BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 2. 1.1...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 2. 1.1...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. 1 Landasan Teori
2. 1.1 Metode Inquiry
2.1.1.1 Pengertian Metode Inquiry
Metode menurut Sanjaya (2011) merupakan cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal.
Metode inquiry menurut Nanang dan Cucu (2009) merupakan suatu rangkaian
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka
dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan ketrampilan sebagai wujud adanya
perubahan perilaku. Menurut Roestiyah (Rohana,2009) metode inquiry merupakan
suatu tehnik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar didepan kelas, dimana
guru membagi tugas suatu masalah didalam kelas. Siswa dibagi kedalam kelompok,
setiap kelompok mengerjakan tugas yang sudah ditentukan guru. Menurut Piaget
(Wafi, 2009) metode inquiry merupakan suatu metode yang mempersiapkan siswa
pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar dapat melihat apa
yang terjadi, ingin melakuka0n sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan
mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan
penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang
ditentukan peserta didik. Sanjaya (2011) mengemukakan metode inquiry adalah
rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis
dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab
antara guru dan siswa.
7
2.1.1.2 Macam-Macam Metode Inquiry
Menurut Nanang dan Cucu (2009), metode inquiry dibagi menjadi tiga jenis
berdasarkan besarnya bimbingan yang diberikan guru kepada siswanya. Ketiga jenis
metode itu adalah:
1. Inquiry terbimbing.
Metode inquiry terbimbing merupakan metode dimana guru membimbing
siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaanawal dan mengarahkan pada
suatu diskusi. Guru mempunyai peranaktif dalam menentukan permasalahan dan
tahap-tahappemecahannya. Metode inquiry terbimbing ini digunakan bagisiswa yang
kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inquiry.Dengan pendekatan ini
siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingandan petunjuk dari guru hingga siswa
dapat memahami konsep-konseppelajaran. Pada metode ini siswa akan dihadapkan
pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi
kelompokmaupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah danmenarik
suatu kesimpulan secara mandiri.
2. Inquiry bebas
Pada metode ini, siswa diberi kebebasan untuk menentukan sendiri masalah
yang akan dimiliki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri,
merancang prosedur atau langkah-langkah yang akan diperlukan. Selama proses
pembelajaran, guru hanya sedikit memberikan bimbingan. Salah satu keuntungan dari
metode ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah dan
mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu, karena tergantung
bagaimana cara mereka mengkonstruksikan jawabannya sendiri.
3. Inquiry bebas yang dimodifikasi
Dalam metode ini, guru membatasi bimbingan agar siswa berupaya terlebih
dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa menemukan sendiri jawaban.
Namun, apabila siswa tidak dapat menyelesaikan masalahnya, maka bimbingan dapat
diberikan secara tidak langsung yaitu dengan cara memberikan contoh-contoh yang
8
relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa
dalam kelompok lain.
2.1.1.3 Langkah-langkah Pembelajaran Dengan Metode Inquiry
Menurut Wina Sanjaya (2011), secara umum proses pembelajaran dengan
menggunakan metode inquiry dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini mengondisikan agar siswa siap
melaksanakan proses pembelajaran. Langkah orientasi merupakan langkah penting,
keberhasilan model ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktifitas
menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahap orientasi adalah:
a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh
siswa.
b. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk
mencapai tujuan.
c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
2. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan
yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan
masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang
tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri,
oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang
sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
9
3. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang
dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis)
pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat
mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat
merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang
dikaji.
4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam metodeinquiry,mengumpulkan data
merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.
Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam
belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan
potensi berpikirnya.
5. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai
dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji
hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya,
kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi
harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang
akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode inquiry merupakan sebuah
metode pembelajaran yang berpusat pada siswa yang mampu menciptakan siswa
yang cerdas, terampil dan berpengetahuan luas serta dapat bekerja sesuai dengan
prosedur sehingga dapat menemukan jawaban sendiri dari masalah yang dikaji.
10
Pengetahuan dan keterampilan siswa tidak diperoleh dari hasil mengingat fakta tetapi
hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Dengan metode ini siswa
dilatih untuk selalu berpikir kritis karena membiasakan siswa memecahkan masalah
sendiri. Metode ini bertujuan untuk melatih kemampuan siswa dalam meneliti,
menjelaskan fenomena dan memecahkan masalah secara ilmiah. Seperti langkah-
langkah pembelajaran inquiry yang dikemukan oleh para ahli diatas, mulai dari
orientasi, kemudian siswa melakukan verifikasi dan ekperimentasi, siswa
mengumpulkan data dari kegiatan eksperimentasi sampai dengan menyimpulkan,
guru hanya bertindak sebagai fasilitator, nara sumber dan penyuluh kelompok.
Tujuan utama pembelajaran ini adalah untuk menolong siswa dalam mengembangkan
disiplin intelektual dan kemampuan berpikir dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan secara mandiri.
Pada prinsipnya, inquiry adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka
peranan guru adalah sebagai pembimbing, stimulator dan fasilitator. Sedangkan siswa
dalam pembelajaran inquiry adalah sebagai pengambil inisiatif dalam menentukan
sesuatu. Siswa aktif menggunakan cara mereka sendiri, dengan demikian diharapkan
mereka mempunyai keberanian untuk mengajukan masalah, merespon masalah, dan
berpikir untuk menyelesaikan masalah atau menemukan jawabannya melalui
penyelidikan atau percobaan secara mandiri. Dengan demikian dalam penelitian ini,
peneliti memilih metode inquiry terbimbing, karena guru yang berperan dalam
menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya, dan siswa menyelesaikan
masalah secara diskusi kelompok dan menarik kesimpulan secara mandiri.
2.1.1.4 Keunggulan dan Kelemahan Inquiry
Menurut Wina Sanjaya (2011) metode inquiry memiliki beberapa keunggulan
dan juga kelemahan, adapun keunggulannya seperti:
a. Inquiry menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui metode ini dianggap
lebih bermakna.
11
b. Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
c. Merpakan metode yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar
modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman.
d. Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata – rata.
Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh
siswa yang lemah dalam belajar.
Sedangkan kelemahan metode inquiry yaitu:
a. Kesulitan mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan
siswa dalam belajar.
c. Kadang – kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai
materi pelajaran, maka metode inquiry akan sulit diimplementasikan oleh setiap
guru.
Uraian diatas merupakan keunggulan dan kelemahan dari metode inquiry. Jika
dilihat dari kelemahannya memang begitu banyak kelemahan yang mengacu pada
pengelolaan kelas. Namun dari segi kelebihan inquiry cukup banyak diantaranya
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang. Metode
inquiry memang mempunyai kelemahan tetapi dengan inquiry terbimbing kelemahan
tersebut dapat diminimalisir, terlebih karena siswa-siswa yang diteliti baru pertama
kali menggunakan metode inquirydalam proses belajar mengajar.
2. 1.2 Pembelajaran di Luar Kelas
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran di Luar Kelas
Pembelajaran di luar kelasmenurut Indramunawar (Susanti, 2010) adalah
kegiatan di alam bebas atau kegiatan di luar kelas dan mempunyai sifat
12
menyenangkan, karena kita bisa melihat, menikmati, mengagumi dan belajar
mengenai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang terbentang di alam, yang dapat
disajikan dalam bentuk permainan, observasi/pengamatan, simulasi, diskusi dan
petualangan sebagai media penyampaian materi. Berdasarkan uraian di atas,
pembelajaran di luar kelas adalah suatu kegiatan pembelajaran di luar kelas yang
dapat menambah aspek kegembiraan dan kesenangan bagi siswa sebagaimana
layaknya seorang anak yang sedang bermain di alam bebas dan kegiatan di luar
kelasjuga dapat menumbuhkan rasa cinta akan lingkungan karena dengan mengamati
sendiri siswa akan mengetahui keindahan alam dan cara untuk menjaga atau
melestarikan lingkungan sekaligus dapat mewujudkan nilai-nilai spiritual siswa
mengenai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dari teori di atas dapat ditarik kesimpulan kegiatan di luar kelas adalah suatu
kegiatan pembelajaran di luar kelas yang berorientasi pada alam sekitar yang
mempunyai sifat menyenangkan dan dapat mewujudkan nilai spiritual siswa
mengenai keindahan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan cara mengamati,
menyelidiki, menemukan sendiri segala sesuatu ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Peranan lingkungan sebagai sumber belajar sering dilupakan, padahal sumber
belajar dapat diperoleh dimana-mana termasuk di lingkungan sekitar anak, menurut
Anggani S ( Yuliarto, 2010). SedangkanAbdurrahman(2007: 100)mengungkapkan
bahwa saat ini pembelajaran yang dilakukan masih belum bermakna bahwa selama
mengikuti pembelajaran di sekolah siswa jarang bersentuhan dengan pendidikanyang
berorientasi pada alam sekitar. Mempelajari keadaan sebenarnya di luar kelas dengan
menghadapkan para siswa kepada lingkungan yang aktual untuk dipelajari, diamati
dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, cara ini lebih bermakna
disebabkan para siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya
secara alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan, (W. Gulo, 2004: 208).
Berdasarkan uraian di atas bahwa kegiatan pembelajaran yang berorientasi
pada lingkungan luar kelas dapat digunakan sebagai sumber belajar karena
13
pembelajaran akan lebih bermakna jika sistem pembelajaran diprioritaskan di alam
sekitar atau sekitar lingkungan anak. Pembelajaran di luar kelas yang berorientasi
pada alam sekitar atau lingkungan, kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah dan dapat mengubah cara belajar yang monoton yang hanya
mementingkan nilai kuantitatif saja tanpa mengedepankan nilai kualitatif atau proses.
Dan kegiatan di luar kelas dapat digunakan sebagai pembelajaran yang berorientasi
pada lingkungan luar kelas, karena kegiatan ini dilaksanakan di alam bebas.
Menurut Abulraihan (Yuliarto, 2010) lingkungan bisa lingkungan sekolah dan
luar sekolah, yang terpenting bahwa aktivitas pembelajaran di luar kelas yang
dilakukan siswa, guru harus pandai-pandai memilih model atau jenis pembelajaran
yang tepat sesuai situasi lingkungan. Belajar tidak mesti di dalam kelas, belajar dapat
juga dilaksanakan di alam bebas, tatkala siswa-siswa sudah jenuh di dalam kelas,
(Martinis Yamin, 2007: 176).
Dari teori-teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan di luar kelas
yang berorientasi pada lingkungan luar kelas atau kegiatan pembelajaran luar kelas
dapat digunakan sebagai sumber belajar dan sebagai sumber-sumber pengetahuan.
Kegiatan di luar kelas dapat digunakan pada setiap pembelajaran karena
kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat mengubah cara
belajar yang monoton yang hanya mementingkan nilai kuantitatif saja tanpa
mengedepankan nilai kualitatif atau proses, artinya siswa secara aktif dilibatkan
secara langsung atau siswa dapat mengamati secara langsung sesuatu yang ada di
sekitar mereka. Pembelajaran yang dilakukan di luar kelas juga mempunyai
keunggulan yaitu kegiatan pembelajaran ini mempunyai sifat menyenangkan, karena
kita bisa melihat, menikmati, mengagumi dan belajar mengenai ciptaan Tuhan Yang
Maha Kuasa yang terbentang di alam dan di dalam pembelajaran kegiatan di luar
kelas kita dapat memasukkan pembelajaran secara spiritual.
2.1.2.2 Manfaat Pembelajaran di Luar Kelas
Manfaat Pembelajaran di luar kelas menurut W. Gulo (2004) yaitu:
14
1. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, karena kegiatan belajar lebih
menarik dan tidak membosankan.
2. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di
lingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan
kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk rasa cinta lingkungan.
3. Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan
keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami.
4. Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga
kebenarannya lebih akurat.
5. Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat
dilakukakan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya atau wawancara,
membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta, dan lain-lain.
6. Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa
beraneka ragam seperti lingkungan sosial, lingkungan alam dan lingkungan
buatan.
7. Mencegah siswa belajar hanya pada tingkat verbal saja
8. Melatih siswa untuk mengkontruk konsep dari pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan.
9. Memberikan informasi teknis, kepada peserta secara langsung
10. Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak.
Berdasarkan uraian di atas pembelajaran dengan kegiatan di luar kelas siswa
dapat membangun pengalamam belajarnya atau pengetahuannya sendiri karena siswa
belajar dengan mencari, menyilidiki, mengamati sehingga siswa dapat membangun
konsepnya sendiri dan siswa juga terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran
(learning by doing) sehingga siswa akan segera mendapat umpan balik tentang
dampak dari kegiatan yang dilakukan. Pembelajaran di luar kelas kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau secara objektif dan jujur karena dipelajari
dengan cara mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau
mendemonstrasikan, menguji fakta dan tidak hanya sebatas pada tingkat verbal atau
15
penjelasan saja.Pembelajaran di luar kelasjuga dapat menumbuhkan rasa cinta akan
lingkungan karena dengan mengamati sendiri siswa akan mengetahui keindahan alam
dan cara untuk menjaga atau melestarikan lingkungan, siswa juga akan lebih
termotivasi karena mereka sendirilah yang mencari atau menyelidiki untuk
membangun pengalaman atau pengetahuannya sendiri, karena hal itulah pembelajaran
di luar kelas lebih menarik.
Dapat disimpulkan kegiatan pembelajaran di luar kelas bahwa penyampaian
suatu pesan pendidikan melalui sebuah pengalaman langsung cepat meresap ke daya
tangkap pikiran manusia. Sehingga siswa di dalam belajar akan lebih memahami
materi yang disampaikan oleh guru. Karena siswa belajar secara langsung
berdasarkan pengalaman yang mereka dapatkan, dan siswa belajar tidak hanya
dengan mendengar penjelasan guru, tetapi dengan cara mengamati, menyelidiki,
mencari, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji
fakta sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara jujur dan objektif
atau secara ilmiah.
Dari uraian di atas maka metode inquirydengan pembelajaran di luar kelas
adalah suatu metode yang mengkolaborasikan antara inquiry dengan pembelajaran di
luar kelas untuk melatih siswa berpikir kritis dan analitis dengan menggunakan
lingkungan sekitar sebagai obyek dalam pembelajaran sehingga memupuk hati dan
jiwa siswa untuk menghargai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2.1.3 Belajar
2.1.3.1. Pengertian belajar
Belajar adalah proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah
belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan
bahwa padanya telah berlangsung proses belajar. (Aqip, 2002:43).
John Dewey (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:44) menyatakan bahwa
belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri,
16
maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan
pengarah.
Dari berbagai pendapat tentang belajar, semua dapat digunakan dalam
pembelajaran karena belajar harus diterapkan dalam siswa untuk memperoleh
perubahan siswa dalam hal perilaku siswa.
2.1.3.2. Hasil Belajar
Menurut Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah: “Pola-pola perbuatan, nilai-
nilai pengertian, sikap, apresiasi, dan ketrampilan’. Hasil belajar merupakan tolok
ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang
hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam belajar.
Demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu hasil
belajar dari proses belajar mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:17), hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan
pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada
jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil
belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Dimyati dan Mudjiono (2009:26) mengemukakan bahwa, ranah tujuan
pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi 3, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
2.1.3.2.1. Ranah Kognitif
Bloom dalam Dimyati dan Mudjiyono (2009:26) mengemukakan adanya
enam kelas/tingkatan yaitu:
17
1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan
tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa,
pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.
2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang
dipelajari.
3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang nyata dan baru.
4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal
berdasarkan kriteria tertentu.
2.1.3.2.2.Ranah Afektif
Kratwohl & Bloom dalam Dimyati dan Mudjiyono (2009:27) mengemukakan
ranah afektif sebagai berikut:
1) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan
memperhatikan hal tersebut.
2) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai,
menghargai, mengakui, dan menentukan sikap.
4) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai
pedoman dan pegangan hidup.
5) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan
membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.
Penilaian afektif pada penelitian ini menggunakan motivasi belajar siswa.
Dengan mengetahui tingkat motivasi belajar siswa akan lebih mudah menilai hasil
18
belajar siswa pada ranah afektif. Karena siswa yang motivasi belajarnya baik, maka
hasil belajar pada ranah kognitif dan psikomotor juga akan lebih baik.
2.1.3.2.2.1. Motivasi Belajar
Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi memiliki
komponen dalam dan komponen luar. Ada kaitan yang erat antara motivasi dan
kebutuhan, serta drive dengan tujuan dan insentif. (Aqib, 2010:50).
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta
didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar
adalah proses yang memberi semangat belajar, arah dan kegigihan perilaku. Artinya,
perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan
lama. (Suprijono, 2009:163).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
adalah dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik internal maupun eksternal
yang dapat merubah perilaku. Perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh
energi, terarah, dan bertahan lama.Mc Clleland dalam Arfiandi (2011:13)
mengemukakan 6 (enam) aspek motivasi belajar pada individu :
a) Tanggung jawab pribadi terhadap tugas, yaitu individu yang mempunyai
motivasi belajar yang tinggi kan selalu bertanggung jawab terhadap pekerjaannya
dan selalu menerima tugas dengan senang hati.
b) Umpan balik atau perbuatan (tugas) yang dilakukannya, yaitu individu akan
selalu mengharapkan hasil atau feedback dari setiap pekerjaan yang
dilakukannya.
c) Tugas yang bersifat moderat yang tingkat kesulitannya tidak terlalu sulit tetapi
juga tidak terlalu mudah, yang penting adanya tantangan dalam tugas, serta
dimungkinkan diraih dengan hasil yang memuaskan, yaitu individu akan tertarik
dengan tugas yang menantang serta memberikan hasil yang maksimal.
19
d) Tekun dan ulet dalam bekerja, yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar
tinggi akan selalu berusaha melakukan tugas pekerjaannya sebaik mungkin dan
pantang menyerah.
e) Dalam melakukan tugas penuh pertimbangan dan perhitungan (spekulasi dan
untung-untungan), yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan
menghindari pekerjaan yang asalasalan atau berspekulasi karena setiap tugas
yang dikerjakan penuh dengan pertimbangan.
f) Keberhasilan tugas merupakan faktor yang penting bagi dirinya yang akan
meningkatkan aspirasi dan tetap bersifat relisties, yaitu individu yang
mempunyai motivasi belajar tinggi akan selalu bersikap realistis dan
mengutamakan keberhasilan dalam tugas.
2.1.3.2.3 Ranah psikomotor
Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku (Dimyati dan Mudjiyono
(2009:29).
1) Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendiskriminasikan)
hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut.
2) Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam keadaan dimana
akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
3) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh,
atau gerakan peniruan.
4) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa
contoh.
5) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau
keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancer, efisien, dan tepat.
6) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan
dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan pernyataan khusus yang berlaku.
7) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas
dasar prakarsa sendiri.
20
2.1.4 Pengertian Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta.
IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah
diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka
melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (Agus. S, 2003 : 11)
Menurut Suyoso (dalam Danang, 2011:13) IPA sendiri berasal dari kata sains
yang berarti alam. Sains merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia melalui
metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobyek, bermetode dan berlaku secara
universal. Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006tentang Standar Isi, Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut
dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan
IPA diarahkan untuk inquiry dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran IPA merupakan
suatu pembelajaran yang membahas tentang ilmu alam sehingga dapat
mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa.
2. 2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Suatu penelitian yang akan dibuat, perlu memperhatikan penelitian lain yang
digunakan sebagai bahan kajian yang relavan. Adapun penelitian-penelitian yang
berkaitan dengan variabel penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
21
Wafi Rif`atul Himmah (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Penggunaan
Metode Inquiry Guna Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV Pada
Pembelajaran IPA Di SD Negeri Tutup 2 Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora
Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”, menyimpulkan bahwa didalam penelitiannya
ada peningkatan ketuntasan prestasi belajar siswa yang terjadi secara bertahap,
dimana pada kondisi awal hanya terdapat 3 siswa (10.71 %) yang telah tuntas dalam
belajarnya, pada Siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 20 siswa (78,57
%) yang telah tuntas, dan pada Siklus 2 ketuntasan belajar siswa menjadi 100%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas IV Pada Pembelajaran IPA Di SD Negeri Tutup 2
Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora Semester I Tahun Ajaran 2009/2010.
Didalam penelitiannya jumlah siswa kelas IV ada 28 siswa, 13 siswa laki-laki dan 15
siswa perempuan.
Dwi Wahyuningsih (2009) dalam skripsinnya yang berjudul “Efektivitas
Penggunaan metode Pembelajaran Inquiry Dalam Meningkatkan Hasil belajar IPS
Tentang Aktivitas Ekonomi Melalui Pengembangan Asesmen Pembelajaran Bagi
Siswa Kelas IV SD Negeri Mudal Mojotengah Wonosobo Semester 2 tahun
2009/2010”,menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran inquiry dapat
meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV, hal tersebut nampak pada: jumlah
siswa yang tuntas dalam pembelajaran yang tidak menggunakan metode inquiry
sebesar 50%, yang menggunakan metode inquiry pada siklus I sebesar 86,36 % dan
pada siklus 2 sebesar 100 %, yakni peningkatan ketuntasan terjadi sebesar 36,36 %
dan 13,64 %. Didalam penelitian ini ada 22 siswa, 13 siswa laki-laki dan 9 siswa
perempuan.
Dari penelitian yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa setiap penelitian
itu ada perbedaan. Misalnya pada penelitian Wafi (2009) mengkaji tentang
penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV
padamata pelajaran IPA. Ini merupakan suatu kelebihan, karena semua siswa dapat
tuntas walupun melalui dua tahap yaitu siklus I dan siklus 2. Kemudian Dwi
22
(2009),mengkaji tentang penggunaan metodel pembelajaran inquiry dapat
meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV tentang aktivitas ekonomi melalui
pengembangan asesmen pembelajaran. Dalam penelitian Dwi ini juga merupakan
suatu kelebihan, karena semua siswa juga mengalami ketuntasan dalam belajar. Pada
siklus I siswa yang tuntas dalam pembelajarn dengan menggunakan metode inquiry
mencapai 83,36%, dan siklus 2 100% siswa tuntas. Walaupun kedua penelitian
tersebut berbeda tetapi intinya sama yaitu penggunaan metode inquiry dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Jadi dapat diartikan bahwa penggunaan metode
inquiry itu dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Kedua penelitian tersebut walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan
dengan penelitian ini. Sehingga penelitian di atas mendukung penelitian ini. Pada
penelitian ini menekankan penggunaan metode inquiry dapat mempengaruhi prestasi
belajar siswa.
2. 3 Kerangka Berpikir
Keberhasilan proses pembelajaran tentunya tidak lepas dari guru sebagai salah
satu sumber belajar. Peran guru sebagai sumber belajar sangatlah penting dimana
guru harus lebih menguasai materi pelajaran/bahan ajar. Tidak hanya itu guru harus
lebih banyak memiliki bahan referensi, hal ini untuk menjaga agar guru memiliki
pemahaman yang jauh lebih baik tentang materi yang akan diajarkan.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran IPA adalah melalui metode inquiry dengan pembelajaran
di luar kelas, dimana metode ini didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan
23
pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan
(Sanjaya, 2011). Diharapkan dengan memanfaatkan metode inquiry dengan kegiatan
di luar kelas dalam pembelajaran dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Dengan metode ini siswa dilatih untuk selalu berpikir kritis karena
membiasakan siswa memecahkan masalah sendiri sampai siswa dapat menemukan
jawaban dari masalah itu. Melalui pemanfaatan metode inquirydengan pembelajaran
di luar kelas ini siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi pada
mata pelajaran IPA, siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran,
motivasi belajar siswa meningkat, siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran
sehingga suasana kelas menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.Dengan
diterapkanya pembelajaran yang menggunakan metode inquirydengan pembelajaran
di luar kelas ini, suasana kelas yang tidak membosankan, siswa dapat aktif dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya.
Dan sebagian besar siswa nilainya mencapai hasil yang baik.Berdasarkan uraian
tersebut, maka penulis menggambarkan kerangka pikir dengan skema dibawah ini:
Mengumpulkan data
Menguji hipotesis
Merumuskan kesimpulan
Kognitif
Siswa membuat hipotesis,
menemukan sendiri, dan membuat kesimpulan
Metode
Inquiry dengan
pembelajarand
i luar kelas
Orientasi
Merumuskan masalah
Merumuskan hipotesis
Afektif
Siswa mengemukakan
pendapat dan saling b k j
Psikomotor
24
Gambar. 2.1. Skema Kerangka Berpikir
2. 4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan suatu hipotesis.
Menurut Sugiyono (2009:64) mengemukakan Hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Adapun hipotesis dalam
penelitian ini yaitu :
1. Metode inquiry dengan pembelajaran di luar kelas efektif terhadapa hasil belajar
kognitif pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri Gugus Bung Hatta
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan .
Hal ini diukur dari:
a. µ1 > µ2(rata-rata hasil belajar kognifif dengan metode inquiry dengan
pembelajaran di luar kelas lebih besar dari pada hasil belajar kognitif dengan
metode konvensional)
b. Ho:µ1 = µ2 (tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil belajar
kognifif dengan metode inquiry dengan pembelajaran di luar kelas lebih besar
dari pada hasil belajar kognitif dengan metode konvensional )
25
Ha :µ1 ≠ µ2(ada perbedaan yang signifikan antararata-rata hasil belajar
kognifif dengan metode inquiry dengan pembelajaran di luar kelas lebih besar
dari pada hasil belajar kognitif dengan metode konvensional )
2. Metode inquiry dengan pembelajaran di luar kelas efektif terhadapa hasil belajar
afektif pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri Gugus Bung Hatta
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan.
Hal ini diukur dari:
a. µ3> µ4(rata-rata hasil belajar afektif dengan metode inquiry dengan
pembelajaran di luar kelas lebih besar dari pada hasil belajar afektif dengan
metode konvensional)
b. Ho:µ3 = µ4(tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil belajar
afektif dengan metode inquiry dengan pembelajaran di luar kelas lebih besar
dari pada hasil belajar afektif dengan metode konvensional )
Ha :µ3 ≠ µ4(ada perbedaan yang signifikan antararata-rata hasil belajar afektif
dengan metode inquiry dengan pembelajaran di luar kelas lebih besar dari
pada hasil belajar afektif dengan metode konvensional )
3. Metode inquirydengan pembelajaran di luar kelas efektif terhadap hasil belajar
psikomotor siswa kelas IV SD dengan aspek mengidentifikasi sumber-sumber
energi panas, mendemonstrasikan adanya perpindahan panas, membuat daftar
sumber-sumber bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar,menyimpulkan bahwa
bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar, menunjukkan bukti perambatan
bunyi pada benda padat, cair, dan gas, serta menunjukkan bahwa bunyi dapat
dipantulkan atau diserap jika penilaian unjuk kerja lebih besar dari 34.
.
Keterangan
μ1= Rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang belajar menggunakan metode inquiry
dengan pembelajran di luar kelas
26
μ2= Rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang belajar menggunakan metode
konvensional.
μ3= Rata-rata hasil belajar afektif siswa yang belajar menggunakan metode inquiry
dengan pembelajran di luar kelas
μ4= Rata-rata hasil belajar afektif siswa yang belajar menggunakan metode
konvensional.