BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/988/3/T1...10...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/988/3/T1...10...
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hasil Belajar
2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar
Leo Sutrisno (2008), mendefinisikan hasil belajar sebagai
gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada
topik bahasan yang dieksperimenkan, yang diukur dengan berdasarkan
jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran
belajar.
Menurut Sudjana (2008: 22), bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
Suyono dalam Lailatul Fitriyah (2010), menyatakan bahwa hasil
belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk
kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas yang
mengakibatnya berubahnya input secara fungsional.
Winkel dalam Lina (2009: 5), mengemukakan bahwa hasil belajar
merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.
Sedangkan menurut Arif Gunarso dalam Lina (2009: 5), hasil belajar
adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar.
Sedangkan Slameto dalam Iswandi (2010), menyatakan ”hasil
belajar merupakan tolak ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan
belajar seseorang. Seorang yang prestasinya tinggi dapat dikatakan
bahwa ia telah berhasil dalam belajar”. Hal tersebut merupakan dampak
atau pencapaian terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan mulai
dari proses belajar hingga evaluasi atau tes.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar ditentukan dari keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan
7
kegiatan belajarnya dan dari hasil belajar itu maka orang tersebut
mendapatkan apresiasi atau penghargaan berupa prestasi atau nilai-nilai.
2.1.1.2. Pengertian Belajar
Slameto (2010: 2), mendefinisikan belajar sebagai suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Lebih lanjut Slameto
mengklasifikasikan ciri-ciri perubahan tingkah laku seseorang dalam
pengertian belajar meliputi perubahan terjadi secara sadar, perubahan
dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, perubahan dalam belajar
bersifat positif dan aktif, perubahan dalam belajar bukan bersifat
sementara, perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan
perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.
Menurut Trianto (2010: 17), belajar diartikan sebagai proses
perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham
menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil, dan dari
kebiasaaan lama menjadi kebiasaan baru, serta manfaat bagi lingkungan
maupun individu itu sendiri. Proses belajar terjadi melalui banyak cara
baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu
dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu.
Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan
lingkungan sebagai sumber belajarnya.
Menurut Wina sanjaya (2011), dikatakan bahwa belajar adalah
proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan
munculnya perubahan tingkah laku. Belajar bukanlah sekedar
mengumpulkan pengetahuan. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya
interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Dikatakan juga
bahwa proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar
tidak dapat disaksikan dan yang mungkin dapat disaksikan adalah dari
8
adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Sebagai contoh,
ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun
sepertinya seorang siswa memerhatikan dengan seksama sambil
mengangguk-nganggukan kepala, maka belum tentu yang bersangkutan
belajar. mungkin mengangguk-anggukan kepala itu bukan karena ia
memerhatikan materi pelajaran dan paham apa yang dikatakan guru, akan
tetapi karena ia sangat mengagumi penampilan guru, dan ia tidak
mengerti apa-apa. Dengan demikian siswa tidak mengalami belajar,
karena tidak menampakan gejala-gejala perubahan tingkah laku.
Kesimpulan yang didapat terhadap ketiga pendapat tersebut, bahwa
belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas mental yang dialami
seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku.
2.1.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar merupakan
penghambat keberhasilan terhadap prestasi siswa. Menurut Slameto
(2010: 54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar dan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.
Dalam faktor intern terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan,
cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang terakhir
adalah faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern diantaranya meliputi
faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, latar belakang kebudayaan. Kemudian faktor sekolah yang meliputi
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah.
Menurut Aunurrahman (2011: 177), bahwa masalah-masalah dalam
belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru
9
maupun dari dimensi siswa. Sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah
belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar
dan sesudah belajar.
Lebih lanjut Aunurrahman menyatakan bahwa faktor intern yang
mempengaruhi hasil belajar tersebut meliputi karakteristik/ciri siswa,
sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah
bahan belajar, menggali hasil belajar, rasa percaya diri, dan kebiasaan
belajar. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor guru, lingkungan sosial,
kurikulum sekolah, dan sarana dan prasarana.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua
faktor (intern dan ekstern) sangat berpengaruh terhadap proses belajar
siswa. Salah satu masalah yang juga mempunyai pengaruh sangat besar
dalam pencapaian suatu hasil pembelajaran di Sekolah Dasar adalah
metode mengajar di mana di dalamnya terdapat model pembelajaran.
2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
2.1.2.1. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wina Sanjaya (2011: 242), pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem
pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
atau suku yang berbeda (heterogen).
Artzt & Newman (Trianto, 2009: 56) menyatakan bahwa dalam
belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam
menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Trianto (2009: 56), pembelajaran kooperatif muncul dari
konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami
konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa
secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu
memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan
penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran
kooperatif.
10
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif menekankan pada keaktifan siswa dalam
memahami dan menanggapi konsep suatu materi ajar dengan cara kerja
kelompok yang dipilih secara heterogen.
2.1.2.2. Group Investigation
Group investigation dikembangkan pertama kali oleh Thelan.
Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan
dari Universitas Tel Aviv.
Menurut Trianto (2010), group investigation merupakan model
pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk
diterapkan. Pendekatan dengan metode group investigation memerlukan
norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang
lebih berpusat pada guru.
Dalam group investigation, kelas adalah sebuah tempat kreatifitas
kooperatif di mana guru dan murid membangun proses pembelajaran
yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman,
kapasitas, dan kebutuhan masing-masing siswa. Pihak yang belajar
adalah partisipan yang aktif dalam segala aspek kehidupan sekolah,
membuat keputusan yang menentukan tujuan terhadap apa yang
dikerjakan. Kelompok dijadikan sebagai sarana sosial dalam proses
pembelajaran. Rencana kelompok adalah satu cara untuk mendorong
keterlibatan maksimal para siswa.
Berdasarkan hal di atas bahwa group investigation berpusat pada
siswa dan tugas-tugas yang dikerjakan merupakan pilihan dari siswa itu
sendiri melalui berdasarkan pemilihan berbagai topik mengenai materi
atau pokok bahasan yang akan dipelajari.
A. Langkah-langkah Penerapan Group Investigation
Robert E. Slavin (2005: 218-220), membagi langkah-langkah
pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) tahapan.
11
1) Mengidentifikasikan topik dan membuat kelompok
- Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik,
dan mengkategorikan saran-saran.
- Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari
topik yang telah mereka pilih.
- Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus
bersifat heterogen.
- Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi
pengaturan.
2) Merencanakan tugas yang akan dipelajari
- Para siswa merencanakan tugas yang akan dipelajari (apa yang
dipelajari?, bagaimana mempelajarinya?, siapa melakukan apa?,
untuk tujuan atau kepentingan apa menginvestigasi topik
tersebut?).
3) Melaksanakan investigasi
- Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan
membuat kesimpulan.
- Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang
dilakukan kelompoknya.
- Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan
mensintesis semua gagasan.
4) Menyiapkan laporan akhir
- Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek
mereka.
- Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan,
dan bagaimana mereka akan membuat presentasi.
- Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
5) Mempresentasikan laporan akhir
- Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam
bentuk.
12
- Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya
secara aktif.
- Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasn dan penampilan
presentasu berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya
oleh seluruh anggota kelas.
6) Evaluasi
- Para siswa saling memberikan umpan balik menganai topic
tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai
keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.
- Guru dan muris berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran
siswa.
- Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling
tinggi.
B. Keunggulan dan Kelemahan Group Investigation
Metode Group investigation memanglah suatu rancangan mengenai
pola pembelajaran aktif melalui investigasi kelompok yang terorganisir
dengan baik. Namun, metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan
(Robert E. Slavin, 2005), seperti di bawah ini:
1) Kelebihan Group Investigation
- Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan
inkuiri kompleks.
- Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya
benar-benar diserap dengan baik.
- Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk
bekerja sama dengan siswa lain.
- Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif)
dan group process skill (managemen kelompok).
- Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam
maupun di luar sekolah.
- Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan.
13
- Mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling
menguntungkan, memperkuat ikatan sosial, tumbuh sikap untuk
lebih mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan
merasa berguna untuk orang lain.
- Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam
mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif.
2) Kelemahan Group Investigation
- Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit.
- Pendekatan ini mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran
para siswa kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara
sistematis, sehingga tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang
tidak turut aktif.
- Memerlukan waktu belajar relatif lebih lama.
- Memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas
menjadi mudah ribut.
- Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
- Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik
investigasi secara keseluruhan. Sehingga akan sulit terlaksana bagi
guru yang kurang kesiapannya.
2.1.2. Model Pembelajaran Dengan Ceramah
2.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Dengan Ceramah
Model pembelajaran dengan ceramah adalah penuturan bahan
pelajaran secara lisan. Model ini senantiasa bagus bila pengunaannya
betul-betul disiapkan dengan baik, didukung alat dan media serta
memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunannya
(http://blog.tp.ac.id, 20 februari 2012).
Ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui
penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada kelompok siswa
(Wina Sanjaya,2011: 147).
Ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru di
depan siswa di muka kelas. Dalam metode ini seorang guru sangat
14
mendominasi dan menjadi subjek dalam sebuah pembelajaran, sementara
siswa adalah sebagai objek pasif menerima apa yang disampaikan oleh
guru, (http://www.syafir.com/2011/01/08/metode-ceramah, 20 februari
2012).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran dengan ceramah adalah cara atau gaya penyampaian
materi ajar yang berpusat pada guru atau pendidik tanpa memperhatikan
kemampuan siswa sehingga siswa menjadi kurang aktif dan
pembelajaran menjadi membosankan.
A. Langkah-Langkah Menggunakan Model Pembelajaran Dengan Ceramah
Menurut Wina Sanjaya (2011), ada beberapa tahapan pelaksanaan
yang harus dilakukan dalam ceramah, yaitu:
1) Tahap persiapan
a. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai
b. Menentukan pokok-pokok materi yang akan direncanakan
c. Mempersiapkan alat bantu
2) Tahap pelaksanaan
a. Langkah pembukaan
- Meyakinkan siswa telah memahami tujuan yang akan dicapai.
- Apersepsi
b. Langkah penyajian
- Menjaga kontak mata secara terus-menerus dengan siswa
- Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh
siswa
- Sajikan materi pelajaran secara sistematis
- Tanggapi respon siswa dengan segera
- Jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk
belajar
c. Langkah mengakhiri atau menutup ceramah
- Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan
- Merangsang siswa untuk menanggapi materi pembelajaran
15
- Melakukan evaluasi
B. Kelebihan dan Kelemahan Ceramah
Berikut ini adalah keunggulan dan kelemahan dari model
pembelajaran dengan ceramah.
1) Kelebihan Ceramah
- Model pembelajaran dengan ceramah murah dan mudah digunakan
dalam pembelajaran.
- Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas dalam waktu
yang singkat.
- Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu
ditonjolkan.
- Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas.
- Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur
menjadi lebih sederhana.
2) Kelemahan Ceramah
- Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil ceramah akan
terbatas pada apa yang dikuasai guru.
- Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan
terjadinya verbalisme.
- Ceramah menimbulkan kejenuhan siswa diakibatkan oleh cara
mengajar guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang
baik.
- Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh
siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran ini,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran dengan ceramah dapat
membosankan untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran, karena
guru hanya menyampaikan materi sedang siswa pasif dalam menerima
pelajaran dan model ini mempunyai banyak kelemahan di mana
pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered).
16
2.1.3. Pendidikan Kewarganergaraan Sekolah Dasar
2.1.3.1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan SD
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 39 ditegaskan bahwa
“Pendidikan Kewarganegaran merupakan usaha untuk membekali peserta
didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan
hubungan antara warga Negara dengan Negara serta pendidikan
pendahuluan bela Negara agar menjadi warga Negara yang diandalkan
oleh bangsa dan Negara”.
Sementara dalam lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006
tentang standar isi disebutkan bahwa “mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
UUD 1945”.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang berfungsi
untuk membangun nilai-nilai dan jati diri peserta didik sehingga menjadi
warga negara yang baik dalam suatu negara.
2.1.3.2. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Muhaimin (dalam Aryani, 2010), mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
b) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
serta anti korupsi.
c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
17
d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tekhnologi
informasi dan komunikasi.
2.2. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe group
investigation yang diterapkan dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa,
diantaranya:
Fitriyah, Lailatul (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
penerapan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat
meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV Tegalrejo. Hasil belajar siswa
pada pra tindakan 61,12%, siklus I pertama 1 prosentase hasil belajar siswa
mengalami penurunan yaitu mencapai 57.76%, hal ini disebabkan siswa
belum mengenal model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
yang sedang digunakan. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada
siklus I pertemuan kedua yaitu mencapai 69.16%. Pada siklus II pertemuan
pertama hasil belajar siswa meningkat secara signifikan hingga mencapai
72.92%. Sedangkan pada akhir siklus II pertemuan kedua hasil belajar siswa
mencapai 77.60% dengan prosentase siswa yang berhasil dalam
pembelajaran mencapai 93%. Hasil penelitian yang telah dilakukan
diperoleh data peningkatan hasil belajar siswa dalam masing-masing siklus.
Sedangkan Iswandi menemukan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil
belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Temenggungan 02 Blitar. Peningkatan
hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai yang diperoleh pada post test
siklus I dan siklus II menunjukkan peningkatan dimana dari siklus I sampai
siklus II terjadi kenaikan hal ini dapat dilihat bahwa hampir 78 % nilai siswa
telah memenuhi standart kelulusan yang telah ditentukan yaitu 75.
Terhadap beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada berbagai mata pelajaran
termasuk Pendidikan kewarganegaraan.
18
2.3. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori dan kajian penelitian yang relevan di atas,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dapat dirancang dan direncanakan
dengan baik melalui penggunaaan model pembelajaran yang baik dan model
pembelajaran tersebut sesuai dengan materi ajar. Proses pembelajaran yang
terlaksana dengan menggunakan model pembelajaran koopratif tipe group
investigation lebih berpusat pada siswa sedangkan guru sebagai fasilitator.
Siswa diajak untuk aktif mengerjakan tugas-tugas yang terbagi dalam
kelompok-kelompok heterogen. Setiap kelompok membagi tugas pada
masing-masing anggotanya agar dapat memecahkan masalah atau persoalan.
Tugas-tugas tersebut didiskusikan oleh masing-masing kelompok dan dibuat
dalam bentuk laporan hasil diskusi kelompok kemudian masing-masing
kelompok melakukan presentasi di depan kelas. Kesuksesan presentasi yang
dilakukan oleh masing-masing kelompok menentukan ketercapaian hasil
belajar yang baik pula.
Berbeda dengan model pembelajaran dengan metode ceramah yang di
ajarkan oleh sebagian besar guru. Model pembelajaran dengan ceramah
mempunyai kelemahan yaitu menjadikan siswa pasif serta kurang kreatif
dalam belajar karena pembelajaran siswa hanya berpusat pada guru. Dari
kelemahan tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah.
Berdasarkan masalah tersebut penelitian ini dapat digambarkan seperti
pada bagan berikut:
Bagan 2.3 Bagan kerangka berpikir
Ceramah
Group investigation
Siswa pasif
Siswa aktif
Hasil belajar rendah
Hasil belajar
Proses pembelajaran
19
2.4. Hipotesis Penelitian
Dari uraian-uraian pada rumusan masalah, kajian pustaka serta
kerangka berfikir, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: Ada perbedaan
pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group
investigation dengan model ceramah terhadap hasil belajar pendidikan
kewarganegaraan siswa kelas IV.