
61
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mencapai tujuan program. Evaluasi process merupakan gambaran pengecekan
yang berkelanjutan atas implementasi perencanaan. Sedangkan evaluasi product
adalah ambaran pengukuran dan menginterpretasi pencapaian program selama
pelaksanaan program dan pada akhir program. Sehingga dalam menganalisis
dengan model evaluasi CIPP ini bermaksud untuk menganalisis evaluasi program
pelatihan di lembaga diklat agar menjadi efektif dan efisien.
C. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian berjudul “Evaluasi Penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler
Di UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar Periode 2010”. Pengarang
Satriana Maraya (E211 07 023). Metode penelitian yang digunakan adalah
kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini diukur dengan menggunakan tiga
komponen pembentuk kompetensi yakni pengetahuan, keterampilan dan
perilaku. Setelah melakukan penelitian, evaluasi penyelenggaraan program
pelatihan reguler periode 2010 yang difokuskan pada dampaknya, maka
dapat dikatakan program pelatihan reguler telah mencapai tujuan yakni
dapat mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten dibidangnya. Hal ini
dapat dilihat dari para alumni program pelatihan reguler di Balai Latihan
Kerja Industri Makassar Periode 2010 yang telah memiliki pengetahuan,
keterampilan dan mampu menerapkan sikap kerja yang baik sehingga
dapat dikatakan berkompeten dibidangnya. Namun demikian diharapkan
program pelatihan reguler di Balai Latihan Kerja Industri Makassar perlu
lebih ditingkatkan lagi sehingga tetap dapat mewujudkan tenaga kerja
yang berkompeten dibidangnya.
62
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Penelitian berjudul “Evaluasi Program Intensive Course (IC) di Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan Ganesha (Penelitian
Evaluasi Berbasis Model CIPP)”. Pengarang Nyoman Pasek Hadisaputra
S2 Pengembangan Kurikulum. Hasil dari penelitian evaluasi ini
memperlihatkan: 1) Tujuan inti program IC sesuai dengan hasil analisis
kebutuhan, akan tetapi dalam analisis kebutuhan stakeholder juga
membutuhkan kompetensi lainnya untuk dimasukkan ke dalam program
IC nantinya seperti kompetensi linguistik, kepribadian, dan sosial, 2)
Desain program IC secara umum sesuai dengan tujuan program IC, hanya
saja komponen pengembangan materi perlu disesuaikan dengan hasil
analisis kebutuhan, 3) Proses pelaksanaan program IC secara umum sesuai
dengan tujuan program IC, akan tetapi monitoring dan evaluasi terhadap
program IC perlu dilakukan, 4) Hasil pembelajaran program IC selama
dan setelah pelaksanaan program sesuai dengan tujuan program IC, dan 5)
Terdapat beberapa aspek yang cukup berhasil dan yang masih perlu
perbaikan dalam program ini. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti
merekomendasikan: a) Penyesuaian tujuan program IC dengan kebutuhan
stakeholders, b) Mengembangkan materi yang sesuai dengan kebutuhan
stakeholders tersebut, dan c) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
program IC secara berkala. Perubahan yang bersifat neomobilisitic dalam
hal tujuan, materi (content), metode pembelajaran (teaching methods), dan
evaluasi harus dilakukan terhadap program IC dalam usaha memenuhi
kebutuhan para stakeholder saat ini.
63
Ivy Muhajjalina, 2012
Evaluasi Program Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Tik Dan Balai Pelatihan
Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3. Jurnal berjudul “Evaluasi Program Pelatihan Tenaga Bantu Penyuluh
Pertanian (Studi Penelitian Evaluatif dengan Model Evaluasi CIPP di
Kabupaten Bantul)”. Pengarang Gunawan Yuliyanto S2 Penyuluhan dan
Pembangunan PPs Pascasarjana UNS. Penelitian ini merupakan penelitian
evaluatif, dengan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process dan
Product) dari Stufflebeam. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Program
pelatihan pembekalan relevan dengan kebutuhan peserta, Analisis
Kebutuhan Latihan perlu dilakukan lebih cermat, Materi pelatihan
termasuk kategori sangat relevan dengan kebutuhan peserta (45,4%); 2)
Katagori sarana pelatihan baik (45,5%), Pengelolaan program dalam
katagori baik (54,5%); 3) Karakteristik pendidikan peserta 77,27%
berpendidikan SMK, Kemampuan fasilitator perlu ditingkatkan dalam hal
Icepelatihan/memotivasi peserta; 4) Kualitas pelaksanaan program
termasuk katagori baik (45,5%); 5) Manfaat program pelatihan
pembekalan bagi peserta termasuk katagori baik (45,4%); 6) Keterampilan
THL TBPP melakukan penyuluhan di lapangan dinilai oleh Pengurus
Kelompok Tani maupun Pimpinan BPP dalam katagori baik (45,5%), pada
aspek pengetahuan teknis pertanian dan pembuatan media penyuluhan
perlu ditingkatkan.