BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang...

25
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Theory of Planned Behavior Menurut Feld & Frey (2002) dalam Octania Amriani,dkk (2014) penelitian mengenai kepatuhan pajak, dapat dilihat dari sisi psikologi wajib pajak.Pendekatan melalui aspek psikologi dilakukan mengingat dalam suatu negara yang menganut demokrasi, hubungan antara pembayar pajak dengan otoritas pajak dapat dilihat sebagai suatu kontrak psikologi.Suatu kontrak psikologi menuntut adanya hubungan yang setara antara pembayar pajak tergantung dari seberapa besar kedua belah pihak saling memercayai dan mematuhi atau memenuhi komitmen dalam kontrak psikologi (Hidayat, 2010) Kajian dalam bidang psikologi mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak, salah satunya adalah melalui Theory of Planned Behavior (TPB) (Ajzen, 1991) dalam (Hidayat, 2010). Berdasarkan model TPB, menurut Ajzen (1991), dapat dijelaskan bahwa perilaku individu untuk patuh terhadap ketentuan perpajakan ditentukan oleh niat (intention). Niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) Behavioral belief Keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku (outcome belief) dan evaluasi terhadap hasil dari keyakinan tersebut. Keyakinan dan evaluasi terhadap hasil ini akan membentuk variabel sikap (attitude).

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Theory of Planned Behavior

Menurut Feld & Frey (2002) dalam Octania Amriani,dkk (2014) penelitian

mengenai kepatuhan pajak, dapat dilihat dari sisi psikologi wajib

pajak.Pendekatan melalui aspek psikologi dilakukan mengingat dalam suatu

negara yang menganut demokrasi, hubungan antara pembayar pajak dengan

otoritas pajak dapat dilihat sebagai suatu kontrak psikologi.Suatu kontrak

psikologi menuntut adanya hubungan yang setara antara pembayar pajak

tergantung dari seberapa besar kedua belah pihak saling memercayai dan

mematuhi atau memenuhi komitmen dalam kontrak psikologi (Hidayat, 2010)

Kajian dalam bidang psikologi mengenai faktor yang mempengaruhi

perilaku kepatuhan pajak, salah satunya adalah melalui Theory of Planned

Behavior (TPB) (Ajzen, 1991) dalam (Hidayat, 2010). Berdasarkan model TPB,

menurut Ajzen (1991), dapat dijelaskan bahwa perilaku individu untuk patuh

terhadap ketentuan perpajakan ditentukan oleh niat (intention). Niat untuk

berperilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1) Behavioral belief

Keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku (outcome belief) dan

evaluasi terhadap hasil dari keyakinan tersebut. Keyakinan dan evaluasi

terhadap hasil ini akan membentuk variabel sikap (attitude).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

2) Normatif belief

Keyakinan individu tentang harapan normatif orang lain yang menjadi

rujukannya, seperti keluarga, teman, dan konsultan pajak serta motivasi

untuk mencapai harapan tersebut. Harapan normatif ini membentuk

veriabel norma subjektif (subjective norm).

3) Control belief

Keyakinan individu tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau

menghambat perilakunya dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal

tersebut mempengaruhi perilakunya.Control belief membentuk variabel

kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control).

Menurut Ajzen (1991) sikap yang mendorong perilaku (attitude toward

behavior) merupakan derajat dimana seseorang memiliki evaluasi atau penilaian

positif atau negatif terhadap perilaku yang akan ditampilkan. Respon positif atau

negatif itu adalah hasil proses evaluasi (outcome evaluation) terhadap keyakinan

(behavioral belief strength) individu yang mendorong perilaku.

Pengertian norma subjektif(subjective norm) adalah persepsi tekanan

sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Norma

subjektifmerupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan (injunctive normative

beliefs) individu dimana satu atau lebih orang di sekitarnya (misalnya, saudara,

teman sejawat) menyetujui perilaku tertentu dan memotivasi individu (motivation

to comply) tersebut untuk mematuhi mereka (Ajzen, 1991).Penelitian ini

menggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk

berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas pelayanan.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

Pengertian kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control)

Ajzen (1991) mendefinisikan sebagai persepsi kemudahan atau kesulitan untuk

melakukan perilaku.Semakin besar (power of control) semakin besar pula niat

seseorang untuk melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan.Indikator yang

digunakan sebagai kontrol pada penelitian ini adalah sanksi perpajakan.Sanksi

pajak dibuat adalah untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan

perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib

pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak

untuk taat pajak.

Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga

faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor

tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention, kemudian tahap terakhir

adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki

maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang

berperilaku (Mustikasari, 2007).

2.1.2 Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM) adalah suatu model untuk

memprediksi dan menjelaskan bagaimana pengguna teknologi menerima dan

menggunakan teknologi tersebut dalam pekerjaan individual pengguna. Tujuan

dari Technology Acceptance Model (TAM) ini adalah untuk menjelaskan sikap

individu terhadap penggunaan suatu teknologi.Sikap individu atau reaksi yang

muncul dari penerimaan teknologi tersebut dapat bermacam-macam diantaranya

dapat digambarkan dengan intensitas atau tingkat penggunaan teknologi tersebut.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

Menurut Pratama (2008) dalam Gita (2010), penerimaan pengguna atau

pemakai teknologi informasi menjadi bagian dari riset dari penggunaan teknologi

informasi, sebab sebelum digunakan dan diketahui kesuksesannya, terlebih dahulu

dipastikan tentang penerimaan atau penolakan atas penggunaan teknologi

informasi tersebut.Penerimaan pengguna teknologi informasi merupakan faktor

penting dalam penggunaan dan pemanfaatan sistem informasi yang

dikembangkan.Penerimaan pengguna teknologi informasi sangat erat kaitannya

dengan variasi permasalahan pengguna dan potensi imbalan yang diterima jika

teknologi informasi diaplikasikan dalam aktivitas pengguna kaitannya dengan

aktivitas perpajakan (Pratama, 2008).

Pengguna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang

Pribadi dan teknologi informasi yang dimaksud adalah e-Filing.Pengertian yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan e-Filing dapat

mempengaruhi kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Model Technology Acceptance Model (TAM) awalnya dikenalkan oleh

Davis (1989) yang dikembangkan dari Theory Resoned Action (TRA) dan

TheoryPlanned Behaviour (TPB). Hasil penelitian Davis menunjukkan bahwa

faktor yang mempengaruhi minat penggunaan sistem informasi dipengaruhi oleh

persepsi kebermanfaatan (perceived usefulness) dan persepsi kemudahan

penggunaan (perceived ease of use).

Persepsi kebermanfaatan menjadi penentu suatu sistem dapat diterima atau

tidak. Wajib pajak yang beranggapan bahwa e-Filing akan bermanfaat bagi

mereka dalam melaporkan SPT menyebabkan mereka tertarik menggunakannya.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

Semakin besar ketertarikan mereka menggunakannya, maka semakin besar juga

intensitas pengguna dalam menggunakan sistem informasi tersebut. Begitu juga

sebaliknya yang akan terjadi jika wajib pajak menganggap e-Filing tidak

bermanfaat untuknya dalam hal melaporkan SPT, maka yang akan terjadi adalah

wajib pajak menjadi tidak mau menggunakan e-Filing. Hal ini berakibat pada

turunnya intensitas penggunaan e-Filing oleh pengguna.

Persepsi kemudahan penggunaan juga menjadi penentu suatu sistem dapat

diterima atau tidak. Wajib pajak yang beranggapan bahwa e-Filing itu mudah

digunakan akan mendorong mereka untuk terus menggunakan sistem tersebut.

Kemudahan yang diberikan oleh e-Filing akan menyebabkan wajib pajak senang

dalam menggunakannya dan akan mengesampingkan kekurangan yang ada dalam

e-Filing. Begitu juga sebaliknya, jika wajib pajak telah merasakan

ketidakmudahan pada e-Filing, maka yang akan terjadi adalah wajib pajak

menjadi tidak takut dan tidak bersemangat dalam menggunakannya. Persepsi yang

seperti ini akan mengurangi minat wajib pajak dalam menggunakan e-Filing.

Kepuasan pengguna juga menjadi penentu suatu sistem dapat diterima atau

tidak. Kepuasan yang dirasakan oleh wajib pajak setelah menggunakan e-

Filingakan menyebabkan wajib pajak tertarik menggunakan kembali sistem

tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika wajib pajak merasa dikecewakan setelah

menggunakan e-Filing maka yang akan terjadi adalah wajib pajak menjadi malas

menggunakan e-Filing lagi.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

2.1.3 Pengertian Pajak

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas

Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada

negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Soemitro dalam Resmi (2007:1), pajak adalah iuran rakyat

kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat

digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian Pajak tersebut adalah

salah satu dari berbagai asumsi yang dikemukakan oleh para ahli, walaupun

definisi yang diutarakan berbeda-beda, namun masing-masing memiliki tujuan

yang sama. Seperti yang dijabarkan oleh Andriani (2000) “Pajak adalah iuran

kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak, yang

pembayarannya menurut peraturan-peraturan tidak dapat prestasi kembali yang

langsung dapat di tunjuk, dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk meyelenggarakan

pemerintahan”.

2.1.4 Pengertian Wajib Pajak

Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran

pajak, pemotongan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rosdiana dan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

Irianto, 2011).Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan

kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotong pajak

tertentu.Wajib pajak bisa berupa wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak

badan.Wajib pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan

diatas pendapatan tidak kena pajak (Rahman, 2010).

Dalam KUP, ketentuan mengenai kewajiban mendaftarkan diri untuk

wajib pajak orang pribadi (WP OP) dibedakan perlakuannya (tax treatment)

antara wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan wajib

pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Wajib

pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak

badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP) paling lama satu bulan setelah saat usaha mulai dijalankan (Rosdiana dan

Irianto, 2011).Yang dimaksud dengan saat usaha mulai dijalankan adalah saat

yang terjadi lebih dulu antara saat pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai

dilakukan.

2.1.5 Kualitas Pelayanan

Pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang

diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak untuk membantu

wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya.Pelayanan pajak termasuk dalam

pelayanan publik karena:

1. Dijalankan oleh instansi pemerintah

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

2. Bertujuan utuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam

rangka pelaksanaan undang-undang.

3. Tidak berorientasi pada profit atau laba

Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan

kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan

yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus.

Melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-84/PJ/2011

tentang Pelayanan Prima ditegaskan beberapa ketentuan dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan petugas pajak kepada Wajib

Pajak yaitu sebagai berikut, yaitu:

1. Waktu pelayanan adalah pukul 08.00 sampai dengan 16.00 waktu

setempat

2. Pegawai yang berhubungan langsung dengan Wajib Pajak harus menjaga

sopan santun dan perilaku, ramah, tanggap, cermat dan cepat serta tidak

mempersulit layanan, dengan cara:

a. Bersikap hormat dan rendah hati terhadap tamu.

b. Petugas selalu berpakaian rapi dan bersepatu.

c. Selalu bersikap ramah, memberikan 3S (Senyum, Sapa dan Salam).

d. Mengenakan kartu identitas pegawai.

e. Mendengarkan dengan baik apa yang diutarakan oleh Wajib Pajak,

tidak melakukan aktivitas lain misalnya menjawab panggilan

telepon, makan dan minum atau mendengarkan musik saat

memberi pelayanan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

f. Apabila masih terdapat layanan yang perlu dilakukan konfirmasi

sehingga Wajib Pajak tidak menunggu terlalu lama, petugas dapat

meminta nomor telepon Wajib Pajak untuk dihubungi kembali.

g. Tidak mengobrol atau bercanda berlebihan sesama petugas.

h. Menata waktu konsultasi dengan efektif dan efisien.

i. Menyerahkan dokumen atau tanda terima kepada Wajib Pajak

dengan sopan.

3. Dalam merespon permasalahan dan memberikan informasi kepada Wajib

Pajak, seharusnya:

a. Petugas memberikan informasi/penjelasan secara lengkap dan jelas

sehingga Wajib Pajak dapat mengerti dengan baik.

b. Untuk lebih menyakinkan Wajib Pajak, petugas dapat

menggunakan brosur/buku petunjuk teknis pelayanan

c. Apabila petugas belum yakin terhadap permasalahan yang

ditanganinya, segera diinformasikan ke petugas lain, supervisor

atau atasan yang bersangkutan dan memberitahukan permasalahan

yang disampaikan Wajib Pajak agar Wajib Pajak tidak ditanyai

berkali-kali.

4. Setiap tamu yang datang,harus ada petugas keamanan yang menyambut,

menanyakan keperluan dan mempersilahkan tamu dengan sopan untuk

mengambil nomor antrian.

5. Akan lebih baik bila petugas dapat menjelaskan berapa lama Wajib Pajak

harus menunggu.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

6. Apabila terjadi aliran listrik padam atau sistem sedang rusak atau

terganggu yang mengakibatkan petugas tidak dapat melayani dengan,

sehingga Wajib Pajak menjadi tidak sabar/marah, maka yang harus

diperhatikan adalah:

a. Petugas meminta maaf atas situasi tersebut.

b. Memberikan informasi bahwa listrik padam atau sistem sedang

rusak.

c. Menanyakan kesediaan Wajib Pajak untuk menunggu.

d. Menanyakan nomor telepon yang bisa dihubungi apabila Wajib

Pajak memilih untuk meninggalkan KPP untuk sementara waktu.

e. Memberitahu Wajib Pajak saat suasana sudah kembali normal dan

proses sudah selesai.

f. Jika memungkinkan, agar disediakan minuman ringan kepada

Wajib Pajak yang sedang menunggu.

7. Bila petugas terpaksa tidak dapat menerima laporan atau surat yang

disampaikan oleh Wajib Pajak misalnya karena kurang lengkap, maka

petugas harus menjelaskannya secara jelas dan ramah sampai Wajib Pajak

memahami dengan baik.

Menurut Zeithaml (1990) terdapat 5 dimensi kualitas pelayanan jasa yang

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Penampilan dan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan

lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan

oleh pemberi jasa.

2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampan perusahaan untuk memberikan

pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Harus

sesuai dengan harapan pelanggan berarti kinerja yang tepat waktu,

pelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan akurasi tinggi.

3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu

dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada

pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan

santunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan

rasa percaya pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari komponen:

komunikasi (communication), kredibilitas (cedibility), keamanan

(security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual

atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya

memahami keinginan konsumen dimana suatu perusahaan diharapkan

memiliki suatu pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami

kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian

yang nyaman bagi pelanggan.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

2.1.6 Sanksi Perpajakan

Terdapat undang-undang yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata

cara perpajakan.Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan

kepada orang yang melanggar peraturan.Sanksi diperlukan agar peraturan atau

undang-undang tidak dilanggar.Agar peraturan perpajakan dipatuhi, maka harus

adasanksi perpajakan bagi para pelanggarnya.

Definisi sanksi pajak menurut Mardiasmo (2011:59) adalah sebagai

berikut: “Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan

dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan

alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.”

Dengan diberikannya sanksi terhadap wajib pajak yang lalai maka wajib

pajak pun akan berfikir dua kali jika dia akan melakukan tindak kecurangan atau

dengan sengaja lalai dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, sehingga wajib

pajak juga akan lebih memilih patuh dalam hal pemenuhan kewajiban

perpajakannya daripada dia harus menanggung sanksi yang diberikan. Hal serupa

juga dikemukakan oleh M.Zain (2007:35) yaitu: ”Sesungguhnya tidak diperlukan

suatu tindakan apapun, apabila dengan rasa takut dan ancamam hukuman (sanksi

dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya.

Perasaan takut tersebut merupakan alat pencegah yang ampuh untuk mengurangi

penyelundupan pajak atau kelalaian pajak.Jika hal ini sudah berkembang

dikalangan para wajib pajak maka akan berdampak pada kepatuhan dan kesadaran

untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.”

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

Dalam Mardiasmo (2011:59) undang-undang perpajakan dikenal ada dua

macam sanksi, yaitu sanksi pidana dan sanksi administrasi. Sanksi pidana

merupakaan siksaan atau penderitaan, merupakan suatu alat terakhir atau benteng

hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sedangkan sanksi

administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khsususnya yang

berupa bunga dan kenaikan.

Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator

(Restu, 2014) sebagai berikut:

a. Sanksi pajak sangat diperlukan agar tercipta kedisiplinan Wajib Pajak

dalam memenuhi kewajiban perpajakan

b. Pengenaan sanksi harus dilaksanakan dengan tegas kepada semua Wajib

pajak yang melakukan pelanggaran

c. Sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak harus sesuai dengan besar

kecilnya pelanggaran yang sudah dilakukan

d. Penerapan sanksi pajak harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku

2.1.7 Biaya Kepatuhan Pajak

Compliance cost adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak

dalam rangka melakukan pemenuhan kewajiban pajak. Besarnya biaya-biaya yang

harus dikeluarkan Wajib Pajak dalam menyelenggarakan kewajiban

perpajakannya, turut menentukan tingkat kepatuhan perpajakan.

Menurut Sandford (1994)dalam Prasetyo (2008) membagi Biaya

Kepatuhan Pajak dalam tiga jenis biaya, yakni direct money cost, time cost,

danpsychological cost. Berikut ini adalah penjelasan mengenai direct money cost,

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

time cost, dan psychological cost menurut Sandford (1994), dan pemikir lain yang

mempunyai kaitan atau kesamaan terhadap ketiga jenis biaya tersebut.

a. Direct Money Cost

Menurut Sandford (1994), direct money cost adalah biaya-biaya

cash money (uang tunai) yang dikeluarkan wajib pajak dalam rangka

pemenuhan kewajiban pajak, seperti pembayaran kepada konsultan pajak

dan biaya perjalanan ke bank untuk melakukan penyetoran pajak. Biaya-

biaya berupa actual cash outlay yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam

pemenuhan kewajiban pajak ini, yang oleh Sandford (1994)

dikelompokkan dalam direct money cost, timbul sebagai implikasi dari

adanya sistem pemungutan pajak self assessment. Dengan kata lain, biaya

kepatuhan pajak merupakan implikasi inheren dari sistem pemungutan

pajak self assessment.

b. Time Cost

Menurut Sandford (1994), time cost adalah waktu yang terpakai

oleh wajib pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajak, antara

lain waktu yang digunakan untuk membaca formulir surat pemberitahuan

pajak (SPT) dan buku petunjuknya, waktu yang digunakan untuk

berkonsultasi dengan akuntan atau konsultan pajak dalam mengisi SPT,

dan waktu yang digunakan untuk pergi dan pulang ke kantor pajak.

c. Psychological Cost

Guyton et al.(2003)menjelaskan bahwa biaya psikologis meliputi

ketidakpuasan, rasa frustasi, serta keresahan wajib pajak dalam

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

berinteraksi dengan sistem dan otoritas pajak.Pendapat senada

disampaikan oleh Sandford (1994) yang mengatakan bahwa psychological

cost adalah rasa stress dan berbagai rasa takut atau cemas karena

melakukan tax evasion. Terkait dengan pendapat Guytonet al.dan

Sandford tersebut, penelitimenggunakan batasan psychological cost

sebagai biaya psikologis yang meliputi rasa frustasi, cemas atau stress

ketika wajib pajak berinteraksi dengan otoritas pajak atau menghadapi

masalah yang ditimbulkan oleh sistem perpajakan atau peraturan

perpajakan.

Biaya Kepatuhan Pajak merupakan biaya-biaya yang ditanggung

oleh wajib pajak terkait dengan pemenuhan kewajiban pajak. Karena wajib

pajak sudah berusaha patuh untuk membayar pajak sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka

wajib pajak berharap agar biaya transaksi atau biaya-biaya yang terkait

dengan pemenuhan kewajiban pajak adalah minimal, meliputi biaya riil

(yakni, direct money cost) maupun biaya semu (antara lain, time cost dan

psychological cost). Namun, apabila jumlah Biaya Kepatuhan Pajak lebih

besar daripada ekspektasi wajib pajak, maka timbul potensi dalam diri

wajib pajak untuk menjadi tidak patuh dalam melakukan pemenuhan

kewajiban pajaknya.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi biaya kepatuhan pajak, semakin rendah kepatuhan pajak.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

2.1.8 Penerapan e-Filing

E-Filingadalah sebuah layanan pengiriman atau penyampaian Surat

Pemberitahuan (SPT) secara elektronik baik untuk Orang Pribadi maupun Badan

(perusahaan, organisasi) ke Direktorat Jendral Pajak melalui sebuah ASP

(Application Service Provider atau Penyedia Jasa Aplikasi) dengan memanfaatkan

jalur komunikasi internet secara online real time, sehingga Wajib Pajak (WP)

tidak perlu lagi melakukan pencetakan semua formulir laporan dan menunggu

tanda terima secara manual. Online berarti bahwa Wajib Pajak dapat melaporkan

pajak melalui internet dimana saja dan kapan saja, sedangkan kata realtime berarti

bahwa konfirmasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat diperoleh saat itu

juga apabila data-data Surat Pemberitahuan (SPT) yang diisi dengan lengkap dan

benar telah sampai dikirim secara elektronik.

E-Filingini sengaja dibuat agar tidak ada persinggungan Wajib Pajak

dengan aparat pajak dan kontrol Wajib Pajak bisa tinggi karena merekam sendiri

SPT nya.E-Filingini bertujuan mencapai transparansi dan bisa menghilangkan

praktek-praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).Direktorat Jenderal Pajak

telah mengeluarkan peraturan terbaru mengenai e-Filingini yaitu Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-03/PJ/2015 tentang Penyampaian Surat

Pemberitahuan Elektronik.

Wajib Pajak tidak perlu lagi datang ke Kantor Pelayanan Pajak jika sudah

menggunakan fasilitas e-Filingsehingga penyampaian SPT menjadi lebih

mudahdan cepat. Hal ini karena pengiriman data SPT dapat dilakukan di mana

saja dan kapan saja serta dikirim langsung ke database Direktorat Jenderal Pajak

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

dengan fasilitas internet yang disalurkan melalui satu atau beberapa perusahaan

Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak. E-

Filing mempermudah penyampaian SPT dan memberi keyakinan kepada Wajib

pajak bahwa SPT itu sudah benar diterima Direktorat Jenderal Pajak serta

keamanan jauh lebih terjamin. Alat kelengkapan e-Filingmeliputi Penyedia Jasa

Aplikasi (ASP), Suratpermohonan memperoleh e-FIN, e-FIN atau Electronic

Filling IdentificationNumber, Digital Certificate, e-SPT, bukti penerimaan E-SPT.

Bukti Penerimaan SPT Elektronik adalah bukti penerimaan Surat

Pemberitahuan (SPT) yang dikirimkan lewat Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) secara

on-line. Fungsi bukti penerimaan ini adalah sama dengan bukti penerimaan SPT

secara off line.

Berikut ini merupakan prosedur penggunaan e-Filingyaitu:

1. Wajib Pajak menyampaikan Surat Permohonan memperoleh e-FIN

ataumelaksanakan e-Filingkepada Direktorat Jenderal Pajak yaitu

kepadaKantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

2. Direktorat Jenderal Pajak via Kantor Pelayanan Pajak memberikan e-FIN

3. Wajib Pajak mendaftar ke Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dan

memintaDigital Certificate ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Penyedia

JasaAplikasi (ASP)

4. Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak

memberikanDigital Certificate melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)

5. Wajib Pajak melakukan e-Filingke Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)

yangditeruskan ke Kantor Pelayanan Pajak

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

6. Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak

memberikanbukti penerimaan e-SPT yang mengandung informasi berupa :

NPWP(Nomor Pokok Wajib Pajak), tanggal transaksi, jam transaksi,

NomorTransaksi Penyampaian SPT (NTPS), Nomor Transaksi Pengiriman

ASP(NTPA), nama ASP.

7. Wajib Pajak menyampaikan print out dari Penyedia Jasa Aplikasi

(ASP)berupa induk SPT yang sudah diberi bukti penerimaan

elektronik,ditandatangani dan dilampiri sesuai ketentuan Kantor Pelayanan

Pajak

2.1.9 Kepatuhan Pajak

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kepatuhan berarti tunduk atau

patuh pada ajaran atau aturan. Eliyani (1989) dalam Nugroho(2006) menyatakan

bahwa kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan

pada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak

yang terutang, dan membayar pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

192/PMK.03/2007 menjelaskan mengenai syarat-syarat menjadi Wajib Pajak

Patuh, yaitu:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 3

(tiga) tahun terakhir (sebelumnya hanya dua tahun).

b. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa

Pajak Januari sampai dengan November tidak lebih dari 3 (tiga) masa

pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah

disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa

pajak berikutnya.

d. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,

meliputi keadaan pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan

sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum

melewati batas akhir pelunasan.

e. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan

keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (WTP)

selama tiga tahun berturut-turut dengan ketentuan:

Laporan audit harus:

1. disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan

rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang

wajib menyampaikan SPT Tahunan.

2. pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diaudit

ditandatangani oleh akuntan publik yang tidak sedang dalam

pembinaan lembaga pemerintah pengawas akuntan public.

f. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan

hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir (sebelumnya 10

tahun).

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

Kepatuhan yang dikatakan oleh Norman D. Nowak merupakan “suatu

iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang tercermin

dalam situasi (Devano, 2006 dalam Arum, 2012) sebagai berikut:

a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

2.1.10 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2006) menguji pengaruh sikap

wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Analisis data yang digunakan adalah

analisis regresi berganda.Variabel bebas pada penelitian ini yaitu sikap wajib

pajak terhadap sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus, dan

sikap wajib pajak terhadap kesadaran pajak.Variabel terikat pada penelitian ini

adalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi.Hasil penelitian Nugroho (2006)

adalah sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak

terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan

memeiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan wajip pajak.

Arabella dan Yenni (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh

kualitas pelayanan petugas pajak, sanksi perpajakan dan biaya kepatuhan pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.Analisis data yang digunakan pada

penelitian ini adalah teknik analisis regresi berganda.Variabel independen pada

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

penelitian ini yaitu kualitas pelayanan petugas pajak, sanksi perpajakan, dan biaya

kepatuhan pajak serta variabel dependennya yaitu kepatuhan wajib pajak UMKM.

Hasil penelitian Arabella dan Yenni (2012) adalah kualitas pelayanan petugas

pajak, sanksi perpajakan dan biaya kepatuhan pajak berpengaruh terhadap

peningkatan kepatuhan wajib pajak UMKM.

Tresno,dkk. (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh persepsi

penerapan sistem e-Filing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak badan dengan

perilaku wajib pajak sebagai variabel intervening dan biaya kepatuhan sebagai

variabel moderasi yang dilaksanakan di kantor pelayanan pajak pratama

pulogadung jakarta timur. Penelitian mengunakan dua metode, yaitu metode

penelitian deskriptif yang bersifat menjelaskan dan metode hubungan kausal.

Hasil dari penelitian ini adalah persepsi penerapan sistem e-Filing, perilaku dan

biaya kepatuhan secara parsial masing-masing berpengaruh terhadap tingkat

kepatuhan wajib pajak, akan tetapi dalam hal ini perilaku wajib pajak tidak bisa

membuat hubungan tidak langsung antara persepsi penerapan sistem e-Filing

terhadap tingkat kepatuhan wajib pajan dan biaya kepatuhan juga tidak dapat

memoderasi hubungan antara persepsi penerapan sistem e-Filing dengan tingkat

kepatuhan wajib pajak.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Pelaporan

Pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang

diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak untuk membantu

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya.Pelayanan yang berkualitas

adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap

dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan

serta harus dilakukan secara terus-menerus.

Menurut Risnawati dan Suhayati (2009), Direktorat Jendral Pajak perlu

meningkatkan pelayanan pajak yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku, agar menunjang kepatuhan Wajib

Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dan tercapainya tujuan

pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dan roda pemerintahan berjalan

dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Andriana (2011) dan Farid (2013)

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pajak berpengaruh positif terhadap

kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan pernyataan dan penelitian sebelumnya, maka

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Kualitas Pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib

Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur

2.2.2 Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Pelaporan

Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan

kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh

masyarakat.Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada

sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak.Dalam undang-

undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan

sanksi pidana.sanksi administrasi dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

Menurut Nugroho (2006), wajib pajak akan memenuhi kewajiban

perpajakannya apabila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak

merugikannya. Di samping itu, menurut Gatot S. M Faisal (2009: 37) menyatakan

bahwa, walaupun ada potensi penerimaan negara pada setiap sanksi, namun

motivasi penerapan sanksi adalah agar wajib pajak patuh melaksanakan kewajiban

perpajakannya. Hasil penelitian Yadnyana (2009), Muliari dan Ery (2010), dan

Arabella (2013) mengungkapkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif

terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut maka

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Sanksi Perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib

Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan PajakPratama Denpasar Timur

2.2.3 Pengaruh Biaya Kepatuhan Pajak pada Kepatuhan Pelaporan

Biaya kepatuhan pajak merupakan biaya-biaya yang ditanggung oleh

wajib pajak terkait dengan pemenuhan kewajiban pajak.Hal ini dikakarenakan

wajib pajak telah berusaha patuh untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka wajib pajak

berharap agar dapat mengeluarkan biaya-biaya seminimal mungkin yang terkait

dengan pemenuhan kewajiban pajaknya, meliputi direct money cost maupun time

cost dan psychological cost. Namun, apabila jumlah biaya kepatuhan pajak yang

dikeluarkan lebih besar daripada ekspektasi wajib pajak, maka timbul potensi

dalam diri wajib ajak untuk menjadi tidak patuh dalam melakukan pemenuhan

kewajiban pajaknya. Pada penelitian ini indikator untuk mengukur biaya

kepatuhan pajak adalah direct money cost, time cost dan psychological cost.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

Penelitian Prasetyo (2008) menyimpulkan bahwa, biaya kepatuhan pajak

mempunyai pengaruh negatif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Artinya, jika biaya

kepatuhan pajak yang dikeluarkan oleh wajib pajak semakin tinggi maka tingkat

kepatuhan pajak akan semakin rendah. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh

Arabella (2013) juga mendapatkan hasil penelitian yaitu biaya kepatuhan pajak

memiliki pengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.Berdasarkan

hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Biaya Kepatuhan Pajak berpengaruh negatif pada kepatuhan pelaporan

Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur

2.2.4 Pengaruh Penerapan e-Filingpada Kepatuhan Pelaporan

Sebagai salah satu upaya dalam modernisasi perpajakan, Direktorat

Jendral Pajak menerapkan sistem e-Filing. Sistem e-Filing merupakan sistem

pelayanan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) dan Surat

Pemberiathuan Tahunan (SPT Tahunan) yang berbentuk formulir elektronik

dalam media elektronik yang ditransfer atau disampaikan ke Direktorat Jendral

Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak dengan proses yang terintegrasi dan real

time (Viraqh, 2014).

Penyampaian SPT menggunakan sistem e-Filing merupakan upaya yang

dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak dalam peningkatan kualitas pelayanan

agar memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban

perpajakannya.Dengan sistem e-Filing, wajib pajak tidak perlu datang secara

langsung ke Kantor Pelayanan Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya

dalam hal penyampaian SPT. Sedangkan bagi aparat pajak, sistem e-Filing ini

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfmenggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh kualitas

mampu memudahkan kinerja mereka dalam melakukan pengelolaan database

karena penyimpanan dokumen-dokumen wajib pajak telah dilakukan dalam

bentuk digital.Melalui diterapkannya sistem e-Filing yang memudahkan Wajib

Pajak, pemerintah berharap adanya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dalam

melaporkan kewajiban perpajakannya.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:109) menyatakan bahwa, adanya

pengaruh dari efektivitas e-Filingterhadap kepatuhan formal perpajakan sebagai

berikut:“Modernisasi sistem perpajakan di lingkungan DJP dengan memanfaatkan

sistem informasi yang handal dan terkini (e-Filing) adalah salah satu strategi yang

ditempuh untuk mencapai tingkat kepatuhan pajak yang tinggi”. Teori di atas

didukung oleh beberapa hasil penelitian, salah satunya adalah hasil penelitian

Tresno,dkk. (2013) sebagai berikut:“Penerapan e-Filingberpengaruh terhadap

tingkat kepatuhan Wajib Pajak, karena Wajib Pajak dapat melaporkan SPTnya

secara tepat waktu dan lebih efisien”.Hasil penelitian Prasetyo (2008) dan Tresno,

(2013) mengungkapkan bahwa penerapan e-Filing berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

H4 : Penerapan e-Filingberpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib

Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur