BAB II IlMUMA’ANI>DALAM BALAGHAH A. Pengertian Ilmu Ma’ani.digilib.uinsby.ac.id/1205/5/Bab...

20
21 BAB II IlMUMA’A> NI> DALAM BALAGHAH A. Pengertian Ilmu Ma’a> ni> . Pada awalnya struktur ilmu balaghah belumlah lengkap seperti saat ini. Setelah mengalami berbagai fase perkembangan danpenyempurnaan akhirnya disepakatibahwa ilmu ini membahas tiga kajian utama,yaitu ilmu bayân, ilmu ma’a> ni> dan ilmu badi > ’. Secara umum, sebenarnya tujuan ketiga cabang dari Ilmu Balaghah ini sama, yaitu bagamana cara mengungkapkan sesuatu yang indah dengan cara yang indah pula. Untuk itu, perlu pemahaman lebih lanjut mengenai keilmuan ini (ilmu ma’a> ni> ). Fokus kajian ilmu ma’an> i adalah membahas bagaimana mengungkapkan suatu ide atau perasaan ke dalam bahasa yang sesuai dengan konteksnya. Ilmu ini disusun untuk menjelaskan keistimewaan dan keindahan susunan bahasa Al- Qur’an dan segi kemukjizatannya yang disusun setelah muncul dan berkembangnya ilmu nahwu dan sharaf. 1 Ma’a> ni> ( ﻣﻌﺎﻧﻰ) merupakan bentuk jamak dari ma’na> ( ﻣﻌﻨﻰ). Secara leksikal katatersebut berarti maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu Bayan mendefinisikannyasebagai pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiranatau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran. 2 1 In’amFawwalAkkawi, Mu’jamMufasshal fi ‘Ulum al-Balaghah : al-Badi’, wa al-Bayan, wa al- Ma’ani, Cet. II, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), 146 2 ibid

Transcript of BAB II IlMUMA’ANI>DALAM BALAGHAH A. Pengertian Ilmu Ma’ani.digilib.uinsby.ac.id/1205/5/Bab...

21

BAB II

IlMUMA’A>NI>DALAM BALAGHAH

A. Pengertian Ilmu Ma’a>ni>.

Pada awalnya struktur ilmu balaghah belumlah lengkap seperti saat ini.

Setelah mengalami berbagai fase perkembangan danpenyempurnaan akhirnya

disepakatibahwa ilmu ini membahas tiga kajian utama,yaitu ilmu bayân, ilmu

ma’a>ni> dan ilmu badi>’.

Secara umum, sebenarnya tujuan ketiga cabang dari Ilmu Balaghah ini

sama, yaitu bagamana cara mengungkapkan sesuatu yang indah dengan cara yang

indah pula. Untuk itu, perlu pemahaman lebih lanjut mengenai keilmuan ini (ilmu

ma’a>ni>). Fokus kajian ilmu ma’an>i adalah membahas bagaimana mengungkapkan

suatu ide atau perasaan ke dalam bahasa yang sesuai dengan konteksnya. Ilmu ini

disusun untuk menjelaskan keistimewaan dan keindahan susunan bahasa Al-

Qur’an dan segi kemukjizatannya yang disusun setelah muncul dan

berkembangnya ilmu nahwu dan sharaf. 1

Ma’a>ni> ( معانى ) merupakan bentuk jamak dari ma’na> ( معنى ). Secara

leksikal katatersebut berarti maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu Bayan

mendefinisikannyasebagai pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang

ada dalam pikiranatau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.2

1In’amFawwalAkkawi, Mu’jamMufasshal fi ‘Ulum al-Balaghah : al-Badi’, wa al-Bayan, wa al-Ma’ani, Cet. II, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), 146 2 ibid

22

Sedangkan menurut istilah Ilmu Ma’a>ni> adalah sebagai berikut.

علم یعرف بھ أحوال اللفظ العربي التى بھا یطابق مقتضى الحال

Ilmu untuk mengetahuihal-ihwal lafadz bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.3

Ilmu Ma’a>ni> juga dapat dipahami sebagai ilmu yang mengandung kaidah-

kaidah yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan kualitas kalimat dari sisi

kesesuaian kalimat itu dengan konteksnya. 4 menurut Abdul jabbarkefasihan

sebuah kalimat tidak hanya tampak dari struktur kalimat itu sendiri, melainkan

juga dari ketersesuaian dengan kondisi tempat munculnya kalimat tersebut.5

Yang dimaksud dengan hal ihwal lafadzbahasa Arab adalah model-

modelsusunan kalimat dalam bahasa Arab, seperti penggunaan taqdîm

danta’khîr, penggunaan ma’rifat atau nakirah, disebut (dzikr) atau dibuang

(hadzf),dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi dan kondisi

adalahsituasi dan kondisi mukhathab, seperti keadaan kosong dari informasi itu,

atauragu-ragu, atau malah mengingkari informasi tersebut. Ilmu Ma’a>ni> pertama

kalidikembangkan oleh Abd al-Qahir al-Jurzani.6

Sebagaimana didefinisikan oleh para ulama balaghah bahwa ilmu

Ma’a>ni>bertujuan membantu agar seseorang dapat berbicara sesuai dengan

muqtad}al-h}al. Berkenaan dengan hal tersebut, maka seseorang harus mengetahui

bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa Arab, sehingga seseorang dapat mengetehui 3Irbabullubab dan Dja’far Amir, Balaghah 1,(Surakarta: Toha Putra, 1969), 43 4Al-Hasyimi, Jawa>hir al-Bala>ghah, 45 5Roja’ ‘Aid, Falsafah al-BalaghahBaina al-Taqniyyah wa al-Tat}awwur, (Iskandaria, Nas’at al Ma’a>ri>f, Tth), 62 6 Ibid

23

kapan harus mengungkapkan dalam bentuk taqdi>m, ta’khi>r, washl, fas}l, dzikr,

hadzf, dan bentuk-bentuk lainnya.

B. Objek Kajian Ilmu Ma’a>ni>

Objek kajian ilmu ini mencakup tatanan kalimat dan bagian-bagiannya. Pada

tatanan kalimat ilmu ini mengkaji masalah fas{{l dan was{l, i>ja>z, musawa>t dan it}na>b.

Sedangkan pada tatanan bagian kalimat, ilmu ini membahas musnad dan musnadilaih.

untuk mengetahui lebih lanjut mengenai objek kajian ilmu ma’a>ni>ini, berikut penulis

paparkan secara detail.

1. Isna>d

a. Pengertian Isna>d

Term ini dipahami oleh para Ahli Balaghah dan gramatika Arab

adalah tersusunnya kalimat dari dua unsur utama yaitu musnaddan

musnadilaih dan keduanya terangkum dalam sebuah istilah yaitu

isna>d.isna>d merupakan term yang mengundang banyak kajian dan

persoalan. Al-Khabardianggap sebagai al-Musnad berimplikasi pada tidak

adanya hubungan khabar diposisikan dimana (sebelum atau sesudah

mubtada’) pun juga tidak ada kaitannya dengan bentuknya ma’rifah

maupun na>kirah. Namun di sisi lain al-Khabar adalah s}ifah. Sedangkan

al-mubtada’ adalah frasa nomina (‘Iba>rah ‘an al-Dza>ti).

24

Al-Ra>zi> mengatakan bahwa al-mubtada’ adalah al-maus}u>f

sedangkan al khabar adalah al s}ifah, maka salah satu dari keduanya harus

diletakkan lebih dulu dari yang lain.7 Padahal dari sisi makna keduanya

tidak perlu diperbincangkan mana yang lebih didahulukan, sehingga

dengan status keduanya yang seperti itu maka diletakkan di mana saja

tidak akan merubah substansi makna yang dikandungnya.

b. Keadaanmusnadilaih

خبروالفاعلوناءبھواسماءالنواسخالمسندالیھھوالمبتداءاللذیلھ

Musnadilaih adalah mubtada’ yang mempunyai khabar, fa’il, na>ib al fa>’il dan beberapa isim dari nawasikh.

Adapun keaadaan dari musnadilaih ini adalah disebutkan, dibuang,

dima’rifatkan, dinakirahkan, didahulukan dan diakhirkan.

1) Menyebutkan musnadilaih

Setiap lafadz yang menunujukkan suatu makna dalam susunan

kalimat adalah patut disebutkan untuk menyampaikan makna yang

dimaksudkan. Oleh karena itu, maka musnadilaih wajib disebutkan,

sekiranya tidak ada ha>latauqarinah yang menunjukkannya jika

dibuang, apabila tetap dibuang dalam kondisi tersebut maka kalimat

menjadi tidak dimengerti dan justru kabur juga maknanya yang

dimaksudkan tidak dapat menjadi jelas.

7Fakhr al-di>n Muhammmad Ibn ‘Umar al-Ra>zi>, Niha>yah al-I>ja>z, (Kairo: al-A>da>b al-Qa>hirah, 1317 H), 45

25

Namun kadangkala memang sengaja untuk tetap disebutkan

padahal terdapat tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinannya

musnadilaihdibuang. Dalam arti apabila dalam susunan kalimat tidak

ada tanda-tanda yang menunjukkan untuk membuang musnadilaih

atau terdapat tanda-tanda tetapi tidak ada tujuan yangmendorong

untuk membuangnya, maka musnadilaih harus disebutkan. Karena hal

yang demikian itu mempunyai tujuan dari sastra yang cukup banyak,

diantaranya adalah untuk menambah penetapan dan penjelasan kepada

pendengar dan untuk menunjukkan sedikitnya kepercayaan terhadap

tanda-tanda yang ada karena kelemahannya.

2) Membuang musnadilaih

Membuang musnadilaihadalah menyimpang dari ketentuan

yang asli. Masalah ini ada dua bagian, yaitu yang dibuang masih

tampak ketika dilakukan I’rab dan yang dibuang tidak tampak ketika

dilakukan I’rab. Yang kedua ini bisa diketahui jika diteliti makna dan

makna itu tidak sempurna kecuali dengan memperhatikannya.

Sehingga dapat diketahui bahwa bagian yang pertama tidak

mengandung makna sastra sedangkan yang kedua tampak kehalusan

sastra dan keindahan metodenya.

3) Mema’rifatkanmusnadilaih

Ketentuan musnadilaihadalah berupa isimma’rifat, sebab

sesuatu yang dihukumi selayaknya mesti diketahui dengan maksud

agar kondisi hukum memberi faidah. Perlu diketahui bahwa baik

26

isimma’rifat maupun isimnakirah adalah menunjukkan maksud

tertentu sehinga dapat sampai pada pengertiannya. Adapun caranya

mema’rifatkanmusnadilaih bisa dengan isim d}amir, isim ‘alam,

isimisharat, isimmaus}u>l, al (alif lam), id}afahdan nida’.

4) Menakirahkanmusnadilaih

Kadang-kadang musnadilaihdinakirahkan. Ini karena

mutakallimtidak mengerti suatu arah dari beberapa arah tujuan

mema’rifatkan, baik secara haqiqi maupun perkiraan. Seperti ucapan

.artinya lelaki yang bertanya tentang dirimu telah datan جاءھنرجلیسالعنك

Contoh ini diucapkan jika seseorang tidak mengerti apa yang

ditentukan, apakah itu nama diri, s}ilahatau yang lainnya.

5) Mendahulukan Musnadilaih

Tingkatan musnadilaihadalah didahulukan, hal ini dikarenakan makna

yang ditunjukkan adalah yang terlintas pertama kali di hati. Sebab

dihukumi dan mahkumilaih adalah dahulu dihukumi menurut

tabi’atnya maka dari itu didahulukan letaknya.

Ada beberapa macam hal yang mendorong untuk mendahulukan

musnadilaihitu diantaranya adalah:

a) Ta’jil al masarrah (menyegerakan kegembiraan), contohnya adalah

lafadz العفوعنكصدربھاالمر artinya pengampunan terhadapmu telah

keluar menjadi keputusan.

27

b) Menyegerakan kesusahan (ta’jil al masa>ah) seperti contoh kalimat

artinya hukuman qis}as} itu telah diputuskan ole القصاصحكمبھالقاضي

hakim

c) Menunjukkan rasa keinginan kepada makna yang diakhirkan bila

yang didahulukan mengisyaratkan keanehan seperti dalam syair

والذیحارتالبریةفیھ* حیوانمستخدثمنجماد artinya makhluk dimana manusia

bingung terhadapnya adalah binatang yang tercipta dari benda tak

bernyawa.

d) Menetukan ratanya peniadaan atau peniadaan secara merata

dengan cara mendahulukan perabot umum seperti lafadhكلجمیع

atas perlengkapan peniadaan contoh كلظالمالیفلح artinya setiap orang

zalim tak akan beruntung. Contoh tersebut diberi makna bahwa

tidak akan beruntung setiap orang-orang yang zalim. Bentuk yang

demikian dapat pula disebut dengan meratanyapeniadaan, dalam

arti peniadaannyamenyeluruskan untuk setiap satuan.

6) Mengakhirkanmusnadilaih

Musnadilaihdiakhirkan jikalaiu keadaan memang menghendaki

mendahulukan musnadsebagaimana akan datang penjelasannya. Musnad

adalah khabar, fi’il tam, isimfi’il, mubtada’ yang berupa isim sifat yang

cukup danmarfu’nya . beberapa khabar ‘amil nawasikh, masdaryang

mengganti dari fi’il.

2. Fas}l dan Was}l

28

a. Pengertian Fas}l

Secara leksikal Fas}lbermakna memisahkan, memotong, memecat,

dan menyapih.8 Sedangkan dalam terminologi ilmu balâghahfas}l adalah

menggabungkan dua buah kalimat dengan tidak menggunakan huruf ‘at}af. 9

Untuk lebih jelasnya kita perhatikan contoh fas}l yang ada pada

surah al-Baqarah ayat 6:

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.

Pada ayat di atas terdapat aspek fas}l. Dinamakan fas}l karena ada

penggabungan dua buah kalimat, yaitu kalimat

dengan Pada penggabungan kedua kalimat tersebut tidak

digunakan huruf 'at}af.

b. Tempat-tempat Fas}l10

Penggabungan dua jumlah mesti menggunakan cara fas}l apabila

memenuhi persyaratan berikut ini:

1) Antara kalimat yang pertama dan kedua terdapat hubungan yang

sempurna. Dikatakan hubungan yang sempurna apabila kaitan antara

kalimat (jumlah) yang pertama dengan kalimat yang kedua merupakan

8Imam Al-Akhdhari, Ilmu Bala>ghah, (Bandung : al-Ma’arif, 1993), 34 9Ali Al-Jarim& Usman Musthafa, Al Balâghah al-Wa>d}ihah, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994), 56 10Hila>l dan Nurbaya>n, Maud}u>’a>t li al-Bala>ghah al-u>la>, Bandung : UPI, 1988), 67

29

hubungan tauki>d, baya>n, atau badal.

2) Antara kalimat pertama dan kedua berbeda sama sekali, seperti yang

pertama kala>m khabari> dan yang kedua kalâm insya>'i atau tidak ada

keterkaitan makna antar keduanya.

c. Pengertian Was}l11

Was}l menurut bahasa artinya menghimpun atau menggabungkan.

Sedangkan menurut istilah ilmu balaghah adalah menggabungkan suatu

kalimat dengan kalimat sebelumnya melalui huruf 'athaf. Was}l merupakan

kebalikan dari fas}l.

d. Tempat-tempat Was}l

Penggabungan dua kalimat mesti menggunakan huruf athaf'و'

apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:12

1) Keadaan i’rab antar kedua kalimat tersebut sama hukumnya. Jika

suatu kalimat digabungkan dengan kalimat sebelumnya dan kedua

kalimat tersebut sama hukumnya, maka mesti menggunakan huruf

'athaf yaitu 'و'.

2) Kedua jumlah itu harus diwas}alkan ketika dikhawatirkan akan terjadi

kekeliruan jawaban.

3) Kedua jumlah sama-sama khabar atau insya>i dan mempunyai

keterkaitan yang sempurna. Selain itu pula dipersyaratkan tidak ada

11Muhsin Wahab dan Wahab Fuad , Pokok-pokok Ilmu Balâghah, Bandung : Angkasa, 1982), 59 12 Ibid, 65

30

indikator yang mengharuskan was}l.

3. I>ja>z

a. PengertianIjâz

Lafadz merupakan cara seseorang atau sekelompok orang dalam

suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa. Bunyi-bunyi tersebut

mempunyai simbol-simbol, baik yang berbentuk linguistik maupun non

linguistik.

Kuantitas lafadz yang menggambarkan suatu makna dalam bahasa

Arab bervariasi. Ada yang lafadznya sedikit, akan tetapi maknanya

melebihi jumlah lafadzya. Sebaliknya juga ada yang lafadznya banyak dan

diulang-ulang, akan tetapi maknanya lebih sedikit dari lafadz yang

diucapkannya. Dan ada juga penggunaan lafadz-lafadz dalam suatu kalimat

sebanding dengan makna yang dikandungnya. Dalam ilmu balaghah dikenal

istilah i>ja>z, it}na>b dan musa>wah.

I>ja>z merupakan salah satu bentuk pengungkapan. Secara leksikal i>ja>z

bermakna meringkas. Sedangkan dalam terminologi ilmu balaghah,i>ja>z

adalahmengumpulkanmakna yang banyak dengan menggunakan lafadz yang

sedikit, akan tetapi tetap jelas dan sesuai dengan maksud

pengungkapannya. 13

Maksud definisi di atas, i>ja>z bermakna menghadirkan makna

dengan lafadz yang lebih sedikit dari pada yang dikenal oleh orang-orang

yang pemahamannya pada tingkat sedang. Walaupun lafadznyalebih sedikit

13Imam Al-Akhdhari, Ilmu Bala>ghah,,,43

31

dari maknanya, akan tetapi pesan yang akan disampaikan oleh mutakallim

dapat terpenuhi. Suatu ungkapan yang singkat, dan tidak memerlukan

banyak kata-kata tidak dikatakan i>ja>z, jika pesan yang disampaikannya

belum terpenuhi. Efesiensi kata-kata dilakukan dengan tetap memenuhi

makna sebagai tujuan utama dari suatu tindak tutur. Contoh dalam surat

al-A’raf ayat 190 berikut ini:

Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.

Ayat di atas cukup pendek dan kata-katanya sedikit, akan tetapi

mengandung makna yang luas serta menghimpun akhlak-akhlak mulia

secara keseluruhan.

Tidak setiap perkataan yang singkat itu dinamakan i>ja>z. Suatu

perkataan yang lafazhnya lebih sedikit dari makna yang dikandungnya, akan

tetapi tidak dapat menampung makna yang dimaksud dinamakan ikhla>l

(cacat).14Ikhla>l adalah membuang satu atau beberapa kata pada suatu

kalimat, akan tetapi makna yang terkandung pada kalimat tersebut tidak

sempurna. Sehingga tidak tertutup kemungkinan timbulnya

kesalahpahaman.15

14Wahab Fuad, Pokok-pokok Ilmu Bala>ghah, 79 15Nurbaya>n, Maud}u>’a>t li al-Bala>ghah al-u>la>, 78

32

b. Pembagian Ijâz

Menurut Imam al-Akhdharii>ja>z terbagi dua, yaitu i>ja>z hadzfdan

i>ja>zqashr. Dalam kitab JauharMaknun, Imam Akhdhari mengatakan,16

Dan dengan ucapan yang lebih singkat dari ukurannya, itulah îjâz namanya Ijâz terbagi kepada îjâzqasar (singkat) dan îjâzhadzf (yang dibuang sebagian), Jauhilah tempat kefasikan! Janganlah kamu menemani orang fasik, tentu rusaklah kamu.

1) i>ja>zqas}r (Efisiensi dengan cara meringkas)

i>ja>z qas}r adalah kalimat i>ja>z dengan cara meringkas. Dalam

istilah ilmu ma’a>ni, i>ja>z qas}radalahbentuk susunan kalimat yang

makna-maknanya melebihi lafadznya.17

Kata-kata yang diungkapkan cukup banyak akan tetapi

lafadzyang digunakan sesedikit mungkin. Contoh i>ja>z qas}radalah

firman Allah dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 164,

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi

16Imam al-Akhda>ri>, Ilmu Bala>ghah,terj.JauharMaknu>n, ( Bandung : PT. AlMa’arif, 1993), 48 17Usman Musthafa, Al Balâghah al-Wa>d}ihah, 77

33

manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Ayat di atas telah mencakup berbagai macam perdagangan, dan

macam-macam kemanfaatan yang tidak dapat dihitung.

2) I>ja>z hadzf(Efisiensi dengan cara membuang)

Sebuah fenomena kebahasaan Arab yang menarik perhatian para

pakar balaghah adalah adanya beberapa kalimat yang kelihatan tidak

sempurna namun justru kalimat tersebut secara fungsional bisa

dipahami bahkan memberikan efek tertentubagi penerima pesan dari

kalimat tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering ada penggunaa

kalimat yang tidak lengkap namun mufi>d. seperti saat ada yang bertanya

kaifa ha>luka dan dijawab dengan bikhair, padahal jawaban tersebut

belum memiliki kesempurnaan secara gramatika, sedangkan jawaban

yang tepat secara gramatika adalah انا بخیر. Namun uniknya jawaban

bikhairsudah mampu memahamkan terhadap penanya.

Ada beberapa alasan yang diungkapkan oleh pakar ilmu ma’ani>

tentang adanya fenomena seperti ini antara lain untuk keindahan karya satra

khususnya pada syair-syair Arab dan untuk mengefektifkan sebuah ungkapan

karena sudah adanya qa>rinah wa dali>l (keterangan dan petunjuk) yang

menjelaskan bagian yang dihilangkan dalam kalimat tersebut. 18

18Roja’ ‘Aid, Falsafah al Balaghah, 81

34

I>ja>z hadzfadalah i>ja>z dengan cara membuang bagian dari

pernyataan dengan tetap tidak mengurangi makna yang

dimaksudkannya.19Selain itu pula terdapat qari>nah (indikator) yang

menunjukkan perkataan yang dibuang. Ungkapan yang dibuang dalam

kalimat i>ja>z bisa bermacam-macam antara lain:20

1). huruf, seperti firman Allah swt dalam surah Maryam 20

Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!"

Pada ungkapan ayat di atas tepatnya pada ‘اك’ ada huruf

yang dibuang yaitu huruf ‘ن’. Pada ungkapan I>ja>z hadzfdisyaratkan

hendaknya terdapat dalil yang menunjukkan adanya lafadz yang

dibuang. Sebab jika tidak demikian, maka pembuangan tersebut

mengakibatkan kalimat menjadi tidak sempurna dan tidak

memenuhi kalimat yang sempurna.

3) Kata Isim yang berfungsi sebagai mud}a>f.

19Dja’far Amir, Balaghah , 59 20 Ibid, 61

35

Seperti firman Allah dalam surah al-Hajj ayat 78,

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.

4) Kata isimyang berfungsi sebagai mud}a>f ilaih, seperti firman Allah

dalam surah al-A’ra>f ayat 142:

Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), Maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. dan berkata Musa kepada saudaranya Yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan".

36

c. Tujuankalâmi>ja>z

Kalâmi>ja>zmerupakan bentuk kalimat efisien. Untuk mengungkapkan

suatu makna cukup hanya dengan kalimat yang terbmatas. I>ja>zsebagai

bentuk kalimat merupakan ungkapan yang baik dan tepat untuk konteks

tertentu.21

Dalam praktek berbahasa, kala>m i>ja>z mempunyai tujuan-tujuan

sebagai berikut:22

1) Untuk meringkas

2) Untuk memudahkan hafalan

3) Mendekatkan pada pemahaman

4) Sempitnya konteks kalimat

5) Menyamarkan suatu hal terhadap selain pendengar

6) Menghilangkan perasaan bosan dan jenuh

7) Memperoleh makna yang banyak dengan lafadz yang hanya sedikit.

Suatu ungkapan akan dinilai baik jika memenuhi syarat-syarat

tertentu, seperti benar secara struktural, tepat dalam pemilihan diksi, dan

ungkapan tersebut diucapkan pada konteks yang tepat.

4. Ithna>b.

Ithna>badalah menambah lafadz atas maknanya. Penambahan tersebut

mempunyai fungsi dan makna. Dalam pengertian lain mendatangkan makna

21Akkawi, Mu’jamMufasshal fi ‘Ulum al-Balaghah : al-Badi’, wa al-Bayan, wa al-Ma’ani, 169 22 Ibid, 172

37

dengan perkataan yang melebihi apa yang telah dikenal oleh orang banyak

yang berfungsi untuk menguatkan dan mengukuhkannya.23

Dari penjelasan definisi tersebut jelas bahwa penambahan lafadz pada

Ithna>b signifikan dengan maknanya. Jika penambahan itu tidak ada

signifikansinya dan tidak tertentu dinamakan tat}wi>l. Sedangkan jika

tambahannya tertentu disebut hashwu.

Ithna>b mempunyai beberapa bentuk antara lain:24

a. Menyebutkan yang khusus setelah yang umum. Contoh,

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

Pada ayat di atas Allah menyebutkan kata اsetelah kata

padahal kata ا merupakan bagian dari .Penyebutan

Ruhulqudus (Jibril) setelah malaikat merupakan penghormatan Allah

kepadanya. Hal ini seakan-akan Jibril berasal dari jenis lain. Faedah

penambahan kata tersebut untuk menghormati sesuatu yang bersifat

khusus.

b. Menjelaskan sesuatu yang umum. Contoh,

23Nurbaya>n, Maud}u>’a>t li al-Bala>ghah al-u>la>, 89 24Imam al-Akhda>ri>, Ilmu Bala>ghah,terj.JauharMaknu>n, 61

38

Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?"

Pada ayat di atas Allah menjelaskan bahwa syetan membisikkan

kepada Adam. Setelah itu dijelaskan isi dari bisikan tersebut.

5. Kalam khabari dan insya>i

Persoalan lain yang dikemukakan oleh pakar balaghah adalah ada dan

tidak adanya nilai kebenaran pada sebuah ungkapan. Dalam konteks ini

mereka membagi ungkapan menjadi dua yaitu khabar dan insya’. Khabar

dipahami sebagai ungkapan yang mengandung nilai kebenaran dan

kebohongan sedangkan insya’ tidak mengandung kedua nilai tersebut.

Kebenaran sebuah ungkapan informatif adalah adanya kesesuaian

dengan realita dan kebohongan adalah sebaliknya. Kalam khabari> kemudian

dibagi menjadi tiga yaitu yang mengandung nilai kebenaran, tidak

mengandung nilai kebenaran dan tidak mengandung kedua makna tersebut.

Munculnya pembagian di atas dilandasi adanya sebuah kenyataan bahwa ada

sesuatu sesuai dengan kenyataan namun tidak secara mutlak diyakini

kebenarannya dan ada sesuatu yang tidak realistis sekaligus tidak diyakini

kebenarannya. Persoalan seperti ini adalah diskursus yang tidak secara

langsung terkait dengan persoalan bahasa tapi lebih berhubungan dengan

logika berpikir dan filsafat.

Masih dalam sub kajian yang sama, para pakar juga mengetengahkan

perihal motif diutarakannya sebuah kalimat khabar , adakalanya seorang

39

penutur mengutarakannya dengan tujuan memberikan informasi kepada

pendengar, namun adakalanya motif tuturan tersebuthanya untuk

menunjukkan bahwa penutur memahami perihal informasi yang dia

ungkapkan. Mengenai dua motif ini para pakar memberi nama motif yang

pertama sebagai faidah al khabar sedangkan yang kedua sebagai

implikasinya (la>zimuha). Perkataan seorang anak yang mencintai ayahnya

tentu tidak hanya bermuatan informatif belaka namun lebih pada motif

memberikan kepahaman bahwa si anak adalah anak yang baik dan

menghormati orang tuanya. Dalam dunia politik misalnya kalam dengan

motif yang kedua ini banyak menghiasi konstalasi dunia politik.

Para pakar juga mengemukakan tema adanya kalam insya>I yang

mengandung makna khabari>dan sebaliknya. Dalam kasusu yang pertama

terdapat pada kalimat tanya afirmatif yang tidak memerlukan jawaban,

sedangkan yang kedua bisa diambil contoh seorang ayah yang sedang sibuk

membersihkan rumah namun anaknya malah bersantai di dalam kamarnya,

kemudian sang ayah berkata pada anaknya یابنیاناوالدك(wahai anakku, aku

adalah ayahmu). kalimat tersebut, walaupun kenyataannya adalah khabari>,

namun mengandung makna insha>I, artinya perintah sang ayah kepada

anaknya agar membantu memebrsihkan rumah.

Pada dasarnya penyampaian khabaritu disampaikan karena salah satu

dari dua tujuan yaitu memberi faidah kepada mukhatabtentang hukum yang

dikandung oleh kalimat itu apabila ia belum mengerti. Hukum tersebut

dinamakan faedah khabar. Dan yang kedua adalah memberikan faedah kepada

40

mukhatabbahwa mutakallimmengerti juga tentang hukum yang diketahui

oleh mukhatabseperti perkataan seorang guru terhadap murid yang

merahasiakan kelulusannya dalam ujian dan seorang guru mengetahui dengan

cara yang lain. Hal tersebut dikenal dengan tetapnya faedah.

C. Manfaat Ilmu Ma’a>ni>

Ilmu ma’a>ni> mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kalimat (jumlah)

bahasa Arab dan kaitannya dengan konteks. Dengan mengetahui hal-hal tersebut

kita bisa menyampaikan suatu gagasan atau ide kepada mukha>thabsesuai dengan

situasi dan kondisinya. Dengan melihat objeknya mempelajari ilmu ini dapat

memberi manfaat sebagai berikut:25

1. Mengetahui kemukjizatan Al-Quran berupa segi kebagusan penyampaian,

keindahan deskripsinya, pemilihan diksi, dan penyatuan antara sentuhan dan

qalbu.

2. Menguasai rahasia-rahasia ketinggian dan kefasîhan bahasa Arab baik pada

syi’ir maupun prosanya.

3. Dengan mempelajari ilmu ma’a>ni>, seseorang bisa membedakan mana ungkapan

yang benar dan yang tidak, yang indah dan yang rendah, serta yang teratur dan

yang tidak.

25Dja’far Amir, Balaghah 1, 54