BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam...

21
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. Wijayati, Studi Analisis Tentang Relevansi Pendayagunaan Zakat Produktif di Lazismu PDM Klaten dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat" Pendayagunaan zakat merupakan bagian dari isi Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat atas perubahan dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahi pendayagunaan zakat yang dilakukan LAZISMU PDM Klaten (Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Klaten). Serta relevansinya dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Masyarakat muslim menjadi penduduk mayoritas di wilayah Klaten. Umat muslim mencapai angka 1.079.992 jiwa yang sangat diharapkan kesadarannya dalam membayar zakat. Potensi zakat akan sangat maksimal apabila kesadaran muzaki dalam membayar zakat sangat tinggi. Pendayagunaan zakat produktif oleh lembaga amil zakat diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup mustahiq. Pendayagunaan yang disertai pendampingan akan memberi arahan dan motivasi kepada mustahiq. Perlunya penambahan kemampuan mustahiq untuk mengelola modal usaha adalah tanggung jawab lembaga amil zakat. Kemampuan dalam mengelola modal usaha yang diberikan akan menjadikan mustahiq lebih kreatif dan mampu mempertahankan usahanya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa zakat didayagunakan sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011. LAZISMU PDM Klaten memperhatikan prioritas kebutuhan mustahiq sebelum menyalurkan zakat. Pendayagunaan zakat diprioritaskan untuk asnaf faqir dan miskin. 2. 3 3. Iwan Tandi Bin Dede,tentang Zakat profesi merupakan salah satu kajian baru dalam fiqh ( Hukum Islam)” . Alqurān dan al-Sunah, tidak memuat aturan hukum yang tegas mengenai zakat profesi ini. Fenomena yang terjadi adalah timbulnya permasalahan yang muncul terkait dengan pelaksanaan zakat khususnya zakat 3 Wijayati, Wijayati. Studi Analisis Tentang Relevansi Pendayagunaan Zakat Produktif di Lazismu PDM Klaten dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Diss. IAIN Surakarta, 2017. Hal: 23-29 5

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

1. Wijayati, “Studi Analisis Tentang Relevansi Pendayagunaan Zakat Produktif di

Lazismu PDM Klaten dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat" Pendayagunaan zakat merupakan bagian dari isi Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat atas perubahan dari

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahi

pendayagunaan zakat yang dilakukan LAZISMU PDM Klaten (Lembaga Amil

Zakat Infaq dan Shadaqah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Klaten). Serta

relevansinya dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan

Zakat. Masyarakat muslim menjadi penduduk mayoritas di wilayah Klaten. Umat

muslim mencapai angka 1.079.992 jiwa yang sangat diharapkan kesadarannya

dalam membayar zakat. Potensi zakat akan sangat maksimal apabila kesadaran

muzaki dalam membayar zakat sangat tinggi. Pendayagunaan zakat produktif oleh

lembaga amil zakat diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup mustahiq.

Pendayagunaan yang disertai pendampingan akan memberi arahan dan motivasi

kepada mustahiq. Perlunya penambahan kemampuan mustahiq untuk mengelola

modal usaha adalah tanggung jawab lembaga amil zakat. Kemampuan dalam

mengelola modal usaha yang diberikan akan menjadikan mustahiq lebih kreatif dan

mampu mempertahankan usahanya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

zakat didayagunakan sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011. LAZISMU PDM

Klaten memperhatikan prioritas kebutuhan mustahiq sebelum menyalurkan zakat.

Pendayagunaan zakat diprioritaskan untuk asnaf faqir dan miskin.

2. 3

3. Iwan Tandi Bin Dede,tentang “Zakat profesi merupakan salah satu kajian baru

dalam fiqh ( Hukum Islam)” . Alqurān dan al-Sunah, tidak memuat aturan hukum

yang tegas mengenai zakat profesi ini. Fenomena yang terjadi adalah timbulnya

permasalahan yang muncul terkait dengan pelaksanaan zakat khususnya zakat

3 Wijayati, Wijayati. Studi Analisis Tentang Relevansi Pendayagunaan Zakat Produktif di Lazismu PDM Klaten

dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Diss. IAIN Surakarta, 2017. Hal:

23-29

5

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

6

profesi terkait penghimpunan zakat profesi di BAZ Kecamatan Parongpong yang

mewajibkan seluruh pengurus atau karyawannya mengeluarkan zakat 2,5% dari

gajinya dan terkait pendayagunaan zakat profesi di BAZ Kecamatan Parongpong

yang belum adanya kejelasan dan transparasi program pendistribusian zakat profesi

yang telah dihimpun atau di kumpulkan setiap bulannya. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui (1) Pelaksanaan zakat profesi menurut fiqh Muamalah dan Undang-

undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, (2) Pelaksanaan zakat

profesi BAZ Kec.Parongpong,(3) Analisis pelaksanaan zakat profesi di BAZ

Kecamatan Parongpong menurut fiqh Muamalah dan Undang-undang No.23

Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Metode penelitian yang digunakan adalah

penelitian pustaka (Library research) dan lapangan (Field Research). Penelitian

menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik data melalui

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis datanya menggunakan

teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, Pertama

pelaksanaan zakat profesi menurut fiqh muamalah dikelolah oleh amal, nizab zakat

profesi dianalogkan pada zakat emas dan perak sebesar 2,5%. Adapun

pendayagunaannya diberikan kepada delapan Asnaf. Sedangkan pelaksanaan zakat

profesi menurut UU No. 23 Tahun 2011 Tentang pengelolaan Zakat bahwa zakat

Profesi dikelola oleh BAZ dan Laz, nisab dan ketentuan serta jumlah yang harus

dikeluarkannya. Adapun pendayagunaan zakat pendapatan dan jasa yang

diatur dalam pasal 4 yaitu pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq

sesuai dengan syari’at Islam. Kedua pelaksanaan zakat profesi di BAZ Kecamatan

Parongpong menetapkan semua bentuk penghasilan halal wajib di keluarkan

zakatnya 2,5 %. Dan kemudian dana yang terkumpul didayagunakan sesuai dengan

program BAZ. Ketiga pelaksanaan zakat profesi di BAZ Kec.Parongpong belum

sesuai dengan Fiqh Muamalah dan Undang-Undang No 23 Tahun 2011 Pasal

(1) ayat 1. Adapun Pelaksanaan pendayagunaan zakat profesi di

BAZ Kec.Parongpong sudah sesuai dengan Fiqh Muamalah. Akan tetapi belum

sesuai dengan Undang-undang No 23 Tahun 2011 pasal 23 ayat (1) dan pasal 2.4

4. Rani Rahmat, tentang “Transparasi dan Akuntabilitas Pengelolaan Zakat, Infaq,

Shadaqah, (Studi Kasus pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng)”.

4 Dede, Iwa Tandi Bin, Neneng Nurhasanah, and Eva Misfah Bayuni. "Analisis Pelaksanaan Zakat Profesi

Menurut Fiqih Muamalah dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 (Studi Kasus BAZ Kec. Parongpong)."

Prosiding Keuangan & Perbankan Syariah .2 (2017): 353-361.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

7

Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng atau Lembaga Amil Zakat adalah

mengelola dana zakat, infaq, shadaqah (ZIS) dari muzakki, sebagai penguat sosial

dan ekonomi. Penelitian ini dilakukan di Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten

Buleleng yang beralamat Jalan Udayana No.17 Singaraja. Akuntabilitas dalam

pengelolaan ZIS sangat diperlukan untuk mewujudkan kepercayaan pihak-pihak

yang terkait, seperti muzakki, mustahiq, pemerintah maupun masyarakat secara

keseluruhan. Penelitian ini termasuk penelitian dengan pendekatan kualitatif berupa

(1) data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Untuk data primer, pengambilan data dilakukan dengan bantuan

catatan lapangan dan observasi mendalam oleh peneliti dan (2) data Sekunder yaitu,

sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya

lewat orang lain atau dokumen. Untuk data sekunder berupa bukti, catatan, atau

laporan historis yang selalu tersusun (data dokumen). Hasil penelitian ini

menemukan bahwa akuntabilitas pengelolaan ZIS pada BAZ Kabupaten Buleleng

bahwa akuntabilitas pengelolaan zakat BAZ (Badan Amil Zakat) Kabupaten

Buleleng dapat dilihat dari perspektif internal dan eksternal organisasi sebagai

pelaksana pengelolaan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah). Dalam perspektif internal

organisasi, akuntabilitas ditujukan kepada karyawan dan pemerintah daerah (Bupati

dan DPRD) sebagai stakeholders BAZ. Sedangkan bentuk akuntabilitas

pengelolaan ZIS dalam perspektif eksteral organisasi ditujukan kepada stakeholders

BAZ lainnya yaitu muzakki dan mustahik.5

5. Sari, tentang “Penggunaan Zakat Produktif untuk Memberdayakan Masyarakkat

Muslim Pengandang Disabilitas (Kajian dari UU NO.8 Tahun 2016 dan NO.23

Tahun 2011)” Setiap manusia menginginkan dilahirkan dalam keadaan normal,

tetapi karena berbagai sebab tidak sedikit orang-orang yag mengalami kecacatan

dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berdasarkan UU No.8 tahun 2016 tentang

penyandang disabilitas mereka tetap mempunyai hak dan kewajiban yang sama

dengan orang-orang normal. Mereka harus diberikan bantuan dan pemberdayaan,

karena para penyandang cacat disabilitas ini mengacu pada UU No.8 tahun 2016

5 Rahmat, Rani, et al. “Transparasi dan Akuntabilitas Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah, (Studi Kasus pada

Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng)” JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha 7.1

(2017).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

8

tentang penyandang disabilitas, mempunyai hak yang sama untuk bisa hidup layak.

Ada beberapa produk Undang-Undang lain yang memberi perlindungan hak kepada

para penyandang cacat, diantaranya adalah Undang-undang No.23 tahun 2011

Tentang Pengelolaan Zakat bagi warga muslim penderita cacat disabilitas bila

mengacu kepada Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

berbasis untuk mendapatkan batuan dari dana zakat infak dan shadaqah, terutama

Zakat Produktif untuk memberdayakan kehidupan meraka agar bermanfaat bagi diri

mereka dan masyarakat terutama bantuan itu bila mengacu ke UU No.8 tahun 2016

di atas, bisa diberikan sebagai modal usaha yang bisa digunakan untuk mencari

nafkah dan mengembangkan potensi kaum penyandang cacat/disabilitasi.6

6. Purnomo, Joko Hadi “Pengaruh pengelolaan zakat terhadap penanggulangan

kemiskinan dengan pemberdayaan zakat dan pendayagunaan zakat sebagai

variabel moderating (studi di yayasan sosial dana al-falah (YDSF) propinsi Jawa

Timur” Salah satu masalah yang dihadapi pemerintah dalam pembangunan adalah

adanya kesenjangan distribusi pendapatan yang menyebabkan kemiskinan. Di

Provinsi Jawa Timur jumlah rata-rata penduduk muslim 94,79%. Sedangkan jumlah

penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 sebanyak 12.28% atau

4.802.351) jiwa, dengan prosentase penduduk muslim sebesar 94,79%. Penduduk

miskin muslim sebanyak 4.552.149 jiwa. Muslim memiliki kewajiban untuk

membayar zakat bagi yang mampu (diluar penduduk miskin). Fungsi zakat sebagai

instrumen pengentasan kemiskinan, dipengaruhi masalah-masalah: pemberdayaan

zakat, pengelolaan zakat, pendayagunaan zakat. Rumusan masalah tesis ini: 1).

Apakah terdapat pengaruh pemberdayaan zakat terhadap penanggulangan

kemiskinan di Propinsi Jawa Timur; 2). Pengelolaan zakat terhadap pemberdayaan

zakat, 3). Pengelolaan zakat melalui pemberdayaan zakat terhadap penanggulangan

kemiskinan di Propinsi Jawa Timur; 4). Pengelolaan zakat terhadap pendayagunaan

zakat, 5). Pengaruh pendayagunaan zakat terhadap penanggulangan kemiskinan di

Propinsi Jawa Timur, 6). Pengaruh pengelolaan zakat melalui pendayagunaan zakat

terhadap penanggulangan kemiskinan di Propinsi Jawa Timur? Tujuan penelitian

adalah untuk mengetahui dan menganilisa jawaban rumusan masalah penelitian.

Pendekatan penelitian ini adalah mix methode sequential explanatory, yaitu

6 Rianto, Agus. " Penggunaan Zakat Produktif untuk Memberdayakan Masyarakkat Muslim Pengandang

Disabilitas (Kajian dari UU NO.8 Tahun 2016 dan NO.23 Tahun 2011)." Parental 4.2 (2016).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

9

menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif secara berurutan.

Prosedur penelitian, pada tahap pertama menggunakan metode kauntitatif. tahap

kedua menggunakan metode kualatitatif. Metode kuantatif menggunakan analisa

Structural Equation Model- Partial Least Square. Sedangkan analisa kualitatif

menggunakan analisa interaktif. Hasil penelitian membuktikan bahwa:

pemberdayaan zakat berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan di Propinsi

Jawa Timur; Pengelolaan zakat berpengaruh terhadap pemberdayaaan zakat;

Pengelolaan zakat melalui pendayagunaan zakat berpengaruh terhadap pengentasan

kemiskinan; Pengelolaan zakat berpengaruh terhadap pendayagunaan zakat.

Program Pemberdayaan Ekonomi Zakat terbukti mampu menjadikan

mustahiq/fakir miskin menjadi muzaqi. 7

B. Landasan Teoritis

1. Zakat secara umum

Zakat menurut etimologi (bahasa) adalah suci, tumbuh berkembang dan

berkah. Menurut terminologi zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan

kepada yang berhak menerimanya, dengan syarat tertentu.

Sesorang yang mengeluarkan zakat, berarti dia telah membersihkan diri, jiwa

dan hartanya. Dia telah membersihkan jiwanya dari penyakit kikir (bakhil) dan

memberihkan hartanya dari hak orang lain yang ada dalam hartanya itu. Orang

yang berhak menerimanya pun akan bersih jiwanya dari penyakit dengki, iri hati

terhadap orang yang mempunyai harta.8

Didalam ajaran Islam, ada dua tata hubungan yang harus dipelihara oleh para

pemeluknya. Keduanya disebut dengan dua kalimat hablumminallah wa

hablumminannāss. Di dalam ajaran Islam, ada beberapa bentuk kewajiban yang

disebut pula dengan istilah ibadah. Zakat yang dikaitkan dengan harta yang

memiliki seseorang tergolong kedalam kewajiban yang disebut dengan istilah

ibadah maliyah (ibadah harta).

Zakat adalah salah satu rukun Islam dan merupakan kewajiban umat Islam.

Selain perkataan zakat, alqurān juga mempergunakan istilah shadaqah untuk

7 Purnomo, Joko Hadi. Pengaruh pengelolaan zakat terhadap penanggulangan kemiskinan dengan

pemberdayaan zakat dan pendayagunaan zakat sebagai variabel moderating (studi di yayasan sosial dana al-

falah (YDSF) propinsi Jawa Timur. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018. 8 Hasan,M.Ali, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan,(Masail Fiqiyah II), PT Raja Gafindo

Persada,Jakarta,1997. Hal : 1

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

10

perbuatan-perbuatan yang berkenaan dengan harta kekayaan yang dipunyai

seseorang. Walau tujuannya sama, namun kedua istilah itu berbeda dipandang dari

segi hukum.

Dilihat dari satu segi, bila seseorang mengeluarkan zakat, berarti hartanya

berkurang. Tetapi bila dilihat dari sudut pandang Islam, pahala bertambah dan

hartanya yang masih ada juga membawa berkah. Disamping pahala bertambah,

juga harta itu berkembang karena mendapat ridha dari Allah dan berkat panjatan

doa dari fakir miskin, anak-anak yatim dan para mustahik lainnya yang merasa

disantuni dari hasil zakat itu.9

Zakat ibarat benteng yang melindungi harta dari penyakit dengki dan iri hati

dan zakat ibarat pupuk yang dapat menyuburkan harta untuk berkembang dan

tumbuh.

Hubungan dengan Allah telah terjalin dengan ibarat syarat shalat dan

hubungan dengan sesama manusia telah terkait dengan infaq dan zakat.

Hubungan vertikal dan horizontal perlu dijaga dengan baik. Hubungan ke atas

diperihara, sebagai tanda bersyukur dan berterima kasih, hubungan dengan

sesama dijaga sebagai tanda setia kawan, berbagi rahmad dan nikmat.

Dalam Al-Qur’an Allah Berfirman: “ambillah zakat dari sebagian harta

mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan

berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman iwa

bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi maha mengetahui”.10

Surat At-Taubah: 103 di atas menjelaskan, bahwa zakat itu membersihkan

dan mensucikan diri dan harta. Kemudian surat ar-Rum 39 menjelaskan pula

bahwa zakat yang dikeluarkan karena Allah akan melipat gandakan pahala.

Pahala sudah jelas menjadi milik kita, sedangkan harta yang masih ada belum

tentu sepenuhnya akan menjadi milik kita, karena sebab bencana umpamanya

atau karena sebab-sebab lainnya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa apa

yang sudah kita infaqkan, itulah sebenarnya milik hakiki kita, sedangkan yang

selebihnya sebelum tentu.

Bayangan keuntungan yang sifatnya abstrak, yang tidak dapat dirasakan

dengan segera, biasanya kurang menarik untuk sebagian hamba Allah ini, seperti

9 Ali, Muhammad Daud, Sistem ekonomi Islam: zakat dan wakaf, Universitas Indonesia (UI-Press), jakarta,

1988. Hal: 29 10 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid IV (QS At-Taubah: 103), h.137.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

11

imbalan pahala dan kebersihan jiwa. Oleh sebab itu, pemerintah perlu dipertegas,

Allah berfirman :

Dan dirikan shalat dan tunaikan zakat.11 Penyebutan (perintah) shalat dan

zakat secara berbarengan, terdapat pada 82 tempat di dalam Al-Qur’an. Hal ini

berarti, bahwa hubungan dengan Allah dan sesama manusia, tidak boleh

diabaikan, kedua ibadah shalat sholat dan zakat adalah turut sebagai penentu arah

kehidupan manusia, sesudah mengucapkan dua kalimat syahadat.

Kesadaran berzakat, perlu ditumbuhkan dari dalam diri setiap pribadi, tidak

berzakat karena terpaksa atau dipaksa, apalagi karena malu kepada masyarakat

sekitar. Kalau sudah tumbuh kesadaran dari dalam diri masing-masing, maka

berapapun harta yang diperoleh, akan dikeluarkan hak orang lain yang ada dalam

harta itu, bisa berupa zakat, sekiranya sudah memenuhi syarat, infaq atau sedekah.

Dengan demikian, harta yang dimiliki sudah benar-benar bersih, baik harta yang

dimiliki itu banyak, maupun sedikit.

Sesudah perintah zakat tersebut dipahami dengan baik dan didorong oleh

rasa kesadaran bermasyarakat dan sebagai pernyataan syukur kepada Allah, maka

apapun jenis zakat yang akan dikeluarkan itu, tidak akan ada yang merasa

keberatan, malahan menambah ketenteraman jiwa. 12

2. Prinsip-prinsip Zakat

Menurut M.A Mannan dan dalam bukunya Islamic Economics: Theory and

Practice,13 zakat mempunyai enam prinsip yaitu:

a. Prinsip Keyakinan Keagamaan (faith)

Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat

yakin bahwa pembayaran tersebut meupakan salah satu manifestasi keyakinan

agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan

zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.

11 Al-Qur’an dan Terjemahan (QS Al-Baqarah: 43). Hal 07. 12 Hasan,M.Ali, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan,(Masail Fiqiyah II), PT Raja Gafindo

Persada,Jakarta,1997. Hal: 3-4. 13 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam zakat dan wakaf, Universitas Indonesia (UI-Press), jakarta,

1988. Hal: 39.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

12

b. Prinsip Pemerataan (Equity) dan Keadilan.

Prinsip pemerataan Equity dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan

zakat yaitu membagi lebih adil kenyataan yang telah diberikan Tuhan kepada

umat manusia.

c. Prinsip Produktivitas (Produtivity) dan Kematangan.

Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar

harus dibayar karena milik tertentu menghasilkan produk tertentu. Dan hasil

(produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah lewat jangka waktu satu tahun

yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.

d. Prinsip Nalar (reason).

Prinsip nalar kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang

yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai

tanggung jawab untuk membayar zakat.

e. Prinsip Kebebasan (freedom).

Prinsip kebebasan ini menjelaskan zakat hanya di bayar oleh orang yang bebas

dan sehat asmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab

untuk membayar zakat dan untuk kepentingan seluruh umat atau kepentingan

bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang dihukum atau orang yang

menderita sakit jiwa.

f. Prinsip Etik (ethic) dan Kewajaran.

Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan di minta secara

semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannnya. Zakat tidak

mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya

justru akan menderita.14

3. Tujuan dari Zakat

Tujuan zakat dalam hubungan ini adalah sasaran praktisinya. Tujuan tersebut,

selain yang telah disinggung di atas, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup

serta penderitaan.

14 Mubiyanto, “Zakat dalam Negara Pancasila”, dalam Pesantren No. 2/ vol III/1986. Hal: 33

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

13

b. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh para gharimin, Ibnu sabil

dan mustahiq lainnya.

c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan

manusia pada umumnya.

d. Menghilangkan sifat kikir.

e. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang

miskin.

f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam

satu masyarakat.

g. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama

pada mereka yang mempunyai harta.

h. Menyerahkan hak orang lain yang ada padanya (pedoman zakat).

i. Sasaran merata pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.

4. Manfaat dari menjalankan Zakat

Zakat sebagai lembaga Islam mengandung manfaat yang bersifat rohaniyah dan

filosofis. Hikmah itu digambarkan di dalam berbagai ayat Al-Qur’an (2 : 261, 2 :

267, 9 : 103, 30 : 39) dan al-Hadist. Diantara manfaat-manfaat itu adalah :

a. Mengsyukuri karunia Allah, menambah harta dan pahala serta membersihkan

dari sifat-sifat kikir dan loba, dengki, iri serta dosa.

b. Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan.

c. Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antara sesama manusia.

d. Manifestasi kegotongan dan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.

e. Mengurangi kekafirmiskinan yang merupakan masalah sosial.

f. Membina dan mengembangkan stabilitas sosial (pedoman zakat).15

5. Syarat Zakat

Menurut para ulama di Indonesia, ada beberapa syarat zakat yang harus

dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh

seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah:

15Departemen Agama, Pedoman zakat (4) , Jakarta: proyek pembinaan zakat dan wakaf 1982 :30. Hal: 07

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

14

a. Pemilik yang pasti.

Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasan yang punya, baik kekuasaan

pemanfaatan maupun kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan

maupu kekuasaan menikmati hasilnya.

b. Berkembang.

Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunnatullah

maupun bertambah karena ikhitiar atau usaha manusia.

c. Melebihi kebutuhan pokok.

Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang yang melebihi kebutuhan pokok

yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.

d. Bersih dari hutang.

Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang

kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada manusia.

e. Mencapai Nisab.

Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas

bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.16

6. Macam-macam Zakat

Macam-macam zakat terdiri dari :

a. Zakat māl atau zakat harta

Zakat harta pada umumnya didalam kitab-kitab hukum (fiqh) Islam harta

kekayaan yang wajib dizakati atau dikeluarkan zakatnya digolongkan kedalam

katagori (1) emas, perak dan uang (simpanan), (2) barang yang diperdagangkan,

(3) hasil perternakan, (4) hasil bumi, (5) hasil tambang dan barang temuan.

Masing-masing kelompok itu berapa nisab haul dan kadar zakatnya.

1. Emas, perak dan uang.

Dasar hukum wajib zakat bagi harta kekayaan yang berupa emas, perak dan

uang adalah Alqurān surah 9 ayat 35. Harta ini dimiliki secara pasti selama

satu tahun penuh dan sampai Nisabnya.

16 Abdullah, Nasih Ulawan Hukum Zakat dalam Pandangan Empat Mazhab,(Jakarta: Litera Antarnusa. 1985).

Hal: 9-15.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

15

a. Nisab emas adalah 20 dinar, lebih kurang sama dengan 96 gram emas

murni. Setelah dimiliki selama satu tahun, wajib dikeluarkan zakatnya

sebesar dua setengah persen (2,5%).

b. Nisab perak adalah 200 dirham. Beratnya sama dengan lebih kurang 672

gram. Berdasarkan beberapa hadits, emas dan perak yang menjadi

perhiasan wanita cukup senisap dan memiliki cukup setahun pula,

hendaklah dikeluarkan zakatnya sebanyak dua setengah persen.

c. Nisab uang, baik giral maupun chartal, adalah sama dengan nilai atau

harga 96 gram emas. Bila disimpan cukup setahun, zakatnya adalah dua

setengah persen.17

2. Barang yang Diperdagangkan.

Dasar hukum wajib zakat bagi barang dagangan adalah Al-Qur’an surah 2

ayat 267 dan hadist Nabi yang berasal dari Samurah. Setiap tahun buku,

setelah perdagangan berjalan setahun lamanya, uang yang ada dan semua

barang yang ada dihitung harganya. Dari jumlah itu dikeluarkan zakatnya

dua setengah persen, nisabnya sama dengan nilai harga emas 96 gram. Kini,

zakat perdagangan ini diperluas pada perusahaan atau badan usaha lainnya.

3. Hasil Peternakan.

Dasar hukum wajib zakat bagi binatang ternak adalah hadist Nabi yang

diriwayatkan oleh Bukhari. Wajib dikeluarkan zakatnya adalah ternak yang

telah dipelihara setahun ditempat pengembalaan dan tidak dipekerjakan

sebagai tenaga pengangkutan dan sebagainya, dan sampai nisabnya. Kadar

zakatnya berbeda-beda. Ternak yang dizakati di Indonesia adalah kambing

atau biri-biri, sapi dan kerbau.18

4. Hasil Bumi

Dasar hukum bagi zakat bumi adalah Al-Qur’an surat 2 ayat 267 dan surah

6 ayat 141, serta hadist nabi yang berasal dari Abi Burdah. Pengeluaran

zakatnya tidak harus menunggu satu tahun dimiliki, tetapi harus dilakukan

setiap kali panen atau menuai. Kadar zakatnya lima persen untuk hasil bumi

atas usaha penanaman sendiri dan sepuluh persen pengairannya tadah hujan

tampa usaha yang menanam. Menurut para ahli dalam mazhab Syafi’i, hasil

17 Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya,(Bumi Restu Jakarta: 1978). Hal:40 18 Departemen Agama,Pedoman Zakat (3), (Jakarta: Proyek pembinaan zakat dan wakaf,1982). Hal :49-50

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

16

bumi yang dizakati itu hanyalah hasil bumi yang menjadi makanan pokok

manusia saja seperti gandum, jelai dan kurma serta anggur kering, seperti

yang disebutkan dalam hadist yang berasal dari Abi Burdah tersebut diatas.

Keempat jenis hasil bumi itu tidak terdapat di Indonesia, dan karena itu “apa

yang kamu keluarkan dari bumi, untuk kamu” seperti yang disebut dalam

Al-Qu’an surat 2 ayat 276 itu oleh ahli hukum Islam Indonesia dirinci sesuai

dengan keadaan di Indonesia. Di tanah air kita selain hasil bumi, juga hasil

laut perlu dikeluarkan zakatnya.

5. Hasil Tambang dan Barang Temuan (Makdim dan Rikaz)

Dalam kitab-kitab hukum (fiqh) Islam barang tambang yang wajib dizakati

hanyalah emas dan perak saja. Demikian juga dengan barang temuan: yang

dizakati terbatas pada emas dan perak saja. Dasar hukumnya berasal dari

Al-Qur’an surah 9 ayat 35 tersebut di atas. Kewajiban untuk menunaikan

zakat barang-barang tambang adalah setiap kali barang itu selesai

dibersihkan (diolah).

a. Nisab barang tambang adalah sama dengan nisab (96 gram) dan perak

(672 gram),kadarnya pun sama, yaitu dua setengah persen. Kewajiban

untuk menunaikan zakat barang temuan adalah setiap kali orang

menemukan barang tersebut.

b. Nisab barang temuan sama dengan nisab emas dan perak. Demikian juga

kadarnya. Di tanah air Indonesia, benda-benda temuan yang disebut

dengan harta karun atau benda kuno itu (bukan hanya emas dan perak)

menjadi milik negara. Penemunya biasanya, mendapat hadiah dari

pemerintah.

Mengenai harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakat hartanya perlu

dicatat bahwa barang yang menjadi zakat harta itu, seperti ternak, padi,

misalnya, haruslah yang baik walaupun bukan yang terbaik dalam jenisnya.

Sekurang-kurangnya sama kualitasnya.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

17

7. Orang yang Berhak Menerima Zakat

Sesuai dengan ketentuan di dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 yaitu ada

delapan asnaf atau golongan yang berhak menerima zakat atau yang dikenal dengan

istilah Mustahiq. Berikut kedelapan asnaf yaitu:

a. Fakir

Fakir adalah orang yang penghasilannya tidak mencukupi atau tidak

memenuhi kebutuhan pokok dengan standar hidup masyarakat pada

umumnya. Atau orang-orang yang tidak mempunyai pemasukan atau harta,

dan tidak mempunyai keluarga yang menanggung kebutuhannya. Golongan

fakir memiliki kondisi ekonomi dibawah golongan miskin. Adapun orang-

orang yang berhak menerima zakat dan termasuk dalam katagori fakir yaitu,

anak yatim, anak pungut, janda, orang tua renta, orang yang cacat secara

jasmani, tawanan dan lain-lain yang telah memenuhi syarat membutuhkan.

b. Miskin

Menurut madzab Hanafi dan Maliki keadaan orang miskin lebih buruk

daripada orang fakir. Model penyaluran zakat yang disarankan untuk fakir

dan miskin ini yang pertama adalah dengan memberikan bagian zakat untuk

dinikmati secara konsumtif bagi mereka yang memiliki kekurangan dalam

fisik seperti orang-orang yang sudah jompo yang tidak mungkin lagi

mengusahakan hartanya.

c. Amil

Orang yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat mulai dari

pengumpulan, mencatat keluar masuknya zakat dan membagi kepada para

mustahiq.

d. Muallaf

Muallaf yaitu orang yang baru masuk Islam dan imannya masih lemah,

mereka diharapkan kecenderungan hatinya atau kekayaannya dapat

bertambah terhadap Islam.

e. Hamba sahaya (budak)

Seseorang yang hendak melepaskan dirinya dari ikatan perbudakan.

f. Gharim (orang yang mempunyai banyak hutang sedangkan ia tidak mampu)

Orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi dengan syarat hutang

tersebut tidak timbul akibat kemaksiatan, hutang tersebut sudah melilit

pelakunya, dan sudah tidak bisa melunasi hutangnya lagi.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

18

g. Fisabilillah

Orang-orang yang berjuang dijalan Allah SWT. Fisabilillah tidak hanya

pada jihat akan tetapi mencangkup semua yang memberi kemaslahatan bagi

umat.

h. Orang yang sedang dalam perjalanan

Yaitu orang asing yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke negaranya,

dengan syarat dalam perjalanannya tidak untuk maksiat. 19

8. Zakat Produktif

Pada surat At-Taubah: 60 telah ditegaskan bahwa orang-orang yang berhak

menerima zakat diantaranya adalah fakir miskin. Begitu juga diantara tujuan zakat

adalah menghapuskan kekafiran, kemiskinan dan kemelaratan.

Sebelum membicarakan topik ini, ada baiknya dilihat lebih daulu, bagaimana

sebenarnya kepeduliaan agama Islam terhadap orang fakir miskin. Dalam beberapa

ayat dalam Al-Qur’an ditemukan, agar nasib orang fakir dan miskin itu diperhatikan

benar, karena itulah diantara misi agama Allah itu diturunkan ke atas dunia ini.

Firman allah,“supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka

dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah diberikan kepada

mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan

(sebagaian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi

fakir”.20

Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang pada dasarnya sangat peduli dan sangat

mementingkan nasib orang yang melarat. Sebagaimana halnya kefakiran, maka

kemiskinan pun perlu diperangi dan dihapuskan dengan berbagai cara yang telah

dipersyaratkan oleh Al-Qur’an.

Sebagaian sanksi hukum bagi orang-orang yang tidak peduli kepada

penderitaan orang yang melarat (fakir miskin) adalah neraka, sebagai sanksi yng

paling besar bagaimana telah dinyatakan pada firman allah “Apakah yang

memasukkan kamu kedalam saqar (Neraka)?” mereka menjawab: “kami dahulu

tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan kami tidak pula

memberi makan orang miskin”.21

19 Didin, Harifuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern ( Jakarta: Gema Insani Press, 2002).hal 125. 20 Al-Qur’an dan Terjmaahannya Qs Al-hajj:28, Departemen Agama RI. Hal : 30 21 Al-Mudatstsir 42- 44

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

19

Sekiranya orang dapat memahami dengan baik ayat di atas, maka akan berdiri

bulu romanya, bila dia tidak mau membayar zakat dan menginfaqkan sebagaian

hartanya untuk kepentingan orang yang tidak punya itu.

Jalan yang dapat ditempuh ada dua cara yaitu: pertama menyantuni mereka

dengan memberikan dana (zakat) yang bersifat konsumtif atau dengan cara kedua,

memberikan modal yang sifatnya produktif, untuk diolah dan dikembangkan.

Sebenarnya, bila kita perhatikan keadaan fakir miskin, maka tetap ada zakat

konsumtif, walaupun ada kemungkinan melaksanakan zakat produktif.

Anak-anak yatim yang belum bisa berusaha (mandiri), orang jompo, atau orang

dewasa yang tidak bisa bekerja karena sakit atau cacat, maka zakat konsumtif tidak

bisa dihindari, mereka wajib disantuni dari sumber-sumber zakat dan infaq lainnya.

Kemudian bagi mereka yang masih kuat bekerja dan bisa mandiri dalam

menjalankan usaha, maka menurut Hemat penulis, dapat ditempuh dua cara yaitu

memberi modal kepada perorangan (individu) atau kepada perusahaan yang

dikelola secara kolektif.

Pemberian modal kepada perorangan harus dipertimbangkan dengan matang

oleh Amil. Apakah mampu orang tersebut mengolah dana yang diberikan itu,

sehingga pada satu saat dia tidak lagi menggantungkan hidupnya kepada orang lain,

termasuk mengharapkan zakat. Apabila hal ini dapat dikelola dengan baik atas

pengawasan dari Amil (bila memungkinkan) maka secara berangsur-angsur, orang

yang tidak punya (melarat) akan terus berkurang dan tidak tertutup kemungkinan,

dia pun bisa menjadi Muzakki (pemberi zakat) bukan lagi sebagai penerima.

Sekiranya usaha itu dikelola secara kolektif, maka orang-orang fakir miskin

yang mampu bekerja menurut keahliannya (keterampilan) masing-masing, mesti

diikut sertakan. Dengan demikian, jaminan (biaya) sehari-hari dapat diambil dari

usaha bersama itu. Apabila usaha itu berhasil (beruntung), maka mereka menikmati

bersama juga hasilnya itu. Hal ini tentu memerlukan manajemen yang teratur rapi

dan sebagai pemimpinnya dapat ditunjuk dari kalangan orang-orang yang tidak

mampu itu (fakir miskin) atau ditunjuk orang lain yang ikhlas beramal membantu

mereka. Apabila persoalan ini ditangani dengan sungguh-sungguh optimis akan

keberhasilannya kendati pun mereka belum dapat sebagai muzakki, tetapi sekurang-

kurangnya tidak menjadi beban lagi bagi anggota masyarakat.

Dari tahun ketahun, sudah dapat dialihkan pemikiran untuk mengatasi kesulitan

orang lain yang belum pernah kena sentuhan zakat atau infaq, atau bisa tertujuh

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

20

perhatian kepada penerimaan zakat konsumtif, yang sukar menghindari

sebagaimana telah dikemukakan diatas.

Sebagaimana diketahui sasaran yang menerima zakat, tidak hanya fakir miskin,

tetapi masih banyak lagi sasaran lain seperti sabilillah yang sangat luas

cangkupannya sebagaimana telah dikemukakan terdahulu. Jadi, menurut Hemat

penulis zakat produktif itu dapat dilaksanakan asal saja pengelolaannya sudah

dipikirkan matang-matang dan sementara belum memasyarakat, hendaknya ada

tuntunan (bimbingan) khusus dari adan (lembaga) pengelolaan zakat, seperti

Bazis.22

9. Zakat Menurut Undang-Undang

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan beribadah sesuai dengan keyakinan agama masing-masing yang

dianut. Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai

dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk

meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat dan penanggungan kemiskinan.

Dalam rangka meningkatkan daya guna zakat harus dikelola secara

kelembagaan sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian

hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan

efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.

Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun

1999 tentang pengelolaan zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Setelah melalui proses

penggantian Undang-Undang maka munculah Perundang-Undangan baru yaitu

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat produktif.

Pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan,

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.

Peraturan Perundang-Undangan zakat tersebut dijelaskan dan diatur pada

Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan

Zakat Produktif. Yaitu menimbang:

22 Hasan,M.Ali, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan,(Masail Fiqiyah II), PT Raja Gafindo

Persada,Jakarta,1997. Hal : 19-24

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

21

1. Bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan

kepercayaannya itu;

2. Bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang

mampu sesuai dengan syariat Islam;

3. Bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk

meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat;

4. Bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus

dikelola seara melembaga sesuai dengan syariat Islam;

5. Bahwa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat

sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam

masyarakat sehingga perlu diganti;

6. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksut dalam huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang

Pengelolaan Zakat;

Zakat yang diatur dalam Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada Bagian Ketiga yaitu Pendayagunaan pada

Pasal 27 yang berbunyi:

1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha Produktif dalam rangka

penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.

2. Pendayagunaan zakat untuk usaha Produktif sebagaimana dimaksut pada

ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahiq telah terpenuhi.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha

produktif sebagaimana dimaksut pada ayah (1) diatur dengan Peraturan

Menteri.

Dari sinilah asal dari fokusnya Perundang-Undangan yang akan membahas dan

menyangkup semua peraturan-peraturan yang ada didalam pendayagunaan Zakat

Produktif.

Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat

Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan

BAZNAS kabupaten/ kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintahan nontruktural

yang bersifat mandiri dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

22

BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat

secara nasional. Badan Amil Zakat Nasional ini juga berada dalam peraturan

Perundang-Undangan Nomor 23 Tahun Pengelolaan Zakat. Badan Amil Zakat Nasional

ini berada pada Bab III pada bagian Kesatu Umum, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan pada

bagian Kedua keanggotaan Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal

14, pada bagian Ketiga BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota.

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,

dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Pembentukan LAZ wajib mendapatkan ijin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh

menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah di audit syariat

Islam dan keuangan.

Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.

Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip

kemelaratan, keadilan, dan kewilayahan. Yang dimaksut Mustahiq disini adalah orang-

orang yang berhak menerima zakat. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif

dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila

kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

Selain penerimaan Zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak,

sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak,

sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan

dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan

pencatatan dalam pembukuan tersendiri.

Untuk melaksanaan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS

kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak

Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dalam landasan teori ini terkait tentang landasan Perundang-Undangan yang

digunakan dalam melihat dan melaksanakan pendayagunaan zakat produktif ada tiga

peraturan Perundang-Undangan yaitu yang Pertama Perundang-Undangan Nomor 23

Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat disini hanya ditemukan pada bagian Ketiga

Yaitu Pendayagunaan Pasal 27 ada satu ( 1 ) sampai tiga (3) ayat ini hanya menjelaskan

tentang :

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

23

1. Zakat hanya dapat digunakan untuk usaha produktif.

2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila kebutuhan

dasar mustahik telah terpenuhi.

3. Zakat produktif diatur dalam peraturan menteri.

Ketentuan lebih lanjut tentang pengolaan zakat produktif diatur dalam Peraturan

Menteri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal

dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif. Dimana

dijelaskan pada Bab IV Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif pada Pasal 32,

Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35 yaitu:

1. Pasal 32 menjelaskan tentang zakat dapat didayagunakan untuk usaha

produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas

umat.

2. Pasal 33 menjelaskan tentang pendayagunaan usaha produktif dilakukan

dengan syarat:

a. Apabila kebutuhan dasar mustahiq telah terpenuhi;

b. Memenuhi ketentuan syariat;

c. Menghasilkan nilai tambah ekonomi untuk mustahiq; dan

d. Mustahik berdomisili di wilayah kerja lembaga pengelolaan zakat.

3. Pasal 34 menjelaskan tetang pendayagunaan zakat untuk usaha produktif

dapat dilakukan paling sedikit memenuhi ketentuan:

a. Menerima manfaat merupakan perorangan atau kelompok dan

memenuhi kriteria mustahiq;

b. Mendapat pendampingan dari Amil Zakat yang berada di wilayah

domisili mustahiq

4. Pasal 35 menjelaskan tentang:

(1) Lembaga pengelolaan zakat wajib melaporkan pendayagunaan zakat

untuk usaha produktif.

(2) Laporan bagaimana dimaksut pada ayat (1) disampaikan secara

berjenjang dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Lembaga pengelolaan zakat pada tingkat Kabupaten/Kota

menyampaikan laporan kepada BAZNAS tingkat provinsi dan

Bupati/Walikota;

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

24

b. Lembaga pengelolaan zakat pada tingkat provinsi menyampaikan

laporan kepada BAZNAS dengan gubernur; dan

c. BAZNAS menyampaikan laporan kepada Menteri.

(3) Laporan sebagaimana dimaksut pada ayat (1) disampaikan setiap 6

(enam) bulan dan akhir tahun.

(4) Laporan sebagaimana dimaksut pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. Identitas mustahik;

b. Identitas lembaga pengelolaan zakat;

c. Jenis usaha produktif;

d. Lokasi usaha produktif;

e. Jumlah data yang disalurkan;

f. Perkembangan usahanya.

Kemudian ada Pasal lain yang juga mengatur terkait tentang pendayagunaan

zakat yaitu Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2018 tentang Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat Produktif. disini akan

menemukan pada Bab III tentang pendayagunaan pada Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, dan

Pasal 19 yaitu:

1. Pasal 16 menjelaskan tentang Perencanaan yang dilakukan dalam

pendayagunaan zakat dengan cara;

a. Melakukan analisis sosial, paling sedikit memuat analisi masalah,

analisis tujuan, analisis pemangkuan kepentingan, dan analisis strategi

b. Menyusun matriks perencanaan program, rencana kerja dan anggaran

tahunan pendayagunaan Zakat;

c. Menyusun rencana penapaian indikator kinerja kunci Pendayagunaan

Zakat.

2. Pasal 17 menjelaskan tentang Pelaksaaan Zakat sebagaimana dimaksut

dalam pasal 15 huruf b dilaksanakan dengan cara;

a. Dengan menyusun usulan program dalam bentuk proposal yang memuat

kerangka acuan kegiatan pelaksanaan zakat.

b. Menerima usulan program pelaksanaan Pendayagunaan Zakat dari

masyarakat; atau

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Wijayatieprints.umm.ac.id/42781/3/BAB II.pdf · dalam berbagai macam, sehingga mereka menjadi penyandang cacat/disabilitas. Dalam kehidupan

25

c. Menerima permohonan Pendayagunaan Zakat dari orang perseorangan,

kelompok masyarakat, lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan/atau

Lembaga pengelolaan Zakat lainnya.

3. Pasal 18 menjelaskan tentang :

(1) Melaksanakan Pendayagunaan Zakat, Pengelolaan Zakat wajib

dilakukan verifikasi program, calon mustahik, dan calon wilayah sasaran

Pendayagunaan Zakat.

(2) Verifikasi sebagaimana dimaksut pada ayat (1) dilakukan paling sedikit

dengan cara:

a. Melakukan pemeriksaan wilayah sasaran Pendayagunaan Zakat;

b. Melakukan kajian seara partisipatif bersama Mustahik terhadap

usulan program; dan

c. Melakukan wawancara kepada calon mustahik dan calon pengelola;

(3) Verifikasi sebagaimana dimaksut pada ayat (2) dapat dilakukan oleh

pengelolaan zakat yang berwenang dan wilayah domisili mustahik.

4. Pasal 19 menjelaskan tentang:

(1) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksut dalam

pasal 18, calon Mustahik dan calon wilayah sasaran Pendayagunaan

Zakat.

(2) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksut dalam

Pasal 18, calon Mustahiq tidak layak diberikan Zakat, Pengelolaan Zakat

memberitahukan seara tertulis kepada calon Mustahiq dan calon

Pengelola.

Perundang-Undangan yang baru telah ditetapkan dimana yang lama telah

dihapuskan karena sudah tidak memenuhi persyaratan dan kebutuhan masyarakat pada

saat ini. Perundang-undangan inilah yang akan menjadi acuan untuk memenuhi

perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Serta tidak hanya Peraturan

Perundang-Undangan Pengelolaan Zakat Nomor 23 tahun 2011 tetap juga melahirkan

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat

dan Tata cara Penghitungan zakat untuk Usaha Produktif. Serta Peraturan Badan Amil

Zakat Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pendistribusian dan

Pendayagunaan Zakat. Dari hasil ketiganya dapat memperkuat tentang Peraturan

hukum di Indonesia.