BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf ·...

17
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosa Antraknosa merupakan penyakit yang sangat umum menyerang berbagai tanaman seperti sayuran dan buah-buahan. Penyakit ini dapat muncul pada bagian buah, daun, dan batang tanaman (Ainy, Ratnayani, & Susilawati, 2015). Penyebab utama antraknosa yaitu genus Colletotrichum yang digolongkan menjadi 5 spesies seperti C. acutatum, C. coccodes, C. gloeosporoides, C. dematium, dan C. capsici. Penyakit yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum sp. dapat menurunkan hasil hingga 60%. Patogen ini dapat menyebabkan kerugian hasil selama transportasi dan penyimpanan dalam waktu satu minggu mencapai lebih dari 25%. Infeksi patogen terhadap tanaman terjadi sejak di lapangan hingga tanaman dipanen. Penyakit antraknosa dapat menurunkan produksi secara kualitas maupun kuantitas pada tanaman (Sriyanti, Suprapta, & Suada, 2015). 2.1.1 Jamur Colletotrichum acutatum Colletotrichum acutatum adalah jamur atau fungi bersifat patogen yang menyebabkan busuk buah. Selain pada buah, jamur ini juga menyerang daun dan batang bahkan pasca panen. Colletotrichum acutatum menyebabkan penyakit antraknosa pada sayuran dan buah, sehingga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas tanaman tersebut (Ainy et al., 2015). Jamur Colletotrichum acutatum menyerang lahan tanaman dengan kerugian mencapai 20-90% (Hartati, Natawigena, Istifadah, & Dewi, 2018).

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Deskripsi Antraknosa

Antraknosa merupakan penyakit yang sangat umum menyerang berbagai

tanaman seperti sayuran dan buah-buahan. Penyakit ini dapat muncul pada bagian

buah, daun, dan batang tanaman (Ainy, Ratnayani, & Susilawati, 2015). Penyebab

utama antraknosa yaitu genus Colletotrichum yang digolongkan menjadi 5 spesies

seperti C. acutatum, C. coccodes, C. gloeosporoides, C. dematium, dan C. capsici.

Penyakit yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum sp. dapat menurunkan hasil

hingga 60%. Patogen ini dapat menyebabkan kerugian hasil selama transportasi dan

penyimpanan dalam waktu satu minggu mencapai lebih dari 25%. Infeksi patogen

terhadap tanaman terjadi sejak di lapangan hingga tanaman dipanen. Penyakit

antraknosa dapat menurunkan produksi secara kualitas maupun kuantitas pada

tanaman (Sriyanti, Suprapta, & Suada, 2015).

2.1.1 Jamur Colletotrichum acutatum

Colletotrichum acutatum adalah jamur atau fungi bersifat patogen yang

menyebabkan busuk buah. Selain pada buah, jamur ini juga menyerang daun dan

batang bahkan pasca panen. Colletotrichum acutatum menyebabkan penyakit

antraknosa pada sayuran dan buah, sehingga dapat menurunkan kualitas dan

kuantitas tanaman tersebut (Ainy et al., 2015). Jamur Colletotrichum acutatum

menyerang lahan tanaman dengan kerugian mencapai 20-90% (Hartati,

Natawigena, Istifadah, & Dewi, 2018).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

9

Permukaan buah yang terinfeksi jamur Colletotrichum acutatum akan

berkecambah membentuk tabung perkecambahan. Tabung berpenetrasi ke lapisan

epidermis membentuk jaringan hifa. Jaringan ini akan menyebar ke seluruh jaringan

buah (Salim, 2012).

2.1.2 Klasifikasi Jamur Colletotrichum acutatum

Menurut Dwidjoseputro (1978) klasifikasi jamur Colletotrichum acutatum

sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Divisi : Mycota

Subdivisi : Eumycotyna

Kelas : Deuteromyces

Ordo : Melanconiales

Famili : Melanconiaceae

Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum acutatum

(a) (b)

Gambar 2.1 Jamur Colletotrichum acutatum

(a) Jamur Colletotrichum acutatum dalam media PDA

(b) Jamur Colletotrichum acutatum menggunakan mikroskop

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

10

2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum

Jamur Colletotrichum acutatum memiliki bentuk spora silindris dengan

ujung meruncing dan kecepatan tumbuh 6,8 mm per hari lebih lambat diantara

genus Colletotrichum yang lain. Koloni jamur patogen Colletotrichum acutatum

yang dibiakkan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) berwarna putih keabu-

abuan dan berbentuk ellips. Pada salah satu ujungnya berbentuk meruncing.

Perubahan warna dengan bertambahnya umur koloni yaitu dari berwarna putih

kemudian menjadi pink atau oranye. Secara mikroskopis konidia berbentuk

silindris dengan bagian ujung yang tumpul (Kirana, Kusmana, Hasyim, & Sutarya,

2014). Warna koloni jamur Colletotrichum acutatum dengan variasi yang cukup

beragam. Tampak atas koloni berwarna putih dan abu-abu, sedangkan tampak

bawah berwarna peach, krem, putih, dan olive (Ibrahim, Hidayat, & Widodo, 2017).

2.1.4 Gejala Penyakit Jamur Colletotrichum acutatum

Gejala pada buah yang ditandai adanya bercak berwarna hitam berkembang

menjadi busuk lunak. Seluruh buah juga dapat mengering seperti terkena sengatan

matahari dengan busuk berwarna kuning kecoklatan. Jamur juga dapat menyerang

buah pasca panen karena penyakit berkembang dalam pengangkutan dan

penyimpanan sehingga hasil panen membusuk. Pada batang cendawan terlihat

seperti tonjolan. Daun terdapat adanya bercak berbentuk bulat panjang. Pada biji

mengakibatkan kegagalan berkecambah, jika menjadi kecambah akan

menimbulkan rebah kecambah atau damping off dengan bercak warna coklat dan

layu. Tanaman dewasa yang terserang dapat menimbulkan kematian pucuk hingga

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

11

bagian tanaman lainnya seperti cabang dan ranting yang mengering berwarna coklat

kehitaman (Kirana et al., 2014).

Musim hujan merupakan musim yang sangat berpotensi terjadinya penyakit

antraknosa atau patek menyebabkan busuk buah, karena pada musim ini patogen

membutuhkan air dalam penyebaran. Faktor dapat menyebabkan tersebarnya

penyakit busuk buah yaitu kadar air dan kelembaban dalam tanah yang tinggi.

Jamur patogen tidak akan menyebar dalam kondisi kering (Sholehah, 2012).

2.2 Faktor Pertumbuhan Jamur

Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fungi yaitu jumlah

mikroorganisme, konsentrasi zat antimikroba, adanya bahan organik, derajat

keasaman (pH), suhu, dan spesies mikroorganisme (Pelczar & Chan, 2009). Selain

itu pertumbuhan fungi dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti waktu

kontak, suhu, sifat kimia dan fisika, serta media pertumbuhan seperti pH, kadar air,

nutrisi, dan jumlah komponen di dalamnya (Berlian, Aini, & Lestari, 2016).

2.3 Kategori Zona Hambat

Daya hambat dapat dilihat dengan adanya zona bening di daerah kertas

cakram. Kemampuan daya hambat ditentukan oleh besarnya zona hambat yang

terbentuk. Kemampuan daya hambat digolongkan menjadi empat kategori yaitu lemah,

sedang, kuat, dan sangat kuat. Kategori lemah apabila diameter zona hambat yang

terbentuk kurang dari 5 mm. Kategori sedang apabila diameter zona hambat berkisar

antara 5-10 mm. Kategori kuat apabila diameter zona hambat berkisar antara 10-20

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

12

mm. Kategori sangat kuat apabila diameter zona hambat lebih dari 20 mm (Sudarmi,

Ida, & I, 2017).

2.4 Deskripsi Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)

Ocimum americanum L. merupakan nama ilmiah dari tanaman kemangi.

Ocimum americanum L. dapat tumbuh liar serta menyebar diseluruh daerah yang

termasuk tropis yaitu Asia dan Afrika. Tanaman ini termasuk genus Ocimum famili

Lamiacae yang telah lama digunakan sebagai obat dan aromatik di negara Mesir, India,

Yunani, Itali, dan Maroco. Kelompok famili ini bersemak pendek dengan batang muda

bersegi empat. Lamiacae adalah famili yang dapat menghasilkan sejumlah besar

tanaman obat, karena mengandung minyak atsiri. Pada umumnya minyak atsiri

terdapat dikelenjar epidermis. Ocimum americanum L. mempunyai nama lain yaitu:

Ocimum canum Sims, Ocimum affricanum Lour, Ocimum brachatum Blume

(Khoirani, 2013).

2.4.1 Klasifikasi Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)

Menurut Backer & R (1963) klasifikasi tanaman kemangi (Ocimum

americanum L.) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiacae

Genus : Ocimum L.

Spesies : Ocimum americanum Linn.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

13

Gambar 2.4 Tanaman kemangi

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

2.4.2 Ekologi dan Penyebaran

Ocimum americanum L. dapat tumbuh liar dan tersebar di seluruh daerah

tropis yaitu Asia dan Afrika. Tanaman ini terdapat di wilayah Asia Tenggara pada

belahan benua, Indonesia dan Papua Nugini. Ocimum americanum L. juga tersebar

di daerah tropis Amerika dan beberapa pulau di Hindia Barat. Tanaman ini dapat

tumbuh kurang dari 300 mdpl (Khoirani, 2013).

2.4.3 Morfologi Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)

Ocimum americanum L. adalah tanaman dengan batang tegak tinggi dan

antara 0,3-0,6 m. Batang muda yang berwarna hijau dan tua berwarna kecoklatan;

tangkai daunnya berwarna hijau dan memiliki panjang antara 0,5-2 cm. Pada

tanaman yang masih muda batangnya berambut. Daunnya berwarna hijau terang

dan helaian dengan bentuk bulat telur, ujung daun meruncing, terlihat

menggelombang; terdapat 3-6 tulang cabang pada ibu tulang daun; tepi daun

bergerigi kecil dan terdapat bintik-bintik berupa kelenjar (Ridwan & Isharyanto,

2016). Batang muda berbentuk persegi dan bulat (Ikhlas, 2013).

Pada tanaman kemangi memiliki struktur bunga yang terdiri dari kelopak,

mahkota, putik, dan benangsari. Jumlah tandan bunganya banyak, bentuk padat, dan tegak.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

14

Ukuran kelopak dan mahkota lebih pendek daripada spesies lainnya (Ikhlas, 2013).

Kemangi berbunga semu yang terdiri dari 1-6 menjadi tandan bunga terdapat dibagian

ujung batang, cabang, maupun ranting tanaman; panjangnya sekitar 25 cm dengan 20

kelompok bunga. Kelopak bunga berwarna hijau, memiliki bulu, di dalamnya lebih rapat

dan memiliki gerigi yang tak beraturan. Tangkai kepala putik memiliki warna ungu dengan

jumlah 1, sedangkan tangkai benangsari berjumlah 4 dengan 2 berukuran pendek dan 2

berukuran panjang berwarna putih. Letak tangkai dan kelopak buah tegak melekat pada

bunga. Biji buah berukuran kecil, tekstur keras, berwarna kehitaman biasanya disebut biji

selasih dan dapat dikonsumsi. Tandan bunga dan buah tampak berwarna hijau agak

keputihan dan warnanya tidak mencolok (Khoirani, 2013).

2.4.4 Kandungan Kimia

Ocimum americanum L. memiliki kandungan kimia antara lain minyak

atsiri, karbohidrat, alkaloid, senyawa fenolik, tannin, fitosterol, lignin, pati,

saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon. Biji kemangi mengandung

planteose dan asam lemak seperti asam palmitxat, asam oleat, asam stearate, dan

asam linoleate serta polisakarida yang terdiri dari xilosa, arabinose, ramnosa, dan

asam galakturonik, sedangkan bagian daun kemangi terdapat kandungan asam

ursolat, senyawa ini termasuk senyawa penting karena mempunyai kemampuan

sebagai antiinflamasi, antioksidan, antirematik, antivirus, dan antitumor (Ikhlas,

2013).

2.4.5 Khasiat dan Kegunaan

Pada pengobatan tradisional biasanya masyarakat menggunakan untuk penyakit

ringan. Kemangi yang direbus dapat digunakan untuk obat batuk, daun yang ditumbuk

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

15

kasar kemudian ditempel di dahi dapat meringankan radang selaput lendir di hidung dan

tenggorokan, sedangkan ditempel di dada dapat meringankan masalah saluran

pernapasan. Tanaman ini secara keseluruhan dapat digunakan saat mandi untuk

pengobatan rematik, khasiat lainnya yaitu untuk pengobatan batu ginjal (Khoirani, 2013).

Biji kemangi dapat digunakan sebagai minuman penyegar untuk

mengurangi rasa dahaga dan membuat perut terasa dingin, serta untuk mengobati

penyakit sembelit atau wasir. Ekstrak kemangi berfungsi sebagai analgesik dan

antiinflamasi, antioksidan yang dapat mencegah terjadinya ischemia, juga dapat

melawan bakteri gram negatif dan gram positif. Minyak atsiri dapat melawan

mikroorganisme, Agrotis ipsilon (ulat tanah), dapat digunakan sebagai pembasmi

serangga nabati untuk membasmi hama padi dan sebagai antifungi yang aman untuk

fungi atau jamur yang bersifat patogen (Khoirani, 2013).

2.5 Fungisida Nabati

Pestisida nabati merupakan pestisida dengan bahan dasar yang berasal dari

tumbuhan. Tumbuhan memiliki bahan aktif yang digunakan sebagai antifungi.

Tumbuhan sebagai pestisida nabati mempunyai karakteristik rasa agak pedas, rasa

pahit (mengandung terpen dan alkaloid), berbau kurang enak, dan jarang diserang

oleh hama (Ridwan & Isharyanto, 2016).

Pestisida dengan bahan tumbuhan selain harganya yang murah, mudah

didapat, dan efektif terhadap jamur patogen. Penggunaan pestisida nabati tidak

berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Fungisida nabati

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

16

bersifat mudah terurai dan ramah lingkungan karena berasal dari bahan alami,

sehingga aman bagi manusia dan hewan ternak peliharaan (B & Suhardi, 2008).

2.6 Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau minyak esensial adalah minyak yang diperoleh dari

berbagai bagian tanaman seperti daun, batang, bunga, biji, akar, dan buah. Minyak

atsiri berwujud cair, memiliki aroma yang khas dengan warna bening, namun dapat

berubah warna menjadi kehitaman jika penyimpanan terlalu lama sehingga

teroksidasi. Penyimpanan di tempat yang tertutup rapat dan terhindar dari cahaya

matahari pada suhu ruangan. Minyak dapat larut dalam berbagai pelarut organik,

alkohol danater, dan tidak dapat larut dalam aquades. Minyak atsiri dapat dihasilkan

dari berbagai tanaman seperti kayu putih, kemangi, cengkeh, serai, cendana, serai

wangi, nilam, akar wangi, pala, dan jahe (Sastrohamidjojo, 2004).

Pada minyak atsiri terkandung komponen campor, limonene, methyl cinnate

dan linalool (Khoirani, 2013), sedangkan komponen lainnya yaitu geraniol,

geranial, metil eugenol, neral, dan sitral (Ikhlas, 2013). Minyak atsiri dapat

digunakan sebagai pestisida nabati oleh petani untuk pengendalian hama lalat buah,

antifungi, dan antibakteri. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, minyak atsiri

sebagai antibaketri dapat menghambat E. coli, S. aureus, dan S. enteriditis,

sedangkan antijamur efektif menghambat Candida albicans dan Microsporeum

gyseum (Kardinan, 2005).

Minyak atsiri terdiri dari pencampuran senyawa kimia yang terbentuk dari

unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), tetapi sebagian besar minyak atsiri

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

17

terdiri dari pencampuran senyawa golongan hidrokarbon dan hidrokarbon

teroksigenasi. Senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri dapat digunakan

sebagai antimikroba. Antimikroba merupakan zat yang dapat menghambat

pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Mekanisme kerja antimikroba dengan

merusak dinding sel dan menghambat kerja enzim, adapun disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu gangguan senyawa penyusun dinding sel, menginaktivasi

enzim, peningkatan permeabilitas membran sel yang mengakibatkan hilangnya

komponen penyusun sel, dan kerusakan fungsimaterial genetik (Fahmi, 2016).

2.6.1 Metode Penyulingan

Julianto (2016) menyatakan bahwa penyulingan atau distilasi merupakan

metode pemisahan komponen berupa cairan atau padatan berdasarkan perbedaan

kecepatan atau kemudahan menguap bahan. Penyulingan digunakan sebagai

pengolahan minyak atsiri sejak dahulu karena mampu mendapatkan minyak atsiri

yang tidak mudah rusak akibat panas. Distilasi memiliki 3 macam metode dengan

memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, yaitu:

1) Distilasi air

Bahan yang digunakan dalam metode ini disuling langsung dengan

air mendidih tergantung jenis dan jumlah bahan. Penyulingan ini berfokus

pada jumlah air dalam ketel. Waktu penyulingan dan jumlah air yang

digunakan perlu diperhatikan karena jika tidak maka berdampak pada

kualitas minyak dan gosong. Metode ini biasanya digunakan untuk bahan

yang mudah menggumpal seperti massoi dan gaharu (dari kayu) yang

disuling dalam bentuk serbuk.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

18

2) Distilasi kukus (uap air)

Bahan yang digunakan dalam metode ini diletakkan di atas sarangan

berlubang atau rak. Ketel suling diisi hingga batas di bawah sarangan,

seperti mengukus nasi. Bahan kontak dengan uap yang tidak terlalu panas

dihasilkan dari air mendidih di bawah sarangan.

3) Distilasi uap

Metode ini biasanya digunakan untuk menyuling bahan seperti daun dan

serpihan kayu. Distilasi uap lebih modern dibandingkan dengan metode distilasi

air dan kukus. Unit penyulingan terbagi menjadi 3 yaitu boiler, kondensor, dan

ketel bahan baku. Uap dibentuk dalam boiler dengan memanaskan air dengan

tekanan tertentu ditujukan oleh manometer. Uap jenuh dialirkan ke dalam ketel

bahan baku setelah tekanan yang diinginkan tercapai.

2.7 Hubungan Kandungan Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum

americanum L.) dengan Pertumbuhan Jamur Colletotrichum acutatum

Daun kemangi (Ocimum americanum L.) memiliki kandungan antifungi

yaitu minyak atsiri yang mampu menyebabkan dinding dan membran sel jamur

terbentuk secara tidak sempurna karena terganggunya proses pembentukan.

Aktivitas antifungi minyak atsiri tergantung pada komposisi, konsentrasi, dan

jumlah mikroorganisme (Ornay, Prehananto, & Dewi, 2017). Minyak atsiri

mengandung senyawa aktif eugenol. Eugenol mempunyai aktivitas antifungi

dengan menginaktivasi enzim, mengganggu aktivitas membran sel serta

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

19

menghambat sintesis asam nukleat, protein, sintesis kitin, dan produksi energi oleh

ATP (Safitri, Sastrahidayat, & Muhibuddin, 2015).

2.8 Sumber Belajar

Pembelajaran merupakan perpaduan dari belajar dan mengajar. Belajar

adalah kegiatan yang dilakukan dalam mendapatkan suatu perubahan tingkah laku

yang baru dan hasil pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Mengajar

merupakan proses interaksi guru dan siswa dengan menggunakan sumber belajar

yang terdapat pada lingkungan belajar. Pembelajaran di dalam kelas dapat

melibatkan manusia dan penggunaan media yang mendukung proses belajar

(Purnomo, Indrowati, & Karyanto, 2013).

Kegiatan belajar mengajar guru dapat memanfaatkan sumber belajar karena

merupakan hal penting dalam konteks pembelajaran, serta dapat mencapai tujuan

pembelajaran secara efisien dan efektif (Kasrina, Irawati, & Jayanti, 2012). Sumber

belajar adalah sesuatu yang bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memperoleh

pengetahuan, informasi, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar

mengajar. Sumber belajar dapat berupa bahan yang dimanfaatkan dalam

pembelajaran seperti buku teks, media elektronik, media cetak, narasumber,

lingkungan belajar dan sekitar bertujuan mengoptimalkan hasil belajar siswa

(Purnomo et al., 2013).

Pada hakikatnya sumber belajar sangat luas, karena dapat mendukung

keberhasilan pembelajaran. Sumber dapat berupa manusia maupun non manusia atau

sumber belajar yang dirancang. Guru merupakan salah satu dari sumber belajar lainnya.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

20

Pemanfaatan lingkungan juga sangat penting dalam mendukung pencapaian tujuan

pembelajaran yang dapat memotivasi minat belajar siswa (Kasrina et al., 2012).

Sumber belajar dapat berbasis manusia, cetakan,audio-visual, visual, dan

komputer. Abdullah (2012) mengklasifikasikan sumber belajar sebagai berikut:

1) Pesan terdapat dalam isi bidang studi dan akan dikelola kembali oleh

pembelajar berkaitan dalam konteks pembelajaran.

2) Bahan dapat berupa buku, gambar, majalah, rekaman elektronik, web yang

dapat digunakan untuk belajar.

3) Alat termasuk benda berbentuk fisik karena berfungsi untuk menyajikan

bahan pembelajaran berupa kamera, komputer, film bingkai, radio, OHP

(Over Head Projektor), televisi, VCD/DVD, tape recorder.

4) Teknik merupakan prosedur mengenai langkah-langkah yang digunakan

dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan.

5) Lingkungan merupakan tempat yang dapat digunakan untuk kegiatan

belajar seperti museum, perpustakaan, sungai, pasar, gunung, dan TPS

(Tempat Pembuangan Sampah).

2.8.1 Fungsi Sumber Belajar

Sumber belajar dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran dengan sebaik-

baiknya. Fungsi sumber belajar sebagai berikut:

1) Meningkatkan kegiatan pembelajaran melalui membantu pengajar

menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dan mengurangi beban dalam

menyajikan informasi, sehingga dapat membina dan mengembangkan

semangat belajar murid atau mahasiswa (Abdullah, 2012).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

21

2) Memberikan pembelajaran yang lebih bersifat individual melalui

mengurangi pengajar yang kaku dan tradisional, serta memberi

kesempatan kepada murid atau mahasiswa untuk belajar sesuai dengan

kemampuan (Abdullah, 2012).

3) Memberikan materi dasar yang lebih ilmiah dalam pengajaran melalui

program pembelajaran berbasis penelitian (Abdullah, 2012).

4) Memperbaiki pembelajaran melalui peningkatkan kemampuan dalam

menggunakan berbagai teknologi dan menyajikan data informasi secara

lebih konkrit (Abdullah, 2012).

5) Menciptakan pembelajaran secara singkat melalui pengurangan pelajaran

yang bersifat abstrak dengan kebenaran yang konkrit dan memberikan

pengetahuan secara langsung (Abdullah, 2012).

6) Menyajikan pembelajaran secara lebih luas dengan menggunakan media

massa melalui penyajian informasi mengenai batas geografis (Abdullah,

2012).

2.8.2 Pedoman Pemilihan Sumber Belajar

Sumber belajar memiliki hubungan yang sangat erat dengan pola

pembelajaran yang dilakukan. Abdullah (2012) menetapkan sumber belajar dapat

dipilih sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

1) Sumber belajar yang diinginkan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2) Ketersediaan fasilitas, tenaga, dan dana yang cukup.

3) Sumber belajar memiliki kepraktisan dan kewaetan dalam jangka waktu

yang lama.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

22

4) Memiliki efektifitas biaya dalam jangka waktu yang lama.

2.8.3 Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar

Lingkungan sekitar dapat dijadikan sebagai sumber belajar Biologi.

Persoalan dapat berasal dari lingkungan yang kemudian dijadikan penelitian ilmiah.

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar dengan syarat yang telah

ditentukan (Susilo, 2013). Suratsih (2010) menetapkan syarat-syarat sumber belajar

yaitu:

1) Kejelasan potensi

Kejelasan potensi dapat ditentukan berdasarkan ketersediaan objek

dan permasalahan yang diungkap untuk menghasilkan konsep hasil penelitian

dalam mencapai pembelajaran.

2) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran

Kesesuaian tujuan pembelajaran yaitu hasil penelitian dengan

Kompetensi Dasar yang tercantum.

3) Kejelasan sasaran

Penelitian harus memiliki kejelasan sasaran yang diteliti.

4) Kejelasan informasi yang akan diungkap

Informasi yang akan diungkap yaitu proses pada saat penelitian.

5) Kejelasan pedoman eksplorasi

Pedoman eksplorasi dapat dilakukan siswa dalam pembelajaran

disesuaikan dengan silabus kurikulum 2013.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

23

6) Kejelasan hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian adalah aspek kognitif siswa

menggunakan cara berpikir dengan keingintahuan tinggi untuk mendapatkan

pengetahuan, aspek afektif siswa mempunyai sikap ilmiah, aspek

psikomotorik siswa mempunyai keterampilan dalam menggali informasi.

2.9 Kerangka Konseptual

Gambar 2.9 Skema kerangka konsep uji daya hambat minyak atsiri

daun kemangi terhadap jamur Colletotrichum acutatum secara in vitro

Produksi sayuran dan buah-buahan

mengalami penurunan

Sayuran dan buah-buahan terserang

penyakit antraknosa yang disebabkan

oleh jamur Colletotrichum acutatum

Fungisida alternatif Fungisida sintetik

Pencemaran lingkungan dapat

mengakibatkan kematian manusia di

dunia hingga mencapai 40%

Fungisida nabati:

Minyak atsiri daun kemangi untuk

menghambat pertumbuhan

Colletotrichum acutatum

Hasil penelitian dikaji sebagai sumber

belajar Biologi

Menyebabkan dinding dan membran sel

terbentuk secara tidak sempurna, serta

mengganggu aktivitas sel yang dapat

menghambat pertumbuhan sehingga

menyebabkan kematian fungi

eugenol

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Antraknosaeprints.umm.ac.id/56595/3/BAB II.pdf · 10 2.1.3 Morfologi Jamur Colletotrichum acutatum Jamur Colletotrichum acutatum

24

2.10 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep dan landasan teori yang ada dapat disusun

suatu hipotesis dari penelitian ini yakni ada pengaruh minyak atsiri daun kemangi

(Ocimum americanum L.) terhadap diameter zona hambat pertumbuhan jamur

Colletotrichum acutatum.