Bab II - III New Murni

51
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sectio Caesarea 1. Pengertian Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro, 2009). Persalinan Sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dari 1000 gram atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu (Manuaba, 2008). Sectio caesarea merupakan suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 2008). 2. Jenis-jenis Operasi Sectio Caesarea

description

septi

Transcript of Bab II - III New Murni

32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sectio Caesarea

1. Pengertian

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro, 2009). Persalinan Sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dari 1000 gram atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu (Manuaba, 2008). Sectio caesarea merupakan suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 2008).

2. Jenis-jenis Operasi Sectio CaesareaMochtar (2008), menjelaskan bahwa jenis operasi sectio caesarea yaitu :

a. Sectio Caesarea Transperitonialis

Sectio Caesarea Transperitonialis yaitu seksio caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Keuntungannya : Mengeluarkan janin lebih cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik dan sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.

Kerugiannya : Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak reperetinialisasi yang baik dan untuk persalinan berikutnya lebih sering rupture uteri spontan.

b. Sectio caesarea Ekstraperitonealis

Sectio caesarea Ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritonium pariatelis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal. Operasi ini tidak banyak yang dikerjakan lagi karena perkembangan antibiotic, dan untuk menghindari kemungkinan infeksi yang dapat ditimbulkan. Tujuannya adalah menghindari kontaminasi kavum uteri oelh infeksi yang terdapat di luar uterus.

c. Sectio caesarea ismika atau profunda

Sectio caesarea ismika atau profunda yaitu sayatan melintang pada segmen bawah rahim (lowcervical transversal). Keuntungannya : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan peritonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan jarang terjadi rupture uteri spontan. Kerugiannya : Luka dapat melebar kekiri, kekanan, kebawah sehingga dapat menyebabkan pedarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih post operative tinggi.

3. Indikasi

Manuaba (2008), menjelaskan bahwa indikasi dilakukannya sectio caesarea adalah sebagai berikut :

a. Indikasi Janin dapat berupa Placenta previa, posisi placenta berada di bawah menutupi jalan lahir, Ketidakseimbangan antara tulang panggul ibu dan ukuran bayi, Preeklamsia (TD terlalu tinggi), posisi janin sungsang atau melintang, Terlilit tali pusat, Postmature (kehamilan lewat 42 minggu)

b. Indikasi Ibu seperti usia, riwayat penyakit, letak plasenta menutupi jalan lahir.

c. Indikasi Waktu

Setelah 3 jam dibimbing melahirkan normal ternyata hasilnya nihil, sementara bantuan dengan vakum atau forceps juga tidak memungkinkan, maka alternatif terakhir adalah Cesarea.

4. Pembiusan atau Anestasi

Ada dua macam jenis pembiusan yaitu melalui rongga tulang belakang dan bius total. Apabila Cesarea sudah direncanakan sebelumnya, umumnya ibu hamil memilih bius epidural atau spinal agar tetap sadar dan dapat melihat bayinya saat baru lahir. Tapi, jika kondisinya darurat, dokter anestasi akan melakukan bius total karena lebih aman dalam menjalankan proses kelahiran.

Umumnya pembiusan yang dilakukan sekarang adalah bius spinal agar hanya bagian tubuh ibu tetap terjaga. Pada kasus-kasus tertentu, ibu hamil akan dibius total. Dengan pembiusan ini, ibu bebas dari rasa sakit (Indiarti, 2007).

5. Resiko Operasi CesareaDi bawah ini adalah risiko-risiko yang mungkin dialami wanita yang melahirkan dengan operasi yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu maupun pada bayi. Hanya perlu di ingat, risiko ini sifatnya individual tidak terjadi pada semua orang (Kasdu, 2006).

a. Alergi

Biasanya, risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat tertentu. Pada awalnya yaitu waktu pembedahan, segalanya berjalan lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun, beberapa jam kemudian, obat yang diberikan baru bereaksi sehingga jalan nafas pasien dapat tertutup. Perlu di ketahui, penggunaan obat pada pasien dengan operasi seksio Cesarea lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami. Oleh karena itu, biasanya sebelum operasi akan ditanyakan pada pasien apakah mempunyai alergi tertentu.

b. Perdarahan

Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya beku-bekuan darah pada pembuluh darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh karena itu sebelum operasi, seorang wanita harus melakukan pemeriksaan darah lengkap salah satunya untuk mengetahui masalah pembekuan darahnya.

c. Cedera pada Organ lain.

Jika tidak di lakukan secara hati-hati,kemungkinan pembedahan itu dapat mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti rektum atau kandung kemih. Lamanya perawatan bekas sectio caesarea yang tidak tidak sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung kencing.

d. Parut dalam rahim.

Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan akan memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada kehamilan dan persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan dengan bahaya rupture uteri sehingga operasi di lakukan resiko ini sangat kecil terjadi.

e. Demam

Komplikasi yang terjadi setelah demam biasayany penderita mengalami peningkatan suhu tubuh. Demam setelah oprasi tidak bisa di jelaskan penyebabnya. kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.

f. Mempengaruhi produksi ASI.

Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASI jika dilakukan pembiusan total. Akibatnya, kolostrum tidak dapat di nikmati bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu ia melahirkan.6. Komplikasi

Winkjosastro (2007), komplikasi yang sering terjadi pada tindakan sectio caesarea yaitu terjadinya infeksi pasca bedah :

a. Kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas

b. Perdarahan akibat terputusnya uteri

c. Terjadinya keluhan pada kandung kemih

d. Peritonitis (radang selaput perut).

7. Hal-hal yang mungkin dialami post sectio caesareaPriharjo (2009), mengtakan bahwa hal-hal tersebut meliputi :

a. Nyeri disekitar bekas sayatan bedah

b. Mual dengan atau tanpa muntah

c. Nyeri susulan dimulai sekitar 12-24 jam

d. Nyeri alih bahu

e. Kemungkinan sembelit.

8. Periode post seksio caesareaIskandar (2009) menyatakan bahwa periode post partum dibagi dalam tiga tahap :

a. Early post partum

Keadaan yang terjadi pada hari ke 1-2 setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat tergantung, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, kebutuhan tidur meningkat, dan nafsu makan meningkat.

b. Immediate post partum

Keadaan yang tejadi pada 3-4 hari postpartum, ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi.

c. Late post partum

Keadaan yang terjadi pada 1-6 minggu dialami setelah tiba di rumah.B. Nyeri Sectio CaesareaPada proses operasi digunakan anastesi agar pasien tidak merasakan nyeri pada saat dibedah. Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar, ia akan merasakan nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembelahan. Banyak ibu yang mengeluhkan rasa nyeri dibekas jahitan sesar, keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka dan penyembuhannya tidak bisa sempurna 100%, apalagi jika luka tersebut tergolong panjang dan dalam, dalam operasi sesar ada 7 lapisan perut yang harus disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan beberapa macam benang jahit. Toxonomi Comitte of The International Assocation mendefinisikan nyeri post operasi sebagai sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan potensial nyata atau menggambarkan terminologi suatu kerusakan. Nyeri post operasi akan meningkatkan stres post operasi dan memiliki pengaruh negatif pada penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri sangat penting sesudah pembedahan, nyeri yang dibebaskan dapat mengurangi kecemasan, bernafas lebih mudah dan dalam, dapat mentoleransi mobilisasi yang cepat. Pengkajian nyeri dan kesesuaian analgesik harus digunakan untuk memastikan bahwa nyeri pasien post operasi dapat dibebaskan (Potter dan Perry, 2006). Secara umum respon pasien terhadap nyeri terbagi atas: (1) respon perilaku, dan (2) respon yang dimanifestasikan oleh otot dan kelenjer otonom. Respon perilaku terdiri dari (1) secara lokal: merintih, menangis, menjerit, bicara terengah-engah dan menggerutu, (2) ekspresi wajah: meringis, merapatkan gigi, mengerutkan dahi, menutup rapat atau membuka lebar mata atau mulut, menggigit bibir dan rahang tertutup rapat, (3) gerakan tubuh: kegelisahan, immobilisasi, ketegangan otot, peningkatan pergerakan tangan dan jari, melindungi bagian tubuh, (4) interaksi sosial: menghindari percakapan, hanya berfokus pada untuk aktivitas penurunan nyeri, menghindari kontak sosial, berkurangnya perhatian. Sedangkan Respon yang dimanifestasikan oleh otot polos dan kelenjer-kelenjer terdiri atas (1) nausea, (2) muntah (3) stasis lambung (4) penurunan motilitas usus (5) peningkatan sekresi usus (6) gangguan aktivasi ginjal (Potter dan Perry, 2006). C. Konsep Nyeri

1. Pengertian

Tamsuri (2007), mengatakan bahwa nyeri (rasa sakit yang sangat) adalah suatu gejala yang sangat subjektif. Biasanya agak sulit melihat adanya nyeri kecuali dari keluhan penderita itu sendiri.

Sedangkan Qittun (2008), mengatakan bahwa nyeri adalah suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya.

2. Berdasarkan Intensitas Skala Nyeri dibagi menjadi yaitu :

Untuk mengukur intensitas nyeri yang dirasakan seseorang, dapat alat bantu yaitu dengan skala nyeri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Smeltzer, and Bare (2008), menjelaskan bahwa skala nyeri terdidi dari adalah sebagai berikut :

a. Skala Intensitas Nyeri Deskritif

b. Skala Intensitas Nyeri Numerik

c. Skala Analog Visual

d. Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Keterangan :

Keterangan

0:Tidak Nyeri

1-3:Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik

4-6:Nyeri sedang, secara obyektif mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik

7-9:Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikutki perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10:Nyeri sangat berat, sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

Skala Analogi Visual (VAS). Skala analogi visual sangat berguna dalam mengkaji intensitas nyeri. Skala tersebut adalah berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang tersebut.ujung kiri biasanya menunjukkan tidak ada atau tidak nyeri, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan berat atau nyeri yang paling buruk. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari tidak ada nyeri diukur dan ditulis dalam sentimeter (Smeltzer & Bare, 2006).Face Rating Scale. Skala ini diatur secara visual dengan ekspresi guratan wajah untuk menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Skala penilaian wajah pada dasarnya digunakan pada anak-anak tetapi juga bisa bermanfaat ketika orang dewasa yang mempunyai kesulitan dalam menggunakan angka-angka dari skala visual analog (VAS) yang merupakan alat penilaian pengkajian nyeri secara umum. Prihajo (2009), mengatakan bahwa nyeri ringan bila skala 1- 3 dimana skala 1 pasien dapat tersenyum, skala 2 bila pasien tenang (tidak gelisah) dan skala 3 bila pasien tidur lebih nyaman. Nyeri sedang apabila skala nyeri dalam rentang skala 4 sampai 6. Dimana skala 4 bila ekspresi wajah pasien tampak kurang baik, skala 5 bila pasien mengeluh dan skal 6 bila pasien tampak gelisah dan mengigit bibir. Sedangkan dikatakan nyeri hebat bila skala 7-10 dimana skala 7 ditanda wajah meringis, skala 8 pasien menangis dan sesak nafas serta skala 9 dan 10 bila pasien tidak dapat diajak bicara dan tidak mampu berkonsentrasi.

Skala wajah untuk mengkaji nyeri pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum tidak merasa nyeri kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan nyeri yang sangat (Potter & Perry, 2006).

3. Fisiologi NyeriReseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf besar dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara optimal merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielien dari saraf perifer (Qittun, 2008).4. Penyebab

Qittun (2008), mengatakan bahwa penyebab nyeri adalah sebagai berikut:

a. Thermik

Disebabkan oleh perbedaan suhu yang ekstrim

b. Chemik

Disebabkan oleh bahan/zat kimia

c. Mekanik

Disebabkan oleh trauma mekanik

d. Elektrik

Disebabkan oleh aliran listrik

e. Psikogenik

Nyeri yang tanpa diketahui adanya kelainan fisik, bersifat psikologis

f. Neurologik

Disebabkan oleh kerusakan jaringan syaraf

5. Tanda dan Gejalaa. Adapun tanda dan gejala nyeri dapat mencakup sebagai berikut :

b. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur).

c. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir).d. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, Peningkatan gerakan jari dan tangan).

e. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri).6. Faktor yang mempengaruhi respon nyeriQittun (2008), mejelaskan tanda tanda nyeri yaitua. Usia

b. Jenis kelamin

c. Kultur

d. Makna nyeri

e. Perhatian

f. Ansietas

g. Pengalaman masa

h. Pola koping

i. Support keluarga dan sosial (Qittun, 2008)

7. Respon fisiologi dan tingkah laku terhadap nyeri

Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-bada antara lain (Qittun, 2008) :

a. Bahaya atau merusak

b. Penyakit yang berulang

c. Penyakit yang fatal

d. Perlu untuk penyembuhan

e. Sesuatu yang harus ditoleransi

f. Peningkatan heart rate

g. Peningkatan kekuatan otot

h. Muka pucat

i. Nausea dan vomitus

j. Kelelahan dan keletihan 8. Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control Theory)

Teori gate control dari Priharjo (2009) mengusulkan bahwa implus nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanaan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa implus nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuat dan implus dihambat saat sebuah pertahanaan tertutup. Upaya menutup pertahanaan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.

9. PenatalaksanaanTindakan untuk mengatasi nyeri dapat dibedakan dalam dua kelompok utama, yaitu dengan pengobatan farmakologis dan tindakan non farmakologis (Tamsuri, 2007).

a. Farmakologis

Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid (narkotika), non opioid, analgesik, opioid atau narkotika dapat menyebabkan penurunan nyeri dan memberikan efek euphoria (gembira). Non opioid sering juga disebut dengan nonsteroid seperti aspirin, ibuprofen selain memiliki anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Analgetik adalah obat yang dikembangkan bukan untuk memberikan efek analgesik tetapi ditemukan mampu menyebabkan penurunan nyeri pada berbagai nyeri kronis.

b. Non Farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai macam penanganan nyeri. Adapun tujuan dari tindakan ini adalah meningkatkan kenyamanan, mengubah respon fisiologik, menurunkan kecemasan yang berhubungan dengan imobilitas karena nyeri atau adanya pembatasan aktivitas (Tamsuri, 2007).

Berikut ini bentuk penanganan non farmakologis dalam minimalkan nyeri adalah :

a. Masase Kulit

Masase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merasang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan implus nyeri. Masase adalah stimulasi kulit tubuh secara umum, dipusatkan pada bahu, atau dapat dilakukan pada satu atau beberapa bagian tubuh dan dilakukan sekitar 10 menit ada masing-masing bagian tubuh mencapai relaksasi yang maksimal seperti memberikan pukulan kecil, massage atau cubitan besar pada kulit dan otot.b. Kompres

Penggunaan panas dingin meliputi penggunaan kantong es, masase mandi air dingin atau panas, penggunaan selimut atau bantal panas, kompres panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat, meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan. Untuk memberikan efek terapeutik yang diharapkan (mengurangi, nyeri), sebaiknya suhu tidak terlalu dingin (yaitu, berkisar antara 18-270C), karena suhu yang terlalu dingin selain memberikan rasatidak nyaman juga dapat menyebakan frostbite/ membeku. Perhatikan pemasangan kompres pada daerah yang mengalami penurunan sensasi seperti pada penderita diabetes, hemiplegia, atau penderita yang tidak sadar.

c. Imobilisasi

Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat mungkin dapat meredakan nyeri. Kasus seperti arthritis rheumatoid mungkin memerlukan teknik ini untuk mengatasi nyeri. Kadang kala petugas kesehatan memberikan intruksi kepada klien untuk istirahat selama terjadinya nyeri tanpa disertai intruksi yang jelas bagaimana istirahat yang dimaksud dan berapa lama istirahat harus dilakukan.

d. Distraksi

Distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri kestimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivitas retikuler menghambat stimulus nyeri, jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya implus nyeri keotak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorphin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Perbedaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan, dan minat individu dalam stimulus. Oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulus satu indera saja.

e. Relaksasi

Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang terkandung rasa nyeri beberapa penelitian menunjukakan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi. Teknik relaksasi mungkin perluh diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang optimal. Klien yang telah mengetahui teknik ini mungkin hanya perlu diinstruksikan menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau mencegah meningkatkan nyeri (Tamsuri, 2007). 10. Pengkajian NyeriPengkajian pada masalah nyeri, Hidayat (2008) mengatakan bahwa dapat dilakukan dengan cara:

a. P (Pemacu): Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya

nyeri

b. Q(Quality): Kualitas nyeri dikatakan seperti apa yang dirasakan

pasien misalnya, seperti diiris-iris pisau, dipukul\

pukul, disayat,

c. R (Region): Daerah perjalanan nyeri,

d. S (Severity): Keparahan atau intensitas nyeri,

e. T (Time)

: Lama/ waktu serangan atau frekuensi nyeri.

Deskripsi Verbal tentang Nyeri. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Smeltzer & Bare (2006), menjelaskan bahwa informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara yang berikut:

a. Intensitas nyeri. Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (misal tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau 0 sampai 10: 0= tidak ada nyeri, 10= nyeri sangat hebat).

b. Karakteristik nyeri. Termasuk letak, durasi (menit, jam, hari, bulan, dsb), irama (misal terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas (misal, nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).

c. Faktor-faktor yang meredakan nyeri (misal gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dsb) dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.

d. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (misal tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas santai). Nyeri akut berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.

e. Kekhawatiran individu terhadap nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

11. Mengkaji Respons Fisiologik dan Perilaku Terhadap Nyeri

Banyak pemberi perawatan kesehatan lebih mengenal nyeri akut dibanding nyeri kronis. Akibatnya pemberi perawatan kesehatan yang lebih mengenal respon fisiologik dan perilaku nyeri dapat menanyakan keberadaan nyeri pasien yang dengan tenang melaporkan nyeri berat atau pada pasien yang tidur nyenyak dengan cepat sebelum atau setelah melaporkan nyeri berat menampakkan tanda-tanda fisiologis atau perilaku dari nyeri. Tidak adanya tanda-tanda ini tidak harus membuat perawat menyimpulkan bahwa nyeri tidak ada; keberadaan dari tanda-tanda ini tidak selalu berarti bahwa pasien mengalami nyeri (Priharjo, 2009).Indikator fisiologis nyeri, perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal pasien. Bagaimanapun respons involunter ini seperti meningkatnya frekuensi nadi dan pernapasan, pucat dan berkeringat adalah indikator rangsangan sistem saraf otonom, bukan nyeri (David, 2008).Respons Perilaku terhadap nyeri. Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup perrnyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat menangis, merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal atau menarik diri. Orang dapat menjadi marah atau mudah tersinggung dan meminta maaf saat nyerinya hilang (Smeltzer & Bare, 2008).

D. Terapi Distraksi

1. Pengertian

Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007).

2. Jenis Tehnik DistraksiTamsuri (2007), mengatakan bahwa jenis teknik distraksi ada enam yaitu :a. Distraksi visualMelihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.

b. Distraksi pendengaranDiantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007). Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart. Dari sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan. Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka mengistilahkan sebagai Efek Mozart.Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada karya-karya Mozart mampu merangsang dan memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak. Yang tak kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan musik Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan.

c. Distraksi pernafasanBernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.

d. Distraksi intelektualAntara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.e. Tehnik pernafasan Seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang

f. Imajinasi terbimbing Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari dari perhatian terhadap nyeri (Tamsuri, 2007). E. Pengaruh Teknik Distraksi Terhadap Nyeri Pada Pasien Sectio CaesareaTeknik distraksi merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat memberikan musik yang lembut kepada klien untuk didengarkan, dimana terapi ini dapat menurunkan skala nyeri dan mengurangi rasa cemas pada pasien (Smeltzer & Bare, 2006). Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul tanpa adanya injuri. International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul tanpa adanya injuri. Nyeri post operasi mungkin disebabkan karena adanya luka operasi, akan tetapi juga harus mempertimbangkan kemungkinan adanya sebab yang lain (Sjamsuhidajat, 2008). Nyeri yang dirasakan individu setelah dilakukan tindakan operasi dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap kesembuhannya. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan penanganan segera dapat mengurangi nyeri yang ditimbulkan setelah tindakan operasi. Penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Penanganan nyeri secara farmakologis yaitu kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dan anestesi. Sedangkan secara nonfarmakologi yaitu dengan masase, kompres dingin dan panas, distraksi, hipnosis seta teknik relaksasi (Potter & Perry, 2006). Nyeri post operasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil pembedahan. Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri post operasi berbedabeda. Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien. Nyeri pasca operasi tidak hanya terjadi setelah operasi besar, tetapi juga setelah operasi kecil. Selain faktor fisiologis, nyeri juga dipengaruhi oleh rasa takut atau kecemasan mengenai operasi (dimensi afektif), yang dapat meningkatkan persepsi individu terhadap intensitas nyeri (dimensi sensorik). Meskipun semua pasien post operasi mengalami sensasi rasa nyeri, ada perbedaan dalam ekspresi atau reaksi nyeri (dimensi perilaku), latar belakang budaya (dimensi sosiokultural) (Smeltzer & Bare, 2008).Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan. Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang identik pada seorang individu (Potter & Perry, 2006).

F. Kerangka Konsep

Keterangan

: Variabel yang diteliti

: Variabel penganggu (tidak diteliti)Bagan 1

Kerangka KonsepG. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh terapi distraksi terhadap skala nyeri pada ibu post operasi sectio caesar di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. M. Yunus Bengkulu.

BAB III

METODE PENELITIANA. Desain Penelitian

Jenis peneitian ini adalah quasi experiment, dengan desain eksperimen yang digunakan adalah one group before after atau pre-test and post test group design. Rancangan ini terdiri dari satu kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa penerapan model. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

O1 X O2

Keterangan

O1=Pre test (skala nyeri sebelum diberi tindakan distraksi )

X=Treatment atau perlakuan (Diberi teknik distraksi)

O2=post test (skala nyeri setelah diberikan teknik distraksi)

B. Kerangka Penelitian

Bagan 2

Kerangka PenelitianC. Definisi OperasionalTabel 1

Definisi Operasional Penelitian

NoVariabelDefenisiAlat ukurCara ukurHasil ukurSkala

1Terapi

DistraksiTerapi pemberian musik klasik mozart melalui headset langsung ke telinga responden dan selama 5 menit.

HaedsetMusik Mozart

Stopwacth

2Skala nyeri Respon nyeri yang dinilai sebelum dan sesudah dilakukan tindakan terapi distraksi yang dinilai menggunakan skala bourbanis dan diikuti dengan mengobservasi keadaan umum respondenSkala analogi visual (VAS)Pasien menyebut-kan rentang angka0 : Nyeri ringan (1-3)1 :Nyeri Sedang (4-6)

2: Nyeri Berat (7-10).Interval

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang Mawar atau ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada tanggal 6 Maret sampai dengan 6 Mei 2015.

E. Populasi dan Sampel

1.Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek atau himpunan yang memiliki ciri yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan secara sectio Caesarea yang dirawat di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada tahun 2014 sebanyak 323 orang. 2.Sampel

Sampel adalah himpunan bagian atau bagian dari suatu keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak pada populasi yang homogen dengan besar sampel diambil sebanyak 10 orang.

Kriteria Inklusi yaitu :

a. Ibu post operasi sectio secarea pada hari kedua

b. Ibu post operasi sectio secarea yang belum minum obat

c. Bersedia menjadi responden

F. Pengumpulan Data Dan Pengolahan

1. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer untuk mengetahui seberapa nyeri pasien yaitu dengan cara bertanya dan mengobservasi keadaan pasien dengan menggunakan skala skala Analog Visual (VAS). Untuk pelaksanaan terapi distraksi diadopsi dari teori Tamsuri (2007).2. Pengelolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara bertahap sebagai berikut :

a. Editing

Dilakukan untuk meneliti kembali data yang terkumpul apakah telah sesuai dengan yang diharapkan.

b. Coding

Pada tahap ini dilakukan pemberian kode terhadap data yang terkumpul untuk mempermudah pengolahan data.c. Processing

Setelah semua ini format pengumpulan data diperiksa dan melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya memperoses data dengan komputer agar dapat dianalisa.

d. Cleaning

Merupakan kegiatan mengecek kembali data yang sudah diperoses apakah ada kesalahan atau tidak pada masing-masing variabel yang sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai.

e. Tabulating

Penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.G. Analisis Data

1. Analisis UnivariatUntuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi dan karakteristik masing-masing variabel, data yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan analisa secara deskriptif.

Keterangan :

P:Jumlah presentasi yang dicari

F:Jumlah frekuensi untuk alternatif jawaban

n :Jumlah subjek penelitian

Dari rumus diatas kualitas proporsi didapat dalam bentuk persentase yang dapat diinterprestasikan dengan menggunakan skala (Notoatmodjo, 2010) :

0 % = tidak satupun dari responden

1 % - 25% = sebagian kecil dari responden

26 % -49 % = hampir sebagian dari responden

50 % = setengah dari responden

51 % -75 % = sebagian besar dari responden

76 % - 99 % = hampir seluruh responden

100 = seluruh responden2. Analisis Bivariat

Yaitu metode statistik yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui pengaruh antara persentase variabel yang mempengaruhi, menggunakan komputerisasi yaitu program SPSS dengan uji statistik uji t independen dengan tingkat keyakinan 95% atau ( 0,05 dan bila 0,05 berarti ada pengaruh sedangkan bila > 0,05 yang berarti tidak ada pengaruh. Dengan menggunakan rumus :

Keterangan

X1

: skala nyeri sesudah diberikan terapi X2

: skalamnyeri sebelum diberikan terapiS

: Standar deviasi

n

: Sampel

Tidak Nyeri

Nyeri ringan

Nyeri sedang

Nyeri berat terkontrol

Nyeri berat tidak terkontrol

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri

Nyeri sangat Hebat

Tidak Nyeri

Nyeri sedang

Nyeri Hebat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nyeri ringan

Nyeri sedang

Nyeri berat terkontrol

Nyeri berat tidak terkontrol

Tidak Nyeri

4 5 6

7 8 9

10

0

1 2 3

Terapi Distraksi

Skala Nyeri

Sebelum

Non Farmakologi

Terapi Tarik Nafas Dalam

Kompres

Imobilisasi

Farmakologi

Opioid

Non steroid (aspirin)

Analgesik

Diberikan Teknik Distraksi

Skala Nyeri Setelah

Skala Nyeri Sebelum

X1 - X2

S / n

Skala Nyeri

Sesudah

Nyeri sangat Hebat

10

36

_1480446948.unknown