BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

16
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah Sisa atau hasil akhir yang tidak dapat digunkan dari suatu proses produksi baik industri maupun kegiatan rumah tangga disebut dengan limbah. Menurut Sunarsih (2018), limbah adalah konsep buatan dan konsekuensi karena adanya kegiatan manusia, tidak hanya dari kegiatan sekala besar (kegiatan industri) akan tetapi juga dari kegiatan sekala kecil (sisa-sisa metabolisme). Limbah lebih dikenal dengan istilah sampah yang keberadaannya sering tidak diinginkan dan mengganggu lingkungan, karena sampah tidak memiliki nilai ekonomis dan mengganggu estetika (Arief, 2010). Berdasarkan sumbernya limbah terbagi menjadi limbah domestik yaitu hasil dari kegiatan rumah tangga atau kegiatan sehari-hari dan limbah domestik berasal dari kegiatan manusia secara tidak langsung atau kegiatan industri, pertanian, peternakan, dan lain sebagainya (Fahruddin, 2018). Limbah padat dan limbah cair merupakan bentuk dari limbah, limbah padat merupakan limbah yang bentuknya berupa padatan, sedangkan limbah cair merupakan limbah yang bentuknya seperti air yaitu cair, dan limbah gas biasanya berbentuk asap atau gas (Arief, 2010). Jika ditinjau dari jenisnya limbah dapat dibagi menjadi limbah organik yang terdiri atas seyawa organik (sisa-sisa tanaman dan hewan) dan limbah anorganik yang tersusun atas senyawa anorganik (plastik, logam, kaca, dan lain sebagainya) (Waluyo, 2018). 2.2 Limbah Cair Tahu Proses pembuatan tahu memerlukan beberapa tahapan diantaranya ada pencucian, perebusan, perendaman, dan pencetakan. Diagram proses pembuatan tahu menurut Purwaningsih (2001), dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Limbah

Sisa atau hasil akhir yang tidak dapat digunkan dari suatu proses produksi

baik industri maupun kegiatan rumah tangga disebut dengan limbah. Menurut

Sunarsih (2018), limbah adalah konsep buatan dan konsekuensi karena adanya

kegiatan manusia, tidak hanya dari kegiatan sekala besar (kegiatan industri) akan

tetapi juga dari kegiatan sekala kecil (sisa-sisa metabolisme). Limbah lebih

dikenal dengan istilah sampah yang keberadaannya sering tidak diinginkan dan

mengganggu lingkungan, karena sampah tidak memiliki nilai ekonomis dan

mengganggu estetika (Arief, 2010).

Berdasarkan sumbernya limbah terbagi menjadi limbah domestik yaitu

hasil dari kegiatan rumah tangga atau kegiatan sehari-hari dan limbah domestik

berasal dari kegiatan manusia secara tidak langsung atau kegiatan industri,

pertanian, peternakan, dan lain sebagainya (Fahruddin, 2018). Limbah padat dan

limbah cair merupakan bentuk dari limbah, limbah padat merupakan limbah yang

bentuknya berupa padatan, sedangkan limbah cair merupakan limbah yang

bentuknya seperti air yaitu cair, dan limbah gas biasanya berbentuk asap atau gas

(Arief, 2010).

Jika ditinjau dari jenisnya limbah dapat dibagi menjadi limbah organik

yang terdiri atas seyawa organik (sisa-sisa tanaman dan hewan) dan limbah

anorganik yang tersusun atas senyawa anorganik (plastik, logam, kaca, dan lain

sebagainya) (Waluyo, 2018).

2.2 Limbah Cair Tahu

Proses pembuatan tahu memerlukan beberapa tahapan diantaranya ada

pencucian, perebusan, perendaman, dan pencetakan. Diagram proses pembuatan

tahu menurut Purwaningsih (2001), dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

8

Gambar 2.1 Diagram Proses Pembuatan Tahu

Berdasarkan Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa hampir di semua tahapan

dalam pembuatan tahu menghasilkan limbah cair. Limbah cair hasil produksi tahu

akan mengakibatkan pencemaran jika dibuang langsung pada badan sungai.

Limbah tahu memiliki keasaman yang cukup rendah 4-5 dan mengandung bahan

organik yang tinggi sehingga jika langsung dibuang ke badan air akan

mengakibatkan pencemaran (Anggraini et al., 2014). Bahan organik yang terlarut

atau polutan organik dalam limbah cair tahu sangat tinggi sehingga membutuhkan

waktu yang lama untuk diurai oleh mikroorganisme sehingga menimbulkan bau,

kematian hewan perairan, dan mecemari sungai (Adack, 2013). Baku mutu limbah

cair tahu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia

(2014), dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Pengolahan Kedelai (Tahu)

Parameter Kadar *)

(mg/L)

Beban

(kg/ton)

BOD 150 3

TSS 200 4

pH 6-9

Kuantitas air limbah paling tinggi (m3/ton) 20

(Baku Mutu Air Limbah, 2014)

Keterangan:

1) *) kecuali untuk pH

2) Satuan kuantitas airlimbah dalam m3 per ton bahan baku

3) Satuan beban adalah kg per ton bahan baku

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

9

Limbah cair tahu yang paling banyak mengandung polutan organik adalah

pada tahap penggumpalan, dimana protein kedelai yang tidak menggumpal akan

dibuang. Selain mengandung polutan organik limbah cair tahu mengandung ph

yang rendah sehingga bersifat asam. Vidyawati & Fitrihadjati (2016),

menyimpulkan hasil analisis limbah cair tahu dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Analisis Kandungan Limbah Tahu

No. Parameter Satuan Baku Mutu Air

Limbah

Limbah Cair dari Penyaringan

dan Penggumpalan Tahu

1) Suhu ᵒC - 50,00

2) TSS mg/L 200 678,6

3) BOD mg/L 150 745,72

4) NH3 mg/L 20 6,41

5) NO2 mg/L 20 1,94

6) pH - 6-9 4,21

(Vidyawati & Fitrihadjati, 2016)

2.3 Fitoremediasi

2.3.1 Definisi Fitoremediasi

Fitoremediasi berasal dari kata bahasa Inggris phytoremediation, kata

tersebut terdiri atas phyto dalam bahasa latin Yunani disebut dengan tumbuhan

dan remedium bahasa latin Redium yang berarti menyembuhkan (Disyamto et al.,

2014). Fitoremediasi merupakan penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi

polutan kedalam bentuk sederhana atau dari struktur kompleks ke struktur lebih

sederhana dengan menggunakan tanaman (Metcalf & Eddy, 2003). Fitoremediasi

adalah teknologi yang menggunakan berbagai tanaman untuk menurunkan,

mengekstrak, menghilangkan kontaminan dari air, tanah maupun udara (Indah et

al., 2014).

Tanaman yang digunakan dalam proses fitoremediasi disebut dengan

remediator (Khaer & Nursyafitri, 2017). Tanaman yang dapat digunakan dalam

proses fitoremediasi adalah pohon, rumput-rumputan, dan tumbuhan air (Hidayat,

2016). Menurut Waluyo (2018), tanaman yang dapat digunakan sebagai

remediator harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi

2) Hidup pada habitat yang kosmopolitan

3) Mampu mengkonsumsi air dalam jumlah yang banyak dan waktu singkat

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

10

4) Mampu meremediasi polutan

5) Mempunyai toleransi tinggi terhadap polutan

6) Mudah dipelihara

2.3.2 Tahap Fitoremediasi

Tahapan tanaman dalam proses fitoremediasi disebut dengan fitoproses.

Menurut Ruhmawati et al. (2017), ada beberapa tahapan yang terjadi dalam

fitoproses tanaman sebagai berikut:

1) Fitoekstraksi, memindahkan polutan dari dalam tanah menjadi senyawa

yang tidak berbahaya. Menurut Caroline & Moa (2015), penyerapan yang

dilakukan oleh akar dengan mengumpulkan polutan kedalam tubuh tanaman

seperti pada akar, batang, daun. Menurut pendapat Raras, Yusuf, &

Alimuddin (2015), fitoekstraksi merupakan proses tumbuhan menarik

kontaminan dari media tumbuh sehingga berkumpul disekitar akar dan

dipindahkan kedalam organ tanaman.

2) Fitovolatilisasi, pelepasan senyawa yang terserap dalam tubuh tanaman

menuju ke udara. Menurut Juhriah & Alam (2016), fitovolatilisasi

merupakan proses penyerapan kontaminan oleh tumbuhan kemudian

kontaminan diubah menjadi senyawa yang bersifat volatile (mudah menuap)

yang kemudian di transpirasikan tumbuhan dalam bentuk senyawa yang

lebih sederhana atau bentuk yang sama dengan wujud awal kontaminan.

3) Fitodegradasi, polutan mengalami metabolisme didalam tubuh tanaman.

Menurut Ratnawati & Fatmasari (2018), fitodegradasi merupakan proses

penguraian kontaminan yang diserap dengan proses metabolik

(metabolisme) tumbuhan. Sedangkan menurut Zulkoni (2018), fitodegradasi

merupakan proses metabolisme logam berat yang berada pada jaringan

tanaman yang melibatkan enzim misalnya enzim dehalogenase dan

oksigenase.

4) Fitostabilisasi, penyimpanan sedimen yang mengandung polutan dengan

menggunakan vegetasi dan imobilisasi. Menurut Purba, Sulastri, &

Tampubolon (2019), fitostabilisasi terjadi ketika tumbuhan menyerap

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

11

kontaminan dan melepaskan keudara melalui stomata daun atau dapat

terjadi ketika kontaminan terjadi degradasi (penurunan) sebelum dilepaskan

melalui stomata ke udara.

5) Rhizofiltrasi, penyerapan polutan dalam air oleh tumbuhan. Menurut

Zulkoni, Rahyuni, & Nasirudin (2017) rhizofiltrasi merupakan kemampuan

akar dalam menyerap, mengendapkan, mengakumulasi kontaminan dari

aliran limbah.

Sedangkan menurut Waluyo (2018), fitoproses tanaman pada badan

perairan direspon melalui proses rhizofiltrasi. Rhizofiltrasi merupakan proses

penyerapan tanaman, dapat disebut degan proses adsorpsi atau presipitasi polutan

dalam akar, sehingga polutan yang mengendap dapat terikat dalam zona akar.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

12

Gambar 2.2 Jalur Penyerapan Polutan pada Tanaman

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

13

2.4 Kapu-Kapu (Pistia stratiotes)

Tanaman air memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai remediator

dalam proses fitoremediasi. Kapu-kapu (Pistia stratiotes) merupakan salah satu

spesies tanaman yang kurang diketahui pemanfaatanya, biasanya hanya digunakan

sebagai hiasan pada kolam ikan. Menurut Wirawan, Wirosoedarmo, & Susanawati

(2014), Pistia stratiotes merupakan tanaman air tawar yang umum dijumpai pada

dareah tropis dengan hidup mengapung bebas dan menempel pada lumpur.

Klasifikasi tanaman kapu-kapu (Pistia stratiotes) menurut Widya, Zaman,

& Syafrudin (2015), sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Pistia

Spesies : Pistia stratiotes

Sumber: dokumen pribadi, 2020 Sumber: Smithsonian Instution (Richard

A. Howard, n.d). United States

Departement of Agriculture.

Diakses melalui: https://plants.usd

a.gov

Gambar 2.3 Tanaman kapu-kapu

Bulu-bulu halus, akar yang panjang dan lebat pada akar Pistia stratiotes

membuat tanaman tersebut mampu menyerap banyak air dan mengikat polutan

organik serta senyawa tersuspensi dan terlarut (Wirawan et al., 2014). Menurut

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

14

Yuni, Lestari, & Yelmida (2014), Pistia stratiotes dapat menurunkan BOD,

COD, TSS, dan pH serta kandungan minyak dan lemak.

2.4.1 Kemampuan Kapu-Kapu dalam Fitoremediasi

Pistia stratiotses merupakan tanaman air yang dapat membantu menaikan

mutu air limbah. Menurut Oktaviani, Rachmawati, & Wisanti (2014), Pistia

stratiotes mampu menyerap logam berat timbal pada perairan, penurunan logam

berat dipengaruhi oleh konsentrasi logam berat dan jumlah tanaman; semakin

tinggi konsentrasi logam berat yang berada pada perairan maka semakin banyak

pula tanaman yang dibutuhkan dalam proses fitoremediasi. Menurut Yuni et al.

(2014), efektifitas penyisihan polutan oleh Pistia stratiotes bergantung dari

jumlah konsentrasi polutan yang ada pada limbah cair, penyisisihan akan

memerlukan waktu yang lama apa bila jumlah polutan banyak.

Wirawan et al. (2014), menyebutkan bahwa Pistia stratiotes mampu

menurunkan nilai BOD, COD, TSS, pH, minyak dan lemak pada limbah cair

domestik, penyisihan kandungan pada limbah bergantung pada konsentrasi dan

lama waktu tinggal dalam media tanam; sehingga semakin lama waktu tinggal dan

jumlah konsentrasi tanaman semakin banyak maka semakin banyak nilai

penurunan kandungan dalam limbah cair domestik. Widya et al. (2015),

menyebutkan bahwa waktu tinggal dan jumlah Pistia stratiotes sangat

berpengaruh terhadap besarnya penyisihan kandungan pada limbah cair.

2.4.2 Kemampuan Akar Kapu-Kapu dalam Fitoremediasi

Pistia stratiotes merupakan salah satu tanaman air yang dapat digunakan

dalam proses fitoremediasi logam berat (Pb, Cd, Zn, Ni, Cu, Cr, Se), unsur

radoaktif (Cs, Sr, U), dan senyawa organik hidrofobik (PAHs, dioxin, lurans,

pentachlorofenol, DDT, dieldrin) karena memiliki sistem akar yang padat

sehingga tanaman mampu melakukan transpirasi air lebih banyak (Waluyo, 2018).

Menurut Mardikaningtyas, Ibrohim, & Suarsini (2016), penyerapan logam berat

kadmium (Cd) yang terkandung dalam limbah cair pengolahan tepung oleh akar

Pistia stratiotes menunjukan angka penurunan yang signifikan yang dapat

diketahui dari morfologi tanaman dan pengujian pada air limbah, tanaman yang

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

15

diberikan perlakuan akan mengalami kerapuhan jika dibandingan dengan sebelum

perlakuan.

Pistia stratiotes akan membentuk khleat berupa senyawa fitokhelatin yang

akan mengikat logam berat, yang kemudian logam berat yang telah berikatan

dengan senyawa fitokhelatin akan masuk kedalam sel akar melalui transpor aktif

(Oktaviani et al., 2014). Fitokhelatin merupakan senyawa yang mampu mengikat

logam berat karena mampu membentuk ikatan sulfida pada logam berat sehingga

logam berat mampu terakumulasikan kedalam tubuh tanaman (Aprilia & Purwani,

2013).

2.5 Standar Air

Standar air adalah pedoman yang digunakan dalam menentukan layak atau

tidaknya air, standar air di Indonesia berpedoman pada Peraturan Republik

Indonesia dan cara pengujian air yang dilakukan sesuai dengan Standar Nasional

Indonesia atau APHA.

2.5.1 Penggolongan Air

Air merupakan bagian terpenting dalam kehidupan. penggolongan air di

dasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 tahun 2001

sebagai berikut:

1) Kelas I

Air kelas I merupakan air yang kegunaanya sebagai air minum atau

keguanan lain yang memiliki persyaratan yang sama dengan kegunaan tersebut.

Prasyarat air kelas I adalah sebagai berikut:

2) Kelas II

Air kelas II merupakan air yang kegunaanya untuk prasarana atau sarana

rekreasi air, pembudayan ikan air tawar, peternakan air, air untuk mengairi

pertanaman, atau kegunaan lain yang yang memiliki persyaratan yang sama

dengan kegunaan tersebut.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

16

3) Kelas III

Air kelas III merupakan air yang kegunaanya untuk budidaya ikan tawar,

peternakan, air yang digunakan untuk mengairi tanaman, atau memiliki

persyaratan yang sama dengan kegunaan tersebut.

4) Kelas IV

Air kelas IV merupakan air yang kegunaanya untuk mengairi

pertanamanatau kegunaan lain yang memiliki persyaratan yang sama dengan

kegunaan tersebut.

Tabel. 2.3 Kriteria Mutu Air

Parameter Satuan Kelas

Keterangan I II III IV

FISIKA

Temperatur ᵒC Deviasi

3

Deviasi

3

Deviasi

3

Deviasi

3

Deviasi

temperatur

dari keadaan

alamiah

Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000

Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 4000 Bagi

pengolahan air

minum

konvesional,

residu

tersuspensi ≤

5000 mg/L

KIMIA ANORGANIK

pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Pabila secara

lamiah diluar

rentang

tersebut, maka

ditentukan

berdasarkan

kondisi

alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas

minimum

Total fosfat (P) mg/L 0,2 0,2 1 5

NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20

KIMIA ANORGANIK

NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan

kandungan

amonia bebas

untuk ikan

yang peka≤2

mg/L sebagai

NH3

Arsen mg/L 0,05 1 1 1

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

17

Lanjutan.

Parameter Satuan Kelas

Keterangan I II III IV

Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

Boron mg/L 1 1 1 1

Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01

Khrom (IV) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01

Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi

pengolahan air

minum secara

konvensional

Cu≤1 mg/L

Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) Bagi

pengolahan air

minum secara

konvensional

Fe≤5 mg/L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi

pengolahan air

minum secara

konvensional

Pb≤0,1 mg/L

Mangan mg/L 1 (-) (-) (-)

Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 Bagi

pengolahan air

minum secara

konvensional

Zn≤5 mg/L

Khlorida mg/L 1 (-) (-) (-)

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

Nitrit (N) mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) Bagi

pengolahan air

minum secara

konvensional

NO2_N≤51

mg/L

Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

Khlorin Bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM

tidak

dipersyaratkan

Belerang H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

18

Lanjutan.

Parameter Satuan Kelas

Keterangan I II III IV

MIKROBIOLOGI

Fecal Coliform jml/100ml 100 1000 2000 3000 Bagi

pengolahan air

minum secara

konvensional

fecal coliform

≤2000

jml/100ml dan

total coliform

≤10000

jml/100ml

Total Coliform jml/100ml 1000 5000 10000 10000

RADIOAKTIVITAS

Gross-A bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1

Gross-B bq/L 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK

Minyak dan

Lemak

μg/L 1000 1000 1000 (-)

Detergen (MBAS) μg/L 200 200 200 (-)

Senyawa Fenol μg/L 1 1 1 (-)

BHC μg/L 210 210 210 (-)

Aldrin/Dieldrin μg/L 17 (-) (-) (-)

Clordane μg/L 3 (-) (-) (-)

DDT μg/L 2 2 2 2

Heptachlor dan

Heptachlor

epoxide

μg/L 18 (-) (-) (-)

Lindane μg/L 56 (-) (-) (-)

Methoxyctor μg/L 35 (-) (-) (-)

Endrin μg/L 1 4 4 (-)

Toxaphan μg/L 5 (-) (-) (-)

(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 tahun 2001)

Keterangan:

mg :miligram

μg/L : mikrogam

ml : mililiter

L : liter

bq : bequerel

MBAS : methylen blue active substance

ABAM: air baku untuk air minum

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

19

2.6 Sumber Belajar

Bahan atau materi yang memiliki fungsi membantu dalam proses

pembelajaran dapat disebut dengan sumber belajar. Satrianawati (2018),

berpendapat bahwa sumber belajar berasal dari dua suku kata, sumber yang berarti

semua bahan yang memfasilitasi dalam proses mendapatkan pengalaman dan

belajar yang berarti proses dalam mendapatkan pengalaman. Menurut Prastowo

(2018), sumber belajar adalah suatu sistem yang terdiri atas sekumpulan bahan

atau situasi yang diciptakan dengan sengaja guna membantu siswa belajar secara

individual.

Sumber belajar digunakan dalam proses belajar yang berguna membantu

atau melancarkan kegiatan belajar. Proses belajar bersifat individual sehingga

proses belajar terjadi dalam diri siswa dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan

sehingga dalam proses belajar sangat membutuhkan sumber belajar (Suardi,

2018). Menurut Darmadi (2017), bahwa dalam proses pembelajaran sains

diperlukan keterampilan, baik ketrampilan dasar maupun ketrampilan terpadu.

Pada prinsipnya sumber belajar dapat dikategorikan menjadi sumber belajar yang

siap digunakan dalam proses pembelajaran tanpa adanya penyederhanaan dan atau

modifikasi, misalnya pabrik dan museum serta sumber belajar yang

disederhanakan atau di modifikasi, untuk membantu kegiatan pembelajaran

seperti buku paket, modul, film dan video pembelajaran. Menurut Suratsih (2010),

adapun 6 parameter yang dianalisis dari hasil penelitian untuk menjadi sumber

belajar adalah sebagai berikut.

1) Kejelasan potensi (ketersediaan objek permasalahan), ditunjukan oleh ragam

permasalahan yang dapat diungkapkan dari hasil penelitian. Kejelasan dari

hasil penelitian perlu di ungkapkan karena sumber belajar yang tepat

mengandung ketepatan informasi (tidak direkayasa) dalam sebuah hasil dari

penelitian.

2) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran yang dilihat dari hasil penelitian

dengan Kompetensi Dasar (KD) tercantum berdasarkan kurikulum 2013.

Hasil penelitian dicermati kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran,

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

20

apakah hasil dari penelitian dapat dimanfaatkan hasilnya untuk meraih

tujuan dalam belajar.

3) Sasaran materi dan peruntukan, merupakan kejelasan objek dan subjek

penelitian penelitian yang diperuntukan untuk materi pembelajaran siswa.

Sasaran materi dan peruntukanya dilihat melalui buku siswa apakah dalam

buku siswa ada materi yang berkaitan dengan hasil penelitian.

4) Informasi yang akan diungkap, informasi yang dapat dilihat melalui dua

aspek yaitu proses dan hasil dari penelitian yang disesuaikan dengan

kurikulum, proses yang dimaksud adalah prosedur kerja atau prosedur

penelitian, sedangkan hasil yang dimaksud adalah hasil penelitian berupa

konsep atau teori.

5) Kejelasan dan pedoman eksplorasi, merupakan media yang berisi sumber

belajar yang memiliki fungsi menunjang kegiatan belajar. Kejelasan dan

pedoman eksplorasi dapat ditunjukan dari rangkaian penelitian apakah

sudah jelas prosedurnya atau tidak.

6) Perolehan yang akan dicapai yaitu, kejelasan mengenai hasil dari proses dan

produk dan hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai sumber belajar

dalam bentuk aspek kognitif, sikomotorik, dan afektif.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

21

2.7 Kerangka Konseptual

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Limbah

22

2.8 Hipotesis

Hipotesis yang dapat dimunculkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Ada pengaruh pemberian variasi berat tanaman Pistia stratiotes terhadap

perbaikan kualitas limbah cair tahu.

2) Ada pengaruh pemberian variasi lama tinggal tanaman Pistia stratiotes

terhadap perbaikan kualitas limbah cair tahu.

3) Ada interaksi antara perbandingan variasi berat tanaman Pistia stratiotes

dan lama tinggal terhadap perbaikan kualitas limbah cair tahu.

4) Pada pemberian berat tanaman 120 g dan lama tinggal 14 hari menunjukan

perbaikan pH, NH3, DO, TDS, dan TSS yang sesuai dengan baku mutu air

kelas II berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 tahun

2001.