BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Kewirausahaan...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Kewirausahaan...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Kewirausahaan
1. Pengertian Jiwa Kewirausahaan
Hisrich(dalam Sumanto, 1989: 45 – 77)menyatakan kewirausahaan
merupakan proses mengkreasi sesuatu yang baru, yang bernilai dengan
mencurahkan waktu dan upaya, serta menanggung risiko sehingga dapat
mencapai keberhasilan.Pendapat lain dikemukakan bahwa entrepreneure
mempunyai ciri : (1) Memiliki moral yang tinggi, yaitu manusia yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kemerdekaan batin,
mementingkan keutamaan, memiliki kasih sayang, loyal terhadap hukum dan
memiliki sifat keadilan, (2) Sikap mental wirausahawan yakni berkemauan
keras, berkeyakinan kuat atas kekuatan yang ada pada dirinya, jujur dan
bertanggung jawab, memiliki ketahanan fisik dan mental, tekun serta ulet
dalam bekerja dan berusaha, serta memiliki pemikiran yang konstruktif
kreatif, (3) Peka terhadap lingkungan yang meliputipengenalan terhadap arti
lingkungan, senantiasa bersyukur atas segala yang diperoleh dan dimiliki,
keinginan yang besar untuk menggali dan mendayagunakan sumbersumber
ekonomi di lingkungan setempat, serta menghargai dan memanfaatkan waktu
secara efektif, (4) Memiliki keterampilan wiraswasta yang meliputi
keterampilan berpikir kreatif, keterampilan membuat keputusan, keterampilan
dalam kepemimpinan, keterampilan manajerial serta keterampilan dalam
human relations (Wasty Sumanto, 1989: 45 – 77).
10
Kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk
memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang
dihadapi setiap hari. Lebih sederhana kewirausahaan adalah suatu
kemampuan
(ability) dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan
dasar.9
Sedangkan Utsman Najati menerangkan bahwa dalam ajaran Islam sendiri
menganjurkan manusia untuk melakukan wirausaha dan selalu mencari
karuniaAllah di muka bumi.
Kewirausahaan pada hakikatnya adalah suatu sikap, jiwa dan
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bernilai serta berguna
bagi diri dan orang lain. Kewirausahaan muncul apabila seseorang berani
mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide baru. Dalam jiwa kewirausahaan
tertanam jiwa yang selalu aktif, kreatif, berkarya dan inovatif untuk
meningkatkan pendapatan dalam usahanya. Wirausaha adalah orang yang
kreatif menciptakan dan memanfaatkan peluang dalam mengembangkan
usahanya. Seorang wirausaha selalu berusaha meningkatkan kreasi dan
inovasi dalam memanfaatkan peluang. Menurut Kasmir (2006:19),
kewirausahaan adalah suatu kemampuan menciptakan kegiatan usaha.
Kemampuan menciptakan dan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi
dari yang sudah ada sebelumnya. Kemampuan berwirausaha yang kreatif dan
inovatif dapat dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang
menuju sukses (Suryana, 2006: 2).
11
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kewirausahaan adalah proses mengkreasikan diri tanpa menggantungkan
orang lain dan membangun dirinya untuk jujur dan bertanggung jawab serta
menghargai dan memanfaatkan waktu secara efektif.
Kewirausahaan muncul apabila seorang individu berani
mengembangkan
usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi,
aktivitas, dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan
penciptaanorganisasi usaha. Oleh karena itu, wirausaha adalah orang yang
memperoleh peluang dan menciptakan suatu organisasi untuk mengejar
peluang itu. Fungsinya adalah memperkenalkan barang baru, melaksanakan
metode produk baru, membuka pasar baru, membuka bahan/sumber-sumber
baru dan pelaksanaan organisasi baru.Dalam kewirausahaan, faktor motivasi
sangat penting. Motivasi menurut Hasibuan adalah suatu kekuatan yang
dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya.
Kebutuhan dasar manusia tersebut menurut Maslow adalah sebagai
berikut:
1. Kebutuhan untuk mempertahankan hidup secara fisik
2. Kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan
rasa memiliki-dimiliki
3. Kebutuhan akan rasa diterima oleh orang lain di lingkungan ia hidup dan
bekerja (sense of belonging).
4. Kebutuhan akan perasaan dihormati (sense of importance)
12
5. Kebutuhan akan perasaan kemajuan di segala bidang
6. Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation)
7. Kebutuhan akan aktualisasi diri dan penghargaan
8. Kebutuhan estetik dan pertumbuhan
Dari beberapa konsep kewirausahaan di atas, ada 6 hakikat penting
kewirausahaan, yaitu:
1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku
yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat,
proses, dan hasil bisnis.
2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda.
3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan
keinovasian dalam memecahkan persoalan.
4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai
suatu usaha dan perkembangan usaha.
5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang
baru dan sesuatu yang berbeda yang bermanfaat memberikan nilai
lebih.
6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan
berbeda untuk memenangkan persaingan. Sedangkan menurut para
ahli, arti kata kewirausahaan berbeda-beda karena adanya perbedaan
penekanan.
13
Richard Cantillon mendefinisikan kewirausahaan sebagai orang-
orang yang menghadapi risiko yang berbeda dengan mereka yang
menyediakan modal. Jadi definisi Cantillon lebih menekankan pada
bagaimana seseorang menghadapi risiko atau ketidakpastian. Pendapat yang
sama juga dikemukakan oleh Blaudeu bahwa kewirausahaan adalah orang-
orang yang menghadapi risiko, merencanakan, mengawasi, mengorganisir
dan memiliki. Demikian halnya Albert Shapero mendefinisikan sebagai
pengambilan inisiatif mengorganisir suatu mekanisme sosial ekonomi dan
menghadapi risiko kegagalan. Definisi kewirausahaan dengan penekanan
pada penciptaan hal-hal baru dikemukakan oleh Joseph Schumpeter, bahwa
kewirausahaan adalah melakukan hal-hal baru atau melakukan hal-hal yang
sudah dilakukan dengan cara baru, termasuk di dalamnya penciptaan produk
baru dengan kualitas baru, metode produksi, pasar, sumber pasokan dan
organisasi. Schumpeter mengaitkan wirausaha dengan konsep yang
diterapkan dalam konteks bisnis dan mencoba menghubungkan dengan
kombinasi berbagai sumberdaya.
2. Tujuan Kewirausahaan
Tujuan kewirausahaan adalah membangun kebiasaan anak untuk
menjadi mandiri baik hard skill maupun soft skil, berfikir kreatif dan inovatif,
memperkuat rasa tanggung jawab dan mendidik anak untuk mandiri. Anak
akan berfikir untuk membuat peluang kerja tanpa harus menjadi karyawan
karena sudah memperoleh pembekalan mulai anak diajarkan untuk mandiri
(Ketua MPS PWM JATIM).
14
Menurut Sinarasri (2010) bahwa membangun kematangan sikap
berwirausaha sebagai salah satu upaya dalam rangka menumbuhkan
kecakapan hidup bagi anak-anak yang tinggal di panti asuhan dengan
memberikan pendidikan non formal dalam bidang kewirausahaan. Tujuan
dari program ini adalah memberikan bekal bagi peserta agar memiliki
keterampilan, pengetahuan dan sikap dalam memasuki dunia wirausaha yang
mandiri. Disamping itu, anak-anak panti asuhan akan diberikan pemahaman
yang meliputi pembinaan fisik, mental, kemandirian maupun pelatihan
keterampilan agar memiliki motivasi, etos kerja yang tinggi dan dapat
menghasilkan karya-karya yang unggul sehingga mampu bersaing di dunia
luar. Dengan pengetahuan kewirausahaan yang mumpuni, diharapkan akan
mampu menumbuhkan sikap kemandirian yang matang, agar biaya hidup dan
biaya pendidikan dapat berjalan lancar serta dapat membantu meringankan
beban panti, maka mereka perlu diberdayakan untuk perbaikan kualitas
hidupnya.
3. Manfaat Kewirausahaan
Menurut Evy (2016) bahwa beberapa manfaat yang dapat diperoleh
melalui berwirausaha yang mungkin saja sulit atau bahkan tidak dapat
diperoleh jika memilih berkarir atau bekerja pada lembaga/instansi milik
orang lain atau pemerintah. Manfaat tersebut terdiri dari manfaat bagi diri
sendiri dan bagi masyarakat, sebagaimana yang diuraikan berikut ini:
a. Memiliki kebebasan untuk mengaktualisasikan potensi diri yang dimiliki
Banyak wirausahawan yang berhasil mengelola usahanya karena
15
menjadikan keterampilan/hobbynya menjadi pekerjaannya. Dengan
demikian dalam melaksanakan aktifitas pekerjaannya dengan suka cita
tanpa terbebani.
Berwirausaha menjadikan diri kita memiliki kebebasan untuk
menentukan nasib sendiri dengan menentukan dan mengontrol sendiri
keuntungan yang ingin dicapai dengan tanpa batas. Dengan adanya
penentuan keuntungan yang akan dicapai, kita juga memiliki kebebasan
untuk mengambil tindakan dalam melakukan perubahan-perubahan yang
menurut kita penting untuk dapat mencapainya.
b. Memiliki peluang untuk berperan bagi masyarakat. Dengan berwirausaha,
kita memiliki kesempatan untuk berperan bagi masyarakat. Wirausahawan
menciptakan produk (barang dan/atau jasa) yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Pemberian pelayanan kepada seluruh masyarakat terutama
konsumenyang dilandasi dengan tanggung jawab sosial melalui penciptaan
produk yang berkualitas akan berdampak pada adanya pengakuan dan
kepercayaan pada masyarakat yang dilayani.
Adanya manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat dalam
berwirausaha dapat menjadi motivasi tersendiri bagi kita tergerak untuk
mulai berwirausaha. Perlu disadari bahwa pada dasarnya kita bertindak
sebagian besar dipengaruhi oleh motivasi, bukan karena terpaksa.
Kesuksesan atau keti daksuksesan seseorang dalam karirnya sangat
tergantung dari motivasinya untuk menjalankan karirnya tersebut.
Seandainya kita dapat memulai menanamkan dalam hati kita bahwa
dengan berwirausaha akan memberikan manfaat bagi diri kita dan
16
masyarakat, serta manfaat-manfaat lain yang akan diperoleh, mungkin kita
akan termotivasi untuk memulai berwirausaha. Memperbanyak alasan
untuk tidak memulai sebenarnya adalah penghambat bagi kita untuk
termotivasi. Terkait dengan motivasi untuk berwirausaha, setidaknya
terdapat enam “tingkat” motivasi berwirausaha dan tentunya masing-
masing memiliki indikator kesuksesan yang berbeda-beda, yaitu:
a. Motivasi material, mencari nafkah untuk memperoleh pendapatan atau
kekayaan.
b. Motivasi rasional-intelektual, mengenali peluang dan potensialitas
pasar, menggagas produk atau jasa untuk meresponnya.
c.Motivasi emosional-ekosistemik, menciptakan nilai tambah serta
memelihara kelestarian sumberdaya lingkungan.
d. Motivasi emosional-sosial, menjalin hubungan dengan atau melayani
kebutuhan sesama manusia.
e. Motivasi emosional-intrapersonal (psiko-personal), aktualisasi jatidiri
dan/atau potensipotensi diri dalam wujud suatu produk atau jasa yang
layak pasar.
f. Motivasi spiritual, mewujudkan dan menyebarkan nilai-nilai
transendental, memaknainya sebagai modus beribadah kepada Tuhan.
Umumnya seseorang yang memulai berwirausaha termotivasi untuk
mencari nafkah melalui perolehan pendapatan dan untuk memperoleh
kekayaan.
17
B. Konsep Kemandirian
1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan istilah yang serius dikaitkan dengan tindakan
yang berdiri di atas kaki (berdirikan) dan tanpa menggantungkan kepada
orang lain. Seseorang dapat dikatan mandiri apabila orang tersebut mampu
mencukupi sendiri kebutuhannya. Seperti pendapat Bathia yang di kutip
Chabib Thaha bahwa perilaku mandiri merupakan perilaku yang aktivitasnya
diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain
dalam melakukan pemecahan masalah yang dihadapinya. Kemandirian yang
harus ditanamkan kepada anak asuh melalui kewirausahaan yaitu anak dilatih
untuk bisnis jualan, melalui produknya sendiri maupunproduk lainnya dan
anak juga diberi bimbingan dalam dunia peternakan, mulai dari pemanfaatan
limbah menjadi pupuk, limbah menjadi biogas dan hasil sapi sendiri (susu).
Dengan cara seperti itulah anak akan mempunyai jati diri yang
terbentuk dari umur yang muda dengan kebiasaan-kebiasaan yang menjiwai.
Banyak anak asuh panti yang menggantungkan orang lain karena merasa
bahwa dirinya hanya memenuhi kewajiban seorang pelajar jadi tanpa harus
menjiwai kemandirian untuk berwirausaha.
Menurut Parker (2005: 226), megartikan kemandirian (self-reliance)
adalah kemampuan untuk mengelola semua apa yang kita miliki, kita tahu
bagaimana mengelola waktu, berjalan dan berfikir secara mandiri, disertai
dengan kemampuan untuk menanggung resiko dan memecahkan masalah,
tidak ada kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan orang lain ketika hendak
melangkah atau melakukan sesuatu yang baru, tidak membutuhkan
18
persetujuan yang detail dan terus menerus tentang bagaimana mencapai
produk akhir. Kemandirian menurut Benardib (Mutadin, 2002: 1), merupakan
perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah,
mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa
bantuan orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kemandirian adalah suatu keadaan dimana seseorang mampu berdiri sendiri
dengan sikap bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya, mampu
mengambil sikap dan tindakan beserta memiliki inisiatif untuk mengatasi
masalah yang di hadapinya.
2. Tujuan Kemandirian
Adapun tujuan dari kemandirian ini adalah melatih seseorang mampu
memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain dan
melakukan sesuatu tanpa ada dorongan dari orang lain sehingga hasil yang di
dapatkan maksimal sesuai dengan keinginannya. Tujuan lain dari
kemandirian yaitu menjadikan anak bermanfaat untuk orang lain yang sedang
membutuhkan.
3. Ciri-ciri Kemandirian
Menurut Gea (2002:145) menyebutkan beberapa hal yaitu percaya diri,
mampu bekerja sendiri, menguasai keahlian dan keterampilan, menghargai
waktu dan bertanggung jawab. Kemandirian mempunyai ciri-ciri tertentu
yang telah digambarkan oleh Parker dan Mahmud berikut ini: Menurut Parker
pribadi yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
19
1) Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu dan
diminta hasil pertanggung jawaban atas hasil kerjanya.
2) Independensi adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak tergantung
kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan. Independensi juga
mencakup ide adanya kemampuan mengurus diri sendiri dan
menyelesaikan masalahnya sendiri.
3) Otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan sendiri, berarti
mampu untuk mengendalikan atau mempengaruhi apa yang akan terjadi
kepada dirinya sendiri.
4) Keterampilan memecahkan masalah, dengan dukungan dan arahan yang
menandai, individu akan terdorong untuk mencapai jalan keluar bagi
persoalan-persoalan praktis relasional mereka sendiri.
4. Aspek Kemandirian
Steinberg (dalam Mu’tadin, 2002), mengemukakan bahwa aspek-aspek
kemandirian meliputi :
a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)
Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk mulai
melepaskan diri secara emosi dengan orangtua dan mengalihkannya pada
hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan memutuskan hubungan
dengan orangtua. Remaja yang mandiri secara emosional tidak
membebankan pikiran orangtua meski dalam masalah. Remaja yang
mandiri secara emosional tidak melihat orangtua mereka sebagai orang
yang tahu atau menguasai segalanya. Remaja yang mandiri secara emosi
20
dapat melihat serta berinteraksi dengan orangtua mereka sebagai orang-
orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar pikiran.
b. Kemandirian Perilaku(Behavioral Autonomy)
Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja untuk mandiri
dalam membuat keputusanya sendiri dengan mempertimbangkan berbagai
sudut pandang. Mereka mengatahui kepada siapa harus meminta nasehat
dalam situasi yang berbeda-beda. Remaja mandiri tidak mudah
dipengaruhi dan mampu mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang
diterima. Remaja yang mandiri secara perilaku akan terlihat lebih percaya
diri dan memiliki harga diri yang lebih baik. Mereka yang mandiri secara
perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang buruk atau semena-mena
yang dapat menjatuhkan harga diri mereka.
c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)
Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih abstrak
mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan agama untuk
menyatakan benar atau salah berdasarkan keyakinan-keyakinan yang
dimilikinya. Remaja dapat memberi penilaian benar atau salah berdasarkan
keyakinannya dan tidak dipengaruhi aturan yang ada pada masyarakat.
Remaja yang mandiri dalam nilai akan lebih berprinsip. Prinsip yang
terkait dengan hak seseorang dalam kebebasan untuk berpendapat atau
persamaan sosial.
21
C. Konsep Panti Asuhan
1. Pengertian Panti Asuhan/ Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan
sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial pada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan
dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang
tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada
anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai
bagi pengembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai
bagian dari generasi penerus cita- cita bangsa dan sebagai insan yang akan
turut serta aktif dalam bidang pembangunan Nasiona (Depsos RI, 2014: 4).
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memiliki standart pengasuhan
yang disesuaikan dengan kebutuhan terbaik anak. Standart pengasuhan yang
dikembangkan dengan memanfaatkan pendekatan Ekologi, Psikososial,
perspektif kekuatan dan perlindungan anak.Dengan memadukan pendekatan-
pendekatan tersebut anak berada pada posisi sebagai aktor dalam lingkungan
sosial yang dipengaruhi oleh dan mempengaruhi berbagai sistem, keluarga,
komunitas, masyarakat maupun kebijakan-kebijakan yang mendukung
kehidupan anak.Posisi ini pula yang memungkinkan anak dihargai secara
individual, mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dan terpenuhinya
hak hak anak dalam hal perlindungan. (Standart Pengasuhan Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak.
22
2. Pengertian Anak Asuh
Menurut Undang- Undang No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan
anak menetapkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pada umumnya orang
berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan mas yang terpanjang dalam
rentang kehidupan. Bagi kebanyakan anak, masa kanak-kanak seringkali
dianggap tidak ada akhirnya sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yakni
pengakuan dari masyarakat, bahwa mereka bukan anak-anak lagi melainkan
orang dewasa. Perkembangan setiap manusia melalui beberapa tahap. Tahapan
perkembangan ini berlangsung secara berurutan terus-menerus dan dalam
tempo perkembangan tertentu dan bisa berlaku umum. Untuk lebih jelasnya
tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:
a. Masa pra-lahir : dimulai saat terjadinya konsepsi – lahir
b. Masa jabang bayi : 1 minggu-2 minggu
c. Masa bayi : 2 minggu – 1 tahun
d. Masa anak : masa anak-anak awal : 1 tahun-6 tahun masa anak-
anak lahir : 6-12/13 tahun
e. Masa remaja : 12/13 tahun – 21 tahun
f. Masa dewasa : 21 tahun – 40 tahun
g. Masa tengah baya : 40 tahun – 60 tahun
h. Masa tua : 60 tahun – meninggal (Hurlock, dalam Aziz,
1998:35)
Anak Asuh adalah Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga
untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan
23
kesehatan karena Orang Tuanya atau salah Satu Orang Tuanya tidak mampu
menjamin tumbuh kembang Anak secara wajar.
3. Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak
Pelayanan merupakan suatu usaha pemberian bantuan atau
pertolongan kepada orang lain, baik materi maupun non materi agar orang
tersebut dapat mengatasi masalahnya. Adapun pelayanan pengasuhan
pengganti orang tua meliputi:
a. Asrama
System pengasuhan di asrama, anak yang cenderung bersifat klasikal dan
kurang memperhatikan karakteristik individual anak, maka prlu
diupayakan agar asrama anak didesain dalam kelompok kecil.
b. Keluarga Asuh
Penyelenggaraan keluarga asuh pada panti akan sangat membantu anak
untuk mengembangkan hubungan sosial yang lebih baik. Peran seorang
orang ibu, ayah atau saudara pengganti akan memberikan suasana
nyaman yang dapat memberikan kemudahan pada anak untuk dapat
tumbuh dan berkembang seperti anak pada umumnya yang dibesarkan
dalam keluarga biologis.
c. Kelompok Asuhan Anak
Untuk anak –anak terlantar yang memiliki kebutuhan khusus, yang tidak
memungkinkan untuk diasuh dalam asrama ataupun keluarga asuh
(contoh: karena kelainan perilaku), maka kelompok anak sejenis ini dapat
diasuh oleh seorang pengasuh khusus yang terlatih. Pengasuh berperan
24
sebagai orang tua yang melakukan asuhan dan bertanggung jawab
terhadap kelangsungan dan tumbuh kembangnya dengan dukungan para
ahli terapi lainnya.
4. Kesejahteraan Anak
Anak mempunyai kedudukan yang sanget penting dalam
kehidupan bermasyarakat , berbangsa, dan bernegara, karena anak adaqlah
tunas yang akan tumbuh dan berkembang menjadi bagian generasi penerus
perjuangan dalam rangka pencapaian cita-cita bangsa. Sebagai generasi
penerus maka anak perlu dirawat, dibina, dan ditingkatkan
kesdejahteraannya agar dapat tumbuh dan mengembangkan kepribadian
dan kemampuan serta keterampilan dalam melaksanakan peranan dan
fungsi dalam kehidupan sesuai dengan pertumbuhan usianya.
Sebelum membahas pada pengertian kesejahteraan social, maka
mengetahui terlebih dahulu pengertian kesejahteraan sosial. Menurut
Undang-Undang Pasal 1, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup
layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa kesejahteraan sosial
mencakup pengertian yang luas, meliputi keadaan baik dan sehat atau
sejahtera dan kepentingan sebagian besar manusia termasuk kebutuhan
fisik, mental, perasaan, spiritual, dan ekonomi. Kesejahteraan sosial
meliputi lembaga-lembaga utama, kebijaksanaan, program dan proses-
25
proses yang berhubungan dengan penanggulangan dan pencegahan
masalah-masalah sosial dan taraf hidup.
Dalam kesejahteraan sosial ini tercakup pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak sendiri, agar anak dapat berkembang dengan sehat dan
wajar sebagaimana layaknya. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-
Undang No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak:
Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial (Bab 1 pasal 1).
Pelayana kesejahteraan anak ditujukan untuk membantu
memperbaiki kondisi anak dan keluarga untuk memperkuat kembali,
melengkapi, atau mengganti fungsi orang tua yang tidak mampu
melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya dengan merubah institusi-
institusi sosial yang ada atau membentuk institusi baru
(Johnson&Schwarts, 1991:5). Pelayanan ini dapat diberikan dengan
memberikan pertolongan terhadap orang tua dirumahnya sendiri, maupun
dalam instutusi yang satu dengan yang lain saling bekerja sama, dimana
pelayanan ini bertujuan untuk memperkuat, memberdayakan dan
membangun keluarga dengan sumber-sumber yang ada. Demikian halnya
dengan anak berada di panti asuhan yang membutuhkan kelanjutan
hidupnya karena orang tua yang tidak mampu lagi untuk memberikan
harapan kepada anak.
26
5. Standart Pelayanan Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan
Sosial Standar
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Perlindungan
AnakPasal 23
(1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan
kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan
kewajibanorang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggungjawab terhadap anak .
(2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan
perlindungan anak.
Pasal 56
(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan
wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat :
a. Berpartisipasi;
b. Bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati
nurani dan agamanya;
c. Bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan
tahapan usia dan perkembangan anak;
d. Bebas berserikat dan berkumpul;
e. Bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan
berkarya seni budaya; dan
f. Memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat
kesehatan dan keselamatan.
27
(2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan dan
disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan
lingkungannya agar tidak menghambat dan mengganggu
perkembangan anak.
Standar Pelayanan Pengasuhan Oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial
Anak
1. Asesmen dan Rencana Pengasuhan
a. Asesmen lanjutan
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus melakukan asesmen
lanjutan kepada setiap anak dan keluarganya setelah dicapai kesepakatan
tentang pelayanan yang akan diterima anak dan keluarganya.
b. Perencanaan pengasuhan
1) Perencanaan pengasuhan harus didasarkan pada hasil asesmen
lanjutan dan akan menjadi dasar untuk menentukan solusi pengasuhan
tetap yang terbaik untuk anak dalam kasus masing-masing.
2) Perencanaan untuk setiap anak harus dirumuskan dengan tujuan:
Mengatasi masalah-masalah utama yang secara langsung
menghambat dalam pengasuhan dari orang tua/keluarga atau
kerabat.
Mengatasi masalah-masalah yang dihadapi anak karena tidak
terpenuhinya kebutuhan pengasuhan akibat ketidakmampuan
orang tua.
Mengindentifikasi solusi pengasuhan alternatif untuk anak di luar
keluarga jika diperlukan melalui orangtua asuh (fostering),
28
perwalian (guardianship) atau pengangkatan anak (adopsi),
apabila pengasuhan dalam keluarga bukan merupakan pilihan
atau bukan dalam kepentingan terbaik untuk anak.
3) Perencanaan harus bersifat dinamis dan bertahap sesuai dengan
perkembangan yang dicapai oleh anak dan orang tua dan diarahkan
untuk memenuhi kebutuhan pengasuhan anak yang bersifat darurat,
jangka menengah, dan jangka panjang.
2. Pelaksanaan Rencana Pengasuhan
a. Pelayanan untuk anak dalam keluarga
Kegiatan-kegiatan pelayanan untuk anak dan keluarganya dapat
diberikan melalui dukungan pengasuhan dalam keluarga; dukungan
pengasuhan dalam keluarga pengganti, dan pelayanan pengasuhan dalam
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak apabila anak terpaksa ditempatkan di
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.
b. Dukungan pengasuhan berbasis keluarga
1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mencegah keterpisahan
anak dari keluarga dan mengupayakan penyatuan kembali anak
dengan keluarga sesegera mungkin untuk anak-anak yang sudah
ditempatkan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.
2) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu melakukan penguatan
kepada keluarga dan lingkungan tempat tinggal anak untuk
mempersiapkan kembalinya anak dan tetap memberikan dukungan
yang dibutuhkan untuk membangun kapasitas keluarga dalam
pengasuhan.
29
3) Dukungan kepada keluarga dapat dilakukan melalui dukungan
psikososial, ekonomi, serta menciptakan akses dan rujukan terhadap
berbagai sumber dukungan yang tersedia untuk keluarga rentan.
c. Dukungan pengasuhan berbasis keluarga pengganti
1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus bekerjasama dengan
Instansi/Dinas Sosial untuk mencari keluarga pengganti yang bisa
memberikan pengasuhan melalui sistem orang tua asuh (fostering),
perwalian (guardianship) atau pengangkatan anak (adopsi).
2) Dinas Sosial/Instansi Sosial harus melaksanakan kewenangan dan
tanggung jawabnya untuk mengidentifikasi, melakukan asesmen,
membuat laporan sosial, dan melakukan pemantauan sesudah anak
ditempatkan di keluarga asuh, wali, atau keluarga angkat.
3) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu mendukung Dinas
Sosial/Instansi Sosial dalam proses identifikasi calon keluarga asuh
dan calon keluarga angkat serta menghubungkan calon keluarga
pengganti tersebut dengan anak dan atau keluarganya untuk
memastikan bahwa anak ditempatkan sesuai dengan kepentingan
terbaiknya dan kesepakatan anak.
4) Penentuan dan pengalihan pengasuhan anak pada keluarga asuh, wali,
atau keluarga angkat harus dilakukan oleh Dinas Sosial/Instansi Sosial
yang berwenang sesuai dengan peraturanm perundang-undangan.
d. Pengasuhan oleh orang tua asuh (fostering)
Pengasuhan melalui orang tua asuh bersifat sementara, dimana anak
harus segera kembali dalam pengasuhan orang tua, keluarga besar, atau
30
kerabat anak apabila berdasarkan hasil asesmen mereka dianggap sudah
dapat melakukan pengasuhan kembali atau anak telah memperoleh solusi
pengasuhan yang lebih permanen.
e. Perwalian
Pengasuhan melalui perwalian anak bersifat sementara, dimana
kuasa asuh terhadap anak dialihkan secara legal kepada seseorangyang
ditunjuk Pengadilan sesuai denganUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
f. Pengangkatan anak
Pengasuhan melalui pengangkatan anak bersifat permanen, dimana
kuasa asuh terhadap anak dialihkan secara tetap dan legal kepada keluarga
angkat dan pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
6. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Manusia adalah makhluk sosial, sebagai subjek manusia mempunyai
kebutuhan manusiawi yang sama, akan tetapi manusia adalah unik dan
berbeda antara satu ke lainnya. Demikian pula ukuran kebutuhan manusia
relative tidak sama. Kebutuhan dasar manusia tidak lepas dari dua aspek yaitu
kebutuhan-kebutuhan jasmani dan kebutuhan-kebutuhan rohani. Aspek
jasmani yang bersifat fisiologis, sedangkan aspek yang bersifat rohaniah
dalam perkembangan manusia yaitu pemenuhan rasa aman. Berikut adalah
kebutuhan dasar menurut Abraham Maslow (Su’adah, 2007:12-15).
31
a) Kebutuhan fisiologis (Physiological)
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar
semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan
sebagainya.Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar
atau kecil, menghindari rasa sakit, dan seks. Jika kebutuhan dasar ini
tidak terpenuhi, maka tubuh akan menjadi rentan terhadap penyakit,
terasa lemah, tidak fit, sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan
selanjutnya dapat terhambat. Hal ini juga berlaku pada setiap jenis
kebutuhan lainnya, yaitu jika terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi,
maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
b) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (Safety and security needs)
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak,
kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas,
proteksi dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat.
Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga
dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya
c) Kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki (love and
Belonging needs)
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas
terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang
dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk
mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan
keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti
32
tim sepakbola, klub peminatan dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi,
maka perasaan kesepian akan timbul.
d) Kebutuhan akan harga diri (esteem needs)
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul
kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu
lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan
seperti
status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan
kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian,
dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul
perasaan rendah diri dan inferior.
e) Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization)
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah
kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat
dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi
diri. Menurut Abraham Maslow, kepribadian bisa mencapai peringkat
teratas ketika kebutuhan-kebutuhan primer ini banyak mengalami
interaksi satu dengan yang lain, dan dengan aktualisasi diri seseorang
akan bisa memanfaatkan faktor potensialnya secara sempurna.
D. Penelitian Terdahulu
Menurut Astutik (Skripsi, 2015:60) dengan Judul “ Upaya Panti
Pesantren Mahasiswa Muhammadiyah (P2M3) Malang Dalam Mewujudkan
Kemandirian Anak Asuh” pada metode mewujudkan kemandirian yang sudah
33
dilakukan Panti Pesantren Mahasiswa Muhammadiyah Malang bahwa untuk
meningkatkan kualitas pada diri mahasiswa tidak hanya sebatas mengasuh
tetapi memberikan pengetahuan berupa hard skill sehingga akan
memunculkan inovasi dalam upaya kemandirian dan mampu menciptakan
lapangan pekerjaan.
Penelitian yang berkaitan dengan kewirausahaan telah banyak
dilakukan, salah satunya adalah penelitian dari Fitriani (2011) banyak yang
hanya berorientasi pada pencarian kerja dan tidak berusaha untuk
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, sehingga semakin banyak
masyarakat yang menganggur. Upaya untuk mengurangi pengangguran
tersebut minimal harus ada perubahan pola pikir masyarakat khususnya pada
lulusan SMK dari mencari kerja menjadi menciptakan lapangan kerja dalam
mengambil keputusan untuk berwirausaha dipengaruhi oleh lingkungan sosial
dan pergaulan orang tersebut. Faktor yang mempengaruhi atau mendukung
minat berwirausaha juga berasal dari lingkungan sekolah itu sendiri. Dalam
penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 1 Kandeman Kabupaten Batang,
dengan jumlah populasi adalah 287 siswa, Sampel diperoleh 74 siswa.
Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel faktor internal yang
meliputi personality(kepribadian) dan motivasi, diperoleh sebesar = 5,363
dengan harga signifikansi 0,000 < 0,05, sehingga terdapat pengaruh faktor
internal terhadap minat berwirausaha pada siswa. Besarnya pengaruh variabel
faktor internal yang meliputi personality (kepribadian) dan motivasi adalah
28,84%. Faktor internal diperoleh rata-rata sebesar 80,88%. Hal ini
34
menunjukkan bahwa kondisi faktor internal yang meliputi personality
(kepribadian) dan motivasi dalam kategori baik.
Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel faktor eksternal yang
meliputi dorongan keluarga, lingkungan dan pergaulan serta lingkungan
sekolah.Besarnya pengaruh variabel faktor eksternal yang meliputi dorongan
keluarga, lingkungan dan pergaulan serta lingkungan sekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi faktor eksternal yang meliputi dorongan
keluarga, lingkungan dan pergaulan serta lingkungan sekolah pada siswa
dalam kategori baik. Dari pemaparan isi jurnal dapat disimpulkan, ada
pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap minat berwirausaha
pada siswa. Faktor internal lebih dominan mempengaruhi minat
berwirausaha. Dengan adanya penelitian ini, guru dan orangtua diharapkan
memberikan motivasi kepada anak agar mereka termotivasi untuk
berwirausaha.
Persamaan penelitian di atas dengan yang peneliti lakukan adalah
meneliti tentang upaya peningkatan kemandirian anak asuh melalui program
kewirausahaan di panti asuh. Namun dapat dikatakan bahwa penelitian ini
adalah pengembangan dari penelitian sebelumnya. Hal yang membedakan
penelitian ini selain dari subyek dan lokasi, peneliti lebih fokus pada upaya
peningkatan kemandirian anak asuh melalui program kewirausahaan di Panti
Asuhan. Pengembangan jiwa kewirausahaan pada anak asuh adalah potensi
untuk mewujudkan kemandirian tanpa menggantungkan dari orang lain.