BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Golongan motif kawung yaitu motif yang tersusun dalam...

25
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Batik Pengertian batik secara etimologis berarti menitikkan malam dengan canting sehingga membentuk cocok yang terdiri atas susunan titik dan garis. Batik sebagai kata benda merupakan hasil penggambaran corak di atas kain dengan menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai alat perintang. Artinya secara teknis batik adalah suatu cara penerapan corak di atas kain melalui proses celup rintang warna dengan malam sebagai medium perintangnya (Nian, 1997 : 14). Batik adalah teknik celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola batik (Santosa, 2002 : 1). Batik adalah lukisan atau gambar pada mori atau kain yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting. Orang melukis dengan canting disebut membatik (Hamsuri, 1985 : IV). Kata “batik” berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu “amba” yang berarti “menulis” dan “titik” yang mempunyai arti “titik”. Pembuatan batik sebagian prosesnya dilakukan dengan menulis dan sebagian dari tulisan tersebut berupa titik. berarti juga tetes. Diketahui bahwa dalam proses membuat kain batik dilakukan pula penetesan malam atau lilin di atas kain putih ( Herry, 2013: 6-7). Batik dalam pengertian dari cara pembuatan adalah bahan kain yang dibuat dengan dua cara. Pertama, bahan kain yang dibuat dengan teknik pewarnaan kain yang menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain atau

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Golongan motif kawung yaitu motif yang tersusun dalam...

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Batik

Pengertian batik secara etimologis berarti menitikkan malam dengan

canting sehingga membentuk cocok yang terdiri atas susunan titik dan garis. Batik

sebagai kata benda merupakan hasil penggambaran corak di atas kain dengan

menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai alat perintang.

Artinya secara teknis batik adalah suatu cara penerapan corak di atas kain melalui

proses celup rintang warna dengan malam sebagai medium perintangnya (Nian,

1997 : 14).

Batik adalah teknik celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang

warna dan pola batik (Santosa, 2002 : 1). Batik adalah lukisan atau gambar pada

mori atau kain yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting. Orang

melukis dengan canting disebut membatik (Hamsuri, 1985 : IV).

Kata “batik” berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu “amba” yang

berarti “menulis” dan “titik” yang mempunyai arti “titik”. Pembuatan batik

sebagian prosesnya dilakukan dengan menulis dan sebagian dari tulisan tersebut

berupa titik. berarti juga tetes. Diketahui bahwa dalam proses membuat kain batik

dilakukan pula penetesan malam atau lilin di atas kain putih ( Herry, 2013: 6-7).

Batik dalam pengertian dari cara pembuatan adalah bahan kain yang dibuat

dengan dua cara. Pertama, bahan kain yang dibuat dengan teknik pewarnaan kain

yang menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain atau

10

sering disebut wax-resist dyeing. Kedua, bahan kain atau busana yang dibuat

dengan teknik pewarnaan yang menggunakan motif-motif tertentu yang sudah

lazim atau mempunyai ciri khas sesuai dengan karakter masing-masing

pembuatnya (Herry, 2013: 7).

Batik merupakan bahan kain yang sangat erat dengan nilai budaya

masyarakat.Batik tidak hanya sebagai hasil produksi semata, namun juga

merupakan hasil budaya dari suatu masyarakat (Herry, 2013:6-7).

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa batik

merupakan pemberian motif pada permukaan kain dengan teknik perintang warna.

Zat perintang warna yang digunakan adalah malam batik atau lilin batik.

2. Perkembangan Batik di Indonesia

Sejarah kapan batik pertama kali ada dan ditemukan di Indonesia memang

tidak ada yang mengetahuimya secara pasti, karena cerita di tiap negara dan

daerah berbeda-beda, berikut ini pendapat mengenai sejarah batik.

Menurut Sewan Susanto, dalam bukunya Seni Kerajinan Batik Indonesia

mengatakan bahwa :

Kapan batik dibuat pertama kalinya dan dimana asal batik belum

diketahui secara pasti, karena batik dibuat di berbagai daerah dab

Negara. Tetapi batik Indonesia, khususnya dari Jawa adalah batik

yang paling berkembang baik ragam hias maupun teknik

pewarnaan serta dikenal hakus dibanding batik dari daerah lain.

Batik juga dikenal di Jepang pada jaman dinasti Nara sampai abad

pertengahan disebut “Rokechi”.Di Cina pada jaman dinasti Tang di

Bangkok dan Turkistan Timur. Di India Selatan, batik baru dibuat

pada tahun 1516, yaitu Palekat dan Gujarat secara lukisan lilin,

disebut kain Palekat. Perkembangan batik India mencapai

puncaknya pada abad 17-19 sedang di Indonesia sampai pada

kesempurnaan pada sekitar abad 14-15 (Sewan, 1980 : 307).

11

Di Jawa awalnya batik hanya dikenal di lingkungan keraton, karena pada

zaman dahulu hanya orang keraton yang boleh mengenakan batik dalam upacara

adat.Pada masa lampau keraton adalah pusat agama, pemerintahan, adat istiadat

dan kebudayaan.Tapi seiring dengan perkembangan zaman masyarakat disekitar

keraton mulai mengenal batik dan mulai membatik, bagi masyarakat dalam

keraton, pekerjaan membatik bukan sekedar aktifitas fisik tetapi merupakan

latihan meditasi sehingga biasanya kain yang dihasilkan bernuansa

magis.Sedangkan bagi masyarakat di luar keraton, membatik hanya dijadikan

pekerjaan sambilan disela pekerjaan utama mereka seperti beternak, bertani atau

menangkap ikan.

Jenis batik yang dihasilkan pada mulanya adalah batik tulis yang

menggunakan pewarna alami dan dibuat terbatas untuk keperluan upacara adat,

batik mulai berkembang sebagai komoditi komersial pada akhir abad ke 18 dan

meluas sampai abad ke 20. Teknik produksi batik terus berkembang, awalnya

batik menggunakan bubur ketan sebagai perintang warna yang terkenal dengan

nama „kain simbut‟. Alat untuk membatiknya semacam pensil dari bambu.

Setelah itu ditemukan bahan perintang dari malam tawon (bees-wax), yang lama

kelamaan dikembangkan menjadi lilin batik dengan menggunakan berbagai

campuran bahan seperti damar mata kucing, lemak hewan, parafin, gondorukem,

micro-wax, lilin lanceng, lilin kote dan minyak kelapa dengan takaran tertentu.

Canthing tulis, diperkirakan diciptakan di lingkungan kraton Mataram pada abad

ke-17 (Santosa, 2002: 10). Tahun 1815, dibuat stempel dari tembaga untuk

membuat lukisan pada kain dengan cara mencapkan stempel yang sudah dibubuhi

malam ke kain. Pada tahun 1902 pernah dibuat stempel cap dari kayu, namun alat

12

ini tidak dapat berkembang dalam pembatikan Jawa, tapi di Sumatera dan Bukit

Tinggi cap ini masih digunakan. Tahun 1966 mulai muncul beberapa seniman

batik yang memperkenalkan teknik batik lukis atau batik painting. Alat untuk

melukisnya yakni kuas atau sendok, batik yang dibuat dengan teknik lukis ini

berkembang pada tahun 1967 yang kini dikenal dengan nama Batik Modern, Batik

Gaya Bebas, Batik Painting atau batik bukan tradisional (Sewan, 1980: 306).

Tahun selanjutnya yakni 1970 pernah dicoba canting tulis yang dipanaskan

dengan menggunakan listrik atau yang sering disebut dengan „canting listrik‟,

namun alat ini sampai sekarang belum berkembang pemakainnya. Para pembatik

tulis masih nyaman menggunakan canting manual karena dinilai lebih aman dan

nyaman. Sekarang muncul teknik batik yang disebut batik sablon dan pemalaman

dengan malam dingin. Sablon malam atau screen sablon digunakan untuk

pembuat motif dengan teknik cetak saring atau yang kita kenal dengan istilah

printing atau sablon. Teknik printing atau sablon adalah menyaring zat pewarna

melalui motif diatas kain hingga menghasilkan motif tertentu.Namun pada teknik

sablon malam yang dilakukan bukan menyaring zat pewarna, melainkan

menyaring malam yang sudah dicairkan ke atas lembaran kain. Selanjutnya kain

tersebut mengalami proses pewarnaan dan penghilangan lilin malam seperti

teknik batik lain (Lucky, dkk. 2013: 7-8). Proses ini banyak digunakan dalam

pembuatan batik kreasi baru dan batik-batik diluar Jawa (Riyanto dkk. 1997: 15-

16). Menurut prosesnya batik dibagi menjadi tiga macam yakni batik tulis, batik

cap dan batik kombinasi antara tulis dan cap. Selanjutnya sesuai dengan

perkembangan teknologi dan menghemat waktu produksi maka munculah batik

printing agar dapat memproduksi dalam jumlah banyak dan cepat. Walaupun

13

begitu produk ini tidak dapat digolongkan sebagai batik karena tidak melalui

proses pemalaman atau perintangan warna, jadi produk ini hanya disebut sebagai

kain yang bermotif batik bukan batik.

Kerajinan batik pada sekitar tahun 1800, menggunakan zat warna alam

yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan binatang dengan proses pewarnaan yang

relatif membutuhkan waktu lama, proses pencelupan berlangsung 15 – 30 kali,

dengan masing – masing lama pencelupan 15 menit, kemudian warna yang

digunakan berkisar biru, merah dan coklat. Karena terbatasnya warna-warna yang

dihasilkan oleh zat pewarna alam dan prosesnya yang dianggap menghabiskan

waktu maka para pengusaha batik mulai beralih ke pewarna sintetis yang

memiliki warna lebih beragam dan mempersingkat waktu dalam pengerjaannya.

Terutama para pelaku industri batik yang menerima banyak pesanan tentu

kehadiran pewarna sintetis ini sangat membantu mereka dalam menyelesaikan

semua pesanan tepat waktu.

3. Motif Batik

Mikke Susanto dalam buku Diksi Rupa menuliskan bahwa, motif adalah

pola; corak; ragam. Motif hias adalah corak hiasan pada kain, bagian rumah dan

sebagainya (2002: 75). Secara umum, batasan tentang motif memang demikian,

tetapi pada ornamen, motif memiliki arti khusus. Motif sangat erat hubungannya

dengan pola, karena motif merupakan pangkal/dasar/titik tolak dari terbentuknya

sebuah pola apabila motif tersebut mengalami pengulangan secara simetris atau

pengulangan non simetris ( Tiwi, 2008: 19).

Motif terdiri atas unsur bentuk atau objek, skala atau proporsi, dan

komposisi. Motif menjadi pangkalan atau pokok dari suatu pola. Motif itu

14

mengalami proses penyusunan dan diterapkan secara berulang-ulang sehingga

diperoleh sebuah pola. Pola itulah yang nantinya akan diterapkan pada benda lain

yang nantinya akan menjadi sebuah corak (Setiati,2008:43). Corak adalah seluruh

motif yang memenuhi permukaan juga dapat diartikan sebagai colour design,

type, feature, and character. Merupakan identitas yang telah normatif, suatu tanda

khusus untuk mebedakan dengan yang lainnya. Corak dipakai dalam pembahasan

objek-objek mati (Tiwi, 2007:17).

Dalam desain ada beberapa komposisi motif diantaranya desain allover,

desain border, desain mirror, desain panel, desain jumping, desain spot (Doddie

K, 2009: 9-12). 1). Desain motif allover adalah desain yang bentuk standar dan

umum, biasanya layout motif penuh. 2) Desain motif mirror adalah desain yang

layout motifnya membentuk garis pada kedua belah sisinya ukuran sama persis

dan letaknya berseberangan, berhadapan seperti berdiri didepan cermin dan selalu

simetris. 3) Desain motif spot adalah desain yang layout motifnya hanya ada pada

beberapa tempat tertentu yang diinginkan seperti pada bagian baju depan, bawah

atau atas biasanya dipakai untuk teknik painting. 4) Desain Motif border adalah

desain yang layout motifnya disalah satu sisi atau kedua sisinya ada motif garis

ataupun yang membentuk garis . 5) Desain Panel adalah desain yang layout

motifnya ada garis atau yang membentuk garis pada keempat sisinya. 6) Desain

Motif Jumping adalah desain yang layout nya penuh ada border dan ada motif

allovernya, biasanya desain dibagi menjadi dua atau tiga bagian karena ukurannya

sangat besar (Doddie K, 2009:9-10).

Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara

keseluruhan. Motif batik disebut juga corak batik atau pola batik (Sewan, 1980:

15

212). Menurut Santosa Doellah dalam buku Batik Pengaruh Zaman dan

Lingkungan (2002 : 20) corak adalah repeat dari pola dan berdasarkan bentuknya,

pola batik terbagi atas dua kelompok besar, yakni pola bangun berulang atau pola

geometri dan pola non-geometri. Pola geometri terdiri atas pola ceplok atau

ceplokan dan pola garis miring yaitu parang dan lereng. Pola non-geometri

terbagi atas empat kelompok, yakni pola semen, pola lung-lungan, dan pola

buketan.

Ornamen motif batik dibedakan lagi menjadi tiga yakni ornamen utama,

ornamen pengisi dan isen. Ornamen utama adalah suatu ragam hias yang

menentukan dari pada motif tersebut dan pada umumnya ornamen-ornamen utama

itu masing-masing mempunyai arti, sehingga susunan ornamen itu dalam suatu

motif membuat jiwa atau arti dari motif tersebut (Sewan, 1980: 212). Ornamen

pengisi ialah ornamen-ornamen yang berfungsi sebagai pengisi bidang untuk

memperindah motif secara keseluruhan. Ornamen pengisi ini bentuknya lebih

kecil dan lebih sederhana, sedang yang digambarkan dapat berbagai macam

bentuk burung, bentuk binatang sederhana atau bentuk tumbuhan (Sewan, 1980:

278). Isen motif adalah berupa titik-titik, garis, gabungan garis dan titik yang

berfungsi sebagai pengisi bidang ornamen dari motif atau pengisi bidang diantara

ornamen-ornamen tersebut (Sewan, 1980: 212). Isen jumlahnya banyak sekali,

berikut beberapa contoh isen yang masih digunakan sampai sekarang. Cecek-

cecek, cecek pitu, sisik melik, cecek sawut, herangan, sisik, robyong, gringsing,

pari, kembang suruh, sawut, galaran, rambutan, sirapan, cacah gori dan lain

sebagainya.

16

Penggolongan motif batik menurut Sewan K. Susanto dalam bukunya

Seni Kerajinan Batik (1980:215-231) dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

a. Golongan geometris.

Golongan geometris adalah golongan motif yang mudah dibagi menjadi

bagian-bagian yang disebut rapor (Sewan,1980:215). Golongan geometris ini

dibedakan menjadi dua macam, yaitu pertama yang rapornya berbentuk seperti

ilmu ukir biasa, dengan bentuk segi empat, segi empat panjang dan lingkaran.

Kedua tersusun dalam garis miring, sehingga rapornya berbentuk belah ketupat.

Motif batik yang tergolong mepunyai rapor segi empat ialah :

1) Golongan motif banji.

Golongan motif banji yaitu motif yang berdasarkan ornamen swastika.

Batik banyumas adalah daerah yang masih membuat motif banji ini, dengan

proses bedesan sehingga hanya terdapat warna hitam dan coklat. Motif ini

tergolong motif klasik (Sewan, 1980:210)

2) Golongan motif Ganggong.

Golongan motif ganggong sepintas seperti motif ceplok, bedanya motif

ganggong berupa garis yang tidak sama panjang, sedang ujung garis yang paling

panjang mirip bentuk salib (Sewan, 1980:218).

3) Golongan motif Ceplok

17

Golongan motif Ceplok adalah motif batik yang didalamnya terdapat

gambar-gambar segi empat, lingkaran dan segala variasinya (Sewan, 1980:221).

Nama-nama pada motif ceplok di ambil berdasarkan nama penciptanya, isi

ornamen yang di gambarkan dan berdasarkan atas kedaerahan.

4) Golongan motif nitik atau anyaman.

Golongan motif nitik adalah motif yang tersusun atas garis-garis putus,

titik-titik dan variasinya, sehingga motif nitik disebut juga motif anyaman.Motif

inidianggap motif asli dan tergolong motif tua (Sewan,1980:224).

5) Golongan motif kawung

Golongan motif kawung yaitu motif yang tersusun dalam bentuk bundar,

lonjong atau elips.Susunan memanjang menurut garis diagonal miring kekiri dan

kekanan secara berselang seling (Sewan,1980:226). Motif kawung digambarkan

berupa lingkaran-lingkaran yang saling berpotongan atau bentuk bulat lonjong

yang saling mengarah kesatu titik yang sama. Makna filosofis dari motif kawung

adalah lambang dari kesempurnaan, kemurnian dan kesucian. Tidak heran kalau

motif kawung ini terlihat sering dipakai oleh semar manusia titisan dewa yang

berakhlak baik, memiliki pemikiran-pemikiran yang tajam dan bijaksana ( Iwet,

2013: 72). Nama-nama dari motif kawung didasarkan pada besar kecilnya

kawung tersebut, misalnya :

a) Kawung bentuknya kecil-kecil disebut kawung pecis. Picis adalah nama

mata uang dari logam yang paling kecil.

b) Kawung yang berukuran agak besar disebut kawung bribil. Bribil adalah

mata uang logam yang besarnya lebih besar dari picis.

18

c) Kawung yang lebih besar dari kawung bribil disebut kawung sen.

d) Kawung yang terbesar adalah motif kawung beton atau kawung kemplong.

6) Golongan motif parang dan lereng

Golongan motif parang dan lereng adalah motif-motif yang tersusun

menurut garis miring atau diagonal (Sewan, 1980:226). Pada bidang miring antara

dua deret parang yang bertolak belakang digambar deretan segi empat yang

disebut mlinjon. Jadi kalau tidak terdapat mlinjon berarti bukan parang tetapi

lereng atau liris. KRT.DR. (HC) Kalinggo\ Honggopuro berpendapat bahwa batik

parang dan batik lereng mempunyai ciri-ciri tersendiri yaitu:

a) Ciri Batik Parang ialah bentuk lereng diagonal 450, memakai mlinjon,

memakai Sujen dan ada mata gareng.

b) Ciri batik Lereng ialah bentuk miring diagonal 450, tidak slalu memakai

mlinjon, sujen dan mata gareng, hanya dibatasi garis lurus dan bisa

memakai motif lung-lungan/diselingi dengan bentuk parangan yang

disebut glabangan.

b. Golongan non geometris.

Golongan non geometris yaitu motif batik yang tersusun atas ornamen

tumbuh-tumbuhan, meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda ular atau

naga, dalam susunan tidak teratur menurut bidang geometris meskipun dalam satu

kain batik akan terjadi pengulangan motif tersebut, yang termasuk golongan motif

non geometris adalah :

19

1) Motif Semen.

Motif semen berasal dari bahasa jawa “semi” yang berarti tumbuhnya

bagian dari tanaman. Susunan ornamen semen ini terdiri dari tumbuh-tumbuhan,

burung, binatang, lar-laran yang disusun dalam komposisi pembagian bidang

yang harmonis.

2) Motif buketan atau terang bulan.

Motif buketan merupakan motif yang mengambil tumbuh-tumbuhan atau

bunga-bunga sebagai ornamen hias, digambar secara realistis tanpa distilisasi,

disusun meluas memenuhi bidang kain yang terdapat pada kain sarung.

Sedangkan motif terang bulan hampir sama dengan motif buketan hanya

penempatannya pada ujung kain berbentuk segitiga yang disebut “tumpal”.

Tumpal ini diberi isen-isen motif batik, sedangkan yang diluar bidang tumpal

diberi ornamen kecil-kecil yang bertebaran.

Santosa Doellah “Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan” (2002:19)

berdasarkan perkembangan batik di Pulau Jawa, pola batik dapat dirinci menjadi

tiga unsur pokok, yakni ragam hias utama (klowongan),isen-isen, ragam hias

pengisi. Ragam hias utama (klowongan) adalah bentuk hiasan yang menjadi unsur

penyusun utama pola batik. Isen-isen adalah hiasan yang mengisi bagian-bagian

ragam hias utama (klowongan), disebut isen pola; misalnya cecek, sawut, cecek

sawut dan sisik melik.

Ragam hias pengisi adalah hiasan yang ditempatkan pada latar pola

sebagai penyeimbang bidang agar pola secara keseluruhan tampak serasi,

20

misalnya ukel, galar, dan grinsing. Dalam berbagai hal dan berbagai susunan

ragam hias isen berkemungkinan berfungsi sebagai ragam hias pengisi.

4. Teknik dan Proses Batik

Teknik batik yang dikenal di Indonesia awalnya hanya batik dengan teknik

tulis yang menggunakan canting sebagai wadah malam. Seiring dengan

perkembangan zaman munculah teknik batik cap, yang menggunakan lempengan

tembaga yang telah dibentuk berbagai macam motif lalu ditempelkan pada kain

cara kerjanya sama dengan stempel. Cap ini menngantikan fungsi canting dan

lebih mempersingkat waktu dalam proses pembuatan batik.

Yang dimaksud dengan “teknik membuat batik” : adalah proses-proses

pekerjaan dari permulaan yaitu mori batik sampai menjadi kain batik. Pengerjaan

dari mori batik menjadi kain batik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Persiapan, yaitu macam-macam pekerjaan pada mori sehingga menjadi kain

yang siap untuk dibuat batik, pekerjaan persiapan ini antara lain meliputi :

1) Nggirah (mencuci) atau ngetel

2) Nganji (menganji)

3) Ngemplong (setrika, kalander)

b. Membuat batik, yaitu macam-macam pekerjaan dalam pembuatan batik yang

sebenarnya, dan pekerjaan melipiuti 3 macam pekerjaan utama, yaitu :

1) Pelekatan lilin batik pada kain untuk membuat motif batik yang

dikehendaki. Pelekatan lilin batik ada beberapa cara, dengan ditulis dengan

canting tulis, dengan dicapkan dengan canting cap atau dilumurkan dengan

kuwas atau jegul. Fungsi dari lilin batik ini ialah untuk resist (menolak)

21

terhadap warna yang diberikan pada kain padapengerjaan berikutnya.

Yang dimaksud dengan lilin batik adalah, campuran dari unsur-unsur lilin

batik, pada umumnya terdiri dari gondorukem, mata kucing, parafin atau

microwax, lemak atau minyak nabati dan kadang-kadang ditambah lilin

dari tawon atau dari lanceng.

2) Pewarnaan batik, pekerjaan pewarnaan ini dapat berupa memcelup, dapat

secara coletan atau lukisan (painting). Pewarnaan dilakukan secara dingin

(tanpa pemanasan) dan zatwarna yang dipakai tidak hilang warnanya pada

saat pengerjaan menghilangkan lilin atau tahan terhadap tutupan lilin.

3) Menghilangkan lilin, yaitu menghilangkan lilin batik yang telah melekat

pada permukaan kain. Menghilangkan lilin batik ini berupa penghilangan

sebagian pada tempat-tempat tertentu dengan cara mengerok (mengerik)

atau menghilangkan lilin batik secara keseluruhan, dan pengerjaan ini

disebut “melorod” (disebut pula: nglorod, ngebyok, mbabar).

Dengan tiga macam proses utama tersebut orang dapat membuat batik dengan

beberapa macam cara pembuatan batik, yang disebut “teknik pembuatan batik”

atau “procede pembuatan batik” atau “proses pembuatan batik”.

Teknik pembuatan batik tradisionalyang proses pembuatannya mulai dari

kain mori sampai kain jadi, yakni :

a) TeknikBedesan

Cara Bedesan, cara ini merupakan cara yang digunakan dalam pembuatan

batik secara cepat, jadi cara ini biasanya digunakan dalam proses pembuatan

batik cap. Proses pembuatan batik ini urutan pengerjaan dibalik dan tidak

terdapat pengerjaan ngerok atau nglorod dan mbironi kain (Sewan, 1980:11).

22

Pada batik cara ini tidak akan terdapat warna biru karena warna yang

dihasilkan nantinya adalah warna hitam dan coklat.

b) TeknikRadioan.

Cara Radioan, batik cara ini biasanya digunakan dalam pembuatan batik

secara cap dan hanya untuk pembuatan batik yang berkualitas sedang atau

kasar. Dalam teknik radioan ini ada perusakan warna yang dilakukan dengan

cara memutihkan warna menggunakan cairan pemutih yang nantinya pada

bagian putih itu dibiarkan tetap putih. Biasanya pemutihan dikerjakan dengan

larutan Kalium permanganat dalam keadaan asam dan larutan natrium

hydrosulfit, yaitu direndam pertama dengan 3 gram per liter kalium

permanganat dan 2 cc per liter asam clorida, kemudian dikerjakan kedua

dengan larutan dari 9 gram natrium hydrosulfit per liter dalam keadaan

dingin, lalu dibilas sampai bersih (Sewan, 1980:12).

Teknik pembuatan batik tradisional yang tekniknya hanya diterapkan pada

satu proses tertentu, yakni:

a) Teknik Kerokan

Cara Kerokan, menghilangkan sebagian lilin dari lukisan yaitu bagian yang

akan berwarna soga atau warna lain pengganti soga, dengan cara mengerok bagian

lilin di tempat-tempat tertentu. Agar lebih mudah lilin itu lepas, kain kain lebih

dulu direndam sebentar pada larutan kostik soda. Alat yang dipakai untuk

melepaskan lilin dengan mengerok ini adalah plat besi dilengkung disebut

“cawuk” (Sewan, 1980: 16).

b) Teknik Lorodan

23

Cara Lorodan, cara ini hampir sama dengan cara kerokan, dimana

menghilangkan sebagian lilin pada tengah-tengah proses dikerjakan dengan cara

nglorod (Sewan, 1980: 16).Cara ini menghasilkan efek yang berbeda dengan

teknik kerokan, batik yang dibuat dengan cara ini batas antara warna putih dan

soga akan tegas, begitu pula batas antara warna dasar dan gambar sebagian besar

merupakan batas yang tegas. Cara ini lebih cocok untuk lukisan atau corak yang

banyak menggunakan isen garis-garis kecil dan cecek.

Pada perkembangan batik lebih lanjut muncullah pembuatan batik dengan

“proses lukisan” dan batik tipe ini terkenal dengan nama “batik kreasi baru” atau

“batik gaya bebas” dimana sebagian lilin batik dilukiskan diatas kain membentuk

gambaran-gambaran yang abstrak ( Sewan, 1973: 5 ).

Banyak jenis kain yang memiliki cara pemberian warnanya sama dengan

pembuatan batik yaitu dengan cara pencelupan rintang. Perbedaannya, pada batik

dipakai malam sebagai bahan perintang warna, sedangkan pada jenis kain-kain

yang dimaksud di bawah iniyaitu kain simbut, sarita, tritik, jumputan atau pelangi

dan sasirangan, dipakai berbagai jenis bahan lain sebagai bahan perintang warna.

Kain Simbut, yang dalam bahasa Sunda berarti selimut, adalah kain yang

teramat tua. Dahulu dibuat di Jawa Barat bagian selatan Banten didaerah suku

Baduy, Cibaliung, Cikeusik, Cilangkahan dan di daerah bagian selatan Sukabumi

di Jampangkulon. Sebetulnya prinsip pembuatan kain simbut, sama denga proses

membatik, hanya lebih sederhana dan dengan alat-alat yang sederhana pula.

Sebagai bahan perintang sewaktu membuat corak, dipakai darih (bubur ketan), ini

merupakan proses yang lebih tua daripada pemakaian malam. Memang harus

diakui, hasilnya tidak sebaik dengan pemakaian malam. Untuk alat melukis

24

dipakai semacam kuas terbuat dari sepotong bambu yang ujungnya dipukul-pukul

agar dapat mengambil bubur ketan ketika bambu tadi dicelupkan pada bubur

ketan.

Kain Sarita dan kain maa atau mawa terdapat di Sulawesi Selatan, di daerah

suku Toraja.Kain-kain ini mempunyai berbagai bentuk ragam hias geometris dan

ragam hias sekitar lingkungan mereka, baik berupa binatang maupun benda yang

dalam masyarakat Toraja memiliki nilai yang tertinggi. Ragam hias tersebut

antara lain adalah kerbau, kepala kerbau dan rumah adat mereka yang disebut

tongkonan. Pada proses pembuatannya seabagi bahan perintang dipakai malam

lebah dan cara pemberian warna sama dengan cara pemberian warna pada

pembuatan kain simbut. Menurut keterangan dahulu ada pula yang dibuat dengan

teknik cetak, diimpordari luar negeri (mungkin dari negeri Belanda)

Corak kain tririk didapat dengan cara menjelujur kain menurut corak yang

diinginkan seperti corak di daerah Solo. Yogya dikenal dengan namauntu walang,

regulon, tapak dara, gadan dan lain-lain. Setelah dijelujur benang ditarik

sehingga jelujuran tadi jadi rapat dan menjadi satu gumpalan kain.setelah diberi

warna dan benang dicabut akan didapat ragam hias berwarna putih menurut

jelujuran tadi. Jadi sebagai bahan perintang warna celup disini adalah benang

jelujuran ( Nian, 1990: 85-90).

Batik Indonesia memiliki beberapa hal yang membedakannya dengan batik

dari negara lain. Warna dan bentuk motif batik Indonesia didasari dengan falsafah

hidup. Unsur pola batik Indonesia terdiri dari ornamen pokok, pengisi, dan isen-

isen, dengan corak khususnya yaitu cecek sawut dan ornamen garuda yang hampir

25

menjadi ciri umum batik Indonesia dan secara keseluruhan motif batik Indonesia

lebih tinggi dibanding motif batik negara lain (Sewan, 1980 : 307).

Seiring dengan perkembangan zaman kini ada teknik membuat batik

modern, bila ditinjau berbagai cara membuat Batik Modern, menurut Sewan K.

Susanto dalam bukunya yang berjudul Seni Kerajinan Batik Indonesia sebagai

proses dasar dapat dibedakan atas beberapa macam proses dasar, sebagai berikut:

1) Cara Kelengan, cara ini merupakan cara pewarnaan batik yang hanya dengan

satu warna yang zaman dulu berwarna biru tua. Sebagai variasi dan

perkembangan dari batik kelengan ini, pada suatu saat (sekitar 1964)

terkenallah apa yang disebut “batik ganefo” yaitu suatu tipe batik semacam

batik kelengan tetapi tidak berwarna biru tua melainkan warna-warna tajam

seperti merah, hijau, violet, oranye dan sebagainya (Sewan, 1980: 13).

2) Cara Pekalongan, batik cara ini biasanya berwarna cerah dan tajam serta tidak

ada proses medel didalamnya. Cara ini awalnya hanya digunakan dalam

pembuatan sarung saja. Batik Pekalongan pada umumnya berbentuk sarung,

yang mempunyai motif dan cara pembuatan yang khusus (Sewan, 1980:12).

3) Cara remukan wonogiren, pertama kain dilipat atau digulung kemudian

dikerjakan agar lilin yang menempel pada kain pecah-pecah, misalnya dengan

diinjak-injak atau dibanting-banting. Bila lilin itu sukar pecah, sebaiknya

lebih dulu direndam sebentar dalam larutan kostik soda (Sewan, 1980: 16).

Untuk membuat batik dengan proses ini sebaiknya dipakai jenis lilin yang

mudah pecah. Hasil dari remukan wonogiren ini batik yang berwarna putih

diatas warna dasar dengan pecah-pecah pada gambar dengan warna soga atau

warna lain. Efek pecah-pecah pada gambar itu dapat dibuat variasi dengan

26

pekerjaan “pecah-celup” sampai dua kali atau lebih dimana warnanya dibuat

makin lebih muda.

4) Cara pelarutan kostik soda, pada proses ini cara menghilangkan lilin sebagian

pada tengah-tengah proses dengan melarutkan dengan kostik soda. Lilin batik

itu pada dasarnya terlarut oleh kostik soda. Untuk mempercepat lepasnya lilin

dari kain dibantu dengan disikat. Bagian lapisan lilin yang tipis akan lebih

larut dan akan lebih dulu terlepas dari kain, sedangkan pada bagian yang tebal

masih menutup kain meskipun pada bagian muka terlarut pula oleh kostik

soda (Sewan, 1980: 17). Hasil dariproses ini ialah bagian warna putih dan

warna soga (atau warna penggantinya) tidak teratur, karena sewaktu lilin

dilepaskan secara disikat bagian-bagian tipis yang lepas jadi susunan warna

putih dan warna soga tergantung pada tebal tipisnya lilin pada lukisan.

5) Cara lorodan magel, untuk mudahnya saya gunakan istilah “magel” yang

artinya “setengah matang” atau “belum sampai matang”. Lorodan magel

artinya lorodan yang belum selesai, atau sebagian lilin sudah lepas, tetapi

sebagian lilin belum lepas (Sewan, 1980: 16). Bila waktu kain sedang dilorod

dan dihentikan, maka pada lapisan lilin yang tipis sudah lepas dari kain, dan

pada bagian lilin yang tebal atau kuat masih menempel pada kain. Maka

terjadilah tempat-tempat yang terbuka dan tertutup tersusun secara tidak

teratur. Keadaan ini dipergunakan sebagai salah satu cara menghilangkan

sebagian lilin pada proses pembuatan batik modern. Hasil kain yang dibuat

secara proses lorodan magel ini ialah bahwa warna soga (atau warna lain) dan

warna putih tersusun secara tidak teratur. Tetapi efek ini bagi orang yang

27

dapat memainkan justru akan memberi keadaan yang menguntungkan dan

menghasilkan lukisan atau gambar yang indah.

6) Cara Kombinasi, batik dengan cara ini adalah proses pembuatan batik yang

mengkombinasikan berbagai macam teknik batik. Sebagai contoh teknik

batik remukan wonogiren dikombinasikan dengan teknik batik lorodan. Hasil

kain batik yang dibuat secara proses kombinasi ini ialah bahwa warna soga

dua macam, yang satu sebagai bayangan yang lain disertai efek pecahan

wonogiren ditengah-tengahnya (Sewan, 1980: 18).

Kain batik yang dahulu diproduksi hanya digunakan untuk jarik kini telah banyak

mengalami perkembangan fungsi, kain batik dapat dijadikan sebagai kemeja, blus,

selendang, scraf, pelengkap interior dan lain sebagainya.

5. Warna

Warna merupakan unsur rupa yang tidak dapat berdiri sendiri, ada

beberapa unsur lain yang mendukung seperti bentuk dan garis. Warna

memiliki peranan penting dalam pembuatan produk batik tulis, karena

komposisi warna yang tepat akan menghasilkan produk batik yang

berkualitas. Keindahan bentuk suatu motif juga tergantung dengan warna

yang digunakan (Sadjiman,2005:27).

Warna yang dihasilkan pada produk batik di Danar Hadi saat ini ada 2

jenis warna yaitu warna kontras dan dimensi value. Alasan pengusaha

memilih warna ini karena permintaan pasar yang memilih warna-warna

kontras dan value. Produk batik tulis yang menggunakan warna kontras

biasanya juga memadukan gelap dan terang dari warna kontras tersebut untuk

penyeimbang suatu desain batik tulis. Jenis warna kontras ada 4 jenis

28

komposisi warna kontras diantaranya kontras komplemen, kontras split

komplemen, kontras triad komplemen, kontras tetrad komplemen dapat

dijabarkan sebagai berikut:

Warna kontras adalah warna yang saling berjauhan satu sama lain. Pada

lingkaran warna semakin jauh jarak antara warna satu dengan yang lain maka

warnanya semakin kontras. Ada 4 jenis warna kontras yaitu:

Kontras komplemen (kontras dua warna) adalah dua warna yang saling

berhadapan dalam lingkaran warna disebut komplementer, warna-warna yang

paling kontras, karena dua warna tersebut memiliki jarak paling jauh dalam

lingkaran warna (Sadjiman, 2005:33).

Kontras Split Komplementer adalah warna-warna yang bersebelahan

dalam lingkaran warna yang membentuk segitiga (Tiwi, 2008: 38). Warna

yang terdapat pada produk batik tulis ini adalah kuning-merah, kuning biru

dan merah-biru. Warna ini termasuk warna split komplementer karena warna

yang bersebrangan dengan arah menyimpang.

Kontras Triad Komplemen (kontras segi tiga atau kontras tiga warna)

Komposisi warna triad komplementer adalah susunan warna yang berbentuk

segi tiga sama sisi ( Sadjiman, 2005:34).

Kontras Tetrat Komplemen (Kontras Dobel Komplemen atau Kontras

Empat Warna) adalah susunan warna yang berbentuk segi empat sama sisi (

Sadjiman, 2005:34-35).

29

6. PT Batik Danar Hadi

Batik Danar Hadi yang kita kenal hingga saat ini mulai dibuat pada akhir

tahun 1967 pada masa batik Indonesia dan berkembang di lingkungan masyarakat

saudagaran. Meskipun demikian batik Danar Hadi tampil dalam berbagai wajah

yang menampilkan jenis-jenis batik yang berkembang sesuai zaman dan

lingkungan. Didukung oleh koleksi batik dari semua jenis batik yang ada dan

dalam jumlah yang cukup banyak sebagai salah satu narasumber kreasinya, batik

Danar Hadi memiliki rancangan yang sangat beraneka ragam tanpa batasan

mahzab tertentu.

Penampilan batik Danar Hadi yang sangat responsif terhadap

perkembangan batik dalam pengaruh zaman dan lingkungan ini dapat dipandang

sebagai wujud usaha melestarikan berbagai jenis batik yang pernah ada sekaligus

memperkaya khasanah batik di Indonesia melalui kreasi-kreasi baru dalam

memadukan pola yang satu dengan yang lain atau proses tertentu dengan proses

yang lain. Upaya ini akan terus berlangsung sampai kapanpun secara

berkesinambungan bak air mengalir, yang hanya dapat dimungkinkan oleh

sentuhan semangat, jiwa, serta keahlian yang diabadikan demi kelestarian batik di

bumi pertiwi ini (Santosa, 2002: 230).

B. Teori dan Kerangka Pikir

Penelitian ini akan mengkaji teknik produksi batik di Perusahaan Batik

Danar Hadi dengan pendekatan desain. Teori tentang desain akan dipergunakan

untuk membahas permasalahn dalam penelitian.

30

1. Desain

Desain adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk menciptakan semua

hal menjadi lebih indah dan menarik dari semua benda yang dipakainya, sesuai

dengan pengamatan mereka dengan alam dan kebutuhan manusia. Desain adalah

komponen alam yang saling mengisi dan melakukan hubungan timbal balik.

Namun kenyatannya muncul kesulitan-kesulitan dalam menciptakan sesuatu yang

sesuai dengan kebutuhan manusia. Akhirnya desain melengkapi diri dengan

metodologi dan basis keilmuan. Dilihat dari lingkup pengerjaannya, desain

merupakan integrasi dari kegiatan sains (metode riset, ilmu fisika, matematika,

ilmu bahan, ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu psikologi, ilmu budaya dan

seterusnya). Teknologi (ilmu konstruksi, teknologi produksi, teknologi mesin,

teknologi material dan seterusnya) dan seni rupa (ilmu bentuk, filsafat, estetika,

teknik presentasi dan seterusnya). Yang pada intinya semua kegiatan itu akan

tertuang dari kreatifitas setiap individu atau manusia (Agus Sachari, 1986: 136).

Menurut George Kneller berdasarkan asal-usul perkataannya dari kata

Yunani techne yang berarti seni atau keterampilan, teknologi pada dasarnya

adalah suatu ikhtiar praktis yaitu usaha untuk mengubah dunia daripada usaha

untuk memahaminya (The Liang Gie, 1996: 14). Seorang ahli Max Wartofsky

berpencapat bahwa teknologi merupakan suatu istilah yang terlampau kabur untuk

menujukkan suatu bidang ataupun terlalu luas ruang lingkupnya sehingga apa

yang ditunjukkan batasnya mencakup terlalu banyak (The Liang Gie, 1996: 13).

Seorang ahli lain Henryk Skolimowski menyatakan bahwa teknologi adalah

sebuah gejala yang luar biasa rumit.

31

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut dengan singkat sebagai

sains. Sains (Inggris: science) berasal dari kata latin “scientia” yang berarti (1)

pengetahuan tentang, atau tahu tentang; (2) pengetahuan, pengertian, faham yang

benar dan mendalam (Surjani W., 2010: 11). Biasanya sains atau ilmu mempunyai

makna yang merujuk ke pengetahuan yang berada dalam sistem berpikir dan

konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang mencakup segala macam pengetahuan.

Pada abad ke-20 juga muncul teknologi tinggi. Sains beralih menjadi teknosains.

Istilah teknosains antara lain berarti bahwa sains dan teknologi bukanlah dua

wilayah yang terpisah, melainkan dua bidang yang saling berhubungan (Francis

Lim, 2008: 13).

Pertimbangan desain di atas diperkuat Agus Sachari dalam bukunya yang

berjudul “Paradigma Desain Indonesia” yakni :

Akar dari ilmu desain itu mencerap dari suatu kondisi yang

mengharuskan terjadi perkawinan dua disiplin yang mulanya agak

tabu dilakukan yakni pendidikan ekonomi dan pendidikan senirupa

(Agus Sachari, 1986: 135).

Dapat diartikan bahwa desain itu tidak hanya indah atau memiliki

nilai estetis, tetapi juga harus memiliki nilai ekonomi. Yaitu desain

itu harus laku, harus memasyarakat. Demikian pula di kalangan

industri dan ahli ekonomi, sadar betul bahwa produk itu tidak cuma

sekedarnya, tapi pula harus mengundang minat beli, mengandung

roh budaya serta dinamis menghadapi pelbagai cuaca perdagangan

(Agus Sachari, 1986: 136).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa,

desain adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan suatu benda yang

dibutuhkan manusia sebagai pelengkap dalam menjalani kehidupannya.

Teknologi, seni rupa dan sains merupakan tiga hal yang saling berhubungan.

Teknologi digunakan untuk mengkaji teknik produksi batik di Danar Hadi. Seni

32

rupa, yang didalamnya terdapat unsur-unsur rupa salah satunya adalah estetika.

Dalam hal ini estetika digunakan untuk mengkaji visual motif batik yang

dihasilkan Danar Hadi. Banyak cabang ilmu sains, pada penelitian ini hanya

menggunakan ilmu ekonomi untuk mengkaji latar belakang pemilihan teknik

batik yang diterapkan di Danar Hadi terkait dengan kebutuhan produk. Danar

Hadi merupakan perusahaan yang memproduksi batik sebagai pemenuh

kebutuhan para konsumennya.

Teknik batik terkait dengan visual motif batik yang dihasilkan. Setiap

teknik memiliki ciri khas atau karakteristik di tiap motif batik yang dihasilkan.

Dalam menentukan teknik produksi batik ada beberapa faktor salah satunya yakni

faktor ekonomi. Penelitian ini mengkaji sains hanya sebatas dalam ilmu ekonomi

karena Danar Hadi merupakan perusahaan yang profit oriented. Walaupun ada

pengaruh sosial budaya dalam memproduksi batik tapi Danar Hadi lebih

mengutamakan menghasilkan batik untuk kebutuhan pasar atau konsumen.

2. Kerangka Pikir Penelitian

Produksi Batik PT Batik Danar Hadi 2014-2015

Teknik dan Proses Produksi

Batik

Latar belakang pemilihan

teknik dan proses produksi

Visual Motif yang dihasilkan dari

berbagai macam teknik

Gambar 1.Kerangka Pikir Penelitian

33

Bagan kerangka pikir menjadi gambaran arah penelitian yang dilakukan.

Penggunaan kerangka pikir bertujuan untuk memfokuskan proses kajian yang

dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan.

Penelitian tentang teknik produksi batik tidak sekedar membahas teknik

dan proses produksi batik yang diaplikasikan di Perusahaan Batik Danar Hadi,

melainkan juga akan dibahas keterkaitan teknik produksi dengan visual motif

yang dihasilkan dan pertimbangan ekonomi yang ada. Pada tahap awal dilakukan

penelitian tentang berbagai teknik dan proses produksi batik yang diterapkan di

perusahaan batik Danar Hadi. Pada tahap kedua dilakukan penelitian tentang

keterkaitan antara teknik, proses dan visual motif yang dihasilkan. Pada tahap

ketiga dilakukan penelitian tentang keterkaitan teknik produksi, visual produk dan

pertimbangan ekonomi yang melatarbelakanginya.