BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Negara Hukum ... -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Negara Hukum ... -...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Negara Hukum
2.1.1 Konsep Negara Hukum
Negara hukum Rechttaat, Negara bertujuan untuk menyelengarakan
ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang
terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan
terganggu dan agar semuanya berjalan menurut hukum.1
Sedangkan beberapa para ahli mendefenisikan negara hukum berbeda -
beda seperti yang di kemukakan D. Muthiras negara hukum adalah negara yang
susunan diatur dengan sebaik - baiknya dalam Undang - Undang sehingga segala
kekuasaan dari alat pemerintahannya didasarkan oleh hukum. Rakyatnya tidak
boleh bertindak sendiri - sendiri menurut semaunya yang bertentangan dengan
hukum. Negara hukum itu ialah negara yang diperintah oleh orang – orang tetapi
oleh Undang - Undang.2
Sedangkan menurut Seopomo. Negara hukum sebagai negara hukum yang
menjamin adanya tertib hukum dalam masyarakat artinya memberi perlindungan
1 Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Public.Bandung : Nuansa, 2009. hlm.24.
2 Ibid.
8
9
hukum pada masyarakat dimana antara hukum dan kekuasaan ada
hubungan timbal balik.3
Dalam konteks negara hukum Negara Republik Indonesia sebagai negara
yang lahir pada zaman modern, maka Indonesia juga menyatakan diri sebagai
negara hukum.4 Negara Republik Indonesia menurut undang – undang merupakan
negara hukum (rechsstaat).5
Pendapat Marsilam Simanjuntak, telah berkembang dengan terjadinya
amandemen Undang - Undang Dasar Tahun 1945 dan mengkokohkan suatu sikap
sebagai negara hukum, yang hidup ditengah - tengah peradaban yang maju dan
modern. Serta implimentasi demokrasi dan perjuangan hak hak asasi manusia
yang lebih progresif. 6
Menurut Hamid S. Atamimi, bahwa Negara Indonesia sejak didirikan
bertekad menetapkan dirinya sebagai negara yang berdasar atas hukum, sebagi
Reechtstaat. Bahkan Reechtstaat Indonesia itu ialah Reechtstaat yang
“memajukan kesejahteraan umum“, “mencerdaskan kehidupan bangsa “, dan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Reechtstaat itu
ialah Reechtstaat yang materil, yang sosialnya, yang oleh bung Hatta disebut
3 Ibid. hlm.25.
4 Syaiful Bakhri. Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern. Yokyakarta: Total Media,
2010. hlm 159.
5 Prajudi Atmosudirjo. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994 hlm 9.
6 Ibid. hlm 161.
10
negara pengurus, suatu terjemahan Verzorgingsstaat.7 Salah satu karakteristik
konsep negara kesejahteraan adalah kewajiban pemerintahan untuk
mengupayakan kesejahteraan umum atau Bestuurszorg. Menurut E. Utrecht,
adanya suatu “Welfare state”.8
Bagir Manan menyebutkan bahwa dimensi sosial ekonomi dari negara
berdasar atas hukum adalah berupa kewajiban negara atau pemerintah untuk
mewujudkan dan menjamin kesejahteraan sosial (kesejahteraan umum) dalam
suasana sebesar besarnya kemakmuran menurut asas keadilan social bagi seluruh
rakyat. Dimensi ini secara spesifik melahirkan paham negara kesejahteraan
(Verzorgingsstaat, Welfare state).9 Jika adanya kewajiban pemerintah untuk
memajukan kesejahteraan umum itu merupakan ciri konsep negara kesejahteraan,
Indonesia tergolong sebagai negara kesejahteraan, karena tugas pemerintah
tidaklah hanya dibidang pemerintahan saja, melainkan harus juga melaksanakan
kesejahteraan sosial dalam rangka mencapai tujuan Negara, yang dijalankan
melalui pembangunan nasional.10
Secara kostitusional, terdapat kewajiban negara dan pemerintah mengatur
dan mengelola perekonomian, cabang – cabang produksi, dan kekayaan alam
dalam rangka mewujudkan “kesejahteraan sosial”, memelihara fakir miskin dan
7 Ibid. hlm 18.
8 Ibid.
9 Ibid. hlm. 19.
10Ibid.
11
anak – anak terlantar, serta memberikan jaminan sosial dan kesehatan bagi warga
negara, seperti yang ditentukan dalam Bab XIV Pasal 33 dan 34 UUD 1945.
Dengan merujuk pada unsur - unsur negara hukum yang telah
dikemukakan diatas, ditemukan beberapa ketentuan dalam UUD 1945 yang
menunjukan bahwa negara hukum Indonesia yang menganut desentralisasi dan
berorientasi kesejahteraan. Pertama, pengakuan dan perlindungan hak asasi
manusia sebagaimana terdapat dalam Pasal 28 A sampai 28 J UUD 1945.11
Sehingganya kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat
dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan
mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD
1945 harus dijamin.12
2.1.2 Unsur - Unsur Negara Hukum
Menurut Frederik Julius Stahl, unsur - unsur negara hukum Rechtsstaat
adalah:
a. Perlindungan hak asasi manusia,
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak - hak itu.
c. Pemerintah berdasarkan peraturan perundang - undangan.
11
Ibid. hlm 20.
12 Idri Shafaat. Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Penyimpangan Pers. Jakarta: Prestasi pustaka,
2008. hlm 203.
12
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.13
Di dalam negara hukum diperlukan syarat - syarat tertentu atau unsur -
unsurnya, yakni adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia. Pemisahan
kekuasaan, pemerintah harus berdasar undang - undang serta adanya peradilan
administrasi.
Pada saat yang hampir bersamaan muncul pula konsep negara hukum rule
of law. Dari A. V. Dicey, yang lahir dalam naungan sistem hukum Anglo Saxon.
Dicey mengemukakan unsur - unsur rule of law sebagai berikut:
a. supremacy of law,
b. aquality before the law,
c. constitution based on human rights,14
Dalam perkembangannya konsep negara hukum, mengalami
penyempurnaan yang secara umum dapat dilihat antara lain :
a. Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.
b. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus
berdasar atas hukum atau peraturan perundang - undangan.
c. Adanya jaminan terhadap hak - hak asasi manusia.
d. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara.
13
Syaiful Bakhri. Op.cit. hlm 133.
14 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Bogor; Ghalia Indonesia, 2004, hlm 34.
13
e. Adanya pengawasan dari badan - badan peradilan yang bebas dan mandiri,
dalam arti lembaga peradilan tersebut benar - benar tidak memihak dan
tidak berada di bawah pengaruh eksekutif.
f. Adanya peran yang nyata dari anggota - anggota masyarakat atau warga
Negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan
kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
g. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian merata
sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.15
Menurut J.B.J.M Ten Berge prinsip – prinsip Negara hukum tersebut
sebagai berikut :16
A. Prinsip prinsip Negara hukum ;
1) Asas legalitas. Pembatasan kebebasan warga negara (oleh pemerintah)
harus ditemukan dasarnya dalam Undang – Undang yang merupakan
peraturan umum. Undang - Undang secara umum harus memberikan
jaminan (terhadap warga Negara) dari tindakan (pemerintahan) yang
sewenang - wenang, kolusi, dan berbagai jenis tindakan yang tidak
benar. Pelaksanaan wewenang oleh organ pemerintahan harus
ditemukan dasarnya pada Undang - Undang tertulis (undang- undang
formal).
2) Perlindungan hak-hak asasi.
15
Syaiful Bakhri. Op.cit, hlm 134.
7 Ridwan H.R. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Rajawali Pers, 2013. hlm 9.
14
3) Pemerintah terikat pada hukum.
4) Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum.
Hukum harus dapat ditegakan, ketika hukum itu dilangar. Pemerintah
harus menjamin bahwa di tengah masyarakat terdapat instrumen
yuridis penegakan hukum. Pemerintah dapat memaksa seorang yang
melangar hukum melalui sistem peradilan Negara. Memaksakan
hukum publik secara prinsip merupakan tugas pemerintah.
5) Pengawasan oleh hakim yang merdeka superioritas hukum tidak dapat
ditampilkan, jika aturan hukum hanya dilaksanakan organ
pemerintahan. Oleh karena itu, negara hukum diperlukan pengawasan
oleh hakim yang merdeka.
Sedangkan dengan rumusan yang hampir sama, H.D. Van Wijk/Wilem
Konijnenbelt menyebutkan prinsip – prinsip rechsstaat berikut ini.
A. Prinsip – prinsip rechsstaat ;
1) Pemerintah berdasar pada Undang – Undang; pemerintah hanya
memiliki kewenagan yang diberikan secara tegas diberikan oleh UUD
atau dengan UU lainya.
2) Hak – hak asasi; terdapat hak – hak manusia yang sangat fundamental
yang harus dihormati oleh pemerintah.
3) Pembagian kekuasaan; kewenangan pemerintah tidak boleh dipusatkan
pada satu lembaga, tetapi harus dibagi – bagi pada organ – organ yang
berbeda agar saling mengawasi yang dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan.
15
4) Pengawasan lembaga kehakiman; pelaksanaan kekuasaan pemerintah
harus dapat dinilai aspek hukumnya oleh hakim yang merdeka.17
2.1.3 Model Konsep Negara Hukum
Kemudian setelah melihat konsep serta unsur – unsur negara hukum di
atas maka konsep negara hukum, pada tataran implementasi ternyata memiliki
karakteristik yang beragam.
Hal ini karena adanya pengaruh situasi kesejarahan, sehingga konsep
Negara hukum muncul dalam berbagai model.18
:
1. Negara hukum menurut Al - Qur’an dan sunnah atau nomokrasi islam.
2. Negara hukum berdasarkan konsep dengan eropa continental yang dinamakan
Rechstaat. Model negara hukum ini diterapkan misalnya di belanda, jerman
dan prancis.
3. Konsep Rule of Law yang diterapkan di negara - negara Anglo-Saxon, antara
lain inggris dan amerika serikat.
4. Suatu konsep yang disebut Socialist Legality, yang diterapkan antara lain di Uni
Soviet sebagai negara komunis.
5. Konsep negara hukum pancasila.19
17
Ibid. hlm 10-11.
18 Syaiful Bakhri. Op.cit. hlm 133.
19 Moh Tahir Azhary. Negara Hukum. Jakarta : Prenanda Media 2003.hlm 82-83.
16
Konsep Negara hukum pancasila dikenal di indonesia perumusan yang
dipakai oleh pembentuk UUD 1945 yaitu “Indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum“ dengan rumusan “Rechstaat”.
Menurut Padmo Wahjono menunjukan bahwa pola yang diambil tidak
menyimpang dari konsep negara hukum pada umumnya, namun dikodifikasikan
dengan situasi Indonesia atau digunakan dengan ukuran pandangan hidup atau
pandangan negara kita. 20
Pada simposium di Universitas Indonesia Tahun 1966 mengenai Negara
Indonesia sebagai negara hukum pada kesimpulannya ditemukan bahwa konsep
Negara hukum Indonesia menurut UUD 1945 ialah negara hukum pancasila yaitu
konsep negara hukum yang satu pihak harus memenuhi kriteria dari konsep
negara hukum pada umunya (yaitu ditopang oleh tiga pilar : pengakuan dan
perlindungan hak asasi manusia, peradilan yang bebas, dan tidak memihak dan
asas legalitas dalam arti formal maupun material), dan di lain pihak, diwarnai oleh
aspirasi – aspirasi ke - indonesiaan yaitu lima nilai fundamental dari Pancasila.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa konsep Negara hukum pancasila
adalah model konsep Negara hukum yang mempunyai ciri khas berparadigma
pancasila.21
Konsep Negara hukum pancasila erat kaitannya dengan pers, karena
pers nasional dibentuk berasaskan konsep Negara hukum Pancasila. Menurut UU
20
Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat. Op.cit. hlm 34.
21 Ibid.
17
No. 40 Tahun 1999. Pasal 2 bahwa pers salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip demokrasi keadilan dan supremasi hukum.22
2.1.4 Hubungan Negara Hukum dengan Pers
kebebasan untuk berpendapat erat kaitannya dengan kebebasan pers, pers
adalah wujud dari kedaulatan rakyat, konstitusi dan Undang - Undang melindungi
demokrasi dan kebebasan pers.23
Kebebasan pers adalah jaminan oleh suatu
pemerintahan tentang pers publik yang berkenaan dengan warga negara dan
asosiasi mereka, memperluas keanggotaan dalam organisasi perkumpulan
wartawan dan pers yang diterbitkan mereka.
Kebebasan pers (freedom of the press) merupakan konsep yang benar –
benar problematik bagi negara – negara yang tidak menganut sistem demokrasi
(non – democratic systems of government) dikarenakan adanya kontrol untuk
mengakses informasi yang ketat oleh negara beserta aparatur keamanannya.
Di negara – negara maju kebebasan pers mengandung arti bahwa semua
orang mempunyai hak untuk mengungkapkan pendapat atau kreativitas mereka
dalam bentuk tulisan atau ekspresi lain. Deklarasi hak asasi manusia menyatakan
bahwa setiap orang mempunyai hak kebebasan berpendapat dan berekpresi; hak
ini mencakup kebebasan untuk memegang pendapat tanpa intervensi, dan
informasi terpisah serta ide – ide melalui media apapun tanpa pembatasan
22
Edy Sutanto Dkk. Hukum pers Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta 2010.hlm 38.
23 Sabab Leo Batubara. Menegakan kemerdekaan pers kumpulan makalah 1999-2007. Dewan
pers.2007. hlm. 32.
18
pembatasan yang menyebabkan keterkungkungan pers dalam menjalankan fungsi,
tugas dan kewajibannya.24
Di Indonesia kebebasan pers, yang disebut dengan kemerdekaan pers itu,
menurut Undang - Undang pers No. 40 tahun 1999. Diatas adalah salasatu wujud
kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip - prinsip demokrasi, keadilan, dan
supremasi hukum. Pada Pasal 4 dinyatakan :
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara;
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyosoran, pemberedelan,
atau penyelengaraan penyiaran;
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari memperoleh dan menyampaikan gagasan dan informasi;
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan mempunyai hak tolak.25
Pada pengantar kode etik jurnalistik Aliansi jurnalis independent
dinyatakan bahwa kemerdekaan berpendapat, berekpresi, dan pers adalah hak
asasi manusia yang dilindungi pancasila, undang – undang dasar 1945, dan
deklarasi Universal hak asasi manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana
24
Idry Shafaat, Op.cit. hlm 77-78.
25 Ibid, hlm 86.
19
masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi guna memenuhi
kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.26
Untuk mencari dan memeroleh informasi tersebut, lebih lanjut dijamin
dengan munculnya sunshine laws (produk - produk hukum yang menjamin
keterbukaan informasi dan transparansi). Salah satu sunshine laws tersebut adalah
Undang - Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU
KIP). Undang - Undang KIP menjamin setiap orang, untuk mendapat informasi
publik.
Hak atas informasi bukan hanya hak yang diatur melalui Undang -
Undang, namun juga merupakan hak konstitusional warga negara. Pasal 28 F
Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan,
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Sebagai hak kostitusional, maka hak tersebut tidak dapat dikuragi oleh
peraturan yang lebih rendah. Dengan kata lain, tidak boleh ada produk hukum
yang dapat membatasi ketentuan Undang - Undang Dasar 1945 tersebut.27
26
Ibid, hlm 87.
27 http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=en&id=977&type=5
20
2.1.5 Hubungan Negara Hukum dengan H.A.M
Adanya keterkaitan yang jelas antara negara hukum dengan hak asasi
manusia adalah seperti yang dikemukakan oleh Prof Paul Scholten, anasir atau
elemen pertama suatu negara disebut negara hukum berarti adanya pembatasan
kekuasaan yang berlandaskan hukum. Dengan demikian berarti terdapatnya asas
legalitas dari negara hukum. Pelangaran terhadap hak – hak individu hanya dapat
dilakukan, apabila diperkenankan oleh peraturan peraturan hukum. Tiap tindakan
negara harus selalu berdasarkan hukum peraturan perundang – undangan yang
telah ada terlebih dahulu merupakan batas kekuasaan bertindak negara.
Hak hak individu terhadap negara sebagai mana tercermin keseluruhan
dalam hak – hak asasi manusia yang telah diumumkan secara resmi dalam
pernyataan sedunia tentang hak hak asasi manuasia tanggal 10 desember 1948 di
istana Chailot, Paris, merupakan gambaran cerah terselengaranya jaminan
perlindungan bagi hak – hak warga negara yang diakui negara.28
Hak tersebut berarti : hak yang melekat pada martabat manusia yang
melekat padanya sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha Esa. Atau hak – hak
dasar yang prinsip sebagai anugrah ilahi. Berarti hak asasi manusia merupakan
hak – hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan
dari hakekatnya. Karena itu hak – hak asasi manusia bersifat luhur dan suci.29
28
Ramdlo Naning. Cita dan Citra Hak – Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jakarta: Lembaga
Kriminologi Universitas Indonesia.1983.hlm 26.
29 Ibid. hlm 8.
21
2.2 Negara Demokrasi
2.2.1 Konsep Negara Demokrasi
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam suatu negara dimana
semua warga negara secara memiliki hak, kewajiban, kedudukan dan kekuasaan
yang baik dalam menjalankan kehidupannya maupun dalam berpartisipasi
terhadap kekuasaan negara atau mengawasi jalannya kekuasaan negara, baik
secara langsung sehingga sistem pemerintahan dalam negara tersebut berasal dari
rakyat, dijalankan oleh rakyat, untuk kepentingan rakyat.30
Sedangkan menurut beberapa para ahli berpendapat bahwa demokrasi
menurut Joseph Schmeter adalah perencanaan institutional untuk mencapai suatu
putusan politik dimana para individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan
cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. 31
Sedangkan menurut Sidney Hook yang dimaksud dengan demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan di mana putusan putusan pemerintah yang
penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.32
30
Munir Fuady. Konsep Negara Demokrasi. Bandung : Refika Aditama, 2010. Hlm 2.
31 Ibid.
32 Ibid.
22
2.2.2 Nilai – Nilai dalam Negara Demokrasi
Dalam konsep Negara demokrasi sedikitnya mengandung nilai – nilai
sebagai berikut:
1. Nilai kesetaraan (Egalitarialisme)
2. Nilai penghargaan terhadap hak – hak asasi.
3. Nilai perlindungan (Protection)
4. Nilai keberagaman (Pluralism)
5. Nilai keadilan.
6. Nilai toleransi.
7. Nilai kemanusiaan.
8. Nilai ketertiban.
9. Nilai penghormatan terhadap orang lain.
10. Nilai kebebasan.
11. Nilai penghargaan terhadap kepemilikan.
12. Nilai tanggung jawab.
13. Nilai kebersamaan.
23
14. Nilai kemakmuran.33
Berdasarkan pada nilai – nilai yang harus dimiliki oleh demokrasi, maka
sebuah demokrasi minimal haruslah mengandung unsur – unsur sebagai berikut:
1. kedaulatan secara inklusif hanya ada pada rakyat.
2. Adanya ruang tempat dimana rakyat dapat berpartisipasi secara aktif, di
samping partisipasi dari parlemen yang juga merupakan wakil – wakil dari
rakyat.
3. Adanya perlindungan yang maksimal terhadap hak asasi manusia.
4. Adanya sistem trias politika.
5. Adanya check end balance, antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.
6. Adanya pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia.
7. Adanya pemahaman yang sama (common understanding) diantara rakyat
diantara kebijakan – kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
8. Adanya pemilihan umum yang bebas, rahasia, jujur dan adil.
9. Adanya hak untuk memilih yang merata, dan hak utuk dipilih juga yang
merata untuk menetukan wakil – wakilnya dan untuk mengisi berbagai
jabatan publik.
33
Ibid. hlm 16-17.
24
10. Adanya sumber – sumber informasi alternatif kepada rakyat disamping
informasi resmi dari pemerintah yang berkuasa.
11. Adanya sistem yang menjamin bahwa pelaksanaan kekuasaan negara
dapat mewujudkan semaksimal mungkin hasil suara dan aspirasi
masyarakat yang tercermin dalam suatu pemilihan umum.
12. Adanya perlakuan yang sama terhadap semua kelompok dan golongan
dalam masyarakat.
13. Adanya perlindungan terhadap perlindungan minoritas dan golongan
rentan.
14. Pengambilan putusan dengan sistem one man on fote.
15. Adanya oposisi yang kuat.
16. Adanya penghaargaan terhadap perbedaan pendapat.
17. Sistem rekrutmen terhadap kekuasan - kekuasaan dan jabatan Negara yang
dilakukan secara terbuka dan fair.
18. Adanya suatu sistem yang dapat menjamin terlaksananya sistem
kekuasaan yang teratur, damai, alami.
19. Adanya akses mudah dan cepat kepada masyarakat luas terhadap setiap
informasi tentang kebijakan pemerintah.
20. Adanya sistem akomodatif terhadap suara / pendapat / kepentingan yang
ada dalam masyarakat.
25
21. Pelaksanaan sistem pemerintahan yang sesuai dengan prinsip – prinsip
Good Governance.
22. Perwujudan prinsip supremasi hukum dan rule of law.
23. Terwujudnya sistem kemasyrakatan yang berbasis masyarakat madani
(civil society).34
Diantara nilai – nilai demokrasi di atas sempat menyinggung tentang
pelaksanaan sistem Good Governance, alangkah baiknya jika harus menjelaskan
tentang Good Governance.
Secara umum penyelengaraan pemerintah yang dimaksud dalam Good
Governance itu berkaitan dengan isu transparansi, akuntantabilitasi publik dan
sebagainya. Untuk memahami dan mewujudkan pemahaman tentang Good
Governance sebenarnya cukup pelik dan kompleks, tidak hanya menyangkut
transparasi dan akuntabilitasi. 35
Secara konseptual dapat dipahami bahwa Good Governace menunjukan
suatu proses yang memposisikan rakyat dapat mengatur ekonominya. Institusi
serta sumber sosial dan politiknya tidak hanya sekedar dipergunakan untuk
pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan integrasi bagi kesejahteraan
rakyat.36
34
Ibid. hlm 17-18.
35 Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat. Op.cit. hlm.81.
36 Ibid.
26
Good Governance juga dipahami sebagai suatu penyelengaraan
menejemen pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan
prinsip – prinsip demokrasi dan pasar, pemerintah yang efisien, serta
pemerintahan yang bebas dan bersih dari kegiatan korupsi kolusi dan nepotisme
(KKN).37
Bappenas dalam modulnya penerapan prinsip – prinsip tata kelola
kepemerintahan yang baik. Mengemukakan bahwa konsep Good Governance dan
Good Government. Menurutnya Good Governance secara umum merupakan
seluruh rangkaian proses pembuatan keputusan / kebijakan dan seluruh rangkaian
proses dimana keputusan itu di implementasikan dan tidak di implementasikan. 38
Sedangkan Good Government lebih mudah di pahami sebagai
“pemerintah” yaitu lembaga beserta aparaturnya mempunyai tanggung jawab
untuk mengurus Negara dan menjalankan kehendak rakyat. Menurut UNDP Good
Governance sebagai sinergis dan konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta
dan masyarakat.39
Atas dasar inilah maka disusunlah Sembilan karakteristik Good
Governance, yaitu :
37
Ibid.hlm.82
38 Arifin Tahir, Kebijakan Publik Teori dan Aplikasi.Yogyakarta : Deeppublish, 2013. hlm 117.
39 Ibid.
27
1. Partisipation. Setiap warga Negara mempunyai suara dalam
pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui inter -
mediasi institusi legitimasi yang mewakilkan kepentingannya.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa
pandang bulu, terutama hukum dan hak asasi manusia.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi yang berkaitan dengan kepentingan public secara langsung
dapat diperoleh masyarakat yang membutuhkan.
4. Responsiveness. Lembaga – lembaga dan proses - proses harus
mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
5. Concensus Orientation. Good Governance menjadi perantara
kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan maupun
prosedur – prosedur.
6. Equity. Semua warga Negara, baik laki- laki maupun perempuan,
mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka.
7. Effectiveness and efficiency. Proses – proses dan lembaga – lembaga
menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
mengunakan sumber – sumber yang tersedia sebaik mungkin.
28
8. Accountabity. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor
swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada public
dan lembaga – lembaga stekholders.
9. Strategic vision. Para pemimpin dan publikharus mempunyai
prespektif Good Governance dan pengembang manusia luas dan jauh
kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan
semacam ini.40
2.2.3 Prinsip – Prinsip Demokrasi
Menurut J.B.J.M Ten Berge menyebutkan prinsip – prinsip demokrasi
tersebut sebagai berikut :41
1) Perwakilan politik. Kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara dan
dalam masyarakat diputuskan oleh badan perwakilan, yang dipilih
melalui pemilihan umum.
2) Pertangungjawaban politik. Organ - organ pemerintahan dalam
menjalankan fungsi sedikit banyak tergantung secara politik, yaitu
kepada lembaga perwakilan.
3) Pemencaran kewenangan. Konsentrasi kekuasaan dalam masyarakat
dalam suatu organ pemerintahan adalah kesewenang - wenagan. Oleh
karena itu, kewenangan pada badan - badan publik itu harus
dipencarkan pada organ - organ yang berbeda.
40
Ibid. hlm 116.
27 Ridwan H.R Op.cit. hlm 10.
29
4) Pengawasan dan kontrol (penyelengaraan) pemerintahan harus dapat
dikontrol.
5) Kejujuran dan keterbukaan pemerintahan untuk umum.
6) Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan.
Sedangkan dengan rumusan yang hampir sama, H.D. Van Wijk/Wilem
Konijnenbelt menyebutkan prinsip – prinsip demokrasi berikut ini.
1) Keputusan penting yaitu Undang – Undang. Diambil bersama- sama
dengan perwakilan rakyat yang dipilih berdasarkan pemilihan umum
yang bebas dan rahasia.
2) Hasil dari pemilihan umum diarahkan untuk mengisi dewan perwakilan
rakyat dan untuk pengisian pejabat – pejabat pemerintahan.
3) Keterbukaan pemerintahan.
4) Siapapun memiliki kepentingan yang (dilanggar) oleh tindakan
penguasa, (harus) diberi kesempatan untuk membela kepentinganya.
5) Setiap keputusan harus melindungi berbagai kepentingan minoritas,
dan harus seminimal mungkin menghindari ketidakbenaran dan
kekeliruan.42
2.2.4 Hubungan Negara Hukum dengan Demokrasi
Terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum, yang bertumpu pada
konstitusi dan peraturan perundang - undangan, dengan kedaulatan rakyat, yang
dijalankan melalui sistem demokrasi. Korelasi ini tampak dari kemunculan istilah
42
Ibid. hlm 11.
30
demokrasi konstitusional, sebagaimana yang disebutkan di atas. Dalam sistem
demokrasi, penyelengaraan negara itu harus bertumpu pada partisipasi dan
kepentingan rakyat. Implementasi negara hukum itu harus ditopang dengan sistem
demokrasi. Hubungan antara negara hukum dan demokrasi tidak dapat dipisahkan.
Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan makna. 43
Menurut Franz Magnis Suseno, “Demokrasi yang bukan negara hukum
bukan negara hukum yang sesunguhnya. Demokrasi merupakan cara paling aman
untuk mempertahankan Kontrol atas negara hukum”. Dengan demikian, negara
hukum yang bertopang pada sistem demokrasi dapat disebut sebagai negara
hukum demokratis (democratische rechtsstaat).44
2.2.5 Kebebasan Pers dalam Negara Demokrasi
Memang dalam suatu negara demokrasi, kepada warga negara dijamin
kebebasan berbicara dan kepada pers dijamin kebebasan pers. Tetapi kepada yang
bersangkutan juga dibebankan tanggung jawab kalau terjadi penyalahgunaan
(abuse) terhadap kebebasan berbicara atau kebebasan pers tersebut. Jadi
kebebasan pers tidak bersifat absolut, melainkan ada batas – batasnya. Tetapi
pembatasan tersebut haruslah secukupnya saja, tidak boleh berlebihan.
43
Ibid. hlm 8.
44 Ibid.
31
Tindakan pembatasan terhadap kebebasan pers yang sebenarnya anti
demokrasi tersebut misalnya adalah pengekangan pers (restraint), pemberedelan
pers (breide), sensor (censor) atau pelarangan sebelum terbit (prior restraint).45
Sebaliknya secara teoritis dalam bidang kebebasan pers, penyalahgunaan
kebebasan pers terjadi dalam bentuk – bentuk sebagai berikut :
1. Jika terjadi ketidaklayakan (improper)
2. Jika terjadi kenakalan (mischievous)
3. Jika terjadi pelanggaran hukum (illegal)
4. Jika ucapanya bukan yang benar (truth)
5. Jika dilakukan bukan motif yang bagus (good motive)
6. Jika tujuannya tidak dapat dibenarkan (justifiable ends)
7. Jika terjadi informasi yang menyesatkan (misleading information)
Karena itu dengan kemerdekaan mengeluarkan pendapat atau kebebasan
pers tidak berarti boleh dilanggar prinsip – prinsip hukum dan moral. Dilain
pihak, secara hukum, kebebasan berbicara maupun kebebasan pers cukup kuat
berlakunya, hampir – hampir tanpa komromi. Bahkan dalam sistem hukum
dinegara – negara maju sekalipun, sebenarnya sulit sekali menentukan batas –
batas pada saat mana suatu kebebasan berbicara dilindungi oleh hukum,46
Secara umum meskipun dalam pelaksanaan kehidupan berdemokrasi itu
berbeda beda di berbagai negara tetapi demokrasi memiliki syarat – syarat
45
Munir Fuady. Op.cit.hlm 243
46 Ibid. hlm 244.
32
fundamental agar pola yang dianutnya itu dapat disebut demokrasi antara lain
cirinya itu : diakuinya hak – hak mengeluarkan pendapat, hak berserikat, hak
menetapkan bentuk dan corak pemerintahan dalam pola keterbukaan serta
diakuinya hak dari yang lemah untuk memperoleh perlindungan dari Negara agar
ia tetap dalam kedudukannya untuk mengunakan hak – hak tersebut.47
2.3 Urgensi Pers
2.3.1 Sejarah Pers
Sejarah awal munculnya pers sebagaimana yang dikatakan oleh Wina
Armada, pers cetak mulai berkembang pesat pada Tahun 1468. Johan Gutenburg
menemukan mesin cetak logam yang dapat dipindah pindahkan. Sebelum mesin
itu ditemukan, orang cinalah yang mula – mula mengembangkan tulisan yang
dibawa kemana – mana yakni pada lempengan kayu. Sementara bangsa india
memberikan sumbangan penemuan jenis – jenis angka internasional yang kita
kenal sekarang. Sesudah Gutenberg menemukan mesin cetak, dan pusat teknologi
beralih dari asia ke eropa serta amerika, seluruh penemuan sebelumnya mulai
dimanfaatkan lebih efektif.48
Kemudian sebagai Negara yang relatif terbilang
muda dibanding dengan banyak negara maju lainnya, pers Indonesia mau tidak
mau dalam sejarah perjalannya juga menerima pengaruh dari negara – negara
yang lebih dahulu mengenal budaya pers.49
Dalam pertumbuhan pers di Indonesia,
47
Ramdlon Naning. Op.cit. hlm 44.
48 Edy Sutanto Dkk.Op.cit. hlm 7-8.
49 Ibid. hlm 9.
33
pada awalnya, batas antara surat kabar yang dikelola orang belanda, cina atau
Indonesia belum kelihatan begitu jelas baru pada abad dua puluh hal itu terlihat
agak nyata. Namun sesudah kemerdekaan, batas itu hilang lagi karena surat kabar
kelolaan orang cina dan belanda sudah dilarang secara resmi, sehingga dalam
kenyataannya secara informal terjadi “pertemuan” ketigannya dalam pers
Indonesia.
Menurut Haryadi Suadi berbicara perihal pers Indonesia tentunya tidak
bisa dipisahkan dari hadirnya bangsa barat di tanah air kita. Memang tidak bisa
dimungkiri bahwa orang eropalah, khususnya bangsa belanda, yang telah berjasa
mempelopori hadirnya dunia pers dan persuratkabaran di Indonesia.50
Tentang awal mula dimulainya dunia persuratkabaran di tanah air kita ini,
De Haan dalam bukunya, “Oud Batavia” (G. kolf Batavia 1923) mengungkap
secara sekilas bahwa sejak abad ke - 17 di Batavia sudah terbit sejumlah berkala
dan surat kabar.51
2.3.2 Landasan Hukum Pers
Sesuai dengan paradigma demokrasi landasan yuridis tentang pers dalam
amandemen ke II UUD 1945, Pasal 28 E ayat 2 dan 3 dan Pasal 28 F yang
berbunyi :
50
Ibid. hlm 11.
51 Ibid.
34
Pasal 28 E
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul mengeluarkan
pendapat.
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi dengan mengunakan segala jenis saluran yang tersedia.52
Maka dengan atas dasar tersebut di undangkanlah UU No. 40 Tahun 1999
tentang pers yang menyatakan sebagai berikut :
1. Intervensi pemerintah terhadap pers tidak boleh ada.
2. Pers dan publiklah yang mengontrol pemerintah, bukan sebaliknya.
3. Departemen penerangan tidak diperlukan.
4. Reformasi pers dari pemerintah sebagai pembina, penentu kebijakan,
pegaturan, pengawasan dan pengendalian penyiaran menjadi masing –
masing medianya lah yang membina dan mengendalikan medianya.
52
Sabab Leo Batubara. Menegakan kemerdekaan pers kumpulan makalah 1999-2007. Jakarta :
Dewan pers, 2007. hlm 12.
35
5. Pelangaran oleh pers :
= bila melangar kode etik pers dilakukan ethics enforcement.
= bila melangar hukum dilakukan law enforcement.53
2.3.2 Manfaat / Urgensi
Pasal 3 UU No. 40 tahun 1999 menentukan bahwa fungsi pers ialah
sebagai berikut;
1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan dan control social.
2) Di samping fungsi – fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat
berfungsi sebagai lembaga ekonomi.54
Menurut Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat
menyebutkan 8 fungsi pers yang bertanggung jawab ialah sebagai berikut:
- Fungsi pertama pers yang bertanggug jawab ialah fungsi informatif, yaitu
memberikan informasi dan berita kepada khalayak ramai dengan teratur.
Pers menghimpun berita diangap berguna dan penting bagi orang banyak
dan kemudian di tuliskan dalam kata – kata.
53
Ibid
54Ibid. hlm 39.
36
- Fungsi kedua pers yang bertanggug jawab ialah fungsi kontrol yaitu masuk
ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintahatau
perusahaan. Pers harus memberitakan mana yang berjalan baik dan mana
yang tidak berjalan baik.
- Fungsi ketiga pers yang bertanggug jawab ialah fungsi interpretatif dan
direktif yaitu memberikan interprestasi dan bimbingan. Pers harus
menceritakan arti sebuah kejadian.
- Fungsi keempat pers yang bertanggug jawab ialah fungsi menghibur, yaitu
para wartawan menuturkan kisah – kisah dunia dengan hidup dan menarik.
Mereka menceritakan humor, drama dan musik.
- Fungsi kelima pers yang bertanggug jawab ialah fungsi regeneratif yaitu
menceritakan bagaimana suatu itu dimasa lampau, bagaimana dunia ini
dijalankan sekarang, dan bagaimana sesuatu diselesaikan, dan apa yang di
anggap dunia itu salah.
- Fungsi keenam pers yang bertanggug jawab ialah fungsi pengawalan hak –
hak warga Negara, yaitu mengawal dan mengamankan hak – hak pribadi.
- Fungsi ketujuh pers yang bertanggug jawab ialah fungsi ekonomi , yaitu
melayani sistem ekonomi melalui iklan. Tanpa radio, televisi, majalah dan
suratkabar, maka beratlah untuk mengembangkan perekonomian secara
pesat.
37
- Fungsi kedelapan pers yang bertanggug jawab ialah fungsi swadaya, yaitu
bahwa pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuannya agar
ia dapat membebaskan dirinya dari pengaruh – pengaruh serta tekanan
dalam bidang keuangan.55
2.3.4 Peranan Pers
Pasal 6 UU No. 40 tentang pers menyatakan pers nasional melaksanakan
peranannya sebagai berikut :
a) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
b) Menegakan nilai ilai demokrasi, mendorong terwujudnya suremasi hukum
dan hak asasi manusia serta menghormasi kebinekaan.
c) Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat akurat
dan benar.
d) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal – hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
e) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.56
2.3.5 Hubungan Pers dengan Demokrasi
Maka pers sebagai bagian penting untuk berdemokrasi. Sebuah negara
demokratis menghendaki sebuah sistem media yang dapat memberikan kepada
masyarakat ruang gerak yang luas bagi penyaluran pendapat dan analisis serta
55
Ibid. hlm 41.
56 Ibid. hlm 54.
38
debat mengenai isu – isu penting. Dengan demikian, pers merupakan media yang
vital bagi demokrasi.57
Memang dalam suatu negara demokrasi, kepada warga negara dijamin
kebebasan berbicara, dan kepada pers akan dijamin kebebasan pers. Tetapi kepada
yang bersangkutan juga dibebankan tanggung jawab kalau terjadi penyalahgunaan
(abuse) terhadap kebebasan berbicara atau kebebasan pers tersebut.
Jadi kebebasan pers tidaklah bersifat absolute, melainkan ada batas –
batasnya tetapi pembatasannya tersebut haruslah secukupnya saja, tidak boleh
berlebihan. Sebab, bagaimanapun juga, dialam demokrasi yang sudah maju seperti
yang terjadi dikebanyakan negara demokrasi dewasa ini, maka berbagai bentuk
tindakan yang menjurus kepada pembatasan terhadap kebebasan pers yang
sebenarnya anti demokrasi tersebut misalnya adalah pengekangan pers (restraint),
pemberedelan pers (breide), sensor (censor), atau pelarangan sebelum terbit (prior
restraint).58
2.4 Kekerasan Terhadap Jurnalis
2.4.1 Kekerasan Terhadap Jurnalis
Di era demokrasi sekarang ini persoalan kekerasan terhadap jurnalis masih
sering terjadi dalam masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Menurut catatan
Aliansi Jurnalis Independent (AJI) pada tahun pertama berlakunya UU No.40
Tahun 1999 tentang pers. Pada Tahun 1999 ada 74 kasus kemudian pada tahun
57
Idri Shafaat, Op.cit. hlm 15.
58 Munir Fuady. Op.cit. hlm 245
39
2000 meningkat ada 115 kasus, 2001 menurun ada 95 kasus, 2002 ada 70 kasus,
kemudian 2003 ada 59 kasus59
Dan 2008 ada 57 Kasus.
Diantara berbagai kasus yang terjadi pada tahun 2008 salah satunya adalah
kasus yang dialami oleh korban jurnalis Gorontalo (media public) pada 19 Maret
2008. yang menjadi sasaran serangan dan ancaman oleh ratusan massa salah satu
pendukung bakal calon walikota, mereka berusaha merampas kamera saku yang
dibawa korban, karena korban hendak melawan lantas massa menyerang korban.
Salah satunya adalah kasus yang dialami oleh korban jurnalis Gorontalo (Media
Public) pada 19 Maret 2008. yang menjadi sasaran serangan dan ancaman oleh
ratusan massa salahsatu pendukung bakal calon walikota, mereka berusaha
merampas kamera saku yang dibawa korban, karena korban hendak melawan
lantas massa menyerang korban.60
Di lihat dari data tersebut kekerasan terhadap
jurnalis masih marak terjadi di indonesia walaupun Undang – Undang No. 40
Tahun 1999 tentang pers sudah diberlakukan.
2.4.2 Jurnalis
Di jelaskan dalam Undang – Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers,
Jurnalis adalah orang yang secara teratur melakukan kegiatan junalistik (Pasal 1
poin 4) atau (journalist) yang lebih dikenal dengan sebutan wartawan merupakan
orang - orang yang terlibat dalam pencarian, pengelolahan dan penulisan berita
59
Edy Sutanto Dkk. Op.cit. hlm 60.
60 Jurnal “Laporan pertangung jawaban AJI 2008-2011. hlm 41.
40
opini yang dimuat di media massa, mulai dari pemimpin redaksi hingga
koresponden yang terhimpun dalam bagian redaksi.61
61
Dikutip dari Asep Syamsu M. Romli. Junalis Terapan Pedoman Kewartawanan,(Bandung Batic
Press,2005). hlm 7.