BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15961/2/T1_292011032_BAB II... · cara...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15961/2/T1_292011032_BAB II... · cara...
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
2.1.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Dari segi bahasa, ada tiga istilah yang berkaitan dengan IPA yaitu “ilmu”,
“pengetahuan”, dan “alam”. Wisudawati (2014:23) mengatakan “pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diketahui manusia. Pengetahuan alam berarti
pengetahuan tentang alam semesta beserta isinya. Ilmu adalah pengetahuan
ilmiah, pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah artinya diperoleh dengan
metode ilmiah”. Wisudawati melihat garis besar dalam ilmu pengetahuan alam
yang terdiri dari tiga kata yaitu ilmu, pengetahuan, dan alam. Ilmu adalah sesuatu
yang diperoleh secara ilmiah dan bersifat logis atau rasional, pengetahuan berupa
apa yang dipelajari yaitu tentang alam semesta, dan alam adalah sesuatu yang
terdapat pada sekitar kita.
Lebih lanjut, ilmu pengetahuan alam menurut Wisudawati (2014:22)
memiliki definisi sebagai “rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu
mempelajari fenomena alam yang faktual, baik berupa kenyataan atau kejadian
dan hubungan sebab-akibatnya”. Wisudawati dalam pendapatnya
menggarisbawahi bahwa IPA mempelajari fenomena alam yang terjadi secara
nyata, konkrit dan dalam keadaan sebenarnya.
Mata pelajaran IPA berisi materi pelajaran yang mencakup pelajaran yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Ilmu pengetahuan alam adalah
salah satu mata pelajaran penting atau pokok yang harus dipelajari siswa karena
siswa belajar tentang interaksi dengan lingkungan alam sehingga siswa dapat
melakukan suatu tindakan untuk masa depan tentang lingkungan. Ilmu
pengetahuan alam mempelajari kejadian-kejadian alam disekitar lingkungan
siswa. IPA memiliki cabang ilmu yang terbagi atas fisika, kimia, biologi, dan
geologi, astronomi, ekologi, dan geografi fisik berbasis ilmu.
11
Pendapat lain tentang IPA menurut Subiyanto (dalam Wisudawati, 2014)
adalah sebagai berikut:
(a) Suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-
fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya
hukum-hukum umum. (b) Pengetahuan yang didapatkan dengan
jalan studi dan praktik. (c) Suatu cabang ilmu yang bersangkut-paut
dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan
disusunnya hukum umum dengan induksi dan hipotesis.
Subiyanto dalam argumentasinya menjelaskan bahwa IPA merupakan
cabang ilmu tentang fakta sebagai bahan analisis hipotesis yang dilakukan dengan
cara observasi kemudian disusun secara urut atau sistematis dengan cara mencoba
atau eksperimen. Selanjutnya, Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai
“pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum, dan
berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Carin dan Sund
menekankan bahwa IPA merupakan suatu pengetahuan yang diperoleh melalui
observasi dan penelitian-penelitian sehingga kumpulan data yang didapat tersusun
secara sistematis.
Lebih lanjut, Donosepoetro (dalam Trianto, 2013:137) menyatakan:
IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan
sikap ilmiah. IPA dipandang pula sebagai proses, produk dan
sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah
untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk
menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai
hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah
atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran
pengetahuan. Sebagai prosedur adalah metodologi atau cara yang
dipakai untuk mengetahui sesuatu yang biasanya disebut dengan
metode ilmiah.
Donosepoetro mencatat tiga hal penting terkait dengan IPA yaitu proses,
produk dan prosedur. IPA sebagai proses berupa penyempurnaan atau
penambahan pengetahuan tentang alam, sebagai produk berupa hasil dari sesuatu
yang telah diajarkan untuk menambah pengetahuan, dan sebagai prosedur berupa
cara untuk mengetahui pengetahuan tentang alam.
Dari beberapa pengertian tentang ilmu pengetahuan alam yang telah
dikutip sebelumnya terdapat beberapa aspek dari pengertian IPA yaitu
12
1) IPA merupakan cabang ilmu yang mempelajari alam semesta dan isinya.
IPA harus disusun secara sistematis dan rasional melalui beberapa langkah
seperti observasi, penelitian dan jalan studi. Setelah didapat hasil dari
langkah-langkah tersebut disusunlah hipotesis yang dapat mendukung
materi IPA.
2) IPA sebagai ilmu yang mempelajari sebab akibat yang terjadi di alam
semesta ini.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu
yang mempelajari tentang alam dan sekitarnya yang selalu berkaitan dengan
kehidupan manusia sehari-hari.
2.1.1.2 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Salah satu mata pelajaran pokok di sekolah dasar adalah ilmu pengetahuan
alam. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa IPA adalah cabang ilmu
yang mempelajari alam semesta dan isinya. Pembelajaran IPA memiliki beberapa
definisi seperti menurut Wisudawati (2014:26) mengatakan “pembelajaran IPA
adalah interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah
ditetapkan”. Wisudawati menekankan pada hubungan timbal balik komponen
pembelajaran seperti materi, alat peraga dan ekperimen dalam bentuk proses
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Djojosoediro (2012:21) menyebutkan dalam proses pembelajaran IPA di
sekolah terdapat karakteristik sebagai berikut:
1) Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera,
seluruh proses berpikir, dan berbagai macam gerakan otot. 2)
Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
teknik. 3) Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama
untuk membantu pengamatan.
Proses pembelajaran IPA di sekolah menurut Djojosoediro memiliki tiga
karakteristik IPA yaitu melibatkan hampir seluruh indera contohnya ketika belajar
IPA, siswa memperhatikan penjelasan guru dengan mengamati alat peraga
menggunakan indera penglihatan. Kedua, mengunakan berbagai macam teknik
seperti penggunaan metode discovery di kelas untuk menyampaikan
13
pembelajaran. Ketiga, memerlukan berbagai macam alat yang bertujuan untuk
membantu siswa mengamati secara langsung, seperti alat peraga atau gambar.
Dari beberapa pengertian tentang hakikat IPA yang telah dikutip maka
dapat disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran IPA di sekolah dasar merupakan
interaksi proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Karakteristik pembelajaran IPA melibatkan hampir seluruh alat indera,
menggunakan berbagai macam teknik IPA untuk membantu penyampaian
pembelajaran IPA, dan memerlukan berbagai macam alat peraga atu gambar
untuk membantu siswa mengamati secara langsung.
2.1.2 Pendekatan Saintifik
2.1.2.1 Pengertian Pendekatan Saintifik
Salah satu pendekatan ilmiah dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat
diterapkan yaitu pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik memiliki kerangka
kerja bertahap sehingga membentuk pemikiran siswa yang kritis dan melibatkan
siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan
pendekatan saintifik menurut Kurniasih (2014:29) adalah:
Proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar
peserta didik secara aktif mengkonstuk konsep, hukum atau prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, merumuskan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan
konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Kurniasih mendasarkan pendekatan saintifik pada proses pembelajaran
siswa yang aktif dan mengkonstruk konsep dalam pembelajaran. Tahapan dalam
mengkonstruksi konsep antara lain dengan mengamati masalah,merumuskan
masalah, merumuskan hipotesis, merumuskan data, menganalisis data, menarik
kesimpulan, dan mengkomunikasikan data yang telah dianalisis.
Pada dasarnya, pengertian pendekatan saintifik sangat relevan dengan tiga
teori belajar, salah satunya adalah teori belajar Bruner. Menurut Bruner (dalam
Daryanto, 2014:52) menyatakan bahwa terdapat empat hal yang diperlukan dalam
pembelajaran menggunakan metode saintifik:
14
Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan
pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan
melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa
akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang
merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara
agar orang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan
penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan
penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan
memperkuat retensi ingatan.
Bruner menekankan pada empat aspek penting dalam proses kognitif yaitu
belajar dengan menggunakan pikirannya, siswa memiliki kepuasan lebih dalam
belajar melalui percobaan, pemberian kesempatan untuk melakukan penelitian
sendiri, dan siswa lebih mengingat atau memahami pembelajaran dengan
penelitian. Bruner mengatakan agar lebih memahami pembelajaran dengan cara
mengarahkan siswa untuk dapat berpikir secara mandiri dan kritis serta disertakan
dalam penelitian atau penemuan agar siswa dapat membuktikan hasil pikirannya
tersebut.
Dari berbagai pengertian pendekatan saintifik terdapat beberapa aspek dari
pengertian pendekatan saintifik yaitu siswa dapat mengkonstruk atau membangun
pengertian sendiri melalui penemuan atau praktik dengan menggunakan
keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Pendekatan saintifik yang disusun
secara sistematis menuntun siswa untuk menemukan dengan urut pengertian
materi yang dipelajari. Dengan dilibatkan dalam proses pembelajaran secara aktif
dan berpusat kepada siswa, tingkat pemahaman siswa akan bertambah dan dapat
diingat lebih lama.
2.1.2.2 Karakteristik Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik yang mengarahkan siswa untuk berpikir kritis dan
ilmiah memiliki karakteristik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Karakteristik pembelajaran dengan menggunakan metode saintifik
menurut Daryanto (2014:53) dan Lazim (2013:2) adalah sebagai berikut:
1) Berpusat pada siswa, 2) Melibatkan keterampilan proses
sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip, 3)
Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan
15
berfikir tingkat tinggi siswa, dan 4) Dapat mengembangkan
karakter siswa.
Daryanto dan Lazim dalam hal ini menyatakan bahwa karakteristik dalam
pendekatan saintifik adalah berpusat pada siswa, bukan pada guru. Karena
pendekatan saintifik berpusat pada siswa maka pembelajaran di dalam kelas
menjadi lebih aktif. Kemudian dalam menjalankan pendekatan saintifik secara
sistematis melibatkan keterampilan proses agar berjalan dengan baik. Merangsang
rasa ingin tahu siswa dengan mengembangkan keterampilan berpikir siswa dengan
maksimal. Terakhir dapat mengembangkan nilai-nilai karakter siswa yang
diharapkan dapat tercapai.
2.1.2.3 Tujuan Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik yang memusatkan kegiatan pembelajaran pada siswa
memiliki tujuan-tujuan. Menurut Daryanto (2014:54) pendekatan saintifik
memiliki tujuan antara lain:
1) Meningkatkan kemampuan intelek, khususnya
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, 2) Membentuk
kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara
sistematik, 3) Melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, 4)
Mengembangkan karakter siswa.
Daryanto menekankan tujuan pendekatan saintifik pada pembentukan
kemampuan berpikir siswa yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan dengan
ide atau hipotesis secara runtut/ sistematis dan dapat mengembangkan nilai
karakter siswa.
Tujuan pendekatan yang lainnya dikemukakan oleh Kurniasih (2014:24)
yang antara lain “terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa
belajar itu merupakan suatu kebutuhan, diperolehnya hasil belajar yang tinggi, dan
melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide”. Kurniasih menyatakan bahwa
tujuan saintifik adalah memunculkan ide-ide kreatif siswa dan merasa belajar
adalah kebutuhan bukan merupakan beban sehingga menghasilkan hasil belajar
yang memuaskan.
16
Dari kutipan sebelumnya dapat disimpulkan tujuan pendekatan saintifik
adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan mengkonstruk konsep
secara sistematis dan dapat mengembangkan nilai-nilai karakter siswa.
2.1.2.4 Langkah-Langkah Pendekatan Saintifik
Kurniasih (2013:141) dan Daryanto (2014:60) menjelaskan langkah-
langkah yang terkandung dalam dalam pendekatan saintifik (scientific approach)
dalam pembelajaran harus memuat tujuh komponen, yaitu mengamati, menanya,
mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Komponen-
komponen tersebut terkandung dalam langkah-langkah dibawah ini:
Komponen mengamati, metode mengamati mengutamakan
kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning)....
Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa
ada hubungan antara objek yang akan dianalisis dengan materi
pembelajaran yang digunakan oleh guru.... Komponen menanya....
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”,
melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan. Komponen
menalar. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis
atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh
simpulan berupa pengetahuan. Komponen mencoba. Peserta didik
harus memiliki keterampilan tentang alam sekitar, serta mampu
menggunakan metode ilmiah dan mampu menggunakan metode
ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya sehari-hari.
Langkah-langkah yang telah dikutip dari Kurniasih dan Daryanto adalah
mengamati, yaitu dengan menghadirkan objek secara nyata dan menimbulkan rasa
ingin tahu siswa sehingga menimbulkan kebermaknaan proses pembelajaran.
Dalam tahap menanya, guru membimbing siswa untuk mengembangkan rasa
ingin tahu siswa dengan bertanya jawab dengan siswa. Menalar adalah proses
berpikir secara empiris yang diperoleh melalui observasi untuk memperoleh
hipotesis dan mencoba adalah menggunakan keterampilan tentang alam sekitar
dengan memanfaatkan metode eksperimen untuk memecahkan suatu
permasalahan.
Abdullah (2014:54) menyebutkan langkah-langkah saintifik sebagai
berikut:
17
1) Melakukan pengamatan atau observasi, siswa
mengamati variabel atau alat kemudian mendeskripsikan hasil
pengamatan pada teman lain untuk memperoleh gambaran yang
sama, 2) Mengajukan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan
untuk memotivasi siswa untuk mengajukan pertanyaan. 3)
Melakukan eksperimen atau percobaan, upaya untuk menjawab
pertanyaan yang diajukan adalah melakukan percobaan, pelaksanaan
penyelidikan dapat dimulai dengan pengajuan hipotesis untuk
mempermudah membuat rancangan percobaan, 4) Mengasosiasikan
atau menalar, merupakan kemampuan mengolah informasi melalui
penalaran dan berpikir rasional, 5) Membangun jaringan atau
berkomunikasi, setiap siswa perlu diberi kesempatan untuk berbicara
dengan orang lain untuk menyampaikan pendapatnya.
Abdullah menjelaskan terdapat lima langkah dalam pendekatan saintifik
yaitu melakukan observasi dengan mengamati objek berupa alat peraga,
mengajukan pertanyaan untuk menjawab rasa ingin tahu siswa, melakukan
eksperimen untuk menjawab pertanyaan siswa yang telah dirancang menjadi
hipotesis, mengasosiasikan untuk mengumpulkan atau mengolah informasi
berdasarkan percobaan, dan berkomunikasi untuk memberikan waktu bagi siswa
menyampaikan gagasan atau hasil percobaan yang telah ditemukan.
Dari langkah-langkah pendekatan saintifik yang telah dikutip sebelumnya
maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah saintifik meliputi langkah
mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan.
2.1.3 Metode Discovery
2.1.3.1 Pengertian Metode Discovery
Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru dapat menggunakan metode
pembelajaran yang beragam untuk menyampaikan materi di kelas. Metode
pembelajaran sangat beragam dan berbeda dalam cara pelaksanaannya. Contoh
metode pembelajaran diantaranya adalah inkuiri, pembelajaran berbasis masalah,
metode berbasis proyek, dan metode penemuan. Metode yang ada dapat
diterapkan sendiri ataupun dikolaborasikan dengan metode pembelajaran lainnya.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat dikolaborasikan dengan pendekatan
saintifik adalah metode penemuan (metode discovery).
Metode discovery menurut Kurniasih (2014:64) adalah:
18
Teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan
pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa
mengorganisasi sendiri discovery masalah yang dihadapkan kepada
siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.
Kurniasih menjelaskan bahwa dalam metode discovery, masalah yang
dihadirkan dalam pembelajaran adalah masalah yang telah direkayasa oleh guru
yang disesuaikan dengan pembelajaran, bukan masalah yang disajikan dengan
keadaan yang sebenarnya.
Pendapat mengenai metode discovery menurut Illahi (2012:33) “discovery
merupakan salah satu metode yang memungkinkan para anak didik terlibat
langsung dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga mampu menggunakan proses
mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang dipelajari”. Illahi
menjelaskan metode discovery melibatkan secara langsung peserta didik dalam
kegiatan belajar mengajar dan dengan memanfaatkan proses mental dalam
menemukan konsep yang sedang dipelajari.
Dari beberapa pendapat yang telah dikutip dapat disimpulkan bahwa
metode discovery merupakan metode yang berawal dari masalah yang telah
direkayasa oleh guru. Siswa menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang
telah dihadirkan guru melalui tahapan percobaan untuk menguji hipotesis. Dalam
mengaplikasikan metode discovery, guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri. Peran guru
sebagai fasilitator harus mengarahkan kegiatan belajar siswa yang aktif dan
mandiri.
2.1.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Discovery
Banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru sebagai
cara penyampaian materi kepada siswa. Metode pembelajaran sendiri memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing seperti metode discovery. Metode
discovery memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan metode discovery menurut Kurniasih (2014:66) adalah sebagai
berikut:
19
1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan
meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses
kognitif, 2) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat
pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan
transfer, 3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena
tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil, 4) Metode ini
memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri, 5) Menyebabkan siswa mengarahkan
kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri, 6) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat
konsep dirinya, 7) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-
sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. 8) Membantu siswa
menghilangkan skeptisme (keragu-raguan), 9) Siswa akan mengerti
konsep dasar dan ide-ide lebih baik. 10) Membantu dan
mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar
yang baru, 11) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif
sendiri, 12) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan
hipotesis sendiri, 13) Memberikan keputusan yang bersifat
intrinsik, 14) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa
menuju pada pembentukan manusia seutuhnya, 15) Meningkatkan
tingkat penghargaan pada siswa, 16) Kemungkinan siswa belajar
dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar, 17) Dapat
mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Kurniasih menyebutkan beberapa keuntungan dalam penggunaan metode
discovery seperti memperbaiki atau meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan
penggunaan metode discovery pengetahuan tentang mata pelajaran dapat diingat
dengan mudah. Timbulnya perasaan senang pada siswa karena siswa belajar
menemukan sendiri jawaban dalam pembelajaran. Karena pembelajaran discovery
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir secara mandiri ini melatih
siswa berkembang lebih cepat, siswa dapat mengarahkan cara belajarnya sendiri.
Dapat memperkuat konsep pengetahuan siswa dengan bekerja sama, membuat
pembelajaran berpusat kepada siswa dan menjadikan siswa aktif. Guru
mendukung siswa ketika menyampaikan pendapat sehingga siswa sudah tidak
merasa takut dan percaya diri sehingga siswa mendapatkan perasaan senang
sebagai penghargaan untuk diri siswa. Dengan pembelajaran yang sistematis,
siswa belajar dengan mengembangkan konsep belajar, dan guru bukan sebagai
satu-satunya sumber belajar tetapi siswa dapat menggunakan sumber pendukung
seperti media gambar, alat peraga dan internet.
20
Hosnan (2014:287) menambahkan kelebihan metode discovery adalah
“dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah,
meningkatkan motivasi belajar siswa, melatih siswa untuk belajar mandiri, dan
siswa menjadi aktif dalam kegiatan belajar mengajar”. Hosnan menekankan pada
kemampuan siswa dalam proses pembelajaran dengan keterampilan memecahkan
masalah secara mandiri dan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Illahi (2012:70) menyebutkan kelebihan lain dari metode discovery
sebagai berikut:
1) Dalam penyampaian bahan discovery digunakan
kegiatan dan pengalaman langsung, 2) Discovery lebih realistis dan
mempunyai makna, 3) Discovery merupakan suatu model
pemecahan masalah, 4) Dengan sejumlah transfer secara langsung,
maka kegiatan discovery akan lebih mudah diserap, 5) discovery
banyak memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat
langsung dalam kegiatan belajar.
Illahi juga menyebutkan bahwa metode discovery merupakan metode yang
kegiatan belajarnya menyangkut pada kehidupan sehari-hari siswa dan dialami
secara nyata oleh siswa. Pembelajaran dengan metode discovery lebih mudah
diserap oleh siswa karena pembelajaran berpusat pada siswa dan siswa terlibat
secara langsung dalam pembelajaran.
Selain memiliki kelebihan yang sangat mendukung keaktifan dan
kemandirian siswa, metode discovery juga memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan metode discovery menurut Kurniasih (2014:67) adalah sebagai
berikut:
1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada
kesiapan pikiran untuk belajar, 2) Metode ini tidak efisien untuk
mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu
yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya, 3) Harapan-harapan yang terkandung
dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama
Kelemahan yang menonjol menurut Kurniasih adalah cara belajar yang
lama, yaitu dengan menggunakan model ceramah. Menurut Hosnan (2014:288)
kelemahan metode discovery antara lain:
21
1) Menyita banyak waktu, 2) Kemampuan berpikir
rasional siswa ada yang masih terbatas, 3) Faktor kebudayaan atau
kebiasaan yang masih menggunakan pola pembelajaran lama.
Hosnan menyebutkan kelemahan discovery adalah dalam persiapan
pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak semua mata
pelajaran dapat menggunakan metode discovery. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, kebiasaan menggunakan metode ceramah sudah digunakan cukup
lama dan guru terkadang kurang dapat melaksanakan pembelajaran menggunakan
metode discovery.
Illahi (2012:72) juga mengungkapkan beberapa kelemahan metode
discovery seperti:
1) Waktu yang digunakan dalam penerapan metode
discovery membutuhkan waktu yang cukup lama dibandingkan
metode konvensional, 2) Untuk anak didik yang berusia muda,
kemampuan berpikir rasional mereka masih terbatas, dan 3) Faktor
kebudayaan dan kebiasaan.
Senada dengan Hosnan, Illahi menekankan pada kemampuan berpikir
siswa kelas rendah yang masih terbatas karena masih sangat subjektif, banyaknya
pendapat dari siswa membuat penyesuaian kelas sangat beragam dan memerlukan
waktu dalam pengimplementasian metode discovery.
Dari kelebihan dan kelemahan discovery yang telah dikutip, dapat
disimpulkan bahwa kelebihan discovery adalah membuat keterampilan berpikir
siswa berkembang secara sistematis, membuat suasana pembelajaran yang aktif
karena berpusat pada siswa, siswa dapat timbul rasa percaya diri dalam
menyampaikan pendapatnya dan merasa puas setelah menemukan hasil
permasalahan. Kekurangan dalam metode discovery adalah persiapan dan
pelaksanaan yang memakan waktu cukup lama, keterbatasan berpikir siswa kelas
rendah yang belum dapat berpikir secara rasional dan kebiasaan dalam
penggunaan metode ceramah cukup sulit diubah karena guru dan siswa telah
nyaman melakukan kegiatan pembelajaran dengan metode tersebut.
22
2.1.3.3 Langkah-Langkah Metode Discovery
Untuk menerapkan metode discovery dengan runtut, maka disusun
langkah-langkah operasional dalam proses pengimplementasian pembelajaran.
Langkah-langkah dalam metode discovery menurut Kurniasih (2014:68) dan
Hosnan (2014:289) adalah sebagai berikut:
Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan), pelajar
dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar
timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap
ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang
dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam
mengeksplorasi bahan.
Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah), guru
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah). Memberikan kesempatan peserta didik untuk
mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka
hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta
didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
Data collection (pengumpulan data), ketika eksplorasi
berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.
Data processing (pengolahan data), pengolahan data
merupakan kegiatan mengolah data dari informasi yang telah
diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi,
dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan pada tingkat kepercayaan tertentu.
Verification (pembuktian), pada tahap ini peserta didik
melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.
Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi), tahap
generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi.
Kurniasih dan Hosnan menekankan bahwa sebelum melakukan metode
discovery, terlebih dahulu melakukan persiapan pembelajaran seperti guru harus
23
menyusun tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal yang terpenting adalah
guru harus memahami karakter siswa agar dapat menyesuaikan cara belajar
siswa.mengintegrasikan materi menggunakan contoh, ilustrasi dan topik yang
berkaitan dengan permasalahan sehari-hari. Menyusun pembelajaran dengan urut
yaitu dari hal sederhana ke hal yang kompleks.
Setelah persiapan telah dipersiapkan terdapat langkah-langkah
pembelajaran metode discovery. Dalam tahap simulasi, guru menghadirkan
permasalahan yang memunculkan rasa ingin tahu siswa sehingga muncul
keinginan untuk menyelidiki permasalahan tersebut. Langkah selanjutnya adalah
identifikasi masalah dimana guru memberikan kesempatan untuk siswa mencari
dan menemukan sebanyak mungkin jawaban yang sesuai dengan mata pelajaran
kemudian dirumuskan dalam bentuk jawaban sementara atau hipotesis.dalam
tahap pengumpulan data, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidak hipotesis
yang telah disusun. Pengolahan data adalah tahap dimana siswa mengolah seluruh
informasi yang telah diperoleh untuk mendapatkan pembuktian. Setelah proses
pengumpulan data tahap selanjutnya adalah tahap pembuktian untuk mengecek
hipotesis dengan membuktikan hasil yang telah dikumpulkan dan diolah
sebelumnya. Langkah terakhir adalah menarik kesimpulan, yaitu siswa membuat
kesimpulan berdasarkan pembuktian yang telah diperoleh dalam kegiatan
pembelajaran.
Tahapan pembelajaran metode discovery menurut Abdullah (2014:99)
secara umum digambarkan sebagai berikut:
1) Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan
belajar, motivasi, dan memberikan penjelasan singkat, 2) Guru
mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan
topik yang dikaji, 3) Kelompok merumuskan hipotesis dan
merancang percobaan atau mempelajari tahapan percobaan yang
dipaparkan oleh guru, LKS, atau buku, 4) Guru memfasilitasi
kelompok dalam melaksanakan percobaan/ investigasi, 5)
Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis, 6)
Kelompok mengorganisasikan dan menganalisis data serta
membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan, 7) Kelompok
24
memaparkan hasil investigasi dan mengemukakan konsep yang
ditemukan. Guru membimbing peserta didik dalam mengkonstruksi
konsep berdasarkan hasil investigasi.
Abdullah juga menjelaskan langkah-langkah metode discovery yaitu guru
menjelaskan materi secara umum kemudian guru mengajukan permasalahan
kepada siswa mengenai topik yang akan dipelajari. Siswa secara berkelompok
menyusun hipotesis kemudian siswa melakukan percobaan sesuai dengan
petunjuk yang terdapat pada buku atau lembar kerja siswa. Selama proses
percobaan guru mendampingi dan memfasilitasi siswa jika siswa merasa
kesulitan. Siswa melakukan percobaan untuk menguji hipotesis yang telah disusun
kemudian dianalisis. Siswa memaparkan atau mempresentasikan hasil percobaan
dan terakhir guru membimbing siswa dalam menyusun kesimpulan.
Dari beberapa kutipan tentang metode discovery dapat disimpulkan bahwa
sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar dengan discovery guru harus
menyusun tujuan pembelajaran, memahami karakter siswa dan mempersiapkan
contoh-contoh nyata yang berkaitan dengan pembelajaran. Langkah-langkah
metode discovery adalah guru menjelaskan materi secara singkat kemudian
simulasi, yaitu memberikan masalah yang membuat rasa ingin tahu siswa muncul.
Dalam proses identifikasi masalah, siswa megidentifikasi atau mencari
permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran. Pengumpulan data adalah
langkah dimana siswa secara mandiri atau kelompok mengumpulkan data melalui
berbagai sumber untuk mendukung hipotesisnya. Pengolahan data adalah siswa
menyusun dan merumuskan informasi yang diperoleh, tahap berikutnya adalah
verifikasi yaitu mencocokkan informasi yang telah diperoleh dengan hipotesis
yang telah disusun. Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan pembelajaran
berdasarkan permasalahan dan percobaan.
2.1.4 Pendekatan Saintifik melalui Metode Discovery
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang memusatkan
pembelajaran pada siswa dan membuat siswa menjadi aktif dengan langkah-
langkah yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik digunakan ketika
25
pelaksanaan kurikulum 2013. Pendekatan ini untuk melatih siswa menjadi aktif
dalam pembelajaran dan bukan hanya sebagai siswa yang hanya menerima
penjelasan dari guru. Siswa dapat memanfaatkan sumber belajar lain dari
lingkungan sekitarnya dan guru hanya sebagai fasilitator, pemberi masukan dan
pendamping bagi siswa. Pendekatan saintifik dapat dipadukan dengan metode-
metode pembelajaran lain yang bersifat sistematis sepertii metode inkuiri, metode
berbasis masalah (problem based learning) dan metode penemuan (discovery).
Metode-metode ini juga memusatkan pembelajaran pada siswa dan menuntun
siswa untuk menemukan sendiri solusi atau jawaban dari masalah yang disediakan
oleh guru.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat dikolaborasikan dengan
pendekatan saintifik adalah metode discovery. Pembelajaran dalam metode
discovery pada awalnya menggunakan persoalan-persoalan yang telah direkayasa
oleh guru untuk memenuhi tujuan pembelajaran. Dengan membentuk kelompok
belajar, guru menjelaskan kepada siswa tentang materi kemudian kelompok
berdiskusi bersama dan melakukan percobaan untuk menemukan atau menjawab
hipotesis yang telah disusun.
Pendekatan saintifik melalui metode discovery bertujuan untuk membuat
siswa aktif dan saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas dari guru. Tujuan
lainnya adalah untuk melatih kepercayaan diri siswa dalam menyampaikan
pendapatnya, melatih pemikiran siswa untuk menjawab permasalahan secara
kreatif, dan dapat menyerap pembelajaran dengan cepat.
2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Setelah pembelajaran selesai maka untuk mengetahui pemahaman siswa
dilakukan tes hasil belajar. Purwanto (2014:45) mengemukakan bahwa hasil
belajar adalah “perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan
tingkah lakunya”. Purwanto menjelaskan hasil belajar merupakan perubahan hasil
sebelum belajar dan sesudah belajar yang mempengaruhi sikap dan tingkah laku
siswa.
26
Pengertian lain tentang hasil belajar juga disampaikan oleh Bruner. Bruner
(dalam Kurniawan, 2014:10) menyatakan:
Hasil belajar dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar kognitif adalah hasil
belajar yang ada kaitannya dengan ingatan, kemampuan berpikir
atau intelektual. Pada hasil belajar kognitif terdapat tingkatan yang
disusun secara hierarkis seperti: 1) pengetahuan, 2) pemahaman, 3)
aplikasi, 4) analisis, 5) sintetis, 6) evaluasi, dan 7) kreativitas. Hasil
belajar afektif merujuk pada hasil belajar yang berupa kepekaan
rasa atau emosi. Hasil belajar afektif merujuk pada hasil belajar
yang berupa kepekaan rasa atau emosi. Dalam hasil belajar afektif
terdapat lima ranah yang meliputi: 1) Kepekaan, 2) Partisipasi, 3)
Penilaian dan penentuan sikap, 4) Organisasi, dan 5) Pembentukan
pola hidup. Hasil belajar psikomotor berupa kemampuan gerak
tertentu.
Bruner menggarisbawahi hasil belajar kognitif berupa kemampuan
intelektual, hasil belajar afektif berupa kemampuan perasaan, dan hasil belajar
psikomotor berupa kemampuan fisik.
Dari beberapa pendapat tentang hasil belajar, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah akibat dari belajar yang menunjukkan siswa dapat
memahami materi yang telah disampaikan oleh guru. Hasil belajar dikategorikan
dalam hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berbeda-beda pada
masing-masing siswa. Menurut Zulfa (2010:68) “faktor yang mempengaruhi
siswa adalah tujuan pembelajaran, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, alat
evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi”. Zulfa menegaskan faktor yang
mempengaruhi hasil belajar berupa proses kegiatan pembelajaran seperti guru,
peserta didik, dan kegiatan pengajaran.
Hasil belajar siswa menurut Slameto dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Slameto (2013:54) mengatakan:
Faktor internal terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor
jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Faktor jasmaniah
meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. Faktor psikologis
meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,
kesiapan, dan kelelahan. Faktor eksternal terdiri dari tiga faktor,
27
yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor
keluarga berupa cara mendidik orang tua, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.
Faktor sekolah berupa metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran standar,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Faktor
masyarakat berupa kegiatan anak dalam masyarakat, media massa,
teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Slameto menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil
belajar yaitu faktor internal meliputi faktor yang ada dalam diri siswa seperti
kondisi fisik siswa, kecerdasan, dan kemampuan tertentu (minat dan bakat).
Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor diluar diri siswa seperti kondisi
keluarga, kondisi sekolah dan kondisi masyarakat atau lingkungan sekolah.
Dari pengertian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar seperti
kondisi fisik dan kesehatan siswa, pengaruh orang tua dalam cara mendidik,
faktor sekolah seperti guru, cara mengajar, dan teman kelas dan faktor lingkungan
sosial seperti media massa dan kehidupan sosial masyarakat.
2.1.6 Kemampuan Belajar Siswa
Setiap siswa memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda.
Kemampuan ini memiliki banyak faktor yang menjadi pembeda setiap siswa
seperti kemampuan memahami, kemampuan dalam menyerap pembelajaran,
faktor kebiasaan dan sosial. Tingkat kemampuan siswa terbagi dalam tiga
tingkatan yaitu tinggi, sedang dan rendah. Wardani (2012:119) menyatakan:
Penetapan tingkat kemampuan (intake) di kelas 5 misalnya,
dapat didasarkan pada hasil tes kelas 4 untuk kenaikan kelas, nilai
psikotes (jika ada), sedangkan penetapan tingkat kemampuan kelas
1 berdasarkan kemampuan siswa di TK sebelumnya.
Wardani menjelaskan bahwa untuk menetapkan tingkat kemampuan siswa,
guru dapat menggunakan hasil tes pada kelas sebelumnya, sebagai contoh untuk
mengetahui tingkat kemampuan siswa kelas 2 maka guru dapat menggunakan
nilai tes di kelas 1.
28
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan belajar siswa berbeda-beda karena
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Penetapan tingkat kemampuan
siswa didasarkan pada hasil tes di kelas sebelumnya sehingga didapatkan tingkat
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
2.1.7 Hasil Belajar Pada Kemampuan Belajar Siswa
Untuk dapat mengetahui hasil belajar siswa, digunakan pengukuran
melalui tes ketika pembelajaran telah dilaksanakan atau dengan hasil belajar siswa
di kelas sebelumnya. Dari pengukuran melalui tes, dapat dilihat tingkat
ketercapaian pembelajaran dari hasil tes yang dilakukan oleh guru. Kemudian
dapat diketahui tingkat kemampuan belajar siswa berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Tingkat kemampuan siswa dikelompokkan menjadi tinggi, sedang dan
rendah oleh guru menggunakan rentang nilai kemampuan belajar.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Kristianti dengan judul “Pengaruh Metode
Discovery Berbantuan Media Realita Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV
SD di Desa Anturan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng” tahun 2013.
Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa t hitung 10,33>t tabel 1,658 dan
didukung oleh perbedaan skor rata-rata yang diperoleh antara siswa yang belajar
menggunakan metode discovery berbantuan media realita yaitu 34,56 yang berada
pada kategori sangat tinggi dan siswa yang belajar menggunakan metode ceramah
yaitu 23,82 yang berada pada kategori sedang, sehingga terdapat perbedaan hasil
belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar menggunakan
metode discovery berbantuan media realita dengan kelompok siswa yang belajar
menggunakan metode ceramah. Jadi terdapat pengaruh yang signifikan pada
penerapan metode discovery berbantuan media realita.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Zainal Arifin dengan judul
“Pengaruh Penggunaan Metode Discovery Berbasis Media Realita Terhadap
Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Se-Gugus R.A Kartini Kemusu,
Boyolali, Tahun Ajaran 2012/ 2013” tahun 2013. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa t hitung 10,33>t tabel 1,658 dan didukung oleh perbedaan
skor rata-rata yang diperoleh antara siswa yang belajar menggunakan metode
29
discovery berbantuan media realita yaitu 34,56 yang berada pada kategori sangat
tinggi dan siswa yang belajar menggunakan metode ceramah yaitu 23,82 yang
berada pada kategori sedang, sehingga terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang
signifikan antara kelompok siswa yang belajar menggunakan metode discovery
berbantuan media realita dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan
metode ceramah. Jadi terdapat pengaruh yang signifikan pada penerapan metode
discovery berbantuan media realita.
Penelitian yang dilakukan oleh Javid Nama Ayu Laksmi pada tahun 2012
dengan judul “Pengaruh Implementasi Metode Discovery Terhadap Hasil Belajar
IPA Siswa Kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran
2011/2012” adalah pada uji perbedaan rata-rata dengan Independent-Samples T
Test didapat nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu sebesar 2,154 dengan t
tabel sebesar 2,004 maka ada perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Dengan melihat signifikasi, pada hasil uji t adalah 0,036 atau lebih
kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan rata-rata kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Dari hasil penelitian didapat bahwa implementasi metode discovery
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga
Semester II tahun pelajaran 2011/ 2012.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Lisa Saputri berjudul “Pengaruh
Penggunaan Metode Discovery Pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga
Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” tahun 2012. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil uji hipotesis menggunakan uji beda rata-rata yaitu
Independent Sample T-test diperoleh nilai sig. 0,000 kurang dari 0,05 maka H0
ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil belajar pada pelajaran IPA siswa kelas IV
B SD Kristen Satya Wacana menggunakan metode discovery dengan hasil belajar
pada pelajaran IPA siswa kelas IV A SD Kristen Satya Wacana menggunakan
metode konvensional, maka treatment yang diberikan dapat berpengaruh
signifikan. Jadi penggunaan metode discovery pada pelajaran IPA pokok bahasan
30
bunyi berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen Satya
Wacana Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.
Peneitian yang dilakukan oleh Yuli Astutik dengan judul “Efektivitas
Penggunaan Metode Discovery Terhadap Hasil Belajar Kognitif, Afektif, Dan
Psikomotor Siswa Pada Pelajaran IPA Kelas V Sekolah Dasar Gugus Pangeran
Diponegoro Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran
2011/2012” pada tahun 2012 menunjukkan bahwa t hitung 10,33>t tabel 1,658
dan didukung oleh perbedaan skor rata-rata yang diperoleh antara siswa yang
belajar menggunakan metode discovery berbantuan media realita yaitu 34,56 yang
berada pada kategori sangat tinggi dan siswa yang belajar menggunakan metode
ceramah yaitu 23,82 yang berada pada kategori sedang, sehingga terdapat
perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar
menggunakan metode discovery berbantuan media realita dengan kelompok siswa
yang belajar menggunakan metode ceramah. Jadi terdapat pengaruh yang
signifikan pada penerapan metode discovery berbantuan media realita.
Tabel 1
Analisis Hasil Kajian Penelitian Yang Relevan
No Nama Peneliti Variabel X Variabel
Y Kelas
Hasil
Penelitian Metode Media
1. Kristianti Discovery Realita Hasil
Belajar
IPA
IV Berpengaruh
2. Zainal Arifin Discovery Realita Hasil
Belajar
IPA
V Berpengaruh
3. Javid Nama
Ayu Laksmi
Discovery Hasil
Belajar
IPA
V Berpengaruh
4. Lisa Saputri Discovery Hasil
Belajar
IPA
IV Berpengaruh
5. Yuli Astutuik Discovery Hasil
Belajar
Kognitif,
Afektif,
Psikomotor
IPA
V Berpengaruh
31
Dari beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
discovery memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa dan hasil belajar siswa
mengalami kenaikan sehingga mencapai indikator pembelajaran. Penelitian
tersebut sangat relevan dan mendukung untuk menguji pendekatan saintifik
melalui metode discovery terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini juga ingin
mengetahui hasil belajar siswa akibat pengaruh metode discovery dilihat dari
tingkat kemampuan siswa kelas 2 sekolah dasar.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran dengan metode ceramah merupakan metode yang paling
lama diterapkan terutama di sekolah dasar. Hal ini mengakibatkan guru dan siswa
merasa terbiasa dengan metode ceramah meski guru sudah mencoba
menggunakan metode pembelajaran lainnya. Hal ini mengakibatkan kelas menjadi
pasif dan pusat pembelajaran adalah guru.
Untuk merubah kelas menjadi aktif dan berpusat kepada siswa maka siswa
perlu dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran salah satunya dengan
menggunakan metode discovery. Metode discovery merupakan salah satu metode
yang dapat dikolaborasikan dengan pendekatan saintifik. Langkah pembelajaran
yang sistematis dan menggunakan percobaan membuat siswa menemukan maksud
pembelajaran yang telah disusun oleh guru.
Sebelum mengimplementasikan metode discovery guru dapat membagi
siswa kedalam kelompok belajar, Dengan berbagai tingkat kemampuan belajar di
kelas 2 kelompok dapat dibentuk secara heterogen. Pembentukan kelompok siswa
kelas 2 sekolah dasar dimaksudkan untuk melatih keberanian siswa dalam
menyampaikan pendapat dalam kelompok.
Salah satu mata pelajaran yang dapat diterapkan dengan metode discovery
adalah IPA. IPA merupakan cabang ilmu yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari. Siswa dapat terlibat langsung dengan memberikan contoh yang pernah
dialami siswa sehingga menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Secara bertahap,
dengan menggunakan metode discovery, siswa dapat menemukan sesuatu yang
baru bagi dirinya.
32
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan saintifik melalui metode
discovery yang pembelajarannya telah direkayasa oleh guru menyesuaikan dengan
materi yang dipelajari. Kemudian siswa yang telah dibentuk secara heterogen
akan merumuskan hipotesis, mengumpulkan informasi, melakukan percobaan dan
menganalisa hasil percobaan dengan hipotesis.
Gambar 1 Alur Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis atau dugaan sementara sebagai berikut:
Ha : diduga terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan penerapan
pendekatan saintifik melalui metode discovery terhadap hasil belajar IPA
siswa kelas 2 SD Negeri Tingkir Tengah 02 Salatiga.
Ha : diduga terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan penerapan
pendekatan saintifik melalui metode discovery terhadap hasil belajar IPA
pada berbagai tingkat kemampuan belajar siswa kelas 2 SD Negeri
Tingkir Tengah 02 Salatiga.
Pendekatan
Saintifik melalui
Metode Discovery
Hasil Belajar
IPA Siswa
Tinggi
Sedang
Rendah
Tingkat Kemampuan Siswa