BAB II-III.docx
-
Upload
yunita-sari -
Category
Documents
-
view
131 -
download
7
Embed Size (px)
description
Transcript of BAB II-III.docx

BAB I
PENDAHULUAN
Amblyopia lebih dikenal dengan sebutan Lazy Eye (mata malas). Mata
malas atau Amblyopia adalah kondisi dimana mata mengalami penurunan
penglihatan yang tidak bisa dibantu meskipun menggunakan kacamata maupun
lensa kontak.
Amblyopia tidak disebabkan karena adanya kesalahan pada mata. Pada
kondisi ini, otak tidak tidak sepenuhnya melakukan fungsinya dalam
menggambarkan objek yang dilihat oleh mata. Amblyopia hampir selalu terjadi
hanya pada satu mata saja, tapi di beberapa kasus sangat jelas menunjukkan
bahwa amblyopia mempengaruhi penglihatan pada kedua belah mata. Sebagian
besar penderita Amblyopia adalah anak-anak.
Penyembuhan Amblyopia sendiri banyak dilakukan pada tahun pertama
ketika seseorang di diagnosis menderita Amblyopia ketika mata masih dapat
berkembang dengan baik.
Amblyopia adalah kondisi neurogikal bawaan atau karena sebab di atas.
Otak akan menghalangi mata untuk melihat objek secara jelas dan proses tersebut
dapat menyebabkan penurunan permanen pada penglihatan yang tidak dapat
ditolong dengan kacamata, lensa kontak atau operasi lasik sekalipun. Kebanyakan
orang tua dan anak dapat secara dini mencegah kondisi ini, dengan menjaga
kondisi mata dari penyakit yang sangat sulit disembuhkan.
Kedua mata harus menerima objek benda yang dilihat dengan jelas selama
masa awal penglihatan (pada anak hingga usia 6 tahun). Semua hal yang
menghalangi penglihatan yang jelas pada mata selama masa tersebut diakibatkan
karena Amblyopia. Pada umumnya penyebab Amblyopia adalah Atrabismus
konstan (bola mata turun sebelah), Anisometropia (penglihatan yang berbeda),
adanya penyumbatan pada mata karena trauma dan kelopak mata yang layu.
1

Anisometropia adalah penyebab utama amblyopia, dan banyak penelitian
menginformasikan bahwa ia sering tidak terdiagnosa dan tertangani. Untuk
membantu faktor-faktor risiko amblyopia (kekeruhan media refraksi, strabismus
dan atau kesalahan refraksi), The vision screening committee of the American
Association forPediatric Ophthalmology and Strabismus (AAPOS) telah
mengembangkan petunjuk (guidelines) skrening penglihatan. Seorang anak yang
memenuhi criteria kegagalan ini harus dirujuk untuk menjalanai evaluasi
oftamologik untuk mencegah amblyopia.
Waktu yang tepat saat memberikan kacamata yang dapat mengkoreksi
anisometropia yang nyata masih belum jelas. Namun, umur anak, tipe dan derajat
anisometropia yang dialami oleh seorang anak dapat berguna dalam memprediksi
tindakan yang rasional untuk mengembangkan sistem penglihatan.
Berbagai modalitas terapi amblyopia dan seberapa berhasil terapi ini
dalam mengembalikan penglihatan yang sempurna masih terus digali sampai saat
ini. Adaptasi refraktif, patching enam jam dalam sehari, penggunaan atropin dan
kombinasi atropin dengan optical penalization telah terbukti efektif dalam
menangani amblyopia anisometropia yang moderat. Faktor risiko untuk masing-
masing metode, tipe dan derajat anisometropia serta umur pasien dan tajam
penglihatan harus dipertimbangkan kapan memilih rencana terapi terbaik untuk si
pasien.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola
mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:
1. Sklera
Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar
masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
dibandingkan sklera.
2. Jaringan uvea
Merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang
yan potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada
ruda paksa yang disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini terdiri
atas iris, badan siliar, dan khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3
susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot
dilatator dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan
siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar
yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuor
humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal
iris yang dibatasi kornea dan sklera.
3. Retina
Terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan yang
merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi
rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang
potensial antara retina dan khoroid sehingga retina dapat terlepas dari
khoroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam
bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf
3

optik, makula dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan
kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka retina akan robek dan akan
terjadi ablasi retina. Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di
daerah akuatornya pada badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata
mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar
dapat difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola
mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas
di dalam rongga orbita. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di
daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi dimulai pada punctum
lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan
meatus inferior.
Gambar Anatomi mata
2.2 Fisiologi Penglihatan
Mata dapat dianggap sebagai kamera yang mempunyai kemampuan
menghasilkan bayangan yang di biaskan melalui media refraksi yaitu kornea,
akuos humor,lensa, dan korpus vitreus sehingga menghasilkan bayangan
4

terbalik yang diterima retina. Selanjutnya bayangan tersebut akan diteruskan
oleh saraf optic (N II) menuju korteks serebri(pusat penglihatan) dan tampak
sebagai bayangan tegak.
Pada keadaan normal(Emetropia) cahaya berasal dari jarak tak
berhingga atau jauh akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh
tersebut didekatkan, hal ini terjadi akibat adanya daya akomodasi lensa yang
memfokuskan bayangan pada retina. Jika berakomodasi, maka benda pada
jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah
kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembung yang terjadi akibat
kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa yang
mencembung bertambah kuat. Kekuatan akan meningkat sesuai dengan
kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi. Refleks
akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu melihat
dekat. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada retina. Bila benda
tersebut didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat
benda ini didekatkan, penglihatan menjadi kabur, maka mata akan
berakomodasi dengan mencembungkan lensa. Kekuatan akomodasi
ditentukan dengan satuan Dioptri (D), lensa 1 D mempunyai titik fokus pada
jarak 1 meter.
Penglihatan binokular yang normal adalah penglihatan maksimal yang
dicapai seseorang pada penglihatan dengan kedua mata dan bayangan yang
diterima setajam-tajamnya dapat diolah oleh susunan syaraf pusat menjadi
satu bayangan tunggal ( fusi ) dan berderajat tinggi.( stereoskopis ).
Oleh karena terpisahnya kedua mata lebih dari 2 inci di dalam bidang
horisontal, maka kedua bayangan retina yang terbentuk menjadi sedikit
berbeda. Hal ini menyebabkan disparitas bayangan retina yang akan memberi
data penting untuk persepsi kedalaman penglihatan binokular. Agar terjadi
penglihatan binokular yang normal, maka diperlukan persyaratan sebagai
berikut :
5

Fungsi tiap mata harus baik dimana bayangan benda jatuh tepat pada
masing-masing bintik kuningnya. Tidak terdapat aniseikonia. Fungsi
dan kerja sama yang baik dari seluruh otot penggerak bola mata, dan
susunan syaraf pusat mempunyai kemampuan untuk mensitesa kedua
bayangan yang terbentuk tersebut menjadi bayangan tunggal.
Bila terjadi sedikit saja penyimpangan di atas,akan terjadi penurunan
kualitas penglihatan binokular .Sebagai salah satu syarat utama untuk
terjadinya penglihatan binokular , tajam penglihatan harus baik yaitu
( 5/5) dengan atau tanpa koreksi. Apabila terjadi gangguan penglihatan
akibat kelainan refraksi, dimana bayangan jatuh tidak tepat di bintik
kuning akan terjadi gangguan penglihatan binokular.
2.3 Refraksi Mata
Refraksi Mata adalah: perubahan jalannya cahaya, akibat media
refrakta mata, dimana mata dalam keadaan istirahat. Mata dalam keadaan
istirahat berarti mata dalam keadaan tidak berakomodasi.
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas :
1. Kornea
2. Humour aquous
3. Lensa
4. Vitreus humour
5. Panjangnya bola mata.
6

Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah
melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
berakomodasi atau istirahat melihat jauh.
Dikenal beberapa istilah di dalam bidang refraksi, seperti pungtum
Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas.Pungtum remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih
dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang
berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada ametropia
pungtum remotum terletak di depan mata sedang pada mata hipermetropia
titik semu di belakang mata.
2.3.1 Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak terhingga akan terfokus pada
retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya
daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau macula lutea.
Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan
terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk
mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliari.Akomodasi, daya
pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat
sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus
berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh reflex
akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur
dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.
2.3.2 Mekanisme Akomodasi
Mekanisme Akomodasi ada 2 teori:
1. Teori Helmholzt : Kalau mm. siliaris berkontraksi, maka iris dan
badan siliare, digerakkan kedepan bawah , sehingga zonulla zinii
7

jadi kendor, lensa menjadi lebih cembung, karena elastisitasnya
sendiri. Banyak yang mengikuti teori ini.
2. Teori Tschering : Bila mm, siliaris berkontraksi, maka iris dan
badan siliaris digerakkan kebelakang atas sehingga zonula zinii
menjadi tegang, juga bagian perifer lensa menjadi tegang sedang
bagian tengahnya didorong kesenteral dan menjadi cembung.
2.4 Anisometropia
2.4.1 Definisi
Anisometropia adalah keadaan dimana ada perbedaan kelainan
refraksi dua mata. Perbedaan kelainan lebih dari 1 D. Jika terdapat
perbedaan 2.5 – 3 D maka akan dirasakan terjadinya perbedaan besar
bayangan sebesar 5 % yang mengakibatkan fusi terganggu. Pada keadaan
ini maka penglihatan binokuler menjadi lemah sehingga dapat
menyebabkan ambliopia. Anisometropia umumnya kongenital. Pada
anak–anak, dua mata berkembang tidak sama pada penambahan dan
pengurangan kelainan refraksi.
Gambaran Refaksi Amblyopia Anisometropi
8

2.4.2 Klasifikasi Anisometropia
1. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal
(emetropia) dan mata yang lainnya miopia (simple miopia
anisometropia) atau hipermetropia (simple miopia anisometropia).
2. Coumpound anisometropia dimana pada kedua mata hipermetropia
(coumpound hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound
miopia anisometropia), tetapi sebelah mata memiliki gangguan refraksi
lebih tinggi dari pada mata yang satunya lagi.
3. Mixed anisometropia dimana satu mata adalah miopia dan yang satu
lagi hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.
4. Simple astigmmatic anisometropia dimana satu mata normal dan
yang lainnya baik simple miopia atau hipermetropi astigamatisma.
5. Coumpound astigmatismatic anisometropia dimana kedua mata
merupakan astigmatism tetapi berbeda derajatnya.
Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu:
1. Anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5 D
2. Anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D
3. Anisometropia besar, beda refraksi lebih besar dari 2,5 D
2.4.3 Epidemiologi
Prevalensi amblyopia sangat sulit dinilai dan bervariasi pada
berbagai literature, yang berkisar dari satu sampai tiga persen pada anak
sehat dan empat sampai lima persen pada anak-anak dengan masalah mata.
Sebagian besar data menunjukkan bahwa kira-kira 2% populasi umum
menderita amblyopia.
Amblyopia seperti yang ditunjukkan pada Visual Acuity Impairment
Survey yang disponsori oleh National Eye Institute (NEI) merupakan
penyebab utama hilangnya penglihatan monokular pada dewasa yang
berumur 20-70 tahun atau lebih. Prevalensi amblyopia tidak mengalami
perubahan dari tahun ke tahun.
9

Amblyopia merupakan masalah sosioekonomi yang terjadi
masyarakat. Banyak studi menunjukkan bahwa ia merupakan salah satu
hilangnya penglihatan monokular pada orang dewasa. Lebih jauh lagi,
seseorang dengan amblyopia memiliki risiko yang lebih tinggi menjadi buta
karena penyebab potensial dari sebab lain. Tidak terdapat faktor ras dan
jenis kelamin pada kelainan ini. Risiko yang tinggi ada pada anak-anak yang
perkembangannya terlambat seperti lahir premature, dan atau mempunyai
riwayat keluarga amblyopia.
2.4.4 Etiologi
Amblyopia dapat disebabkan oleh banyak kelainan yang
mendahului. Sebagian besar penyebab tersebut antara lain :
1. Anisometropia. Amblyopia jenis ini lebih sering terjadi pada pasien
anisohipermetropia dari pada anisomyopia. Hiperopia anisometropia
derajat ringan, seperti 1-2 dioptri, dapat menginduksi amblyopia. Pada
myopia, miopia anisometropia sampai -3 dioptri biasanya tidak
menyebabkan amblyopia. Hipermetropia anisometropia 1,5 dioptri atau
lebih besar adalah faktor risiko jangka panjang untuk perburukan tajam
penglihatan setelah terapi oklusi
2. Strabismus. Insidensi amblyopia lebih besar pada pasien estropia
dibandingkan dengan eksotropia.
3. Pasien yang suka memfiksasi satu mata. Hal ini menyebabkan inhibisi
input visual ke jalur retinokorteks.
4. Strabismus anisometropia. Pasien ini menderita strabismus yang
berhubungan dengan anisometropia.
5. Defisit visual. Amblyopia dapat disebabkan oleh diuse atau
understimulation retina. Kondisi ini dapat bersifat unilateral atau
bilateral. Contohnya seperti katarak, kekeruhan kornea, ptosis dan
pembedahan penutupan kelopak mata.
10

6. Organik. Kelainan struktur retina atau nervus optikus dapat saja terjadi.
Amblyopia fungsional dapat bersuperimposisi dengan kelainan visual
organik.
2.4.5 Patofisiologi
Walaupun terdapat berbagai macam ambliopia, ia dipercaya
memiliki mekanisme dasar yang sama bahkan meskipun masing-masing
faktor berperan terhadap tipe spesifik ambliopia. Pada umumnya, amblyopia
dipercaya disebabkan karena ketiadagunaan dari fovea atau stimulus retina
perifer yang tidak adekuat dan/atau interaksi binokular yang menyebabkan
perbedaan input visual dari fovea.
Tiga periode kritis perkembangan visus manusia telah diketahui.
Selama periode ini, penglihatan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam
mekanisme untuk bisa menyebabkan atau membalikkan amblyopia. Tiga
periode ini adalah sebagai berikut :
a. Perkembangan visus dari kisaran 20/200 sampai menjadi 20/20, yang
terjadi dari kelahiran sampai umur 3-5 tahun.
b. Periode risiko tinggi munculnya amblyopiam dari umur beberapa bula
sampai 7 atau 8 tahun.
c. Periode selama penyembuhan amblyopia dapat disembungkan, yaitu
dari periode waktu nomor 2 sampai remaja atau bahkan kadang-kadang
dewasa.
2.4.6 Gejala umum anisometropia
Gejala anisometropia sangat bervariasi. Menurut Friedenwald gejala
anisometropia muncul apabila terdapat perbedaan bayangan yang diterima
pada kedua retina (aniseikonia).
11

Gejala anisometropia pada umumnya adalah
Penglihatan kabur.
Sakit kepala.
Diplopia.
Astenopia.
Fotofobia.
Strabismus.
Jarak baca lebih dekat.
2.4.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnsis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Hal ini diperlukan untuk mencari riwayat kelainan sebelumnya. Perlu
pula dicari informasi riwayat bedah mata sebelumnya. Sebagai
tambahan informasi rutin, penggalian informasi mengenai riwayat
strabismus dalam keluarga atau masalah mata lain adalah sangat
penting karena keberadaan masalah mata tersebut dapat merupakan
faktor predisposisi terjadi amblyiopia pada anak-anak.
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan visus
Diagnosis amblyopia biasanya memerlukan dua garis perbedaan
tajam penglihatan yang bermakna antara kedua mata; namun
definisi ini masig membingungkan dan perbedaan yang hanya
sedikit sering terjadi.
Crowding phenomenon karakteristik yang umum terjadi pada
mata amblyopia adalah kesulitan dalam membedakan optotipe
yang saling berdekatan. Visus sering lebih baik ketika pasien
dihadirkan huruf tunggal dari pada sebaris huruf.
12

2. Tes pada anak yang belum bisa bicara.
Kesukaan memfiksasi mata lebih mudah dinilai terutama ketika
terdapat strabismus.
Induced tropia test dapat dilakukan dengan cara memegang
prisma 10 dioptri pada kasus orthophoria atau microtropia.
Pada bayi yang matanya terfiksasi silang, yaitu dengan cara
memberikan perhatian ketika perpidahan fiksasi (fixation
switch) terjadi. Jika ini terjadi mendekati posisi primer, maka
visusnya sama pada kedua mata.
3. Sensitifitas kontras (contrast sensitivity).
Mata amblyopia strabismus dan anisometropia mengalami kehilangan
ambang sensitifitas kontras yang nyata, terutama pada frekuensi spasial
yang besar. Kehilangan ini meningkatkan perburukan amblyopia.
4. Neutral density filters.
Pasien dengan amblyopia strabismus mempunyai visus yang lebih baik
atau hanya mengalami sedikit penurunan ketika diuji dengan neutral
density filters dibandingkan mata normal. Hal ini tidak ditemukan pada
pasien dengan amblyopia anisometropia atau penyakit organik.
5. Fungsi binokular.
Amblyopia biasanya berhubungan dengan perubahan pada fungsi
binokular atau stereopsis.
6. Eccentric fixation.
Beberapa pasien dengan amblyopia dapat secara konsisten memfiksasi
mata dengan menggunakan daerah nonfovea retina di bawah
penggunaan monokular mata yang amblyopia. Mekanismenya belum
diketahui. Hal ini dapat didiagnosis dengan cara memegang lampu
fiksasi pada garis tengah di depat pasien dan memintanya untuk
memfiksasi pada titik ini ketika mata normal ditutup. Refleksi dari
cahaya tersebut tidak akan dipusatkan.
7. Refraksi.
Refraksi sikloplegik harus dilakukan pada semua pasien, dengan
menggunakan retinoscopy untuk mendapatkan refraksi yang objektif.
13

Pada sebagian besar kasus, semakin hiperopia atau astigmatis sebuah
mata maka semakin besar kemungkinan mata tersebut menjadi
amblyopia.
Pemeriksaan Penunjang
Jika timbul kecurigaan adanya sebab organik penurunan
penglihatan dan pemeriksaan mata menunjukkan normal, investigasi
lebih jauh terhadap retina atau nervus optikus harus dilakukan.
Pemeriksaan lain yang memerlukan pencitraan sistem visual adalah
melalui CT scan, MRI, dan fluorescein angiography untuk menilai
retina.
Pemeriksaan histologik pada nukleus genikalatum lateral pada
anak kucing dengan amblyopia telah menunjukkan keadaan sel tersebut,
yang mana sel yang menerima input dari mata yang terganggu
mengalami pengecilan (atrofi), sedangkan sel yang menerima input dari
mata yang tidak terganggu mengalami pembesaran.
2.4.8 Penatalaksanaan
Pertama-tama harus mencari sebab organik dan menangani masalah
yang mengganggu penglihatannya. Penatalaksanaan anisometropia dan
kelainan refraktif harus menjadi prioritas selanjutnya. Mata yang amblyopia
harus mendapatkan koreksi optikal yang paling akurat sebisa mungkin. Hal
ini dilakukan sebelum terapi oklusi karena penglihatan dapat diperbaiki
hanya dengan kacamata. Refraksi sikloplegik penuh harus diberikan kepada
pasien dengan esotropia akomodasi dan amblyopia. Koreksi refraktif sendiri
dapat menyembuhkan amblyopia pada kira-kira sepertiga populasi anak-
anak.
14

Langkah selanjutnya adalah rencana terapi oklusi. Terapi oklusi
adalah terapi pilihan utama sejak abad ke-18. Berikut petunjuk umum terapi
oklusi.
a. Patching dapat bersifat full-time atau part-time.
b. Pertimbangkan selalu rendahnya compliance pada anak yang
visusnya tidak mengalami perbaikan. Compliance sangat sulit diukur
namun merupakan faktor yang penting dalam menentukan
keberhasilan terapi.
c. The Amblyopia Treatment Studies telah membantu mendefinisikan
peranan full-time patching dan part-time patching pada pasien
dengan amblyopia. Studi tersebut menunjukkan bahwa pada pasien
yang berumur 3-7 tahun dengan amblyopia berat (visus antara
20/100 sampai 20/400), full-time patching menghasilkan efek yang
sama dengan 6 jam patching per hari. Pada studi yang terpisah, 2 jam
patching per hari menghasilkan perbaikan visus sama dengan 6 jam
patching per hari ketika digunakan untuk menangani amblyopia
moderat (visus lebih baik dari 20/100) pada anak yang berumur 3-7
tahun.
d. The Amblyopia Treatment Studies juga menyediakan data untuk
pasien yang lebih tua. Untuk pasien yang berumur 7 sampai kurang
dari 13 tahun, Amblyopia Treatment Studies menginformasikan
bahwa 2-6 jam patching per hari dapat memperbaiki visus bahkan
bila amblyopia sebelumnya telah ditangani. Untuk pasien yang
berumur 13 tahun sampi kurang dari 18 tahun, menjalankan 2-6 jam
patching per hari dapat memperbaiki visus ketika amblyopia
sebelumnya belum ditangani, namun ia hanya memiliki sedikit
keuntungan bila amblyopia telah ditangani sebelumnya.
e. The Amblyopia Treatment Studies juga telah menemukan bahwa
seperempat populasi anak-anak dengan amblyopia yang telah
berhasil ditangani dapat mengalami rekurensi dalam tahun pertama
setelah penghentian terapi. Data dari studi ini mengisyratkan bahwa
pasien yang ditangani dengan enam jam atau lebih patching memiliki
15

risiko rekurensi yang lebih besar ketika patching dihentikan secara
mendadak dibandingkan dikurangi setiap 2 jam sebelum
penghentian.
Pada masa lalu, terapi penalisasi (penalization) dilakukan untuk
anak yang tidak menggunakan patching atau pada anak yang compliancenya
merupakan sebuah masalah. The Amblyopia Treatment Studies, telah
menunjukkan bahwa penalisasi atropine pada pasien dengan amblyopia
moderat (didefinisikan dengan visus yang lebih baik dari 20/100) sama
efektifnya dengan patching. Studi tersebut dilakukan pada anak-anak
berumur 3-7 tahun.
The Amblyopia Treatment Studies juga telah menunjukkan bahwa
pemberian atropin mingguan memberikan sebuah perbaikan pada visus
sama dengan pemberian atropin harian ketika digunakan menangani
amblyopia pada anak-anak berumur 3-7 tahun. Atropin drop atau ointment
diberikan pada mata yang tidak amblyopia. Terapi ini kadang-kadang
digunakan dalam hubungannya dengan patching. Pada The Amblyopia
Treatment Studies yang menilai patching dengan penalisasi atropin,
penalisasi atropin dan patching digunakan dalam hubungannya dengan
aktifitas visual jarak dekat dalam waktu 1 jam. Tehnik ini juga digunakan
untuk terapi maintenance, yang berguna terutama pada pasien dengan
amblyopia ringan.
Pilihan terapi lain meliputi optical blurring dengan lensa kontak atau
peningkatan segmen bifokal. Tujuan terakhir terapi adalah adanya
perubahan spontan fiksasi atau kesamaan visus pada kedua mata. Ketika
visus mata telah stabi, patching dapat dikurangi secara perlahan-lahan,
tergantung tendensi apakah amblyopia tersebut dapat kambuh kembali.
Karena amblyopia dapat kambuh kembali pada sebagian besar
kasus, terapi maintenance atau tapering sangat perlu dipikirkan.
16

2.4.9 Prognosis
Setelah satu tahun, kira-kira 73% pasien menunjukkan keberhasilan
setelah uji coba pertama terapi oklusi mereka. Pasien dengan anisometropia
berat dan pasien dengan kelainan organik mempunyai prognosis yang
buruk. Pasien dengan amblyopia strabismus mempunyai hasil yang paling
baik. Semakin muda pasien maka semakin baik prognosisnya. Lalu semakin
baik visus awal pada mata amblyopia maka semakin bagus pula
prognosisnya
2.5 ASTIGMATISME
2.5.1 Definisi
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang
bermaksud tanpa satu titik. Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar
cahaya tidak direfraksikan dengan sama pada semua meridian. Jika mata
astigmatism melihat gambaran palang, garis vertikal dan horizontalnya akan
tampak terfokus tajam pada dua jarak pandang yang berbeda. Mata
astigmatisme bisa dianggap berbentuk seperti bola sepak yang tidak
memfokuskan sinar pada satu titik tapi banyak titik.
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar
dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu
titik tetapi lebih dari satu titik. Umumnya setiap orang memiliki
astigmatisme ringan. Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut
pada kornea atau setelah pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada
bedah mata dapat mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila
dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat
terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan kornea.
Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti astigmatisme regular
dan astigmatisme iregular. Astigmatisme regular adalah suatu keadaan
refraksi dimana terdapat dua kekuatan pembiasan yang saling tegak lurus
pada sistem pembiasan mata. Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme
yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus.
17

Astigmatisme lazim (astigmat with the rule) adalah suatu keadaan
kelainan refraksi astigmatisme regular dimana koreksi dengan silinder
negatif dengan sumbu horizontal (45-90 derajat). Astigmatisme tidak lazim
(astigmat against the rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi
astigmatisme regular dimanana koreksi dengan silinder negatif dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif
sumbu horizontal (30-150 derajat).
2.5.2 Epidemiologi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5%
dari pasien yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme.
Sebanyak 3% dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang
melebihi 3.00 D. Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya
mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak ada perbedaan frekuensi
terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan. Prevalensi
astigmatisme meningkat dengan usia.
2.5.3 Etiologi
Mata mempunyai 2 bagian untuk memfokuskan bayangan–kornea
dan lensa. Pada mata yang bentuknya sempurna, setiap elemen untuk
memfokus mempunyai kurvatura yang rata seperti permukaan bola karet.
Kornea atau lensa dengan permukaan demikian merefraksikan semua sinar
yang masuk dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan yang
tajam terfokus pada retina. Jika permukaan kornea atau lensa tidak rata,
sinar tidak direfraksikan dengan cara yang sama dan menghasilkan
bayangan-bayangan kabur yang tidak terfokus pada retina.7,12
18

Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang
lain, termasuk:
1. Miopia.
Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika aksis mata
lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus di depan retina dan
menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur.
2. Hiperopia.
Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih
pendek dari normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan
menyebabkan objek dekat terlihat kabur.
Penyebab terjadinya astigmatismus adalah:
1. Kornea
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling
besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus,
sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan
pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan
kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea
serta akibat pembedahan kornea.
2. Lensa Kristalin
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi
lensa kristalin juga semakain berkurang dan lama kelamaan lensa
kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan
astigmatismus. Astigmatismus yang terjadi karena kelainan pada lensa
kristalin ini disebut juga astigmatismus lentikuler.7
Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai
diturunkan dengan cara autosomal dominan. Astigmatisme juga bisa
terjadi setelah trauma atau jaringan parut pada kornea, penyakit mata yang
termasuk tumor pada kelopak mata, insisi pada kornea atau karena faktor
19

perkembangan. Astigmatisme tidak menjadi lebih parah dengan membaca
di tempat yang kurang pencahayaan, duduk terlalu dekat dengan layar
televisi atau menjadi juling. Jika distorsi terjadi pada kornea, disebut
astigmatisme kornea, sedangkan jika distorsi terjadi pada lensa, disebut
astigmatisme lentikular. Astigmatisme juga bisa terjadi karena traksi pada
bola mata oleh otot-otot mata eksternal yang merubah bentuk sklera
menjadi bentuk astigma, perubahan indeks refraksi pada vitreous, dan
permukaan yang tidak rata pada retina.
2.5.4 Klasifikasi
Berdasarkan letak titik astigmatismus, astigmatisma dibagi menjadi:
1. Astigmatisme regular.
Astigmatisme dikategorikan regular jika meredian–meredian
utamanya (meredian di mana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di
sistem optis bolamata), mempunyai arah yang saling tegak lurus.
Misalnya, jika daya bias terkuat berada pada meredian 90°, maka daya
bias terlemahnya berada pada meredian 180°, jika daya bias terkuat
berada pada meredian 45°, maka daya bias terlemah berada pada
meredian 135°. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa
cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal.
Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang
lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme
regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With The Rule.
Jika meredian vertikal memiliki daya bias lebih kuat dari
pada meredian horisontal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl –
pada axis vertikal atau Cyl + pada axis horisontal.
20

b. Astigmatisme Against The Rule.
Jika meredian horisontal memiliki daya bias lebih kuat dari
padameredian vertikal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl -
pada axis horisontal atau dengan Cyl + pada axis vertikal.
Kesepakatan: untuk menyederhanakan penjelasan, titik fokus dari daya bias
terkuat akan disebut titik A, sedang titik fokus dari daya bias terlemah akan
disebut titik B
21

Sedangkan menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme
regular dibedakan dalam 5 jenis, yaitu :
a. Astigmatismus Myopicus Simplex.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada tepat pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y
memiliki angka yang sama.
b. Astigmatismus Hypermetropicus Simplex.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan
titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl +Y atau Sph +X Cyl -Y di mana X dan Y
memiliki angka yang sama.
22

c. Astigmatismus Myopicus Compositus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
d. Astigmatismus Hypermetropicus Compositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina,
sedangkan titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.
23

e. Astigmatismus Mixtus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran
tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X
dan Y menjadi sama-sama + atau -.
Jika ditinjau dari arah axis lensa koreksinya, astigmatisme regular
ini juga dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Astigmatisme Simetris.
Astigmatisme ini, kedua bolamata memiliki meredian utama yang
deviasinya simetris terhadap garis medial. Ciri yang mudah dikenali
adalah axis cylindris mata kanan dan kiri yang bila dijumlahkan akan
bernilai 180° (toleransi sampai 15°), misalnya kanan Cyl -0,50X45° dan
kiri Cyl -0,75X135°.
b. Astigmatisme Asimetris.
Jenis astigmatisme ini meredian utama kedua bolamatanya tidak
memiliki hubungan yang simetris terhadap garis medial. Contohnya,
kanan Cyl -0,50X45° dan kiri Cyl -0,75X100°.
c. Astigmatisme Oblique.
Adalah astigmatisme yang meredian utama kedua bolamatanya
cenderung searah dan sama-sama memiliki deviasi lebih dari 20°
24

terhadap meredian horisontal atau vertikal. Misalnya, kanan Cyl -
0,50X55° dan kiri Cyl -0,75X55°.
2. Astigmatisme Irregular.
Bentuk astigmatisme ini, meredian-meredian utama bolamatanya tidak
saling tegak lurus. Astigmatisme yang demikian bisa disebabkan oleh
ketidakberaturan kontur permukaan kornea atau pun lensa mata, juga bisa
disebabkan oleh adanya kekeruhan tidak merata pada bagian dalam bolamata
atau pun lensa mata (misalnya pada kasus katarak stadium awal). Astigmatisme
jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa kacamata atau lensa kontak lunak
(softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak akan memberikan hasil akhir yang
setara dengan tajam penglihatan normal. Jika astigmatisme irregular ini hanya
disebabkan oleh ketidakberaturan kontur permukaan kornea, peluang untuk
dapat dikoreksi dengan optimal masih cukup besar, yaitu dengan pemakaian
lensa kontak kaku (hard contact lens) atau dengan tindakan operasi (LASIK,
keratotomy).
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri astigmatisma dibagi menjadi:
a. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya
astigmatis-mus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan
tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat
perlu diberikan.
b. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d
2,75 Dioptri. Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan
kacamata koreksi.
c. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya >3,00 Dioptri. Astigmatismus
ini sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
25

2.5.5 Gejala Klinis
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatisme tinggi
menyebabkan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada
umunya keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique
yang tinggi.
2. Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
3. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita
astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti
membaca.
4. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk
memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatisme rendah, biasa ditandai dengan
gejala-gejala sebagai berikut :
1. Sakit kepala pada bagian frontal.
2. Ada pengaburan sementara/sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
pende-rita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau
mengucek-ucek mata.
2.5.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis astigmatisme dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan tambahan.
Anamnesis
Anamnesis dari gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme.
Pemeriksaan Tambahan
Uji pinhole
Uji lobang kecil ini dilakukan untuk apakah bekurangnya tajam
penglihatan diakibatkan kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan
26

bertambah setelah dilakukan pinhole berarti pada pasien tersebut
terdapat kelainan refraksin yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman
penglihatan berkurang berarti pada pasien tersebut kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.9,13
Uji refraksi
1. Subjektif
Optotipe dari snellen dan trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan metode ‘trial and
error’ jarak pemeriksaan 6 meter/5meter/20 kaki. Digunakan kartu
snellen yang diletakkan setinggi penderita, mata diperiksa satu
persatu. Dibiasakan mata kanan terlebih dahulu. Ditentukan visus
atau tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6
maka dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa
seferis psitif tajam penglihatan membaik mencapai 6/6 atau 5/5
atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan memberikan lensa sferis positif menambah kabur tajam
penglihatan maka diganti dengan lensa sferis negatif memberikan
tajam penglihatan 5/5 atau 6/6 atau 20/20 maka pasien dikatakan
menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap
tidak mencapai tanjam penglihatan maksimal mungkin pasien
mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini dilakukan
uji pengaburan (fogging technique).
2. Objektif
Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi
dengan menggunakan komputer. Penderita duduk di depan
autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap
cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
27

Gambar Automated refractometer
Gambar Hasil automated refractometer
Streak Retinoskop
Yaitu dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa mengamati refleks fundus
yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against
movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai
tercapai netralisasi.
Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan:
a. Keratometer mengukur 4 titik pada permukaan kornea parasentral
tanpa mengindahkan kornea bagian sentral dan perifer.
28

b. Keratometer menilai secara rata-rata dan simetris pada titik-titik
pada permukaan kornea semimeridien 180 yang berlawanan.
c. Hasil pengukuran keratometer sangat tergantung pada zona
permukaan kornea mempunyai nilai radius dan kekuatan refraksi
yang berbeda (zona diameter 4 mm mempunyai kekuatan 36 D dan
2.88 mm berkekuatan 50 D).
d. Ketepatan ukuran keratometer akan berkurang pada permukaan
kornea sangat landai (flat) dan sangat besar pada kornea yang
sangat lengkung (steep).
Gambar Keratometri tipe B&L
Uji Pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris
pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien
diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang
paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 derajat yang jelas, maka tegak
lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan
dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini
dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau
kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat
dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta
29

melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien
melihat jelas.
Gambar Kartu untuk tes Astigmatisme
Keratoskop
Keratoskop atau placid disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
pemeriksa memperhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada
astigmatisme reguler “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme
irreguler imej tersebut tidak berbentuk sempurna.
Javal ophtalmometer
Boleh dignakan utuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, dimana
akan menentukan kekuatan dari refraksi kornea.
2.5.7 Penatalaksanaan 14,15
Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana
mencegah kelainan refraksi atau mencegah jangan sampai menjadi parah.
1. Koreksi lensa
a. Astigmatisme dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa
silinder. Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatisme
30

akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga
penglihatan akan bertambah jelas.
b. Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder.
c. Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender
bertujuan untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang
tidak memperbaiki tajam penglihatan.
d. Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya
pada aksis 900 dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes
astigmatisme. Untuk astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif,
untuk astigmatisme hiperopia, digunakan silinder positif.
e. Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk
meneutralisasi permukaan kornea yang tidak rata.
2. Obat -obatan
Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan
siklopentolat setiap hari secara topikal dapat menurunkan progresifitas dari
myopia pada anak-anak usia kurang 20 tahun.
3. Orthokeratology
Pada astigmatisme irregular dimana terjadi pemantulan dan
pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea
maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai
lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh
film air mata.
Lensa kontak merupakan suatu lensa tipis dari bahan fleksibel (soft
contact lens) atau rigid (rigid gas permeable lens) yang berkontak dengan
kornea. Lensa kontak menmberikan koreksi penglihatan yang lebih baik
dibanding kacamata. Lensa kontak dapat diresepkan untuk mengoreksi
miopia, hiperopia, astigmatisme, anisometropia, anisokonia, afakia, setelah
operasi katarak, atau pada keratokonus. Soft contact lens atau rigid gas
permeable lens dapat mengoreksi miopia, hiperopia, dan presbiopia. Lensa
kontak toric yang memiliki kirvatura berbeda yang disatukan pada
permukaan depan lensa dapat diresepkan untuk mengoreksi astigmatisma.
31

Gambar Perbedaan soft contact lens dan RGP
Komplikasi yang dapat terjadi adalah microbial keratitis yang
dapat menyebabkan hilangnya penglihtan. Komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah tarsal papillary conjunctivitis dan perubahan bulbar
conjunctival, epithelial keratopathy, corneal neovascularization,
nonmicrobial infiltrates, dan corneal warpage. Perubahan endotel dapat
terjadi termasuk polymegethism, pleomorphism, dan jarang berupa reduksi
densitas sel endotelial. Stromal edema sering terjadi, penipisan kornea
juga pernah dilaporkan. Gejala klinisnya dapat bermacam-macam. Asupan
oksigen ke kornea penting diperhatikan terutama pada pasien dengan
kelainan refraksi tinggi akibatnya lensa kontak yang dipakai lebih tebal
dan lebih berpotensi menimbulkan masalah.
a. Soft Contact Lens
Soft contact lens terbuat dari poly-2-hydroxyethyl methacrylate
dan plastik fleksibel serta 30-79% air. Diameternya sekitar 13-15 mm
dan menutupi seluruh kornea. lensa ini dapat digunakan untuk miopia
dan hiperopia. Karena lensa ini mengikuti lengkung kornea maka tidak
dapat dipakai untuk mengoreksi astigmatisme yang lebih dari
astigmatisme minimal. Karena ukurannya yang lebih besar soft contact
lens lebih gampang dipakai dan jarang kemasukan benda asing antara
pada ruang lensa dan kornea serta adaptasinya juga cepat.
32

Gambar soft contact lens
Gambar Lensa kontak bifokus
b. RGP (rigid gas permeable) lens
Lensa RGP terbuat dari fluorocarbon dan campuran polymethyl
methacrylate. Diameternya 6.5-10 mm in diameter dan hanya menutupi
sebagian kornea mengapung di atas lapisan air mata. Lensa RGP
memberikan penglihatan yang lebih tajam dibanding soft contact lens,
pertukaran oksigen yang lebih baik sehingga dapat mencegah infeksi
dan gangguan mata lain. Durasi pemakaian lensa RGP dapat lebih lama
dibanding soft contact lens. Lensa RGP disesuaikan ukurannya pada
setiap mata dengan lebih tepat dan teliti. Kerugiaannya adalah lensa
RGP kurang nyaman dibanding soft contact lens dan masa adaptasinya
yang lebih lama. Lensa RGP dapat mengoreksi kelainan seperti
keratoconus dimana terdapat irregularitas bentuk kornea yang tidak
dapat dikoreksi soft contact lens. 6,12 Lensa kontak toric dipakai untuk
mengoreksi astigmat. Lensa ini memiliki dua power untuk sferis dan
silindris. Agar berada pada posisi yang tepat dan stabil biasanya lensa
ini lebih berat dan memiliki penanda di bawah.
33

Gambar Lensa kontak toric
c. Gabungan
Terdapat pula lensa kontak yang merupakan gabungan soft
contact lens dan RGP yang memadukan keuntungan keduanya yakni
lebih mudah dipakai dan pertukaran oksigen yang baik.
Gambar Lensa kontak gabungan soft contact lens dan RGP
4. Bedah Refraksi
Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
a. Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di
parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea
dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik,
angka dan kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa
orang menjalaniradial keratotomy menunjukan penurunan myopia,
sebagian besar pasien sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana
34

dapat menurunkan pengguanaan lensa kontak. Komplikasi yang
dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal dari
refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu
mata, kadang-kadang penurunan permanen dalam koreksi tajam
penglihatan dari yang terbaik, meningkatnya astigmatisma,
astigmatisma irregular, anisometropia, dan perubahan secara pelan-
pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa bulan atau
tahun, setelah tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia
dapat muncul lebih awal dari pada gejala presbiopia. Radial
keratotomy mungkin juga menekan struktur dari bola mata.
b. Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi
laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan
48-92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah dilakukan
photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang
terbaik didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien. 5 Kornea
yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien
tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya
lebih baik pada waktu sebelum operasi. Photorefractive keratectomy
refraksi menunjukan hasil yang lebih dapat diprediksi dari pada radial
keratotomy.
c. Laser Assisted in Situ Interlameral Keratomilieusis (lasik)
Merupakan salah satu tipe PRK, laser digunakan untuk
membentuk kurva kornea dengan membuat slice (potongan laser) pada
kedua sisi kornea.
35

BAB III
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, tanda dan gejala yang terdapat
pada pasien mengarahkan pada Ambliopia Anisometropik disertai dengan
Astigmatisme Miopia Simplek. Diagnosis dipilih karena pada pasien didapatkan
penurunan tajam penglihatan setelah koreksi terbaik yang terjadi pada satu atau
dua mata tanpa kelainan struktural mata atau kelainan pada jaras penglihatan dan
terdapat perbedaan kelainan refraksi yang signifikan yakni lebih dari 2 D antara
kedua mata yang mengarahkan pada diagnosis Ambliopia Anisimetropik.
Selain itu pada pasien juga didiagnosis Astigmat Miopia Simplek karena
pada pemeriksaan visus didapatkan pada OD: S -5.00 C – 0.75 as 1800 dan pada
OS: S -1.75 C – 0.50 as 1800 , sehingga didapatkan kedua garis fokus tidak pada
satu titik, melainkan pada satu titik di depan retina, dan satu titik tepat diretina
sehingga masuk dalam klasifikasi Astigmat Miopia Simplek.
Tatalaksana pada pasien ini adalah dengan prinsip dasar penanganan
ambliopia adalah memberikan gambaran retina yang jernih dan mengurangi
dominasi mata yang sehat, terapinya antara lain:
1. Patching dapat bersifat full-time atau part-time.
2. Koreksi optik dengan kacamata atau lensa kontak untuk mengupayakan
bayangan fokus di retina pada mata yang ambliopia.
3. Oklusi mata yang dominan, untuk memaksakan pengggunaan mata yang
ambliopia dengan mengurangi sementara penggunaan mata yang dominan
sehingga merangsang proses kortikal pada mata yang ambliopia.
4. Penalisasi, dilakukan dengan menurunkan fokus mata yang lebih baik
melalui pemberikan obat siklopegia, atropin tetes mata 1% atau
homatropin 5%, penalisasi dilakukan pada ambliopia ringan atau sedang.
Prognosis pada pasien ini adalah Quo ad vitam adalah dubia ad bonam dan
Quo ad fungsionam adalah dubia ad bonam karena keberhasilan terapi ambliopia
36

tergantung dari usia pasien, derajat keparahan dan penyebab ambliopia, jenis
ambliopianya, awitan dan lamanya terjadi ambliopia, riwayat terapi sebelumnya,
dan kepatuhan terhadap terapi. Semakin dini ambliopia terjadi dan semakin lama
ambliopia diterapi, maka prognosisnya semakin buruk.
37

DAFTAR PUSTAKA
1. Iljas, S. 2007. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2. Yen, G kimberly dkk. Amblyopia Treatment & Management. Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/1214603-treatment.
3. National Eye Institute. Amblyopia Treatment Study. 2013
4. Perdami.2006. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum & Mahasiswa
Kedokteran, Perdami
5. Riordan, Paul dkk. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Jakarta;
EGC
6. Gerhand K.Lang. Basic Ophtalmology. 2nd Edition. Germany : Theime.
2004
7. American Optometric Association. Care of the patient with : Amblyopia.
2011
8. Wright Kenneth W. Dalam: Visual Development and Amblyopia:
Handbook of Pediatric Strabismus and Ambliopia.USA. Springer. 2006.
9. B David R Hardten. 5,8 Juta Anak yang Menderita Kelainan Refraksi. 2009
10. Amblyopia in Common Eye Conditions Disorders and Diseases. Available
at: http://www.middleseweye.com/eye_conditions.htm .
11. Lee,J; Bailey,G; Thompson, V; “ Amblyopia (Lazy Eye)”. Available at :
http://www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm
38