BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Membaca Permulaan 1. Pengertian ...repository.ump.ac.id/7286/3/SURATMO BAB...

33
19 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Membaca Permulaan 1. Pengertian Membaca Permulaan Membaca mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari- hari karena membaca dapat membantu seseorang dalam memecahkan masalah, memperkuat keyakinan pembaca, memberi pengalaman estetis, meningkatkan prestasi, dan memperluas pengetahuan. Adapun peranan membaca permulaan di kelas I adalah untuk memahami teks pendek dengan membaca nyaring, memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi anak (BSNP Silabus Bahasa Indonesia , 2006:2) Menurut Anderson dalam Tarigan (2008:7) dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali bahasa sandi (a recording and decoding process). Pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Menurut Plato dalam Harjasujana dan Damaianti (2003:27) membaca merupakan suatu kegiatan membedakan huruf dengan mata dan telinga agar tidak dibingungkan oleh posisinya nanti jika tampak dalam bentuk tulisan atau terdengar dalam bentuk lisan. Feldman (2003:25) mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang kompleks karena melibatkan proses sebagai berikut: (a) meneliti huruf-huruf dengan urutan yang benar dari kiri ke kanan; (b) mengirimkan huruf-huruf tersebut secara berurutan ke otak; Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Membaca Permulaan 1. Pengertian ...repository.ump.ac.id/7286/3/SURATMO BAB...

19

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Membaca Permulaan

1. Pengertian Membaca Permulaan

Membaca mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-

hari karena membaca dapat membantu seseorang dalam memecahkan masalah,

memperkuat keyakinan pembaca, memberi pengalaman estetis, meningkatkan

prestasi, dan memperluas pengetahuan. Adapun peranan membaca permulaan di

kelas I adalah untuk memahami teks pendek dengan membaca nyaring,

memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi anak

(BSNP Silabus Bahasa Indonesia , 2006:2)

Menurut Anderson dalam Tarigan (2008:7) dari segi linguistik, membaca

adalah suatu proses penyandian kembali bahasa sandi (a recording and decoding

process). Pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis

(written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang

mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.

Menurut Plato dalam Harjasujana dan Damaianti (2003:27) membaca

merupakan suatu kegiatan membedakan huruf dengan mata dan telinga agar tidak

dibingungkan oleh posisinya nanti jika tampak dalam bentuk tulisan atau

terdengar dalam bentuk lisan.

Feldman (2003:25) mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang kompleks karena melibatkan proses sebagai berikut:

(a) meneliti huruf-huruf dengan urutan yang benar dari kiri ke kanan; (b) mengirimkan huruf-huruf tersebut secara berurutan ke otak;

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

20

(c) mengenali pengelompokan huruf yang berbeda-beda, yang menyusun suatu kata tertentu, tahapan ini mencakup pengenalan huruf-huruf satu persatu dalam bentuk huruf cetakan atau tulisan tangan;

(d) membandingkan pengelompokkan huruf tersebut dengan kata-kata yang telah dikenal yang disimpan dalam memori untuk mengidentifikasikan, baik lafal dan arti dari keseluruhan kata;

(e) menyimpan arti kata tersebut dan menghubungkannya dengan kata-kata lain dalam kalimat itu untuk membangun pemahaman penuh dari maksud penulis;

(f) menyelesaikan seluruh proses di atas daiam hitungan sepersekian detik, seiring mata melanjutkan ke kalimat berikutnya.

Seperti yang telah diuraikan diatas oleh para pakar, proses membaca

merupakan sesuatu yang dapat dikatakan sebagai suatu keistimewaan walaupun

masih banyak orang yang menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah

seharusnya. Bagaimanapun juga, apabila ada sesuatu yang salah dalam salah satu

tahapan dalam proses tersebut, maka keistimewaan tersebut tidak akan terjadi.

Dalam penelitian ini, subjek penelitian sebelum penelitian berlangsung

mengalami hambatan sehingga proses membaca (keajaiban) yang seharusnya

terjadi belum terwujud. Hal tersebut terbukti dari hasil tes uji coba yang telah

dilakukan dengan materi yang berasal dari buku pelajaran bahasa Indonesia kelas1

berlibur ke rumah paman

namaku hana waktu liburan telah tiba aku diajak pamanku berlibur di rumahnya rumah pamanku di desa halaman rumah paman sangat luas di sana ditanami buah buahan ada pisang dan pepaya rambutan salak dan alpukat aku pun sangat senang buah buahan ada di sana

karya dian sukmawati

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

21

Dari 43 kata yang tertulis di atas, tidak semua siswa dapat mengeja,

dilafalkan, dan terlebih lagi dimengerti maknanya, baik dalam hati maupun secara

lisan oleh subjek penelitian.

Secara garis besar jenis membaca terbagi menjadi dua, yaitu membaca

permulaan dan membaca lanjutan (Depdikbud, 1991/1992:4). Keterampilan

membaca permulaan merupakan salah satu kunci keberhasilan karena dengan itu

para siswa akan mampu menggali informasi dari berbagai sumber tertulis.

Membaca permulaan adalah dasar bagi kegiatan membaca lanjutan.

Soejono dalam (Devine, 1989: 1) mengatakan bahwa pada tahap pengajaran

membaca permulaan tugas guru adalah sebagai berikut:

(1) memberikan kesempatan lebih lanjut kepada anak didik untuk mempertajam kesadarannya terhadap bunyi dan bentuk, dengan itu diharapkan anak mampu menyadari bahwa setiap bunyi itu memiliki bentuk masing-masing;

(2) menghubungkan antara bunyi yang diucapkan dengan huruf cetak, dengan itu diharapkan anak mampu menunjukkan setiap bunyi yang diucapkan sesuai dengan huruf cetaknya;

(3) mengembangkan konsep-konsep kata dan kalimat, dengan itu diharapkan anak mampu menyadari apa yang dinamakan kata dan apa yang dinamakan kalimat;

(4) menciptakan situasi yang memungkinkan anak didik dapat melihat pola-pola secara lebih baik;

(5) membantu anak didik untuk memahami bahasa lisan dan tulisan; (6) mengadakan kesempatan berorganisasi bagi anak didik untuk berlatih

menggunakan bahasa lisan; (7) memperkenalkan dan menjelaskan kata-kata baru dan konsep-konsep yang

diwakili oleh kata-kata itu, dengan itu diharapkan anak mampu memahami kata-kata yang baru sehingga memperkaya perbendaharaan kosakatanya;

(8) membimbing anak didik dalam memperoleh pengetahuan baru yang kemudian dapat mereka gunakan untuk menafsirkan teks dan pesan-pesan lisan secara lebih baik;

(9) menunjukkan kepada anak didik bagaimana cara mendapatkan informasi dari teks dan memadukannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki sehingga menghasilkan makna; dan

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

22

(10) membantu anak didik dalam melihat bahwa membaca adalah suatu sumber kenikmatan, sumber pengetahuan, dan suatu cara untuk memaknai dunia di sekitar mereka.

Ada beberapa macam cara dalam membaca, yaitu: (1) membaca teknik

(membaca nyaring), meliputi penguasaan: tanda baca (titik, koma, kalimat tanya,

tanda seru, intonasi, lafal kata, kesenyapan, ketepatan tekanan, suara; (2)

membaca dalam hati, yaitu membaca tanpa suara, tanpa adanya gerakan; (3)

membaca bahasa, yaitu pengetahuan yang menyangkut tata bentukan kata

(morfologi), tata kalimat (sintaksis), tata tulis (EYD), makna wacana dari suatu

paragraf; (4) membaca pustaka, yaitu buku paket / rujukan, majalah, klipping,

kumpulan certa; (5) membaca cepat, yaitu jenis membaca untuk memperoleh

jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat, (6)

membaca indah, disebut juga membaca emosional yang dapat menimbulkan

keindahan atau estetika (Tarigan; 2008: 12).

Menurut Tarigan (2008: 9-10) dengan mengutip pandangan Anderson

(1972:214), tujuan utama dalam membaca adalah:

a. membaca untuk rnenemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah diiakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah tang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details of facts);

b. membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipeiajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang diiakukan oieh sang tokoh untuk mencapat tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas);

c, membaca untuk rnenemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi muia-mula pertama, kedua, ketiga/seterusnya-setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah. Adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi,. Ini disebut

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

23

membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization);

d. membaca untuk rnenemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kulaitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference);

e. membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelopokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify);

f. membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apak kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu. ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate);

g, membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubahm bagimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua ceria mempunayi persamaan, bagimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).

Dengan demikian, keterampilan membaca harus dimulai sejak awal. Guru

bahasa sedapat mungkin membimbing siswa untuk mengembangkan dan

meningkatkan keterampilan membaca. Misalnya: membimbing siswa dalam

memperkaya kosakata dan memahami makna struktur kata atau makna kiasan dan

ungkapan. Dengan memahami bacaan sedini mungkin anak akan memperoleh

kemudahan dalam mengikuti tahap pembelajaran di sekolah. Apabila anak masih

mempunyai masalah dalam kemampuan membaca dan menulis permulaan sudah

barang tentu akan mempersulit dalam mengikuti pelajaran selanjutnya.

2. Komponen Membaca Permulaan

Menurut Tarigan bahwa membaca permulaan mencakup tiga komponen

yaitu :

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

24

a. pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca;

b. korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik

yang formal;

c. hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau meaning

(Tarigan 2008:11).

Pengajaran membaca di sekolah dasar terdiri atas dua jenis, yaitu: membaca

permulaan di kelas satu dan dua; dan membaca lanjut di kelas tiga. Membaca

permulaan merupakan kompetensi diperuntukan bagi siswa SD/MI. Tujuannya

antara lain untuk membina dasar-dasar mekanisme membaca. Sedangkan

membaca lanjut mencakup pengembangan membaca demi terbinanya

keterampilan membaca yang lebih baik. Depdiknas (Kurikulum, 2003)

merumuskan kompetensi dasar membaca adalah " kemampuan membaca dan

memahami teks pendek dengan cara membaca lancar (bersuara) beberapa kalimat

sederhana" Sedangkan indikatornya adalah siswa mampu membaca lafal, intonasi,

jeda, penekanan pada kata-kata tertentu, mengidentifikasi kata-kata kunci.

Tujuan pengajaran membaca permulaan adalah mengetahui huruf dan

terampil mengubah huruf menjadi suara. Lebih lengkapnya Soejono (1983:19)

memaparkan tentang tujuan pengajaran membaca permulaan adalah sebagai

berikut ini. a. mengenalkan pada para anak didik huruf-huruf dalam abjad, sebagai

tanda suara atau tanda bunyi. b, melatih keterampilan anak didik untuk mengubah

huruf-huruf dalam kata menjadi suara. c. mengetahui huruf-huruf dalam abjad dan

melatih keterampilan anak didik untuk menyuarakannya dan dalam waktu

singkat dapat mempraktekkannya dalam membaca lanjut.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

25

Berdasarkan tujuan pengajaran membaca permulaan di atas, penelitian ini

juga secara spesifik bertujuan untuk: a. melatih subjek penelitian agar mampu

membaca kata dan kalimat sederhana yang terdiri dari 2-4 kata, dan b. melatih

subjek penelitian agar mampu membaca menulis kata dan kalimat sederhana.

3. Langkah-Langkah Membaca Permulaan

Membaca dan menulis permulaan dengan pendekatan tematik , bukanlah

sekedar bertujuan siswa dapat membaca dan menulis, melainkan lebih luas

jangkauannya, yaitu dapat berkembang terus kepribadiannya secara wajar.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan guru dalam membaca permulaan menurut

Broto (1979:15-16), yaitu sebagai berikut.

Putaran I: Pada putaran I dilakukan beberapa langkah, yaitu ; a. melakukan orientasi; b. merekam bahasa siswa; c. meneliti hasil rekaman; d. menyusun cerita berdasarkan hasil rekaman; e. menempatkan gambar sebagai pusat minat; f. menganalisis dan membuat sintesis gambar: gambar totalitas, gambar

analitik, gambar totalitas dalam situasi baru; g. menambah kartu-kartu kaiimat dengan gambar analitis; h. memperkenalkan 5 struktur kalimat yang bermakna. Putaran II menyusun analisis dan sintesis temadap 5 kalimat dasar menjadi kalimat dalam urutan baru Putaran III analisis untuk kalimat menjadi kata sintesis untuk kata menjadi kalimat-kalimat baru Putaran IV: a. analisis untuk kalimat menjadi kata b. analisis untuk kata menjadi suku-kata c. sintesis untuk suku kata menjadi kata-kata baru d. sintesis untuk kata-kata baru menjadi kalimat-kalimat baru. Putaran V a. analisis untuk kalimat menjadi kata analisa kata menjadi suku-kata b. analisis untuk suku kata menjadi huruf c. sintesis untuk huruf menjadi suku-kata baru

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

26

d. sintesis untuk suku kata baru menjadi kata-kata baru e. sintesis untuk kata-kata baru menjadi kalimat-kalimat baru.

4. Jenis Kalimat dalam Membaca Permulaan

Proses kegiatan membaca dimulai dari penguasaan kode-kode bahasa, yang

diikuti oleh penguasaan kosa kata atau perbendaharaan kata, kemudian

pemahaman kalimat, paragraf, dan sampai pada akhirnya pemahaman teks /

wacana (Suryatin, 1990: 23).

Brougton dalam Tarigan (2008:13), mengemukakan bahwa secara garis

besar terdapat dua aspek pen ting dalam proses membaca: a. keterampilan yang

bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang

lebih rendah (lower order). Aspek kedua ini mencakup :

a. keterampilan yang bersifat mekanis

(1) pengenalan huruf; (2) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa,

kalimat dan lain-lain; (3) pengenalan hubungan korespodensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan

menyuarakan bahan tertulis atau "to bark at print"); (4) kecepatan membaca bertaraf lambat. b. keterampilan yang bersifat pemahaman (comperhension skills) yang dapat

dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek kedua ini mencakup:

(1) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal dan retorikal); (2) memahami signifikasi atau makna (maksud dan tujuan pengarang, relevansi

/keadaan budaya, reaksi pembaca); (3) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk); (4) kecepatan membaca yang fleksibel, yang sudah disesuaikan dengan

keadaan. Untuk dapat mengetahui gambaran yang jelas mengenai aspek-aspek membaca dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

27

Diagram 2.1 Aspek-Aspek membaca

Ketrampilan mekanis - pengenalan bentuk huruf

(urutan lebih rendah) - pengenalan unsure-unsur linguistic

- Pengenalan hubungan bunyi dan huruf

Aspek-aspek

Membaca Ketrampilan pemahaman - kecepatan membaca : lambat

(ureutan lebih tinggi - pemahaman pengertian sederhana

- pemahaman signifikasi/makna

- evaluasi/penilaian isi dan bentuk

- kecapatan membaca : fleksibel

(Tarigan, 2008:14)

Dalam penelitian ini karena merupakan kegiatan membaca permulaan, maka

aspek dalam proses membaca yang ingin dicapai adalah keterampilan yang

bersifat mekanis (mechanical skills) yang meliputi pengenalan huruf, pengenalan

unsur-unsur linguistik, pengenalan hubungan korespodensi pola ejaan dan bunyi,

dan kecepatan membaca bertaraf lambat. Aspek proses membaca yang lebih

tinggi yang merupakan keterampilan yang bersifat pemahaman bukan menjadi

aspek kajian penelitian ini.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

28

B. Menulis Permulaan

1. Pengertian Menulis Permulaan

Menulis ialah menjelaskan bahasa lisan menjadi tertulis, melalui proses

menyalin melahirkan pikiran / perasaan atau melukiskan lambang-lambang grafik.

Melalui tulisan, terjadi komunikasi antara penulis dengan pembaca. Untuk itu

fungsi utama menulis adalah melakukan komunikasi secara tidak langsung kepada

pembaca (Tarigan, 2008:22)

Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa

tulis yang bersifat produktif, artinya kemampuan menulis ini merupakan

kemampuan yang menghasilkan, dalam hal ini menghasilkan tulisan. Menulis

merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks.

Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan

logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jeias dengan

menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan dalam menerapkan katdah

tulis menulis dengan baik. Tarigan mengemukakan tentang menulis, ialah:

"menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan

suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat

membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahsa dan

gambaran grafik itu. Gambar atau lukisan mungkin dapat menyampaikan makna-

makna, tetapi tidak menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa. Menulis

merupakan refresentasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Hal ini

merupakan perbedaan utama antara lukisan dan tulisan, antara melukis dan

menulis. Dengan perkataan lain: menggambar huruf-huruf bukanlah menulis.

Seorang pelukis dapat saja melukis huruf-huruf Cina, tetapi ia tidak dapat

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

29

dikatakan menulis, kalau dia tidak tahu bagaimana cara menulis bahasa Cina,

yaitu kalau dia tidak memahami bahasa Cina beserta huruf-hurufnya. Dengan

kriteria seperti itu, maka dapatlah dikatakan bahwa menyalin / mengkopi huruf-

huruf ataupun menyusun menset suatu naskah dalam huruf-huruf tertentu untuk

dicetak bukanlah menulis kalau orang-orang tersebut tidak memahami bahasa

tersebut beserta refresentasinya" (Lado, 1979:143 dalam Tarigan, 2008: 22).

Sehubungan dengan "tujuan" penulisan suatu tulisan , maka Hugo Hartig,

Hippie (1973) sebagaimana dikutip oleh Tarigan (2008: 25) merangkumkannya

sebagai berikut.

a. assignment purpose (tujuan penugasan) Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali.

Penuiis menulis sesuatu karena ditugaskan , bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkurnkan buku, sekretaris yang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat)

b. altruistic purpose (tujuan altruistik) Penuiis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan

kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami , menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah "lawan" atau "musuh". Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan sesuatu tulisan.

a. persuasive purpose (tujuan persuasif) Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran

gagasan yang diutarakan b. informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan), Tulisan yang bertujuan member! informasi atau keterangan / penerangan

kepada para pembaca c. self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri). Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang

pengarang kepada para pembaca d. creative purpose (tujuan kreatif). Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi

"keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

30

e. problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah). Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang

dihadapi. Sang penulis ingin memperjelas, menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.

Peranan pengajaran menulis di sekolah dasar sangat penting, yaitu dengan

cara memberikan latihan secara kontinyu / praktek dalam rangka membina siswa

untuk disiplin menulis. Dalam KTSP tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah :

agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien

sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, memahami

bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai

tujuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, memanfaatkan karya sastra

untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan menghargai dan membanggakan

sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia

(Wirasana, 2011:12)

Pada bagian lain dijelaskan bahwa standar kompetensi yang dicapai

khususnya kelas satu adalah "Mampu menulis beberapa kalimat yang dibuat

sendiri dengan huruf lepas dan huruf sambung, menulis kalimat yang didiktekan

guru, dan menuklis rapi (handwriting) menggunakan huruf sambung". (Tim

Depdiknas,2003:34). Pengajaran menulis di sekolah dasar sangat efektif dalam

upaya meningkatkan keterampilan menulis siswa untuk mencapai tujuan

berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

31

Menulis dan membaca mempunyai kaitan yang sangat erat, tidak dapat

dipisahkan. Artinya, pada saat mengajarkan menulis kata atau kalimat, guru

mengajarkan pula kemampuan membaca kata atau kalimat tersebut. Kemampuan

menulis dan membaca permulaan harus sudah diajarkan mulai sejak dini yaitu di

kelas awal (satu). Khusus kemampuan membaca dan menulis yang diajarkan pada

kelas 1 dan kelas 2 SD/MI, merupakan kemampuan tahap awal atau tahap

permulaan. Sedangkan di kelas III, IV, V, dan VI disebut pembelajaran menulis

lanjut.

2. Komponen-Komponen Menulis Permulaan

Kemampuan menulis permulaan merupakan salah satu jenis kemampuan

berbahasa tulis yang bersifat produktif. Artinya kemampuan menulis ini

merupakan kemampuan yang menghasilkan suatu karya tulis, Untuk itu, .

kemampuan yang diperiukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan

logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas,

menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah tulis-

menulis dengan baik. Dalam BSNP (2006:2-7) disebutkan bahwa

Siswa mampu menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf dengan tulisan rapi dan jeias, menulis karangan sederhana, berbagai petunjuk, teks percakapan, surat pribadi, dan surat resmi dengan memperhatikan tujuan dan ragam pembaca dan menggunakan ejaan dan tanda baca serta kosakata yang tepat denganmenggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, menulis berbagai formulir, pengumuman, tata tertib, bernagai laporan, buku harian, poster, iklan, teks pidato dan sambutan. Kompetensi menulis juga diarahkan menumbuhkan kebiasaan menulis. Oleh karena itu, pembelajaran menulis dan membaca di kelas 1 dan kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah disebut pula cara menulis dan membaca permulaan.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

32

Sebelum sampai pada tingkat kemampuan menulis, siswa harus mulai dari

tingkat awal, tingkat permulaan, mulai dari pengenalan lambang- lambang bunyi.

Pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh pada tingkat permulaan pada

pembelajaran menulis permulaan, akan menjadi dasar peningkatan dan

pengembangan kemampuan siswa selanjutnya. Apabila dasar itu baik, kuat, maka

dapat diharapkan hasil pengembanganpun akan baik pula.

3. Langkah-Langkah Menulis Permulaan

Pelajaran membaca dan menulis di Madrasah sebagai dasar atau landasan

bagi pengembangan berbahasa pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk mencapai

tujuan tersebut, prosedur pengajaran membaca di Madrasah mutlak diperiukan

guru. Berbagai keterampilan yang dikembangkan guru seperti: prabaca,

pengenalan kata, pemahaman, dan membaca lungsional dilakukan dalam upaya

mengajarkan siswa membaca dengan benar. Untuk kegiatan prabaca (siswa yang

belum dapat membaca), langkah-langkah yang dilakukan adalah; (a) sambil

menulis kalimat atau suku kata, buat gerakan dari kiri ke kanan dengan gerakan

telunjuk secara bertanjut; (b) buat duplikat kata-kata atau kalimat, siswa

menjodohkannya; (c) siswa mencari kata-kata yang sesuai dengan isi yang ada

dalam wacana; (d) siswa menandai huruf-huruf tertentu yang sesuai dengan yang

ada dalam namanya; (e) suruh siswa mendengarkan bunyi tertentu ketika guru

membaca; (f) suruh siswa mencari kata-kata yang mempunyai persamaan,

Misalnya kata "satu", "baru". Guru bertanya mengapa sama dan mengapa beda,

Adrienne (1998: 36-37).

Untuk menarik minat siswa membaca, pada umumnya siswa SD/MI

menyenangi cerita. Guru dapat membacakan cerita yang menarik minat siswa, hai

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

33

ini sangat bermanfaat sekali untuk membantu siswa menyadari makna cerita,

Buku-buku banyak memuat hal-hal yang menarik dan mempesona. Sehubungan

dengan itu, Adrienne (1998: 37), mengungkapkan hal sebagai berikut: "Anak siap

membaca karena ia menginginkannya. la telah menemukan bahwa mendengarkan

cerita-ceria baru amatlah menyenangkan, dan mengulang-ngulang cerita favorit

merupakan hiburan. la tahu cerita tetap ada dalam bacaan dan gambar-gambar

yang dilihatnya kembali. la mulai menyadari bahwa ia dapat mengambil arti dari

tulisan yang ada di buku maupun di sekitamya".

5. Menulis Kalimat dalam Menulis Permulaan

Pada tahap pengenalan kata-kata, guru membantu siswa memperhatikan

huruf-huruf yang digunakan dalam penulisan kata-kata tersebut sampai cara

pengucapannya. Di bawah ini berbagai kegiatan yang dapat membantu

siswa mengambangkan keterampilan mengenal kata, yaitu: (a) membuat kartu-

kartu kata dari potongan kertas tebal, siswa menuliskan setiap kata dari wacana;

(b) untuk mempelajari kosakata, siswa mengucapkan kata tersebut, bukan huruf-

huruf yang mebentuk kata itu; (c) siswa meletakkan / menyusun kartu-kartu kata

sesuai dengan susunan dalam wacana; (d) siswa mencari kata-kata yang ada

daiam kartu yang dimuiai dengan bunyi tertentu. Misalnya, kata yang dimulai

dengan bunyi m. Buatlah daftar kata-kata tersebut dan bacalah bersama-sama

dengan memberikan tekanan pada bunyi /m/. Siswa membacakan sendiri kata

tersebut, seianjutnya menugaskan siswa mencari /m/ yang ada di tengah kata dan

/m/ pada akhir kata; (e) melingkari kata-kata yang sudah siswa kenal; (f)

membimbing siswa mengenal kata berimbuhan, misalnya: awalan me, ber; dan

akhiran kan, i, dsb.; (g) membimbing siswa menemukan vokal atau konsonan;

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

34

(h) membimbing siswa menunjukkan tempat-tempat meletakkan tanda baca.

(Tarigan, 1983).

Dalam Implementasi Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Berbahasa

yang penting dikuasai guru adalah: merangsang pikiran siswa, mendengarkan dan

mengarahkan interaksi siswa, menuliskan hal-hal yang didiktekan siswa,

menyuruh siswa membaca wacana sesuai tema sambil mengadakan diagnose, dan

menggunakan wacana untuk mengajarkan keterampilan membaca dan

memperkaya kosakata. Pendekatan ini sangat sesuai dengan tingkat kematangan

dan minat siswa, sebab langsung melakukan pengalaman sendiri.

Keterampilan berbahasa yang lainnya adalah menulis. Mengajarkan menulis

pada siswa sekolah dasar merupakan bagian yang yang penting dalam pengajaran

berbahasa di sekolah dasar. Sebelum siswa mampu menulis, dimulai dengan

mendengarkan cerita ataupun kegiatan membaca. Sebab siswa kelas I dan II

belum memiliki kemampuan menuangkan ide atau gagasan yang ada dalam

pikirannya secara otomatis. Menulis permulaan lebih diutamakan kepada

pengenalan huruf melalui kata-kata dan kalimat fungsional.

Untuk melatih keterampilan menulis, siswa dibimbing dengan membiasakan

menulis huruf secara tegak berangkai. Huruf tulis harus dilukiskan dengan huruf

tulis yang tegak (berdiri 90 derajat) dan huruf-huruf pada setiap kata ditulis secara

berangkai (tidak terputus). Gambar-gambar atau ilusrasi lainnya dapat membantu

siswa memudahkan siswa dalam menulis selain itu, membaca berulang-ulang dari

suatu wacana sangat efektif dalam memperlancar siswa menulis. Siswa

termotivasi untuk menuliskan kembali kalimat demi kalimat dari teks tersebut.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

35

Selanjutnya siswa menceritakan ulang isi bacaan secara tertulis. Guru

membimbing siswa menuliskan kata-kata pokok dalam setiap kalimat.

Untuk membantu minat dan motivasi siswa dalam menulis, guru dituntut

menciptakan suatu kondisi yaitu dengan cara menyediakan bahan bacaan dan

memberikan kesempatan menulis kepada siswa. Dengan keterampilan membaca

siswa terampil menulis. Dari bacaannyalah siswa melahirkan aspirasi berupa ide

atau gagasan baru yang dapat dituangkan ke dalam tulisan.

Dengan demikian, untuk mengembangkan minat membaca dan menulis

perlu diperhatikan beberapa pedoman antara lain sebagai berikut.

1. Guru harus mengembangkan fungsi psikologis anak, sehingga ia menyadari bahwa: a. ia harus padai mendengarkan dengan baik dan harus mengerti benar

apa yang dikatakan orang lain kepadanya; b. ia harus pandai berbicara dengan baik, membuat kaiimat-kalimat

dengan baik, meskipun masih sederhana; c. ia harus sudah dapat mengucapkan kata-kata dengan betul; d. ia harus mengerti bahwa tanda huruf tertentu dapat melukiskan kata-

kata atau isi hatinya; dan e. ia harus menyadari, bahwa apa yang ditulisnya mengandung arti bagi

dirinya dan juga bagi orang lain; 2. Guru harus mengembangkan fungsi fisik anak, sehingga ia pandai

memegang alat tulis dengan baik serta dapat menggerakkan tangannya untuk menulis;

3. Guru harus mampu menyadarkan para siswa, bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik, seorang pengarang yang terkenal memerlukan ketekunan menulis secara terus menerus. Untuk menjadi seorang pengarang, ia harus lebih tabah dari pekerja lain;

4. Siswa harus mengerti, tidak ada sebuah lembaga pendidikan yang khusus mencetak seorang pangarang. Pengarang muncul dari orang yang rajin menulis dan menulis sehari-hari;

5. Untuk mengembangkan minat dan keterampilan menulis dipertukan: a. rajin membaca, terutama buku-buku sastra dengan penulis disiplin; b. berlatih terus menerus, mengakap, berpikir dan menulis; c. rajin mengisi buku harian dengan penuh disiplin; d. merantau jauh untuk mefihat objek yang lebih luas untuk dijadikan

sebagai bahan tulisan; e. berlaku jujur dalam menulis cerita yang benar;

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

36

f. membiasakan diri setiap hari menulis, sehingga tumbuh minat dan merasa kekurangan dalam hidup kalau belum menulis (Ahk. Hadimadja; 1971:16-23)

Menurut Baderi (1985:66), bahan-bahan yang akan diajarkan untuk

keperluan Membaca Menulis Permulaan (MMP), baik tanpa buku maupun dengan

buku adalah bahan yang telah dikuasai anak. Bahan itu berupa perbendaharaan

kata yang telah dikenal dan dikuasai anak lewat lingkungannya. Kata-kata yang

telah dikenal anak, dikembangkan menjadi kalimat-kalimat sedemana dan

semakin lama semakin kompleks. Guru dapat merangsang siswa untuk berpikir

tentang pengalamannya masing-masing, misalnya " dari cerita tersebut, dapatkah

kamu menceritakan kembali Menulis permulaan untuk siswa kelas awal, masih

menggunakan huruf kecil. Proses belajar menulis di MI dilakukan melalui proses:

(1) mendengarkan, (2) bercakap-cakap, (3) membaca, (4) menulis kerangka, (5)

memajangkan (P2SD, 1996:31). Siswa kelas I atau II pada dasamya belum

memiliki kemampuan untuk menuangkan ide, gagasan yang ada dalam piktran

secara otomatis, melainkan harus dibantu / dirangsang atau diarahkan melalui

cerita, bercakap-cakap dan membaca. Untuk kegiatan prabaca berbagai langkah

yang dilakukan di antaranya " guru menyuruh siswa untuk melingkari huruf-huruf

tertentu, misalnya huruf-huruf yang sama dengan yang ada dalam namanya.

Siswa mendengarkan cerita guru, siswa harus bertepuk tangan waktu

mendengarkan bunyi yang ditentukan itu" dsb. Melatih siswa untuk trampil

membaca dan menulis, benda-benda visual dapat digunakan seperti: gambar,

boneka, bunga, foto, buku gambar dsb, yang betul-betul dikenal siswa. Misalnya:

"sebutkan nama-nama temanmu dari foto yang kamu bawa!"

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

37

C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Kelas Awal

Anak yang berada di kelas awal adalah anak yang berada pada rentangan

usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa

yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini

seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang

secara optimal.

Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD/MI

biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu

mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan

kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap

bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang

pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang

berada pada usia kelas awal MI antara lain mereka telah dapat menunjukkan

keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman

sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

Perkembangan emosi anak usia 6 - 8 tahun antara lain anak telah dapat

mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah

mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah.

Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal MI ditunjukkan dengan

kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat

terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara,

memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan

waktu.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

38

Syaiful sagala dalam (Piaget, 2011:24) menyatakan bahwa setiap anak

memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan

lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki

struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam

pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya.

Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi

(menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan

akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk

menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan

membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan

cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui

interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar

anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya.

Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar

terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.

Anak usia SD/Madrasah Ibtidaiyah berada pada tahapan operasi konkret.

Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai

berikut: (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek

situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak,

(2) Mulai berpikir secara operasional, (3) mempergunakan cara berpikir

operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4)membentuk dan

mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan

mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) memahami konsep substansi,

volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat (Departemen Pendidikan, 2006:5)

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

39

Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan

belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: (Syaiful Sagala, 2011:25)

1. Konkrit

Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang

konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan

titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.

Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih

bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan

yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih

bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

2. Integratif

Pada tahap usia Madrasah Ibtidaiyah anak memandang sesuatu yang

dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep

dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif

yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.

3. Hierarkis

Pada tahapan usia Madrasah Ibtidaiyah, cara anak belajar berkembang

secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis,

keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .

Dalam kaitannya dengan pembelejaran bahasa dan sastra Indonesia,perlu

dikaji karakteristik dan perkembangan kejiwaan anak yang meliputi aspek

kognitif, aspek psikomotor, dan aspek afektif.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

40

D. Pendekatan Tematik dalam Implementasi Kurikulum

1. Pengertian

Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema

untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan

pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983:1040). Dengan

tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:

a) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu; b) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan

berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama;

c) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; d) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan

mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; e) siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena

materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; f) siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam

situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;

g) suru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. (LPMP, 2006: 8)

2. Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga

aliran filsafat yaitu: (a) progresivisme, (b) konstruktivisme, dan (c) humanisme.

Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada

pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah

(natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

41

pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam

pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau

bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi

dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak

dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus

diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu

yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.

Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam

perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi

keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya, (LPMP,

2006:5)

Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan

dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi

perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran

tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya

sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan

kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut

disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.

Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai

kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di

sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh

pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

42

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik

pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai

dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).

3. Ciri-Ciri Pembelajaran Tematik

Darwis Sasmedi dalam (LPMP, 2006:6) mengemukakan bahwa pendekatan

tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :

Ciri khas pembelajaran tematik: (a) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (b) kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (c) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (d) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (e) mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Sesuai dengan karakteristik-karakteristik tersebut, yang dimaksud dengan

pendekatan tematik adalah pembelajaran dengan menggunakan tema yang

disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, berangkat dari kebutuhan,

pembelajaran lebih bermakna atau meaning full, dan mengembangkan

ketrampilan berpikir dan sosial. Dalam penelitian ini pendekatan pembelajaran

untuk pengembangan kemampuan-kemampuan siswa dalam membaca dan

menulis berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap, dan minat melalui

pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam diskripsi ini dijelaskan lebih jauh tentang

definisi operasional kemampuan atau kompetensi membaca dan menulis sebagai

kerangka teoritis terhadap kemampuan membaca dan menulis.

4. Prosedur Pembelajaran Tematik

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

43

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal

yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi

dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus dan penyusunan

rencana pelaksanaan pembelajaran.

a) Pemetaan Kompetensi Dasar

Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara

menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator

dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan

yang dilakukan adalah:

b) Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam

indikator

Melakukan kegiatan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar

dari setiap mata pelajaran ke dalam indikator. Dalam mengembangkan indikator

perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(1) indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik;

(2) indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran;

(3) dirumuskan dalam kata kerja oprasional yang terukur dan/atau dapat

diamati.

c) Menentukan tema

cara penentuan tema

Dalam menentukan tema dapat dilakukan dengan dua cara yakni:

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

44

Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang

terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan

menentukan tema yang sesuai.

Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan,

untuk menentukan tema tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta

didik sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

d) Prinsip Penentuan Tema

Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu:

(1) Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa: (2) Dari yang termudah menuju yang sulit (3) Dari yang sederhana menuju yang kompleks (4) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak. (5) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir

pada diri siswa (6) Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan

siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya, (LPMP, 2006:10)

e) Identifikasi dan Analisis Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan

Indikator

Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap Standar Kompetensi,

Kompetensi Dasar dan indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga

semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis.

f) Menetapkan Jaringan Tema

Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan

indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan

terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata

pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi

waktu setiap tema.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

45

g) Penyusunan Silabus

Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya

dijadikan dasar dalam penyusunan silabus. Komponen silabus terdiri dari

standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar,

alat/sumber, dan penilaian.

h) Penyusunan Rencana Pembelajaran

Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru perlu menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran. Rencana pembelajaran ini merupakan realisasi

dari pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam silabus

pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi:

(1) identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan,

kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang

dialokasikan);

(2) kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan;

(3) materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam

rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator;

(4) strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang

harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran

dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator,

kegiatan ini tertuang dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup);

(5) Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian

kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

46

pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus

dikuasai, (LPMP, 2006:11)

Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan

untuk menilai pencapaian belajar peserta didik serta tindak lanjut hasil penilaian

(Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan

Nasional 2006)

i) Evaluasi

(a) Pengertian Evaluasi

Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk

mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan,

dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan

perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program

kegiatan belajar (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan

Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006

(b) Tujuan Evaluasi

Tujuan Penilaian pembelajaran tematik adalah:

(1) Mengetahui percapaian indikator yang telah ditetapkan

(2) Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk pengetahui hambatan yang

terjadi dalam pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran

(3) Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan

pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa sebagai acuan dalam

menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan, dan

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

47

pemantapan). (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan

Departemen Pendidikan Nasional 2006)

(c) Prinsip Evaluasi

1) Penilaian di kelas I dan II mengikuti aturan penilaian mata-mata

pelajaran lain di sekolah dasar. Mengingat bahwa siswa kelas I SD

belum semuanya lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian di

kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis.

2) Kemampuan membaca, menulis dan berhitung merupakan

kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik kelas I dan II.

Oleh karena itu, penguasaan terhadap ke tiga kemampuan tersebut

adalah prasyarat untuk kenaikan kelas.

3) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masing-

masing Kompetensi Dasar dan Hasil Belajar dari mata-mata pelajaran.

4) Penilaian dilakukan secara terus menerus dan selama proses belajar

mengajar berlangsung, misalnya sewaktu siswa bercerita pada

kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti dan menyanyi pada

kegiatan akhir.

5) Hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru

dalam mengambil keputusan siswa misalnya: penggunaan tanda baca,

ejaan kata, maupun angka. (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan

Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)

(d) Alat Evaluasi

Alat penilaian dapat berupa tes dan non tes. Tes mencakup: tertulis,

lisan, atau perbuatan, catatan harian perkembangan siswa, dan porto

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

48

folio. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang lebih

banyak digunakan adalah melalui pemberian tugas dan portofolio.

Guru menilai anak melalui pengamatan yang lalu dicatat pada sebuiah

buku bantu. Sedangkan tes tertulis digunakan untuk menilai

kemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui tentang

penggunaan tanda baca, Jean, kata atau angka (Pusat Kurikulum

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan

Nasional 2006: 15)

Berikut adalah contoh penilaian yang dapat dilakukan guru: A. Ilmu Pengetahuan Sosial : Tes Lisan

• Menyebutkan peristiwa/kegiatan yang dialami

• Mengemukakan peristiwa/kegiatan yang berkesan

• Mengekspresikan perasaan waktu memberi kesan.

B. Bahasa Indonesia : Perbuatan

• Kelancaran membaca • Melafalkan kata • Melagukan/intonasi • Cara bertanya jawab Tugas

• Melengkapi kalimat

(e) Aspek Evaluasi

Pada pembelajaran tematik penilaian dilakukan untuk mengkaji

ketercapaian Kompetensi Dasar dan Indikator pada tiap-tiap mata

pelajaran yang terdapat pada tema tersebut. Dengan demikian

penilaian dalam hal ini tidak lagi terpadu melalui tema, melainkan

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

49

sudah terpisah-pisah sesuai dengan Kompetensi Dasar, Hasil Belajar

dan Indikator mata pelajaran.

Nilai akhir pada laporan (raport) dikembalikan pada kompetensi mata

pelajaran yang terdapat pada kelas satu dan dua Sekolah Dasar, yaitu: Bahasa

Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kewarganegaraan

dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, dan Pendidikan

Jasmani, Olahraga dan kesehatan. (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan

Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)

j) Penilaian Hasil Pembelajaran Melalui Pendekatan Tematik

Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang

dapat dibedakan yaitu tujuan pembelajaran, pengalaman (proses) belajar

mengajar, dan basil belajar. Ketiga unsur tersebut dapat diketahui melalui proses

penilaian. Selain itu, untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian tujuan

diperlukan suatu alat atau kegiatan yang disebut penilaian. Menurut Sudjana

(2002:3) "Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada

objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu".

Kegiatan pendidikan atau pembelajaran merupakan suatu proses mencapai

sejumlah tujuan yang telah ditetapkan. Pernyataan itu sependapat dengan

Tuckman dalam Nurgiyantoro (2001:5) yang mengemukakan, "Penilaian sebagai

suatu proses untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses kegiatan,

keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah

ditentukan". Begitu pula menurut Cronbach dalam Nurgiyantoro "Penilaian adalah

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

50

proses pengumpulan dan penggunaan informasi yang dipergunakan sebagai dasar

pembuatan keputusan tentang program pendidikan"(2001:7).

Penilaian sebagai suatu proses memerlukan langkah-langkah. Langkah-

langkah penilaian menurut Buchori dan Nurkancana dalam Nurgiyantoro berikut

ini.

Langkah pertama adalah perencanaan yang berisi kegiatan-kegiatan perumusan tujuan penilaian, penetapan aspek yang dinilai, penentuan metode penilaian, penyusunan alat penilaian, dan penentuan kriteria penilaian. Langkah kedua pengumpulan data yang berupa pelaksanaan penilaian, pemeriksaan hasil penilaian, dan pemberian skor. Langkah ketiga adalah pengolahan data hasil penilaian melalui teknik statistik atau nonstatistik, Langkah keempat adalah penafsiran terhadap hasil kegiatan pengolahan data dengan mendasarkan diri pada norma tertentu. Langkah terakhir adalah penggunaan hasil penilaian. (2001:9). Langkah kedua pengumpulan data yang berupa pemberian skor berdasarkan

kriteria penilaian yang telah ditentukan pada instrumen penilaian. Pada saat

pengolahan data melalui teknik nonstatistik ditentukan kategori penilaian

berdasarkan acuan patokan penilaian. Acuan patokan penilaian dari persentase

nilai atau skor dengan kategori menurut Nurgiyantoro (2001:400) tampak pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Perhitungan Persentase Skala Sepuluh

Interval persentase tingkat penguasaan

Nilai ubahan skala sepuluh

Keterangan/Kategori

96 % - 100 % 10 Sempurna/Tinggi sekali 86 % - 95 % 9 Baik sekali/Tinggi sekali 76 % - 85 % 8 Baik / Tinggi 66 % - 75 % 7 Cukup 56 % - 65 % 6 Sedang 46 % - 55 % 5 Hampir sedang 36 % - 45 % 4 Kurang/Rendah 26 % - 35 % 3 Kurang sekali/Rendah sekali 16 % - 25 % 2 Buruk 0 % - 15% 1 Buruk Sekali

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011

51

E. Kerangka Penelitian

Paradigma penelitian merupakan aturan atau acuan dalam proses

pelaksanaan penelitian. Alternatif pemilihan paradigma penelitian disesuaikan

dengan topik pennasalahan penelitian dan metode penelitian.

Alur paradigma penelitian ini dapat digambarkan berikut ini.

Diagram 2.2. Alur Paradigma Penelitian

Fenomena

oPemahaman kata masih rendah

oKualitas keterampilan berbahasa masih kurang

Solusi

Penerapan pendekatan dalam pembelajara

Penerapan pendekatan tematik OMenggali/mencari

informasi o Mendiskusikannya o Meneliti kebenaran

oMenyajikan informasi

(semua itu didasari de-

ngan kerja yang rapi, pe-

nuh kehati-hatian, raha-

sia, dan tanggung jawab.

Penerapan pendekatan

tematik (kelompok

Eksperimen)

Analisis

pendekatan

tematik

Analisis hasil

membaca menulis

permulaan dalam

mapel IPS

Siswa Adanya peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan Guru Ahernatif pemilihan pendekatan pembelajaran.

Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011