BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan...

29
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori utama yang mendasari penelitian ini dapat dijelaskan melalui perspektif teori keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori keagenan bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Menurut Meisser, et al., (2006:7) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu : (a) terjadinya asimetris informasi (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik; dan (b) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Eisenhardt (1989) menjelaskan bahwa teori keagenan menggunakan tiga asumsi sifat manusia. Pertama, asumsi tentang sifat manusia. Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Kedua, asumsi tentang keorganisasian. Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori utama yang mendasari penelitian ini dapat dijelaskan melalui

perspektif teori keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan

keagenan di dalam teori keagenan bahwa perusahaan merupakan kumpulan

kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan

manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya

tersebut. Menurut Meisser, et al., (2006:7) hubungan keagenan ini mengakibatkan

dua permasalahan yaitu : (a) terjadinya asimetris informasi (information

asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi

mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari

pemilik; dan (b) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat

ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan

kepentingan pemilik.

Eisenhardt (1989) menjelaskan bahwa teori keagenan menggunakan tiga

asumsi sifat manusia. Pertama, asumsi tentang sifat manusia. Asumsi tentang sifat

manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri

sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality),

dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Kedua, asumsi tentang keorganisasian.

Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

13

sebagai kriteria produktivitas, dan adanya information asymmetry antara

principal dan agent. Ketiga, asumsi tentang informasi. Asumsi tentang informasi

adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa

diperjualbelikan.

Menurut Lane (2003) teori keagenan dapat diterapkan pada organisasi

sektor publik. Ia menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada

serangkaian hubungan principal-agent (Lane, 2000:13). Moe (1984) juga

mengemukakan hal serupa mengenai konsep ekonomika organisasi sektor publik

dengan menggunakan teori keagenan. Setelah pelaksanaan kebijakan untuk

menyelenggarakan otonomi daerah di Indonesia telah membawa perubahan

paradigma dan tatanan yang sangat mendasar, utamanya terhadap fungsi

pemerintah daerah (eksekutif) dengan fungsi perwakilan rakyat (legislatif). Dalam

hubungan tersebut, legislatif mendelegasikan kewenangan untuk menjalankan

pemerintahan kepada pihak eksekutif. Hal ini menunjukkan bahwa diantara

legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan (Halim, 2006).

Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks

sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan kewajiban pemegang

amanah (pemerintah) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan

melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi

tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (masyarakat) yang memiliki

hak untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Pernyataan ini mengandung arti

bahwa dalam pengelolaan pemerintah daerah terdapat hubungan keagenan antara

masyarakat sebagai principal dan pemerintah daerah sebagai agent. Teori

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

14

keagenan memandang bahwa banyak terjadi asimetri informasi antara pihak agent

yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak masyarakat.

Adanya asimetri informasi inilah yang memungkinkan terjadinya penyelewengan

atau korupsi oleh agent (Setiawan, 2012).

Berdasarkan teori keagenan, pengelolaan keuangan pemerintah daerah harus

diawasi untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan

kepada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan

dengan hal tersebut, dibentuklah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

(BPK-RI) yang bertugas melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara sebagaimana Undang-Undang No. 15

Tahun 2004 atau dikenal dengan Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pemeriksaan yang menjadi tugas BPK-RI

meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan

negara. Secara garis besar, lingkup pemeriksaan meliputi APBN, APBD, BUMN,

BUMD, dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas

pemerintah (Cris, 2008). LKPD menggambarkan tingkat akuntabilitas keuangan

pemerintah daerah yang menjadi kebutuhan penting dalam pelaksanaan otonomi

daerah, sehingga untuk mengetahui akuntabilitas LKPD sangat penting untuk

selalu dilakukan audit atas LKPD oleh pihak independen (Sucahyo, 2013).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

15

2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Dalam menyediakan layanan publik yang kontinyu, pemerintah daerah

memerlukan kepastian sumber-sumber keuangan Daerah. Hubungan keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang berimbang adil dan serasi

menjadi kunci pokok keberhasilan suatu Daerah. Oleh karena itu, diperlukan

pengaturan tentang posisi atau peran keuangan daerah terhadap keuangan negara,

terutama yang menyangkut pembagian hasil atas sumber daya alam, maupun atas

hasil kegiatan perekonomian lainnya untuk memperlancar pelaksanaan otonomi

daerah. Inilah dasar munculnya konsep keuangan daerah dalam kerangka NKRI

(Cris, 2008).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD adalah

rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. APBD merupakan pedoman penerimaan dan

pengeluaran dalam melaksanakan kegiatan daerah untuk meningkatkan produksi

dan kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

kemakmuran bagi masyarakat daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah,

dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap entitas

pelaporan wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dan laporan kinerja.

Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada

suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja

perusahaan tersebut (Wikipedia, 2014). Sementara itu, menurut Zaki (2004:17)

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

16

laporan keuangan adalah ringkasan dari suatu proses pencatatan transaksi-

transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan.

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) merupakan bentuk

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah selama satu periode. Laporan

keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang

dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai

kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan,

dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya

yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara

sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan

akuntabilitas, manajemen, transparansi, keseimbangan antar generasi, dan evaluasi

kinerja.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005, laporan

keuangan pemerintah meliputi:

a) Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan

penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah

pusat/daerah dalam satu periode pelaporan. Lebih lanjut, dalam laporan

realisasi anggaran setidaknya menyajikan unsur pendapatan, belanja,

transfer, surplus/defisit, pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan

anggaran.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

17

b) Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai

aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Unsur yang

dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana.

c) Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan,

perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas

dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas

diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non-

keuangan, pembiayaan, dan non-anggaran. Unsur yang dicakup dalam

laporan arus kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas.

d) Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian

dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan

Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup

informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas

pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk

diungkapkan di dalam SAP serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan

untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.

2.1.3 Ukuran Pemerintah Daerah

Ukuran organisasi merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya

organisasi. Menurut Damanpour (dalam Suhardjanto, 2011) ukuran organisasi

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

18

adalah prediktor signifikan untuk kepatuhan akuntansi. Size dapat diukur dengan

berbagai cara, antara lain jumlah karyawan, total aset, total pendapatan, dan

tingkat produksi.

Dalam konteks organisasi sektor publik, ukuran suatu organisasi dapat

dilihat dari total aset dan total pendapatan. Meskipun total aset dianggap lebih

stabil dibanding pendapatan, namun perputaran asset pada BUMN masih rendah

(Prasidhanto, 2012). Pemerintah daerah yang merupakan bagian dari organisasi

sektor publik dapat menggunakan total pendapatan sebagai proksi ukuran

pemerintah daerah. Ukuran pemerintah daerah yang didasarkan pada total

pendapatan dimana pemerintah daerah dengan total pendapatan yang lebih besar

dapat memberikan kemudahan dalam memberi pelayanan masyarakat guna

kemajuan daerah sebagai bukti peningkatan kinerja (Kusumawardani, 2012). Hal

tersebut sejalan dengan pendapat Sumarjo (2010) yang menyatakan bahwa

semakin besar ukuran pemerintah daerah maka semakin baik kinerja keuangan

pemerintah daerah tersebut.

Total pendapatan suatu daerah bersumber dari PAD, Dana Perimbangan dan

lain-lain pendapatan daerah yang sah. Penelitian Septian (2009) menggunakan

ukuran (size) pemerintah daerah yang diproksikan dengan total pendapatan

sebagai sebagai prediktor kelemahan pengendalian internal. Laswad, et al (dalam

Septian, 2009) menyatakan bahwa pemerintahan kabupaten/kota besar cenderung

memiliki sumber daya yang lebih besar daripada pemerintahan kabupaten/kota

kecil yang memungkinkan mereka untuk menerapkan tertib administrasi dan

pengelolaan keuangan daerah. Selain itu, tekanan politis yang dialami oleh

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

19

birokrasi pemerintahan lokal yang besar cenderung lebih tinggi sehingga

membuat para birokrat harus lebih transparan dalam pengelolaan dan pelaporan

keuangan.

2.1.4 Kemakmuran

Kemakmuran adalah kemampuan untuk mencukupi kebutuhan. Abdullah

(dalam Sumarjo 2010) menyatakan bahwa kemakmuran (wealth) dari pemerintah

daerah dapat dilihat dari PAD. PAD merupakan kekayaan riil dari masing-masing

daerah. Membiayai kebutuhan daerah, pemerintah daerah terlebih dahulu

menggunakan PAD agar memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Diberlakukannya otonomi daerah membuat pemerintah daerah memiliki

kesempatan untuk memberdayakan seluruh potensi guna memperoleh PAD yang

tinggi. PAD yang tinggi dapat mengindikasikan bahwa pemerintah daerah telah

melakukan upaya yang optimal dalam menggali sumber-sumber PAD sehingga

memiliki tingkat kemakmuran yang lebih tinggi dibandingkan daerah dengan

pertumbuhan PAD yang masih rendah. Tingkat kemakmuran tentunya akan

berdampak kepada peningkatan kualitas pelayanan publik sebagai bukti

peningkatan kinerja pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD

adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan

Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

20

PAD sendiri bersumber dari :

1. Pajak Daerah

Berdasarkan Undang - Undang No. 28 Tahun 2009 sebagai perubahan dari

Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, Pajak Daerah, yang selanjutnya

disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

2. Retribusi Daerah

Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dinyatakan

bahwa Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah

pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin

tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah

Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik Daerah

yang dipisahkan meliputi 1) bagian laba atas penyertaan modal pada

perusahaan milik daerah/BUMD, 2) bagian laba atas penyertaan modal

pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, 3) bagian laba atas penyertaan

modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

21

4. Lain-lain PAD yang Sah

Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah, lain-lain PAD yang sah disediakan untuk

menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak

daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan.

2.1.5 Intergovernmental Revenue

Patrick (2007) mengartikan intergovernmental revenue sebagai salah satu

pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari transfer pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah. Sebagai timbal

baliknya, pemerintah daerah membelanjakan pendapatan transfer antar pemerintah

sesuai dengan alokasi dan petunjuk anggaran dan menurut undang-undang.

Pemerintah pusat berharap dengan adanya transfer tersebut maka pemerintah

daerah dapat meningkatkan kinerjanya. Patrick (2007) menggunakan

intergovernmental revenue sebagai salah satu variabel dalam menjelaskan

karakteristik pemerintah daerah Pennsylvania. Transfer tersebut lebih dikenal di

Indonesia sebagai dana perimbangan (Suhardjanto et al., 2010).

Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana perimbangan

adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan

Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

22

mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan

antar Pemerintah Daerah. Dana perimbangan menurut UU No. 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

terdiri dari :

1. Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai

kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi

2. Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai

kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi

3. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah

tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang

merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

2.1.6 Audit Sektor Publik

Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa terdapat tiga aspek utama yang

mendukung terciptanya pemerintahan yang baik (good governance), yaitu

pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Audit terhadap sektor

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

23

publik menjadi fokus perhatian karena dinilai instansi pemerintah tidak terbuka

terhadap masyarakat mengenai kondisi keuangan sebenarnya. Instansi sektor

publik rawan akan penyalahgunaan dana sehingga dibutuhkan aturan yang ketat

dan audit yang independen terhadap pemeriksaan laporan keuangan instansi

pemerintahan.

Menurut Mulyadi (2002:9), auditing merupakan suatu proses sistematik

untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-

pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk

menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan

kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai

yang berkepentingan. Sementara menurut Sukrisno Agoes (2004:3) auditing

adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak

yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun

oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti

pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai

kewajaran laporan keuangan tersebut. Audit sektor publik adalah kegiatan yang

ditujukan terhadap entitas yang menyediakan pelayanan dan penyediaan barang

yang pembiayaannya berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan negara

lainnya dengan tujuan untuk membandingkan antara kondisi yang ditemukan

dengan kriteria yang ditetapkan (Agung Rai, 2008:29). Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2004 dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

(SPKN), terdapat tiga jenis audit keuangan negara, yaitu audit keuangan, audit

kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

24

Audit pemerintahan merupakan salah satu elemen penting dalam penegakan

good government. Namun demikian, praktiknya sering jauh dari yang diharapkan.

Mardiasmo (2009:192) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam

audit pemerintahan di Indonesia, antara lain adalah tidak tersedianya indikator

kinerja yang memadai sebagai dasar pengukuran kinerja pemerintahan. Selain itu

terdapat banyak lembaga pemeriksa fungsional yang overlapping satu dengan

lainnya yang menyebabkan pelaksanaan pengauditan tidak efisien dan tidak

efektif. Diantara lembaga audit yang ada dan paling jelas ruang lingkup tugasnya

dalam mengaudit pengelolaan keuangan daerah yaitu BPK RI (Minarno, 2011).

BPK RI yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006,

menjelaskan bahwa BPK adalah satu-satunya lembaga negara yang

bertanggungjawab untuk melakukan pemeriksaan dan pengelolaan keuangan

negara. Lebih lanjut dinyatakan bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan

keuangan negara yang dilakukan pemerintah daerah. Auditor (BPK) sebagai pihak

ketiga yang independen diperlukan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja

apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan principal melalui laporan

keuangan. BPK sesuai dengan fungsinya yaitu memeriksa, menguji, dan menilai

dalam penggunaan keuangan daerah. Hasil pemeriksaan BPK dilaporkan kepada

DPR untuk pengelolaan keuangan negara, dan kepada DPRD untuk pengelolaan

keuangan daerah. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK menghasilkan

opini audit, temuan terkait kelemahan sistem pengendalian intern dan

ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, serta tindak lanjut

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

25

rekomendasi untuk perbaikan pengelolaan keuangan daerah di masa yang akan

datang (Hermin dkk., 2013).

2.1.7 Temuan audit

Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan

(LHP) memuat sejumlah temuan. Setiap temuan dapat terdiri atas satu atau lebih

permasalahan kelemahan SPI dan/atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan, Setiap permasalahan merupakan bagian dari

temuan dan di dalam IHPS disebut dengan istilah kasus.

a) Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Sistem Pengendalian Intern (SPI) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60

Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah proses

yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus

oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas

tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan

pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan

perundang-undangan. SPIP adalah SPI yang diselenggarakan secara menyeluruh

di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. SPIP terdiri dari dari lima

unsur yaitu lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, kegiatan pengendalian,

informasi dan komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern.

Sarita (dalam Hermin dkk., 2013) menyatakan bahwa SPI yang efektif akan

berpengaruh terhadap kinerja. Partisipasi pimpinan dalam penyusunan anggaran,

dan adanya kejelasan sasaran anggaran yang akan dilaksanakan, diharapkan dapat

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

26

berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya sistem pengendalian dan

pengawasan intern yang efektif. Berdasarkan IHPS BPK, rincian temuan audit

terhadap kelemahan sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut :

1) Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan

- Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat

- Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan

- Entitas terlambat menyampaikan laporan

- Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan tidak memadai

2) Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja

- Perencanaan kegiatan tidak memadai

- Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis

tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan

dan belanja

- Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat

hilangnya potensi penerimaan/pendapatan

- Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat

peningkatan biaya/belanja

3) Kelemahan Struktur Pengendalian Intern

- Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau

keseluruhan prosedur

- SOP yang ada pada suatu entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak

ditaati

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

27

- Satuan pengawasan intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan

optimal

- Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai

b) Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan

Berdasarkan IHPS BPK, rincian ketidakpatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan, terdiri atas kerugian negara/daerah/perusahaan,

potensi kerugian negara/daerah/perusahaan, kekurangan penerimaan, kelemahan

administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Temuan

kerugian negara/daerah sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja

maupun lalai karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-

undangan yang dapat menyebabkan pemborosan dan kebocoran dana hingga

terjadinya korupsi. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa kinerja pemerintahan

daerah rendah, disebabkan karena tidak adanya upaya optimalisasi pengelolaan

dana publik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomis, efisien dan

efektif sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepada daerah dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh

Tobirin (dalam Hermin dkk., 2013) menjelaskan bahwa selama ini penilaian

kinerja aparat birokrasi tidak berbasis kinerja, tetapi hanya berbasis pada

kepatuhan semata. Semakin banyak temuan pemeriksaan menunjukkan bahwa

pengelolaan keuangan dari pemerintah daerah tersebut rendah, sehingga

pengelolaan keuangan tersebut kurang baik yang pada akhirnya akan berpengaruh

terhadap kinerja dari pemerintah daerah tersebut.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

28

2.1.8 Opini audit

Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 dijelaskan bahwa, opini

merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi

keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini Badan Pemeriksa

Keuangan (Opini BPK) merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai

kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang

didasarkan pada empat kriteria yakni kesesuaian dengan SAP, kecukupan

pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Dalam IHPS BPK, tentang

Jenis Opini, terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa yaitu:

1) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), memuat suatu pernyataan bahwa

laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang

material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sesuai

dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diberlakukan

dalam SPKN, BPK dapat memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian

dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP) karena keadaan tertentu sehingga

mengharuskan pemeriksa menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam

LHP sebagai modifikasi dari opini WTP.

2) Wajar Dengan Pengecualian (WDP), memuat suatu pernyataan bahwa

laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang

material sesuai dengan SAP, kecuali untuk dampak hal-hal yang

dikecualikan.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

29

3) Tidak Wajar (TW), memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan

tidak menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai

dengan SAP.

4) Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan

Pendapat (TMP), menyatakan bahwa pemeriksa tidak menyatakan opini

atas laporan keuangan.

2.1.9 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut John Witmore (1997 : 104), kinerja adalah pelaksanaan fungsi-

fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu

pameran umum keterampilan. Kinerja juga dapat diartikan sebagai gambaran

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi (Bastian, 2006:274).

Kinerja keuangan adalah salah satu bentuk penilaian dengan asas manfaat dan

efisiensi dalam penggunaan anggaran keuangan. Dalam organisasi sektor publik,

setelah adanya operasional anggaran, langkah selanjutnya adalah pengukuran

kinerja untuk menilai prestasi dan akuntabilitas organisasi dan manajemen dalam

menghasilan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas publik bukan

sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan

tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah

dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif (Mardiasmo, 2009:121).

Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda

pemerintahan, pembangunan, dan layanan sosial masyarakat wajib menyampaikan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

30

laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah

pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Adanya

tuntutan pertanggungjawaban kinerja keuangan oleh masyarakat mengharuskan

pemerintah daerah untuk memberikan gambaran yang jelas tentang kinerjanya.

Pengukuran kinerja biasanya dilakukan untuk beberapa aspek yakni, aspek

finansial, kepuasan pelanggan, operasi dan pasar internal, kepuasan pegawai,

kepuasan komunitas dan stakeholders, dan waktu (Bastian, 2006:331). Perhatian

yang besar terhadap pengukuran kinerja disebabkan oleh opini bahwa pengukuran

kinerja dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, penghematan dan produktivitas

pada organisasi sektor publik (Halacmi, 2005).

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola

keuangan daerahnya adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD.

Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil

yang dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat

diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Pengukuran kinerja dapat

diukur dengan value for money yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas

(Mardiasmo, 2009:4). Sedangkan menurut Halim (2007:231) terdapat enam rasio

yang dapat dijadikan tolok ukur dalam kinerja keuangan pemerintah yaitu rasio

kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio aktivitas dan rasio

pertumbuhan.

1) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan

pemerintah daerah membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

31

pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak, retribusi sebagai

sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditujukan untuk

mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan

pemerintahan sendiri dengan membandingkan PAD dengan subsidi pemerintah

pusat dan provinsi serta pinjaman daerah (Mahsun, 2014:153). Semakin tinggi

rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah

terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin

rendah, dan demikian pula sebaliknya. Kriteria kemandirian keuangan daerah

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Kriteria Kemandirian Keuangan Daerah

Sumber : Halim, 2001

2) Rasio Ekonomis, Efektivitas dan Efisiensi (Value for Money)

a) Rasio Ekonomis

Rasio ekonomis adalah mengukur tingkat kehematan dari pengeluaran-

pengeluaran yang dilakukan organisasi sektor publik. Untuk mengetahui seberapa

besar tingkat ekonomi maka dibandingkan realisasi pengeluaran dengan anggaran

pengeluaran (Mahsun, 2014:186). Semakin besar persentase rasio ekonomi maka

kinerja pemerintah daerah semakin baik. Kinerja pemerintah daerah akan

dikatakan ekonomis bila rasionya di atas 100%. Kriteria ekonomis sebagai

penilaian kinerja keuangan dapat dilihat dalam tabel berikut.

Kemampuan Keuangan Persentase Kemandirian (%)

Rendah Sekali 0 – 25

Rendah > 25 – 50

Sedang > 50 – 75

Tinggi > 75 – 100

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

32

Tabel 2.2 Kriteria Ekonomis Keuangan Daerah

Sumber : Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996

b) Rasio Efektivitas

Rasio efektivitas mengukur tingkat output dari organisasi sektor publik

terhadap target-target pendapatan sektor publik. Rasio efektivitas menurut

(Mahsun, 2014:187). Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan

efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100%. Semakin

tinggi rasio efektivitas, menggambarkan kemampuan daerah dalam merealisasikan

PAD yang semakin baik. Kriteria efektivitas keuangan daerah dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2.3 Kriteria Efektivitas Keuangan Daerah

Sumber : Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996

c) Rasio Efisiensi

Rasio efisiensi mengukur tingkat input dari organisasi sektor publik terhadap

outputnya (Mahsun, 2014:187). Semakin kecil rasio ini, maka pemerintah daerah

dapat dikategorikan kinerja keuangannya telah efisien. Dengan mengetahui

Kriteria Ekonomis Persentase Ekonomis (%)

Sangat Ekonomis >100

Ekonomis >90 – 100

Cukup Ekonomis >80 – 90

Kurang Ekonomis >60 – 80

Tidak Ekonomis ≤60

Kriteria Efektivitas Persentase Efektivitas (%)

Sangat Efektif >100

Efektif >90 – 100

Cukup Efektif >80 – 90

Kurang Efektif >60 – 80

Tidak Efektif ≤60

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

33

perbandingan hasil realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan dengan

menggunakan ukuran rasio efisiensi, maka penilaian kinerjanya dapat ditentukan.

Kriteria efisiensi keuangan daerah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.4 Kriteria Efisiensi Keuangan Daerah

Sumber : Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996

3) Rasio Aktivitas

a) Rasio Keserasian

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintahan daerah memprioritaskan

alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal.

Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti

presentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk

menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.

b) Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Dalam rangka melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana di daerah,

selain menggunakan PAD, pemerintah daerah dapat menggunakan alternatif

sumber dana lain, yaitu dengan melakukan pinjaman, sepanjang prosedur dan

pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku (Halim 2007: 238). DSCR

merupakan perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagian Daerah

(BD) dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Kriteria Efisiensi Persentase Efisiensi (%)

Tidak Efisien >100

Kurang Efisien >90 – 100

Cukup Efisien >80 – 90

Efisien >60 – 80

Sangat Efisien ≤60

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

34

Bangunan (BPHTB), penerimaan Sumber Daya Alam dan Bagian Daerah lainnya

serta Dana Alokasi Umum setelah dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan

Angsuran Pokok, Bunga dan Pinjaman lainnya yang jatuh tempo.

4) Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur seberapa besar kemampuan

pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya

yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya

pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan

pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu

mendapatkan perhatian (Halim 2007:241).

2.1.10 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini

yaitu penelitian Sumarjo (2010) yang hasilnya menyatakan bahwa karakteristik

pemerintah daerah yang diproksikan dengan ukuran (size) pemerintah daerah,

leverage, dan intergovermental revenue berpengaruh terhadap kinerja keuangan

pemerintah daerah, sedangkan kemakmuran (wealth) dan ukuran legislatif tidak

berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Penelitian yang

dilakukan oleh Kusumawardani (2012) menyatakan bahwa size dan ukuran

legislatif berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah sementara

kemakmuran dan leverage tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan

pemerintah daerah

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

35

Penelitian Mustikarini (2012) menyatakan bahwa ukuran daerah, kekayaan

daerah dan tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat berpengaruh

positif terhadap skor kinerja Pemda, sedangkan variabel belanja daerah dan

temuan audit BPK berpengaruh negatif terhadap skor kinerja Pemda. Berbanding

terbalik dengan penelitian Nandhya (2013) yang hasilnya menyatakan bahwa

ukuran pemerintah daerah, tingkat kekayaan daerah, dan opini audit tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Pulau

Jawa, sedangkan tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dan jumlah

belanja daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan

pemerintah daerah, serta ukuran legislatif dan temuan audit berpengaruh negatif

signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Pulau Jawa. Untuk

mempermudah pembaca, maka akan disajikan ringkasan hasil penelitian terdahulu

pada Lampiran 1.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan

Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Bali

Dalam konteks pemerintahan, besar kecilnya ukuran suatu pemerintahan

dapat dilihat dari total pendapatan yang diperoleh daerah dalam setahun. Semakin

banyak pendapatan yang diperoleh menggambarkan bahwa semakin produktif

kinerja pemerintah daerah. Size yang besar dalam pemerintah akan memberikan

kemudahan pelaksanaan kegiatan maupun program-program pemerintah dalam

memberi pelayanan masyarakat yang memadai. Dengan adanya size yang besar,

pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan akuntabilitas karena size

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

36

yang besar akan diikuti dengan resiko penyalahgunaan yang besar. Hasil

penelitian Sumarjo (2010) dan Kusumawardani (2012) yang menyatakan bahwa

ukuran (size) pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan

pemerintah daerah. Semakin besar ukuran pemerintah semakin besar tuntutan

masyarakat dalam kinerja yang lebih baik. Sedangkan penelitian Nandhya (2013)

menyatakan bahwa ukuran pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Pulau Jawa.

Ditinjau dari organisasi swasta, Lin (2006) serta Wright et al. (2009)

menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja. Hal

ini menunjukkan bahwa perusahaan besar lebih menjanjikan kinerja yang baik

(Lin, 2006). Calisir et al. (2010) juga menemukan pengaruh positif ukuran

perusahaan terhadap kinerja perusahaan sektor teknologi informasi dan

komunikasi di Turki. Berbeda dengan Huang (2002) yang menemukan bahwa

tidak terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan Taiwan

yang berada di China. Demikian juga Talebria et al. (2010), tidak menemukan

pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang terdaftar di Tehran

Stock Exchange. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah:

H1 : Ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan

pemerintah kabupaten/kota se-Bali

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

37

2.2.2 Pengaruh Kemakmuran terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah

Kabupaten/Kota Se-Bali

Kemakmuran dari pemerintah daerah dapat dilihat dari PAD (Pendapatan

Asli Daerah). PAD merupakan satu-satunya sumber keuangan yang berasal dari

wilayah tersebut (Suhardjanto, et al., 2010). Apabila jumlah PAD meningkat,

berarti pemerintah daerah telah melakukan upaya yang optimal dalam menggali

sumber-sumber PAD yang ada di daerah sehingga kebutuhan daerah tersebut akan

terpenuhi. Pemerintah daerah tidak akan sepenuhnya bergantung pada dana

perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Hal ini tentu akan menunjang

sebuah daerah untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan

kinerja keuangannya secara mandiri. Penelitian mengenai pengaruh PAD sebagai

proksi dari kemakmuran terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah diperkuat

dengan hasil penelitian Surepno (2013) yang menyatakan bahwa kemakmuran

berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah baik yang diukur

menggunakan rasio efisiensi maupun rasio efektivitas. Berbanding terbalik

dengan hasil penelitian Sumarjo (2010) yang menyatakan bahwa kemakmuran

(wealth) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Dari

uraian di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

H2 : Kemakmuran berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah

kabupaten/kota se-Bali.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

38

2.2.3 Pengaruh Intergovernmental Revenue terhadap Kinerja Keuangan

Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Bali

Adanya implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di

Indonesia mengakibatkan urusan wajib/kewenangan yang begitu luas diserahkan

ke daerah membawa konsekuensi terhadap pembiayaan. Apabila daerah

mengandalkan PAD untuk membiayai seluruh urusan wajib, masih sangatlah

kurang, untuk itu perlu adanya dana pusat yang diserahkan ke daerah dalam upaya

mengurangi ketimpangan baik vertikal maupun horizontal. Dana tersebut dalam

peraturan perundang-undangan dinamakan Dana Perimbangan. Dana perimbangan

tersebut bersama dengan PAD merupakan sumber dana daerah yang digunakan

untuk menyelenggarakan pemerintahan di tingkat daerah. Pemerintah pusat akan

memantau pelaksanaan dari pemberian dana perimbangan sehingga dapat memacu

pemerintah daerah agar meningkatkan kinerjanya. Hal itu didukung dengan

penelitian yang dilakukan Gideon (2013) bahwa intergovernmental revenue

berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah di Provinsi Kepulauan

Riau. Namun, ketergantungan yang dimiliki pemerintah daerah di Indonesia

terhadap dana perimbangan yang ditransfer dinilai masih sangat tinggi, dapat

menjadi salah satu permasalahan terkait otonomi dan desentralisasi keuangan

daerah (Antara Jatim, 2014). Hal itu juga dapat dibuktikan oleh penelitian Aziz

(2014) yang menyatakan bahwa dana perimbangan berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Bone Bolango.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:

H3 : Intergovernmental revenue berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan

pemerintah kabupaten/kota se-Bali.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

39

2.2.4 Pengaruh Temuan Audit BPK terhadap Kinerja Keuangan

Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Bali

Salah satu temuan audit BPK dari hasil pemeriksaan BPK terhadap LKPD

yaitu mengungkapkan kelemahan SPI. Sistem pemerintahan di Indonesia telah

bergeser dari sentralistik menjadi desentralistik. Pemerintah daerah di satu sisi

memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola daerahnya (termasuk

pengelolaan keuangan daerah), namun di sisi lain, luasnya kewenangan yang

dimiliki beserta besarnya dana yang dikelola dapat mengakibatkan resiko

terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sehingga mengindikasikan

tingginya kelemahan SPI di dalam pemerintah daerah.

Peran SPI adalah untuk meningkatkan kinerja, transparansi, dan

akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Abdullah (dalam Anida,

2013) menyatakan bahwa upaya pemerintah daerah untuk memperoleh opini yang

baik melalui upaya menekan seminimal mungkin tingkat kelemahan SPI sebagai

bentuk manifestasi agency cost antara pemerintah dengan stakeholders. Penelitian

yang menghubungkan temuan audit dengan kinerja pemerintah daerah pernah

dilakukan oleh Mustikarini (2012) yang menyimpulkan bahwa semakin banyak

jumlah temuan audit BPK pada suatu pemerintah daerah maka semakin rendah

kinerja pemerintah daerah itu. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat

dikembangkan hipotesis:

H4: Temuan audit berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah

kabupaten/kota se-Bali.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf · Mardiasmo (2009:20) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, akuntabilitas publik merupakan

40

2.2.5 Pengaruh Opini Audit BPK terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah

Kabupaten/Kota Se-Bali

Opini merupakan pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa

mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

Opini BPK dapat menjadi tolok ukur (indikator) untuk menilai akuntabilitas

sebuah entitas pemerintah. Opini ini dapat menaikkan ataupun menurunkan

tingkat kepercayaan pemangku kepentingan atas pelaporan yang disajikan oleh

pihak yang diaudit, dalam hal ini entitas pemerintah daerah. Dengan kata lain,

semakin baik opini audit BPK maka seharusnya dapat menunjukkan semakin

membaiknya kinerja suatu pemerintah daerah. Penelitian Virgasari (2009)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara opini audit BPK terhadap

kinerja keuangan pemerintah daerah. Dari uraian tersebut, maka dapat

dikembangkan hipotesis:

H5: Opini audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah

kabupaten/kota se-Bali.