BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Creative Problem ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Model Pembelajaran Problem...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Model Pembelajaran Problem...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1 Model Pembelajaran Problem Based Learning
2.1.1Pengertian
Menurut Novitasari dan Anugraheni (2017:77-83) Pengertian pembelajaran
berbasis masalah adalah proses kegiatan pembelajaran dengan cara menggunakan
atau memunculkan masalah dunia nyata sebagai bahan pemikiran bagi siswa
dalam memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan dari suatu materi
pelajaran . Selain itu menurut Saputri, dkk (2015:1-8) model problem based
learning ini merupakan penyajian situasi autentik dan bermakna yang bertindak
sebagai landasan bagi penyelidikan dan inkuiri siswa, oleh karena itu siswa lebih
termotivasi dalam proses pembelajaran sehingga dapat mengembangkan
keterampilan berpikir siswa, memecahkan masalah dan siswa menjadi pembelajar
yang mandiri.
Sejalan dengan pengertian tersebut Anugraheni (2018:9-18 ) mengungkapkan
bahwa model pembelajaran Problem Based Learning atau dalam model
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan
siswa dalam kegiatan pembelajaran serta mengutamakan permasalahan nyata baik
di lingkungan sekolah, rumah, atau masyarakat sebagai dasar untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep melalui kemampuan berpikir kritis dan memecahkan
masalah. Pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah merupakan pembelajaran yang meningkatkan kemampuan
berpikir siswa dalam menyelesaikan permasalahan, siswa juga dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan, siswa tidak hanya menggunakan konsep
yang berhubungan dengan masalah, tetapi juga metode untuk memecahkan
masalah.
9
2.1.2 Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based
Learning
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan, begitu
juga model pembelajaran Problem Based Learning. Menurut (Warsono dan
Hariyanto, 2012:152) Kelebihan Problem Based Learning adalah sebagai
berikut:
a. Siswa akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan tertantang
untuk menyelesaikan masalah tidak hanya terkait dengan pembelajaran
dikelas tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-
hari (real world).
b. Menumpuk solidaritas dengan terbiasa bediskusi dengan teman-teman.
c. Makin mengakrabkan guru dengan siswa.
d. Membiasakan siswa melakukan eksperimen.
Kelemahan dari penerapan model Problem Based Learning ini antara
lain:
a. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa pada pemecahan
masalah
b. Seringkali memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang.
c. Aktivitasnya sulit dipantau
2.1.3 Langkah –Langkah Pendekatan Problem Based Learning
Langkah–langkah atau sintak Problem Based Learning (PBL) menurut
Rusman (2014:243) adalah sebagi berikut :
Tabel 2.1
Sintak Problem Based Learning
Fase Indikator Tingkah laku guru
1. Orientasi siswa pada
masalah
Menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan
logistic yang diperlukan, dan
memotivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah.
10
2. Mengorganisasi siswa untuk
belajar
Membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
3. Membimbing pengalaman
individual / kelompok
Mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah
4. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai laporan, dan
membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan temannya.
5. Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka
dan proses yang mereka gunakan
Sumber : Model-model pembelajaran (Rusman : 2014:243)
2.1.4 Karakteristik Problem Based Learning
Karakteristik Problem Based Learning menurut Rusman (2014: 232)
adalah:
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia
nyata dan tidak terstruktur
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiiki oleh siswa,
sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
11
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam
PBM
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
h. Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi
dari sebuah permasalahan.
i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari
sebuah proses belajar.
j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar.
1.1.5 Komponen – Komponen model Problem Based Learning
Komponen pembelajaran Problem Based Learning menurut Hosnan
(2014:56) adalah sebagai berikut:
a. Pengajuan masalah atau pertanyaan
b. Keterkaitan masalah dengan berbagai masalah disiplin ilmu
c. Penyelidikan yang autentik
d. Menyajikan atau memamerkan hasil karya
e. Kolaborasi
1.2 Berpikir Kritis
Berpikir merupakan aktivitas yang melibatkan proses memanipulasi dan
merubah informasi yang ada dalam ingatan. Pada saat berpikir, kita berpikir
untuk membentuk suatu konsep, pertimbangan, berpikir kritis, membuat
keputusan, berpikir kreatif dan memecahkan masalah. Menurut R.Ennis
(2007:186) dalam .....Critical thinking is reasonable, reflective thinking that
is focused on deciding what to belief or do.... Berpikir kritis bersifat
reasonable dan berpikir reflektif yang difokuskan pada memutuskan apa yang
harus dipercayai dan apa yang harus dilakukan. Artinya ketika menggunakan
berpikir kritis akan dapat memutuskan dengan tepat apa yang seharusnya
dipercayai dan apa yang harus dilakukan. Berpikir kritis merupakan proses
12
intelektual dan penuh konsep akan keterampilan yaitu (1) mengaplikasikan;
(2) menganalisa; (3) mensintesa; (4) mengevaluasi darimana suatu informasi
diperoleh; (5) atau men-generalisasi hasil dari proses observasi, pengalaman,
refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai dasar untuk dipercaya dan apa
yang akan dilakukan.
Menurut Setyowati, dkk (2011: 90-91) menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir
peserta didik untuk membandingkan dua atau lebih informasi dengan tujuan
memperoleh pengetahuan melalui pengujian terhadap gejala-gejala
menyimpang dan kebenaran ilmiah. Sedang kan menurut De Porter. dkk
(2013:298) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah salah satu keterampilan
tingkat tinggi yang sangat penting diajarkan kepada siswa selain keterampilan
berpikir kreatif. Menurut Dike (2010:18-24), Kemampuan berpikir kritis
(critical thingking) adalah mendefinisikan permasalahan menilai dan
mengolah informasi berhubungan dengan masalah dan membuat solusi
permasalahan kemampuan berpikir kritis siswa dapat mempertimbangkan
pendapat orang lain serta mampu mengungkapkan pendapatnya sendiri.
Selain itu menurut Nuraini S, dkk, (2017 :123-131) menyatakan bahwa
kemampuan berpikir kritis dinyatakan sebagai kemampuan individu untuk
menganalisa argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang
benar dan rasional, analisis asumsi dan interpretasi logis.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran yang baik yaitu hendaknya membantu atau memberikan jalan
keluar bagi siswa untuk dapat meningkatkan daya pikir kritis serta partisipasi
siswa. Ketrampilan berpikir kritis melatih siswa untuk membuat keputusan
dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti, dan logis serta memcahkan
masalah. Dari beberapa pendapat para ahli diatas mengenai berpikir kritis,
maka dapat diartikan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses aktif dan
cara berpikir secara teratur serta secara sistematis guna memahami informasi
yang secara mendalam, sehingga kemudian membentuk sebuah keyakinan
13
tentang kebenaran dari informasi yang didapatkan atau pendapat-pendapat
yang di sampaikan.
Menurut Krulik dan Rudnick seperti yang dikutip dalam Trianto
(2010:85) penalaran meliputi berpikir dasar basic thingking), berpikir kritis
(critical thingking), dan berpikir kreatif(creative thingking). Terdapat delapan
buah penelitian yang dapat dihubungkan dengan berpikir kritis, yaitu menguji
, menghubungkan dan mengevaluasi semua aspek dari sebuah situasi atau
masalah, memfokuskan pada bagian dari sebuah situasi atau masalah,
mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi , memvalidasi, dan
menganalisis infornasi menentukan masukakal atau tidaknya sebuah jawaban,
menarik kesimpulan yang valid, memiliki sifat analitis dan refleksif.
Meskipun beberapa pendapat berbeda, pada hakikatnya memiliki
kesamaan pada aspek mengumpulkan informasi, mengevaluasi, dan
menggunakan informasi secara efektif. Menurut pendapat Ennis (2007:156)
yang secara singkatnya menyatakan bahwa terdapat enak unsure dasar dalam
berpikir kritis, yaitu fokus, alasan , kesimpulan, situasi, kejelasan dan tinjauan
ulang.
Maka dibawah ini dijelaskan tahap-tahap dalam berpikir kritis Menurut
Ennis (2011) yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2
Tahap-tahap Berpikir Kritis
No Tahapan Uraian
1. Fokus Langkah awal dari berpikir kritis adalah
mengidentifikasi masalah dengan baik. Permasalahan
yang menjadi focus bisa terdapat dalam kesimpulan
sebuah argumen
2. Alasan Menganalisis alasan – alasan yang diberikan apakah
logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang
tercantum dalam fokus
3. Kesimpulan Jika alasan yang diberikan sudah tepat, kembali
dianalisis apakah alasan tersebut dapat sampai kepada
14
simpulan yang diberikan atau tidak
4. Situasi Mencocokan dengan situasi yang sebenarnya
5. Kejelasan Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang
dipakai dalam argument tersebut sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan.
6. Tinjauan
Ulang
Artinya perlu di cek kembali apa sudah ditemukan,
diputuskan, diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan.
sumber : Tahapan berpikir kritis menurut Ennis (2011).
2.2.1 Komponen Kemampuan Berpikir Kritis
Pendapat para ahli yang tergabung didalam APA (American
Philosophical Association) seperti yang dituliskan didalam Sulistiono,dkk
(2014:46-55) menyebutkan komponen berpikir kritis, diantaranya :
a. Interpretasi, yaitu kemampuan didalam memberikan suatu pandangan atau
pendapat mengenai suatu hal, situasi, peristiwa atau kejadian, suatu
keputusan, sebuah kepercayaan, peraturan-peraturan dan lain sebagainya.
b. Analisis, yaitu suatu kemampuan didalam mengidentifikasi keadaan yang
masih ada hubungannya dengan pertanyaan, pernyataan, dan konsep yang
digunakan sebagai pertimbangan didalam menyatakan pendapat dan
keputusan.
c. Evaluasi, yaitu suatu kemampuan didalam menilai kredibilitas atau tingkat
kepercayaan terhadap pernyataan dan pandangan seseorang mengenai
suatu hal, situasi, serta peristiwa yang kemudian dibuat sebuah
kesimpulan.
d. Inference, yaitu kemampuan seseorang didalam mengidentifikasi dan
mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dan diperlukan untuk menarik
kesimpulan, atau hipotesis berdasarkan informasi-informasi yang sangat
beralasan.
e. Explanation, yaitu kemampuan seseorang didalam menjelaskan hasil
dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Kemampuan ini diterapkan
untuk membenarkan sesuatu hal berdasarkan bukti-bukti, konsep,
metodologi, serta penalaran atau logika.
15
f. Self-regulation,yaitu suatu kesadaran seseorang didalam memonitor atau
menilai pengetahuannya, proses berpikirnya, dan hasil yang telah
dikembangkannya khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan
menerapkan keterampilannya.
2.2.1 Cara Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut para ahli yang tergabung didalam APA (American
Philosophical Association) seperti yang dituliskan didalam Sulistiono,dkk
(2014:46-55) secara umum terdapat 4 cara pengukuran kemampuan berpikir
kritis, antara lain:
1. Observasi performanceseseorang selama suatu kegiatan. Observasi
dilakukan dengan mengacu pada komponen kemampuan berpikir kritis
yang akan diukur, kemudian observer menyimpulkan bagaimana tingkat
kemampuan berpikir kritis individu tersebut.
2. Mengukur outcomedari komponen-komponen kemampuan berpikir kritis
yang telah diberikan.
3. Mengajukan pertanyaan dan menerima penjelasan seseorang mengenai
prosedur dan keputusan yang mereka ambil terkait dengan komponen
kemampuan berpikir kritis yang akan diukur.
4. Membandingkan outcomedari suatu komponen kemampuan berpikir kritis
dengan komponen kemampuan berpikir kritis yang lain.
Data kemampuan berpikir kritis didapatkan dari nilai tes masing-masing
kelas. Data tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan kriteria kemampuan
berpikir kritis.
2.3 Hakikat IPA
Ilmu Pengetahuan alam merupakan suatu mata pelajaran yang
berhubungan dengan cara untuk mencari tahu mengenai alam secara
sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta, konsep, dan prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga
dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar (Permendiknas 2006:22).
16
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah tercantum bahwa, Tujuan
Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari
fenomena alam. “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan” Trianto (2007:99).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu pembelajaran yang
wajib dilakukan di Sekolah Dasar (SD). IPA atau dalam bahasa Inggris
disebut dengan Science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang
alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam
(Sudjana dkk, 2010). IPA merupakan ilmu yang bersifat empirik dan
membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut
menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal saja tetapi juga faktual.
Trianto (2007:39) berpendapat : IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Berdasarkan beberapa definisi dan juga pendapat yang sudah
dipaparkan beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang sistematis, didalamnya
merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, pada pelaksannannya
menggunakan metode dan proses ilmiah seperti pengamatan, penyelidikan
penyusunan hipotesis dan diikuti dengan pengujian gagasan yang
merupakan suatu proses penemuan.
17
2.4. Pembelajaran IPA SD
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai
komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen
tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen
pembelajaran tersebut harus diperhatikan guru dalam memilih dan
menentukan media, metode, strategi, dan pendekatan apa yang akan
digunakan dalam kegiatan pembelajaran menurut Hosnan (2014:18).
Senada dengan hal tersebut Rusman (2014:1) pembelajaran merupakan
suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan
satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode
dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan
oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa
yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Purwasari
(2013:11) Pembelajaran adalah suatu yang dilakukan oleh siswa bukan dibuat
untuk siswa. Pendapat diatas dapat disimpulan bahwa pembelajaran adalah
suatu sistem yang terdiri atas komponen yang saling berhubungan satu
dengan yang lain. Kompenen tersebut meliputi tujuan, materi, metode, dan
evaluasi. Keempat komponen tersebut harus diperhatikan guru untuk memilih
dan menentukan model, media, metode, strategi dan pendekatan yang
digunakan dalam pembelajaran. Pembelajaran juga upaya sistematis yang
disengaja untuk menciptakan interaksi edukatif antara peserta didik dan
pendidik. Menurut Simorangkir (2014:30-34) proses belajar mengajar IPA
seharusnya lebih di tekankan pada pendekatan ketrampilan proses sehingga
siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori
dan sikap ilmiahnya yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses
dan produk pendidikan. Jadi dalam pembelajaran IPA SD seharusnya lebih
menekankan pada ketrampilan proses agar siswa lebih mudah memahami
tentang pembelajaran IPA.
18
2.5 Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA SD
Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh
siswa dalam pembelajaran. Setiap Proses pembelajaran akan menggunakan
kompetisi dasar sebagai acuan minimal bagi siswa untuk mengetahui tingkat
pemahaman dalam pembelajaran. Pada pembelajaran IPA juga terdapat
kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh setiap siswa. Tugas guru sebagai
seorang pendidik adalah menyampaikan pembelajaran dengan baik agar siswa
mampu memahami materi sesuai dengan SK dan juga KD. Standar Kompetensi
dan Kompetesi Dasar IPA untuk SD/MI kelas 3 yang akan digunakan adalah
sebagi berikut:
Tabel 2.3
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA untuk
SD/MI Kelas 3 Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Energi dan Perubahannya
4.Memahami berbagai caragerak
benda, hubungannya dengan
energi dan sumber energi
4.1 Menyimpulkan hasil pengamatan
bahwa gerak benda dipengaruhi oleh
bentuk dan ukuran
4.2 Mendeskripsikan hasil pengamatan
tentang pengaruh energi panas,
gerak, getaran dalam kehidupan
sehari- hari
4.3 Mengidentifikasi sumber energi dan
kegunaannya
Sumber: Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
2.6 Hasil Belajar IPA
Suatu proses belajar mengajar terdapat sesuatu yang telah tercapai. Hasil
dari proses pembelajaran yang telah tercapai ini disebut dengan hasil belajar.
Seperti yang diungkapkan oleh Anugraheni (2017: 246-258) Hasil belajar
siswa dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar atau tes prestasi
belajar ataupun achievement test. Dalam tes hasil belajar diperlukan tes baku
atau tes standar. Dan tes hasil belajar ini biasanya disusun dan dibuat sendiri
19
oleh guru. Hasil belajar juga tidak lepas dari proses pembelajaran. Sejalan
dengan hal tersebut Menurut Kristin (2016:74-79) mengemukakan bahwa
hasil belajar berarti hasil yang diperoleh seseorang dari aktivitas yang
dilakukan dan mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku.
Hasil belajar yang didapatkan diharapkan dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Hasil belajar harus diidentifikasi melalui
informasi hasil pengukuran penguasaan bidang/materi dan aspek perilaku baik
melalui teknik tes maupun non tes. Menurut Wardani,dkk (2012:399)
keberhasilan peserta didik dapat dilihat dari hasil belajarnya, keberhasilan
peserta didik setelah mengikuti suatu pembelajaran tertentu kita sebut dengan
keberhasilan hasil belajar. Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga ranah (domain), yaitu :
a. Domain kognitif, yaitu pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan
bahasa dan kecerdasan logika - matematika
b. Domain afektif, yaitu sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan
antar pribadi dan kecerdasan intra pribadi, dengan kata lain kecerdasan
emosional.
c. Domain psikomotor, yaitu keterampilan atau yang mencakup kecerdasan
kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal.
Menurut Sudjana (2009:3) Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hamalik (2013:33) juga menyatakan
bahwa Hasil belajar adalah bila seseorang belajar maka akan terjadi
perubahan tingkah laku pada seseorang tersebut. Misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Senada dengan pendapat tersebut Nafiah, dkk (2014:125-142)
menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak kedua dampak
tersebut bermanfaat bagi guru dan peserta didik.
20
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat di artikan bahwa hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang, yang merupakan akibat dari
proses belajar yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Atau adanya perubahan dalam tingkah laku misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti yang dapat diukur melalui tes.
2.7 Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian tersebut mempunyai kesamaan dalam penelitian yang dilakukan
oleh peneliti. Kesamaan tersebut yaitu dalam penelitian menerapkan
pendekatan Problem Based Learnigdiantaranya penelitian tentang hal serupa
juga pernah dilakukan oleh Amin 2017(25-36) pembelajaran berbasis
masalah atau Problem Based Learning (PBL) berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Amin (2017) bahwa terdapat perbedaan persentase
kemampuan berpikir kritis antara prates dan pascates. Kriteria kemampuan
berpikir kritis pada prates terdiri dari kritis sebesar 24,14% dan cukup kritis
75,86%. Kriteria kemampuan berpikir kritis pada pascates terdiri dari sangat
kritis sebesar 10,34%; kritis 82,76%; dan cukup kritis 6,90%. Berdasarkan
data di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning. Dampak yang lain setelah siswa menggunakan
model Problem Based Learning juga terdapat perbedaan Hal itu dibuktikan
dengan hasil penghitungan uji t bernilai sig. (2 sisi) = 0,000 < sig.=0,05
(koefisien). Secara spesifik dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil
belajar siswa yang diterapkan dengan model PBL lebih tinggi daripada model
ceramah. Sejalan dengan penelitian tersebut penelitian yang dilakukan oleh
Nafiah (2014) juga menyimpulkan bahwa PBL berpengaruh terhadap
kemampuan berpikr kritis dan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitian ini
skor perolehan keterampilan berpikir kritis masing-masing siswa mengalami
peningkatan. Pada akhir siklus II kategori keterampilan berpikir kritis
mengalami peningkatan. Keterampilan berpikir kritis siswa kategori sangat
21
tinggi sebanyak 20 siswa (69%), kategori tinggi sebanyak siswa 7 (24,1%),
kategori rendah sebanyak 2 siswa (6,9%), kategori sangat rendah sebanyak 0
siswa (0%). Siswa yang telah mencapai keterampilan berpikir kritis kategori
tinggi yaitu 27 siswa (93,1%) dengan kata lain kriteria keberhasilan pada
siklus II telah tercapai. Menurut Sulistiono,dkk (2014:46-55) Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berorientasi penyelesaianmasalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa.
2.8 Kerangka pikir
Kerangka pikir merupakan kesimpulan untuk mengetahui adanya
hubungan antara variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Menurut Uma
(dalam Sugiyono, 2014: 91), mengemukakan bahwa kerangka pikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai factor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.
Pembelajaran akan berhasil secara optimal apabila ada penguatan proses
pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan serta bermakna bagi siswa.
Melalui penerapan PBL untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa, maka siswa
dapat melakukan proses pembelajaran dengan mengkaitkan masalah
kehidupan sehari-hari siswa dengan keadaan nyata siswa yang kontekstual
sehingga materi yang diberikan guru pada mata pelajaran IPA mudah
diterima oleh siswa dan memberikan pengalaman langsung yang bermakna
bagi siswa.
22
Kerangka pikir model Problem Based Learning akan dijelaskan pada skema
berikut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Pembelajaran IPA Melalui pendekatan
Problem Based Learning (Model-model pembelajaran Rusman,2010:243)
Pembelajaran IPA Pembelajaran Konvensional
Hasil Belajar Kurang
Optimal
(Nilai
Guru menggunakan
pendekatan konvensional
dan memonopoli kegiatan
pembelajaran Siswa hanya pasif, mudah
bosan dan tidak memperhatikan
guru
Pembelajaran Menggunakan
Pendekatan Problem Based
Learning (PBL)
1.Guru menyampaikan tujuan materi pembelajaran yang
ingin dicapai pada pembelajaranmenjelaskan logistic yang
diperlukan, memotivasi siswa terlibat pada pemecahan
masalah (Orientasi siswa pada masalah)
8. Memberikan tes
2. Membantu siswa mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan permasalahan (Mengorganisasi siswa
untuk belajar)
3. Membimbing pengalaman individual/ kelompok
(Membimbing pengalaman individual/ kelompok)
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
(Mengembangkan dan menyajikan hasil karya)
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah (Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah)
6. Meminta perwakilan dari setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas
7.Membimbing siswa membuat laporan untuk semua
materi yang telah dipelajari.
Hasil belajar Lebih
Optimal
23
Berdasarkan skema kerangka pikir tersebut dapat dipahami bahwa dalam
pembelajaran IPA jika dengan menggunakan pembelajaran konvensional seperti
yang telah dilakukan guru yang mengusai pembelajaran, maka yang didapatkan
adalah hanya siswa yang pasif, mudah bosandan membuat siswa tidak
memperhatikan guru.Selain itu Hasil belajar dengan menggunakan pembelajaran
IPA yang konvensional membuat hasil belajar siswa kurang optimal sehingga
nilai≤KKM 70.
Kemuadian Pembelajaran IPA yang dikalukan dengan menggunakan pendekatan
Problem Based Learning dengan menggunakan sintak dari Problem based
learning dengan guru memberikan 1. Orientasi masalah, 2. Mengorganisasi siswa
belajar, 3. Membimbing pengelaman individual maupun kelompok, 4.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) Menganalisi dan mengevaluasi
pemecahan masalah, 6) Mempresentasikan, dan 7) Membuat laporan dari hal yang
telah dipelajari dan 8) memberikan evaluasi maka diharapkan siswa mendapatkan
hasil belajar yang optimal dimana nilai≥KKM 70.
2.9 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, dapat dirumuskan
hipotesis penelitian tindakan kelas ini yaitu :
1. Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa kelas 3 SD N Mangunsari 05 pada mata pelajaran IPA
tahun pembelajaran 2017/2018 melalui langkah-langkah sebagai berikut:
orientasi masalah, mengorganisasi siswa belajar, membimbing
pengalaman individual maupun kelompok, Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, menganalisi dan mengevaluasi pemecahan
masalah, mempresentasikan, dan membuat laporan dari hal yang telah
dipelajari dan memberikan evaluasi.
2. Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa kelas 3 SD Mangunsari 05 pada mata pelajaran IPA
materi tahun Pembelajaran 2017/2018.