BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Di SD Latar Belakang...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Di SD Latar Belakang...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPS Di SD
Latar Belakang Pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran
yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
denganisu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi
Geografi,Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta
didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis,
dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan
berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap
saat. Oleh karena itu matapelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial
masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan
terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan
dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan
peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam
pada bidang ilmu yang berkaitan.
Tujuan Pembelajaran IPS
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya.
6
b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu,inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
social.
c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
dankemanusiaan.
d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisidalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (KTSP:
2006).
Ruang Lingkup Pembelajaran IPS
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a) Manusia, Tempat, dan Lingkungan
b) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
c) Sistem Sosial dan Budaya
d) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang
standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium
yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam
pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan,
bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci
SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan bagi siswa kelas IV SD
disajikan melalui tabel berikut ini.
7
Tabel 2.1
SK dan KD mata pelajaran IPSKelas IV Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya alam,
kegiatan ekonomi,dan kemajuan
teknologidi
lingkungankabupaten/kota
danprovinsi
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang
berkaitandengan sumber daya alam
dan potensi lain didaerahnya
2.2 Mengenal pentingnya koperasi
dalammeningkatkan kesejahteraan
masyarakat
2.3 Mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi, dan transportasi
serta pengalaman menggunakannya
2.4 Mengenal permasalahan sosial
didaerahnya
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
2.1.2 Hasil belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pebelajar
setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2007: 5). Oleh karena itu pebelajar
mempelajari pengetahuan tentang konsep. Maka perubahan perilaku yang
diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Tujuan pembelajaran
merupakan deskripsi tentang perubahan tingkah laku yang diinginkan atau
deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi. ( gerlach dan
Ely, 1980 dalam Anni, 2007: 5 - 6).
Hasil belajar menurut Anni (2007: 4) merupakan perubahan perilaku
yang diperoleh pebelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan
aspek–aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pebelajar.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 29) hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Menurut Hamalik, hasil belajar
8
adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada
orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dan lain sebagainya.
Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat diperoleh suatu
kesimpulan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa
setelah belajar, yang diwujudkan berupa kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor.
2.1.2.1 Pengukuran
Tes adalah salah satu contoh instrumen atau alat pengukuran yang
paling banyak dipergunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual
seseorang. Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan
yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan
yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk., 2009).
Penetapan angka kemampuan belajar peserta didik dapat dilakukan
dengan berbagai cara atau teknik yang sistematis, baik berhubungan dengan
proses belajar maupun hasil belajar. Teknik penetapan angka tersebut pada
prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian suatu
kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil
belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor (Balitbang
Depdiknas, 2006). Secara umum teknik penilaian dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu teknik tes dan non tes.
1. Tes.
Terbiasa terdiri atas tes lisan (menuntut jawaban secara lisan), tes tulisan
(menuntut jawaban secara tulisan), dan tes tindakan (menuntut jawaban
dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk
(a) objektif, ada juga yang disusun dalam bentuk (b) esai atau uraian
(Poerwanti dkk, 2008:4-4).
9
2. Bukan tes (non tes).
Bukan tes sebagai alat penilaian mencakup observasi atau pengamatan,
angket, kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian, sosiometri,
studi kasus, work sample analysis (analisa sampel kerja), task analysis
(analisis tugas), checklists dan rating scales dan portofolio (Poerwanti dkk,
2008:4-4).
Teknik penilaian juga dapat dibedakan menjadi:
1. Tes tertulis
Tes tertulis adalah teknik penilaian yang menuntut jawaban secara
tertulis, baik berupa tes objektif dan uraian pada peserta didik di
lembaga penyelenggara pendidikan keterampilan. Ujian tertulis, untuk
memperoleh informasi tentang pengetahuan peserta didik berkenaan
dengan tugas/pekerjaan dengan cara merespon secara tertulis tentang
aspek-aspek yang diujikan (Poerwanti dkk, 2007: 4.4).
2. Tes kinerja/tindakan
Tes kinerja adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan kemahirannya dalam melakukan kegiatan atau
pekerjaan tertentu, misalnya kemahiran mengidentifikasi kerusakan
pada alat-alat yang diperlukan untuk melakukan kinerja tertentu,
bersimulasi, ataupun melakukan pekerjaan yang sesungguhnya. Tes
kinerja dapat dilakukan untuk menilai proses, produk, serta proses dan
produk. Tes kinerja, untuk memperoleh data tentang kinerja atas
bidang keterampilan tertentu yang dipertunjukkan oleh seseorang
peserta didik. Penilai mengajukan sejumlah tugas atau pekerjaan untuk
dilakukan oleh peserta didik dengan cara memperagakan secara
psikomotor. Misal seorang peserta didik disuruh memperagakan cara
perambatan panas melalui zat padat (Poerwanti dkk, 2007: 4.5).
3. Tes lisan
Tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara
peserta didik denganseorang atau beberapa penguji. Pertanyaan dan
jawaban diberikan secara lisan dan spontan. Ujian lisan, untuk
10
memperoleh data tentang performansi tertentu, dengan cara
berkomunikasi dua arah antara penilai atau guru dengan peserta didik
melalui tanya jawab atau wawancara langsung, berkenaan dengan
pemahaman, perilaku, kinerja, dan tugas tertentu yang berkaitan
dengan materi pelajaran yang telah dipelajari (Poerwanti dkk, 2007:
4.5).
4. Observasi
Observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan cara
mencatat hasil pengamatan terhadap objek tertentu. Pelaksanaan
observasi dilakukan dengan cara menggunakan instrumen yang sudah
dirancang sebelumnya sesuai dengan jenis perilaku yang akan diamati
dan situasi yang akan diobservasi, misalnya dalam kelas, waktu
bekerja dalam bengkel/laboratorium. Metode pencatatan, berapa lama
dan berapa kali observasi dilakukan disesuaikan dengan tujuan
observasi. Metode ini digunakan juga untuk memeriksa proses melalui
analisis tugas tentang beroperasinya suatu kegiatan/pekerjaan tertentu
maupun produk yang dihasilkannya. Penilaian atau guru dapat secara
langsung mengamati dan mencatat perilaku yang muncul, dan dapat
juga menggunakan lembar observasi atau daftar ceklis mengenai
aspek-aspek tugas atau pekerjaan tertentu yang akan diamati
(Poerwanti dkk, 2007: 4.6).
5. Penugasan
Penugasan adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik
menyelesaikan tugas di luar kegiatan pembelajaran di kelas,
laboratorium atau bengkel. Penugasan dapat diberikan dalam bentuk
individual atau kelompok dan dapat berupa tugas rumah atau projek.
Tugas rumah adalah tugas yang harus diselesaikan peserta didik di
luar kegiatan kelas. Tugas projek adalah tugas yang melibatkan
kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis
maupun lisan dalam waktu tertentu. Proyek, untuk memperoleh data
tentang kinerja atas suatu tugas/pekerjaan tertentu yang dikerjakan
11
dalam jangka waktu tertentu, baik melalui pengawasan maupun tanpa
pengawasan. Misalnya penilai mempersiapkan dan merancang suatu
tugas/pekerjaan tertentu untuk dikerjakaan peserta didik kemudian
hasil dari pekerjaannya dinilai (Poerwanti dkk, 2007: 4-6).
6. Penilaian portofolio
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara
menilai hasil karya peserta didik. Portofolio adalah kumpulan karya
peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan untuk
mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan kreativitas peserta
didik. Portofolio, untuk memperoleh data dengan cara mengumpulan
bukti-bukti fisik yang bersifat pribadi, atau hasil karya dan pencapaian
dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja seseorang sebelum, dan
setelah mengikuti pendidikan (Poerwanti dkk, 2007: 4.8).
7. Penilaian diri
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya.
Penilaian diri untuk memperoleh data tentang kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki peserta didik dan bersumber dari peserta
didik sendiri. Dalam penilaian diri peserta didik menyampaikan sendiri
secara jujur apa yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai setelah
atau sebelum mengikuti pembelajaran. Bentuk penilaian diri adalah
laporan tentang keadaan diri peserta didik yang disusun sendiri oleh
peserta didik. Misal laporan tentang keterampilan yang telah dikuasai
dan yang belum dalam membuat tusuk rantai pada pelajaran
keterampilan (Poerwanti dkk, 2007: 4.10).
8. Penilaian antar teman
Penilaian antar teman merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan temannya. Teknik penilaian antar teman dilakukan dengan
melalukan observasi terhadap temannya sendiri. Instrumen observasi,
skala penilaian, dan daftar ceklist yang digunakan berisikan aspek-
12
aspek kemampuan atau kelebihan dan kesulitan atau kekurangan
temannya dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Misal peserta didik
diberikan tugas untuk menilai kinerja temannya dalam merawat
tanaman hias dengan menyiraminya mempergunakan skala penilaian
(Poerwanti dkk, 2007: 4.11).
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau
cara pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau
penilaian portofolio. Dengan demikian, Hasil belajar yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes,
pengamatan, diskusi, dan laporan.
2.1.3 Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM)
Menurut Hidayati (2008: 6.39) pendekatan STM merupakan pendekatan
terpadu antara sains, teknologi dan masyarakat dengan tujuan agar peserta
didik mampu memecahkan masalah dengan memanfaatkan sains dan
teknologi serta kondisi masyarakat yang ada di lingkungannya. Sedangkan
menurut Depdiknas (2007: 227) pendekatan STM merupakan inovasi
pembelajaran sains yang berorientasi bahwa sains sebagai bidang ilmu tidak
terpisahkan dari realitas kehidupan masyarakat sehari-hari dan melibatkan
siswa secara aktif dalam mempelajari konsep-konsep sains yang terkait.
Dengan pendekatan STM diharapkan siswa memiliki pengalaman
dengan proses ilmiah. Penerapan ilmu harus selalu dikembangkan agar
pengetahuan yang diperoleh di sekolah menjadi relevan dengan kehidupan
sehari-hari. Antara sains, teknologi, dan masyarakat sangat erat kaitannya.
Kemajuan sains dan teknologi berdampak terhadap masyarakat, misalnya
terjadi perubahan sosial, timbul masalah-masalah sosial, dan terjadi
goncangan fisik maupun psikis di dalam masyarakat. Tujuan pendekatan STM
adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan,
sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah
dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan
yang telah diambilnya (Iskandar, 1996: 25).
13
Pendekatan STM dalam IPS tidak perlu disusun dalam pokok bahasan
baru, melainkan dapat disisipkan pada pokok-pokok bahasan yang telah ada.
Dengan pendekatan STM ini dapat memberikan gambaran utuh tentang
berbagai aspek kehidupan manusia. Tetapi harus diketahui bahwa dengan
digunakannya pendekatan STM dalam pembelajaran IPS akan dibangun suatu
dimensi baru, yang lebih menekankan pada segi pragmatis yang
mengungkapkan hal-hal yang bermanfaat dan berhubungan langsung dengan
aspek kehidupan siswa (Hidayati, 2008: 6.40).
2.1.4. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan STM dalam Pembelajaran
Hidayati (2008: 6.34) mengemukakan tahap-tahap implementasi
pendekatan STM dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi) yang mengemukakan
isu/ masalah aktual yang ada di masyarakat.
2. Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau
mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui observasi, eksperimen, dan
diskusi.
3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/
masalah yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasar konsep
yang telah dipahami siswa.
4. Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman
konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa.
5. Tahap evaluasi, dapat berupa evaluai proses maupun evaluasi hasil.
Menurut Robert E. Yager dalam Depdiknas (2007: 230) sintak model
pembelajaran STM adalah sebagai berikut:
1. Fase 1 (Invitasi)
Menggali isu atau masalah lebih dahulu dari peserta didik,
menghubungkan pembelajaran baru dengan pembelajaran sebelumnya,
dan mengidentifikasi isu atau masalah dalam masyarakat yang berkaitan
dengan materi yang diajarkan.
2. Fase 2 (Eksplorasi)
14
Merancang dan melakukan kegiatan eksperimen atau percobaan untuk
mengumpulkan data, berlatih keterampilan proses sains, mengasah kerja
ilmiah dan sikap ilmiah serta diskusi kelompok untuk menghasilkan
kesimpulan.
3. Fase 3 (Pengajuan Eksplanasi dan Solusi)
Siswa membangun sendiri konsep, siswa berdiskusi, dan solusi masalah
yang dihadapi masyarakat terkait materi yang diperoleh siswa semata-
mata berdasarkan informasi dari kegiatan eksplorasi.
4. Fase 4 (Tindak Lanjut)
Menjelaskan fenomena alam berdasarkan konsep yang disusun,
menjelaskan berbagai aplikasi untuk memberikan makna, dan refleksi
pemahaman konsep.
Adapun tahap-tahap dari pendekatan STM (Poedjiadi, A, 2005) yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap apersepsi yaitu mula-mula dikemukakan isu-isu atau masalah
aktual yang ada di masyarakat dan dapat diamati peserta didik.
2. Tahap pembentukan konsep yaitu peserta didik membangun atau
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui observasi, eksperimen,
diskusi, dan lain-lain
3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah yaitu menganalisa isu-
isu atau masalah yang telah dikemukakan diawal pembelajaran
berdasarkan konsep yang telah dipahami sebelumnya.
4. Tahap pemantapan konsep, yaitu guru memberikan pemantapan konsep-
konsep agar tidak terjadi kesalahan pada diri pendidik.
5. Tahap evaluasi, pada tahap ini penggunaan portofolio atau data pribadi
peserta didik sangat disarankan.
Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran STM yang baik harus memenuhi tahapan antara lain: Tahap
apersepsi (inisiasi, invitasi), tahap pembentukan konsep (eksplorasi), tahap
aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, tahap pemantapan konsep dan
tahap evaluasi.
15
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Kharisma Lestari dengan judul “Penerapan
Pendekatan STM Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN
Umbulan Winongan Pasuruan” yang dilakukan pada tahun 2009. Dalam penelitian ini
disimpulkan bahwa: penerapan STM dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa
kelas IV SDN Umbulan Winongan Pasuruan ditunjukkan dengan skenario
pembelajaran STM pada siklus I belum bisa dilaksanakan semua, tetapi pada siklus II
skenario pembelajaran telah dilaksanakan sesuai rancangan yang dibuat.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata pada pratindakan adalah 57,3 siklus I
adalah 67,4 dan siklus II adalah 85,3. Kelemahan dari penelitian ini adalah pada 1
pembelajaran masih banyak menyimpang dari skenario, sedangkan kelebihannya
adalah pada siklus II pembelajarannya dapat di laksanakan sesuai rencana (Lestari,
2009).
Penelitian Pratiwi, Retna Ambar (dalam jurnal L Education General. Edisi
V)Dalam penelitianya yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran IPA Kompetensi Dasar Sistem Pencernaan Manusia Dengan Menggunakan
Metode STM Kelas V SDN 3 Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Tahun
Pelajaran 2009/2010.Menyatakan bahwa hasil penelitianya menunjukkan terjadinya
peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA (Pratiwi, 2009).
Penelitian lain dilakukan oleh Hakim, Muh Arif Rahman (dalam jurnal L
Education General. Edisi V). Dalam penelitiannya yang berjudul Implementasi Metode
STM Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Siswa Dalam Mengidentifikasi Alat
Pernapasan Manusia Pada Pembelajaran IPA Kelas V di SD Negeri 1 Kemusu
Boyolali Tahun Ajaran 2009/2010. Menyatakan bahwa hasil penelitiannya adanya
peningkatan penguasaan materi IPA dalam pembelajaran. Pada penelitian ini dapat
dilihat bahwa dengan kriteria ketuntasan siswa dari 24 siswa pada pembelajaran Pra
Siklus ada 66,6 % siswa yang belum menguasai materi/ belum tuntas, pada
pembelajaran menggunakan metode STM pada siklus I sampai siklus III, sklus I
masih ada 62,1% siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus II terdapat 37,5% siswa
yang belum tuntas, dan siklus III telah mencapai taraf tuntas secara keseluruhan. Dari
16
prosentase siswa tersebut pada pembelajaran pra siklus 16 siswa belum tuntas,
siklus I menurun menjadi 15 siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus II tinggal 9
siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus III seluruh siswa yakni 24 siswa dapat
mencapai taraf tuntas (Hakim, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Panji Kusumah yang dilatar belakangi oleh hasil
pengamatan peneliti terhadap pembelajaran IPS di kelas V SDN Panggungrejo Kota
Pasuruan pada tahun 2010. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa
siswa kelas V diperoleh berbagai permasalahan, yaitu: (1) dalam mengajar media
yang digunakan guru hanya berupa gambar, (2) metode yang digunakan guru hanya
ceramah dan tanya jawab, (3) guru tidak memberikan kesempatan siswa untuk
menemukan sendiri pemecahan suatu masalah, (5) hasil belajar yang dicapai siswa
pada kompetensi dasar daur air dan peristiwa alam secara klasikal hanya 56,7. Untuk
mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran IPS khususnya tentang
daur air dan peristiwa alam diterapkan pendekatan STM dimana siswa didorong dan
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk terlibat secara langsung dalam proses
pembelajaran sehingga pembelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan STM oleh guru dapat dilakukan dengan
baik dan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 18% dari 72,5%
menjadi 90,5%. Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari pra tindakan ke
siklus I sebesar 21% dan dari siklus I ke siklus II sebesar 13%. Hasil belajar siswa
meningkat sebesar 15,64 dari pra tindakan ke siklus I dan dari siklusI ke siklus II
meningkat sebesar8,83 (Kusumah, 2010).
Widayati, Nanik. 2010. Peningkatan Belajar Operasi Pecahan Melalui STM
Mengacu Pada Model Spiral Dari Kemmis dan Taggart di Kelas III SDN Soko I
Bojonegoro. Penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa
kelas IIIA SDN Soko I Bojonegoro yang ditunjukkan dari data peningkatan ketuntasan
belajar pada siklus I yaitu 14 siswa tuntas dari 20 siswa dengan nilai 60 ke atas,
sedangkan 6 siswa belum tuntas dengangnilai kurang dari 60. Jadi ketuntasan pada
siklus I adalah 70%. Pada siklus II 20 siswa tuntas semua sehingga ketuntasan
klasikal 100%. Pada tahap pra tindakan ketuntasan 50% pada siklus I meningkat
17
20%, sehingga ketuntasan menjadi70%. Pada siklus II ketuntasan klasikal meningkat
30%, sehingga ketuntasan klasikal menjadi 100% (Widayati, 2010).
Berdasarkan beberapa hasil penelitian tindakan kelas terhadap penggunaan
pendekatan STM di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan STM dapat
meningkatkan motivasi belajar, aktivitas siswa dalam pembelajaran, serta hasil belajar
siswa sehingga menjadi acuan peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas ini
dengan menggunakan pendekatan STM.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang masalah, banyak permasalahan pelaksanaan
standar isi mata pelajaran IPS, guru dalam menerapkan pembelajaran lebih
menekankan pada metode yang mengaktifkan dan berpusat pada guru,
pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif, lebih banyak menggunakan metode
ceramah dan kurang mengoptimalkan media pembelajaran. Sehingga siswa kurang
kreatif dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa rendah. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, maka digunakan pembelajaran dengan pendekatan STM
yang terdiri dari tahap apersepsi, tahap pembentukan konsep, tahap aplikasi konsep,
tahap pemantapan konsep dan tahap evaluasi. Penerapan pembelajaran dengan
pendekatan STM akan mendorong siswa mampu memecahkan masalah dengan
memanfaatkan sains dan teknologi serta kondisi masyarakat yang ada di
lingkungannnya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
18
Gambar 2.1
Skema Kverangka Berpikir tentang
Hubungan Pembelajaran Dengan Pendekatan STM dan Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, diduga melalui
pendekatan STM dapat meningkatkan hasil belajar IPS kelas IV SDN Tombo 01
Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2 Tahun 2011/2012.
Hasil Belajar Meningkat Penilaian Proses Dan
Penilaian Hasil Belajar
(Tes Formatif)
Pembelajaran STM Dengan Langkah :
1.Tahap Apersepsi 2.Tahap Pembentukan Konsep 3.Tahap Aplikasi Konsep 4.Tahap Pemantapan Konsep 5. Tahap Evaluasi
Berpusat pada
guru
Hasil Belajar
Rendah
Pembelajaran IPS
Sekitar Koperasi
Pembelajaran
Konvensional
19
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan paparan di atas, penulis mengajukan hipotesis tindakan sebagai
berikut: Melalui penerapan pendekatan STM, hasil belajar IPS dengan materi
transportasi dapat meningkat pada siswa kelas IV di SDN Tombo 01 Kecamatan
Bandar Kabupaten Batang semester 2 tahun 2011/2012.