BAB II KAJIAN PUSTAKA...6 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pre s tasi yang baik dalam bidang akademik akan...

17
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA Prestasi yang baik dalam bidang akademik akan berdampak ketika individu berada dalam lingkungan yang membentuknya. Untuk itu, dalam diri setiap individu diharapkan dapat memiliki kecerdasan emosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial orangtua yang dapat menghasilkan prestasi belajar siswa. Dalam bab ini akan dibahas tentang landasan teoritis yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek, faktor-faktor yang mempengeruhi dan hasil penelitian dari masing-masing variable. 2.1. Prestasi Belajar 2.1.1. Pengertian prestasi belajar Belajar merupakan kegiatan yang paling pokok yang wajib dilakukan oleh siswa dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami oelh siswa tersebut. Slameto (2003) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperolah suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatan individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Santrock (2006) dalam bukunya “Education Psychology” mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang bersifat tetap yang sedang berlangsung menyangkut perilaku, pengetahuan, cara berpikir, tentang perubahan yang terjadi, melalui proses belajar dapat diperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan oleh individu guna mencapai cita-cita. Menurut Hilgard dan Bower (1987) belajar adalah suatu proses yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku karena adanya reaksi terhadap suatu situasi atau karena proses yang terjadi secara internal di dalam diri seorang. Perubahan tersebut tidak terjadi karena adanya respon secara alamiah, kedewasaan atau keadaan organism yang bersifat temporer (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya). Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar orang tersebut (Bustalin,2004). Prestasi dalam kamus Bahasa Indonesia (2002), diartikan sebagai pengenalan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran dan biasanya ditunjukkan dengan nilai atau angka yang

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA...6 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pre s tasi yang baik dalam bidang akademik akan...

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    Prestasi yang baik dalam bidang akademik akan berdampak ketika

    individu berada dalam lingkungan yang membentuknya. Untuk itu, dalam

    diri setiap individu diharapkan dapat memiliki kecerdasan emosional yang

    membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang

    lain dan dukungan sosial orangtua yang dapat menghasilkan prestasi

    belajar siswa. Dalam bab ini akan dibahas tentang landasan teoritis yang

    terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek, faktor-faktor yang mempengeruhi

    dan hasil penelitian dari masing-masing variable.

    2.1. Prestasi Belajar

    2.1.1. Pengertian prestasi belajar

    Belajar merupakan kegiatan yang paling pokok yang wajib

    dilakukan oleh siswa dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah.

    Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan banyak

    bergantung pada proses belajar yang dialami oelh siswa tersebut. Slameto

    (2003) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang

    dilakukan individu untuk memperolah suatu perubahan tingkah laku yang

    baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatan individu itu sendiri

    dalam interaksi dengan lingkungannya.

    Santrock (2006) dalam bukunya “Education Psychology”

    mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang bersifat tetap yang

    sedang berlangsung menyangkut perilaku, pengetahuan, cara berpikir,

    tentang perubahan yang terjadi, melalui proses belajar dapat diperoleh

    pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan oleh individu guna

    mencapai cita-cita. Menurut Hilgard dan Bower (1987) belajar adalah

    suatu proses yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku

    karena adanya reaksi terhadap suatu situasi atau karena proses yang terjadi

    secara internal di dalam diri seorang. Perubahan tersebut tidak terjadi

    karena adanya respon secara alamiah, kedewasaan atau keadaan organism

    yang bersifat temporer (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan

    sebagainya). Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat

    diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam

    mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar orang

    tersebut (Bustalin,2004).

    Prestasi dalam kamus Bahasa Indonesia (2002), diartikan sebagai

    pengenalan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui

    mata pelajaran dan biasanya ditunjukkan dengan nilai atau angka yang

  • 7

    diberikan guru. Pendapat yang pertama dikemukakan oleh Sulistari

    (2003), bahwa prestasi merupakan hasil dari penguasaan pengetahuan dan

    atau ketrampilan yang diperoleh melalui kegatan belajar yang dinyatakan

    dengan angka atau nilai.

    Pada suatu kesempatan, Winkell (1996) mengatakan bahwa

    prestasi belajar adalah penilaian terhadap suatu usaha kegiatan belajar

    yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, dan kalimat yang

    dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapa oleh siswa dalam periode

    tertentu. Tu’u (2004) mengemukakan bahwa belajar adalah hasil yang

    dicapai oleh seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu.

    Sedangkan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau

    ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran. Lazimnya

    ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan guru. Menurut

    Poerwodarminto (dalam Puspitasari, 2013) prestasi adalah hasil yang telah

    dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang, sedangkan prestasi

    belajar adalah prestasi yang dapat dicapai seorang siswa pada jangka

    waktu tertentu dan dicatat dalam buku rapor sekolah. Lebih lanjut

    Puspitasari (2013) mengatakan bahwa prestasi selalu dihubungan dengan

    pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas. Prestasi belajar merupakan hal

    yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar

    merupakan proses, sedangkan prestasi belajar mahasiswa merupakan

    output dari proses belajar.

    Selanjutnya Arikunto (1993) mengemukakan bahwa prestasi

    belajar adalah suatu angka yang mencerminkan sejauh mana siswa dapat

    mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada setiap jenjang studi. Winkell

    (1996), juga mengatakan bahwa prestasi adalah bukti usaha yang didapat

    atau dicapai siswa setelah melalui proses belajar di sekolah. Hasil kegiatan

    tersebut merupakan perubahan berupa pengetahuan, ketrampilan, nilai-

    nilai dan sikap. Sejalan dengan itu, Koster (2001) menyatakan bahwa

    prestasi siswa adalah pencapaian siswa setelah mengalami proses belajar

    yang terwujud dalam bentuk pengetahuan (kognitif) maupun konsep diri

    (efektif) serta ketrampilan tertentu (psikomotorik) seperti persepsi, respon

    siswa dan adaptasi.

    Berdasarkan pemahaman tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

    prestasi belajar adalah pencapaian seseorang setelah mempelajari materi

    pelajaran dalam kurun waktu tertentu yang mencakup ranah kognitif,

    afektif, dan psikomotorik, serta konatif yang ditunjukkan dengan nilai atau

    angka nilai yang diberikan guru berdasarkan hasil belajar. Dalam

    penelitian ini penulis hanya akan melihat aspek kognitif yang dinyatakan

    dalam bentuk nilai harian siswa.

  • 8

    2.1.2. Teori Prestasi Belajar

    Pada kesempatan berbeda, Bloom (1956) secara garis besar

    memaknai prestasi belajar menjadi 3 aspek :

    1. Ranah Kognitif, berkenan dengan hasil belajar intelektual yang meliputi aspek-aspek pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi,

    analisis, sintesis, dan evaluasi. Ingatan dan pemahaman disebut

    kognitif tingkat rendah sedangkan aplikasi, analisis, sintesi dan

    evaluasi disebut kognitif tingkat tinggi.

    2. Ranah Afektif, berkenan dengan sikap yang meliputi aspek-aspek penerimaan, tanggapan, berkeyakinan, organisasi dan internalisasi.

    3. Ranah Psikomotorik, berkenan dengan ketrampilam dan kemampuan bertindak meliputi aspek-aspek gerakan reflex,

    ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan

    atau ketepatan dan gerakan ketrampilan kompleks.

    Sementara Good (dalam Riringgo,2013) mengatakan bahwa prestasi

    belajar dalam hal ini berupa pengetahuan yang dicapai dalam hal ini

    berupa pengetahuan yang dicapai atau ketrampilan yang dikembangkan

    dalam mata pelajaran di sekolah. Adapun pengetahuan dan ketrampilan

    yang dikembangkan tersebut meliputi: 1) bagian kognitif, seperti

    informasi dan pengetahuan, konsep, dan prinsip, pemecahan masalah dan

    kreativitas, 2) Bagian afektif, seperti perasaan,sikap, nilai dan integrase

    pribadi, dan 3) bagian psikomotorik.

    Nasution (1994) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan

    kesempurnaan seorang peserta didik dalam berpikir, merasa dan berbuat.

    Menurutnya, prestasi belajar seorang peserta didik dikatakan sempurna

    jika memenuhi tiga aspek yaitu:

    1. Aspek Kognitif. Aspek kognitif adalah aspek yang berkaitan dengan kegiatan berpikir. Aspek ini sangat berkaitan erat dengan

    tingkat inteligensi (IQ) atau kemampuan berpikir peserta didik.

    Sejak dahulu aspek kognitif selalu menjadi perhatian utama dalam

    sistem pendidikan formal. Hal ini dapat dilihat dari metode

    penilaian pada sekolah-sekolah dewasa ini sangat mengedepankan

    kesempurnaan pada aspek kognitif.

    2. Aspek Afektif. Aspek afektif adalah aspek yang berkaitan dengan nilai dan sikap. Penilaian pada aspek ini dapat terlihat pada

    kedisiplinan, sikap hormat terhadap guru, kepatuhan dan lain

    sebagainya. Aspek afektif berkaitan erat dengan kecerdasan emosi

    (EQ) peserta didik.

  • 9

    3. Aspek Psikomotorik. Aspek Psikomotorik menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan

    kemampuan gerak fisik yang mempengaruhi sikap mental. Jadi

    sederhananya aspek ini menunjukkan kemampuan atau

    ketrampilan (skill) peserta didik setelah menerima sebuah

    pengetahuan.

    Berdasar teori tersebut, maka dapat dikatakan bahwa individu yang

    memiliki prestasi belajar tinggi harus memiliki tiga aspek utama yakni

    aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Masing-masing hal tersebut

    memiliki fungsi tersendiri dalam membentuk individu dalam mencapai

    prestasi belajar yang maksimal. Dalam penelitian ini, penulis hanya akan

    melihat aspek kognitif yang dinyatakan dalam nilai harian.

    2.1.3. Pengukuran Prestasi Belajar

    Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan

    yang tidak dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses

    belajar dan mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi belajar

    bidang akademik di sekolah-sekolah dicatat dalam sebuah buku laporan

    yang disebut rapor. Dalam rapor dapat diketahui sejauhmana prestasi

    belajar seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal dalam

    suatu mata pelajaran. Didukung oleh pendapat Suryabrata (1998) bahwa

    rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai

    kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu.

    Selanjutnya, Syah (2010) mengatakan bahwa pada dasarnya hasil belajar

    merupakan deskripsi siswa yang ditunjukkan melalui simbol atau angka

    dari prestasi kognitif, evaluasi prestasi afektif, dan evaluasi prestasi

    psikomotorik. Sedangkan, Sunarsih (2009) mengatakan bahwa untuk

    mengetahui prestasi belajar isiwa dapat dilihat dari proses belajar siswa

    dalam menguasai materi pelajaran berdasarkan nilai hariannya. Dengan

    demikian dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dimiliki mahasiswa

    haris dilihat dari ketiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan

    psikomotorik, yang kemudian dituangkan sebagai nilai dalam bentuk

    angka pada laporan hasil belajar melalui penilaian akhir belajar. Dalam

    penelitian ini, penulis menggunakan nilai harian siswa.

    2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.

    Belajar di sekolah merupakan suatu produksi dengan berbagai

    tahapan di mana setiap tahapan akan menghasilkan suatu produk dengan

    berbagai ciri dan kualitas yang mempengaruhi hasil dan tahapan

  • 10

    berikutnya. Keefektifan proses belajar di sekolah dijadikan tolak ukur

    untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajara. Hasil dari usaha inilah

    yang lazimnya disebut prestasi belajar. Untuk meraih prestasi belaar yang

    baik, banyak factor yang perlu diperhatikan karena di dalam dunia

    pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada

    siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan

    kesempatan untuk meningkatkan prestasi tetapi dalam kenyataannya

    prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.

    Purmaningtyas (2012) mengatakan bahwa faktor-faktor yang

    mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut :

    a. Faktor internal (dari dalam siswa), yaitu faktor fisiologis meliputi keadaan jasmani dan faktor psikologis yang meliputi kecerdasan

    baik kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional,

    kecakapan, bakat, minat, motivasi, perhatian dan kematangan.

    b. Faktor eksternal (dari luar individu), yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

    Dalam suatu kesempatan, Suryabrata (2002) menyebutkan faktor

    yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut:

    a. Faktor dari dalam individu, meliputi :

    1) Faktor biologis, yang kematangan fisik, kesehatan badan, kualitas makanan dan fungsi panca indera.

    2) Faktor psikologis yaitu minat, rasa aman, dan motivasi, pengalaman masa lampau, dan kecerdasan.

    b. Faktor dari luar individu meliputi :

    1) Faktor non sosial yaitu faktor belajar, cuaca, tempat, dan fasilitas.

    2) Faktor sosial yaitu pribadi guru yang mengatur sikap orang tua terhadap anaknya yang sedang belajar, situasi pergaulan dengan

    teman sebaya.

    Sedangkan Surya dan Amir (dalam Supeno,2004) menyatakan

    bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa ada dua yaitu

    faktor internal dan eksternal.

    a. Faktor internal, terdiri dari :

    1) Faktor jasmaniah (fisiologis) baik bersifat bawaan maupun diperoleh yang terdiri atas pengindraan, pendengaran, dan struktur

    tubuh.

  • 11

    2) Faktor Psikologis yang berasal dari bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas faktor intelektual maupun potensi

    kecerdasan, bakat, kecakapan, diam, tertutup seperti sikap

    kebiasaan, kebutuhan motivasi, emosi dan penyesuaian dari faktor

    kematangan.

    Dalam penelitian ini pengukuran prestasi belajar menggunakan

    penilaian sebagai pengukur keberhasilan (fungsi formatif), yaitu nilai-nilai

    harian pada masa semester I.

    2.2. Dukungan Sosial Orangtua

    2.2.1. Pengertian Dukungan Sosial

    Menurut Rock (dalam Smet,1994) dukungan sosial adalah salah

    satu di antara fungsi pertalian (ikatan) sosial. Ikatan-ikatan sosial

    menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal.

    Ikatan dan hubungan dengan orang lain dianggap sebagai aspek yang

    memberikan kepuasan secara emosional dalam kehidupan individu. Saat

    seseorang didukung oleh lingkungan maka segalanya akan terasa lebih

    mudah. Selain itu dukungan sosial yang menunjuk pada hubungan

    interpersonal juga melindungi individu-individu terhadap konsekuensi

    negatif dari stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu

    merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan

    kompeten.

    Menguatkan uraian tersebut di atas, Sarafino (1990) menyatakan

    dukungan sosial merupakan faktor sosial luar individu yang dapat

    meningkatkan kemampuan dalam menghadapi stress akibat konflik.

    Dengan adanya dukungan sosial, individu dapat merasakan perasaan

    nyaman, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang diterima individu

    dari orang lain. Seseorang yang mendapat dukungan sosial yang tinggi

    akan memiliki banyak pengalaman positif dan pandangan yang optimi

    terhadap kehidupannya. Adanya dukungan membuatnya yakin pada

    kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mengendalikan situasi di

    manapun ia berada.

    Dukungan sosial yang terdiri dari informasi atau nasehat verbal

    atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh

    keakraban sosial atau didapat karena kehadiran orang lain, mempunyai

    manfaat atau efek perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb dalam Smet,

    1994). Selanjutnya Wellman (dalam Smet, 1994) mengatakan bahwa

    dukungan sosial hanya dapat dipahami jika orang tersebut tahu tentang

    struktur jaringan sosial dan menjadi anggotanya. Hal ini mengandung

    pengertian bahwa dukungan sosial adalah sebagai perasaan sosial dasar

  • 12

    yang dibutuhkan terus-menerus, dipuaskan dalam interaksi dengan orang

    lain, namun tidak semua jaringan sosial yang ditemui selalu ada dukungan

    sosial.

    Weiss (dalam Cutrona,1994) mengemukakan dukungan sosial

    sebagai hubungan orang-orang yang dapat diandalkan, bimbingan serta

    kedekatan emosional terhadap suatu individu membuat dirinya

    mendapatkan pengakuan. Adapun komponen-komponen menurut Weiss

    dapat berdiri sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan, dan Weiss

    membaginya ke dalam aspek-aspek dukungan sosial yaitu Reliable

    alliance,Guidance, Opportunity for nurturance, Attachment, Sosial

    integration, Reassurance of worth.

    Selanjutnya menurut Suwarsiyah dan Haryanto (1989), dukungan

    sosial dari orang tua dapat berupa menciptakan suasana yang hangat dan

    harmonis, saling menghargai kepentingan dan privasi anggotanya, saling

    membantu dan peka terhadap masalah yang mungkin dihadapi salah satu

    dari mereka. Selain itu, dukungan dari orang tua juga berupa menyediakan

    fasilitas untuk belajar di rumah, memberikan kesempatan dalam bidang

    pendidikan. Jadi dalam hal ini, dukungan sosial orang tua dapat berupa

    materi dan perhatian. Ditambahkan oleh Smet (1994), bahwa dukungan

    sosial merupakan suatu bentuk perhatian, penghargaan atau pertolongan

    yang diterima individu lain atau kelompoknya. Informasi tersebut

    diperoleh dari pola hubungan keluarga, guru, teman sebaya, kelompok

    atau organisasi.

    Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan

    sosial adalah ikatan sosial atau kebersamaan sosial yang dijalin dengan

    akrab antara individu yang satu dengan yang lain dalam lingkungan

    masyarakat, keluarga, organisasi dan sekolah atau kampus dan lain-lain.

    Dukungan sosial diberikan dalam bentuk suatu informasi atau bantuan

    yang diperoleh dari orang lain karena adanya keakraban sehingga individu

    merasa diperhatikan, dicintai, dihargai, dihormati, serta mempunyai

    kesempatan yang baik untuk dapat memahami masalah bersama dengan

    orang lain.

    2.2.2. Pengertian Dukungan Sosial Orangtua.

    Dukungan sosial orang tua merupakan sikap perilaku orang tua

    kepada anak atau remaja yang bisa diterima dengan baik oleh anak.

    Misalnya : dengan memberikan pujian, harapan, perhatian, yang mana

    sikap tersebut dapat membuat anak merasa berharga dan dicintai oleh

    orang tuanya. Adanya dukungan orang tua dapat berwujud : pemenuhan

    kebutuhan dari orang tua (jasmani dan rohani); kedekatan baik secara fisik

  • 13

    maupun emosi; penerimaan diri dan komunikasi yang terbuka antara

    kedua pihak (Barnes et al.,2006).

    Pemahaman dari Bean, Barber, dan Crane (2006) tidak berbeda

    jauh dengan konsep Barnes (2006). Bean et al., (2006) mengkonsepkan

    dukungan sosial orang tua sebagai tingkat penerimaan dan kehangatan dari

    orang tua yang ditujukan kepada anaknya. Pada umumnya, dampak dari

    adanya dukungan orang tua yang ditujukan kepada anaknya. Pada

    umumnya, dampak dari adanya dukungan orang tua ini akan berdampak

    positif pada prestasi akademis, self-esteem yang positif dan rendahnya

    depresi yang dialami oleh anak atau remaja. Dukungan dari orang tua

    secara konsisten merupakan kunci penting dalam perkembangan diri anak

    dan remaja.

    Sejalan dengan itu, Demaray dan Malecki (2002) mengatakan

    dukungan sosial sebagai persepsi individu dari dukungan umum atau

    tindakan spesifik yang bersifat mendukung dari orang-orang dalam

    jaringan sosial, yang meningkatkan fungsi mereka atau sebagai pelindung

    bagi mereka dari perbuatan negatif. Sumber dukungan ini dapat berasal

    dari orang tua, teman, guru, teman dekat atau sekolah. Seperti yang

    dikutip oleh Baron dan Byrne (2005), dalam teorinya mengatakan bahwa

    dukungan sosial merupakan suatu kenyamanan secara fisik dan psikologis

    yang diberikan orang lain. Hal ini sangat bermanfaat bilamana individu

    mengalami stress atau sesuatu yang sangat efektif jika individu mengalami

    tekanan.

    Dengan demikian yang dimaksud dengan dukungan sosial orang

    tua di dalam penelitian ini adalah persepsi individu mengenai sikap

    orangtua terhadap dirinya yang membuatnya merasa diterima, dicintai,

    diperhatikan, dihargai dan menjadi bagian dalam keluarga.

    2.2.3. Aspek-Aspek Dukungan Sosial.

    Aspek-aspek dukungan sosial merupakan suatu cara yang

    mewujudkan bisa dalam bentuk ekspresi, ungkapan atau perwujudan

    bantuan dari individu yang satu ke individu yang membutuhkan. Weiss

    (Cutrona,1994), membagi dukungan sosial ke dalam 6 bagian yang berasal

    dari hubungan dengan individu lain, yaitu:

    a. Reliable alliance (Hubungan yang dapat diandalkan) Pengetahuan yang dimiliki individu bahwa individu dapat

    mengandalkan bantuan yang nyata yang dibutuhkan, individu yang

    menerima bantuan ini akan merasa tenang karena individu

    menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolong bila

    individu menghadapi kesulitan.

  • 14

    b. Guidance (Bimbingan) Dukungan sosial berupa nasehat dan informasi dari sumber yang

    dapat dipercaya.

    c. Reassurance of worth (Adanya Pengakuan) Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan

    terhadap kemampuan dan kualitas individu, dukungan ini akan

    membuat individu merasa dihargai dan diterima, misalnya

    memberikan pujian kepada individu karena telah melakukan

    sesuatu yang baik.

    d. Attachment (kedekatan emosional) Dukungan ini berupa pengekspresian dari kasih sayang dan cinta

    yang diterima individu, yang dpat memberikan rasa aman kepada

    individu yang menerimanya, kedekatan dapat memberikan rasa

    aman.

    e. Sosial integration (integrasi sosial) Dikaitkan dengan dukungan yang dapat menimbulkan perasaan

    memiliki pada individu karena menjadi anggota didalam kelompok

    dalam hal ini dapat membagi minat, serta aktivitas sosialnya

    sehingga individu merasa dirinya dapat diterima oleh kelompok

    tersebut.

    f. Opportunity to nurturance (kesempatan untuk Mengasuh) Dukungan ini berupa perasaan bahwa individu dibutuhkan oleh

    orang lain, jadi dalam hal ini subjek merupakan sumber dukungan

    bago orang yang mendukungnya.

    Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan emosional

    sangat berarti bagi seseorang apabila jika ia memang membutuhkannya.

    Kehadiran orang lain menjadi sangat penting karena secara umum

    individu tidak dapat menyediakan dan memenuhi kebutuhannya sendiri.

    Dukungan sosial dapat berupa dukungan emosional, dukungan

    penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif.

    2.2.4. Efek Dukungan Sosial Orangtua.

    Sarason (dalam Kuntjoro, 2002) mengatakan bahwa dukungan

    sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang

    dapat diandalkan, serta menghargai dan menyayanginya. Sarason

    berpendapat bahwa dukungan sosial selalu dipengaruhi oleh dua hal yaitu:

    1. Jumlah dukungan sosial yang tersedia; merupakan persepsi individu

    terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu

    membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas)

  • 15

    2. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima; berkaitan

    dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi

    (pendekatan berdasarkan kualitas).

    Hal tersebut di atas penting dipahami oleh orang tua yang ingin

    memberikan dukungan sosial, karena menyangkut persepsi tentang

    keberadaan (availibility) dan ketepatan (adequency) dukungan sosial bagi

    seseorang. Dukungan sosial bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi

    yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari

    bantuan itu. Hal tersebut, erat hubungannya dengan ketepatan dukungan

    sosial yang diberikan. Dalam arti bahwa orang yang menerima sangat

    merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang diterimanya

    adalah aktual dan memberikan kepuasan.

    Hasil penelitian Sarason, dkk, (Cutrona, dkk, 1994) menemukan

    bahwa individu yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi akan

    mengalami hal-hal positif dalam hidupnya, selain itu kecerdasan emosi

    dan motivasinya akan lebih tinggi dari pada tingkat kecemasan. Individu

    akan memandang hidupnya dengan lebih optimis, penuh keyakinan dan

    mampu mengendalikan dan menghadapi masalah-masalah dalam

    hidupnya. Keadaan seperti ini tidak ditemukan pada orang-orang yang

    tidak mendapat atau sangat rendah tingkat dukungan sosial.

    Sedangkan dampak dukungan sosial orangtua bagi motivasi belajar

    menurut Kwartarini,dkk (1992) adalah dukungan sosial orangtua

    merupakan fasilitator agar motivasi belajar dapat diperhatikan dengan

    baik. Pendapat tersebut diperkuat oleh Maqsud dan Coleman (1993), yang

    menunjukkan bahwa peranan orangtua dalam memberikan dukungan

    sosial terhadap anak mereka berhubungan positif dan signifikan dengan

    kecerdasan emosi pencapaian motivasi belajar pada anak mereka. Dalam

    pengertian bahwa makin besar dukungan sosial orangtua, makin tinggi

    motivasi belajar pada anak.

    2.3 Kecerdasan Emosi

    2.3.1. Pengertian kecerdasan Emosi

    Istilah kecerdasan emosi pertama kali dikenalkan oleh Peter

    Salovey dan Jack Mayer pada tahun 1990. Mayer dan Salovey (dalam

    Arbadiati, 2007) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan

    untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk

    membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta

    mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu

    perkembangan emosi dan intelektual.

    Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosi adalah kemampuan

    yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam

  • 16

    menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan,

    serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosi tersebut seseorang

    dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilih kepuasan,

    dan mengatur suasana hati. Menurut Hapsariyanti (2006), kecerdasan

    emosi adalah kemampuan seseorang dalam memahami, merasakan dan

    mengenali perasaan dirinya dan orang lain sehingga individu tersebut

    dapat mengendalikan perasaan yang ada dalam dirinya dan dapat

    memahami serta menjaga perasaan orang lain. Individu tersebut juga dapat

    memotivasi diri sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam

    kehidupan yang dijalani. Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa

    kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara

    selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi.

    Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan untuk belajar mengakui,

    menghargai perasaan pada diri, dan orang lain serta menanggapinya secara

    tepat dengan menerapkan secara selektif energi emosi dalam kehidupan

    sehari-hari, sedangkan Patton (1998) memberi definisi tentang kecerdasan

    emosi adalah kemampuan untuk menggunakanemosi secara efektif untuk

    mencapai tujuan membangun dengan produktif dan meraih keberhasilan.

    Howes dan Herald (2002) mengemukakan kecerdasan emosi sebagai

    komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi,

    lebih lanjut dikatakan bahwa emosi manusia berada di wilayah dari

    perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang

    apabila diakui dan dihormati, akan menghadirkan pemahaman yang lebih

    mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Dalam

    penelitian ini menggunakan pengertian kecerdasan emosi dari Goleman

    (2000) yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,

    ketahanan dalam menghadapai kegagalan, mengendalikan emosi dan

    menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan

    emosi tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang

    tepat, memilih kepuasan, dan mengatur suasana hati.

    2.3.2. Teori Kecerdasaan Emosi

    Goleman (2006) kecerdasaan emosional adalah kecakapan

    emosional yang melipui kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan

    memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan

    impuls dan tidak cepat merasa puas, mampu mengenali emosi, mengelola,

    dan berempati, serta mampu mengatur suasana hai dan mampu mengelola

    kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, mampu

    membina hubungan dengan orang lain. Pada dasarnya kecerdasaan emosi

    adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika unuk mengaasi

    masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur (evolusi), dan

  • 17

    emosi juga sebagai perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan

    biologis, dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak,

    oleh Goleman (2006). Sedangkan menurut Merda (2012) kecerdasan

    emosional adalah kemampuan mengindera, memahami dengan efektif

    menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi,

    informasi dan pengaruh. Selain itu, Tsaosis (2008) kecerdasan emosi

    adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan

    membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan

    dan maknanya serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga

    membantu perkembangan emosional dan intelektual.

    Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

    pengerian kecerdasan emosi yaitu; kemampuan seseorang untuk

    mengenal, mengendalikan diri sendiri, dapat berinteraksi dengan orang

    lain secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi, mampu

    mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan, dan mampu

    mengelola kecemasan agat idak mengganggu kemampuan berpikir dan

    mengendalikan emosi

    2.3.3. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

    Menurut Goleman (2000), aspek kecerdasan emosional terdiri dari

    lima, yaitu:

    a. Pengenalan diri (self-awareness).

    Mengenali perasaan sebagaimana yang terjadi adalah kunci dari

    kecerdasan emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang

    sesungguhnya membuat individu berada dalam kekuasaan perasaan.

    Orang-orang yang memiliki keyakinan lebih tentang perasaannya dapat

    mengarahkan kehidupannya dengan lebih baik. Individu tersebut

    memiliki pengertian dan merasa mantap dalam mengambil keputusan

    terhadap kehidupan pribadinya, seperti dengan siapa akan menikah

    sampai ke pekerjaan apa yang akan dilakukan.

    b. Mengelola emosi atau pengendalian diri (self regulations)

    Mengelola perasaan secara tepat merupakan kemampuan yang

    diperlukan untuk mengendalikan diri. Orang-orang yang kurang dalam

    kemampuan ini terus menerus berada dalam perasaan menderita,

    sedangkan mereka yang dapat mengatasinya dapat merasa segar

    kembali jauh dari kemunduran dan ganggguan dalam kehidupan.

    c. Memotivasi diri sendiri (motivating ownself).

    Mengatur emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang

    mendasar untuk dapat memberikan perhatian, memotivasi diri dan

    menguasai diri, serta mengembangkan kreativitas. Orang-orang yang

  • 18

    memiliki ketrampilan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam

    melakukan berbagai aktivitas.

    d. Mengenali emosi orang lain atau empati (Empathy).

    Empati adalah dasar dari ketrampilan pribadi. Orang-orang yang

    empatik lebih peka dalam menangkap isyarat-isyarat sosial yang

    mengindikasikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh orang lain.

    e. Membina hubungan atau ketrampilan sosial (sosial skills).

    Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan ketrampilan

    mengelola emosi orang lain. Orang-orang yang unggul dalam

    ketrampilan ini dapat melakukan segala sesuatu dengan baik. Mereka

    dapat melakukan interaksi dengan orang lain dengan lancar dalam

    pergaulan sosial. Dalam penelitian ini menggunakan lima aspek

    kecerdasan emosi menurut

    Goleman (2000) yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi atau

    pengendalian diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain

    atau empati, dan membina hubungan dengan orang.

    2.3.4. Efek atau peran Kecerdasan Emosi

    Kecerdasaan emosi merupakanan kemampuan yang dimiliki

    seseorang dalam mengenali emosi diri dan emosi orang lain serta mampu

    mengelolanya dengan baik sehingga tercapai tujuan-tujuan hidupnya dan

    memiliki hubungan yang baik dengan orang lain. Menurut Ciarrochi,

    Forgas,dan Mayer (2001) seseorang yang memiliki kecerdasaan emosi

    akan mampu mencapai akualisasi diri, berguna dalam hubungan sosial,

    berguna dalam segala aspek pekerjaan yang berkaitan dengan kelompok

    kerja, berguna unuk membantu seseorang menjadi lebih sehat dan

    sejahtera dalam kehidupannya. Meskipun banyak manfaat yang diperoleh

    dari kecerdasaan emosi, pada kenyataannya tidak sedikit ditemukan

    seseorang yang tidak berhasil dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan

    sosialnya, seperti sering membuat kesal orang lain, gagal dalam

    pekerjaannya, tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

    Hal ini disebabkan karena seseorang tersebut kurang memiliki

    kecerdasaan emosi, maka dari itu diperlukan kemampuan mengendalikan

    perasaan secara mendalam untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan

    lingkungan (Stein dan Book, 2004).

  • 19

    2.4 Hasil-hasil Penelitian sebelumnya

    2.4.1. Dukungan Sosial orangtua dan Prestasi Belajar

    Siswa yang mempunyai kecerdasan emosional yang kuat dalam

    meningkatkan prestasi belajar, juga diikuti dengan faktor dukungan sosial

    orangtua. Penelitian yang dilakukan oleh Rensi dan Sugiarti (2010)

    menunjukkan dukungan sosial yang berpengaruh terhadap prestasi belajar

    dengan nilai probabilitas signifikansi untuk variable dukungan sosial

    terhadap prestasi belajar sebesar 0,04

  • 20

    menunjukkan ada hubungan yang positif antara kecerdasan emosional

    dengan prestasi belajar (p

  • 21

    kwartarini,dkk (1992),dukungan sosial merupakan fasilitator agar prestasi

    belajar dapat diperhatikan dengan baik.

    Dukungan sosial dapat diterima dari berbagai macam sumber, seperti

    teman, keluarga, pasangan atau kekasih, lingkungan atau organisasi

    masyarakat (sarafino,1990). Dari berbagai macam dukungan tersebut,

    dukungan yang paling efektif untuk meningkatkan prestasi belajar adalah

    dukungan keluarga. Menurut Suwarsiyah dan Haryanto (1989), dukungan

    sosial keluarga dapat menciptakan suasana yang hangat dan harmonis,

    saling menghargai kepentingan dan privasi anggota, saling membantu dan

    peka terhadap masalah yang mungkin dihadapi salah satu dari mereka.

    Bentuk kehangatan dan perhatian tersebut adalah berupa fasilitas atau

    sarana pendukung dalam bidang pendidikan. Fasilitas dan sarana

    pendukung yang diberikan akan berdampak besar bagi tercapainya prestasi

    belajar.

    Dukungan sosial keluarga khususnya orangtua berperan penting

    sebagai aktualisasi diri pada anak dalam pencapaian prestasi belajarnya.

    Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Masqud dan Coleman(1993),

    yang menunjukkan bahwa peranan orangtua dalam memberikan dukungan

    sosial terhadap anak mereka berhubungan positif dan signifikan dengan

    aktualisasi pencapaian prestasi belajar pada anak mereka. Dalam

    pengertian bahwa semakin besar dukungan sosialorangtua , makin tinggi

    aktualisasi diri pencapaian prestasi pada anak.

    Verkuyten dkk (2001), menemukan bahwa dukungan sosial

    orangtua terhadap prestasi belajar pada anak lebih diperhatikan oleh

    keluarga-keluarga yang masih mempertahankan budaya kekerabatan.

    Dalam hubungan kekerabatan inilah dukungan sosial orangtua berperan

    penting terhadap tercapainya prestasi belajar anak mereka

    Selain pengaruh dukungan sosial orangtua terhadap prestasi belajar

    kecerdasan emosi juga merupakan salah satu faktor dalam prestasi belajar

    anak. Salovy & mayer (dalam Stein&Book,2002) mengemukakan

    kecerdasan emosi adalah kualitas untuk meraih sukses, yaitu empati,

    mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah,

    kemandirian, menyesuaikan diri, beridkusi, memecahkan masalah antar

    oribadi, tekun, setia kawan, sikap hormat. Menurut goleman (2001)

    kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan

    perasaan oranglain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan

    mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan

    orang lain.

  • 22

    Banyak usaha yang dilakukan para siswa untuk meraih prestasi

    belajar agar menjadi lebih baik. Usaha tersebut jelas positif, namun faktor

    lain yang terpenting adalah mencapai keberhasilan. Faktor tersebut adalah

    dukungan sosial orangtua dan kecerdasan emosi. Siswa dengan dukungan

    sosial orangtua dan kecerdasan emosi yang baik kemungkina besar akan

    berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi.

    Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa hubungan dukungan

    sosial orangtua dan kecerdasan emosi merupakan dua faktor yang penting

    bagi siswa untuk meraih prestasi yang lebih baik.

    2.6 Model penelitian

    2.7 Hipotesis

    Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang telah

    ditemukan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

    Ada pengaruh antara dukungan sosial orangtua dan kecerdasan emosi

    terhadap prestasi belajar siswa jurusan Keperawaatan di SMK PGRI I

    Salatiga

    Dukungan Sosial

    Orangtua

    Kecerdasan

    Emosi

    Prestasi Belajar