BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Ilmu...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Ilmu...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA
Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi memberikan
pengertian bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di
dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan
untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam
mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan
jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun
karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam
lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri
telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang
meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi
dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan
hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan
eksperimen (Pusat Kurikulum, 2006).
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis
serta didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan manusia.
Beberapa definisi mengenai IPA diantaranya:
7
1. Nokes dalam bukunya “Science in Education” menyatakan bahwa IPA adalah
pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus.
2. IPA adalah suatu cara untuk mengamati alam, Nash (dalam Hendro Darmojo,
1992:3 dalam bukunya The Nature of Science).
3. Menurut Hendro Darmojo (1992:3) IPA adalah pengetahuan yang rasional
dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan Ilmu yang
berhubungan dengan gejala-gejala alam yang mempunyai objek dan merupakan
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip-prinsip serta menggunakan metode ilmiah dalam sebuah proses penemuan.
2.1.1.2 Perlunya IPA Diajarkan di Sekolah Dasar
IPA sebagai disiplin ilmu serta penerapannya dalam masyarakat menjadikan
pendidikan IPA menjadi sangat penting. Semua guru harus paham kenapa IPA
perlu diajarkan di Sekolah Dasar. Menurut Usman Samatowa (2006: 3) Ada
beberapa alasan yang menyebabkan pelajaran IPA dimasukkan ke dalam
kurikulum sekolah, antara lain digolongkan menjadi empat golongan yaitu:
a) IPA memberikan manfaat bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materiil
suatu bangsa banyak yang tergantung kepada kemampuan bangsa
tersebut dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar dari teknologi
yang sering disebut sebagai tulang punggung pembangunan.
Pengetahuan yang menjadi dasar untuk teknologi adalah Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), b) Bila IPA diajarkan menurut cara yang
tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan
kesempatan bagi setiap siswa untuk berpikir kritis, c) Bila IPA
diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan secara mandiri
oleh siswa, maka IPA bukan merupakan mata pelajaran yang hanya
bersifat hafalan saja, d) Mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai
pendidikan, yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk
kepribadian yang baik pada siswa secara keseluruhan.
Pelajaran IPA dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan objektif.
Pengetahuan yang benar mengandung arti pengetahuan yang dibenarkan menurut
tolak ukur kebenaran ilmu, antara lain rasional dan objektif. Rasional memiliki
arti masuk akal atau logis, serta dapat diterima oleh akal sehat. Sedangkan objektif
8
memiliki arti sesuai dengan objeknya atau sesuai dengan kenyataan serta sesuai
dengan pengalaman yang dapat diamati melalui panca indera.
2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi memuat tujuan
Pelajaran IPA di SD/MI. Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan antara lain:
(1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam
ciptaan-Nya; (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang memiliki manfaat serta dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari; (3) Mengembangkan rasa ingin tahu,
sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling
memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat;
(4) Mengembangkan keterampilan proses yang dimiliki oleh siswa
untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah serta
membuat keputusan; (5) Meningkatkan kesadaran siswa untuk
berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam; (6) Meningkatkan kesadaran siswa untuk
menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa; (7) Memperoleh bekal
pengetahuan, konsep serta keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP/MTs.
Tujuan yang tertuang dalam permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki
kemampuan sebagai berikut:
(1) Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan
menceritakan hasil pengamatannya secara lisan dan tertulis; (2)
Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan
dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelesatariannya dan interaksi
antara mahkluk hidup dengan lingkungannya; (3) Memahami bagian-
bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta fungsinya dan
perubahan pada mahkluk hidup; (3) Memahami beragam sifat benda
hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan
kegunaannya; (4) Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan
kemanfaatannya; (5) Memahami matahari sebagai pusat tata surya,
kenampakan dan perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa
alam dengan kegiatan manusia.
9
2.1.1.4 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam
Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi ruang lingkup bahan
kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
(1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; (2)
Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya yang meliputi: benda cair,
padat dan gas; (3) Energi dan perubahannya yang meliputi: gaya,
bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana; (4) Bumi
dan alam semesta yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
Berdasarkan Permendiknas no. 22 tahun 2006 ruang lingkup kajian IPA
untuk SD meliputi makhluk hidup, benda/materi, sifat serta kegunaanya, energi
dan perubahan, bumi dan alam semesta.
2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi
guru. Menurut Widyantini (2006:3) model pembelajaran kooperatif merupakan :
suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-
kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika
memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran.
2.1.2.1. Jenis-Jenis Pembelajaran Kooperatif
Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh
beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988) atau Sharan (1990)
dalam Rachmadi (2006) dari Widyantini (2006:5) sebagai berikut:
a. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Menurut Arends, RI, 1997 (dalam Wirta:2003) pengertian
pembelajaran jigsaw adalah:
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tim-tim
belajar heterogen beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa. Materi
akademik disaji-kan dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung
jawab atas penugasan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan
bagian materi tersebut kepada anggota tim lain.
10
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa diberi
kesempatan untuk berkolaborasi dengan teman lain dalam bentuk
diskusi kelompok memecahkan suatu permasalahan. Setiap kelompok
memiliki kemampuan akademik yang heterogen sehingga akan
terdapat siswa yang berkemampuan tinggi, dua atau tiga siswa
berkemampuan sedang, dan seorang siswa berkemampuan kurang.
b. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)
Numbered Heads Together merupakan tipe dari model pengajaran
kooperatif pendekatan struktural, adalah suatu pendekatan yang dikembangkan
oleh Spancer Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka
terhadap isi pelajaran tersebut, (Ibrahim dkk, 2000:28).
Menurut Anita Lie (2002:59) pengertian Numbered Heads Together (NHT)
atau kepala bernomor adalah suatu tipe dari pengajaran kooperatif pendekatan
struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan
ide -ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu Numbered
Heads Together juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama
mereka.
c. Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
(Student Teams Achievement Divisions)
Menurut John Hopkin (Slavin, 1995:143) pengertian Student Team
Achievement Divisions (STAD) adalah
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa
ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang
merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan
suku.
Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran
tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu
dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe
pembelajaran inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran IPA.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil belajar yang
maksimal.
11
2.1.2.2. Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Widyantini (2006:4) prinsip pembelajaran kooperatif sebagai
berikut:
(a) Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya; (b) Setiap anggota
kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok
mempunyai tujuan yang sama; (c) Setiap anggota kelompok (siswa)
harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya; (d) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai
evaluasi; (e) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan
dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya; (f) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok kooperatif.
2.1.2.3 Ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Widyantini (2006:4) prinsip pembelajaran kooperatif sebagai
berikut:
(a) Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi
belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai; (b) Kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda,
baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan gender; (c) Penghargaan menekankan pada
kelompok dari pada masing-masing individu.
2.1.2.4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif
Sanjaya (2006:247) menuliskan beberapa kelebihan model pembelajaran
kooperatif sebagai berikut:
(a) Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu tergantung
pada guru, tapi dapat menambah kemampuan berfikir sendiri,
menemukan informasi dari berbagi sumber, dan belajar dari siswa
yang lain; (b) Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata
secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain; (c)
Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada
orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima
segala perbedaan; (d) Pembelajaran kooperatif dapat membantu
memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajar; (e) Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup
ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan
sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan
12
interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan
keterampilan memanage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah; (f)
Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima
umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa
takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah
tanggung jawab kelompoknya; (g) Pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan
kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil); (h) Interaksi selama
kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan
rangsangan untuk berfikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan
jangka panjang.
Disamping kelebihan, Sanjaya (2006:247) menuliskan kelemahan model
pembelajaran kooperatif diantaranya:
(a) Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif
membutuhkan waktu yang lama. Sebagai contoh siswa yang
mempunyai kelebihan akan merasa terhambat oleh siswa yang
mempunyai kemampuan kurang, akibatnya keadaan seperti ini dapat
mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok; (b) Ciri utama dari
pembelajaran kooperatif adalah bahwa setiap saling membelajarkan.
Oleh karena itu jika tanpa peer teaching yang efektif, bila
dibandingkan dengan pembelajaran langsung dari guru, bisa terjadi
cara belajar yang demikian apa yang harus dipelajari dan dIPAhami
tidak dicapai oleh siswa; (c) Penilaian yang diberikan dalam
pembelajaran kooperatif kepada hasil kelompok, namun guru perlu
menyadari bahwa hasil atau presentasi yang diharapkan sebanarnya
adalah hasil atau presentasi setiap individu siswa; (d) Keberhasilan
pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran
berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan ini
tidak mungkin dicapai hanya dalam waktu satu atau beberapa kali
penerapan strategi; (e) Walaupun kemampuan bekerja sama
merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi
banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada
kemampuan secara individu.
2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement
Divisions (STAD)
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
dikembangkan oleh Slavin dkk. Model pembelajaran Student Teams Achievement
13
Division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model
ini membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Tim dibentuk secara heterogen
baik menurut hasil belajar, jenis kelamin maupun agama.
Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)
lebih menekankan kepada pembentukan kelompok. Kelompok yang dibentuk
nantinya akan berdiskusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena
itu model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dapat
membuat siswa untuk saling membantu dalam menyelesaikan suatu permasalahan
sehingga berimbas pada hasil belajar.
2.1.3.2. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD)
Setiap model pembelajaran selalu mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) adalah sebagai berikut.
Menurut Allport (dalam Slavin, 2005:103) kelebihan model pembelajaran
Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) adalah Setiap siswa
memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang substansial kepada
kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara.
Slavin (2005:105) Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan
kerjasama anggota kelompok menjadi lebih baik. Membantu siswa untuk
memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial yang lebih banyak.
Isjoni (2010:72) Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan
sosial di samping kecakapan kognitif. Peran guru juga menjadi lebih aktif dan
lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator
Selain berbagai kelebihan, model Student Teams Achievement Division
(STAD) ini juga memiliki kelemahan. Semua model pembelajaran memang
diciptakan untuk memberi manfaat yang baik atau positif pada pembelajaran,
tidak terkecuali model Student Teams Achievement Division (STAD) ini.
Namun, terkadang pada sudut pandang tertentu, langkah-langkah model tersebut
14
tidak menutup kemungkinan terbukanya sebuah kelemahan, seperti yang
dipaparkan di bawah ini.
Model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai
fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62). Dengan asumsi
tidak semua guru mampu menjadi fasilitator, mediator, motivator dan evaluator
dengan baik. Solusi yang dapat di jalankan adalah meningkatkan mutu guru oleh
pemerintah seperti mengadakan kegiatan-kegiatan akademik yang bersifat wajib
dan tidak membebankan biaya kepada guru serta melakukan pengawasan rutin
secara insindental. Disamping itu, guru sendiri perlu lebih aktif lagi dalam
mengembangkan kemampuannya tentang pembelajaran.
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditegaskan bahwa pembelajaran Student
Teams Achievement Division (STAD) mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan
kemampuan khusus bagi guru. Selain itu model pembelajaran ini akan membuat
gaduh suasana kelas karena menuntut siswa untuk berdiskusi dalam kelompok.
Kaitanya dengan hasil belajar adalah apabila terjadi perpecahan dalam diskusi
maka secara langsung akan berimbas pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran
yang dikehendaki oleh guru sehingga hasil belajar siswa akan menurun. Namun
demikian penulis yakin kelemahan tersebut akan dapat dinetralisir atau diatasi
dengan kebaikanya sehingga peneliti mempunyai keyakinan untuk bisa
meningkatkan hasil belajar.
2.1.3.3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Division (STAD)
Menurut Slavin dalam Isjoni (2013:51) proses pembelajaran kooperatif tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) melalui lima tahapan yang
meliputi:
a. Tahap penyajian materi
Pada tahap ini guru memulai dengan menyampaikan indikator yang
harus dicapai, dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi
yang akan dipelajari. Selanjutnya guru memberikan apersepsi dengan
tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah
dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan
disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
15
Teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan secara klasikal
ataupun melalui audiovisual. Lamanya presentasi bergantung pada
kekompleksan materi yang akan dibahas. Dalam mengembangkan
materi pembelajaran, beberapa hal yang perlu ditekankan adalah:
1) Mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan
dipelajari siswa dalam kelompok; 2) Menekankan bahwa belajar
adalah memahami makna, bukan hafalan; 3) Memberikan umpan balik
sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa; 4)
Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau
salah; 5)Beralih pada materi selanjutnya jika siswa telah memahami
masalah yang ada.
b. Tahap kerja kelompok
Pada tahap ini siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kelompok siswa saling berbagi tugas, dan saling
membantu menyelesaikan masalah agar semua anggota kelompok
dapat memahami materi yang dibahas dan satu lembar dikumpulkan
sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai
fasilitator dan motivator dalam kegiatan kelompok.
c. Tahap tes individu
Tahap ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
belajar telah dicapai. Tes individu diadakan agar siswa dapat
menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja
dalam kelompok. Skor perolehan individu digunakan pada
perhitungan perolehan skor kelompok.
d. Tahap perhitungan skor perkembangan individu
Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan skor awal yang
dapat diambil dari hasil belajar sebelumnya. Berdasarkan skor awal
setiap siswa berkesempatan sama untuk memberikan sumbangan skor
maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya.
Perhitungan ini dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh
prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya. Perhitungan skor
kelompok dilakukan dengan menjumlahkan masing-masing
perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah
anggota kelompok.
Tabel 1
Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Skor Tes Skor Perkembangan
Individu
a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
b. 10 hingga 1 poin dibawah skor awal 10
c. Skor awal sampai 10 poin di atasnya 20
d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
16
e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30
e. Tahap pemberian penghargaan kelompok
Menurut Slavin guru memberikan penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar
(awal) ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok. Cara-
cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai
berikut:
1) Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar
(awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai
ulangan sebelumnya; 2) Menentukan nilai tes/kuis yang telah
dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis I,
nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa
yang kita sebut nilai kuis terkini; 3) Menentukan nilai peningkatan
hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis
terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dengan
menggunakan kriteria pedoman pemberian skor perkembangan
individu; 4) Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata
nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan
memberikan predikat baik, sangat baik, dan sempurna.
Tabel 2
Kriteria Status Kelompok
Skor Perolehan Kelompok Kriteria Penghargaan
Jika rata-rata skor peningkatan individu anggota
kelompok kurang dari 15
Good Team (Tim Baik)
Jika rata-rata skor peningkatan individu anggota
kelompok antara 15 – 25
Great Team (Tim Hebat)
Jika rata-rata skor peningkatan individu anggota
kelompok lebih dari 25
Super Team (Tim Super)
Sementara itu, menurut Widyantini (2006:8), langkah-langkah penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
adalah:
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan
kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai; b) Guru
memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga
akan diperoleh skor awal; c) Guru membentuk beberapa kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang
berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota
kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan
jender; d) Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam
kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif
17
tipe Student Teams Achievement Division (STAD), biasanya
digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995); e)
Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan,
dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dipelajari; f) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara
individual; g) Guru memberi penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari
skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
Beberapa hal yang perlu mendapatkan penjelasan diantaranya yaitu
pembagian kelompok. Dalam pembentukan kelompok siswa dibagi berdasarkan
kemampuan akademik seperti berikut.
Tabel 3
Cara Pembentukan Kelompok
Kemampuan No Nama Rangking Kelompok
Tinggi
1 1 A
2 2 B
3 3 C
4 4 D
Sedang
5 5 D
6 6 C
7 7 B
8 8 A
9 9 A
10 10 B
11 11 C
12 12 D
Rendah
13 13 D
14 14 C
15 15 B
16 16 A
Berdasarkan pendapat ahli diatas terkait langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) maka dapat
dirangkum sintaks pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) sebagai berikut.
18
a. Fase 1: Penyajian kelas.
Guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Teknik
penyajian materi pelajaran dapat dilakukan guru secara klasikal ataupun
melalui audiovisual.
b. Fase 2: Belajar kelompok.
Belajar kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru secara
berkelompok dimana setiap anggota kelompok bertanggungjawab membantu
teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Kegiatan berkelompok
adalah berdiskusi dan menyelesaikan soal yang guru berikan untuk kemudian
dipresentasikan.
c. Fase 3: Pemberian kuis.
Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
skor awal individual dan mengetahui kemampuan awal siswa.
d. Fase 4: Pemberian penghargaan.
Pemberian penghargaan kelompok diberikan berdasarkan pada rata-rata nilai
perkembangan individu dalam kelompoknya dan berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan.
2.1.4. Pembelajaran Konvensional
Sagala dalam skripsi Kartika (2012:16) pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran klasikal atau yang disebut juga pembelajaran tradisional.
Pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah
siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas.
Pembelajaran klasikal memandang siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk
dan pasif mendengarkan penjelasan guru.
Sedangkan menurut Vicky Siahaan dalam jurnal UNIMED (2012:35)
menjelaskan pembelajaran konvensional adalah suatu metode yang digunakan
dalam menyampaikan informasi secara lisan kepada sejumlah siswa di dalam
ruangan dan pendengar melakukan pencatatan seperlunya.
Menurut Ujang Sukandi dalam Jurnal Scholaria Vol 1 (2011:215)
mendeskripsikan pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih
19
banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah
siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat
proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.
I Wayan Sukra dalam Jurnal Scholaria Vol 1 (2011:215) menjelaskan
metode pembelajaran konvensional merupakan metode pembelajaran yang
berpusat pada guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan
oleh guru. Jadi guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses
belajar termasuk dalam menilai kemajuan siswa.
Menurut Nurhadi dalam Jurnal Scholaria Vol 1 (20011:215) metode
konvensional terlihat pada proses siswa penerima informasi secara pasif, siswa
belajar secara individual, hadiah/penghargaan untuk perilaku baik adalah pujian
atau nilai angka/ raport saja, pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman
siswa, dan hasil belajar diukur hanya dengan tes.
Menurut Djamarah dalam Jurnal Scholaria Vol 1 (2011:216) pembelajaran
konvensional ditandai dengan ceramah, pemberian tugas dan latihan. Sedangkan
menurut Fifi Ari Susanti (2012:15) langkah pembelajaran dalam pembelajaran
konvensional adalah 1) ceramah, 2) tanya jawab, 3) pemberian soal evaluasi.
2.1.4.1 Ceramah
Menurut Nana Sudjana (2008:77) ceramah adalah penuturan bahan-bahan
pelajaran secara lisan. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2011: 148) ceramah
diartikan sebagai cara penyampaian pelajaran melalui penuturan secara lisan atau
penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Agar metode ceramah berhasil,
ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya persiapan/perencanaan,
pelaksanaan dan kesimpulan.
1) Tahap persiapan
Artinya tahap guru untuk menciptakan kondisi belajar yang baik sebelum
mengajar dimulai (Nana Sudjana, 2008:77). Beberapa hal yang perlu diperhatikan,
diantaranya (a) merumuskan tujuan yang ingin dicapai, (b) menentukan pokok-
pokok materi yang akan diceramahkan, (c) mempersiapkan alat bantu.
2) Tahap pelaksanaan
20
a) Langkah pembukaan
Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat ditentukan oleh langkah ini,
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam langkah pembukaan adalah (1)
yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai, (2) lakukan langkah
apersepsi, yaitu langkah yang menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan
materi pelajaran yang akan disampaikan.
b) Langkah penyajian
Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan
cara bertutur. Agar ceramah memiliki kualitas sebagai metode pembelajaran,
maka guru harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi
pembelajaran yang sedang disampaikan. Untuk menjaga perhatian siswa,
beberapa hal yang perlu diperhatikan (1) menjaga kontak mata secara terus
menerus dengan siswa. Kontak mata adalah suatu isyarat dari guru agar siswa
mau memperhatikan dan kontak mata merupakan sebuah penghargaan dari guru
kepada siswa karena siswa merasa dihargai dan diperhatikan. (2) Gunakan bahasa
yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa, (3) sajikan materi pelajaran
secara sistematis, tidak meloncat-loncat agar mudah ditangkap oleh siswa, (4)
tanggapilah respon secara segera, sekecil apapun respon tersebut dengan memberi
penguatan dan pujian terhadap respon yang tepat dan segera tunjukkan respon
secara baik tanpa menyinggung perasaan siswa terhadap siswa yang kurang tepat,
(5) jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar. Cara yang
dapat dilakukan adalah dengan cara guru menunjukkan sikap yang bersahabat dan
akrab, penuh gairah dalam menyampaikan materi pelajaran, serta sekali-kali
memberikan humor-humor segar dan menyenangkan.
3) Langkah mengakhiri atau menutup ceramah
Ciptakanlah kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa tetap mengingat
materi pelajaran, beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu (1) membimbing siswa
untuk menarik kesimpulan atau merangkum materi pelajaran yang baru saja
disampaikan, (2) merangsang siswa untuk menanggapi atau memberikan ulasan
tentang materi pembelajaran yang baru saja disampaikan, (3) melakukan evaluasi
21
untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang baru saja
disampaikan.
2.4.1.2 Tugas
Menurut Nana Sudjana (2008:81) tugas dan resitasi tidak sama dengan
pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas bisa dilaksanakan di rumah,
di sekolah, di perpustakaan, dan di tempat lain. Tugas dan resitasi merangsang
anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun secara kelompok. Oleh
karena itu tugas dapat diberikan secara individual, atau dapat pula secara
kelompok.
Menurut Nana Sudjana (2008:81) langkah-langkah yang harus diikuti dalam
penggunaan metode tugas, yaitu:
1) Fase pemberian tugas, tugas yang diberikan kepada siswa
hendaknya mempertimbangkan:
a) Tujuan yang akan dicapai; b) Jenis tugas yang jelas dan tepat
sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut; c) Sesuai
dengan kemampuan siswa; d) Ada petunjuk/sumber yang dapat
membantu pekerjaan siswa; e) Sediakan waktu yang cukup untuk
mengerjakan tugas tersebut.
2) Langkah Pelaksanaan Tugas
a) Guru memberikan bimbingan/pengawasan; b) Guru memberikan
dorongan sehingga anak mau bekerja; c) Guru mengarahkan agar
tugas tersebut dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang
lain; d) Guru menganjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia
peroleh dengan baik dan sistematik.
3) Fase mempertanggungjawabkan tugas
a) Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah
dikerjakannya; b) Ada tanya jawab/diskusi kelas; c) Penilaian hasil
pekerjaan siswa baik dengan tes maupaun nontes atau cara lain.
2.4.1.3 Latihan
Menurut Bahri Djamarah & Aswan Zain dalam Jurnal Scholaria Vol. 1
(2011:218) metode latihan adalah suatu cara mengajar yang baik untuk
menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Metode latihan pada umumnya
digunakan untuk memperoleh ketangkasan dan ketrampilan yang telah dipelajari.
22
Menurut Nana Sudjana (2008:87) metode latihan kurang mengembangkan
bakat/inisiatif siswa untuk berfikir, maka hendaknya guru/pengajar
memperhatikan tingkat kewajaran dari metode ini.
1) Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik,
seperti menulis, permainan, pembuatan dan lain-lain; 2) Untuk melatih
kecakapan mental, misalnya perhitungan penggunaan rumus-rumus,
dan lain-lain. 3) Untuk melatih hubungan, tanggapan, seperti
penggunaan bahasa, grafik, simbol peta, dan lain-lain. 4)
Langkah-langkah memberikan latihan menurut Russefendi dalam Jurnal
Scholaria Vol. 1 (2011:218):
1) Guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan latihan yang akan diberikan.
2) Guru memberikan contoh latihan dan cara menyelesaikannya.
3) Guru menyuruh siswa melakukan latihan.
4) Guru menganalisis hasil latihan siswa.
2.1.4.4 Tanya Jawab
Menurut Nana Sudjana (2008:78) metode tanya jawab adalah metode
mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two
way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dengan siswa.
Guru bertanya siswa menjawab, atau siswa bertanya guru menjawab. Beberapa
hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini antara lain:
1) Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab, antara lain: a)
Untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran telah dikuasai oleh
siswa; b) Untuk merangsang siswa berfikir; c) Memberi
kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum
dIPAhami.
2) Jenis pertanyaan, pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu
diajukan yakni: a) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk
mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan sudah tertanam pada
siswa; b) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui
sampai sejauh mana cara berfikir anak dalam menanggapi suatu
persoalan.
3) Teknik mengajukan pertanyaan harus memperhatikan beberapa hal,
antara lain: a) Perumusan pertanyaan harus jelas dan terbatas; b)
Pertanyaan hendaknya diajukan kepada kelas sebelum menunjuk
siswa untuk menjawab; c) Beri kesempatan/ waktu pada siswa
untuk menjawab; d) Hargai pendapat/pertanyaan dari siswa; e)
23
Pemberian pertanyaan harus merata f) Buat ringkasan hasil tanya
jawab sehingga memperoleh pengetahuan secara sistematik.
Metode tanya jawab biasanya dipergunakan apabila:
1) Bermaksud mengulang bahan pelajaran; 2) Ingin membangkitkan siswa
belajar 3) Tidak terlalu banyak siswa; 4) Sebagai selingan metode ceramah.
Karakteristik model pembelajaran konvensional dalam penerapannya di
kelas, antara lain: (1) siswa adalah penerima informasi, (2) siswa cenderung
belajar secara individual, (3) pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis,
(4) perilaku dibangun atas kebiasaan, (5) keterampilan dikembangkan atas
dasar latihan, (6) siswa tidak melakukan yang jelek karena dia takut
hukuman, (7) bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural.
Menurut Sunarto dalam jurnal Scholaria Vol.1 (2011:219) pembelajaran
konvensional dipandang efektif terutama untuk (1) berbagi informasi yang tidak
mudah ditemukan di tempat lain, (2) menyampaikan informasi dengan cepat, (3)
membangkitkan minat akan informasi, (4) mengajari siswa yang cara belajar
terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun pembelajaran ini juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu (1)
tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan, (2) sering
terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang
dipelajari, (3) pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang
kritis, (4) pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama
dan tidak bersifat pribadi.
Pembelajaran konvensional dilaksanakan berdasarkan kerangka
pembelajaran konvensional menurut Sujarwo dalam jurnal Scholaria (2011:219)
sebagai berikut:
Tabel 4
Kerangka Pembelajaran Konvensional
Tahap 1 Guru memberikan informasi atau mendiskusikan bersama siswa
dari materi pelajaran yang disampaikan
Tahap 2 Guru memberi latihan soal yang dikerjakan secra individu oleh
siswa
Tahap 3 Guru bersama siswa membahas latihan soal dengan cara beberapa
siswa disuruh mengerjakan di papan tulis.
Tahap 4 Guru memberi tugas kepada siswa sebagai pekerjaan rumah.
24
Sedangkan Dhidik Setiawan dalam jurnal Pendidikan Elektro Vol. 2
Nomor 1 Universitas Surabaya (2013:304) menjelaskan sintaks pembelajaran
konvensional sebagai berikut:
Tabel 5
Sintaks Pembelajaran Konvensional (Dhidik Setiawan)
Fase atau tahap Peran Guru
Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut.
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa secara
tahap demi tahap dengan metode ceramah.
Mengecek pemahaman
dan memberikan umpan
balik
Guru mengecek keberhasilan siswa dan
memberikan umpan balik.
Memberikan kesempatan
untuk latihan lanjutan
Guru memberikan tugas tambahan untuk
dikerjakan dirumah.
2.1.5. Hasil Belajar
2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama
berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak
pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies dalam
(Mudjiono 2009: 201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa
secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Sedangkan menurut Sudjana (2009:22), bahwa hasil belajar adalah
kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan
pembelajaran oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.” Sudjana
(2009) membagi tiga macam hasil belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.
Hasil belajar menururt Rusman (2012:123) adalah sejumlah pengalaman
yang diperoleh siswa yang mencakap ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Belajar tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja tapi juga
25
penguasaan kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian social,
macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan, dan harapan. Sedangkan
menurut Hamalik dalam Rusman (2012:123), hasil belajar itu dapat terlihat
terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perubahan
perilaku.
Menurut Bloom dalam Winkel (2004:274-279), hasil belajar mencakup tiga
kemampuan, yaitu kemampuan kognitif, kemampuan psikomotorik dan
kemampuan afektif. Penelitian yang dilakukan untuk mengukur hasil belajar dari
aspek kognitif.
Hasil belajar kognitif menurut Bloom dalam Winkel (2004: 274-279) adalah
Hasil belajar yang berkenaan dengan pemahaman pengetahuan dan
pengertian pada suatu materi yang meliputi 1) pengetahuan yaitu
kemampuan mengingat kembali hal-hal yang pernah dipelajari
mancakup fakta, prinsip, dan metode yang diketahui; 2) pemahaman
yaitu kemampuan memahami makna atau arti dari suatu konsep
sehingga dapat menguraikan isi pokok dari suatu makna; 3) penerapan
yaitu kemampuan menerapkan dan mengabstrasikan suatu konsep atau
ide dalam situasi yang baru; 4) analisis yaitu kemampuan untuk
merinci satu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga
pengorganisasian dapat dIPAhami dengan baik; 5) sintesis yaitu
kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau
beberapa hal dan dapat mempertanggungjawabkan berdasarkan
kriteria tertentu.
Winaputra (2007:1.10) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai siswa dimana setiap kegiatan belajar dapat
menimbulkan suatu perubahan yang khas. Dalam hal ini belajar meliputi
keterampilan proses, keaktifan, motivasi juga prestasi belajar. Hasil adalah
kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatau kegiatan.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
siswa mempunyai 3 ranah yang harus dimiliki oleh siswa setelah siswa menerima
pengalaman belajar yang ditunjukkan melalui penguasaan pengetahuan,
keterampilan, atau tingkah laku.
26
2.1.5.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar
yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor
yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep,
keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2008:54-72) faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu: faktor intern
meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern
meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Menurut Slameto (2008:54-72) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan
dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor intern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari
diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor
jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan; 2) Faktor-faktor
ekstern Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa.
Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
masyarakat.
Melalui penjelasan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi hasil
belajar. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan
faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams- Achievment Divisions (STAD) sebelumnya sudah diteliti oleh beberapa
orang. . Penelitian yang relevan dilakukan oleh :
Harni (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD)
terhadap hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPA. Dalam penelitian
menyatakan bahwa dalam pembelajaran IPA diperlukan penggunaan model
pembelajaran dan strategi pembelajaran yang sesuai, dan melibatkan siswa dalam
kelompok secara aktif dalam proses pembelajaran.
eksperimen yang dilakukan oleh Umi Niswati (2010) yang berjudul
“Penerapam Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement
27
Division (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep waktu pada mata
pelajaran Matematika Kelas 1 SD Negeri Mronjo 02. Peningkatan prestasi siswa
ditunjukan dari nilai rata-rata pre-test dan post-tes, pada pre-test dengan hasil
70%. Sedangkan pada post tes meningkat menjadi 95%. Jadi penerapan model
pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika pada penguasaan konsep perhitungan
waktu jam secara bulat.
Begitu pula penelitian skripsi Leonard Pargo (UKSW) 2012 yang berjudul
“Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD) Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA SD
Kelas V Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini bersimpulan,
bahwa kemampuan siswa setelah proses pembelajaran dengan nilai tertinggi untuk
kelompok eksperimen 95.00 dan kelompok kontrol 65.00. Standar Deviasi
kelompok eksperimen adalah 9.119, dan kelompok kontrol adalah 9.232, dan
untuk penghitungan Tuji diperoleh 10.007 dengan df 33 pada taraf signifikansi
5% dan apabila dimasukkan dalam rumus uji beda yaitu - t1 – 1/2 α < t < t – ½ α
pada taraf signifikansi 5% diperoleh -10.007 1,692< 10.007. Jadi berdasarkan
hasil tersebut maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti antara ke-dua data
tersebut terdapat perbedaan secara signifikan antara kemampuan awal dan setelah
melalui proses pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Kemudian penelitian Miftahul Janah (Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta) tahun 2013 berjudul “Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Student Teams Achivement Division (STAD) Terhadap Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas IV“ juga bersimpulan Hasil belajar siswa kelompok
eksperimen (rata-rata = 83,33 dan simpang baku = 7,80) lebih tinggi darIPAda
kelompok kontrol (rata-rata = 41,17 dan simpang baku = 11,79) dan setelah
dilakukan uji “t” diperoleh nilai t hitung sebesar 10,22 sedangkan t tabel pada
taraf signifikasi 0,05 sebesar 1,99 atau > . Maka dapat disimpulkan menolak Ho.
Dan Ha yang menyatakan terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap hasil pembelajaran IPA
siswa diterima, hal ini menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran
28
Student Teams Achievement Division (STAD) memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofitasari tahun 2013 dengan judul
“Pengaruh model pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) pada Mata Pelajaran IPA Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 4
SDN Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang 2 Tahun Ajarran
2012/2013”. Hasil post-test pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata
sebesar 67,22 sedangkan kelompok eksperimen 76. Berdasarkan hasil analisi uji
beda nilai rata-rata post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
menunjukkkan nilai sig (2-tailed) sebesar 0.002 < 0.05 atau berdasarkan kriteria
pengujian –t hitung < -t tabel(-3.315 < -1.688), maka Ho ditolak, berarti ada
perbedaan yang signifikan antara nilai post-test kelas kontrol dengan nilai kelas
eksperimen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dalam
pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar secara positif dan signifikan
pada siswa kelas 4 SDN Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
tahun 2012/2013.
Pada penelitian diatas menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) yang melibatkan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran membawa dampak yang positif
serta dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Penelitian diatas sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimana melakukan penelitian tentang
pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-
Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar siswa kelas 5 semester II
pada mata pelajaran IPA di SD Negeri Menjer pada pokok bahasan sifat-sifat
cahaya.
2.3 Kerangka Pikir
Penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD), memungkinkan siswa dapat belajar lebih aktif dan belajar untuk
bekerjasama dengan teman-teman lainnya, karena dalam pembelajaran ini, siswa
29
didorong untuk bagaimana memecahkan sebuah masalah bersama-sama dengan
kelompoknya. Selain itu, siswa secara individu dapat terbentuk menjadi siswa
yang aktif dan mencintai belajar, karena sebagai individu, siswa juga
dipercayakan untuk ikut berkontribusi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi oleh kelompok. Semboyan yang terkenal dalam pembelajaran model
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) adalah kesuksesan
seseorang adalah kesuksesan kelompok, dan kesuksesan kelompok adalah
kesuksesan orang per orang di dalam kelompok tersebut.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) lebih mendorong kemandirian, keaktifan dan tanggung jawab
dalam diri siswa. Dalam hal ini siswa lebih banyak berperan selama kegiatan
pembelajaran berlansung, melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran ceramah. Siswa tidak
dilibatkan untuk berinteraksi dengan temannya dalam proses belajar mengajar,
tetapi siswa dituntut untuk hanya terlibat dengan gurunya. Dengan metode
pembelajaran ceramah, siswa jarang diberikan kesempatan untuk memecahkan
masalah secara bersama-sama dengan teman-temannya. Akhirnya, siswa tidak
dibiasakan untuk belajar bekerjasama dengan orang lain yang ada di sekitarnya,
dalam memecahkan sebuah masalah belajar yang sedang dihadapinya.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: ”apakah ada perbedaan pengaruh
penerapan yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-
Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri
Menjer Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo semester II tahun pelajaran
2014/2015”.
H0 : tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD)
dengan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa
30
kelas 5 SD Negeri Menjer Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo
semester II tahun pelajaran 2014/2015.
Ha : ada perbedaan pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) dengan model
pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD
Negeri Menjer Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo semester II tahun
pelajaran 2014/2015.