BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah....

30
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan. Secara umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan eksperimen. Namun dalam hal-hal tertentu, konsep IPA adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam. Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan sumbangan besar kepada IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa membuat suatu alat atau tanpa melakukan observasi. Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini. a. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya. b. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. c. IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi,

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah....

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan

pengetahuan tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga

merupakan suatu proses penemuan. IPA juga merupakan ilmu yang bersifat

empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam

menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini

menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan

pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses

diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses

bagaimana cara produk sains ditemukan. Secara umum, kegiatan dalam IPA

berhubungan dengan eksperimen. Namun dalam hal-hal tertentu, konsep IPA

adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam.

Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan sumbangan besar kepada

IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa membuat suatu alat

atau tanpa melakukan observasi. Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini.

a. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan

lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur

seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.

b. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis,

dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

c. IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori IPA diperoleh atau disusun

dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi,

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

7

eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, observasi dan demikian

seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.

d. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan. Dengan

bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen

dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih

lanjut.

IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk

dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur

pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan,

penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan,

pengujian hipotesis melalui eksperimentasi, evaluasi, pengukuran, dan penarikan

kesimpulan.

Karakteristik Pembelajaran IPA

Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006). Karakteristik

belajar IPA meliputi:

a. Hampir semua indera, seluruh proses berpikir, dan berbagai gerakan otot.

b. Berbagai teknik (cara), seperti observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.

c. Alat bantu pengamatan untuk memperoleh data yang obyektif, sesuai sifat

IPA yang mengutamakan obyektivitas.

d. Kegiatan temu ilmiah, mengunjungi objek, studi pustaka, dan penyusunan

hipotesis untuk memperoleh pengakuan kebenaran temuan yang benar-benar

obyektif.

e. Proses aktif, artinya belajar IPA merupakan suatu yang harus dilakukan

siswa, bukan suatu yang dilakukan untuk siswa.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

untuk mempelajari hal yang menyangkut diri sendiri dan alam sekitar, serta

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

8

prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan

sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami

alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat

sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang

lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-

hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah

yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana

agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual,

keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan,

berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah dalam

kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006).

Tujuan IPA

Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut (Depdiknas, 2006):

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat.

4. Mengembangkan ke terampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

9

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Ruang Lingkup IPA

Ruang Lingkup bahan kajian IPA kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006)

untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya

2.1.2 Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match

Model pembelajaran cooperative learning didasarkan atas falsafah

manusia sebagai homo homini socius, yang menekankan bahwa manusia adalah

makhluk sosial (Lie, 2004). Kerjasama dalam kelompok merupakan kebutuhan

yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Oleh karena itu, tidak dapat

dipungkiri lagi pada kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup secara individual

tanpa bantuan dari orang lain. Sehingga dalam proses belajar juga manusia

diusahakan dapat saling bekerja sama untuk memperoleh tujuan belajar yang

sesuai dengan harapan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

10

Tujuan Cooperative Learning

Tujuan model pembelajaran tersebut menurut Eggen dan Kauchak (dalam

Winayarti, 2010), adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan partisipasi peserta didik.

2) Memfasilitasi peserta didik agar memiliki pengalaman mengembangkan

kemampuan kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok.

3) Memberi kesempatan kepada mereka untuk berinteraksi dan belajar bersama-

sama dengan teman yang seringkali berbeda latar belakangnya.

Jadi, dengan demikian seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim dkk (dalam

Winayarti 2010), bahwa inti tujuan dari model pembelajaran tersebut meliputi

tiga aspek penting yaitu aspek hasil belajar akademik, penerimaan terhadap

keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial.

Ciri-ciri Pembelajaran Cooperative Learning

Pada dasarnya, tidak semua kerja kelompok dapat dikatakan sebagai

cooperative learning. Terdapat ciri khusus kelompok yang disebut sebagai

kelompok pembelajaran cooperative learning. Menurut Lie (2003) ada lima unsur

yang harus diterapkan dalam pembelajaran kelompok, agar pembelajaran tersebut

dapat dikatakan sebagai pembelajaran cooperative learning. Kelima unsur itu

meliputi:

1) Saling ketergantungan positif

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia

merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara individual dan

sangat tergantung terhadap pertolongan sesamanya. Prinsip tersebut

diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas untuk membangkitkan rasa

kebersamaan. Pembentukan kelompok-kelompok kerja dalam pemberian

tugas terstruktur di kelas memberikan nilai lebih untuk menanamkan

kerjasama demi mencapai tujuan yang sama. Slavin (2009), mengungkapkan

bahwa inti dari pembelajaran cooperative learning ialah siswa saling

mendukung untuk berhasil, siswa akan mendorong anggota kelompoknya

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

11

untuk lebih baik dan akan membantu siswa lainnya melakukannya. Seringkali

para siswa mampu melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menjelaskan

gagasan-gagasan yang sulit satu sama lain dengan menerjemahkan bahasa

yang digunakan guru ke dalam bahasa anak-anak. Di samping itu, semua

anggota kelompok berusaha untuk saling menguntungkan, sehingga semua

anggota kelompok bisa memperoleh makna dari kebersamaan. Adapun makna

yang diperoleh seperti berikut:

a) Merasakan keuntungan dari setiap usaha teman lainnya, secara harafiah

ini berarti kesuksesan orang lain bermanfaat bagi diri kita dan

keberhasilan diri kita bermanfaat untuk orang lain.

b) Menyadari bahwa semua anggota kelompok mempunyai nasib yang

sama, artinya tenggelam dan mengapung semua anggota kelompok dalam

kebersama.

c) Tahu bahwa prestasi seseorang ditentukan oleh orang lain dalam satu

kelompok, artinya kami tidak dapat melakukan tanpa anda.

d) Merasa bangga dan merayakan bersama ketika salah satu anggota

kelompok mendapatkan keberhasilan, sebagai contoh: kami semua

merasa sukses atas kesuksesan anda.

Peranan pengajar sangatlah menentukan keberhasilan sistem

pengajaran ini. Lie (2004) menambahkan untuk menciptakan kelompok kerja

yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap

anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar lain bisa

mencapai tujuan mereka. Dengan cara ini, setiap anggota merasa

bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa

berhasil. Di samping itu, penilaian yang dilakukan oleh pengajar harus

dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan

nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari sumbangan setiap anggota

kelompok, untuk menjaga keadilan.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

12

2) Tanggung jawab perseorangan

Menurut Slavin (2009), tanggung jawab individual maksudnya ialah

bahwa kesuksesan kelompok bergantung pada pembelajaran individual dari

semua anggota kelompok. Tanggungjawab difokuskan pada kegiatan anggota

kelompok dalam membantu satu sama lain untuk belajar dan memastikan

bahwa setiap orang dalam kelompok siap untuk mengerjakan tugas, tanpa

bantuan teman sekelompoknya. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

cooperative learning memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

pembelajaran siswa apabila kelompok dihargai berdasarkan pembelajaran

individual dari tiap anggotanya.

Unsur tanggungjawab perseorangan merupakan akibat langsung dari

unsur saling kebergantungan positif. Karena itu, Lie (2004) mengatakan

bahwa jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model

pembelajaran cooperative learning, setiap siswa akan merasa

bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik. Pada akhirnya, siswa akan

dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Hal ini dikarenakan

bahwa guru tidak hanya memberikan tugas untuk kelompoknya saja, tetapi

siswapun secara individu memiliki tugas yang harus dikerjakan

3) Tatap muka

Dampak positif dari penerapan model pembelajaran cooperative learning

adalah terciptanya interaksi positif antara sesama anggota kelompok untuk

memudahkan transformasi informasi anggota kelompok. Hal ini sejalan

dengan pendapat Lie (2004), bahwa kegiatan interaksi ini akan memberikan

para pembelajar untuk siap membentuk sinergi yang menguntungkan semua

anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan

kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbedaan-perbedaan

yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok menjadi modal utama dalam

proses saling memperkaya antar anggota kelompok.

4) Komunikasi antar anggota

Proses interaksi antar anggota kelompok akan berjalan lancar, jika

komunikasi berjalan baik. Untuk itu, setiap anggota kelompok perlu memiliki

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

13

ketrampilan berkomunikasi. Menurut Lie (2004), sebelum menugaskan siswa

dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi

kepada siswa, karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan

dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok dalam pembelajaran cooperative

learning juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling

mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya.

5) Evaluasi proses kelompok

Setiap proses perlu mengadakan evaluasi sebagai refleksi untuk

memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam proses tersebut, sehingga proses

berikutnya akan berjalan lebih baik lagi. Karena itu, agar evaluasi ini dapat

memberikan arahan serta informasi terhadap hasil pekerjaan siswa dan

kegiatan proses belajar mengajar berlangsung, maka informasi diberikan ini

harus meliputi tujuan yang dicapai kelompok, bagaimana mereka melakukan

kerjasama saling membantu dengan teman satu kelompok, dan bagaimana

mereka bersikap dan bertingkah laku positif agar baik setiap siswa maupun

kelompok menjadi berhasil dan kebutuhan apa saja yang harus dilengkapi

agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan dengan baik. Agar hal ini terjadi,

menurut Lie (2004), menyatakan bahwa pengajar perlu menjadwalkan waktu

khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerja

sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif. Format

evaluasi disesuikan dengan tingkat pendidikan siswa. Waktu evaluasi

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi siswa.

Karakteristik Pembelajaran Cooperative Learning

Adapun karakteristik pembelajaran cooperative learning antara lain:

1) Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.

2) Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang

berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.

3) Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda

suku, budaya, dan jenis kelamin.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

14

4) Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.

Selain itu, terdapat empat tahapan ketrampilan kooperatif yang harus ada

dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:

1) Forming (pembentukan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk

membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.

2) Functioniong (pengaturan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk

mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina

hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.

3) Formating (perumusan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk

pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang

dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan

menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.

4) Fermenting (penyerapan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk

merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif,

mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk

memperoleh kesimpulan.

Prinsip-Prinsip Pembelajaran Cooperative Learning

Selain ciri-ciri pembelajaran cooperative learning, yang penting untuk

diingat dalam pembelajaran cooperative learning adalah prinsip dari pembelajaran

cooperative learning itu sendiri. Lungdern (dalam Mustikasari, 2007),

mengemukakan ada tujuh prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif. Ketujuh

prinsip itu antara lain:

1) Siswa harus memiliki persepsi bahwa siswa tenggelam dan berenang bersama

(we sink and swim together).

2) Siswa memiliki tanggungjawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, di

samping memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari

materi yang dihadapi.

3) Siswa harus memiliki pandangan bahwa siswa memiliki tujuan yang sama.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

15

4) Siswa harus berbagi suatu penghargaan atau hukuman yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.

5) Siswa akan diberi suatu penghargaan atau hukuman yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan, sementara siswa memperoleh ketrampilan

bekerjasama selama belajar.

7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkana secara individual materi

yang dipelajari dalam kelompok kooperatif.

Melihat uraian di atas, pembelajaran kooperatif dapat dikatakan lebih

efektif dibandingkan dengan pembelajaran biasa (ceramah), karena melalui

pembelajaran kooperatif, siswa lebih leluasa untuk saling memberi dan menerima

materi pelajaran, tanpa adanya rasa segan. Sesuai dengan yang dikatakan Lie

(2004), bahwa pengajaran rekan sebaya (peer teaching), ternyata lebih efektif

daripada pengajaran oleh guru, dikarenakan sebagai rekan sebaya, mereka

memiliki schemata yang mendekati kesamaan dibandingkan dengan schemata

guru.

Tahap-tahap Pembelajaran Cooperative Learning

Tahap pelaksanaan pembelajaran kooperatif menurut Sukarmin (2002)

dalam Widyaningsih 2008, seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1

Tahap-tahap Pembelajaran Cooperative Learning Tingkah Laku Guru

FASE KEGIATAN GURU

Fase 1: Menyampaiakan tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan yang

ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa belajar.

Fase 2: Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

16

dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan

bacaan

Fase 3: mengorganisasikan siswa

ke dalam kelompok-kelompok

belajar

Guru menjelaskan kepada peserta didik

bagaimana cara membentuk belajar dan

membantu setiap kelompok agar

melakukan transisi secara efisien

Fase 4: membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mengerjakan tugas

Fase 5: Evaluasi Guru menjelaskan proses dan hasil belajar

tentang materi yang telah dipelajari atau

masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil karyanya

Fase 6: Memberikan penghargaan Guru kreatif mencari cara-cara untuk

menghargai baik upaya maupun hasil

belajar individu dan kelompok.

Sumber: Sukarmin (2002)

Keunggulan Pembelajaran Cooperative Learning

Lie (2004) memaparkan keunggulan cooperative learning dibandingkan

dengan model pembelajaran lain (metode ceramah) adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya.

2) Meningkatkan daya ingatan siswa.

3) Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar.

4) Membantu siswa dalam mengembangkan ketrampilan berkomunikasi secara

lisan.

5) Mengembangkan ketrampilan sosial siswa.

6) Meningkatkan rasa percaya diri siswa.

7) Membantu meningkatkan hubungan positif antar sisa.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, model pembelajaran cooperative

learning memiliki berbagai macam tipe atau metode yang dapat digunakan sesuai

kebutuhan. Tipe-tipe pembelajaran cooperative learning diantaranya adalah

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

17

“student teams achievement division (STAD), teams assisted individualization

(TAI), teams games tournaments (TGT), cooperative integrated reading and

composition (CIRC), jigsaw (model tim ahli), group investigation go around,

Think Pair and Share, make a match (mencari pasangan), dan sebagainya”.

Khusus dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan salah satu metode

diantara berbagai metode yang disebutkan di atas, yaitu metode make a match.

Tipe Make a Match

Tipe make a match merupakan suatu teknik pembelajaran yang

memberikan tugas terstruktur kepada siswa melalui media kartu-kartu yang berisi

konsep yang berbeda dengan tema-tema atau topik-topik yang sama, sehingga

melalui kartu yang siswa dapatkan, maka dengan sendirinya siswa membentuk

kelompok-kelompok kerja berdasarkan kecocokan konsep yang terdapat dalam

kartu masing-masing, untuk menyelesaikan satu masalah dalam tema atau topik

yang sama. Sehingga, melalui teknik ini, siswa mampu aktif dan bekerjsama

dengan rekannya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Tipe make a match,

atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (Lie, 2004).

Tipe make a match mengutamakan ketelitian dan kerjasama dalam

menyelesaikan masalah, serta memberikan kenyamanan dalam menyelesaikan

masalahnya, karena siswa mencari pasangan kelompoknya sendiri. Seperti

dikatakan oleh Lie (2004), bahwa salah satu keunggulan teknik make a match

adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik

dalam suasana yang menyenangkan.

Langkah-langkah Tipe Make a Match

Langkah-langkah penerapan tipe make a match dipaparkan oleh Lie (2004),

sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu

jawaban.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

18

2) Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.

3) Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya:

pemegang kartu bertuliskan “Gerakan Turki Muda” akan berpasangan dengan

“Mustpha Kemal Pasha”.

4) Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang

kartu yang cocok.

5) Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi

pelajaran.

Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka selanjutnya tahap-tahap yang

perlu dipersiapkan selanjutnya dalam penerapan cooperative learning tipe make a

match adalah sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan ini, guru mempersiapkan kartu-kartu yang akan

dibagikan kepada siswa. kartu-kartu tersebut, sebelumnya telah dibuat oleh guru

berdasarkan materi yang akan disampaikan pada kegiatan belajar mengajar

(KBM) sesuai dengan RPP dan Silabus. Pembuatan kartu-kartu tersebut terbagi

dalam dua kategori yaitu pertanyaan dan jawaban. Kelompok-kelompok yang

nanti akan terbentuk, didasarkan pada kecocokan kartu pertanyaan dan jawaban

itu. Pembuatan kartu tidak terpatok ke dalam satu pertanyaan dan satu jawaban,

tetapi disesuaikan dengan kebutuhan jumlah anggota kelompok yang diinginkan

oleh guru. Artinya dalam dua kategori tersebut, bisa berbentuk 1 kartu pertanyaan

dengan 2-3 kartu jawaban. Di samping mempersiapkan kartu, guru juga

merencanakan alokasi waktu untuk kegiatan pembentukan kelompok. Alokasi

waktu disesuaikan dengan banyaknya jam pelajaran yang diberikan oleh pihak

sekolah. Selanjutnya akan dilaksanakan penyampaian materi oleh guru. Hal ini

dimaksudkan agar siswa dapat memperoleh gambaran mengenai materi yang akan

dibahas dalam KBM. Selain itu, ini juga demi membantu siswa agar tidak terlalu

kebingungan dalam mencari pasangan kelompoknya berdasarkan pertanyaan atau

jawaban dalam kartu, karena siswa telah dibekali materi oleh guru.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

19

2) Tahap Pembentukan Kelompok

Tahapan ini merupakan kegiatan utama dalam tipe make a match. Pada

tahapan ini terbagi dalam kegiatan, diantaranya:

a) Pembagian kartu

Dalam kegiatan ini, guru membagikan kartu-kartu yang telah

dipersiapkan pada tahapan sebelumnya kepada siswa. Tiap siswa

mendapatkan satu kartu yang isinya berdasarkan dua kategori, yaitu

pertanyaan dan jawaban. Setelah semua siswa mendapatkan masing-masing

kartu, guru memberikan kesempatan beberapa menit kepada siswa untuk

memikirkan jawaban atau pertanyaan yang sesuai dengan isi kartu tersebut.

Waktu diberikan disesuaikan dengan alokasi waktu dalam KBM sesuai RPP.

b) Pembentukan kelompok

Kegiatan selanjutnya adalah pembentukan kelompok. Pada kegiatan

ini, guru meminta tiap siswa membentuk kelompok-kelompok berdasarkan

kecocokan kartu yang dimilikinya dengan kartu temannya. Dalam

pembentukan kelompok ini, guru memberikan tenggat watku kepada siswa

sesuai dengan perencanaan pada tahap persiapan. Tenggat waktu yang

diberikan oleh guru ini, berpengaruh terhadap penghargaan yang akan

diberikan oleh guru kepada siswa ketika proses pembentukan kelompok.

Selanjutnya, guru memeriksa validitas dari pembentukan kelompok ini. Guru

masuk ke dalam tiap-tiap kelompok dan memeriksa kecocokan dari tiap-tiap

kartu anggota kelompok tersebut. Jika belum ada yang benar, guru

memberikan waktu kembali kepada masing-masing kelompok untuk

memperbaiki anggota kelompoknya. Namun, jika pembentukan kelompok

sudah benar, makan dilanjutkan pada kegiatan berikutnya.

c) Penghargaan

Penghargaan dilakukan dalam proses pembentukan kelompok.

penghargan ini bersifat individu maupun kelompok. Pemberian penghargaan

ini dilakukan untk mendapatkan antusias siswa yang lebih dalam kepada

KBM, sehingga siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Pedoman

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

20

penghargaan siswa dilakukan dengan skor sesuai dengan waktu yang

ditempuh dalam pembentukan kelompok.

3) Tahap Kegiatan Kelompok

Dalam tahapan ini, setiap siswa melaksanakan kelompok kerja

berdasarkan kelompok yang dibentuk dalam tahapan sebelumnya. Setiap

kelompok memecahkan masalah yang terdapat dalam gabungan tiap-tiap

kartu anggota kelompoknya. Ketika kerja kelompok berlangsung, setiap siswa

berhak meminta bantuan guru untuk membantu mengarahkan kelompoknya

dalam memecahkan masalah. Di samping itu, guru juga memberikan tenggat

waktu kepada setiap kelompok untuk bekerja sesui dengan alokasi waktu

dalam KBM. Setiap kelompok yang sudah selesai mengerjakan tugas

kelompoknya, berhak mendapatkan penghargaan sesuai dengan pedoman

waktu yang telah ditetapkan dan mendapatkan kesempatan pertama untuk

mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

4) Tahap Presentasi Kelompok

Tahapan presentasi merupakan tahapan berikutnya, setelah tiap

kelompok selesai mengerjakan tugas kelompoknya. Dalam tahapan ini terbagi

ke dalam dua yaitu presentasi kelompok dan tanya jawab antar kelompok.

Setiap kelompok mengutus wakilnya untuk menyajikan hasil kerja

kelompoknya di depan. Guru sebagai fasilitator memberikan alokasi waktu

kepada tiap-tiap kelompok secara rata untuk menyajikan hasil kerja

kelompoknya dan untuk mengadakan sesi tanya jawab. Pembagian alokasi

waktu oleh guru diharapkan agar setiap kelompok dapat tampil ke depan

untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Di samping itu, guru juga

mengadakan penilaian terhadap keaktifan individu siswa selama kegiatan

presentasi kelompok sedang berlangsung. Setelah semua kegiatan presentasi

dilaksanakan, maka guru menyimpulkan seluruh materi yang tersampaikan

dalam KBM.

5) Evaluasi

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

21

Evaluasi diadakan sebagai tahapan akhir dari seluruh pelaksanaan tipe

make a match. Evaluasi dilaksanakan melalui kegiatan tes. Tes merupakan

pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan

jawaban dari siswa dalam bentuk lisan, tertulis ataupun tindakan (Sudjana,

2005). Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil

belajar yang dicapai oleh siswa setelah dilaksanakan serangkaian kegiatan

pembelajaran dengan tipe make a match ini. Berdasarkan langkah-langkah di

atas, maka dapat tergambarkan bahwa metode ini akan menciptakan mobilitas

siswa yang positif di kelas selama kegiatan belajar mengajar (KBM)

berlangsung. Hal ini akan menjadi alternative solution untuk menjawab

keluhan-keluhan guru dalam menghadapi suasana kelas yang tidak kondusif,

sehingga suasana yang tidak kondusif tersebut menjadi hal yang positif yang

dapat membantu dalam keberlangsungan belajar siswa di kelas. Untuk

mengatasi kecenderungan suasana yang tidak kondusif yang diakibatkan dari

penerapan tipe make a match, maka diperlukan teknik-teknik dalam

manajemen pembelajaran. Salah satu teknik manajemen yang dapat

digunakan dalam mengatasi masalah di atas adalah dengan “Sinyal

Kebisingan-nol”. Menurut Slavin (2009), sinyal kebisingan-nol adalah sebuah

sinyal yang diberikan kepada para siswa untuk berhenti bicara, untuk

membuat mereka memberi perhatian penuh kepada guru, dan untuk membuat

tangan dan tubuh mereka diam. Selanjutnya, Slavin (2009), menjelaskan

beberapa variasi dari sinyal kebisingan-nol: Menggunakan sebuah alat

pengukur waktu, dan hitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

kembali ke kebisingan-nol. Buatlah sinyal yang berbeda, satu sekedar untuk

menurunkan tingkat kebisingan (misalnya, mengangkat tangan, dan posisi

tangan horizontal), yang kedua untuk menurunkan tingkat kebisingan dan

mendapatkan perhatian para siswa untuk memberikan pengumuman yang

ingin anda berikan (mengangkat tangan, dan telapak tangan posisi vertikal).

Gunakan alat pengukur waktu secara acak untuk menurunkan tingkat

kebisingan. Disamping itu, diadakan pemberian poin atau nilai kepada para

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

22

siswa yang dapat mencapai tingkat kebisingan nol saat pengukur waktunya

mati.

Pengelolaan Kelas Cooperative Learning Melalui Tipe Make a Match

Untuk memudahkan proses pembelajaran cooperative learning melalui

tipe make a match, maka perlu dirancang suatu pengelolaan kelas yang efektif dan

efisien. Pengelolaan kelas perlu memperhatikan kondisi ruangan kelas dan

psikologis siswa. Menurut Lie (2004), ada tiga hal penting yang perlu

diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative learning, yakni

pengelompokan, semangat cooperative learning, dan penataan ruang kelas.

1) Pengelompokan

Pengelompokan merupakan langkah pertama yang dilaksanakan dalam

pembelajaran cooperative learning. Menurut Lie (2004), pengelompokan

dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pengelompokan homogen dan

pengelompokan heterogen. Pengelompokan homogen yang sering dilakukan

di kelas berdasarkan prestasi belajar siswa. Menurut Scott Gordon (dalam

Lie, 2004), pada dasarnya manusia sering berkumpul dengan sepadan dan

membuat jarak dengan yang berbeda. Selanjutnya Lie (2004), menuturkan

jenis pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam

model pembelajaran cooperative learning. Kelompok heterogenitas dapat

dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang

agama, sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis.

Melalui tipe make a match, pengelompokkan siswa dalam pembelajaran

dapat menciptakan dua kemungkinan pengelompokan, yaitu kemungkinan

terjadi pengelompokan homogen maupun heterogen. Hal ini dikarenakan

pemilihan kelompok siswa didasarkan atas kecocokan pasangan kartu yang

diperoleh siswa secara acak. Di samping itu, pengelompokan bersifat

sementara untuk setiap kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, guru

dapat membandingkan kerja kelompok. Sehingga dapat dianalisis

pengelompokan mana yang tepat bagi siswa dalam pembelajaran di kelas.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

23

2) Semangat Cooperative Learning

Menurut Lie (2004), agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam

proses pembelajaran cooperative learning, masing-masing anggota kelompok

perlu mempunyai semangat cooperative learning. Semangat tersebut dapat

dirasakan dengan membina niat dan kiat siswa dalam bekerjasama dengan

siswa-siswa lainnya. Lebih lanjut Lie (2004), menguraikan beberapa kegiatan

yang dapat membina niat siswa dalam menumbuhkan semangat cooperative

learning, diantaranya:

1) Kesamaan kelompok, dapat dilakukan dengan cara wawancara kelompok,

lempar bola, dan jendela kesamaan.

2) Identitas kelompok, dapat dilakukan melalui pemberian nama kelompok

yang dapat menumbuhkan semangat kelompok.

3) Sapaan dan saran kelompok. Hal ini disamping menumbuhkan semangat,

juga dapat mengembangkan kreativitas siswa.

3) Penataan Ruang Kelas

Kelas sebagai tempat beraktivitas belajar tentu mempengaruhi efektivitas

dan kelancaran dalam pembelajaran dengan menerapkan model cooperative

learning tipe make a match. Karena itu, penataan ruang kelas harus

disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruang kelas. Menurut Lie (2004) ada

beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penataan ruang kelas,

yaitu: ukuran ruang kelas; jumlah siswa; tingkat kedewasaan siswa; toleransi

guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalulalang siswa; toleransi

masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain;

pengalaman guru dalam melaksanakan pelaksanaan model pembelajaran

cooperative learning melalui tipe make a match; dan pengalaman siswa

dalam melaksanakan model pembelajaran cooperative learning.

2.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Hamalik (2002:155) adalah terjadinya perubahan

tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

24

pengetahuan sikap dan keterampilan. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bukan

hanya perubahan dalam pengetahuan saja, tetapi juga dalam keterampilan dan

sikap. Jadi, hasil belajar adalah hasil yang didapatkan seseorang dalam proses

belajar dan diwujudkan dalam nilai yang diberikan guru dan perubahan tingkah

laku setelah mengikuti proses pembelajaran.

Joko Susilo (2009) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau

memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah

merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar

bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami.

Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Hilgard dan Bower (dalam Purwanto 1993), mengatakan bahwa belajar

berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu

yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang, dimana perubahan

tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungannnya berupa

respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang. Beberapa pendapat di

atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku

yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang.

dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa belajar

mengandung tiga unsur, yaitu :

1) Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.

2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului adanya proses pengalaman.

3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.

Hasil belajar merupakan suatu proses yang dilakukan guru pada akhir

kegiatan pembelajaran atau akhir program untuk menentukan angka hasil belajar

peserta didik. Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil

pengukuran penguasaan bidang atau materi dan aspek perilaku baik melalui

teknik tes dan nontes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat

pencapaian kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam standar

proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif,

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

25

afektif, dan psikomotor (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2012: 109. Dalam

Asesmen Pembelajaran SD 2012).

Pengukuran Hasil Belajar

Pengukuran menurut Wardani Nanik Sulistya dkk (Asessmen

pembelajaran SD 2012:47) secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai

kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatau

gejala atau peristiwa. Hasil pengukuran terkait dengan penilaian belajar. Dalam

penilaian hasil belajar, pengukurannya tidak hanya menekankan pada hasil belajar

saja, namun juga menekankan pada evaluasi proses belajar (Wardani Naniek

Sulistya dan Slameto, 2012: 18).

Assesmen menurut Wardani Naniek Sulistya dkk (Assesmen pembelajaran

SD 2012:48) adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk

mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian adalah metode yang

biasa digunakan untuk menentukan mutu unjuk kerja individu; pernyataan

berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seorang atau

karakteristik sesuatu; penafsiran data hasil pengukuran. Kegiatan untuk

menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan

instrument. Dalam dunia pendidikan instrument yang sering digunakan seperti tes,

lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Menurut Wardani

Naniek Sulistya Wardani dkk (Assesmen pembelajaran 2012:48) adalah salah satu

contoh instrument atau alat pengukuran yang paling banyak dipergunakan untuk

mengetahui kemampuan intelektual seseorang.

Dalam melaksanakan asesmen pembelajaran maka perlu memperhatikan

teknik asesmen pembelajaran. secara umum teknik penilaian dibedakan menjadi 2

yaitu teknik tes dan teknik non-tes.

1. Teknik Tes

Serenten pertanyaan atau latihan serta alat ukur yang digunakan untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

26

dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto 2010:193) Pendapat dari para ahli

di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah sejumlah pertanyaan atau soal-soal

yang harus dijawab, dilakukan dalam waktu tertentu dan memiliki tujuan tertentu

guna mengukur kemampuan seseorang. Berikut ini adalah teknik tes yang

dikemukakan oleh Wardani Naniek Sulistya (2012:144-145) sebagai berikut:

a. Jenis Tes berdasarkan cara mengerjakan

1. Tes tertulis

Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta didik dengan

memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis secara umum dikelompokkan

menjadi dua yaitu:

- Tes objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat atau isian, benar salah,

dan bentuk menjodohkan.

- Tes uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif (penskorannya dapat

dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif (penskorannya sulit

dilakukan secara objektif).

2. Tes lisan

Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan

tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik, dengan tujuan

untuk melakukan pengukuran atau menentukan skor. Tes lisan tidak sama

dengan pembelajaran yang melakukan tanya-jawab. Tes lisan memiliki

kelebihan:

- Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta

didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan

langsung.

- Bagi peserta didik yang kemampuan berfikirnya relatif lambat, tes bentuk ini

dapat menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan

pertanyaan yang dimaksud.

- Hasil tes dapat langsung dapat diketahui peserta didik.

Adapun kelemahan Tes Lisan adalah:

- Subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes.

- Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

27

3. Tes perbuatan

Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk

lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau

unjuk kerja. Penilaian tes perbuatan dilakuakan sejak peserta didik melakukan

persiapan, melaksanakan tugas, sampai dengan hasil yang dicapainya. Untuk

tes perbuatan umumnya diperlukan sebuah format pengamatan, agar pendidik

dapat menulis angka-angka yang diperolehnya pada tempat yang sudah

disediakan. Bentuk formatnya dapat disesuaikan menurut keperluan. Untuk tes

perbuatan yang bersifat individual, sebaiknya menggunakan format

pengamatan individual. Begitu pula yang dilakukan secara kelompok.

b. Jenis Tes berdasarkan bentuk jawabannya

1) Tes esei (essay-type test)

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan

gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara

mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

2) Tes jawaban pendek

Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes

diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan

jawabanjawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata

lepas maupun angka-angka.

3) Tes objektif

Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk

menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan

istilah tes pilihan jawaban (selected response test).

2. Teknik Non Tes

Teknik non-tes adalah alat ukur untuk memperoleh hasil belajar non-tes, misalnya

untuk mengetahui perubahan tingkah laku yang berkenaan dengan ranah afektif

dan psikomotor. Teknik non tes sebagai alat penilaian mencakup observasi atau

pengamatan, angket, kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian,

sosiometri, studi kasus, work sample analysis (analisa sampel kerja), task analysis

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

28

(analisis tugas), checklists and rating scales dan portofolio. Wardani, Naniek

Sulistya dkk (Asesmen pembelajaran 73-76) membagi

teknik nontes menjadi 7 macam yaitu:

a. Unjuk Kerja

Suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan melalui aktivitas peserta

didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti

berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta didik

dalam memecahkan masalah kelompok; partisipasi peserta didik dalam diskusi;

keterampilan menari; dan lain sebagainya.

b. Penugasan

Penugasan merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang

mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu.

c. Tugas Individu

Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang

dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu

dalam bentuk seperti pembuatan kliping, pemmbuatan makalah dan sebagainya.

d. Tugas Kelompok

Hampir sama dengan tugas individu, namun bedanya tugas ini dikerjakan

secara berkelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja

kelompok.

e. Laporan

Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan

yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum

dan lain sebagainya.

f. Response dan Ujian Praktik

Merupakan suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada

kegiatan praktikumnya. Ujian praktik dapat dilakukan pada awal praktik atau

setelah melakukan praktik.

g. Portofolio

Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan

informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

29

periode tertentu. Portofolio dapat berupa karya peserta didik dari proses

pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, pekerjaan-pekerjaan yang

sedang dilakukan, beberapa contoh tes yang telah selesai dilakukan, berbagai

keterangan yang diperoleh peserta didik, keselarasan antara pembelajaran dan

tujuan spesifik yang telah dirumuskan, contoh-contoh hasil pekerjaan sehari-hari,

evaluasi diri terhadap perkembangan pembelajaran dan hasil observasi guru. Jadi

hasil belajar diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan

yang dimiliki oleh siswa setelah melakukan kegiatan dengan proses penilaian

melalui kegiatan atau prosedur dalam pembelajaran yang menghasilkan skor dari

unjuk kerja dan tes.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rifka Isnaini pada tahun 2011 pada siswa

Kelas V di SDN Kidul Dalem 2 Malang dengan judul “Peningkatan Hasil

Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V Dengan Menerapkan Model

Pembelajaran Make a Match Di SDN Kidul Dalem 2 Malang”. Hasil

observasi menunjukkan bahwa nilai hasil belajar siswa kelas V SDN Kidul

Dalem 2 Kota Malang rendah, hal ini dapat dilihat dari: (1) Dominasi guru

dalam proses pembelajaran tersebut dapat menyebabkan siswa lebih bersifat

pasif; (2) Guru hanya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan

penugasan sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian guru daripada

mencari, menemukan sendiri pengetahuan atau sikap dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia. Untuk itu, perlu adanya inovasi pembelajaran yang dapat

meningkatkan hasil belajar siswa yaitu Make a Match. Tujuan penelitian

tersebut adalah: (1) Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran make a

match pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN Kidul

Dalem 2 Malang dan (2) Mendeskripsikan model pembelajaran make a match

dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN

Kidul Dalem 2 Malang. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa

kelas V SDN Kidul Dalem 2 Kota Malang. Jenis penelitian ini adalah

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan empat tahapan, yaitu (1)

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

30

Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengamatan, (4) Refleksi. Menggunakan

empat cara dalam pengumulan data, yaitu (1) Observasi, (2) Wawancara, (3)

Tes, (4) Dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunkan tiga

cara, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan data. Berdasarkan

judul diatas dapat diketahui bahwa penerapan model pembelajaran model

make a match pada mata pelajaran Bahasa Indone sia kelas V SDN Kidul

Dalem 2 Kota Malang dengan materi Menghargai Peranan Para Tokoh

Pejuang dan Masyarakat dalam Mempersiapkan dan Mempertahankan

Kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SDN Kidul Dalem 2 Malang

terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam setiap siklus

ketuntasan hasil belajar pada aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan

yaitu pada tahap tindakan pada siklus I 61,1% dan pada siklus II mengalami

kenaikan menjadi 100%. Ketuntasan hasil belajar pada aktivitas belajar siswa

dari siklus I naik 38,9% ke siklus II. Dalam setiap siklus ketuntasan hasil

belajar pada tes akhir siswa mengalami peningkatan yaitu pada nilai awal

sebelum tindakan adalah 13,7%, pada siklus I ada 48,3% dan pada siklus II

ini mengalami kenaikan cukup tinggi yaitu 100%. Ketuntasan hasil belajar

pada tes akhir siswa dari nilai awal ke siklus I naik 34,6% dan dari siklus I ke

siklus II naik 51,7%. Saran yang diberikan hendaknya guru menggunakan

strategi dan model pembelajaran yang menarik, salah satunya adalah dengan

menerapkan model pembelajaran make a match untuk meningkatkan hasil

belajar siswa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Maryunia pada tahun 2010 pada siswa Kelas

V Semester 1 dengan judul “ Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan

Sosial Tentang Sejarah Masuknya Agama Di Indonesia Melalaui Model

Pembelajaran Mencari pasangan Bagi Siswa Kelas V Semester 1, SDN 01

Cangakan Kecamatan Karanganyar Tahun Pelajaran 2008/2009”. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

melalui model pembelajaran Mencari Pasangan (Make a Match) bagi siswa

kelas V semester I SD Negeri 01 Cangakan Kabupaten Karanganyar Tahun

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

31

2009/2010. Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 Sekolah Dasar

Negeri 01 Karanganyar Tahun Pelajaran 2008/2009 yang berjumlah 15 siswa.

Adapun sample yang diambil adalah 15 siswa, metode pengambilan sample

adalah seluruh siswa menjadi sample. Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan adalah observasi, tes, dokumentasi, angket dan catatat dalam

kegiatan mengajar belajar. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebelum

penelitian (tes awal) pemahaman siswa terha dap pe lajaran IPS hanya

46,7% yaitu 7 anak yang tuntas berarti terdapat 53,3% yaitu 8 anak yang

belum tuntas, pada siklus I Pemahaman Konsep menjadi 80% yaitu 12 siswa

yang tuntas berarti meningkat sebesar 33,3% dan pada siklus II jumlah siswa

tuntas menjadi 100% atau naik sebesar 20%. Peningkatan ini bukan hanya

dari pemahaman konsep saja tetapi juga dari aspek keaktifan siswa, ini

ditunjukkan dengan keaktifan siswa yang mula-mula hanya 55,67% pada

siklus I menjadi 81,30% yaitu meningkat 25,6% dan pada siklus II menjadi

89,79 yaitu meningkat menjadi 8,49%. Faktor pendukung keberhasilan

penerapan model pembelajaran diatas karena siswa sangat senang belajar

sambil bermain, disamping itu alat dan bahan yang digunakan mudah

diperoleh dan harganya relatif murah, proses pembuatannyapun sangat

mudah. Faktor penghambat penerapan model pembelajaran ini adalah

terbatasnya buku sumber materi sehingga siswa hanya mengandalkan buku

paket yang dimiliki, namun hal ini peneliti sudah memberikan jalan keluarnya

dengan meringkas materi dari buku elektronik. Berdasarkan penelitian diatas

dapat diketahui hasil penelitian tentang model pembelajaran mencari

pasangan (make a match) dapat meningkatkan keaktifan siswa. Hal ini dapat

dilihat dari peningkatan Keaktifan siswa yang mula-mula hanya 55,67% pada

siklus I menjadi 81,30% yaitu meningkat 25,63% dan pada siklus II menjadi

89,79 % yaitu meningkat 8,49% dari siklus I.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Muharif tahun 2010 dalam penelitiannya

yang berjudul “Penerapan Model Coope ratif Learning-Make A Match Untuk

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

32

Meningkatkan Aktivitas Siswa Kelas V Dalam Pembelajaran Matematika di

SDN 010 Gabung Makmur Kecamatan Kerinci Kanan Kabupaten Siak

”dengan tujuan meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran

Matematika yang mana data sebelumnya diperoleh bahwa mata pelajaran

Matematika kurang diminati oleh siswa. Disebut kurang diminati karena

pada proses pembelajaran secara umum, siswa lebih banyak yang tidak

memperhatikan, tidak merasa senang dalam belajar, dan tidak ada keinginan

untuk memperoleh pengetahuan lebih dari pelajaran matematika ini, oleh

karena itu peneliti beranggapan bahwa dengan diterapkanya model

pembelajaran make a match pada pelajaran matematika, aktivitas siswa

meningkat. Berdasarkan judul penelitian diatas dapat diketahui bahwa nilai

aktivitas siswa untuk kerjasama (KRJ) pada pertemuan keempat siklus II

terdapat 10 siswa yang mendapat sangat aktif, 11 siswa yang mendapat

aktif, 2 siswa yang mendapat nilai cukup aktif dan 0 siswa yang mendapat

nilai kurang aktif. Nilai aktivitas siswa untuk keseriusan (KSR) pada

pertemuan keempat siklus II terdapat 8 siswa yang mendapat sangat aktif,

12 siswa yang mendapat aktif, 3 siswa yang mendapat nilai cukup aktif dan

0 siswa yang mendapat nilai kurang aktif. Nilai aktivitas siswa untuk

ketepatan siswa (KTT) pada pertemuan keempat siklus II terdapat 9

siswa yang mendapat sangat aktif, 11 siswa yang mendapat aktif, 3 siswa

yang mendapat nilai cukup aktif dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang

aktif. Nilai aktivitas siswa untuk kemampunan bertanya (KB) pada

pertemuan ke empat siklus II terdapat 8 siswa yang mendapat sangat aktif,

13 siswa yang mendapat aktif, 2 siswa yang mendapat nilai cukup aktif dan

0 siswa yang mendapat nilai kurang aktif. Nilai aktivitas siswa untuk

aktivitas menulis (AM) pada pertemuan keempat siklus II terdapat 7 siswa

yang menda pat sangat aktif, 13 siswa yang mendapat aktif, 3 siswa yang

mendapat nilai cukup aktif dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang aktif.

Sedangkan nilai tes siswa siklus I pertemuan pertama terdapat 11 siswa yang

mendapat sangat baik, 8 siswa yang mendapat nilai baik, 4 siswa yang

mendapat nilai cukup baik dan 0 siswa yang mendapat nilai kurang baik.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

33

Pada siklus II terdapat 18 siswa yang mendapat sangat baik, 3 siswa yang

mendapat baik, 2 siswa yang mendapat nilai cukup baik dan 0 siswa yang

mendapat nilai kurang baik. Untuk nilai aktivitas guru pada siklus II

pertemuan keempat sebanyak 5 item (55,6%) pada posisi sangat sempurna

dan 4 item (44,4%) pada posisi sempurna. Berdasarkan analisis kajian yang

pernah digunakan para peneliti di atas maka dengan penerapan pembelajaran

kooperatif make a match dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Dengan analisis tersebut, maka peneliti melakukan penelitian dengan

menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match pada pelajaran

IPA untuk meningkatkan hasil belajar siswa berdasarkan gender.

2.3 Kerangka Berpikir

Tipe make a match merupakan suatu teknik pembelajaran yang

memberikan tugas terstruktur kepada siswa melalui media kartu-kartu yang berisi

konsep yang berbeda dengan tema-tema atau topik-topik yang sama, sehingga

melalui kartu yagn siswa dapatkan, maka dengan sendirinya siswa membentuk

kelompok-kelompok kerja berdasarkan kecocokan konsep yang terdapat dalam

kartu masing-masing, untuk menyelesaikan satu masalah dalam tema atau topik

yang sama. Sehingga, melalui teknik ini, siswa mampu aktif dan bekerjsama

dengan rekannya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan

Pada penjelasan di atas, telah disebutkan bahwa model pembelajaran

cooperative learning tipe make a match, memungkinkan siswa dapat belajar lebih

aktif dan belajar untuk bekerjasama dengan teman-teman lainnya, karena dalam

pembelajaran ini, siswa didorong untuk bagaimana memecahkan sebuah masalah

bersama-sama dengan kelompoknya. Selain itu, siswa secara individu dapat

terbentuk menjadi siswa yang aktif dan mencintai belajar, karena sebagai

individu, siswa juga dipercayakan untuk ikut berkontribusi dalam menyelesaikan

masalah yang dihadapi oleh kelompok. Semboyan yang terkenal dalam

pembelajaran model cooperative learning make a match adalah kesuksesan

seseorang adalah kesuksesan kelompok, dan kesuksesan kelompok adalah

kesuksesan orang per orang di dalam kelompok tersebut.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

34

Dalam skema kerangka berpikir terlihat bahwa pada awalnya guru dalam

mengajar mata pelajaran IPA belum menggunakan model pembelajaran make a

match. Berdasarkan penilaian terhadap kemampuan siswa dalam mempelajari

IPA, masih rendah. Siswa belum mampu memahami pelajaran IPA dengan baik.

Pembelajaran

Konvesional

Dengan

menggunakan alat

peraga konkret dan

model

pembelajaran Tipe

Make A Match

Pengamata

n

Hasil belajar siswa >

KKM

KBM

Hasil belajar siswa

rendah

Pembelajaran PAIKEM

(model pembelajaran

Coorperative Learning tipe

Make A Match)

1) Guru menyiapkan

beberapa kartu yang

berisi beberapa konsep

atau topik yang cocok

untuk sesi review, satu

bagian kartu soal dan

bagian lainnya kartu

jawaban.

2) Setiap siswa

mendapatkan sebuah

kartu yang bertuliskan

soal/jawaban.

3) Setiap siswa mencari

pasangan kartu yang

cocok dengan kartunya.

Misalnya: pemegang

kartu bertuliskan

“Gerakan Turki Muda”

akan berpasangan

dengan “Mustpha

Kemal Pasha”.

4) Siswa juga bisa

bergabung dengan 2

atau 3 siswa lainnya

yang memegang kartu

yang cocok.

5) Guru bersama-sama

dengan siswa membuat

kesimpulan terhadap

materi pelajaran.

2.1

Kerangka Berpikir

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...€¦ · alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta

35

Siswa juga belum berpartisipasi aktif selama mengikuti proses belajar mengajar.

Penerapan model pembelajaran make a match dalam penelitian ini, merupakan

salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus menjadikan

siswa lebih berpartisipasi aktif selama mengikuti proses belajar mengajar. Dengan

model pembelajaran ini siswa akan lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA, tidak

merasa bosan dan keinginan untuk mempelajari IPA akan semakin tinggi sehingga

hasil belajar siswa lebih meningkat. Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa melaluI penerapan model pembelajaran make a match hasil belajar IPA

siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Salatiga 05 Semester Genap Tahun Ajaran

2012/2013 pada mata pelajaran IPA dapat meningkat.

2.4 Hipotesis Tindakan

Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: Hasil belajar

siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Tuntang Semester Ganjil Tahun Ajaran

2016/2017 dalam mata pelajaran IPA akan meningkat melalui penerapan model

pembelajaran Cooperative Learning tipe make a match.