BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. -...

16
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Pengertian hasil belajar menurut Abdurrahman (2003) adalah kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar, sehingga belajar tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan kebisaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian sosial, macam-macam ketrampilan, cita-cita, keinginan, dan harapan. Hamalik (2002) menyatakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Semua perubahan pada bidang tersebut merupakan suatu hasil dari belajar yang mengakibatkan seorang individu berubah sikap dan tingkah lakunya. Perubahan akibat belajar akan bertahan lama, bahkan sampai taraf tertentu tidak akan menghilang lagi. Kemampuan yang diperoleh akibat dari belajar menjadi milik pribadi dan tidak akan terhapus begitu saja. Hal senada juga diungkapkan oleh Winkel (2004) menurutnya hasil belajar yang diperoleh siswa tidak menghilang begitu saja, kecuali bila terjadi proses belajar yang baru dapat menumpang tindih pengetahuan yang lama, sehingga siswa menjadi lupa atau terjadi kerusakan/kelainan otak akibat kecelakaaan, kekerasan fisik, ataupun operasi yang menyebabkan fungsi ingatan-ingatan siswa menjadi terganggu. Nawawi dalam Susanto (2013) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Hal lain dikemukakan oleh Sanjaya (2009) hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujan pembelajaran. Keberhasilan belajar siswa tercapai sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi atau penilaian sebagaimana yang dikemukakan oleh Sunal dalam Susanto (2013).

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Pengertian hasil belajar menurut Abdurrahman (2003) adalah

kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar, sehingga belajar

tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga

penguasaan kebisaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian sosial,

macam-macam ketrampilan, cita-cita, keinginan, dan harapan. Hamalik (2002)

menyatakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan

terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu

menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Semua perubahan

pada bidang tersebut merupakan suatu hasil dari belajar yang mengakibatkan

seorang individu berubah sikap dan tingkah lakunya. Perubahan akibat belajar

akan bertahan lama, bahkan sampai taraf tertentu tidak akan menghilang lagi.

Kemampuan yang diperoleh akibat dari belajar menjadi milik pribadi dan tidak

akan terhapus begitu saja. Hal senada juga diungkapkan oleh Winkel (2004)

menurutnya hasil belajar yang diperoleh siswa tidak menghilang begitu saja,

kecuali bila terjadi proses belajar yang baru dapat menumpang tindih

pengetahuan yang lama, sehingga siswa menjadi lupa atau terjadi

kerusakan/kelainan otak akibat kecelakaaan, kekerasan fisik, ataupun operasi

yang menyebabkan fungsi ingatan-ingatan siswa menjadi terganggu.

Nawawi dalam Susanto (2013) menyatakan bahwa hasil belajar dapat

diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi

pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes

mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Hal lain dikemukakan oleh

Sanjaya (2009) hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh

kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Tugas utama

guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat

mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujan

pembelajaran. Keberhasilan belajar siswa tercapai sesuai dengan tujuan yang

dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi atau penilaian sebagaimana

yang dikemukakan oleh Sunal dalam Susanto (2013).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

6

Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam hasil belajar, yaitu

(1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap

dan cita-cita yang masing-masing dapat diisi dengan bahan yang ada pada

kurikulum sekolah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Gagne membagi

lima kategori hasil belajar yakni informasi verbal, keterampilan intelektual,

strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Hasil belajar yang diperoleh

siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa.

Apabila semakin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semkin

tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang

hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2012).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajar yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh

guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada suatu pokok bahasan

dan dalam pembelajaran tersebut siswa mendapat pengalaman pembelajaran

di kelas, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi perubahan

tingkah laku sebagai akibat dari pengaruh lingkungan belajarnya.

b. Ranah Hasil Belajar

Bloom dalam Sudjana (2012) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah,

yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenan

dengan hasil belajar belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni

pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat

aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan

dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari

tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks sebagai berikut:

1) Reciving/ attending (penerimaan); 2) Responding (jawaban); 3) Valuing

(penilaian); 4) Organisasi; 5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai. Ranah

psikomotoris, hasil belajar tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan

kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: 1)

Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar; 2)

Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; 3) Kemampuan perseptual,

termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan

lain-lain; 4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan

ketepatan; 5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

7

sampai pada keterampilan yang kompleks; 6) Kemampuan yang berkenaan

dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari

dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor

lingkungan. Wasliman dalam Susanto (2013) menyatakan hasil belajar yang

dicapai oleh siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang

mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal sebagai berikut: faktor

internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa, yang

mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi:

kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,

kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Faktor eksternal

merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil

belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan

ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orangtua yang kurang

terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik

dari orangtua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar

siswa.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Munadi dalam Rusman (2012)

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu

meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor

yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal

adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor internal sendiri dibagi menjadi

dua faktor, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologi. Faktor fisiologis itu

sendiri seperti kesehatan prima, tidak dalam keadaan yang lelah atau capek,

tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat

mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran. Setiap siswa juga memiliki

kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi

hasil belajarnya. Faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat,

bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.

Faktor eksternal juga dibagi menjadi dua faktor meliputi faktor lingkungan

dan faktor instrumental. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan

lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban, sedangkan

faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan

penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang dharapkan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

8

Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru. Faktor-

faktor ini diharapakan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya

tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan.

Pendapat lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

dikemukakan oleh Arifin (2011) menyatakan bahwa guru harus memahami

beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi

hasil belajar yaitu: 1) faktor peserta didik yang meliputi kapasitas dasar, bakat,

motivasi, minat, kesiapan, sikap, dan lain-lain; 2) faktor sarana dan prasarana,

baik terkait kualitas, kelengkapan maupun penggunaanya, seperti guru,

teknik, media, bahan, dan sumber belajar; 3) faktor lingkungan, baik fisik,

sosial maupun kultur, dimana kegiatan pembelajaran dilaksanakan.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Cooperatif learning berasal dari kata Cooperatif yang berarti mengerjakan

sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

sebagai suatu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2007). Sanjaya dalam Rusman

(2012) mengungkapkan bahwa model pembelajaran berkelompok adalah

rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-

kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran

kooperatif dikenal dengan model pembelajaran secara berkelompok. Belajar

kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena

dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat

kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan

hubungan yang bersifat interdepensi efektif diantara anggota kelompok

(Sugandi, 2002). Model pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak

harus belajar dari guru kepada siswa. Model pembelajaran kooperatif

dilaksanakan melalui sharing proses antara siswa, sehingga dapat mewujudkan

pemahaman bersama siswa itu sendiri (Majid, 2013). Siswa dapat saling

membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peer

teaching) lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru, Tom V. Savage dalam

Rusman (2012).

Model pembelajaran kooperatif mengacu pada model pembelajaran

dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam

belajar (Huda, 2013). Model pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan

kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa yang mempunyai latar belakang

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

9

kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (Hamruni,

2012).

Johnson dan Johnson dalam Huda (2013) menyatakan bahwa model

pembelajaran kooperatif diartikan working together to accomplish shared

goals (bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama). Suasana kooperatif,

setiap anggota sama-sama berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa

dirasakan oleh semua anggota kelompok. Model pembelajaran kooperatif

menurut Holubec dalam Nurhadi dkk (2004) mengatakan bahwa model

pembelajaran kooperatif memerlukan pendekatan pengajaran melalui

penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan

kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengarahkan siswa

untuk bekerja sama dalam suatu kelompok kecil dan saling membantu pada

proses pembelajaran dalam mencapai hasil yang nantinya dirasakan oleh

semua anggota kelompok.

b. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2012) menjelaskan ada lima

unsur dalam model pembelajaran kooperatif: 1) Saling ketergantungan positif

(Possitive interdependence) menunjukan dalam pembelajaran kooperatif ada

dua pertanggungjawaban kelompok yaitu mempelajari bahan yang ditugaskan

kepada kelompok dan menjamin semua anggota kelompok secara individu

mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut; 2) Tanggung jawab

perseorangan (Personal responbility) yaitu setiap siswa akan bertanggung

jawab untuk melakukan yang terbaik; 3) Interaksi promotif (Face to face

promotive interaction) yaitu setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk

bertatap muka dan berdiskusi; 4) Komunikasi antar anggota (Interpersonal

skill) yaitu setiap anggota mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak

ambisius; 5) Pemrosesan kelompok (Group processing) yaitu mengidentifikasi

dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota

kelompok.

c. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2012) menyatakan pembelajaran yang menggunakan model

kooperatif mempunyai ciri sebabagi berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok

secara kooperatif untuk menuntaskan materi sebelumnya; 2) Kelompok

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

10

dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; 3)

Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin

yang berbeda-beda; 4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang

individu.

Ciri utama model pembelajaran kooperatif menurut Hamruni (2012)

adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Tanpa adanya peer teaching yang

efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru bisa jadi

cara belajar yang demikian membuat siswa tidak bisa memahami apa yang

seharusnya dipahami.

d. Peran Guru dalam Model Pembelajaran Kooperatif

Nurhadi dkk (2004) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif

menuntut guru untuk berperan aktif berbeda dari pembelajaran tradisional.

Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dikemukakan

sebagai berikut: 1) Merumuskan tujuan pembelajaran; 2) Menentukan jumlah

anggota dalam kelompok belajar; 3) Menentukan tempat duduk siswa;

4) Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif;

5) Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif;

6) Menjelaskan tugas akademik; 7) Menjelaskan kepada siswa mengenai

tujuan dan keharusan bekerja sama; 8) Menyusun akuntabilitas individual; 9)

Menyusun kerja sama antar kelompok; 10) Menjelaskan kriteria keberhasilan;

11) Menjelaskan perilaku yang diharap; 12) Memantau perilaku siswa; 13)

Memberikan bantuan pada siswa dalam menyelesaikan tugas; 14) Melakukan

intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama; 15) Menutup

pelajaran; 16) Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa; 17) Menilai

kualitas kerja sama antar anggota kelompok.

e. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Tujuan model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai

tiga tujuan (Arends, 1997), yaitu: 1) Prestasi akademik, pembelajaran

kooperatif akademik sangat bermanfaat bagi siswa, baik pada kelompok tinggi

atau kelompok rendah. Siswa pada kelompok tinggi dapat membantu teman-

temannya sebagai tutor, sehingga pemahamannya terhadap materi pelajaran

menjadi meningkat. Bagi para siswa pada kelompok rendah dapat memahami

materi pelajaran agar cara berdiskusi semakin baik dengan bantuan teman

kelompok tinggi; 2) Menerima akan keaneragaman, melalui model

pembelajaran kooperatif siswa dapat saling menerima dan menghargai

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

11

keaneragaman teman-temannya baik dari segi akademik, sosial maupun jenis

kelamin; 3) Pengembangan ketrampilan sosial, pembelajaran kooperatif

bertujuan mengajarkan kepada siswa ketrampilan-ketrampilan bekerja sama

dan berkolaborasi yang berguna untuk kehidupan sosial kemasyarakatan.

Model pembelajaran kooperatif menurut Majid (2013) mempunyai

beberapa tujuan, diantaranya: 1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-

tugas akademik. Model pembelaaran kooperatif ini membantu siswa untuk

memahami konsep-konsep yang sulit; 2) Agar siswa dapat menerima teman-

temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang; 3)

Mengembangkan ketrampilan sosial siswa. Berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau

menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.

f. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2012) menjelaskan enam langkah utama atau tahapan dalam

model pembelajaran kooperatif yang disusun secara spesifik pada tabel 1.

Tabel 1.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang

ingin dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan

pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi

siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyampaikan informasi atau materi kepada

siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan

bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa

ke dalam kelompok-

kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya

membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap

kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan

efisien.

Tahap 4

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada

saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang

telah dipelajari atau masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil kerjaanya.

Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya

maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

12

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing

Snowball Throwing berasal dari dua kata yaitu ‘’Snowball’’ dan

‘’Throwing”. Kata Snowball berarti bola salju, sedangkan Throwing berarti

melempar. Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing (ST) atau

yang juga sering dikenal dengan Snowball Fight merupakan pembelajaran yang

diadopsi pertama kali dari game fisik dimana segumpalan salju dilempar

dengan maksud memukul orang lain. Snowball Throwing merupakan salah satu

model dari pembelajaran kooperatif. Menurut Huda (2013) Snowball Throwing

dalam konteks pembelajaran diterapkan dengan melempar segumpalan kertas

untuk menunjuk siswa yang harus menjawab soal dari guru. Pembelajaran ini

digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit bagi siswa

serta juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan

kemampuan siswa dalam materi tersebut. Model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-

masing kelompok diwakili seorang ketua kelompok untuk mendapat tugas dari

guru. Masing-masing siswa membuat pertanyaan di selembar kertas yang

dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain selama

15 menit. Siswa yang mendapat lemparan kertas harus menjawab

pertanyaan dalam kertas yang diperoleh. Pembelajaran ini melatih siswa untuk

lebih tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan

tersebut kepada teman satu kelompoknya. Lemparan pertanyaan tidak

menggunakan tongkat sebagaimana pada Talking Stick.

Snowball Throwing menurut Suprijono (2010) adalah suatu cara penyajian

bahan pelajaran dimana siswa dibentuk dalam beberapa kelompok yang

heterogen kemudian masing-masing kelompok dipilih ketua kelompoknya

untuk mendapat tugas dari guru lalu masing-masing siswa membuat

pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) kemudian dilempar

ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang

diperoleh. Kegiatan melempar bola pertanyaan ini akan membuat kelompok

menjadi semangat dan aktif, karena kegiatan tersebut siswa tidak hanya

berfikir, menulis, bertanya atau berbicara tetapi juga melakukan aktivitas fisik

yaitu menggulung kertas dan melemparkannya kepada siswa lain. Tiap anggota

kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya harus menjawab

pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Asmani (2011) mengungkapkan

bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing adalah suatu

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

13

model pembelajaran yang diawali dengan guru menyampaikan materi yang

akan disajikan, kemudian guru membentuk kelompok dan memanggil masing-

masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi,

masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing dan

menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya, masing-

masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu

pertanyaan (apa saja) yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh

ketua kelompok, kertas yang berisi pertanyaan kemudian dibuat seperti bola

dan dilempar dari siswa satu ke siswa yang lain selama 15 menit, setelah

waktu melempar habis setipa siswa akan mendapat satu bola kertas yang

berisi pertanyaan, siswa tersebut kemudian diberikan kesempatan untuk

menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut

secara bergantian, guru mengadakan evaluasi tentang materi apa saja yang

baru dijelaskan dan penutup. Menurut Suherman (2011) sintaks dalam model

pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing adalah: 1) Informasi materi

secara umum; 2) Membentuk kelompok; 3) Pemanggilan ketua dan diberi

tugas membahas materi tertentu di kelompok; 4) Bekerja kelompok; 5) Tiap

kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain; 6)

Kelompok lain menjawab secara bergantian; 7) Penyimpulan; 8) Refleksi dan

evaluasi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe Snowball Throwing adalah suatu model pembelajaran yang

membagi siswa dalam beberapa kelompok, yang nantinya masing-masing

anggota kelompok membuat sebuah pertanyaan pada selembar kertas dan

membentuknya seperti bola, kemudian bola tersebut dilempar ke siswa yang

lain selama durasi waktu yang ditentukan, yang selanjutnya masing-masing

siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperolehnya.

b. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing

Suprijono (2010) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing memiliki kelebihan, yaitu: 1) Melatih kesiapan siswa dalam

merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta

saling memberikan pengetahuan; 2) Dapat membangkitkan keberanian siswa

dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru; 3)

Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan

baik; 4) Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya teman maupun

guru; 5) Siswa akan lebih mengerti makna kerja sama; 6) Siswa akan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

14

memahami makna tanggung jawab; 7) Siswa akan lebih bisa menerima

keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat, dan intelegensia.

c. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing

Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran kooperatif

tipe Snowball Throwing (Huda, 2013) yang disusun secara spesifik pada tabel 2.

Tabel 2.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Menyampaikan

tujuan dan

memotivasi siswa

menyampaikan seluruh tujuan pembelajaran dan memotivasi

siswa.

Tahap 2

Menyajikan

informasi

Menyampaikan informasi tentang materi pembelajaran

siswa.

Tahap 3

Mengorganisasikan

siswa ke dalam

kelompok-

kelompok belajar

- Memberikan informasi kepada siswa tentang prosedur

pelaksaan pembelajaran snowball throwing

- Membagi siswa ke dalam kekompok-kelompok belajar.

Tahap 4

Membimbing

kelompok bekerja

dan belajar

- Memanggil ketua kelompok dan menjelaskan materi serta

pembagian tugas kelompok

- Meminta ketua kelompok kembali ke kelompok masing-

masing untuk mendiskusikan tugas yang diberikan guru

dengan anggota kelompok

- Memberikan selembar kertas kepada setiap kelompok dan

meminta kelompok tersebut menulis pertanyaan sesuai

dengan materi yang dijelaskan guru

- Meminta setiap kelompok untuk menggulung dan

melemparkan pertanyaan yang telah ditulis pada kertas

kelompok lain

- Meminta setiap kelompok menuliskan jawaban atas

pertanyaan yang didapatkan dari kelompok lain pada kertas

kerja tersebut.

Tahap 5

Evaluasi

Guru meminta setiap kelompok untuk membacakan jawaban

atas pertanyaan yang diterima dari kelompok lain

Tahap 6

Memberikan

penghargaan

Memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

15

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick

Talking Stick (tongkat berbicara) adalah model yang digunakan oleh

penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau

menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku).

Sebagaimana dikemukakan Carol Locust dalam Huda (2013) berikut ini.

The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come before the council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping

Kini Talking Stick digunakan dalam pembelajaran ruang kelas. Talking Stick

adalah pembelajaran kelompok yang menggunakan bantuan tongkat. Kelompok

yang memegang tongkat terlebih dahulu waijb menjawab pertanyaan dari guru

setelah mereka mempelajari materi pokoknya. Kegiatan ini diulang terus

menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab

pertanyaan dari guru (Huda, 2013). Penerapan model kooperatif tipe Talking

Stick, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau

6 siswa yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan

keakraban, kecerdasan, persahabatan, atau minat yang berbeda. Model ini

cocok digunakan untuk semua kelas dan semua tingkatan umur.

Slavin (1995) mengemukakan bahwa model kooperatif tipe Talking Stick

merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang

mampu mengaktifkan siswa. Model pembelajaran ini siswa dituntut mandiri

sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya, sehingga siswa harus

mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya

diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah. Model pembelajaran kooperatif

tipe Talking Stick ini menguji kesiapan siswa, melatih ketrampilan dalam

membaca dan memahami materi pelajaran dengan cepat, dan mengajak siswa

untuk terus siap dalam situasi apapun.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick

Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran kooperatif tipe

Talking Stick (Huda, 2013) diantarannya guru menyiapkan sebuah tongkat yang

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

16

panjangnya 20cm, guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,

kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan

mempelajari materi pelajaran, siswa berdiskusi membahas masalah yang

terdapat didalam wacana, setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan

mempelajari isinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup bacaan, lalu

guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, guru

memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus

menjawabnya, membuat kesimpulan, evaluasi dan penutup.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Suprijono (2012) bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dapat mendorong siswa untuk

berani mengemukakan pendapat. Model pembelajaran kooperatif tipe Talking

Stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari,

siswa diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut, guru

selanjutnya meminta kepada siswa menutup bukunya dan guru mengambil

tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya, tongkat tersebut diberikan

kepada salah satu siswa, siswa yang menerima tongkat tersebut wajib

menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Saat tongkat bergulir dari

siswa ke siswa lainnya, seyogianya diiringi musik. Langkah akhir dari model

pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick adalah guru memberikan

kesempatan kepada siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah

dipelajari, guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan

siswa, selanjutnya bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan.

Puspitasari (2011) menjelaskan kelebihan model pembelajaran kooperatif

tipe Talking Stick antara lain: 1) Memacu siswa untuk belajar dan

mempersiapkan pelajaran yang akan dibahas selanjutnya; 2) Mendorong siswa

untuk terus mendengarkan dan mengikuti pelajaran yang disampaikan guru; 3)

Menjadikan proses pembelajaran lebih menyenangkan; 4) Menuntut keaktifan

siswa terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran; 5) Proses

pembelajaran dapat berjalan dengan santai tetapi tetap serius.

B. Penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan ini, didukung oleh penelitian yang terdahulu yang

dilakukan oleh Hakim dan Pramukantoro (2012), dalam penelitian ini berjudul

‘’Perbedaan Perpaduan Model Pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking

Stick Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Standar Kompetensi Menerapkan Dasar-

Dasar Elektronika’’. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil

belajar siswa sebelum dan sesudah diberi pembelajaran menggunakan perpaduan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

17

model pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking Stick dan respon siswa

terhadap model pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking Stick pada

Standar Kompetensi Memerapkan Dasar-Dasar Elektronika di SMK Negeri 2

Lamongan. Hasil penelitian diperoleh berdasarkan analisis nilai pretest-posttest

dengan uji-t satu pihak didapatkan thitung SPSS Paired Samples Test sebesar 0,05.

Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel sehingga pembelajaran dengan

menggunakan perpaduan model pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking

Stick berpengaruh signifikan lebih tinggi terhadap hasil belajar siswa dibandingkan

sebelum diberi pembelajaran dengan model tersebut, sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan perpaduan model

Snowball Throwing dengan Talking Stick berpengaruh signifikan lebih tinggi

terhadap hasil belajar siswa kelas X-El 1 SMK Negeri 2 Lamongan pada semester

Gasal tahun ajaran 2012/2013 dibandingkan sebelum diberi pembelajaran dengan

model tersebut.

Riyandiarto (2011) dalam penelitiannya yang berjudul ‘’Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Talking Stick dengan berbantuan LKS (Lembar Kerja Siswa)

Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Garis dan Sudut Kelas VII

Semester II SMP Negeri 12 Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011’’. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar

matematika untuk siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing dan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dengan

media LKS (Lembar Kerja Siswa) pada materi pokok garis dan sudut kelas VII

Semester II SMP Negeri 12 Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian

diperoleh berdasarkan perhitungan uji t untuk siswa kelompok eksperimen

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan

rata-rata 83,86 dan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Talking Stick dengan rata-rata 66,09, diperoleh thitung = 5,12 dan

ttabel == 1,67 dengan kriteria pengujian untuk = 5 % diperoleh thitung > ttabel

maka H0 ditolak, artinya kelompok eksperimen berpengaruh lebih baik daripada

kelompok kontrol dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar

matematika untuk siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing berbantuan LKS lebih baik daripada model model pembelajaran

kooperatif tipe Talking Stick.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Ilhami (2013) yaitu

Perbandingan Penerapan Cooperative Learning tipe Talking Stick dengan

Cooperative Learning tipe Snowball Throwing terhadap hasil belajar siswa pada

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

18

mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hasil penelitian yang didapat

adanya perbedaan hasil belajar teknologi informasi dan komunikasi antara siswa

yang diberi pengajaran menggunakan penerapan Cooperative Learning tipe Talking

Stick dengan siswa yang diberi pengajaran dengan Cooperative Learning tipe

Snowball Throwing. Hal ini ditunjukan dengan nilai thitung sebesar 3,0425 dan ttabel

sebesar 2,042, karena thitung ttabel berarti penerapan Cooperative Learning tipe

Talking Stick lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan

dengan Cooperative Learning tipe Snowball Throwing.

Penelitian ini yang berjudul Perbedaan Pengaruh Penggunaan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dengan Tipe Talking Stick

Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa kelas VII Semester II SMP N 3 Tuntang

dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, siswa dituntut mandiri sehingga

tidak bergantung pada siswa yang lainnya, mampu bertanggung jawab terhadap

diri sendiri, lebih percaya diri dengan jawabannya dan yakin dalam menyelesaikan

masalah, dapat bersosialisasi dengan teman sebaya, berani mengemukakan

pendapat, sedangkan peneliti-peneliti sebelumnya lebih menekankan

mempercepat pencapaian kompetensi sehingga dapat meningkatkan hasil dan

aktivitas belajar siswa.

C. Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran di SMP N 3 Tuntang berpusat pada guru (teacher

centered), terlihat pada proses pembelajaran siswa hanya bersifat pasif yaitu

hanya mendengarkan informasi yang disampaikan oleh guru, siswa jarang

diberikan kesempatan untuk memunculkan rasa ingin tahu dalam ketertarikan

terhadap materi, dan siswa kurang aktif bertanya. Hal tersebut berdampak

ketidaktercapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan, sehingga hasil belajar

masih rendah pada mata pelajaran matematika. Keberhasilan proses pembelajaran

tidak lepas dari penggunaan model pembelajaran yang tepat, sesuai mata

pelajaran, materi, kondisi siswa secara keseluruhan dan kemampuan siswa itu

sendiri.

Mengatasi masalah-masalah yang terjadi di atas, maka penelitian ini

mencoba menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center),

yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing

dengan tipe Talking Stick. Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing

dalam konteks pembelajaran diterapkan dengan melempar segumpalan kertas

untuk menunjuk siswa yang harus menjawab soal dari guru. Model pembelajaran

kooperatif ini digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

19

bagi siswa serta juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana

pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi tersebut. Penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dalam konteks pembelajaran menguji

kesiapan siswa, melatih ketrampilan dalam membaca dan memahami materi

pelajaran dengan cepat, dan mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi

apapun. Kedua tipe model pembelajaran kooperatif ini memiliki kelebihan masing-

masing yang mampu membangkitkan siswa dalam proses belajar mengajar dan

memiliki banyak kesamaan diantaranya sama-sama menuntut siswa untuk lebih

aktif serta di ajarkan dalam bentuk sebuah permainan sehingga proses belajar

mengajar berjalan menyenangkan.

Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas

kontrol dan kelas eksperimen. Kelas kontrol adalah siswa kelas VIIC SMP N 3

Tuntang dan kelas eksperimen adalah siswa kelas VIIB SMP N 3 Tuntang. Pemilihan

kedua kelas tersebut adalah dengan pertimbangan kemampuan kedua kelas

tersebut sama. Kedua kelas tersebut akan diberi perlakuan yang berbeda, pada

kelas kontrol akan diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Talking Stick sedangkan untuk kelas eksperimen akan diberi perlakuan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Hasil

belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen akan dibandingkan melalui penggunaan

model tersebut, diharapkan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil

belajar matematika siswa. Berdasarkan uraian kerangka berpikir diatas dapat

digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Paradigma penelitian

Model Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing

Model Pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick

Hasil Belajar Matematika

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4984/3/T1_202010063_BAB II.pdf6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam

20

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan, kajian teori, kerangka berfikir, dan

penelitian-penelitian yang relevan terdahulu, maka dapat dirumuskan

hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan penggunaan

model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan tipe

Talking Stick terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri

3 Tuntang semester II Tahun Ajaran 2013/2014.