BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/988/3/T1...10...

14
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar Leo Sutrisno (2008), mendefinisikan hasil belajar sebagai gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang dieksperimenkan, yang diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran belajar. Menurut Sudjana (2008: 22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Suyono dalam Lailatul Fitriyah (2010), menyatakan bahwa hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas yang mengakibatnya berubahnya input secara fungsional. Winkel dalam Lina (2009: 5), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan menurut Arif Gunarso dalam Lina (2009: 5), hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan Slameto dalam Iswandi (2010), menyatakan ”hasil belajar merupakan tolak ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seorang yang prestasinya tinggi dapat dikatakan bahwa ia telah berhasil dalam belajar”. Hal tersebut merupakan dampak atau pencapaian terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan mulai dari proses belajar hingga evaluasi atau tes. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ditentukan dari keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/988/3/T1...10...

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Hasil Belajar

2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar

Leo Sutrisno (2008), mendefinisikan hasil belajar sebagai

gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada

topik bahasan yang dieksperimenkan, yang diukur dengan berdasarkan

jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran

belajar.

Menurut Sudjana (2008: 22), bahwa hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya.

Suyono dalam Lailatul Fitriyah (2010), menyatakan bahwa hasil

belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk

kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas yang

mengakibatnya berubahnya input secara fungsional.

Winkel dalam Lina (2009: 5), mengemukakan bahwa hasil belajar

merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.

Sedangkan menurut Arif Gunarso dalam Lina (2009: 5), hasil belajar

adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah

melaksanakan usaha-usaha belajar.

Sedangkan Slameto dalam Iswandi (2010), menyatakan ”hasil

belajar merupakan tolak ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan

belajar seseorang. Seorang yang prestasinya tinggi dapat dikatakan

bahwa ia telah berhasil dalam belajar”. Hal tersebut merupakan dampak

atau pencapaian terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan mulai

dari proses belajar hingga evaluasi atau tes.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar ditentukan dari keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan

7

kegiatan belajarnya dan dari hasil belajar itu maka orang tersebut

mendapatkan apresiasi atau penghargaan berupa prestasi atau nilai-nilai.

2.1.1.2. Pengertian Belajar

Slameto (2010: 2), mendefinisikan belajar sebagai suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Lebih lanjut Slameto

mengklasifikasikan ciri-ciri perubahan tingkah laku seseorang dalam

pengertian belajar meliputi perubahan terjadi secara sadar, perubahan

dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, perubahan dalam belajar

bersifat positif dan aktif, perubahan dalam belajar bukan bersifat

sementara, perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan

perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.

Menurut Trianto (2010: 17), belajar diartikan sebagai proses

perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham

menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil, dan dari

kebiasaaan lama menjadi kebiasaan baru, serta manfaat bagi lingkungan

maupun individu itu sendiri. Proses belajar terjadi melalui banyak cara

baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu

dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang

dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan,

pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu.

Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan

lingkungan sebagai sumber belajarnya.

Menurut Wina sanjaya (2011), dikatakan bahwa belajar adalah

proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan

munculnya perubahan tingkah laku. Belajar bukanlah sekedar

mengumpulkan pengetahuan. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya

interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Dikatakan juga

bahwa proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar

tidak dapat disaksikan dan yang mungkin dapat disaksikan adalah dari

8

adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Sebagai contoh,

ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun

sepertinya seorang siswa memerhatikan dengan seksama sambil

mengangguk-nganggukan kepala, maka belum tentu yang bersangkutan

belajar. mungkin mengangguk-anggukan kepala itu bukan karena ia

memerhatikan materi pelajaran dan paham apa yang dikatakan guru, akan

tetapi karena ia sangat mengagumi penampilan guru, dan ia tidak

mengerti apa-apa. Dengan demikian siswa tidak mengalami belajar,

karena tidak menampakan gejala-gejala perubahan tingkah laku.

Kesimpulan yang didapat terhadap ketiga pendapat tersebut, bahwa

belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas mental yang dialami

seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku.

2.1.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar merupakan

penghambat keberhasilan terhadap prestasi siswa. Menurut Slameto

(2010: 54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa

digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang

sedang belajar dan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.

Dalam faktor intern terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan,

cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi,

perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang terakhir

adalah faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern diantaranya meliputi

faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang

tua, latar belakang kebudayaan. Kemudian faktor sekolah yang meliputi

metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa

dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar

pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah.

Menurut Aunurrahman (2011: 177), bahwa masalah-masalah dalam

belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru

9

maupun dari dimensi siswa. Sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah

belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar

dan sesudah belajar.

Lebih lanjut Aunurrahman menyatakan bahwa faktor intern yang

mempengaruhi hasil belajar tersebut meliputi karakteristik/ciri siswa,

sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah

bahan belajar, menggali hasil belajar, rasa percaya diri, dan kebiasaan

belajar. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor guru, lingkungan sosial,

kurikulum sekolah, dan sarana dan prasarana.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua

faktor (intern dan ekstern) sangat berpengaruh terhadap proses belajar

siswa. Salah satu masalah yang juga mempunyai pengaruh sangat besar

dalam pencapaian suatu hasil pembelajaran di Sekolah Dasar adalah

metode mengajar di mana di dalamnya terdapat model pembelajaran.

2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

2.1.2.1. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya (2011: 242), pembelajaran kooperatif

merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem

pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang

mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,

atau suku yang berbeda (heterogen).

Artzt & Newman (Trianto, 2009: 56) menyatakan bahwa dalam

belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam

menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Trianto (2009: 56), pembelajaran kooperatif muncul dari

konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami

konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa

secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu

memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan

penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran

kooperatif.

10

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif menekankan pada keaktifan siswa dalam

memahami dan menanggapi konsep suatu materi ajar dengan cara kerja

kelompok yang dipilih secara heterogen.

2.1.2.2. Group Investigation

Group investigation dikembangkan pertama kali oleh Thelan.

Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan

dari Universitas Tel Aviv.

Menurut Trianto (2010), group investigation merupakan model

pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk

diterapkan. Pendekatan dengan metode group investigation memerlukan

norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang

lebih berpusat pada guru.

Dalam group investigation, kelas adalah sebuah tempat kreatifitas

kooperatif di mana guru dan murid membangun proses pembelajaran

yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman,

kapasitas, dan kebutuhan masing-masing siswa. Pihak yang belajar

adalah partisipan yang aktif dalam segala aspek kehidupan sekolah,

membuat keputusan yang menentukan tujuan terhadap apa yang

dikerjakan. Kelompok dijadikan sebagai sarana sosial dalam proses

pembelajaran. Rencana kelompok adalah satu cara untuk mendorong

keterlibatan maksimal para siswa.

Berdasarkan hal di atas bahwa group investigation berpusat pada

siswa dan tugas-tugas yang dikerjakan merupakan pilihan dari siswa itu

sendiri melalui berdasarkan pemilihan berbagai topik mengenai materi

atau pokok bahasan yang akan dipelajari.

A. Langkah-langkah Penerapan Group Investigation

Robert E. Slavin (2005: 218-220), membagi langkah-langkah

pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) tahapan.

11

1) Mengidentifikasikan topik dan membuat kelompok

- Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik,

dan mengkategorikan saran-saran.

- Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari

topik yang telah mereka pilih.

- Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus

bersifat heterogen.

- Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi

pengaturan.

2) Merencanakan tugas yang akan dipelajari

- Para siswa merencanakan tugas yang akan dipelajari (apa yang

dipelajari?, bagaimana mempelajarinya?, siapa melakukan apa?,

untuk tujuan atau kepentingan apa menginvestigasi topik

tersebut?).

3) Melaksanakan investigasi

- Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan

membuat kesimpulan.

- Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang

dilakukan kelompoknya.

- Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan

mensintesis semua gagasan.

4) Menyiapkan laporan akhir

- Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek

mereka.

- Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan,

dan bagaimana mereka akan membuat presentasi.

- Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk

mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.

5) Mempresentasikan laporan akhir

- Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam

bentuk.

12

- Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya

secara aktif.

- Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasn dan penampilan

presentasu berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya

oleh seluruh anggota kelas.

6) Evaluasi

- Para siswa saling memberikan umpan balik menganai topic

tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai

keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.

- Guru dan muris berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran

siswa.

- Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling

tinggi.

B. Keunggulan dan Kelemahan Group Investigation

Metode Group investigation memanglah suatu rancangan mengenai

pola pembelajaran aktif melalui investigasi kelompok yang terorganisir

dengan baik. Namun, metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan

(Robert E. Slavin, 2005), seperti di bawah ini:

1) Kelebihan Group Investigation

- Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan

inkuiri kompleks.

- Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya

benar-benar diserap dengan baik.

- Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk

bekerja sama dengan siswa lain.

- Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif)

dan group process skill (managemen kelompok).

- Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam

maupun di luar sekolah.

- Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan.

13

- Mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling

menguntungkan, memperkuat ikatan sosial, tumbuh sikap untuk

lebih mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan

merasa berguna untuk orang lain.

- Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam

mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif.

2) Kelemahan Group Investigation

- Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit.

- Pendekatan ini mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran

para siswa kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara

sistematis, sehingga tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang

tidak turut aktif.

- Memerlukan waktu belajar relatif lebih lama.

- Memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas

menjadi mudah ribut.

- Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.

- Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik

investigasi secara keseluruhan. Sehingga akan sulit terlaksana bagi

guru yang kurang kesiapannya.

2.1.2. Model Pembelajaran Dengan Ceramah

2.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Dengan Ceramah

Model pembelajaran dengan ceramah adalah penuturan bahan

pelajaran secara lisan. Model ini senantiasa bagus bila pengunaannya

betul-betul disiapkan dengan baik, didukung alat dan media serta

memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunannya

(http://blog.tp.ac.id, 20 februari 2012).

Ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui

penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada kelompok siswa

(Wina Sanjaya,2011: 147).

Ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru di

depan siswa di muka kelas. Dalam metode ini seorang guru sangat

14

mendominasi dan menjadi subjek dalam sebuah pembelajaran, sementara

siswa adalah sebagai objek pasif menerima apa yang disampaikan oleh

guru, (http://www.syafir.com/2011/01/08/metode-ceramah, 20 februari

2012).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran dengan ceramah adalah cara atau gaya penyampaian

materi ajar yang berpusat pada guru atau pendidik tanpa memperhatikan

kemampuan siswa sehingga siswa menjadi kurang aktif dan

pembelajaran menjadi membosankan.

A. Langkah-Langkah Menggunakan Model Pembelajaran Dengan Ceramah

Menurut Wina Sanjaya (2011), ada beberapa tahapan pelaksanaan

yang harus dilakukan dalam ceramah, yaitu:

1) Tahap persiapan

a. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai

b. Menentukan pokok-pokok materi yang akan direncanakan

c. Mempersiapkan alat bantu

2) Tahap pelaksanaan

a. Langkah pembukaan

- Meyakinkan siswa telah memahami tujuan yang akan dicapai.

- Apersepsi

b. Langkah penyajian

- Menjaga kontak mata secara terus-menerus dengan siswa

- Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh

siswa

- Sajikan materi pelajaran secara sistematis

- Tanggapi respon siswa dengan segera

- Jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk

belajar

c. Langkah mengakhiri atau menutup ceramah

- Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan

- Merangsang siswa untuk menanggapi materi pembelajaran

15

- Melakukan evaluasi

B. Kelebihan dan Kelemahan Ceramah

Berikut ini adalah keunggulan dan kelemahan dari model

pembelajaran dengan ceramah.

1) Kelebihan Ceramah

- Model pembelajaran dengan ceramah murah dan mudah digunakan

dalam pembelajaran.

- Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas dalam waktu

yang singkat.

- Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu

ditonjolkan.

- Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas.

- Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur

menjadi lebih sederhana.

2) Kelemahan Ceramah

- Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil ceramah akan

terbatas pada apa yang dikuasai guru.

- Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan

terjadinya verbalisme.

- Ceramah menimbulkan kejenuhan siswa diakibatkan oleh cara

mengajar guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang

baik.

- Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh

siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran ini,

dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran dengan ceramah dapat

membosankan untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran, karena

guru hanya menyampaikan materi sedang siswa pasif dalam menerima

pelajaran dan model ini mempunyai banyak kelemahan di mana

pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered).

16

2.1.3. Pendidikan Kewarganergaraan Sekolah Dasar

2.1.3.1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan SD

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 39 ditegaskan bahwa

“Pendidikan Kewarganegaran merupakan usaha untuk membekali peserta

didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan

hubungan antara warga Negara dengan Negara serta pendidikan

pendahuluan bela Negara agar menjadi warga Negara yang diandalkan

oleh bangsa dan Negara”.

Sementara dalam lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006

tentang standar isi disebutkan bahwa “mata pelajaran pendidikan

kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan

hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang

cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan

UUD 1945”.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang berfungsi

untuk membangun nilai-nilai dan jati diri peserta didik sehingga menjadi

warga negara yang baik dalam suatu negara.

2.1.3.2. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Muhaimin (dalam Aryani, 2010), mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

a) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan.

b) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak

secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

serta anti korupsi.

c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup

bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

17

d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tekhnologi

informasi dan komunikasi.

2.2. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe group

investigation yang diterapkan dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa,

diantaranya:

Fitriyah, Lailatul (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa

penerapan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat

meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV Tegalrejo. Hasil belajar siswa

pada pra tindakan 61,12%, siklus I pertama 1 prosentase hasil belajar siswa

mengalami penurunan yaitu mencapai 57.76%, hal ini disebabkan siswa

belum mengenal model pembelajaran kooperatif tipe group investigation

yang sedang digunakan. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada

siklus I pertemuan kedua yaitu mencapai 69.16%. Pada siklus II pertemuan

pertama hasil belajar siswa meningkat secara signifikan hingga mencapai

72.92%. Sedangkan pada akhir siklus II pertemuan kedua hasil belajar siswa

mencapai 77.60% dengan prosentase siswa yang berhasil dalam

pembelajaran mencapai 93%. Hasil penelitian yang telah dilakukan

diperoleh data peningkatan hasil belajar siswa dalam masing-masing siklus.

Sedangkan Iswandi menemukan bahwa penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil

belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Temenggungan 02 Blitar. Peningkatan

hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai yang diperoleh pada post test

siklus I dan siklus II menunjukkan peningkatan dimana dari siklus I sampai

siklus II terjadi kenaikan hal ini dapat dilihat bahwa hampir 78 % nilai siswa

telah memenuhi standart kelulusan yang telah ditentukan yaitu 75.

Terhadap beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation sangat

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada berbagai mata pelajaran

termasuk Pendidikan kewarganegaraan.

18

2.3. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori dan kajian penelitian yang relevan di atas,

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dapat dirancang dan direncanakan

dengan baik melalui penggunaaan model pembelajaran yang baik dan model

pembelajaran tersebut sesuai dengan materi ajar. Proses pembelajaran yang

terlaksana dengan menggunakan model pembelajaran koopratif tipe group

investigation lebih berpusat pada siswa sedangkan guru sebagai fasilitator.

Siswa diajak untuk aktif mengerjakan tugas-tugas yang terbagi dalam

kelompok-kelompok heterogen. Setiap kelompok membagi tugas pada

masing-masing anggotanya agar dapat memecahkan masalah atau persoalan.

Tugas-tugas tersebut didiskusikan oleh masing-masing kelompok dan dibuat

dalam bentuk laporan hasil diskusi kelompok kemudian masing-masing

kelompok melakukan presentasi di depan kelas. Kesuksesan presentasi yang

dilakukan oleh masing-masing kelompok menentukan ketercapaian hasil

belajar yang baik pula.

Berbeda dengan model pembelajaran dengan metode ceramah yang di

ajarkan oleh sebagian besar guru. Model pembelajaran dengan ceramah

mempunyai kelemahan yaitu menjadikan siswa pasif serta kurang kreatif

dalam belajar karena pembelajaran siswa hanya berpusat pada guru. Dari

kelemahan tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah.

Berdasarkan masalah tersebut penelitian ini dapat digambarkan seperti

pada bagan berikut:

Bagan 2.3 Bagan kerangka berpikir

Ceramah

Group investigation

Siswa pasif

Siswa aktif

Hasil belajar rendah

Hasil belajar

Proses pembelajaran

19

2.4. Hipotesis Penelitian

Dari uraian-uraian pada rumusan masalah, kajian pustaka serta

kerangka berfikir, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: Ada perbedaan

pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group

investigation dengan model ceramah terhadap hasil belajar pendidikan

kewarganegaraan siswa kelas IV.