BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian...

14
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Blanchard dan Dionne (2003) dalam penelitian ini menghasilkan hasil bahwa kebijakan perusahaan terkait dengan manajemen risiko sangat dipengaruhi dengan proporsi dewan komisaris yang memiliki kompetensi dan independensi dalam bidangnya, semakin tinggi proporsi komisaris independen yang ada pada dewan komisaris, maka semakin besar pula aktivitas manajemen risiko yang ada dalam perusahaan. Desender (2007) dalam peneletian ini menunjukkan bahwa posisi pemilik memiliki pengaruh penting pada tingkat pengungkapan manajemen risiko. Penelitian ini membuktikan dewan komisaris independen tidak memberikan pengaruh dalam pengungkapan manajemen risiko. Dewan komisaris independen hanya berpengaruh terkait dengan pengungkapan manajemen risiko ketika ada pemisahan antara pengawasan dan pengelolaan yang menunjukkan peningkatan level dari manajemen risiko perusahaan. Yatim (2010) dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa perusahaan dengan dewan komisaris independen cenderung membentuk komite manajemen risiko karena dewan direksi independen berusaha untuk melindungi reputasi mereka sebagai pemantau ahli. Dengan demikian, adanya komite komisaris sebuah komite manajemen risiko menunjukkan komitmen mereka untuk meningkatkan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Blanchard dan Dionne (2003) dalam penelitian ini menghasilkan hasil bahwa

kebijakan perusahaan terkait dengan manajemen risiko sangat dipengaruhi dengan

proporsi dewan komisaris yang memiliki kompetensi dan independensi dalam

bidangnya, semakin tinggi proporsi komisaris independen yang ada pada dewan

komisaris, maka semakin besar pula aktivitas manajemen risiko yang ada dalam

perusahaan.

Desender (2007) dalam peneletian ini menunjukkan bahwa posisi pemilik

memiliki pengaruh penting pada tingkat pengungkapan manajemen risiko.

Penelitian ini membuktikan dewan komisaris independen tidak memberikan

pengaruh dalam pengungkapan manajemen risiko. Dewan komisaris independen

hanya berpengaruh terkait dengan pengungkapan manajemen risiko ketika ada

pemisahan antara pengawasan dan pengelolaan yang menunjukkan peningkatan

level dari manajemen risiko perusahaan.

Yatim (2010) dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa perusahaan

dengan dewan komisaris independen cenderung membentuk komite manajemen

risiko karena dewan direksi independen berusaha untuk melindungi reputasi mereka

sebagai pemantau ahli. Dengan demikian, adanya komite komisaris sebuah komite

manajemen risiko menunjukkan komitmen mereka untuk meningkatkan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

8

pengendalian internal, dan meminimalkan risiko keuangan, operasional dan

reputasi.

Subramaniam et al. (2009) dalam penelitian ini menunjukan hasil bahwa

bahwa komite manajemen risiko cenderung berada pada perusahaan yang memiliki

komisaris independen dan ukuran dewan komisaris yang besar. Komisaris yang

independen dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif dan signifikan

terhadap keberadaan komite manajemen risiko dan kompleksitas berhubungan

negatif dengan keberadaan komite manajemen risiko.

Layyinatusy (2013) dalam penelitian ini menunjukan hasil bahwa ukuran

perusahaan, konsentrasi kepemilikan, reputasi auditor dan Chief Risk Officer

berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko, sedangkan

variabel Leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko.

Sari (2013) dalam penelitian ini menunjukan hasil bahwa Komisaris

independen, reputasi auditor, Risk Management Committee, konsentrasi

kepemilikan dan ukuran perusahaan berpengaruh yang signifikan terhadap

pengungkapan manajemen risiko bisnis perusahaan.

Ramadhani et al. (2015) dalam penelitian ini menunjukan hasil bahwa

keberadaan komite khusus baik terpisah maupun tergabung dalam komite audit

terhadap penanganan manajemen risiko sangat penting sehingga perusahaan dapat

lebih fokus dalam menghadapi risiko yang mungkin terjadi dan mencari solusi atau

mitigasi dari risiko tersebut. Kehadiran dewan komisaris juga sangat berperan

dalam implementasi manajemen risiko perusahaan, dimana dewan komisaris yang

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

9

banyak dan proporsional diharapkan dapat meningkatkan pengawasan yang

besar pula terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko dalam perusahaan.

B. Kajian Teori

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Definisi teori keagenan menurut Jensen dan Meckling (1976) adalah

hubungan atau kontrak dimana satu orang atau beberapa orang (principal)

mengikutsertakan orang lain (agent) untuk melaksanakan sejumlah jasa untuk

kepentingan perusahaan dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan

terkait dengan pengelolaan perusahaan kepada agent tersebut. Dikarenakan adanya

pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelolaan oleh manajemen, hal ini

cenderung menimbulkan konflik keagenan di antara principal dan agent.

Abdullah dan Valentine (2009) mendefinisikan teori keagenan sebagai

hubungan antara pemegang saham (principal) dan agent. Dalam teori ini,

pemegang saham adalah pemilik atau pelaku dari perusahaan yang memberikan

beberapa tugas kepada pengelola perusahaan. Pada teori agensi, baik principal

maupun agent diasumsikan sebagai orang-orang yang memiliki latar belakang

pendidikan yang tinggi dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadinya

masing masing, dari situasi ini maka munculah konflik keagenan yang terjadi antara

principal dan agent (Andarini dan Januarti, 2012).

Menurut Eisenhardt (1989) timbulnya agency conflict dalam teori keagenan

dilandasi oleh tiga buah asumsi, yaitu:

a. Asumsi tentang sifat manusia

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

10

Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat: (1)

mementingkan diri sendiri (self interest); (2) manusia memiliki daya pikir terbatas

mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality); (3) manusia tidak

menyukai dan cenderung menghindari risiko (risk adverse).

b. Asumsi tentang keorganisasian

Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,

efisien sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information antara

principal dan agent.

c. Asumsi tentang informasi

Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai

barang komoditi yang diperjualbelikan.

Untuk mengatasi tindakan para agent yang tidak sesuai dengan kepentingannya,

principal memiliki dua cara yaitu : (Subramaniam et al., 2009)

a. Memantau perilaku agen dengan mengadopsi fungsi audit dan mekanisme

tata kelola perusahaan yang baik sehingga dapat meluruskan kepentingan

agent dengan principal.

b. Memberikan insentif kerja yang menarik untuk agen dan menyediakan

struktur penghargaan yang dapat mendorong agent dalam bertindak untuk

kepentingan terbaik bagi principal.

2. Teori Sinyal (Signalling theory)

Teori sinyal membahas mengenai dorongan suatu perusahaan untuk

memberikan informasi kepada pihak eksternal. Teori sinyal muncul karena adanya

permasalahan asimetris informasi yaitu adanya perbedaan informasi yang dimiliki

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

11

antara pihak manajemen dan pihak eksternal (Ramadhani et al., 2015). Oleh karena

itu, untuk mengatasi terjadinya asimetris informasi, maka perusahaan harus

mengungkapkan informasi yang dimiliki baik informasi keuangan maupun

nonkeuangan. Menurut Subramaniam et al. (2009) apabila perusahaan menerapkan

praktik pengungkapan, teori sinyal akan memberikan manfaat bagi perusahaan

untuk mengungkapkan tata kelola perusahaan yang baik atau meningkatkan konsep

dan praktek tata kelola perusahaan sehingga akan menciptakan reputasi yang baik

dan perusahaan akan lebih menguntungkan dipasar. Oleh karena itu, untuk

mengurangi asimetris informasi yang akan terjadi maka perusahaan harus

mengungkapkan informasi yang dimiliki baik informasi keuangan maupun

nonkeuangan.

3. Tata Kelola Perusahaan

Beberapa pengertian tentang tata kelola perusahaan yang muncul

menunjukkan bahwa konsep tentang tata kelola perusahaan tersebut masih akan

terus berkembang seiring berkembangnya ilmu pengetahuan. Meskipun konsep dan

pengertian tata kelola perusahaan tidak dapat diartikan secara baku namun banyak

peneliti yang mencoba untuk mendefinisikan tentang tata kelola perusahaan.

Blanchard dan Dionne (2003) yang mendefinisikan tata kelola perusahaan sebagai

sistem kontrol yang dirancang untuk memantau operasi perusahaan dan

kemungkinan terjadi konflik karena adanya perbedaan antara masing-masing

pemangku kepentingan.

Tata kelola perusahaan merupakan serangkaian proses dan struktur untuk

mengendalikan dan mengarahkan organisasi, yang mana tata kelola perusahaan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

12

merupakan faktor penting dalam mengelola perusahaan dalam lingkungan yang

kompleks saat ini (Abdullah dan Valentine, 2009). Tata kelola perusahaan

merupakan sebuah sistem yang berisi seperangkat peraturan yang mengatur

hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditur,

pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal

lainnya dalam kaitannya dengan hak-hak dan kewajiban mereka (Purwani, 2010).

Menurut Nuswandari (2009) tata kelola perusahaan adalah seperangkat

sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai

tambah bagi stakeholder. Tata kelola perusahaan memacu terbentuknya pola

manajemen yang profesional, transparan, bersih dan berkelanjutan.

Secara umum terdapat lima (5) prinsip dalam Tata kelola perusahaan menurut

KNKG (2006) yaitu :

a. Transparansi (Transparency), yaitu penyediaan informasi yang material dan

relevan dengan cara yang mudah diakses dan mudah dipahami oleh pemangku

kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan

informasi. Bukan hanya informasi yang disyaratkan oleh peraturan perundang-

undangan tetapi juga hal-hal penting untuk pengambilan keputusan pemegang

saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.

b. Akuntabilitas (Accountability), yaitu pertanggungjawaban kinerja perusahaan

secara transparan dan wajar. Perusahaan harus dikelola secara benar, terukur,

dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

13

c. Responsibilitas (Responsibility), yaitu pematuhan peraturan perundang-

undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan

lingkungan. Perusahaan dapat memelihara kesinambungan usaha dalam jangka

panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate.

d. Independensi (Independency), yaitu pengelolaan perusahaan secara independen

(tidak terafiliasi dengan pihak manapun) sehingga masing–masing organ tidak

saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

e. Kewajaran dan kesetaraan (Fairness), yaitu penjaminan perlindungan hak–hak

para pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk hak–hak

pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin

terlaksananya komitmen kepada para investor.

4. Manajemen Risiko

Menurut kamus bahasa, risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan

(merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Dalam Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010.2009 mendefinisikan risiko merupakan

potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. Bagi sebuah

perusahaan, risiko merupakan ketidakpastian yang dihadapi yang berdampak

merugikan atau mungkin saja menguntungkan (Tugiman, 2009).

Kondisi dunia usaha selalu penuh dengan ketidakpastian, apabila

ketidakpastian tersebut berdampak menguntungkan, maka ini dikenal dengan

kesempatan (opportunity), tetapi apabila ketidakpastian ini terjadi dan merugikan

perusahaan maka ini disebut dengan istilah risiko (risk). Sehubungan dengan itu,

maka perusahaan berinisiatif untuk mengelola risiko tersebut. Pengelolaan risiko

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

14

yang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

yang dapat mengancam kelangsungan usaha atau aktivitas perusahaan. Cara-cara

yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengelola risiko disebut manajemen risiko.

Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko sehingga suatu

perusahaan bisa bertahan. Menurut Subramaniam et al. (2009) manajemen risiko

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari praktik bisnis yang baik dan telah

dilakukan secara berkelanjutan dan informal oleh banyak organisasi. Secara

tradisional, manajemen risiko telah dikembangkan secara profesional dan teknis di

sejumlah bidang utama, yaitu keuangan, kesehatan dan keselamatan, klinis dan

lingkungan.

COSO (2004) mendefinisikan manajemen risiko sebagai suatu proses yang

melibatkan seluruh anggota perusahaan untuk mengidentifikasi dan mendeteksi

suatu kejadian atau potensi kejadian yang dapat menimbulkan risiko. Mengelola

risiko tersebut secara keseluruhan, dengan tujuan untuk menjamin pencapaian

tujuan perusahaan. Selain itu, (Saputro, 2015) berpendapat bahwa manajemen

risiko dimulai dari adanya kesadaran manajemen menyadari bahwa risiko itu

pasti ada di dalam suatu perusahaan. Informasi mengenai manajemen risiko sangat

berguna bagi para pemangku kepentingan, khususnya bagi para pemegang saham.

5. Manajemen Risiko Perusahaan

Perlu disadari bahwa risiko bukan hanya terjadi pada hal yang berhubungan

dengan fisik dan finansial, namun risiko dapat terjadi pada bagian operasional dan

permasalahan strategis perusahaan. Diperlukan suatu konsep yang baik untuk

mengelola suatu risiko yang ada di perusahaan. Salah satu cara yang digunakan oleh

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

15

perusahaan adalah manajemen risiko bisnis perusahaan, manajemen risiko bisnis

perusahaan ini digunakan oleh perusahaan untuk menentukan risiko apa saja yang

kemungkinan akan menimpa perusahaan serta cara dan risiko yang mana saja yang

seharusnya dihindari.

Manajemen risiko perusahaan juga diartikan sebagai suatu proses untuk

mengelola risiko-risiko perusahaan secara menyeluruh (firm-wide basis) yang

menjangkau berbagai jenis risiko, lokasi dan aktivitas bisnis. (D’Arcy dan Brogan,

2001) mendefinisikan manajemen risiko perusahaan merupakan pendekatan

manajemen risiko secara keseluruhan untuk risiko. Manajemen risiko perusahaan

ini mencakup manajemen perusahaan risiko, manajemen risiko bisnis, manajemen

risiko holistik, manajemen risiko strategis dan manajemen risiko yang terintegrasi.

COSO (2004) dalam executive summary menyatakan bahwa manajemen

risiko perusahaan meliputi hal sebagai berikut:

Aligning risk appetite and strategy, manajemen mempertimbangkan besar

risiko entitas dalam mengevaluasi strategi alternatif, menetapkan tujuan yang

terkait, dan mengembangkan mekanisme untuk mengelola risiko yang terkait.

Enchancing risk response decisions, manajemen risiko perusahaan menyediakan

kekuatan untuk mengidentifikasi dan memilih di antara tanggapan alternatif dari

risiko apakah menghindari, mengurangi, membagi, dan menerima risiko. Reducing

operational surprises and losses, perusahaan mengambil keuntungan dengan

meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi peristiwa yang berpotensi dan

respon yang ada, mengurangi adanya kejutan-kejutan dan menghubungkan dengan

biaya atau kerugian. Identifying and managing multiple and cross-enterprise risks,

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

16

setiap perusahaan menghadapi banyak sekali risiko yang memengaruhi berbagai

bagian organisasi dan manajemen risiko memfasilitasi respon yang efektif terhadap

dampak yang saling berhubungan dan mengintegrasikan respon terhadap beberapa

risiko. Improving deployment of capital, memiliki informasi risiko yang baik dapat

memungkinkan manajemen untuk secara efektif menilai kebutuhan modal secara

keseluruhan dan meningkatkan alokasi modal.

C. Kerangka Pikiran

Berdasarkan kerangka teori yang telah dipaparkan, maka dapat

dikembangkan seperti dalam gambar model penelitian, yang menggambarkan

bahwa penerapan tata kelola perusahaan mempengaruhi pengungkapan manajemen

risiko bisnis perusahaan.

Gambar 2.1 Kerangka Pikiran

Pengungkapan

Manajemen

Risiko

Perusahaan (Y)

Tata Kelola Perusahaan :

1. Proporsi Dewan Komisaris

Independen (X1)

2. Komite Audit (X2)

3. Frekuensi Rapat Umum Dewan

Komisaris (X3)

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

17

D. Pengembangan Hipotesis

1. Hubungan proporsi dewan komisaris independen dengan pengungkapan

manajemen risiko bisnis perusahaan.

Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab

secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada

direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan Good corporate

governance (KNKG, 2006). Proporsi anggota independen dalam dewan komisaris

dikatakan sebagai indikator independensi dewan. Kehadiran komisaris independen

dapat meningkatkan kualitas pengawasan karena tidak terafiliasi dengan

perusahaan sehingga bebas dalam pengambilan keputusan (Meizaroh, 2011).

Komisaris Independen ini dapat disebut sebagai komisaris yang tidak berasal

dari pihak yang terafiliasi. Pihak terafiliasi adalah pihak yang mempunyai

hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota

dewan direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri

(Ramadhani et al., 2015).

Dewan komisaris indepeden dengan proporsi yang lebih tinggi cenderung

membentuk komite manajemen risiko untuk meningkatkan kemampuan mereka

dalam mengawasi perusahaan. Dewan komisaris independen akan cenderung

meningkatkan aktivitas manajemen risiko serta mengungkapkan apa yang sudah

dilakukan oleh mereka untuk mencari solusi dan mengatasi risiko perusahaan yang

mereka kelola (Subramaniam et al., 2009). Menurut Peraturan Otoritas Jasa

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

18

Keungan (OJK) Nomor 33 /POJK.04/2014 Tentang Direksi dan dewan komisaris

emiten atau perusahaan publik pasal 20 Nomor 03 dalam hal dewan komisaris

terdiri lebih dari 2 (dua) orang anggota dewan komisaris, jumlah Komisaris

Independen wajib paling kurang 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh

anggota dewan komisaris.

Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diusulkan sebagai berikut:

H1: Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap

pengungkapan manajemen risiko bisnis perusahaan.

2. Hubungan komite audit dengan pengungkapan manajemen risiko bisnis

perusahaan.

Komite Audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan

bahwa: (1) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum; (2) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan

dengan baik; (3) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai

dengan standar audit yang berlaku; (4) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan

oleh manajemen (KNKG, 2006). Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

No.55/POJK.04/2015 yang dikeluarkan pada tanggal 23 Desember 2015 tentang

Pembentukan dan Pedoman Kerja Komite Audit pasal 10 huruf f menjelaskan

bahwa komite audit memiliki tugas dan tanggung jawab dalam melakukan

penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh

direksi, jika emiten atau perusahaan publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko

di bawah dewan komisaris. Selain itu, sesuai dengan lampiran keputusan Badan

Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. Kep-29/PM/2004 tentang pedoman

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

19

pelaksanaan kerja komite audit bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab

komite audit adalah melaporkan kepada dewan komisaris mengenai berbagai

risiko dan pelaksanaan manajemen risiko.

Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diusulkan sebagai berikut:

H3: Komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko

bisnis perusahaan.

3. Hubungan frekuensi rapat umum dewan komisaris dengan pengungkapan

manajemen risiko bisnis perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Yatim (2010) fokus pada rapat dewan

komisaris adalah mengingat bahwa pertemuan yang sering dilakukan oleh dewan

komisaris memungkinkan berpotensi untuk meningkatkan komunikasi antara

direksi dan dewan komisaris serta fungsi pengendalian internal terhadap komite

manajemen risiko dan memungkinkan direksi untuk menjadi lebih efektif dalam

melakukan pengawasan terhadap internal perusahaan.

Frekuensi pertemuan yang lebih besar dihubungkan dengan penurunan

insiden dan mengurangi masalah pelaporan keuangan dengan kualitas audit

eksternal yang lebih besar. Frekuensi rapat mendorong dewan komisaris untuk

mendapatkan informasi tentang kondisi perseroan lebih intensif, relevan, dan tepat

waktu terutama tentang risiko serta kualitas pengendalian internal yang lebih baik

(DeZoort et al., 2002).

Frekuensi rapat dewan komisaris yang lebih tinggi menunjukkan bahwa

dewan komisaris lebih aktif dalam peran mereka yaitu melakukan pengawasan dan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/36427/3/jiptummpp-gdl-chairunnis-48653-3-babii.pdfyang baik dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi yang tidak diinginkan

20

cenderung melakukan diskusi mengenai manajemen risiko pada saat rapat umum

dewan komisaris (Yatim, 2010).

Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diusulkan sebagai berikut:

H4: Frekuensi rapat umum dewan komisaris berpengaruh terhadap

pengungkapan manajemen risiko bisnis perusahaan