BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf ·...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Deskripsi Antraknosa
Antraknosa merupakan penyakit yang sangat umum menyerang berbagai
tanaman seperti sayuran dan buah-buahan. Penyakit ini dapat muncul pada bagian
buah, daun, dan batang tanaman (Ainy, Ratnayani, & Susilawati, 2015). Penyebab
utama antraknosa yaitu genus Colletotrichum yang digolongkan menjadi 5 spesies
seperti C. acutatum, C. coccodes, C. gloeosporoides, C. dematium, dan C. capsici.
Penyakit yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum sp. dapat menurunkan hasil
hingga 60%. Patogen ini dapat menyebabkan kerugian hasil selama transportasi dan
penyimpanan dalam waktu satu minggu mencapai lebih dari 25%. Infeksi patogen
terhadap tanaman terjadi sejak di lapangan hingga tanaman dipanen. Penyakit
antraknosa dapat menurunkan produksi secara kualitas maupun kuantitas pada
tanaman (Sriyanti, Suprapta, & Suada, 2015).
2.1.1 Jamur Colletotrichum acutatum
Colletotrichum acutatum adalah jamur atau fungi bersifat patogen yang
menyebabkan busuk buah. Selain pada buah, jamur ini juga menyerang daun dan
batang bahkan pasca panen. Colletotrichum acutatum menyebabkan penyakit
antraknosa pada sayuran dan buah, sehingga dapat menurunkan kualitas dan
kuantitas tanaman tersebut (Ainy et al., 2015). Jamur Colletotrichum acutatum
menyerang lahan tanaman dengan kerugian mencapai 20-90% (Hartati,
Natawigena, Istifadah, & Dewi, 2018).
9
Permukaan buah yang terinfeksi jamur Colletotrichum acutatum akan
berkecambah membentuk tabung perkecambahan. Tabung berpenetrasi ke lapisan
epidermis membentuk jaringan hifa. Jaringan ini akan menyebar ke seluruh jaringan
buah (Salim, 2012).
2.1.2 Klasifikasi Jamur Colletotrichum acutatum
Menurut Dwidjoseputro (1978) klasifikasi jamur Colletotrichum acutatum
sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisi : Mycota
Subdivisi : Eumycotyna
Kelas : Deuteromyces
Ordo : Melanconiales
Famili : Melanconiaceae
Genus : Colletotrichum
Spesies : Colletotrichum acutatum
(a) (b)
Gambar 2.1 Jamur Colletotrichum acutatum
(a) Jamur Colletotrichum acutatum dalam media PDA
(b) Jamur Colletotrichum acutatum menggunakan mikroskop
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
10
2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum
Jamur Colletotrichum acutatum memiliki bentuk spora silindris dengan
ujung meruncing dan kecepatan tumbuh 6,8 mm per hari lebih lambat diantara
genus Colletotrichum yang lain. Koloni jamur patogen Colletotrichum acutatum
yang dibiakkan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) berwarna putih keabu-
abuan dan berbentuk ellips. Pada salah satu ujungnya berbentuk meruncing.
Perubahan warna dengan bertambahnya umur koloni yaitu dari berwarna putih
kemudian menjadi pink atau oranye. Secara mikroskopis konidia berbentuk
silindris dengan bagian ujung yang tumpul (Kirana, Kusmana, Hasyim, & Sutarya,
2014). Warna koloni jamur Colletotrichum acutatum dengan variasi yang cukup
beragam. Tampak atas koloni berwarna putih dan abu-abu, sedangkan tampak
bawah berwarna peach, krem, putih, dan olive (Ibrahim, Hidayat, & Widodo, 2017).
2.1.4 Gejala Penyakit Jamur Colletotrichum acutatum
Gejala pada buah yang ditandai adanya bercak berwarna hitam berkembang
menjadi busuk lunak. Seluruh buah juga dapat mengering seperti terkena sengatan
matahari dengan busuk berwarna kuning kecoklatan. Jamur juga dapat menyerang
buah pasca panen karena penyakit berkembang dalam pengangkutan dan
penyimpanan sehingga hasil panen membusuk. Pada batang cendawan terlihat
seperti tonjolan. Daun terdapat adanya bercak berbentuk bulat panjang. Pada biji
mengakibatkan kegagalan berkecambah, jika menjadi kecambah akan
menimbulkan rebah kecambah atau damping off dengan bercak warna coklat dan
layu. Tanaman dewasa yang terserang dapat menimbulkan kematian pucuk hingga
11
bagian tanaman lainnya seperti cabang dan ranting yang mengering berwarna coklat
kehitaman (Kirana et al., 2014).
Musim hujan merupakan musim yang sangat berpotensi terjadinya penyakit
antraknosa atau patek menyebabkan busuk buah, karena pada musim ini patogen
membutuhkan air dalam penyebaran. Faktor dapat menyebabkan tersebarnya
penyakit busuk buah yaitu kadar air dan kelembaban dalam tanah yang tinggi.
Jamur patogen tidak akan menyebar dalam kondisi kering (Sholehah, 2012).
2.2 Faktor Pertumbuhan Jamur
Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fungi yaitu jumlah
mikroorganisme, konsentrasi zat antimikroba, adanya bahan organik, derajat
keasaman (pH), suhu, dan spesies mikroorganisme (Pelczar & Chan, 2009). Selain
itu pertumbuhan fungi dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti waktu
kontak, suhu, sifat kimia dan fisika, serta media pertumbuhan seperti pH, kadar air,
nutrisi, dan jumlah komponen di dalamnya (Berlian, Aini, & Lestari, 2016).
2.3 Kategori Zona Hambat
Daya hambat dapat dilihat dengan adanya zona bening di daerah kertas
cakram. Kemampuan daya hambat ditentukan oleh besarnya zona hambat yang
terbentuk. Kemampuan daya hambat digolongkan menjadi empat kategori yaitu lemah,
sedang, kuat, dan sangat kuat. Kategori lemah apabila diameter zona hambat yang
terbentuk kurang dari 5 mm. Kategori sedang apabila diameter zona hambat berkisar
antara 5-10 mm. Kategori kuat apabila diameter zona hambat berkisar antara 10-20
12
mm. Kategori sangat kuat apabila diameter zona hambat lebih dari 20 mm (Sudarmi,
Ida, & I, 2017).
2.4 Deskripsi Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)
Ocimum americanum L. merupakan nama ilmiah dari tanaman kemangi.
Ocimum americanum L. dapat tumbuh liar serta menyebar diseluruh daerah yang
termasuk tropis yaitu Asia dan Afrika. Tanaman ini termasuk genus Ocimum famili
Lamiacae yang telah lama digunakan sebagai obat dan aromatik di negara Mesir, India,
Yunani, Itali, dan Maroco. Kelompok famili ini bersemak pendek dengan batang muda
bersegi empat. Lamiacae adalah famili yang dapat menghasilkan sejumlah besar
tanaman obat, karena mengandung minyak atsiri. Pada umumnya minyak atsiri
terdapat dikelenjar epidermis. Ocimum americanum L. mempunyai nama lain yaitu:
Ocimum canum Sims, Ocimum affricanum Lour, Ocimum brachatum Blume
(Khoirani, 2013).
2.4.1 Klasifikasi Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)
Menurut Backer & R (1963) klasifikasi tanaman kemangi (Ocimum
americanum L.) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiacae
Genus : Ocimum L.
Spesies : Ocimum americanum Linn.
13
Gambar 2.4 Tanaman kemangi
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
2.4.2 Ekologi dan Penyebaran
Ocimum americanum L. dapat tumbuh liar dan tersebar di seluruh daerah
tropis yaitu Asia dan Afrika. Tanaman ini terdapat di wilayah Asia Tenggara pada
belahan benua, Indonesia dan Papua Nugini. Ocimum americanum L. juga tersebar
di daerah tropis Amerika dan beberapa pulau di Hindia Barat. Tanaman ini dapat
tumbuh kurang dari 300 mdpl (Khoirani, 2013).
2.4.3 Morfologi Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)
Ocimum americanum L. adalah tanaman dengan batang tegak tinggi dan
antara 0,3-0,6 m. Batang muda yang berwarna hijau dan tua berwarna kecoklatan;
tangkai daunnya berwarna hijau dan memiliki panjang antara 0,5-2 cm. Pada
tanaman yang masih muda batangnya berambut. Daunnya berwarna hijau terang
dan helaian dengan bentuk bulat telur, ujung daun meruncing, terlihat
menggelombang; terdapat 3-6 tulang cabang pada ibu tulang daun; tepi daun
bergerigi kecil dan terdapat bintik-bintik berupa kelenjar (Ridwan & Isharyanto,
2016). Batang muda berbentuk persegi dan bulat (Ikhlas, 2013).
Pada tanaman kemangi memiliki struktur bunga yang terdiri dari kelopak,
mahkota, putik, dan benangsari. Jumlah tandan bunganya banyak, bentuk padat, dan tegak.
14
Ukuran kelopak dan mahkota lebih pendek daripada spesies lainnya (Ikhlas, 2013).
Kemangi berbunga semu yang terdiri dari 1-6 menjadi tandan bunga terdapat dibagian
ujung batang, cabang, maupun ranting tanaman; panjangnya sekitar 25 cm dengan 20
kelompok bunga. Kelopak bunga berwarna hijau, memiliki bulu, di dalamnya lebih rapat
dan memiliki gerigi yang tak beraturan. Tangkai kepala putik memiliki warna ungu dengan
jumlah 1, sedangkan tangkai benangsari berjumlah 4 dengan 2 berukuran pendek dan 2
berukuran panjang berwarna putih. Letak tangkai dan kelopak buah tegak melekat pada
bunga. Biji buah berukuran kecil, tekstur keras, berwarna kehitaman biasanya disebut biji
selasih dan dapat dikonsumsi. Tandan bunga dan buah tampak berwarna hijau agak
keputihan dan warnanya tidak mencolok (Khoirani, 2013).
2.4.4 Kandungan Kimia
Ocimum americanum L. memiliki kandungan kimia antara lain minyak
atsiri, karbohidrat, alkaloid, senyawa fenolik, tannin, fitosterol, lignin, pati,
saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon. Biji kemangi mengandung
planteose dan asam lemak seperti asam palmitxat, asam oleat, asam stearate, dan
asam linoleate serta polisakarida yang terdiri dari xilosa, arabinose, ramnosa, dan
asam galakturonik, sedangkan bagian daun kemangi terdapat kandungan asam
ursolat, senyawa ini termasuk senyawa penting karena mempunyai kemampuan
sebagai antiinflamasi, antioksidan, antirematik, antivirus, dan antitumor (Ikhlas,
2013).
2.4.5 Khasiat dan Kegunaan
Pada pengobatan tradisional biasanya masyarakat menggunakan untuk penyakit
ringan. Kemangi yang direbus dapat digunakan untuk obat batuk, daun yang ditumbuk
15
kasar kemudian ditempel di dahi dapat meringankan radang selaput lendir di hidung dan
tenggorokan, sedangkan ditempel di dada dapat meringankan masalah saluran
pernapasan. Tanaman ini secara keseluruhan dapat digunakan saat mandi untuk
pengobatan rematik, khasiat lainnya yaitu untuk pengobatan batu ginjal (Khoirani, 2013).
Biji kemangi dapat digunakan sebagai minuman penyegar untuk
mengurangi rasa dahaga dan membuat perut terasa dingin, serta untuk mengobati
penyakit sembelit atau wasir. Ekstrak kemangi berfungsi sebagai analgesik dan
antiinflamasi, antioksidan yang dapat mencegah terjadinya ischemia, juga dapat
melawan bakteri gram negatif dan gram positif. Minyak atsiri dapat melawan
mikroorganisme, Agrotis ipsilon (ulat tanah), dapat digunakan sebagai pembasmi
serangga nabati untuk membasmi hama padi dan sebagai antifungi yang aman untuk
fungi atau jamur yang bersifat patogen (Khoirani, 2013).
2.5 Fungisida Nabati
Pestisida nabati merupakan pestisida dengan bahan dasar yang berasal dari
tumbuhan. Tumbuhan memiliki bahan aktif yang digunakan sebagai antifungi.
Tumbuhan sebagai pestisida nabati mempunyai karakteristik rasa agak pedas, rasa
pahit (mengandung terpen dan alkaloid), berbau kurang enak, dan jarang diserang
oleh hama (Ridwan & Isharyanto, 2016).
Pestisida dengan bahan tumbuhan selain harganya yang murah, mudah
didapat, dan efektif terhadap jamur patogen. Penggunaan pestisida nabati tidak
berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Fungisida nabati
16
bersifat mudah terurai dan ramah lingkungan karena berasal dari bahan alami,
sehingga aman bagi manusia dan hewan ternak peliharaan (B & Suhardi, 2008).
2.6 Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau minyak esensial adalah minyak yang diperoleh dari
berbagai bagian tanaman seperti daun, batang, bunga, biji, akar, dan buah. Minyak
atsiri berwujud cair, memiliki aroma yang khas dengan warna bening, namun dapat
berubah warna menjadi kehitaman jika penyimpanan terlalu lama sehingga
teroksidasi. Penyimpanan di tempat yang tertutup rapat dan terhindar dari cahaya
matahari pada suhu ruangan. Minyak dapat larut dalam berbagai pelarut organik,
alkohol danater, dan tidak dapat larut dalam aquades. Minyak atsiri dapat dihasilkan
dari berbagai tanaman seperti kayu putih, kemangi, cengkeh, serai, cendana, serai
wangi, nilam, akar wangi, pala, dan jahe (Sastrohamidjojo, 2004).
Pada minyak atsiri terkandung komponen campor, limonene, methyl cinnate
dan linalool (Khoirani, 2013), sedangkan komponen lainnya yaitu geraniol,
geranial, metil eugenol, neral, dan sitral (Ikhlas, 2013). Minyak atsiri dapat
digunakan sebagai pestisida nabati oleh petani untuk pengendalian hama lalat buah,
antifungi, dan antibakteri. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, minyak atsiri
sebagai antibaketri dapat menghambat E. coli, S. aureus, dan S. enteriditis,
sedangkan antijamur efektif menghambat Candida albicans dan Microsporeum
gyseum (Kardinan, 2005).
Minyak atsiri terdiri dari pencampuran senyawa kimia yang terbentuk dari
unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), tetapi sebagian besar minyak atsiri
17
terdiri dari pencampuran senyawa golongan hidrokarbon dan hidrokarbon
teroksigenasi. Senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri dapat digunakan
sebagai antimikroba. Antimikroba merupakan zat yang dapat menghambat
pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Mekanisme kerja antimikroba dengan
merusak dinding sel dan menghambat kerja enzim, adapun disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu gangguan senyawa penyusun dinding sel, menginaktivasi
enzim, peningkatan permeabilitas membran sel yang mengakibatkan hilangnya
komponen penyusun sel, dan kerusakan fungsimaterial genetik (Fahmi, 2016).
2.6.1 Metode Penyulingan
Julianto (2016) menyatakan bahwa penyulingan atau distilasi merupakan
metode pemisahan komponen berupa cairan atau padatan berdasarkan perbedaan
kecepatan atau kemudahan menguap bahan. Penyulingan digunakan sebagai
pengolahan minyak atsiri sejak dahulu karena mampu mendapatkan minyak atsiri
yang tidak mudah rusak akibat panas. Distilasi memiliki 3 macam metode dengan
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, yaitu:
1) Distilasi air
Bahan yang digunakan dalam metode ini disuling langsung dengan
air mendidih tergantung jenis dan jumlah bahan. Penyulingan ini berfokus
pada jumlah air dalam ketel. Waktu penyulingan dan jumlah air yang
digunakan perlu diperhatikan karena jika tidak maka berdampak pada
kualitas minyak dan gosong. Metode ini biasanya digunakan untuk bahan
yang mudah menggumpal seperti massoi dan gaharu (dari kayu) yang
disuling dalam bentuk serbuk.
18
2) Distilasi kukus (uap air)
Bahan yang digunakan dalam metode ini diletakkan di atas sarangan
berlubang atau rak. Ketel suling diisi hingga batas di bawah sarangan,
seperti mengukus nasi. Bahan kontak dengan uap yang tidak terlalu panas
dihasilkan dari air mendidih di bawah sarangan.
3) Distilasi uap
Metode ini biasanya digunakan untuk menyuling bahan seperti daun dan
serpihan kayu. Distilasi uap lebih modern dibandingkan dengan metode distilasi
air dan kukus. Unit penyulingan terbagi menjadi 3 yaitu boiler, kondensor, dan
ketel bahan baku. Uap dibentuk dalam boiler dengan memanaskan air dengan
tekanan tertentu ditujukan oleh manometer. Uap jenuh dialirkan ke dalam ketel
bahan baku setelah tekanan yang diinginkan tercapai.
2.7 Hubungan Kandungan Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum
americanum L.) dengan Pertumbuhan Jamur Colletotrichum acutatum
Daun kemangi (Ocimum americanum L.) memiliki kandungan antifungi
yaitu minyak atsiri yang mampu menyebabkan dinding dan membran sel jamur
terbentuk secara tidak sempurna karena terganggunya proses pembentukan.
Aktivitas antifungi minyak atsiri tergantung pada komposisi, konsentrasi, dan
jumlah mikroorganisme (Ornay, Prehananto, & Dewi, 2017). Minyak atsiri
mengandung senyawa aktif eugenol. Eugenol mempunyai aktivitas antifungi
dengan menginaktivasi enzim, mengganggu aktivitas membran sel serta
19
menghambat sintesis asam nukleat, protein, sintesis kitin, dan produksi energi oleh
ATP (Safitri, Sastrahidayat, & Muhibuddin, 2015).
2.8 Sumber Belajar
Pembelajaran merupakan perpaduan dari belajar dan mengajar. Belajar
adalah kegiatan yang dilakukan dalam mendapatkan suatu perubahan tingkah laku
yang baru dan hasil pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Mengajar
merupakan proses interaksi guru dan siswa dengan menggunakan sumber belajar
yang terdapat pada lingkungan belajar. Pembelajaran di dalam kelas dapat
melibatkan manusia dan penggunaan media yang mendukung proses belajar
(Purnomo, Indrowati, & Karyanto, 2013).
Kegiatan belajar mengajar guru dapat memanfaatkan sumber belajar karena
merupakan hal penting dalam konteks pembelajaran, serta dapat mencapai tujuan
pembelajaran secara efisien dan efektif (Kasrina, Irawati, & Jayanti, 2012). Sumber
belajar adalah sesuatu yang bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memperoleh
pengetahuan, informasi, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar
mengajar. Sumber belajar dapat berupa bahan yang dimanfaatkan dalam
pembelajaran seperti buku teks, media elektronik, media cetak, narasumber,
lingkungan belajar dan sekitar bertujuan mengoptimalkan hasil belajar siswa
(Purnomo et al., 2013).
Pada hakikatnya sumber belajar sangat luas, karena dapat mendukung
keberhasilan pembelajaran. Sumber dapat berupa manusia maupun non manusia atau
sumber belajar yang dirancang. Guru merupakan salah satu dari sumber belajar lainnya.
20
Pemanfaatan lingkungan juga sangat penting dalam mendukung pencapaian tujuan
pembelajaran yang dapat memotivasi minat belajar siswa (Kasrina et al., 2012).
Sumber belajar dapat berbasis manusia, cetakan,audio-visual, visual, dan
komputer. Abdullah (2012) mengklasifikasikan sumber belajar sebagai berikut:
1) Pesan terdapat dalam isi bidang studi dan akan dikelola kembali oleh
pembelajar berkaitan dalam konteks pembelajaran.
2) Bahan dapat berupa buku, gambar, majalah, rekaman elektronik, web yang
dapat digunakan untuk belajar.
3) Alat termasuk benda berbentuk fisik karena berfungsi untuk menyajikan
bahan pembelajaran berupa kamera, komputer, film bingkai, radio, OHP
(Over Head Projektor), televisi, VCD/DVD, tape recorder.
4) Teknik merupakan prosedur mengenai langkah-langkah yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan.
5) Lingkungan merupakan tempat yang dapat digunakan untuk kegiatan
belajar seperti museum, perpustakaan, sungai, pasar, gunung, dan TPS
(Tempat Pembuangan Sampah).
2.8.1 Fungsi Sumber Belajar
Sumber belajar dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran dengan sebaik-
baiknya. Fungsi sumber belajar sebagai berikut:
1) Meningkatkan kegiatan pembelajaran melalui membantu pengajar
menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dan mengurangi beban dalam
menyajikan informasi, sehingga dapat membina dan mengembangkan
semangat belajar murid atau mahasiswa (Abdullah, 2012).
21
2) Memberikan pembelajaran yang lebih bersifat individual melalui
mengurangi pengajar yang kaku dan tradisional, serta memberi
kesempatan kepada murid atau mahasiswa untuk belajar sesuai dengan
kemampuan (Abdullah, 2012).
3) Memberikan materi dasar yang lebih ilmiah dalam pengajaran melalui
program pembelajaran berbasis penelitian (Abdullah, 2012).
4) Memperbaiki pembelajaran melalui peningkatkan kemampuan dalam
menggunakan berbagai teknologi dan menyajikan data informasi secara
lebih konkrit (Abdullah, 2012).
5) Menciptakan pembelajaran secara singkat melalui pengurangan pelajaran
yang bersifat abstrak dengan kebenaran yang konkrit dan memberikan
pengetahuan secara langsung (Abdullah, 2012).
6) Menyajikan pembelajaran secara lebih luas dengan menggunakan media
massa melalui penyajian informasi mengenai batas geografis (Abdullah,
2012).
2.8.2 Pedoman Pemilihan Sumber Belajar
Sumber belajar memiliki hubungan yang sangat erat dengan pola
pembelajaran yang dilakukan. Abdullah (2012) menetapkan sumber belajar dapat
dipilih sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
1) Sumber belajar yang diinginkan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2) Ketersediaan fasilitas, tenaga, dan dana yang cukup.
3) Sumber belajar memiliki kepraktisan dan kewaetan dalam jangka waktu
yang lama.
22
4) Memiliki efektifitas biaya dalam jangka waktu yang lama.
2.8.3 Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar
Lingkungan sekitar dapat dijadikan sebagai sumber belajar Biologi.
Persoalan dapat berasal dari lingkungan yang kemudian dijadikan penelitian ilmiah.
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar dengan syarat yang telah
ditentukan (Susilo, 2013). Suratsih (2010) menetapkan syarat-syarat sumber belajar
yaitu:
1) Kejelasan potensi
Kejelasan potensi dapat ditentukan berdasarkan ketersediaan objek
dan permasalahan yang diungkap untuk menghasilkan konsep hasil penelitian
dalam mencapai pembelajaran.
2) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran
Kesesuaian tujuan pembelajaran yaitu hasil penelitian dengan
Kompetensi Dasar yang tercantum.
3) Kejelasan sasaran
Penelitian harus memiliki kejelasan sasaran yang diteliti.
4) Kejelasan informasi yang akan diungkap
Informasi yang akan diungkap yaitu proses pada saat penelitian.
5) Kejelasan pedoman eksplorasi
Pedoman eksplorasi dapat dilakukan siswa dalam pembelajaran
disesuaikan dengan silabus kurikulum 2013.
23
6) Kejelasan hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari penelitian adalah aspek kognitif siswa
menggunakan cara berpikir dengan keingintahuan tinggi untuk mendapatkan
pengetahuan, aspek afektif siswa mempunyai sikap ilmiah, aspek
psikomotorik siswa mempunyai keterampilan dalam menggali informasi.
2.9 Kerangka Konseptual
Gambar 2.9 Skema kerangka konsep uji daya hambat minyak atsiri
daun kemangi terhadap jamur Colletotrichum acutatum secara in vitro
Produksi sayuran dan buah-buahan
mengalami penurunan
Sayuran dan buah-buahan terserang
penyakit antraknosa yang disebabkan
oleh jamur Colletotrichum acutatum
Fungisida alternatif Fungisida sintetik
Pencemaran lingkungan dapat
mengakibatkan kematian manusia di
dunia hingga mencapai 40%
Fungisida nabati:
Minyak atsiri daun kemangi untuk
menghambat pertumbuhan
Colletotrichum acutatum
Hasil penelitian dikaji sebagai sumber
belajar Biologi
Menyebabkan dinding dan membran sel
terbentuk secara tidak sempurna, serta
mengganggu aktivitas sel yang dapat
menghambat pertumbuhan sehingga
menyebabkan kematian fungi
eugenol
24
2.10 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep dan landasan teori yang ada dapat disusun
suatu hipotesis dari penelitian ini yakni ada pengaruh minyak atsiri daun kemangi
(Ocimum americanum L.) terhadap diameter zona hambat pertumbuhan jamur
Colletotrichum acutatum.