BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kapuk -...

14
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kapuk 2.1.1 Asal Usul Kapuk Kapuk (Ceiba petandra (L) Gaertn, (Kapok)), pohonnya tersebar luas di beberapa perkebunan di Asia Selatan. Serat kapuk dalam buahan tersebut telah digunakan sebagai kemasan bahan untuk bantal, selimut, dan beberapa mainan lembut (Chung, 2013). Dalam bahasa Gorontalo kapuk dikenal dengan sebutan “Duyungo”. Pohon ini tumbuh hingga setinggi 10 m dan dapat memiliki batang pohon yang cukup besar hingga mencapai diameter 3 m. Di Indonesia, khususnya Gorontalo kapuk banyak terdapat di tepi jalan maupun kebun, tetapi hanya dimanfaatkan untuk isian bantal. (b) (c) (a) (d) (e) Gambar 1. Kapuk. (a) pohon kapuk, (b) buah kapuk kering, (c) buah kapuk yang terbuka, (d) serat buah kapuk dengan bijinya, (e) serat buah kapuk tanpa bijinya. (Dokumen Pribadi, foto oleh Nurfitri, 2013))

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kapuk -...

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kapuk

2.1.1 Asal Usul Kapuk

Kapuk (Ceiba petandra (L) Gaertn, (Kapok)), pohonnya tersebar luas di

beberapa perkebunan di Asia Selatan. Serat kapuk dalam buahan tersebut telah

digunakan sebagai kemasan bahan untuk bantal, selimut, dan beberapa mainan

lembut (Chung, 2013). Dalam bahasa Gorontalo kapuk dikenal dengan sebutan

“Duyungo”. Pohon ini tumbuh hingga setinggi 10 m dan dapat memiliki batang

pohon yang cukup besar hingga mencapai diameter 3 m. Di Indonesia, khususnya

Gorontalo kapuk banyak terdapat di tepi jalan maupun kebun, tetapi hanya

dimanfaatkan untuk isian bantal.

(b) (c)

(a) (d) (e)

Gambar 1. Kapuk. (a) pohon kapuk, (b) buah kapuk kering, (c) buah kapuk yang terbuka, (d) serat buah kapuk dengan bijinya, (e) serat buah kapuk tanpa bijinya. (Dokumen Pribadi, foto oleh Nurfitri, 2013))

2.1.2 Kandungan dan Sifat Serat Kapuk

Kapuk adalah satu-sel serat selulosa alami, dengan selulosa 64%, lignin

13%, 8,6% air, abu 1,4-3,5%, 4,7-9,7% air seluble zat, xylan 2,3-2,5% dan 0,8%

lilin (Liu,2012; Wang,2012; Zheng,2012) karena mengandung lilin atau minyak

maka serat kapuk sulit untuk tenggelam dalam air (hydrophobic). Ketika kita

memasukkan segenggam serat kapuk ke dalam segelas air maka ia tidak bisa

menyatu dengan air, meskipun ditekan maka dia akan kembali mengapung di

permukaan, berbeda jika kita memasukkannya ke dalam segelas minyak maka ia

perlahan dengan sendirinya akan menyatu dengan minyak (oleophylic). Karena

sifat inilah serat kapuk secara alamiah termasuk hidrofobik atau tidak suka dengan

air. Maka dari itu serat kapuk banyak digunakan sebagai isian bantal, kursi, kasur

dan lain-lain.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hai T. Huynh dan Mikiya

Tanaka pada 2003, serat kapuk yang bersifat hidrofilik dapat juga menyerap ion

logam seperti Bi, Cd, Co, Cu, Fe, Ni, Pb, dan Zn. Pada penelitian yang dilakukan

oleh Yian Zeng 2012, mengungkapkan bahwa setelah serat kapuk diberikan

perlakuan kimia maka sifatnya menjadi hirofilik, sehingga dapat juga menyerap

Cr(VI). Sifat alamiah kapuk yang hidrofobik dapat dirubah menjadi hidrofilik

melalui proses pencucian dengan menggunakan campuran air dan deterjen (Jahja,

2013).

Sifat hidrofilik maupun hidrofobik yang dimiliki oleh permukaan serat

kapuk disebabkan oleh karakteristik dari serat kapuk, serat kapuk memiliki

struktur berongga atau lumen dengan diameter luar 16,5 ±2,4 nm, diameter dalam

14,5 ±2,4 nm. Hal ini mengindikasikan bahwa lumen terdiri 77% dari volume zat

(Lim, 2007; Huang, 2007). Lumen inilah yang berperan saat serat kapuk menjadi

hidrofilik maupun hidrofobik. Maksudnya ketika serat kapuk masih dalam

keadaan hidrofobik lumen berfungsi untuk menyimpan minyak, sedangkan ketika

ia bersifat hidrofilik lumen ini berfungsi untuk menyimpan air. Dinding lumen

licin (tampak halus) dan dilapisi lapisan lilin sehingga serat kapuk sangat ringan

dan mempunyai kemampuan mengisolasi panas dan suara.

Baru-baru ini, ada banyak laporan mengenai sintesis dan karakterisasi

adsorben dari biomassa termasuk gambut, bulir tebu, sekam kelapa, kotoran

domba, serat rami, dan serat kapas, serta sebagai bahan lainnya. Di antara

berbagai bahan biomassa, serat kapuk memiliki bentuk tabung berongga dengan

ketebalan dinding 0.8-1.0 µm. Hal inilah yang membuat serat kapuk berbeda

dengan dinding sel tanaman biasa (Chung,2013).

Gambar 2. Bentuk rongga serat kapuk (Mohamad Jahja , disajikan pada Group Seminar of Prof. Takebe, graduated School of Science and Technology, EHIME University of Japan, 2013)

2.2 Partikulat dalam Air

Partikulat disebut partikel halus, merupakan bagian kecil dari material

padat tercampur dalam gas atau cair. Komposisi partikulat terdiri dari berbagai

partikel yang asalnya berbeda, baik itu buatan alam atuau buatan manusia..

Beberapa partikulat yang terjadi karena kegiatan manusia yaitu pembakaran bahan

bakar fosil pada kendaraan, pembakaran batu bara, dan aktivitas pendulangan

emas pada pertambangan. Aktivitas pendulangan emas biasanya menggunakan

bahan logam untuk mengekstraksi emas. Pada akhirnya sisa produksinya

mengandung partikel-partikel logam yang mengalir ke sungai dan akhirnya

sampai di muara dan mengakibatkan pencemaran air.

Gambar 3. Pencemaran air oleh limbah tambang pada proses pengolahan emas di Sungai Wubudu, Desa Wubudu Kec. Sumalata, Kab. Gorontalo Utara. (a)proses pendulangan emas oleh masyarakat sekitar dengan menggunakan air sungai, (b) kondisi sungai Ubudu yang tercemar (c) kondisi muara sungai yang telah tercemar, (d) proses pendulangan emas oleh masyarakat di sekitar muara, (e) air laut yang tercemar dan (f) cara pengambilan sampel air yang tercemar (Dokumen Pribadi, Foto Oleh Fitri dan Viktor)

a

e d

c

f

b

Partikulat logam yang sering hadir dalam air, antara lain adalah , Cd, Co,

Cu, Fe, Ni, Pb, dan Zn (Huynh, 2003), Hg (Limbong, 2003). Dari sekian

Partikulat logam tersebut terdapat yang bersifat toksik sehingga sangat berbahaya

bagi kesehatan manusia, diantaranya sebagai berikut.

Tabel 1. Partikulat Logam dalam Air dan Dampaknya bagi Kesehatan

No.

Partikulat

Logam dalm

Air

Dampak bagi Kesehatan Referensi

1 Air raksa

(Hg)

Mengakibatkan gagal ginjal akut, radang

lambung, colitis, radang tekak, dysphagia,

sakit abdominal, mual dan muntah, diare

berdarah. Kemudiannya, bengkak kelenjar

ludah, stomatitis, pelonggaran gigi, radang

pinggul, anuria dan radang hati(2).

Stockinger,

1981dalam

WHO, 2005).

2 Timbal (Pb)

Mual, anemia, sakit sekitar mulut dan

kelumpuhan, gangguan neurologi (ataxia,

coma, stupor), keguguran, dan kematian

janin.

Darmono, 2001

dalam Apriadi,

2005 dan

Sudarmaji, 2006

3 Cd

(Cadmium)

Sesak napas, radang paru-paru, hipertensi,

sakit kepala, menggigil, dan kerapuhan

tulang

Sudarmaji, 2006

4. Cu (Tembaga)

Menghambat pembentukkan urin ,

gangguan ginjal, gangguan hati (karena hati

tidak dapat mengeluarkan Cu ke dalam

darah dan empedu sehingga Cu akan

menumpuk di hati), muntaber, pusing,

anemia, shock dan meninggal dunia.

Ifroh, 2011

5. Fe (Besi) Kelebihan zat besi dalam tubuh maka akan

berbahaya pada kulit dan pencernaan

Karamah, 2010

2.3 Spektroskopi Infra Merah (Shimadzu IR 440)

Spektroskopi infra merah digunakan untuk mengidentifikasi kualitatif dari

kapok fiber (Lim dan Huang, 2007). Tujuan utama dari analisis spektroskopi infra

merah adalah untuk menentukan fungsional sampel. Sampel diposisikan tepat dari

sinar infra merah dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk grafik (lihat gambar 4).

Spektroskopi inframerah ini juga dapat digunakan untuk menyelidiki sifat

pemukaan molekul yang menyelubungi kapok fiber sebelum dan sesudah

perlakuan (lihat gambar 5).

Gambar 5. Spektrum Transmisi dari serat kapuk sebelum (atas) dan sesudah

diberikan perlakuan (bawah) dengan NaClO2 (Liu, 2012)

Gambar 4. Prinsip kerja Spektroskopi Infa merah (Thermo Nicolet Corporation, 2001)

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui sifat permukaan molekul yang

menyelubungi serat kapuk atau kapok fiber (KF) sebagai bahan penyerap

partikulat ya

ng baik maka didasarkan pada indikatornya. Berikut ini adalah rincian indikator

tersebut.

Tabel 2. Indikator-indikator pada penelitian serat kapok

No Bilangan

Gelombang (cm-1)

Gugus molekul

Keberadaanya dalam Kapuk Referensi

1 3397 O-H Selulosa Yi Liu 2012

2 1592, 1504, dan 1463 C-C Lignin Yi Liu 2012

3 831 C-H Lignin Yi Liu 2012

4 3410 O-H Selulosa J.Wang 2012

5 1740 C=O Lignin & Xylan J.Wang 2012

6 1373 dan 1245 C-H dan C-O

Lignin J.Wang 2012

7 1735,1370, dan 1242 C=O Lignin & Xylan T.T. Lim 2007

8 1150 C-H Lignin B. Chung 2008

9 2918 CH2 dan CH3

Waxe T.T.Lim 2007

10 1107 C-H Lignin Y.Zheng 2012

11 1290 dan 1239 C-N Lignin Y.Zheng2012

2.4 Relatif Adsorpsi (RA)

Relatif adsorpsi merupakan perbandingan ketinggian puncak pada

spektrum bilangan gelombang yang ditinjau dengan ketinggian puncak pada

spektrum bilangan gelombang yang nilainya konstan. (Bykov: 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Ivan Bykov dalam tesisnya

Characterization of Natural Technical Lignings Using FTIR Spectroscopy

menyatakan bahwa nilai adsorpsi yang konstan adalah 1512 cm-1, sehingga

persamaanya menjadi seperti berikut:

1512AARA ab

(Persamaan…..1)

Keterangan :

RA = Relative Adsorpsi

Aab = ketinggian puncak pada spektrum bilangan gelombang yang ditinjau

A1512 = ketinggian puncak pada spektrum bilangan gelombang 1512

Dengan mengetahui nilai RA maka dapat diketahui sebanyak apa

kandungan lignin pada permukaan serat kapuk, sehingga bisa diketahui pula

bagaimana kemampuan serat kapuk menyerap partikulat dalam air.

Gambar 6. Grafik pembacaan puncak spektrum pada hasil Spektroskopi infra merah (Bykov 2008)

2.5 Scan Electro Microscope (JEOL-6340F)

Scanning Electro Microscope (SEM) yaitu teknik mikroskop elektron

mampu menghasilkan gambar resolusi tinggi dari permukaan sampel dengan

menggunakan prinsip interaksi elektron-materi. Dalam penelitian Jong-Tae Chung

2013, SEM digunakan untuk menyelidiki kapok fiber yang dikeringkan dan

dikarbonasi menjadi arang. Berikut ini adalah hasil scan dari sampel

penelitiannya.

Pada penelitian ini SEM digunakan untuk mengetahui sifat permukaan

serat kapuk atau kapok fiber (KF), setelah diberikan perlakuan waktu pengeringan

yang berbeda.

2.6 Deterjensi

Deterjensi merupakan proses penghilangan kotoran dari suatu permukaan.

Faktor yang mempengaruhi deterjensi, antara lain sifat alamiah kotoran, substrat

atau permukaan dimana kotoran menempel, proses yang dilibatkan dalam

penghilangan kotoran, jenis air yang digunakan dan suhu. Proses pencucian yang

Gambar 7. SEM untuk KCHCF(a) dan KAHCF(b) (Chung, 2013)

efektif dipengaruhi oleh kondisi selama proses penghilangan kotoran, antara lain

netralisasi komponen-komponen kotoran yang bersifat asam, emulsifikasi minyak

dan lemak, deflokulasi partikel kotoran, pengendapan kotoran dan pencegahan

proses redeposisi (Sidik, 2009).

Dalam proses pencucian menggunakan air yang ditambahkan dengan

surfaktan yaitu detergen, surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan

permukaan air. Surfaktan adalah molekul ampifilik/ampifatik yang terdiri dari

dua gugus yaitu gugus hidrofobik yang bersifat non polar dan gugus hidrofilik

yang bersifat polar (Geravasio,1996 dalam Sidik; 2009). Gugus hidrofobik

diilustrasikan sebagai ekor yang memiliki afinitas yang besar terhadap minyak

sedangkan gugus hidrofilik diilustrasikan sebagai kepala yang memiliki afinitas

yang besar terhadap air (Moroi,1992 dalam Sidik, 2009).

Dalam penelitian ini deterjensi atau proses pencucian secara kimia bertujuan

untuk menghilangkan kotoran pada permukaan serat kapuk sehingga sifat

alamiahnya yang hidrofobik menjadi hidrofilik. Deterjen yang digunakan adalah

rinso cair, dipilihnya deterjen ini karena memiliki bebrapa alasan yakni:

Gambar 8. Ilustrasi Surfaktan dibuat dengan terinspirasi dari Moroi,1992 dalam Sidik 2009

Hidrofilik Hidrofobik

bentuknya cair sehingga mudah larut dalam air, tidak meninggalkan residu, dan

memiliki kemampuan yang lebih aktif untuk mengangkat noda, dibuktikan pada

penelitian sebelumnya bahwa deterjen ini dapat meningkatkan kemampuan air

membasahi kotoran yang melekat pada pakaian dengan nilai tegangan permukaan

air yang lebih rendah daripada sabun lain yakni 0.0529 N/m.

2.7 Proses Pengeringan

Proses pengeringan serat kapuk merupakan proses yang penting yang tak

bisa diabaikan begitu saja, sebab hal inilah yang dapat mempengaruhi kemampuan

serat untuk bisa mengadsorpsi partikel (setelah proses pencucian). Seperti yang

diungkapkan oleh beberapa peneliti pada penelitian sebelumnya. Pengeringan

pada suhu 60 ºC dapat menguapkan sisa cairan agar sifat serat kapuk bisa

menyerap polutan secara efektif (T.T Lim, 2007). Pengeringan juga sangat baik

untuk menyerap logam berat yang mengotori perairan limbah industri (Chung,

2008). Melalui proses pengeringan bentuk tabung berongga homogen pada serat

kapuk (KAHCF) efektif dapat menghilangkan polutan dalam air (Chung, 2013).

Dalam penelitian ini proses pengeringan dilakukan untuk mengurangi

kadar air dalam serat kapuk. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya serap

serat kapuk sebagai bahan adsorpsi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

bahwa sifat serat kapuk memiliki lumen atau rongga. Dalam proses pencucian

rongga ini akan terisi air sehingga untuk bisa menyerap polutan maka rongga

tersebut harus dikosongkan dengan menghilangkan kadar airnya melalui proses

pengeringan.

Proses pengeringan dilakukan sebanyak dua tahap yaitu:

a. Tahap pertama adalah setelah proses pencucian. Hal bertujuan untuk

mengurangi kadar air dalam rongga serat kapuk sebagai bahan adsorpsi.

b. Tahap kedua adalah setelah proses pengotoran, maksudnya setelah serat

kapuk direndam dalam pengotor kapuk dikeringkan lagi. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi kadar air dalam rongga serat kapuk sehingga partikel-

partikel atau polutan dalam pengotor tersisa di permukaan serat yang

selanjutnya akan diuji untuk daya serapnya.

2.8 Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang digunakan,

antara lain :

a. Penelitian Jong-Tae Chung serta yang lainya dalam Jurnal Materials

Letters yang diterbitkan Elsevier pada tahun 2013, serat kapuk yang

dikeringkan dalam oven 100 0C selama 2 hari dan dikarbonisasi dengan

nitrogen 700 0C selama 1 jam dapat menghilangkan polutan dalam air

(Metil Blue).

b. Penelitian Yian Zheng, serta yang lainya tahun 2012 dalam Chemical

Enginering Journal setelah serat kapuk yang dicuci dengan aniline, dibilas

dengan alkohol, lalu dikeringkan pada 50 0C dalam oven, sifatnya menjadi

hidrofilik, sehingga dapat juga menyerap Krom (Cr).

c. Penelitian yang dilakukan oleh Byung Yeoup Chung, serta yang lainya

dalam Journal Appl Biology Chemical pada tahun 2008, serat kapuk yang

dicuci dengan NaClO2, dibilas denganaceton, dan dikeringkan dalam oven

hampa udara selama satu malam pada suhu 40 0C, dengan oksidasi secara

kimiawi serat kapuk dapat menyerap logam berat yang mengotori perairan

limbah industri yaitu Pb, Cu, Cd, dan Zn.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Teik-Thye Lim dan Xiaofeng Huang dalam

jurnal Industrial Crops and Products yang diterbitkan oleh Elsevier pada

tahun 2007, serat kapuk yang direndanm dalam yaitu etanol dan

kloroform, diangkat, dibilas dengan air, dan kemudian dikeringkan dalam

oven pada suhu 60 0C selama semalam menyerap polutan secara efektif.

e. Penelitian yang dilakukan oleh dilakukan oleh Hai T. Huynh dan Mikiya

Tanaka yang diterbitkan oleh American Chemical Society pada 2003, serat

kapuk yang dicuci dengan methanol dapat juga menyerap ion logam

seperti Bi, Cd, Co, Cu, Fe, Ni, Pb, dan Zn.

Peneliti mengangkat kembali penelitian tersebut dengan menggunakan

perlakuan pengeringan yang berbeda. Penelitian yang pernah ada terfokus pada

pengubahan sifat hidrofobik (anti air) serat kapuk menjadi hidrofilik (suka air)

dengan menggunakan bahan kimia nonkomersil (Zheng, Chung, Lim dan Hyunh),

dan pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven udara hampa dengan suhu

40-60 ºC (Chung, Zheng dan Lim). Sedangkan pada penelitian ini peneliti

menggunakan teknologi sederhana dengan bahan yang sederhana pula yaitu pada

proses pencucian menggunakan deterjen cair komersil yang mudah di dapat dan

pada proses pengeringan menggunakan udara panas dari hair dryer pada suhu 60

ºC yang dikeringkan pada waktu 5-25 menit dengan rentang waktu 5 menit untuk

masing-masing sampel.

2.9 Kerangka Berpikir

Biaya

Remediasi air yang mahal

Pengembangan Bioremediasi Bahan Lokal

Serat

Kapuk (SK)

Lamanya

Waktu Pengeringan

Pengembangan

Kualitas Serat Kapuk

Proses

Pengeringan

Limbah tambang

dibuang ke sungai

Pencemaran

Air

Kasus

keracunan partikulat

logam

Gambar 9. Skema kerangka berpikir

Kemampuan

Adsorpsi SK terhadap partikulat