BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Di SD Latar Belakang...

15
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPS Di SD Latar Belakang Pembelajaran IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan denganisu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi,Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu matapelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Tujuan Pembelajaran IPS Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Di SD Latar Belakang...

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran IPS Di SD

Latar Belakang Pembelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS

mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan

denganisu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi

Geografi,Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta

didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis,

dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan

berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap

saat. Oleh karena itu matapelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan

pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial

masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan

terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan

dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan

peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam

pada bidang ilmu yang berkaitan.

Tujuan Pembelajaran IPS

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

sebagai berikut:

a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya.

6

b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin

tahu,inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan

social.

c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial

dankemanusiaan.

d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisidalam

masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (KTSP:

2006).

Ruang Lingkup Pembelajaran IPS

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a) Manusia, Tempat, dan Lingkungan

b) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

c) Sistem Sosial dan Budaya

d) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang

standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam

Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium

yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam

pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD

didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan,

bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci

SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan bagi siswa kelas IV SD

disajikan melalui tabel berikut ini.

7

Tabel 2.1

SK dan KD mata pelajaran IPSKelas IV Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Mengenal sumber daya alam,

kegiatan ekonomi,dan kemajuan

teknologidi

lingkungankabupaten/kota

danprovinsi

2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang

berkaitandengan sumber daya alam

dan potensi lain didaerahnya

2.2 Mengenal pentingnya koperasi

dalammeningkatkan kesejahteraan

masyarakat

2.3 Mengenal perkembangan teknologi

produksi, komunikasi, dan transportasi

serta pengalaman menggunakannya

2.4 Mengenal permasalahan sosial

didaerahnya

(Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

2.1.2 Hasil belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pebelajar

setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2007: 5). Oleh karena itu pebelajar

mempelajari pengetahuan tentang konsep. Maka perubahan perilaku yang

diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Tujuan pembelajaran

merupakan deskripsi tentang perubahan tingkah laku yang diinginkan atau

deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi. ( gerlach dan

Ely, 1980 dalam Anni, 2007: 5 - 6).

Hasil belajar menurut Anni (2007: 4) merupakan perubahan perilaku

yang diperoleh pebelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan

aspek–aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pebelajar.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 29) hasil belajar merupakan hal

yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi

siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik

bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Menurut Hamalik, hasil belajar

8

adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada

orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti

menjadi mengerti, dan lain sebagainya.

Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat diperoleh suatu

kesimpulan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa

setelah belajar, yang diwujudkan berupa kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotor.

2.1.2.1 Pengukuran

Tes adalah salah satu contoh instrumen atau alat pengukuran yang

paling banyak dipergunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual

seseorang. Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan

untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan

yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan

yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk., 2009).

Penetapan angka kemampuan belajar peserta didik dapat dilakukan

dengan berbagai cara atau teknik yang sistematis, baik berhubungan dengan

proses belajar maupun hasil belajar. Teknik penetapan angka tersebut pada

prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap

pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian suatu

kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil

belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor (Balitbang

Depdiknas, 2006). Secara umum teknik penilaian dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu teknik tes dan non tes.

1. Tes.

Terbiasa terdiri atas tes lisan (menuntut jawaban secara lisan), tes tulisan

(menuntut jawaban secara tulisan), dan tes tindakan (menuntut jawaban

dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk

(a) objektif, ada juga yang disusun dalam bentuk (b) esai atau uraian

(Poerwanti dkk, 2008:4-4).

9

2. Bukan tes (non tes).

Bukan tes sebagai alat penilaian mencakup observasi atau pengamatan,

angket, kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian, sosiometri,

studi kasus, work sample analysis (analisa sampel kerja), task analysis

(analisis tugas), checklists dan rating scales dan portofolio (Poerwanti dkk,

2008:4-4).

Teknik penilaian juga dapat dibedakan menjadi:

1. Tes tertulis

Tes tertulis adalah teknik penilaian yang menuntut jawaban secara

tertulis, baik berupa tes objektif dan uraian pada peserta didik di

lembaga penyelenggara pendidikan keterampilan. Ujian tertulis, untuk

memperoleh informasi tentang pengetahuan peserta didik berkenaan

dengan tugas/pekerjaan dengan cara merespon secara tertulis tentang

aspek-aspek yang diujikan (Poerwanti dkk, 2007: 4.4).

2. Tes kinerja/tindakan

Tes kinerja adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik

mendemonstrasikan kemahirannya dalam melakukan kegiatan atau

pekerjaan tertentu, misalnya kemahiran mengidentifikasi kerusakan

pada alat-alat yang diperlukan untuk melakukan kinerja tertentu,

bersimulasi, ataupun melakukan pekerjaan yang sesungguhnya. Tes

kinerja dapat dilakukan untuk menilai proses, produk, serta proses dan

produk. Tes kinerja, untuk memperoleh data tentang kinerja atas

bidang keterampilan tertentu yang dipertunjukkan oleh seseorang

peserta didik. Penilai mengajukan sejumlah tugas atau pekerjaan untuk

dilakukan oleh peserta didik dengan cara memperagakan secara

psikomotor. Misal seorang peserta didik disuruh memperagakan cara

perambatan panas melalui zat padat (Poerwanti dkk, 2007: 4.5).

3. Tes lisan

Tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara

peserta didik denganseorang atau beberapa penguji. Pertanyaan dan

jawaban diberikan secara lisan dan spontan. Ujian lisan, untuk

10

memperoleh data tentang performansi tertentu, dengan cara

berkomunikasi dua arah antara penilai atau guru dengan peserta didik

melalui tanya jawab atau wawancara langsung, berkenaan dengan

pemahaman, perilaku, kinerja, dan tugas tertentu yang berkaitan

dengan materi pelajaran yang telah dipelajari (Poerwanti dkk, 2007:

4.5).

4. Observasi

Observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan cara

mencatat hasil pengamatan terhadap objek tertentu. Pelaksanaan

observasi dilakukan dengan cara menggunakan instrumen yang sudah

dirancang sebelumnya sesuai dengan jenis perilaku yang akan diamati

dan situasi yang akan diobservasi, misalnya dalam kelas, waktu

bekerja dalam bengkel/laboratorium. Metode pencatatan, berapa lama

dan berapa kali observasi dilakukan disesuaikan dengan tujuan

observasi. Metode ini digunakan juga untuk memeriksa proses melalui

analisis tugas tentang beroperasinya suatu kegiatan/pekerjaan tertentu

maupun produk yang dihasilkannya. Penilaian atau guru dapat secara

langsung mengamati dan mencatat perilaku yang muncul, dan dapat

juga menggunakan lembar observasi atau daftar ceklis mengenai

aspek-aspek tugas atau pekerjaan tertentu yang akan diamati

(Poerwanti dkk, 2007: 4.6).

5. Penugasan

Penugasan adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik

menyelesaikan tugas di luar kegiatan pembelajaran di kelas,

laboratorium atau bengkel. Penugasan dapat diberikan dalam bentuk

individual atau kelompok dan dapat berupa tugas rumah atau projek.

Tugas rumah adalah tugas yang harus diselesaikan peserta didik di

luar kegiatan kelas. Tugas projek adalah tugas yang melibatkan

kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis

maupun lisan dalam waktu tertentu. Proyek, untuk memperoleh data

tentang kinerja atas suatu tugas/pekerjaan tertentu yang dikerjakan

11

dalam jangka waktu tertentu, baik melalui pengawasan maupun tanpa

pengawasan. Misalnya penilai mempersiapkan dan merancang suatu

tugas/pekerjaan tertentu untuk dikerjakaan peserta didik kemudian

hasil dari pekerjaannya dinilai (Poerwanti dkk, 2007: 4-6).

6. Penilaian portofolio

Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara

menilai hasil karya peserta didik. Portofolio adalah kumpulan karya

peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan untuk

mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan kreativitas peserta

didik. Portofolio, untuk memperoleh data dengan cara mengumpulan

bukti-bukti fisik yang bersifat pribadi, atau hasil karya dan pencapaian

dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja seseorang sebelum, dan

setelah mengikuti pendidikan (Poerwanti dkk, 2007: 4.8).

7. Penilaian diri

Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta

peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya.

Penilaian diri untuk memperoleh data tentang kelebihan dan

kekurangan yang dimiliki peserta didik dan bersumber dari peserta

didik sendiri. Dalam penilaian diri peserta didik menyampaikan sendiri

secara jujur apa yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai setelah

atau sebelum mengikuti pembelajaran. Bentuk penilaian diri adalah

laporan tentang keadaan diri peserta didik yang disusun sendiri oleh

peserta didik. Misal laporan tentang keterampilan yang telah dikuasai

dan yang belum dalam membuat tusuk rantai pada pelajaran

keterampilan (Poerwanti dkk, 2007: 4.10).

8. Penilaian antar teman

Penilaian antar teman merupakan teknik penilaian dengan cara

meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan

kekurangan temannya. Teknik penilaian antar teman dilakukan dengan

melalukan observasi terhadap temannya sendiri. Instrumen observasi,

skala penilaian, dan daftar ceklist yang digunakan berisikan aspek-

12

aspek kemampuan atau kelebihan dan kesulitan atau kekurangan

temannya dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Misal peserta didik

diberikan tugas untuk menilai kinerja temannya dalam merawat

tanaman hias dengan menyiraminya mempergunakan skala penilaian

(Poerwanti dkk, 2007: 4.11).

Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau

cara pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau

penilaian portofolio. Dengan demikian, Hasil belajar yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes,

pengamatan, diskusi, dan laporan.

2.1.3 Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM)

Menurut Hidayati (2008: 6.39) pendekatan STM merupakan pendekatan

terpadu antara sains, teknologi dan masyarakat dengan tujuan agar peserta

didik mampu memecahkan masalah dengan memanfaatkan sains dan

teknologi serta kondisi masyarakat yang ada di lingkungannya. Sedangkan

menurut Depdiknas (2007: 227) pendekatan STM merupakan inovasi

pembelajaran sains yang berorientasi bahwa sains sebagai bidang ilmu tidak

terpisahkan dari realitas kehidupan masyarakat sehari-hari dan melibatkan

siswa secara aktif dalam mempelajari konsep-konsep sains yang terkait.

Dengan pendekatan STM diharapkan siswa memiliki pengalaman

dengan proses ilmiah. Penerapan ilmu harus selalu dikembangkan agar

pengetahuan yang diperoleh di sekolah menjadi relevan dengan kehidupan

sehari-hari. Antara sains, teknologi, dan masyarakat sangat erat kaitannya.

Kemajuan sains dan teknologi berdampak terhadap masyarakat, misalnya

terjadi perubahan sosial, timbul masalah-masalah sosial, dan terjadi

goncangan fisik maupun psikis di dalam masyarakat. Tujuan pendekatan STM

adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan,

sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah

dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan

yang telah diambilnya (Iskandar, 1996: 25).

13

Pendekatan STM dalam IPS tidak perlu disusun dalam pokok bahasan

baru, melainkan dapat disisipkan pada pokok-pokok bahasan yang telah ada.

Dengan pendekatan STM ini dapat memberikan gambaran utuh tentang

berbagai aspek kehidupan manusia. Tetapi harus diketahui bahwa dengan

digunakannya pendekatan STM dalam pembelajaran IPS akan dibangun suatu

dimensi baru, yang lebih menekankan pada segi pragmatis yang

mengungkapkan hal-hal yang bermanfaat dan berhubungan langsung dengan

aspek kehidupan siswa (Hidayati, 2008: 6.40).

2.1.4. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan STM dalam Pembelajaran

Hidayati (2008: 6.34) mengemukakan tahap-tahap implementasi

pendekatan STM dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi) yang mengemukakan

isu/ masalah aktual yang ada di masyarakat.

2. Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau

mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui observasi, eksperimen, dan

diskusi.

3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/

masalah yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasar konsep

yang telah dipahami siswa.

4. Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman

konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa.

5. Tahap evaluasi, dapat berupa evaluai proses maupun evaluasi hasil.

Menurut Robert E. Yager dalam Depdiknas (2007: 230) sintak model

pembelajaran STM adalah sebagai berikut:

1. Fase 1 (Invitasi)

Menggali isu atau masalah lebih dahulu dari peserta didik,

menghubungkan pembelajaran baru dengan pembelajaran sebelumnya,

dan mengidentifikasi isu atau masalah dalam masyarakat yang berkaitan

dengan materi yang diajarkan.

2. Fase 2 (Eksplorasi)

14

Merancang dan melakukan kegiatan eksperimen atau percobaan untuk

mengumpulkan data, berlatih keterampilan proses sains, mengasah kerja

ilmiah dan sikap ilmiah serta diskusi kelompok untuk menghasilkan

kesimpulan.

3. Fase 3 (Pengajuan Eksplanasi dan Solusi)

Siswa membangun sendiri konsep, siswa berdiskusi, dan solusi masalah

yang dihadapi masyarakat terkait materi yang diperoleh siswa semata-

mata berdasarkan informasi dari kegiatan eksplorasi.

4. Fase 4 (Tindak Lanjut)

Menjelaskan fenomena alam berdasarkan konsep yang disusun,

menjelaskan berbagai aplikasi untuk memberikan makna, dan refleksi

pemahaman konsep.

Adapun tahap-tahap dari pendekatan STM (Poedjiadi, A, 2005) yaitu

sebagai berikut:

1. Tahap apersepsi yaitu mula-mula dikemukakan isu-isu atau masalah

aktual yang ada di masyarakat dan dapat diamati peserta didik.

2. Tahap pembentukan konsep yaitu peserta didik membangun atau

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui observasi, eksperimen,

diskusi, dan lain-lain

3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah yaitu menganalisa isu-

isu atau masalah yang telah dikemukakan diawal pembelajaran

berdasarkan konsep yang telah dipahami sebelumnya.

4. Tahap pemantapan konsep, yaitu guru memberikan pemantapan konsep-

konsep agar tidak terjadi kesalahan pada diri pendidik.

5. Tahap evaluasi, pada tahap ini penggunaan portofolio atau data pribadi

peserta didik sangat disarankan.

Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran STM yang baik harus memenuhi tahapan antara lain: Tahap

apersepsi (inisiasi, invitasi), tahap pembentukan konsep (eksplorasi), tahap

aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, tahap pemantapan konsep dan

tahap evaluasi.

15

2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Kharisma Lestari dengan judul “Penerapan

Pendekatan STM Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN

Umbulan Winongan Pasuruan” yang dilakukan pada tahun 2009. Dalam penelitian ini

disimpulkan bahwa: penerapan STM dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa

kelas IV SDN Umbulan Winongan Pasuruan ditunjukkan dengan skenario

pembelajaran STM pada siklus I belum bisa dilaksanakan semua, tetapi pada siklus II

skenario pembelajaran telah dilaksanakan sesuai rancangan yang dibuat.

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar

siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata pada pratindakan adalah 57,3 siklus I

adalah 67,4 dan siklus II adalah 85,3. Kelemahan dari penelitian ini adalah pada 1

pembelajaran masih banyak menyimpang dari skenario, sedangkan kelebihannya

adalah pada siklus II pembelajarannya dapat di laksanakan sesuai rencana (Lestari,

2009).

Penelitian Pratiwi, Retna Ambar (dalam jurnal L Education General. Edisi

V)Dalam penelitianya yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata

Pelajaran IPA Kompetensi Dasar Sistem Pencernaan Manusia Dengan Menggunakan

Metode STM Kelas V SDN 3 Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Tahun

Pelajaran 2009/2010.Menyatakan bahwa hasil penelitianya menunjukkan terjadinya

peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA (Pratiwi, 2009).

Penelitian lain dilakukan oleh Hakim, Muh Arif Rahman (dalam jurnal L

Education General. Edisi V). Dalam penelitiannya yang berjudul Implementasi Metode

STM Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Siswa Dalam Mengidentifikasi Alat

Pernapasan Manusia Pada Pembelajaran IPA Kelas V di SD Negeri 1 Kemusu

Boyolali Tahun Ajaran 2009/2010. Menyatakan bahwa hasil penelitiannya adanya

peningkatan penguasaan materi IPA dalam pembelajaran. Pada penelitian ini dapat

dilihat bahwa dengan kriteria ketuntasan siswa dari 24 siswa pada pembelajaran Pra

Siklus ada 66,6 % siswa yang belum menguasai materi/ belum tuntas, pada

pembelajaran menggunakan metode STM pada siklus I sampai siklus III, sklus I

masih ada 62,1% siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus II terdapat 37,5% siswa

yang belum tuntas, dan siklus III telah mencapai taraf tuntas secara keseluruhan. Dari

16

prosentase siswa tersebut pada pembelajaran pra siklus 16 siswa belum tuntas,

siklus I menurun menjadi 15 siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus II tinggal 9

siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus III seluruh siswa yakni 24 siswa dapat

mencapai taraf tuntas (Hakim, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Panji Kusumah yang dilatar belakangi oleh hasil

pengamatan peneliti terhadap pembelajaran IPS di kelas V SDN Panggungrejo Kota

Pasuruan pada tahun 2010. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa

siswa kelas V diperoleh berbagai permasalahan, yaitu: (1) dalam mengajar media

yang digunakan guru hanya berupa gambar, (2) metode yang digunakan guru hanya

ceramah dan tanya jawab, (3) guru tidak memberikan kesempatan siswa untuk

menemukan sendiri pemecahan suatu masalah, (5) hasil belajar yang dicapai siswa

pada kompetensi dasar daur air dan peristiwa alam secara klasikal hanya 56,7. Untuk

mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran IPS khususnya tentang

daur air dan peristiwa alam diterapkan pendekatan STM dimana siswa didorong dan

diberi kesempatan seluas-luasnya untuk terlibat secara langsung dalam proses

pembelajaran sehingga pembelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penerapan STM oleh guru dapat dilakukan dengan

baik dan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 18% dari 72,5%

menjadi 90,5%. Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari pra tindakan ke

siklus I sebesar 21% dan dari siklus I ke siklus II sebesar 13%. Hasil belajar siswa

meningkat sebesar 15,64 dari pra tindakan ke siklus I dan dari siklusI ke siklus II

meningkat sebesar8,83 (Kusumah, 2010).

Widayati, Nanik. 2010. Peningkatan Belajar Operasi Pecahan Melalui STM

Mengacu Pada Model Spiral Dari Kemmis dan Taggart di Kelas III SDN Soko I

Bojonegoro. Penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa

kelas IIIA SDN Soko I Bojonegoro yang ditunjukkan dari data peningkatan ketuntasan

belajar pada siklus I yaitu 14 siswa tuntas dari 20 siswa dengan nilai 60 ke atas,

sedangkan 6 siswa belum tuntas dengangnilai kurang dari 60. Jadi ketuntasan pada

siklus I adalah 70%. Pada siklus II 20 siswa tuntas semua sehingga ketuntasan

klasikal 100%. Pada tahap pra tindakan ketuntasan 50% pada siklus I meningkat

17

20%, sehingga ketuntasan menjadi70%. Pada siklus II ketuntasan klasikal meningkat

30%, sehingga ketuntasan klasikal menjadi 100% (Widayati, 2010).

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tindakan kelas terhadap penggunaan

pendekatan STM di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan STM dapat

meningkatkan motivasi belajar, aktivitas siswa dalam pembelajaran, serta hasil belajar

siswa sehingga menjadi acuan peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas ini

dengan menggunakan pendekatan STM.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang masalah, banyak permasalahan pelaksanaan

standar isi mata pelajaran IPS, guru dalam menerapkan pembelajaran lebih

menekankan pada metode yang mengaktifkan dan berpusat pada guru,

pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif, lebih banyak menggunakan metode

ceramah dan kurang mengoptimalkan media pembelajaran. Sehingga siswa kurang

kreatif dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa rendah. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut, maka digunakan pembelajaran dengan pendekatan STM

yang terdiri dari tahap apersepsi, tahap pembentukan konsep, tahap aplikasi konsep,

tahap pemantapan konsep dan tahap evaluasi. Penerapan pembelajaran dengan

pendekatan STM akan mendorong siswa mampu memecahkan masalah dengan

memanfaatkan sains dan teknologi serta kondisi masyarakat yang ada di

lingkungannnya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

18

Gambar 2.1

Skema Kverangka Berpikir tentang

Hubungan Pembelajaran Dengan Pendekatan STM dan Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, diduga melalui

pendekatan STM dapat meningkatkan hasil belajar IPS kelas IV SDN Tombo 01

Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2 Tahun 2011/2012.

Hasil Belajar Meningkat Penilaian Proses Dan

Penilaian Hasil Belajar

(Tes Formatif)

Pembelajaran STM Dengan Langkah :

1.Tahap Apersepsi 2.Tahap Pembentukan Konsep 3.Tahap Aplikasi Konsep 4.Tahap Pemantapan Konsep 5. Tahap Evaluasi

Berpusat pada

guru

Hasil Belajar

Rendah

Pembelajaran IPS

Sekitar Koperasi

Pembelajaran

Konvensional

19

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan paparan di atas, penulis mengajukan hipotesis tindakan sebagai

berikut: Melalui penerapan pendekatan STM, hasil belajar IPS dengan materi

transportasi dapat meningkat pada siswa kelas IV di SDN Tombo 01 Kecamatan

Bandar Kabupaten Batang semester 2 tahun 2011/2012.