BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA
Depdiknas RI No. 22 Tahun 2006 menyatakan bahwa “IPA berhubungan
dengan upaya manusia mencari tahu tentang alam dan isinya secara sitematis,
sehingga mereka tidak hanya tahu tentang fakta, konsep, dan prinsip IPA saja
tetapi juga tahu dan paham bagaimana fakta, konsep, dan prinsip itu terbentuk.
Trianto (2013: 137) mengatakan bahwa IPA mencakup tentang dasar produk,
ilmiah, proses ilmiah sikap ilmiah dan nilai yang terkandung di dalamnya.
IPA adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang menjadi dasar ilmu
pengetahuan dan menjadi pijakan dalam perkembangan iptek (Ratna Hidayat dan
Pratiwi Pujiastuti, 2016: 186). Dari sumber-sumber tersebut dapat disimpulkan
bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam dan
isinya yang berupa fakta, konsep, dan prinsip IPA juga bagaimana fakta, konsep,
dan prinsip IPA itu terbentuk. IPA adalah kumpulan teori yang mempelajari alam
semesta, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah dan ilmunya selalu
berkembang juga menjadi tumpuan dalam perkembangan iptek. Dalam proses
pembelajarannya IPA diharapkan mampu untuk membimbing siswa berpikir
secara sistematis tentang suatu masalah guna mencari penyebab dan solusi dari
masalah tersebut. IPA juga menuntut siswa untuk berpikir kritis guna
mengembangkan sikap yang kreatif dalam memecahkan masalah yang ada di
kehidupan sehari-hari. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) IPA perlu diajarkan
untuk mengenalkan siswa dan membiasakan mereka untuk berpikir kritis dalam
menghadapai masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari mereka, juga untuk
melatih siswa berpikir secara sistematis dalam memecahkan maslah yang dihadapi
karena nantinya mereka akan tumbuh dan berkembang dimasyarakat.
2.1.2 Pembelajaran IPA SD
Menurut Slameto (2010: 2) pembelajaran adalah interaksi yang tercipta
antara guru dan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik
10
dengan lingkungan sekitar. Menurut Nur dan Wikandari (Trianto, 2010: 143)
dalam proses pembelajarannya IPA harus lebih menitikberatkan pada pendekatan
ketrampilan proses supaya dapat melatih siswa untuk menemukan sendiri fakta-
fakta, membentuk konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah yang memberikan
dampak positif pada proses pembelajaran dan tujuan pendidikan. Sugiono (2012:
2) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA di SD bukan hanya pada konsep
saja, tetapi juga pada ketrampilan proses yang menekankan pada bagaimana cara
peserta didik dalam menyelidiki tentang alam sekitar, kemudian memecahkan
maslah dan membuat kesimpulan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah interaksi yang
tercipta dalam proses pembelajaran antara guru dengan peserta didik, peserta didik
dengan peserta didik, peserta didik dengan lingkungan sekitar yang disusun dan
dirancang oleh guru dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran dengan
menitikberatkan pada ketrampilan proses.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Standar Isi 2006
menyatakan bahwa pembelajaran IPA dimaksudkan untuk melatih peserta didik
mempelajari diri sendiri dan lingungan alam disekitarnya, dimana apa yang
dipelajari oleh peserta didik tersebut diharapkan dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. dari latar belakang ini dapat diartikan pendidikan IPA
mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan IPA
manusia akan tertatik, termotivasi dan selalu ingin untuk mempelajari hal-hal baru
yang akan menghasilkan penemuan-penemuan baru yang berguna bagi kehidupan
manusia pada umumnya.
Tujuan pembelajaran IPA menurut KTSP (2006) adalah melatih
kemampuan siswa dalam mengembangan pengetahuan dan pemahaman terhadap
konsep-konsep ilmu IPA yang dapat dijadikan inovasi dan bermanfaat bagi
kehidupan sehari-hari.Kemampuan-kemampuan yang dikembangkan dalam
pembelajaran IPA seperti yang tercantum dalam KTSP Standar Isi 2006 adalah
sebagai berikut: (1) Memperoleh keyakinan akan kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan ciptaan-Nya yang ada didunia. (2) Mengembangkan pengetahuan
dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
11
(3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran akan adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat. (4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk mencari tahu tentang
alam sekitar, memecahkan persoalan dan membuat keputusan. (5) Meningkatkan
kesadaran untuk aktif berperan dalam menjaga, melindungi, dan melestarikan
lingkungan alam. (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai ciptaan Tuhan
dan segala ketentuannya. (7) Memperoleh bekal pengetahuan, ketrampilan dan
sikap sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
Pembelajaran IPA di SD memiliki ruang lingkup yang mencakup berbagai
aspek dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu ruang lingkup tersebut meliputi
makhluk hidup dan proses kehidupannya. IPA mempelajari tentang semua
makhluk hidup yang meliputi manusia, hewan dan tumbuhan, serta interaksi antar
makhluk hidup tersebut dengan lingkungan sekitarnya.
Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar nasional yang
harus dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajarannya, juga sebagai
acuan bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum pembelajaran
yang digunakan. Salah satu Standar Kompetensi dan Kompetesi Dasar yang
digunakan dalam proses pembelajaran mata pelajaran IPA di SD Negeri Tolokan
Kecamatan Getasan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel
dibawah.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 5
Sekolah Dasar Semester I
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Memahami cara tumbuhan hijau membuat
makanan
2.1 Mengidentifikasi cara tumbuhan hijau
membuat makanan
2.2 Mendeskripsikan ketergantungan manusia
dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai
sumber makanan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tersebut memerlukan suatu
proses pembelajaran yang tidak hanya terjadi transfer pengetahuan dari guru
12
kepada peserta didik. Proses pembelajaran yang berlangsung perlu memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengetahui secara langsung bagaimana
tumbuhan membuat makanannya sendiri dan bagaimana ketergantungan manusia
dan hewan terhadap tumbuhan hijau sebagai sumber makanannya. Atas dasar
itulah metode Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan Eksperimen ditawarkan
untuk meningkatkan keaktifan peserta didik dan memberikan pengalaman kepada
peserta didik dalam proses pembelajaran.
2.1.3 Model Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) pertama kali diperkenalkan
oleh Frank Lyman dari Universitas Mariland pada tahun 1981. Menurut Trianto
dalam Purbaningrum (2012: 9) beranggapan bahwa Think Pair Share (TPS)
merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana diskusi kelas.
Dengan anggapan bahwa diskusi perlu pengaturan untuk mengontrol suasana
kelas agar tetap kondusif dan terkendali secara keseluruhan. Prosedur dalam Think
Pair Share (TPS) dapat memberikan banyak waktu bagi siswa untuk berpikir,
merespon dan bekerja sama dengan teman dan kelompoknya.
Estiti (2007: 10) menyatakan bahwa Think Pair Share (TPS) memiliki
prosedur secara tersirat dapat memberi peserta didik waktu yang lebih untuk
berpikir, menjawab, dan saling membantu antar sesama peserta didik. Melalui
cara ini diharapkan siswa dapat bekerja sama, saling membutuhkan dan saling
bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Alasan guru memilih model pembelajaran Think Pair Share (TPS)
menurut Gunarti dalam Purbaningrum (2012: 10) adalah untuk melatih peserta
didik berani dalam mengungkapkan pikirannya kepada peserta didik lain, karena
biasanya anak usia SD bila ditunjuk untuk maju ke depan kelas guna menjawab
pertanyaan atau menyampaikan pendapatnya akan merasa malu.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan model pembelajaran yang
digunakan sebagai pengganti suasana diskusi kelas yang memberikan waktu bagi
peserta didik untuk berpikir dalam menjawab masalah yang dihadapi dan didesain
13
untuk melatih peserta didik berkerja sama dengan teman secara berpasangan serta
melatih peserta didik untuk berani menyampaikan pendapatnya kepada orang lain.
2.1.3.1 Kelebihan Model pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan pilihan bagi guru dalam
mengajar peserta didik di dalam kelas.
Fadholi dalam Ariyanto (2014: 21) menyebutkan 5 kelebihan model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) sebagi berikut:
1. Memberi ruang bagi murid untuk lebih banyak berpikir, menjawab,
dan saling membantu sesam peserta didik.
2. Lebih efisien secara waktu dalam membagi kelompok karena hanya
terdiri dari 2 orang.
3. Peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran karena setiap kelompok
hanya 2 orang sehingga setiap peserta didik harus bekerja dalam
menyelesaikan tugasnya.
4. Peserta didik memperoleh kesempatan untuk menyampaikan ide dan
pendapatnya kepada seluruh peserta didik.
5. Memungkinkan peserta didik untuk merumuskan dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan.
2.1.3.2 Kelemahan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Segala hal tidaklah sempurna, jika memiliki suatu kelebihan maka hal
tersebut juga pasti memiliki kelemahan, begitu juga dengan model pembelajaran
TPS. Menurut Fadholi dalam Ariyanto (2014: 22) kelemahan model pembelajaran
Think Pair Share (TPS) sebagi berikut:
1. Jumlah murid ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena
kelompok dalam model pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah
kelompok berpasangan.
2. Jika ada perselisihan dalam berpendapat, tidak ada penengah secara
langsung.
3. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
4. Menggantungkan pada pasangan.
5. Sulit diterapkan pada sekolah dengan kemampuan peserta didik yang
rendah.
2.1.3.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, model pembelajaran Think
Pair Share (TPS) sebaiknya dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut
ini: 1) siswa ditempatkan dalam sebuah kelompok, setiap kelompok terdiri dari
dua orang secara berpasangan. 2) guru memberikan sebuah tugas atau suatu topik
14
kepada sebuah kelompok. 3) masing-masing anggota memikirkan dan
mengerjakan tugas tersebut secara sendiri-sendiri terlebih dahulu. 4) setiap
kelompok mendiskusikan hasil berpikir masing-masing dengan pasangannya. 5)
setelah tercipta kesepakatan dengan pasangannya, setiap kelompok membagi hasil
diskusinya dengan kelompok lain (Huda, 2013: 206-207).
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) memiliki prosedur untuk
memberikan kesempatan pada peserta didik guna berpikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain. Menurut Ibrahim dalam Ariyanto (2014: 19) model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) memiliki tahapan utama sebagi berikut:
Tahap 1 : Thingking (berpikir)
Guru memberikan isu atau topik yang berhubungan dengan materi
pelajaran yang akan diajarkan. Kemudian peserta didik diminta untuk
memikirkan isu atau topik tersebut secara mandiri terlebih dahulu.
Tahap 2 : Pairing (berpasangan)
Peserta didik diminta untuk berpasangan dengan teman sebangkunya
untuk mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dan menyatukan
pendapat mereka mengenai topik yang dibahas.
Tahap 3 : Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, peserta didik diminta untuk berbagi hasil diskusi
kelompok mereka dengan seluruh kelas. Ketrampilan berbagi dengan
seluruh kelas dapat dilakukan dengan meminta kelompok maju secara
sukarela atau menunjuk kelompok-kelompok tertentu untuk maju dan
menyampaikan hasil diskusi mereka.
Tahapan-tahapan dalam pembelajaran Think Pair Share (TPS) sederhana,
namun penting untuk meningkatkan keaktifan peserta didik. Adanya kegiatan
berpikir-berpasangan-berbagi memberi banyak keuntungan bagi peserta didik.
Secara mandiri peserta didik dapat mengembangkan pikiran masing-masing
karena adanya kesempatan atau waktu untuk berpikir sehingga dapat
meningkatkan kualitas jawaban siswa. Menurut Nurhadi dalam Ariyanto (2014:
19) akuntabilitas akan berkembang karena setiap siswa wajib saling melaporkan
hasil pemikiran masing-masing dan berbagi hasil diskusinya dengan seluruh kelas.
Siswa juga akan terlibat aktif dalam proses pembelajaran karena anggota
kelompok yang hanya dua orang mendorong siswa untuk mau berbicara dan
berbagi ide paling tidak dengan pasangannya.
15
2.1.4 Metode Eksperimen
Menurut Devi (2010: 9) Eksperimen dapat didefinisikan sebagai kegiatan
yang dirancang secara rinci dan direncanakan untuk memperoleh data dari upaya
menjawab suatu masalah atau menguji suatu hipotesis. Melatih bereksperimen
tidak harus selalu dalam bentuk penelitian yang rumit, tetapi cukup dilatihkan
untuk membuat peserta didik dapat menemukan sendiri fakta, konsep, dan prinsip
di dalam Standar Kompetensi mata pelajaran yang dipelajari.
Metode eksperimen adalah metode yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik, baik secara individu ataupun berkelompok untuk dilatih melakukan
suatu proses atau percobaan (Asmani, 2011: 34). Suparno (2007: 77)
menyatakan bahwa metode eksperimen adalah metode mengajar yang mengajak
siswa melakukan kegiatan percobaan untuk membuktikan atau menguji teori yang
telah dipelajari memang memiliki kebenaran.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
eksperimen adalah metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk melakukan percobaan guna menjawag suatu maslah atau
menguji kebeneran dari suatu hipotesis atau dugaan sementara.
Metode eksperimen dipilih untuk proses pembelajaran IPA jika konsep
IPA harus dipelajari melalui fakta-fakta yang bisa ditemukan siswa sendiri.
Melalui bereksperimen keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan
meningkat, siswa lebih banyak menggunakan ketrampilan proses, kemampuan
psikomotoriknya terlatih karena terbiasa menggunakan alat-alat pada suatu
percobaan.
2.1.4.1 Tahap-tahap Metode Eksperimen
Tahap-tahap metode eksperimen menurut Palendeng dalam Asmani (2010:
149) antara lain :
1. Percobaan awal, pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan yang
didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam.
2. Pengamatan, merupakan kegiatan siswa saat guru melakukan percobaan
atau menjelaskan tentang fenomena alam. Peserta didik diharapakan untuk
mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.
3. Hipotesis awal, peserta didik dapat merumuskan hipotesis sementara
berdasarkan hasil pengamatannya.
16
4. Verifikasi, kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang
telah dirumuskan.
5. Evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep.
6. Aplikasi konsep, setelah peserta didik merumuskan masalah dan
menemukan konsep, hasilnya diaplikasikan dalam kehidupan. Kegiatan ini
merupakan pemantapan konsep yang telah dipelajari.
Roestiyah (2008: 11) menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya, metode
eksperimen harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Perlu dijelaskan kepada peserta didik tentang tujuan eksperimen, mereka
harus memahami maslah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.
2. Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang alat-alat dan bahan
yang akan digunakan dalam eksperimen.
3. Selama eksperimen berlangsung guru harus mengamati pekerjaan peserta
didik, bila perlu memberi saran atau pertaanyaan yang menunjang jalannya
eksperimen.
4. Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian
peserta didik, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau
tanya jawab.
2.1.4.2 Kelebihan Metode Eksperimen
Penggunaan metode eksperimen dalam proses pembelajaran mempunya
kelebihan-kelabihan sebagai berikut.
1) Fakta atau data yang diperoleh akan lebih diingat oleh peserta didik.
2) Guru dapat berkeliling kelas sambil mengawasi dan melakukan penilaian
terhadap sikap dan psikomotorik peserta didik.
3) Melatih kerja sama diantara siswa karean metode ekperimen di sekolah
dilakukan secara berkelompok.
2.1.4.3 Kelemahan Metode Eksperimen
Dalam pelaksanaanya, penggunaan metode eksperimen juga memiliki
kelemahan-kelemahan sebagai berikut.
1) Memerlukan bahan dan alat praktik yang banyak.
2) Diperlukan pengawasan yang ketat agar peserta didik tidak main-main di
dalam kelompoknya.
3) Memerlukan waktu belajar yang lebih banyak.
2.1.5 Model Think Pair Share (TPS) Dipadukan dengan Eksperimen
Model Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan Eksperimen adalah
penggabungan antara model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan metode
pembelajaran eksperimen dalam suatu proses pembelajaran. Penggabungan antara
model Think Pair Share (TPS) dengan metode eksperimen dilakukan untuk
mengoptimalkan hasil belajar siswa agar lebih baik. Proses pembelajaran IPA
17
memerlukan adanya pemberian pengalaman kepada peserta didik untuk mencari
tahu sendiri jawaban dari suatu masalah yang dihadapi atau untuk menguji
hipotesis awal peserta didik. Dengan melakukan eksperimen peserta didik akan
mendapatkan pengalaman langsung dari proses untuk pembelajaran guna
menjawab permasalahan yang mereka hadapi, selanjutnya dengan model Think
Pair Share (TPS) peserta didik akan berlatih untuk berdiskusi dengan teman
sekelompoknya dan berlatih menyampaikan hasil diskusi kelompok kepada
seluruh peserta didik di kelas.
Penggabungan model Think Pair Share (TPS) dan eksperimen selain
untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik juga diharapkan dapat
meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Guru
harus mampu mengelola kelas dengan baik agar tujuan pembejaran yang
diinginkan dapat tercapai, selain itu guru juga harus memahami dan menguasai
mengenai model dan metode yang digabungkan ini sehingga tercipta suatu proses
pembelajaran yang baik dan menyenangkan yang mana dapat memberikan hasil
belajar peserta didik yang baik.
2.1.5.1 Langkah-langkah Model Think Pair Share (TPS) Dipadukan dengan
Eksperimen
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model Think Pair
Share (TPS) dipadukan dengan eksperimen adalah sebagai berikut :
1. Peserta didik ditempatkan dalam sebuah kelompok.
2. Guru memberikan sebuah tugas atau suatu topik pada kelompok peserta
didik.
3. Peserta didik mengamati dan memperhatikan penjelasan guru mengenai
tugas atau topik yang diberikan.
4. Peserta didik memikirkan tugas atau topik yang diberikan secara mandiri
dengan membuat hipotesis awal dari hasil pengamatannya.
5. Peserta didik melakukan percobaan guna menjawab tugas yang diberikan
dan menguji kebearan dari hipotesis awal yang mereka buat.
6. Menuliskan hasil percobaan yang telah dilakukan secara individu.
18
7. Setiap kelompok mendiskusikan hasil percobaan yang telah mereka tulis
secara individu dengan pasangannya.
8. Setelah tercipta kesepakatan dengan pasangannya, setiap kelompok
membagi hasil diskusinya dengan kelompok lain.
Langkah-langkah di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam proses
pembelajaran yang menggunakan metode Think Pair Share (TPS) dipadukan
dengan Eksperimen supaya dapat menghasilkan hasil belajar yang optimal.
2.1.6 Hasil Belajar
Aunurrahman (2011: 37) mengemukakan hasil belajar adalah berubahnya
tingkah laku yang diperolah dari proses pembelajaran. Walaupun tidak semua
berubahnya tingkah laku terjadi karena menjalani aktivitas belajar, akan tetapi
aktivitas belajar umunya memberikan dampak berupa perubahan tingkah laku.
Perubahan tingkah laku pada seseorang merupakan sesuatu yang dapat diamati,
walaupun tidak juga semua perubahan seseorang tersebut dapat diamati.
Perubahan yang dapat diamati kebanyakan terlihat dari hal-hal yang mencakup
aspek-aspek motorik.
Hasil belajar menurut Sudjana (2011: 22) adalah kemampuan yang
dimiliki peserta didik sebagai akibat yang diperoleh dari pengalaman belajarnya.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Susanto (2013: 5), hasil belajar
merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri peserta didik sebagai hasil
dari pengalaman belajarnya yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Berdasarkan pendapat mengenai hasil belajar di atas, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan sesuatu yang diraih atau didapat peserta didik dari
pengalaman belajarnya yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hasil belajar dapat dilihat dengan mengadakan evaluasi yang bertujuan untuk
mengukur seberapa besar perubahan yang didapat siswa setelah mendapat
pengalaman belajarnya.
Menurut Wardani dkk (2012: 70) hasil belajar dapat diukur dengan
menggunakan 2 teknik, yaitu teknik tes dan non tes.
1. Teknik Tes
19
Teknik tes adalah alat ukur standar dan obyektif yang dapat digunakan
unutk mengukur dan membandingkan faktor psikis dan tingkah laku
peserta didik.
Dalam penelitian ini, teknik tes digunakan untuk mengukur aspek kognitif
siswa dengan memberikan soal evaluasi pilihan ganda.
2. Teknik Non Tes
Teknik non tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki
jawaban benar atau salah.
Penelitian ini menggunakan aspek non tes untuk mengukur aspek afektif
dan psikomotorik siswa berupa kisi-kisi pernyataan yang menunjukkan
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya dalam proses pembelajaran, untuk mencapai hasil
belajar yang optimal perlu diciptakan kondisi belajar yang kondusif dan
menyenangkan di lingkungan sekolah, rumah maupun masyarakat. Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar siswa perlu untuk diperhatikan.
Slameto (2010: 54) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar menjadi dua, yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri peserta
didik, antara lain:
a. Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh).
b. Faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan
kematangan).
c. Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani).
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri peserta
didik, antara lain:
a. Faktor keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua,
dan latar belakang kebudayaan).
b. Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan peserta didik,
relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar dan tugas rumah).
c. Faktor masyarakat (keadaan peserta didik dalam masyarakat,
media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Dari penjelasan di atas hasil belajar peserta didik dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Selain faktor dari
dalam diri peserta didik itu sendiri, faktor yang berasal dari luar diri peserta didik
juga mempengaruhi hasil belajar. Maka dari itu penting bagi guru untuk
20
memperhatikan faktor eksternal peserta didik agar hasil belajar yang dicapai
peserta didik dapat optimal.
2.2 Kajian hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Alasan memilih model Think Pair Share (TPS) perlu diperkuat oleh
penelitian-penelitian terkini yang sudah menunjukkan keberhasilan. Beberapa
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain yang mendukung
keberhasilan model Think Pair Share (TPS) dan metode Eksperimen yaitu :
Penelitian yang dilakukan Fitriana Eka Marta (2014) yang berjudul
Penerapan Pembelajaran Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN 01 Tengaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran
2013/2014. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dibuktikan dengan presentase ketuntasan siswa pada kondisi
awal 54.3% meningkat pada siklus I menjadi 54.6% dan meningkatkan lagi pada
sikul II menjadi 80.7%.
Penelitian yang dilakukan Henokh Dwi Ariyanto (2014) yang berjudul
Meningkatkan Kerjasama dan Hasil Belajar dengan menerapkan Model
Pembelajaran Think Pairs and Share pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial Kelas V SD Negeri Sumogawe 01 Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014. Model pembelajaran Think Pair Share
(TPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dilihat dari kondisi awal dimana
terdapat 11 siswa (28.94%) yang belum memenuhi KKM, disiklus I hanya ada 6
siswa (15.79%) belum memenuhi KKM, sedangkan pada siklus II seluruh siswa
kelas V SDN Sumogawe 01 telah tuntas KKM.
Penelitian yang dilakukan Rina Puji Rahayu (2013) yang berjudul
Penerapan Strategi Inkuiri Melalui Eksperimen Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri Kemambang 02 Kecamatan Banyubiru
Kabupaten Semarang. Metode Eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dilihat dari hasil belajar kondisi awal hanya ada 15 siswa (46.8%) dari 32
siswa yang tuntas dengan nilai rata-rata kelas 63.59, pada siklus I terdapat 23
siswa (78%) yang tutas dengan nilai rata-rata 73.75, pada siklus II terdapat 31
siswa (96.87%) yang tuntas dengan nilai rata-rata 85.
21
Penelitian yang dilakukan Sumarni (2012) yang berjudul Peningkatan
Hasil Belajar IPA Melalui Metode Eksperimen pada Siswa Kelas II Semester 2
SDN Simbangdesa 01 Kecamatan Tulis Kabupaten Batang Tahun Pelajaran
2011/2012. Metode Eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar dilihat
ketuntasan belajar pada pra siklus hanya 24.24% dengan nilai rata-rata 58.86,
meningkat menjadi 72.41% pada siklus I dengan nilai rata-rata 67.45, dan
meningkat lagi menjadi 77.14% pada siklus II dengan nilai rata-rata 75.14.
Penggabungan model Think Pair Share (TPS) dan metode Eksperimen
dilakukan untuk mengoptimalkan peningkatan hasil belajar siswa, selain itu juga
untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam proses
pembelajaran melalui percobaan yang dilakukan dan meningkatkan keaktifan
siswa melalui diskusi yang dilakukan.
2.3 Kerangka Pikir
Dari permasalahan yang ditemukan penulis seperti yang dijelaskan di atas,
penulis berpikir untuk melakukan sebuah upaya untuk menyelesaikan masalah
tersebut dengan melakukan penelitian pada proses pembelajaran yang dilakukan
peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share (TPS)
dipadukan dengan eksperimen. Permasalahan yang ada pada kelas 5 SD Negeri
Tolokan kec. Getasan adalah kurang aktifnya peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran, juga kurangnya inovasi guru dalam menggunakan model
pembelajaran yang dapat mengingkatkan keaktifan siswa. Hal itu berdampak pada
hasil belajar siswa yang rendah.
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan untuk mengingkatkan peran peserta
didik dalam proses pembelajaran. Melalui penerapan model pembelajaran Think
Pair Share (TPS) dipadukan dengan eksperimen ini diharapkan peserta didik
mampu untuk berpikir sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi, serta
dapat memperoleh sendiri informasi yang diperlukan dari eksperimen yang
dilakukan oleh peserta didik kemudian bekerja sama dengan peserta didik lain
untukuntuk membuat keputusan yang tepat mengenai pemecahan masalah yang
mereka hadapi, selanjutnya setelah mereka berhasil membuat keputusan yang
22
tepat dan disepakati oleh semua peserta didik, mereka diminta membagi pendapat
mereka tersebut dengan orang lain.
Dengan demikian melalui penggunaan model pembelajaran Think Pair
Share (TPS) dipadukan dengan ekperimen dalam proses pembelajaran diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir
penulis dapat digambarkan pada bagan sebagi berikut:
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pikir Penggunaaan Model TPS
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir maka hipotesis penelitian ini adalah
“Peningkatan hasil belajar IPA pada pembelajaran siswa kelas 5 SD Negeri
Tolokan Kecamatan Getasan kabupaten Semarang semester 1 tahun pelajaran
2017/2018 dapat diupayakan dengan menggunakan model Think Pair Share
(TPS) dipadukan dengan eksperimen”.
Kondisi Awal
Pembelajaran sebelum
menggunakan model TPS
dipadukan dengan
eksperimen
Hasil belajar
siswa rendah
Tindakan
Pembelajaran sesudah
menggunakan model TPS
dipadukan dengan
eksperimen
Siklus I
Kondisi Akhir
Diduga peningkatan hasil
belajar peserta didik dapat
diupayakan dengan
menggunakan
pembelajaran model TPS
dipadukan dengan
eksperimen
Siklus II